JURNAL - Maslahah Mursalah Dalam Dinamika Ijtihad Kontemporer
JURNAL - Maslahah Mursalah Dalam Dinamika Ijtihad Kontemporer
Abstract
Contemporary ijtihad discourse can not be separated from maṣlaḥaḥ mursalah. However, given the limited
number of texts and the limitations of the jurisprudence issue, this proposition has significant polemical
potential both among salaf and modern scholars. The debate of the Salafist cleric only focuses on maṣlaḥah
mursalah, ie the maslahah whose legitimacy (i’tibār) and its neglect (ilghā’) are not found in sharia texts,
while the polemic is occurring among modern scholars versus some of the thinkers concerned about maṣlaḥah
mulghāh, the maslahah ignored by sharī ‘, whose invalidity as the basis of syara’ law has been agreed upon
by ulama ushul. This article will examine the debates among contemporary Islamic scholars and thinkers in
the application of mashalah. This paper maps three groups with different inclinations in understanding the
maslahah: (1) The textual group, which does not pay attention to maqāṣid al-shar’’ah; (2) Groups that do not
want to be bound by the texts of the Qur’an or Sunnah, by reason of following the maslahah; (3) Groups that take
a moderate or middle position between the two groups above.
Keywords: Maṣlaḥaḥ Mursalah, Contemporary Ijtihad, Maqāṣid al-Sharī’ah
Abstrak
Diskursus ijtihad kontemporer tidak bisa terlepas dari maṣlaḥah mursalah. Namun, melihat terbatasnya jumlah
teks dan tidak terbatasnya permasalahan fikih, dalil ini memiliki potensi polemik yang cukup signifikan baik
di kalangan ulama salaf maupun modern. Perdebatan ulama salaf hanya terfokus pada maṣlaḥah mursalah,
yaitu maslahah yang legitimasinya (i’tibār) maupun pengabaiannya (ilghā’) tidak ditemukan dalam teks
syariah, sedang polemik yang terjadi di kalangan ulama modern versus sebagian para pemikir berkutat seputar
maṣlaḥah mulghāh, yaitu maslahah yang diabaikan oleh sharī’, yang ketakabsahannya sebagai landasan
hukum syara’ telah disepakati oleh para ulama ushul. Artikel ini akan menelisik perdebatan di kalangan ulama
dan pemikir Islam kontemporer dalam penerapan mashalah. Tulisan ini memetakan tiga kelompok dengan
kecenderungan yang berbeda dalam memahami maslahah: (1) Kelompok tekstualis, yang tidak memerhatikan
maqāṣid al-sharī’ah; (2) Kelompok yang tidak mau terikat dengan teks-teks al-Quran maupun Sunnah, dengan
alasan mengikuti maslahah; (3) Kelompok yang mengambil sikap moderat atau tengah antara kedua kelompok
di atas.
Kata kunci: Maṣlaḥah Mursalah, Ijtihad Kontemporer, maqāṣid al-sharī’ah
kalangan ulama salaf maupun modern. Hanya Mayoritas fuqahā’ (ahli fikih) sepakat
saja obyek perdebatan yang diangkat ada sedikit bahwa hukum-hukum sharī’ah secara umum
pergeseran antara ulama salaf dan modern, itu mu’allalah (memiliki motivasi hukum),
perdebatan ulama salaf hanya terfokus pada serta memiliki maqāṣid (tujuan-tujuan) dan
maṣlaḥah mursalah, yaitu maslahah yang tidak hikmah yang dapat dipahami dan dicerna
dijumpai dalam teks syari’ah legitimasinya oleh akal, kecuali dalam hukum-hukum murni
(i’tibār) maupun pengabaiannya (ilghā’), sedang ‘ibādāt. Pendapat minoritas ulama seperti
polemik yang terjadi di kalangan ulama dzahiriyah yang berseberangan dengan
modern versus sebagian para pemikir menjalar pendapat jumhur ulama, argumennya tidak
pada maṣlaḥah mulghāh, yaitu maslahah yang akurat. Tidak bisa dipungkiri bahwa syariat
diabaikan oleh sharī’, yang disepakati oleh Islam membangun hukum-hukumnya dalam
para ulama ushul ketidakvalidannya untuk rangka memanifestasikan kemaslahatan dan
dijadikan landasan hukum syara’. menghindari mafsadah (kerusakan) dari orang-
Tulisan ini akan kita coba menelusuri orang mukalaf,3 serta mewujudkan kebahagiaan
lebih dalam substansi maṣlaḥah, menganalisa manusia di dunia maupun di akhirat. Allah
perbedaan pendapat para ulama salaf seputar Swt. (al-sharī’) tidak mungkin mensyariatkan
masalah ini, kemudian membahas ketentuan- hukum-hukum yang mencelakakan hambanya,
ketentuan aplikasi maṣlaḥah mursalah dalam sebagaimana dalam hadis Rasulullah Saw.
berijtihad, serta dinamikinya dalam ijtihad “lā ḍarar walā ḍirār“4 yang kemudian menjadi
kontemporer. sandaran kaidah fikih yang populer al-ḍararu
yuzāl (setiap yang membawa kerusakan itu
MENGUNGKAP AKAR MAṢLAḤAH MURSALAH 1
Muhammad Sa’īd Ramaḍān al-Būṭī, Ḍawābiṭ al-Maṣlaḥah,
DALAM UṢŪL FIQH (Suriah: Mu’assasah al-Risālah, Al-Dār Al-Mutahiddah), hlm.
Pengertian Maṣlaḥah 27.
2
Muṣṭafā Dīb al-Bughā, Atsar al-Adillah al-Mukhtalaf fīhā fi
Sebelum kita memasuki pembahasan al-Fiqh al-Islāmi, (Damaskus: Dār al-Qalam, Damaskus: Dār al-
maṣlaḥaḥ mursalah, kita perlu mengupas ‘Ulūm al-Insānīyyah, t.t.), hlm. 29.
sekilas tentang maṣlaḥaḥ secara umum 3
Yūsuf al-Qarḍāwī, Madkhal Lidirāsat al-Sharī’ah al-
karena merupakan salah satu bagian yang Islāmiyyah, (Kairo: Muassasah al-Risālah, t.t.), hlm. 53.
4
Dikeluarkan oleh Mālik dalam al-Muwāṭa’ dari ‘Amr
tak terpisahkan dari konsep ini. Maṣlaḥaḥ bin Yahya dari bapaknya secara mursal, Dikeluarkan juga
secara etimologi sama dengan kata manfa’ah oleh al-Hākim dalam Mustadrak, al-Baihaqi, al-Dāruquṭni dari
baik dari segi wazan (bentuk kata) maupun hadisnya Abī Sa’īd al-Khudri, dan dikeluarkan oleh Ibnu Mājah
maknanya. Lisān al-‘Arab mendefinisikan dari hadisnya Ibnu ‘Abbās dan ‘Ubādah Ibnu al-Sāmit. Lihat Al-
Imām al-Suyūṭi, al-Ashbāh wa al-Naẓāir, (Kairo: Dar al-Salām),
maṣlaḥaḥ sebagai semua hal yang mengandung I: 210.
al-Fa’r, Hamzah Husain, “Al-Fawāid Al- __________, Madkhal Lidirāsat al-Sharī’ah al-
Bankiyyah Wafatwā Majma’ Al-Buhūts Al- Islāmiyyah, Kairo: Muassasah al-Risālah,
Islāmiyyah,” dalam Al-Iqtiṣād Al-Islāmī, 260- T.t.
261 Dzul Qa’dah dan Dzul Hijjah 1412 H/ al-Zuhailī, Wahbah, Uṣul al-Fiqh al-Islāmī,
Januari-Februari 2003 M. Suriah: Dār al-Fikr.
Jum’ah, Muhammad Ali, Āliyatu al-Ijtihād, Kairo:
Al-Risālah, I-1425 H/ 2004 M.
Resuni, Ahmad, “Al-Ijtihād Bayna al-Nāṣ wa al-
Wāqi’ wa al-Maṣlaḥah”, dalam Al-Ijtihād Al-
Naṣ, Al-Wāqi’, Al-Maṣlaḥah, dialog antara Dr.
Ahmad Resuni dengan Prof. Muhammad
Jamal Barut, Beirut: Dar Al-Fikr, 1422 H/
2002 M.