Anda di halaman 1dari 122

RASIONALITAS DAN TRANSFORMASI SOSIAL SUKU ANAK DALAM

(Studi Deskriptif di Desa Muara Kilis, Kecamatan Tengah Ilir, Kabupaten


Tebo, Propinsi Jambi)

SKRIPSI

Oleh :

NIVO PRANATA PANJAITAN

140901039

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2019

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Suku Anak Dalam (SAD) merupakan salah satu suku yang diklasifikasikan
primitif, karena hidup jauh dari peradaban luar, mempunyai aturan atau adat sendiri dan
sangat bergantung dengan alam. Konsep primitif tersebut tidak relevan dengan Suku
Anak Dalam yang menetap di Desa Muara Kilis, Kecamatan Tengah Ilir, Kabupaten
Tebo, Propinsi Jambi, karena telah mengalami perkembangan rasionalitas dan proses
transformasi sosial. Sehingga, penelitian ini fokus membahas rasionalitas dan bentuk
transformasi sosial Suku Anak Dalamdi Desa Muara Kilis.
Metode penelitian adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan
deskriptif bertujuan menggambarkan dan meringkas realitas dilapangan secara
mendalam. Lokasi penelitian di Desa Muara Kilis, Kecamatan Tengah Ilir, Kabupaten
Tebo, Propinsi Jambi.Kriteria informan dalam penelitian ini adalah individu dengan
jenis kelamin laki-laki maupun perempuan dengan usia diatas 20 tahun, berstatus
menikah dan sudah menetap di desa Muara Kilis lebih dari 1 tahun. Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasionalitas Suku Anak Dalam di Desa
Muara Kilis yaitu, (1) Pertimbangan hutan yang menjadi rumah dan sumber
penghidupan tidak akan lagi mampu mencukupi, sehingga mengubah cara pandang
mereka untuk mencari jalan keluar. (2) Pilihan untuk meninggalkan hutan merupakan
hasil dari pertimbangan secara rasional. Pertimbangan itu menyangkut bagimana
kedepannya kehidupan individu tersebut demi mempebaiki kondisi kehidupan,
mengurangi ketidakpastian hidup dan kepastian pemenuhan kebutuhan. Selain
pertimbangan tersebut, ketersediaan bantuan pemerintah berupa lahan dan rumah
sebagai aset bagi Suku Anak Dalam menjadi faktor pendorong rasionalitas terjadi pada
masyarakat. Sedangkan Transformasi sosial Suku Anak Dalam di Desa Muara Kilis
yaitu, (1) Pada aspek struktural, transformasi Suku Anak Dalam menyangkut pada
perubahan stuktur geografis tempat tinggal, dan perubahan fungsi dan peranan
temenggung. (2) Pada aspek kultural, mengalami transformasi pada tempat tinggal, cara
berpakaian, sumber mata pencaharian, alat-alat rumah tangga, teknologi dan bahasa. (3)
Pada aspek interaksional, terjadi transformasi interaksi Suku Anak Dalam menjadi
terbuka sebagai akibat hidup ditengah masyarakat yang bersifat heterogen.

Kata Kunci: Rasionalitas, Transformasi Sosial, Suku Anak Dalam.

ii
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT

Suku Anak Dalam (SAD) is a tribe that is classified as primitive, because it


lives far from outside civilization, has its own rules or customs and is very dependent on
nature. The primitive concept is not relevant to the Suku Anak Dalam who settled in
Muara Kilis Village, Tengah Ilir District, Tebo Regency, Jambi Province, because they
have experienced the development of rationality and the process of social
transformation. Thus, this study focuses on discussing rationality and the form of social
transformation of the Suku Anak Dalam in Muara Kilis Village.
The research method is a qualitative research method with a descriptive
approach aimed at describing and summarizing the reality in the field in depth. The
research location was in Muara Kilis Village, Tengah Ilir District, Tebo Regency, Jambi
Province. The criteria for informants in this study were individuals with male and
female gender over the age of 20 years, married and had settled in Muara Kilis village
for more than 1 year. Data collection techniques are carried out by observation, in-depth
interviews and documentation.
The results showed that the rationality of the Children in the Village of Muara
Kilis was (1) Consideration of the forests that are home and sources of livelihood will
no longer be sufficient, thus changing their perspective to find a way out. (2) The choice
to leave the forest is a result of rational consideration. These considerations are related
to the future of the individual's life in order to improve living conditions, reduce life
uncertainty and ensure fulfillment of needs. In addition to these considerations, the
availability of government assistance in the form of land and houses as assets for the
Suku Anak Dalam is a driving factor for rationality to occur in the community. While
the social transformation of the Suku Anak Dalam in Muara Kilis Village is, (1) In the
structural aspect, the transformation of the Anak Dalam Tribe concerns the change in
the geographical structure of the place of residence, and the change in functions and
roles of the place of residence. (2) In the cultural aspect, it undergoes a transformation
in the place of residence, manner of dress, source of livelihood, household appliances,
technology and language. (3) In interactional aspects, there is a transformation of the
interaction of the Suku Anak Dalam to be open as a result of living in a heterogeneous
society.

Keywords: Rationality, Social Transformation, Suku Anak Dalam.

iii
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala

limpahan kasih dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi

yang berjudul “Rasionalitas Dan Transformasi Sosial Suku Anak Dalam (Studi

Deskriptif di Desa Muara Kilis, Kecamatan Tengah Ilir, Kabupaten Tebo, Propinsi

Jambi)” ini sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana dari program studi

Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Sukses

dan lancarnya penulisan skripsi ini tidak terlepas oleh bantuan dan kerjasama berbagai

pihak. Dalam penulisan skripsi ini penulis juga menyampaikan penghargaan yang tulus

dan ucapan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi

ini kepada:

1. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.sos, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Harmona Daulay, S.sos, M.Si selaku Ketua Departemen Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Sismudjito, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi penulis,

yang telah membimbing dengan segenap hati hingga pada penyelesaian skripsi

ini. Penulis sangat berterimakasih atas masukan, arahan, waktu, tenaga dan

pikiran bapak selama ini.

4. Bapak Bisru Hafi, M.Si sebagai Dosen penguji seminar proposal, Seminar Hasil

dan Sidang penulis. Beliau juga turut membantu membimbing penulis dalam

iv
Universitas Sumatera Utara
penyelesaian penulisan skripsi ini dengan menyertakan ide dan gagasan baru

melalui arahan yang lembut dan mudah dipahami penulis.

5. Bapak Drs. Junjungan SBP Simanjuntak, M.Si selaku dosen wali penulis yang

telah membimbing penulis dalam perkuliahan.

6. Seluruh dosen di Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

Universitas Sumatera Utara untuk ilmu serta pengalaman yang dibagikan selama

masa perkuliahan.

7. Segenap staff dan pegawai Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik, Universitas Sumatera Utara yang telah membantu penulis menyelesaikan

berkas-berkas dan hal-hal yang berkaitan dengan administratif selama masa

perkuliahan.

8. Perangkat desa dan warga penulis ucapkan terimasih telah mempermudah dan

membantu penulis dalam mencari data-data serta telah memberikan izin kepada

penulis untuk melakukan penelitian skripsi di Desa Muara Kilis.

9. Terimakasih kepada kedua orang tua penulis Bapak Lukas Panjaitan dan Ibu

Martalena Siahaan yang senantiasa memeberikan doa-doa terbaik, semangat dan

motivasi yang tiada hentinya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

10. Terimakasih kepada kedua kakak penulis Lidia Fitri Panjaitan AMkeb dan

Sarwita Lestari Panjaitan S.P yang telah memberikan semangat dan doa

sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dengan baik.

v
Universitas Sumatera Utara
11. Terimakasih kepada Maktua dan Paktua Bang Ando yang telah memperhatikan

penulis selayaknya anak sendiri selama masa perkuliahan ini.

12. Terimakasih kepada Uda Kevin dan Inanguda yang sudah berbaik hati

membantu penulis dalam mencari data-data di lapangan penelitian.

13. Terimakasih kepada Antonius Alavi Purba JR sebagai sahabat sejak kecil yang

membantu peneliti turun lapangan.

14. Terimakasih kepada Abang Ando, Bang Frengky, Kak Eva, Kak Itong, Kak Iyo,

Melisa dan Santa yang telah memberi semangat kepada penulis untuk terus giat

mengerjakan tugas-tugas penulis.

15. Terimakasih kepada sahabat karib penulis selama di kampus USU yaitu Darwin,

Kapten dan Diagung, semoga lain waktu kita bisa foto pakai baju dinas masing-

masing.

16. Terimakasih kepada Suci manurung,Lili natal, Namira odeng, Sipal tapir dan

Leo ra yang terus berbaik hati dan turut serta membantu dalam penyelesaian

skripsi ini.

17. Terimakasih kepada teman-teman satu stambuk 2014 yang telah memberikan

pengalaman, pengajaran, dan kasih saying selama masa perkuliahan.

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, dan

kekurangan baik dalam metode penulisan maupun dalam pembahasan materi.Hal

tersebut dikarenakan keterbatasan kemampuan penulis sehingga penulis mengharapkan

vi
Universitas Sumatera Utara
saran dan kritik yang bersifat membangun mudah-mudahan dikemudian hari dapat

memperbaiki segala kekurangannya.

Akhirnya, penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak dan apabila

ada yang tidak tersebutkan penulis mohon maaf, dengan besar harapan semoga skripsi

yang di tulis oleh penulis ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan

umumnya bagi pembaca.

Medan, 2018
Penulis

Nivo Pranata Panjaitan


140901039

vii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

ABSTRAK ......................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... iii

DAFTAR ISI ...................................................................................................................... vii

DAFTAR TABEL ............................................................................................................. x

BAB I PENDAHULAN ..................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................... 9

1.3 Tujuan Masalah ............................................................................................................. 9

1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................................................ 9

1.5 Definisi Konsep ……………………………………………………………………...10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 13

2.1 Rasionalitas Max Weber ............................................................................................... 13

2.2 Transformasi Sosial ....................................................................................................... 18

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................................. 28

3.1 Jenis Penelitian .............................................................................................................. 28

3.2 Lokasi Penelitian ........................................................................................................... 28

3.3 Unit Analisis dan Informan ........................................................................................... 29

3.4 Teknik Pengumpulan Data ............................................................................................ 31

viii
Universitas Sumatera Utara
3.5 Interpretasi Data ............................................................................................................ 33

3.6 Jadwal Kegiatan ............................................................................................................ 34

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................................. 35

4.1 Sejarah Dan Deskripsi Desa Muara Kilis...................................................................... 35

4.1.1 Sejarah Ringkas Desa Muara Kilis ............................................................................ 35

4.1.2Deskripsi Desa Muara Kilis ........................................................................................ 38

4.1.3Letak Dan Kondisi Geografis Desa Muara Kilis ........................................................ 40

4.1.4 Gambaran Kondisi Sosial Budaya Penduduk Desa Muara Kilis ............................... 41

4.1.5 Kondisi Demografis Desa Muara Kilis ...................................................................... 42

4.2. Gambaran Umum Suku Anak Dalam Di Desa Muara Kilis ........................................ 48

4.3. Profil Informan ............................................................................................................. 50

4.3.1 Identitas Informan ...................................................................................................... 50

4.3.1 Sekilas Gambaran Kehidupan Para Informan ............................................................ 51

4.4. Rasionalitas Suku Anak Dalam Menurut Weber ......................................................... 68

4.4.1 Pilihan Untuk Hidup Menetap ................................................................................... 70

4.4.2 Pilihan Untuk Berobat ................................................................................................ 71

4.4.3 Pilihan Untuk Maju .................................................................................................... 72

ix
Universitas Sumatera Utara
4.4.4 Rasionalitas Suku Anak Dalam Di Desa Muara Kilis ............................................... 74

4.5 Transformasi Kearifan Lokal Suku Anak Dalam.......................................................... 85

BAB V PENUTUP ........................................................................................................... 103

5.1. Kesimpulan ................................................................................................................ 103

5.2. Saran........................................................................................................................... 104

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN PENELITIAN

x
Universitas Sumatera Utara
Daftar Tabel

Tabel 1.1 Data Suku Anak Dalam Propinsi Jambi ............................................................ 4

Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penyusunan Skripsi ............................................................. 34

Tabel 4.1 Sejarah Kepemimpinan Desa Muara Kilis ...................................................... 35

Tabel 4.2 Pembagian Dusun Di Desa Muara Kilis ......................................................... 40

Tabel 4.3 Data Jumlah Penduduk Per Dusun Di Desa Muara Kilis................................ 41

Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur Dan Jenis Kelamin ............................. 42

Tabel 4.5 Jumlah Penduduk Berdasarkan Suku/Etnis .................................................... 43

Tabel 4.6 Jumlah Penduduk Menurut Agama ................................................................. 44

Tabel 4.7 Kondisi Infrastruktur Perhubungan ................................................................. 45

Tabel 4.8 Sarana Kesehatan ............................................................................................ 46

Tabel 4.9 Sarana Pendidikan ........................................................................................... 47

Tabel 4.10 Sarana Ibadah ................................................................................................ 47

Tabel 4.11 Sarana Pemasaran ......................................................................................... 48

Tabel 4.12 Komposisi Usia, Agama dan Suku Informan di Desa Muara Kilis .............. 51

Tabel 4.13 Hasil Wawancara .......................................................................................... 81

Tabel 4.14 Hasil Wawancara .......................................................................................... 93

Tabel 4.15 Analisis Transformasi Sosial Suku Anak Dalam .......................................... 96

xi
Universitas Sumatera Utara
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Suku Anak Dalam merupakan salah satu suku terasing yang berada di

Provinsi Jambi. Suku Anak Dalam memiliki istilah lain, yaitu Kubu dan Orang

Rimba. Istilah Kubu justru terbentuk lebih awal dari pada Suku Anak Dalam dan

Orang Rimba yaitu sekitar tahun 1970, sedangkan istilah Suku Anak Dalam baru

dipopulerkan pada tahun 1974 oleh Departemen Sosial, dan istilah orang rimba

dikenal di tahun 1990 dari penelitian Muntholib (Jauhari, 2012:15).

Asal usul Suku Anak Dalam berdasarkan berbagai hikayat dari penuturan

lisan yang ditelusuri seperti cerita buah gelumpang, cerita seri Sumatera Tengah,

Tambo Anak Dalam (Minangkabau), cerita Orang Kayo Hitam, cerita perang

Jambi-Belanda, cerita Tambo Sriwijaya, cerita perang Bagindo Ali, dan cerita

tentang Orang Kubu. Menyatakan bahwa Suku Anak Dalam berasal dari tiga

keturunan yaitu pertama, keturunan dari Sumatera Selatan, pada umumnya tinggal

di wilayah Kabupaten Batanghari. Kedua, keturunan dari Minangkabau, pada

umumnya di Kabupaten Bungo dan Tebo sebagian Mersam (Batang hari). Ketiga,

keturunan dari Jambi Asli yaitu Kubu Air Hitam Kabupaten Sarolangun Bangko

(BPS Jambi Profil Suku Anak Dalam, 2010:67).

Kehidupan Suku Anak Dalam dikenal dengan konsep primitif, karena

mereka hidup jauh dari peradaban luar, mempunyai aturan atau adat sendiri dan

mereka sangat bergantung dengan Alam. Suku Anak Dalam juga dikenal dengan

konsep kearifan lokal yang sangat kuat. Mendiami hutan adalah kearifan lokal
1

Universitas Sumatera Utara


Suku Anak Dalam yang paling pertama terlihat. Hutan sebagai rumah dan sumber

pemenuhan kebutuhan hidup bagi mereka. Hutan juga membentuk karakter yang

khas bagi Suku Anak Dalam. Karakter khas Suku Anak Dalam di hutan adalah

pola hidup nomaden, yang artinya mereka hidup berpindah-pindah tempat.

Kehidupan nomaden bagi Suku Anak Dalam dilakukan oleh berbagai faktor.

Beberapa contoh yang mengidentifikasikan kehidupan nomaden yaitu pertama

ketika bahan makanan mereka sudah mulai habis, mereka akan mencari tempat

baru dengan bahan makanan yang berlimpah. Kedua, ketika anggota keluarga

mengalami sakit mereka memberi obat dan meninggalkannya dan sesekali dilihat

untuk memastikan perkembangan kondisi kesehatannya. Akan tetapi, jika ada

yang meninggal, mereka akan meninggalkan tempat itu karena dianggap tempat

itu mendatangkan bala dan malapetaka. Ketiga, tempat tinggal Suku Anak Dalam

berbentuk pondok yang beratapkan dedaunan dengan tiang anak-anak kayu.

Lantainya dibentuk dari kayu-kayu bulat yang disusun rapi dan rapat antara satu

dengan yang lainnya. Sedangkan, untuk dinding pondok tersebut terbuka tanpa

ada sesuatu apapun yang menutupi.

Dalam berpakaian, Suku Anak Dalam tidak mengenakan pakaian lengkap

selayaknya masyarakat umum. Mereka kaum laki-laki dan perempuan hanya

menutupi bagian vitalnya saja dengan daun-daunan, kulit kayu ataupun dengan

kain panjang, sedangkan bagian tubuh lainnya dibiarkan terbuka.

Suku Anak Dalam cenderung hidup berkelompok antara satu sampai sepuluh

rumah tangga, Suku Anak Dalam juga sangat menghargai para kaum

perempuannya, mereka kaum perempuan yang masih muda maupun yang tua

sangat dijaga dan sangat dilindungi, sekaligus mereka juga melindungi diri dari
2

Universitas Sumatera Utara


kaum laki-laki dan orang luar. Selain itu, kearifan lokal masyarakat Suku Anak

Dalam dapat dilihat dari aspek mata pencaharian, utamanya masyarakat Suku

Anak Dalam mengenal lima sistem yaitu berburu, meramu, menangkap ikan,

memanen buah-buahan di hutan dan berladang sederhana.

Berburu yang dilakukan masyarakat Suku Anak Dalam mencakup

keseluruhan jenis hewan antara lain babi, beruang, monyet, ular, rusa dan berbagai

jenis unggas. Alat yang digunakan adalah tombak, kujur/panah, parang, dan

jerat/perangkap. Pada sistem meramu, masyarakat Suku Anak Dalam akan

mengumpulkan berbagai jenis bahan makanan seperti buah-buahan, akar-akaran,

umbi-umbian dan bahan makanan lainnya. Pada sistem menangkap ikan

mencakup segala jenis ikan, juga labi-labi, dan kura-kura. Pada sistem memanen

buah-buahan dihutan mencakup berbagai jenis buah yang dapat di konsumsi

berupa buah jengkol, petai dan lainnya. Sedangkan sistem berladang sederhana

yang dilakukan masyarakat Suku Anak Dalam yaitu dengan bercocok tanam ubi

dan umbi-umbian lainnya.

Menurut Van Dongen (dalam Pengakuan Hak-Hak Dasar Suku Anak

Dalam Jambi, 2017) menyebutkan bahwa Suku Anak Dalam merupakan orang

yang hidup dengan budaya yang masih primitif serta merupakan penduduk asli

Sumatera. Suku Anak Dalam hidup dengan kelompok dan dalam struktur

kelompoknya mereka memiliki stuktur kepemimpinan temenggung (ketua adat),

wakil temenggung (wakil ketua adat), dan menti (penyidang/hakim secara adat).

Penelitian yang dilakukan oleh Takiddin, (Jurnal tentang Nilai-Nilai

Kearifan Budaya Lokal Orang Rimba, Studi pada Suku Minoritas Rimba di

Universitas Sumatera Utara


Kecamatan Air Hitam Provinsi Jambi: Takkidin, 2014) juga menggambarkan

tentang nilai-nilai kearifan budaya lokal Orang Rimba. Orang Rimba memiliki

gaya hidup dan kepercayaan yang unik dan berbeda dari kehidupan masyarakat

modern saat ini. Orang Rimba menjadikan hutan sebagai tempat tinggal untuk

berlindung. Salah satu kepercayaan Orang Rimba adalah jika ada orang yang

meninggal dunia di tempat tinggal mereka, maka tempat itu dianggap sebagai

daerah yang celaka bagi mereka dan mereka harus mencari tempat yang baru yang

disebut “melangun”. Kepercayaan inilah yang menjadi faktor utama yang

mempengaruhi proses kehidupan Orang Rimba tidak menetap (berpindah). Orang

Rimba dianggap sebagai suku yang terbelakang, primitif, dan mudah

dipermainkan. Namun, jika dipelajari dengan baik kandungan nilai dari budaya

Orang Rimba ini banyak sekali terutama dalam perilaku mereka dalam menjaga

kelestarian alam.

Data Jumlah Suku Anak Dalam menurut hasil SP2010 (Sensus Penduduk

tahun 2010) Propinsi Jambi dengan metodologi de facto, sebesar 3.205 jiwa

terdiri dari 1.603 jumlah laki-laki dan 1.602 jumlah perempuan yang tersebar di

enam kabupaten.

Tabel 1.1
Tabel Data Suku Anak Dalam Propinsi Jambi

No Kabupaten Jumlah (Jiwa)

1 Sarolangun 1.903

2 Merangin 865

3 Tebo 822

4 Bungo 289

Universitas Sumatera Utara


5 Batang Hari 79

6 Tanjung 57

Sumber: Data BPS Jambi Profil Suku Anak Dalam tahun 2010

Berdasarkan tabel 1.1, Suku Anak Dalam di Propinsi Jambi tersebar di enam

kabupaten. Masing-masing Kabupaten yaitu Sarolangun, Merangin, Tebo, Bungo

dan Tanjung. Penelitian ini fokus mengkaji Suku Anak Dalam di Kabupaten Tebo

tepatnya di Desa Muara Kilis Kecamatan Tengah Ilir. Suku Anak Dalam yang

menetap di Desa Muara Kilis Kecamatan Tengah Ilir Kabupaten Tebo, Propinsi

Jambi berdasarkan Data Administratif memiliki jumlah sebanyak 76 jiwa (yang

terdiri dari jumlah penduduk perempuan sebanyak 41 jiwa dan jumlah penduduk

laki-laki sebanyak 35 jiwa), terbagi atas 20 kepala rumah tangga.

Suku Anak Dalam yang menetap di Desa Muara Kilis adalah jenis

masyarakat yang mengalami rasionalitas dan transformasi baik dibidang sosial,

budaya, politik maupun ekonomi. Pernyataan tersebut dilatar belakangi oleh

kondisi Suku Anak Dalam sudah tidak menetap dikawasan hutan melainkan

menetap dikawasan desa. Transformasi kawasan tempat tinggal tersebut mau

tidak mau membawa berbagai perubahan pada Suku Anak dalam, baik pada

bentuk tempat tinggal, cara pemenuhan kebutuhan, bertindak dan berinteraksi.

Suku Anak Dalam di Desa Muara Kilis juga pada perkembangannya mulai

mengalami peleburan budaya, yang mana Suku Anak Dalam tersebut tidak lagi

menerapkan pola hidup nomaden artinya kini Suku Anak Dalam hanya menetap

di Desa Muara Kilis. Masing-masing individu Suku Anak Dalam juga sudah

berpakain lengkap selayaknya anggota masyarakat lain.

Universitas Sumatera Utara


Transformasi Suku Anak Dalam di Desa Muara Kilis Kecamatan Tengah

Ilir Kabupaten Tebo Propinsi Jambi merupakan salah satu bentuk transformasi

sosial berdasarkan sudut pandang sosiologi yang dapat diartikan sebagai bentuk

perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat mencakup keseluruhan

aktivitasnya. Menurut Himes dan Moore (dalam Martono, 2011: 6-9) perubahan

sosial mempunyai tiga dimensi, yaitu dimensi struktural, kultural, dan

interaksional. Berikut akan dijelaskan lebih rinci mengenai ketiga dimensi

tersebut. Pertama, dimensi struktural mengacu pada perubahan-perubahan dalam

bentuk struktur masyarakat, menyangkut perubahan dalam peranan, munculnya

peranan baru, dan perubahan dalam lembaga sosial. Kedua, dimensi interaksional

mengacu pada adanya perubahan sosial dalam masyarakat. Misalnya perubahan

dalam frekuensi dan jarak sosial, berupa perubahan dan perkembangan teknologi

telah menyebabkan berkurangnya frekuensi individu untuk saling bertatap muka.

Perubahan perantara, berupa mekanisme kerja individu dalam masyarakat yang

banyak bersifat “serba online” dalam proses pengiriman informasi. Ketiga,

dimensi kultural mengacu pada perubahan kebudayaan dalam masyarakat.

Berdasarkan ketiga dimensi dari Himes dan Moore, terdapat tiga faktor yang

dapat memunculkan perubahan. Faktor itu meliputi: Inovasi kebudayaan

merupakan komponen internal yang memunculkan perubahan sosial dalam suatu

masyarakat seperti munculnya teknologi baru, Difusi merupakan komponen

eksternal yang mampu menggerakkan terjadinya perubahan sosial yang

berpengaruh dari budaya lain yang kemudian memicu perubahan kebudayaan

dalam masyarakat yang “menerima” unsur-unsur budaya tersebut, Integrasi

merupakan wujud perubahan budaya yang “relatif lebih halus” karena proses ini

Universitas Sumatera Utara


terjadi akibat adanya penyatuan unsur-unsur kebudayaan yang saling bertemu

untuk kemudian memunculkan kebudayaan baru sebagai hasil penyatuan berbagai

unsur-unsur budaya tersebut.

Sejalan dengan pandangan Himes dan Moore, transformasi Suku Anak

Dalam terjadi sebagai akibat dari masuknya pengaruh kebudayaan yang berasal

dari luar yang membawa kemajuan terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan

teknologi. Kemajuan pada umumnya selalu mengikuti perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi yang diseimbangi dengan kemajuan dibidang lainnya

seperti ekonomi, politik, hukum, dan sebagainya. Proses perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi Suku Anak dalam memainkan peranan penting dalam

cara berpikir kritis, sistematis, analitis, logis-rasional.

Perkembangan pola pikir Suku Anak Dalam menjadi faktor penentu mereka

mengalami tansformasi sosial. Pernyataan tersebut sesuai dengan pandangan

Weber, derajat rasionalitas yang tinggi itu digerakkan oleh perkembangan-

perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan interaksi. Derajat rasionalitas

yang tinggi, memberikan perkembangan antara lain ciri-ciri yang kurang lebih

berlaku umum yaitu tindakan-tindakan sosial, orientasi terhadap perubahan dan

berkembangnya organisasi dan diferensiasi (Perspektif Pilihan Rasional Weber).

Realitas dilapangan sejalan dengan konsep Himes, Moore dan Weber

bahwa tansformasi Suku Anak Dalam dipengaruhi oleh interaksi dan pilihan sadar

masyarakat itu sendiri. Misalnya saja pada bidang pertanian, Suku Anak Dalam

menerapkan pola bertani secara menetap yakni dengan bertani kelapa sawit dan

beberapa jenis sayur-mayur. Hasil dari pertanian digunakan untuk konsumsi

Universitas Sumatera Utara


sendiri dan sebagian lain dijual dipasar tradisional. Sedangkan dibidang

pendidikan para orang tua Suku Anak Dalam telah membuka diri dengan

menyekolahkan anak-anak mereka kesekolah dasar agar mengenai ilmu

pendidikan. Pada bidang agama sebagian besar telah memeluk agama Islam dan

dibidang kesehatan mereka telah memanfaatkan sarana kesehatan (puskesmas)

sebagai tempat berobat walaupun mereka memiliki pengetahuan akan

pemanfaatan tumbuhan, akar, dan buah yang terdapat di dalam hutan dikonsumsi

sebagai obat untuk berbagai macam penyakit.

Fenomena diatas yang mendasari landasan pemikiran penelitian yang

dilakukan peneliti mengenai Rasionalitas dan Transformasi Sosial Suku Anak

Dalam di Desa Muara Kilis Kecamatan Tengah Ilir Kabupaten Tebo Propinsi

Jambi. Penelitian ini terfokus pada rasionalitas dan transformasi yang terjadi pada

masyarakat yang awalnya hidup dengan konsep primitif, kental akan kearifan

lokalnya bahkan sangat melekat dalam segi aktivitas sosialnya, bertransfromasi

secara drastis menjadi masyarakat maju (Suyanto Bagong, 2011:362). Oleh

karena itu, peneliti mengangkat penelitian ini dengan menganalisis dan

menggambarkan rasionalitas dan transformasi Suku Anak Dalam di Desa Muara

Kilis.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah adalah pertanyaan yang lengkap dan rinci mengenai

ruang lingkup masalah yang akan diteliti, yang berisi pertanyaan tersurat yang

akan dijawab dan dicari penyelesaiannya (Usman & Purnomo, 2009:27).

Berdasarkan latar belakang dalam penelitian ini yang menjadi rumusan masalah

Universitas Sumatera Utara


adalah: “ Bagaimana Rasionalitas dan Transformasi Sosial Suku Anak Dalam di

Desa Muara Kilis Kecamatan Tengah Ilir Kabupaten Tebo Propinsi Jambi ?”

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini ialah pernyataan mengenai apa yang hendak

dicapai. Usman & Purnomo (2009:30) menyatakan bahwa tujuan penelitian

dicantumkan dengan maksud agar pembaca dapat mengetahui dengan pasti apa

tujuan penelitian yang sesungguhnya. Tujuan yang dimaksud peneliti adalah

untuk mengetahui dan menggambarkan rasionalitas dan transformasi sosial

masyarakat Suku Anak Dalam di Desa Muara Kilis, Kecamatan Tengah Ilir,

Kabupaten Tebo, Propinsi Jambi.

1.4. Manfaat Penelitian

Secara umum, manfaat penelitian ini terdiri dari dua yaitu manfaat teoritis

dan manfaat praktis.

1.4.1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi serta

pengetahuan bagi mahasiswa khususnya mahasiswa sosiologi, serta dapat

menambah referensi penelitian bagi pihak-pihak yang membutuhkan untuk

dijadikan sebagai bahan perbandingan penelitian selanjutnya.

1.4.2. Manfaat Praktis

1. Untuk mengasah kemampuan peneliti dalam melihat dan menganalisis

bentuk-bentuk rasionalitas dan transformasi masyarakat baik dibidang

sosial, ekonomi maupun budaya.

2. Selain itu, penelitian ini juga akan bermanfaat sebagai bahan

masukan/rekomendasi untuk aparat pemerintahan yang terkait seperti:

Universitas Sumatera Utara


Aparat Dinas Sosial, Dinas Pendidikan dan Pemerintah Desa Muara Kilis

agar dapat melakukan evaluasi dan memberi perhatian cukup besar terhadap

Suku Anak Dalam, supaya kehidupan masyarakat Suku Anak Dalam

semakin sejahtera.

3. Manfaat lainnya yaitu bagi Suku Anak Dalam yang ada di Desa Muara Kilis

supaya memberi kesadaran bagi Suku Anak Dalam mengenai kondisi sosial,

ekonomi dan budaya mereka sehingga setiap individu mampu menentukan

sikap dan jalan terhadap masa yang akan datang.

1.5 Definisi Konsep

Defenisi konsep sangat diperlukan untuk mempermudah dan memfokuskan

penelitian. Konsep adalah defenisi abstrak mengenai gejala atau realita suatu

pengertian yang nantinya akan menjelaskan suatu gejala (Suyanto & Sutinah,

2005:49). Selain itu, konsep berfungsi sebagai panduan bagi peneliti untuk

menindaklanjuti penelitian serta menghindari timbulnya kekacauan akibat

kesalahan tafsir dalam penelitian. Adapun konsep yang digunakan sesuai dengan

konteks penelitian adalah sebagai berikut:

1. Rasionalitas

Rasionalitas merupakan konsep dasar mengenai tindakan sosial. Konsep

tindakan yang mengacu pada kesesuaian keyakinan individu dengan alasan

individu untuk percaya, atau tindakan individu dengan alasan individu untuk

bertindak. Tindakan rasional merupakan proses aktor terlibat dalam pengambilan-

pengambilan keputusan subjektif tentang sarana dan cara untuk mencapai tujuan

tertentu yang telah dipilih. Rasionalitas masyarakat Suku Anak Dalam di Desa

10

Universitas Sumatera Utara


Muara Kilis berupa pilihan berubah dari kehidupan yang primitif menuju

kehidupan yang lebih maju. Mereka memilih atas pilihan rasional dan dengan

suatu tujuan yang memiliki suatu nilai mengingat adanya sarana untuk mencapai

suatu tujuan tersebut.

2. Transformasi

Transformasi adalah bentuk-bentuk baru yang muncul akibat proses yang

berlangsung secara dinamis atau disebut dengan perubahan. Oleh karena itu

transformasi bukan merupakan produk dari perubahan, maka proses transformasi

sama dengan proses perubahan. Transformasi masyarakat Suku Anak Dalam yang

menetap di Desa Muara Kilis, juga memunculkan suatu bentuk baru berupa

transformasi yang paling mendasar pada tempat tinggal mereka, hutan yang

merupakan tempat tinggal mereka mulai ditinggalkan dan memilih tinggal di

suatu kawasan desa.

3. Suku Anak Dalam

Suku Anak Dalam merupakan salah satu suku terasing yang ada di Provinsi

Jambi. Suku Anak Dalam memiliki julukan lain dimasyarakat, yakni Kubu dan

Orang Rimba. Secara umum, Suku Anak Dalam hidup dengan pola nomaden atau

tidak menetap pada satu wilayah. Kawasan hutan yang menjadi sumber makanan

dan rumah memberikan mereka keleluwasaan untuk menikmatinya. Dengan itu,

Suku Anak Dalam menjadikan alam sebagai sumber mata pencaharian untuk

sekedar menyambung hidup dan tidak berlebihan. Dalam memenuhi kebutuhan

makanan mereka lebih menyukai berburu hewan, sebab mereka sangat terampil

berburu dengan menggunakan alat tradisional seperti tombak, parang, kujur dan

anak panah.

11

Universitas Sumatera Utara


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rasionalitas Max Weber

Rasionalitas merupakan konsep dasar yang digunakan Weber dalam

klarifikasinya sampai mengenai tipe-tipe tindakan sosial. Tindakan rasional

menurut Weber berhubungan dengan pertimbangan yang sadar dan pilihan bahwa

tindakan dinyatakan. Pengertian rasional disini adalah masuk akal, Weber

mencontohkan orang membeli baju dengan harga yang murah ketimbang harga

yang mahal merupakan hal yang rasional (Weber dalam Doyle, 1994:220).

Konsep dasar rasionalitas Weber adalah dengan membagi kedalam empat tipe

tindakan. Empat tipe tindakan sosial tersebut antara lain adalah Rasionalitas

Instrumental, Rasionalitas Berorientasi Nilai, Tindakan Tradisional dan Tindakan

Afektif (Radjab, 2014:18). Berikut akan dijelaskan beberapa tipe tindakan sosial

rasionalitas dari Weber yaitu sebagai berikut:

1. Tindakan Rasionalitas Instrumental

Tindakan sosial ini merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh

seseorang yang berdasarkan atas pertimbangan dan juga pilihan secara sadar, yang

berkaitan dengan suatu tujuan tindakan tersebut dan ketersediaan suatu alat yang

digunakan untuk dapat memperolehnya. Tindakan ini diarahkan kepada orientasi

rasional terhadap tujuan individu yang berbeda dengan tujuan individu lain.

Orientasi inilah yang disebut dengan rasionalitas instrumental, yang melalui

harapan terhadap obyek diluar atau orang lain sebagai kondisi atau alat meraih

keberhasilan mencapai tujuan rasional yang telah ditetapkannya.

12

Universitas Sumatera Utara


Tindakan rasional instrumental merujuk pada suatu tindakan yang

didasarkan pada pilihan yang sadar dan pertimbangan serta berhubungan dengan

tujuan tindakan dan ketersediaan alat untuk mencapainya. Pertimbangan yang

dimaksud antara lain untuk mengejar kepentingan rasional, penggunaan

kecanggihan teknologi untuk pencapaian tujuan, dan adanya strategi untuk

mencapai tujuan. Misalnya, seorang mahasiswa yang hendak pergi ke kampus

untuk mengikuti ujian tengah semester (UTS), namun cuaca saat itu sedang hujan

dan mahasiswa tersebut hampir terlambat. Biasanya mahasiswa itu menggunakan

bus kampus yang merupakan fasilitas kampus dengan kondisi yang tidak

mendukung itu, mahasiswa lebih memilih menggunakan transportasi online

(GrabTaxi) dengan tujuan tidak terlambat dan terhindar dari hujan. Bentuk

tindakan ini, didasari pertimbangan yang matang agar mahasiswa itu mencapai

tujuannya.

Pertimbangan untuk mengejar kepentingan rasional yakni untuk mengikuti

ujian, kemudian menggunakan teknologi yakni aplikasi grab yang dipesan

menggunakan smartphone, dan strategi mencapai tujuan yakni menggunakan

grabTaxi untuk diantar sampai kampus. Tindakan inilah bentuk dari tindakan

rasional instrumental.

2. Tindakan Rasional Nilai

Tindakan rasional nilai mempunyai sifat bahwa alat yang ada hanya

merupakan suatu pertimbangan dan juga perhitungan secara sadar, dan sementara

untuk tujuannya telah ada didalam suatu hubungan dengan suatu nilai individu

yang bersifat absolut yang melibatkan kesadaran akan keyakinan nilai absolut dari

13

Universitas Sumatera Utara


suatu etika, estetika, agama atau bentuk-bentuk lain dari perilaku yang kesemua

itu terlepas dari keberhasilan eksternal. Contoh tindakan rasional nilai, perilaku

beribadah atau seseorang yang mendahulukan sosok yang lebih tua ketika antri.

Artinya, tindakan rasional ini telah di pertimbangkan terlebih dahulu karena

mendahulukan nilai-nilai sosial dan agama yang dimiliki.

3. Tindakan Afektif (tindakan yang di pengaruhi oleh emosi)

Tipe tindakan ini lebih membawa perasaan atau emosi tanpa perencanaan

yang sadar. Diarahkan kepada sesuatu yang berpengaruh, khususnya terhadap

emosi yang ditentukan oleh faktor tertentu serta kondisi perasaan aktor itu sendiri.

Tindakan ini bersifar spontan, tidak rasional, dan juga merupakan suatu ekspresi

emosional. Contoh tindakan afektif berupa kasih sayang orang tua kepada

anaknya yang sedang sedih karena nilai matematikanya rendah dengan mengajari

anaknya memahami rumus perhitungan matematika.

4. Tindakan Tradisional

Pada tindakan ini, seseorang memperlihatkan suatu perilaku tertentu yang

disebabkan karena kebiasaan yang dimiliki dari nenek moyang yang sudah

berjalan dalam jangka waktu yang cukup lama, tanpa perencanaan. Dengan

demikian tindakan rasional individu sebenarnya didasarkan pada dua jenis

rasionalitas yang dipilih individu, yakni rasionalitas instrumental dan rasional

yang berorientasi nilai. Diluar itu, tindakan individu bisa saja diarahkan kepada

tindakan tradisional yang non rasional berdasarkan kebiasaan atau tindakan efektif

yang didominasi perasaan atau emosi belaka. Contoh tindakan tradisional berupa

14

Universitas Sumatera Utara


perilaku mudik atau pulang kampung bagi kaum perantau saat hari raya Idul Fitri

ataupun Natal dan Tahun Baru. Tindakan ini tanpa refleksi yang sadar dilakukan

karena kebiasaan yang diperoleh dari nenek moyangnya.

Weber kembali menegaskan, tindakan rasional berhubungan dengan

pertimbangan yang sadar dan pilihan bahwa tindakan itu nyata dan dilakukan.

Bermula dari pilihan yang dipertimbangkan dengan rasio manusia ditindaklanjuti

dengan tindakan yang nyata. Rasionalitas yang terpapar dalam kajian Weber

menjelaskan bahwa hal yang melatarbelakangi sistem atau model rasionalitas itu

sendiri didasari pertimbangan dan perbandingan dari sebuah perkembangan.

Orientasi masa depan, berpikir dan bertindak berdasarkan efeknya untuk masa

mendatang, dengan demikian Weber (dalam Rizter, 2004:550), mengajukan

pendapatnya mengenai rasionalisasi masyarakat yang didefinisikannya sebagai

perubahan historis gagasan manusia (idealism historis) dari tradisi menuju

rasionalitas.

Sedangkan yang terjadi di lapangan bahwa implementasi pilihan rasional

pada masyarakat Suku Anak Dalam di Desa Muara Kilis Kecamatan Tengah Ilir

Kabupaten Tebo Propinsi Jambi, tergambar lewat situasi dimana masyarakatnya

memunculkan perubahan dalam berbagai aspek kehidupannya. Salah satu yang

paling jelas adalah mereka berinovasi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tidak

lagi dengan berburu atau mengumpulkan bahan makanan dihutan, melainkan

bercocok tanam sayur mayur dan kelapa sawit. Hal ini merupakan realisasi dari

tindakan yang berorientasi jangka panjang yang merupakan gagasan dari

rasionalitas.

15

Universitas Sumatera Utara


Tindakan demikian mencangkup semua tindakan masyarakat, yang

ditunjukan dari waktu sekarang, esok, hingga akan datang. Tindakan diarahkan

oleh pelakunya sendiri, sehingga tindakan tersebut bukanlah sebagai sebuah

kebetulan melainkan memiliki pola dan struktur tertentu dan bermakna. Dalam

konsep rasionalitas, individu didorong oleh keinginan dan tujuan yang

mengungkapkan “preferensi”. Individu bertindak dengan spesifik mengingat

kendala dan atas informasi yang individu miliki tentang kondisi dimana individu

bertindak. Selaras dengan konsep ini, tindakan individu dalam masyarakat Suku

Anak Dalam di Desa Muara Kilis diarahkan oleh oleh individu itu sendiri dengan

didorong oleh keinginan atas tercapainya tujuannya.

Paling sederhana, hubungan antara preferensi dan kendala dapat dilihat

dalam istilah-istilah teknis yang murni dari hubungan sebuah sarana pencapaian

tujuan. Karena tidak mungkin bagi individu untuk mencapai semua dari berbagai

hal yang diinginkan. Faktor yang malatarbelakangi rasionalitas masyarakat Suku

Anak Dalam di Desa Muara Kilis Kecamatan Tengah Ilir Kabupaten Tebo

Propinsi Jambi adalah sebagai berikut:

1. Pengaruh pengamatan. Pengamatan sendiri dalam pengertiannya menurut

Gibson (dalam Rahmawati, 2014 “Pengamatan dalam psikologi”) adalah

satu proses dimana maklumat (pengetahuan) tentang dunia disekitar

diperoleh secara langsung. Pengamatan ada aspek fenomenanya yaitu

kesadaran terhadap peristiwa-peristiwa yang berlaku disekitar. Ia juga

mempunyai aspek gerak balas. Ia melibatkan proses pembedaan dan

pemilihan gerak balas terhadap rangsangan.

16

Universitas Sumatera Utara


2. Pengaruh perasaan tidak nyaman dengan situasinya, adanya perasaan yang

dirasakan oleh individu terjadi akibat respon dari apa yang terjadi.

3. Pengaruh pandangan baru yang didapat dari jalinan interaksi dengan

masyarakat luar.

4. Pengaruh identifikasi. Identifikasi adalah suatu tahapan proses yang terjadi

dalam diri individu yang memiliki keinginan untuk memiliki kesamaan

dengan orang lain. Prosesnya berlangsung tanpa sengaja atau secara sengaja

oleh individu itu sendiri.

Beberapa pengaruh diatas, diantaranya pengaruh pengamatan, pengaruh

perasaan, pandangan baru dan pengaruh identifikasi merupakan beberapa hal yang

melatarbelakangi masyarakat Suku Anak Dalam di Desa Muara Kilis mengalami

perkembangan dalam pola pikirnya dengan orientasi masa depan. Perubahan pola

pikir mereka membawa mereka kearah perubahan dari kehidupan yang primitif

menjadi perubahan kehidupan yang baru.

2.2. Transformasi Sosial

Sebagai mahkluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama berinteraksi dan

bergantung satu dengan yang lainnya. Sebab, pada hakekatnya manusia tidak

dapat hidup sendiri. Hubungan yang terjalin antara sesama manusia bersifat

timbal balik, artinya bahwa setiap interaksi atau hubungan sosial antar individu

yang bersangkutan, saling mempengaruhi satu dengan yang lain dalam rangka

memenuhi kebutuhan hidup. Sebagai mahkluk sosial manusia hidup bersama

dalam berbagai kelompok yang terorganisasi yang sering disebut sebagai

masyarakat, dan tinggal dalam satu wilayah tertentu. Pernyataan tersebut semakin

17

Universitas Sumatera Utara


kuat dengan pandangan J.L. Gillin dan J.P. Gillin (dalam Syani 2012:32) bahwa

“Masyarakat merupakan kelompok manusia yang terbesar dan mempunyai

kebiasaan, tradisi, sikap, dan persatuan bersama. Artinya, manusia tersebut hidup

didalam suatu komunitas untuk melakukan suatu proses sosial dengan

menjalankan interaksi sosial yang merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-

aktivitas serta hubungan-hubungan sosial, menyangkut hubungan antara orang

perorang, kelompok dengan kelompok, maupun perorangan dengan kelompok

(Soekanto, 2007:54-55).

Jalinan interaksi manusia juga tak akan pernah tertinggal, satu isu yang

merupakan aspek utama akibat interaksi individu tersebut ialah transformasi

sosial. Transformasi sosial merupakan perubahan dalam organisasi masyarakat

dalam pola pikir dan dalam perilaku pada waktu tertentu. Tranformasi sosial

bahkan mengubah aspek-aspek nilai dan pengetahuan dalam praktik-praktik sosial

anggota masyarakatnya.

Setiap masyarakat dalam kehidupannya pasti mengalami transformasi serta

senantiasa berada dalam proses transformasi tersebut, dengan kata lain bahwa

transformasi merupakan gejala yang melekat di setiap kehidupan masyarakat.

Transformasi adalah proses sosial yang dialami oleh anggota masyarakat serta

semua unsur budaya dan sistem-sistem sosial yang secara umum dapat diartikan

sebagai suatu proses pergeseran atau berubahnya struktur atau tatanan didalam

masyarakat meliputi pola pikir, sikap, serta kehidupan sosialnya untuk

mendapatkan penghidupan yang lebih bermartabat. Transformasi sosial yang

terjadi pada masyarakat dapat diketahui dengan membandingkan keadaan pada

dua atau lebih rentang waktu yang berbeda.

18

Universitas Sumatera Utara


Upaya mengetahui transformasi dari studi perubahan sosial, harus melihat

adanya perbedaan dan perubahan kondisi objek yang menjadi fokus studi. Studi

perubahan harus dilihat dalam konteks waktu yang berbeda atau melibatkan studi

komparatif dalam dimensi waktu yang berbeda tetapi objek yang menjadi fokus

haruslah sama. Dimensi ruang harus menunjukkan pada wilayah terjadinya

transformasi sosial serta kondisi yang melingkupinya, dimensi ini mencakup pula

konteks historis yang terjadi. Sedangkan dimensi waktu melingkupi konteks masa

lalu, sekarang dan yang akan datang. Sehingga peneliti akan mampu

menggambarkan kondisi perubahan yang dialami oleh masyarakat seperti aspek

sosial, budaya dan ekonominya (Martono, 2012:3).

Transformasi sosial adalah perubahan pada lembaga-lembaga

kemasyarakatan didalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya,

termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola perilaku diantara

kelompok-kelompok dalam masyarakat. Beberapa ahli berpendapat bahwa

transformasi merupakan bagian perubahan sosial yang terjadi karena adanya

perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat,

seperti misalnya perubahan dalam unsur-unsur geografis, biologis, ekonomis, dan

kebudayaan. Kemudian, ada pula yang berpendapat bahwa perubahan-perubahan

sosial bersifat periodik dan non periodik. Pendapat-pendapat tersebut pada

umumnya menyatakan bahwa perubahan merupakan lingkaran kejadian-kejadian

(Soekanto, 2010:263).

Beberapa ahli telah mengemukakan pengertian dan bagaimana proses

transformasi sosial bisa terjadi, dalam hal ini peneliti telah mengambil sebuah

referensi dari konsep yang dikemukan oleh Himes dan Moore bahwa transformasi
19

Universitas Sumatera Utara


sama artinya dengan perubahan sosial. Artinya, sebuah perubahan sangat penting

dalam struktur sosial. Struktur sosial yang dimaksud adalah pola-pola perilaku

dan interaksi sosial. Terdapat tiga dimensi sebagai cakupan dari perubahan sosial

tersebut yaitu dimensi struktural, dimensi kultural dan dimensi interaksional.

Dimensi struktural melihat perubahan yang terjadi mengacu dalam bentuk

struktur masyarakat, menyangkut perubahan dalam peranan, munculnya peranan

baru, perubahan dalam struktur kelas sosial. Sedangkan dimensi kultural mengacu

pada perubahan kebudayaan (komponen internal yang memunculkan perubahan),

difusi (komponen eksternal yang mampu menggerakkan terjadinya perubahan),

dan integrasi (penyatuan unsur-unsur kebudayaan yang saling bertemu untuk

kemudian menghasilkan kebudayaan baru). Serta dimensi interaksional mengacu

pada perubahan hubungan sosial dalam masyarakat seperti perubahan frekuensi

dalam berinteraksi, jarak sosial, perantara interaksi, aturan dan pola-pola interaksi,

serta perubahan bentuk interaksinya (Martono, 2011:6-8).

Secara umum, pengamatan yang dilakukan peneliti melalui observasi,

bahwa kondisi masyarakat Suku Anak Dalam yang menetap di Desa Muara Kilis

sudah mengalami transformasi. Transformasi Suku Anak Dalam meliputi

perubahan pada unsur-unsur geografis, sosial, ekonomi, dan kebudayaan mereka.

Pada unsur geografis, Suku Anak Dalam mengalami perubahan kawasan

pemukiman, dimana masyarakatnya tidak menetap dihutan melainkan di suatu

kawasan desa, padahal dasar dari kebudayaan masyarakat Suku Anak Dalam

terletak pada pemukiman tempat tinggal yaitu hutan sebagai rumah dan sumber

kehidupan. Pada unsur sosial, Suku Anak Dalam mangalami transformasi

20

Universitas Sumatera Utara


dibidang pendidikan dan kepercayaan. Dibidang pendidikan, para orang tua Suku

Anak Dalam telah membuka diri dengan menyekolahkan anak-anak mereka

kesekolah dasar agar mengenal ilmu pengetahuan. Sedangkan pada bidang agama

sebagian besar Suku Anak Dalam telah memeluk agama Islam dan meninggalkan

kepercayaan kepada leluhurnya.

Perubahan pesat juga terjadi pada bidang kebudayaan Suku Anak Dalam.

Suku Anak Dalam yang merupakan salah satu suku primitif dengan sistem

pemenuhan kebutuhannya yang mengandalkan kekayaan hutan dengan berburu

hewan dan mengumpulkan bahan makanan sudah mengalami transformasi. Suku

Anak Dalam di Desa Muara Kilis kini sudah mengenal sistem bertani sebagai

sumber mata pencaharian. Pola bertani yang diterapkan adalah pola bertani secara

menetap yakni dengan bertani kelapa sawit dan karet sebagai tanaman keras dan

diselingi beberapa jenis sayur-mayur. Hasil dari pertanian sayur-sayuran di

konsumsi sendiri dan sebagian lain dijual di pasar tradisional. Dan dibidang

kesehatan mereka telah memanfaatkan sarana kesehatan (puskesmas) sebagai

tempat berobat walaupun mereka memiliki pengetahuan akan pemanfaatan

tumbuhan, akar, dan buah yang terdapat di dalam hutan dikonsumsi sebagai obat

untuk berbagai macam penyakit.

Transformasi bukan sebagai hasil akhir proses perubahan tetapi dapat

diamati setelah pemunculan dari bentuk perubahan yang baru. Bentuk

transformasi semacam itu sudah dipikirkan, dirancangkan, dan ditentukan lebih

dahulu dengan segala usaha dan tindakan, baik secara sadar maupun tidak sadar

diarahkan untuk mencapai apa yang telah dicita-citakan agar tercapai.

Transformasi itu tidak saja merupakan titik akhir dari suatu proses perubahan,
21

Universitas Sumatera Utara


melainkan dapat pula dipikirkan sebagai tahap-antara dalam suatu proses

perubahan yang panjang.

Transformasi dapat dibayangkan sebagai perubahan yang terjadi di dalam

atau mencakup sistem sosial. Lebih tepatnya terdapat perbedaan antara keadaan

sistem tertentu dalam jangka waktu yang berlainan. Konsep dasar mengenai

transformasi yaitu, pertama, adanya aspek yang paling penting didalam proses

transformasi. Kedua, adanya konsep ciri atau identitas yang menjadi acuan

perbedaan didalam suatu proses transformasi. Kalau dikatakan sesuatu itu berbeda

atau dengan kata lain telah menjadi proses transformasi, maka harus jelas

bentuknya. Misalnya perbedaan atau transformasi pola pikir, gagasan atau bahkan

penerapan dalam aspek sosial.

Proses transformasi sosial akan melibatkan penduduk, teknologi, nilai-nilai

kebudayaan dan gerakan sosial. Ciri transformasi sosial tidak semua gejala-gejala

sosial yang mengakibatkan perubahan dapat dikatakan sebagai transformasi

sosial, gejala yang dapat mengakibatkan transformasi sosial memiliki ciri-ciri

antara lain :

1. Setiap masyarakat tidak akan berhenti berkembang karena mereka

mengalami perubahan baik lambat maupun cepat.

2. Transformasi yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan tertentu akan

diikuti dengan perubahan pada lembaga-lembaga sosial lainnya.

3. Transformasi sosial yang cepat dapat mengakibatkan terjadinya

disorganisasi yang bersifat sementara sebagai proses penyesuaian diri.

22

Universitas Sumatera Utara


4. Transformasi tidak dibatasi oleh bidang kebendaan atau bidang spiritual

karena keduanya memiliki hubungan timbal balik yang kuat.

Proses transfromasi yang berlangsung pada masyarakat diakibatkan adanya

faktor yang mendorong. Faktor pendorong tersebut menurut Soekanto (dalam

Irjayansyah, 2018:2) antara lain yaitu:

1. Kontak dengan kebudayaan lain

Salah satu proses yang menyangkut hal ini adalah diffusion (difusi). Difusi

adalah proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari individu kepada

individu lain. Dengan proses tersebut manusia mampu untuk menghimpun

penemuan-penemuan baru yang telah dihasilkan. Dengan terjadinya difusi, suatu

penemuan baru yang telah diterima oleh masyarakat dapat diteruskan dan

disebarluaskan kepada semua masyarakat, hingga seluruh masyarakat dapat

merasakan manfaatnya. Proses difusi dapat menyebabkan lancarnya transformasi,

karena difusi memperkaya dan menambah unsur-unsur kebudayaan yang

seringkali memerlukan perubahan-perubahan dalam lembaga-lembaga

kemasyarakatan, yang lama dengan yang baru.

2. Sistem pendidikan

Pada dasarnya pendidikan memberikan nilai-nilai tertentu bagi individu,

untuk memberikan wawasan serta menerima hal-hal baru, juga memberikan

bagaimana caranya dapat berfikir secara ilmiah. Pendidikan juga mengajarkan

kepada individu untuk dapat berfikir secara obyektif. Hal seperti ini akan dapat

23

Universitas Sumatera Utara


membantu setiap manusia untuk menilai apakah kebudayaan masyarakatnya akan

dapat memenuh kebutuhan zaman atau tidak.

3. Sistem terbuka pada lapisan masyarakat

Adanya sistem yang terbuka di dalam lapisan masyarakat akan dapat

menimbulkan gerak sosial vertikal yang bebas atau berarti memberi kesempatan

kepada para individu untuk maju atas dasar kemampuan sendiri. Hal seperti ini

akan berakibat individu mengadakan identifikasi dengan orang-orang yang

memiliki status yang lebih tinggi. Identifikasi adalah suatu tingkah laku dari

seseorang, hingga orang tersebut merasa memiliki kedudukan yang sama dengan

orang yang dianggapnya memiliki golongan yang lebih tinggi. Hal ini

dilakukannya agar ia dapat diperlakukan sama dengan orang yang dianggapnya

memiliki status yang tinggi tersebut.

4. Adanya penduduk yang heterogen

Terdapatnya penduduk yang memiliki latar belakang kelompok-kelompok

sosial yang berbeda-beda, misalnya ideologi, ras yang berbeda akan mudah

menyulut terjadinya konflik. Terjadinya konflik ini akan dapat menjadi pendorong

transformasi sosial di dalam masyarakat.

Faktor-faktor diatas merupakan bentuk faktor pendukung yang terjadi pada

masyarakat Suku Anak Dalam di Desa Muara Kilis untuk melakukan transformasi

perubahan. Masyarakatnya terlebih dahulu mengalami proses interaksi dengan

masyarakat luar sehingga menciptakan suatu hubungan yang baik. Dalam konsep

24

Universitas Sumatera Utara


interaksi masyarakat, tentu akan menciptakan seperangkat nilai dan pengetahuan

yang dipelihara secara bersama oleh individu, kelompok ataupun masyarakat

tersebut. Karena semua interaksi didalam masyarakat dipengaruhi oleh berbagai

faktor yaitu faktor imitasi, faktor sugesti, faktor identifikasi dan faktor simpati.

Keseluruhan faktor tersebut merupakan realitas yang mempengaruhi keseluruhan

anggota masyarakat dalam kehidupan sosialnya. Artinya, keseluruhan

pengetahuan, persepsi, dan tindakannya didasari oleh nilai-nilai yang didapat

dalam jalinan interaksi berupa, komunikasi dan kontak sosial antar individu atau

anggota masyarakat.

Sedangkan faktor-faktor yang dapat menghambat transfromasi sosial yang

terjadi pada masyarakat, antara lain yaitu:

1. Kurang berhubungan dengan masyarakat lain, masyarakat yang kurang

memiliki hubungan dengan masyarakat lain umumnya adalah masyarakat

terasing atau terpencil. Dengan keadaan seperti itu, mereka tidak

mengetahui perkembangan- perkembangan yang terjadi pada masyarakat

lain.

2. Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat, keterlambatan

perkembangan ilmu pengetahuan disuatu kelompok masyarakat dapat

disebabkan karena masyarakat tersebut berada diwilayah yang terasing,

sengaja mengasingkan diri sehingga mendapat pembatasan-pembatasan

dalamsegala bidang.

3. Sikap masyarakat yang sangat tradisional, suatu sikap yang mengagungkan

tradisi lama serta anggapan bahwa tradisi tidak dapat diubah akan sangat

menghambat jalannya proses perubahan, keadaan tersebut akan menjadi

25

Universitas Sumatera Utara


lebih kritis apabila masyarakat yang bersangkutan dikuasai oleh golongan

konservatif.

4. Adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam kuat, dalam suatu

masyarakat selalu terdapat kelompok-kelompok yang menikmati kedudukan

tertentu.

5. Rasa takut akan terjadi kegoyahan pada integrasi sosial yang telah ada,

padahal integrasi sosial telah terbangun pada kehidupan masyarakat dan

telah memiliki keserasian fungsi.

6. Prasangka pada hal-hal baru atau asing (sikap tertutup), terdapat pada

masyarakat yang primitif, mereka menjadi sangat curiga terhadap hal-hal

yang datang dari luar.

26

Universitas Sumatera Utara


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif

Menurut Creswell (dalam Pambudi, 2014), metode kualitatif (qualitative

research) adalah metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang

dianggap berasal dari masalah sosial dan kemanusiaan oleh sejumlah individu

atau sekelompok orang. Penelitian kualitatif memusatkan perhatian pada prinsip-

prinsip umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam

kehidupan sosial. Penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang dimaksudkan

untuk melakukan eksplorasi, mendeskripsikan latar dan interaksi serta bertujuan

untuk memahami makna yang mendasari tingkah laku manusia (Suyanto &

Sutinah, 2005:174).

Peneliti berusaha menggambarkan, menggali, mengidentifikasi dan

memetakan serta menjelaskan berbagai masalah dan kondisi yang terjadi pada

masyarakat Suku Anak Dalam, baik rasionalitas maupun transformasi yang terjadi

sehingga pembaca dapat mengetahui tentang kehidupan masyarakat Suku Anak

Dalam yang ada di wilayah Jambi.

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di Desa Muara Kilis Kecamatan Tengah Ilir

Kabupaten Tebo Propinsi Jambi. Adapun alasan peneliti melakukan penelitian

dilokasi ini yaitu dengan beberapa alasan diantaranya adalah:

27

Universitas Sumatera Utara


1. Fenomena rasionalitas dan transformasi kearifan lokal menjadi landasan

peneliti memilih wilayah ini menjadi objek penelitian.

2. Belum pernah dilakukan penelitian tentang “Rasionalitas dan Transformasi

Kearifan Lokal Masyarakat Suku Anak Dalam di desa ini.

3.3. Unit Analisis dan Informan

3.3.1.Unit Analisis

Unit analisis adalah keseluruhan unsur yang menjadi fokus penelitian

(Bungin, 2008:266). Unit analisis dalam penelitian adalah satuan tertentu yang

diperhitungkan sebagai subjek penelitian. Dalam pengertian lain, unit analisis

diartikan sebagai sesuatu yang berkaitan dengan fokus atau komponen yang

diteliti. Unit analisis ini dilakukan oleh peneliti agar validitas dan realibilitas

penelitian dapat terjaga. Karena terkadang peneliti masih bingung membedakan

antara objek peneliti, subjek peneliti dan sumber data. Unit analisis suatu

penelitian dapat berupa individu, kelompok, organisasi, budaya, wilayah, dan

waktu tertentu sesuai dengan fokus permasalahannya. Dalam penelitian ini yang

menjadi unit analisis penelitian adalah individu dari kelompok suku anak dalam

yang menetap di Desa Muara Kilis.

3.3.2. Informan

Informan penelitian didalam penelitian kualitatif berkaitan dengan

bagaimana langkah yang ditempuh peneliti agar data atau infomasi dapat

diperoleh. Informan merupakan subjek yang memahami permasalahan penelitian

(Bungin 2014:78). Dalam penentuan informan penelitian ini sebagai sumber data,

teknik yang digunakan adalah purposive.


28

Universitas Sumatera Utara


Purposive sampling adalah penentuan sampel dimana peneliti memilih

sampel secara subjektif. Pemilihan sampel ini dilakukan karena mungkin saja

peneliti telah memahami bahwa informasi yang dibutuhkan dapat diperoleh dari

satu kelompok sasaran tertentu yang mampu memberikan informasi yang

dikehendaki karena mereka memang memiliki informasi seperti itu dan memenuhi

kriteria yang ditentukan oleh peneliti.

Berdasarkan unit analisis informan, peneliti menentukan kriteria informan

meliputi: usia diatas 20 tahun dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan,

status sudah menikah, serta sudah menetap di Desa Muara Kilis selama lebih dari

1 tahun lamanya. Alasan peneliti memilih kriteria informan tersebut karena

peneliti menganggap bahwa informan yang berusia diatas 20 tahun mampu

menjawab permasalahan yang diteliti oleh peneliti dan mengetahui banyak hal

mengenai kondisi sosial dan perubahan yang terjadi pada masyarakat Suku Anak

Dalam di Desa Muara Kilis.

Adapun informan yang menjadi subjek penelitian berdasarkan kriteria diatas

yaitu sebagai berikut :

1. Informan kunci adalah Individu dari kelompok Suku Anak Dalam yang

menetap di Desa Muara Kilis.

2. Informan pendukung adalah masyarakat yang menetap di Desa Muara

Kilis dan aparat pemerintah setempat.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan

informasi yang dapat menjelaskan dan menjawab permasalahan yang diteliti.

29

Universitas Sumatera Utara


Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang akan digunakan berdasar dari

dua sumber yaitu pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder.

Data Primer merupakan bahan mentah yang menjadi inti bagi

pengembangan kegiatan penelitian yang sedang berlangsung. Data primer

diperoleh langsung dari tatap muka dan wawancara dengan informasi serta

pengamatan selama dilapangan.

Sedangkan Data Sekunder merupakan data kedua setelah data primer,

dengan kata lain data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung

dari objek penelitian. Data sekunder dapat diperoleh dari sumber yang berada

diluar lapangan penelitian seperti dari buku-buku, tulisan ilmiah, laporan

penelitian yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Selain itu, bacaan

cetak, media elektronik dan sumber online juga membantu dalam penelitian ini

untuk menemukan teori dan penunjang terkait masalah yang dikaji.

Adapun langkah-langkah dalam pengumpulan data primer adalah dengan

cara sebagai berikut:

1. Observasi

Metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data

penelitian melalui pengamatan dan penginderaan (Bungin, 2007:115). Obeservasi

adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil

kerja panca indera mata serta dibantu oleh panca indera lainnya. Adapun yang

menjadi objek observasi dalam penelitian ini adalah observasi langsung kelokasi

penelitian dan mengamati bagaimana aktivitas sosial sebelum dilanjutkan kepada

wawancara yang mendalam. Teknik ini digunakan untuk merekam data-data

30

Universitas Sumatera Utara


pprimer yang berupa peristiwa atau situasi sosial pada lokasi penelitian, yang

berhubungan dengan focus penelitian.

2. Wawancara Mendalam

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara kepada orang-orang

yang menjadi informan dari penelitian, ini bisa disebut dengan metode interview

guide yakni aturan-aturan daftar pertanyaan yang dijadikan acuan bagi peneliti

untuk memperoleh data yang diperlukan. Wawanacara (interview) digunakan

untuk keperluan penelitian dan berbeda dengan percakapan sehari-hari.

Wawancara biasanya dimaksudkan untuk memperoleh keterangan, pendirian,

pendapat secara lisan dari seseorang (yang lazim disebut responden) dengan

berbicara langsung (face to face) dengan orang tersebut. Dengan demikian,

wawancara berbeda dengan ngobrol, bercakap-cakap, dan beramah-tamah.

Metode pengumpulan data dengan wawancara yang dilakukan berulang-

ulang kali membutuhkan waktu yang cukup lama bersama informan dilokasi

penelitian (Bungin, 2007:108). Wawancara mendalam adalah percakapan yang

sifatnya terbuka dan tidak baku. Wawancara dilakukan bertujuan untuk

memperoleh data dan informasi secara lengkap tentang rasionalitas dan

transformasi kearifan lokal masyarkat suku anak dalam di Desa Muara Kilis

Kecamatan Tengah Ilir Kabupaten Tebo Propinsi Jambi.

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan

menganalisis dokumen-dokumen baik dokumen tertulis, gambar, maupun

elektronik, metode dokumentasi digunakan untuk mendukung metode lainnya.

31

Universitas Sumatera Utara


4. Infulen

Infulen atau penghayatan diperlukan peneliti dalam melakukan pengkajian

demi mengetahui jalan penelitian berdasarkan logika kultur.

3.5 Interpretasi Data

Interpretasi data merupakan proses menyusun agar data dapat ditafsirkan

(Nasution, 1996:126). Menyusun data berarti menggolongkannya dalam pola,

tema atau kategori. Interpretasi data bukan hanya dilakukan pada tahapan akhir,

melainkan dilakukan sepanjang proses penelitian berlangsung. Menganalisis data

merujuk pada kegiatan dengan pengelolaan dan penafsiran data yang diperoleh

dari setiap informasi baik pengamatan (observasi), wawancara mendalam, atau

catatan lapangan lainnya yang kemudian ditelaah dan dipelajari. Setelah selesai

tahap selanjutnya yaitu proses pengolahan data dimulai dari tahap mengedit data

sesuai dengan pokok permasalahan yang diteliti sampai kepada temuan yang

terjadi di lapangan.

32

Universitas Sumatera Utara


3.6 Jadwal Kegiatan

Tabel 3.1
Jadwal Kegiatan Penyusunan Skripsi

Bulan Ke-
Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
No

1. Pra Observasi √

2. ACC Judul Penelitian √

3. Penyusunan Proposal √ √ √

4. Seminar Proposal √

5. Revisi Proposal Penelitian √ √

6. Penelitian Lapangan √ √ √

7. Pengumpulan dan √ √
Interpretasi Data
8. Bimbingan √ √

9. Penulisan Laporan Akhir √ √

10. Seminar Hasil √

11. Revisi Skripsi √

33

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Sejarah dan Deskripsi Desa Muara Kilis

4.1.1 Sejarah Ringkas Desa Muara Kilis

Desa Muara Kilis merupakan salah satu desa di Kecamatan Tengah Ilir

yang terbentuk sejak zaman Kolonial Belanda. Penjabat pertama Desa Muara

Kilis adalah Datuk Bundak. Ia merupakan seorang pemimpin pertama yang

menjadi tokoh penting yaitu sebagai Depati pada saat itu. Berikut data nama

pemimpin yang pernah menjabat sebagai pemimpin di Desa Muara Kilis yaitu

sebagai berikut:

Tabel 4.1
Tabel Sejarah Kepemimpinan Desa Muara Kilis

No Nama Jabatan Kepala Desa Keterangan


1. Datuk Buntak Zaman Belanda Depati
2. Rio Abu Zaman Belanda Depati
3. Ali Umar Alias Jambek Zaman Belanda Depati
4. Abu Hasan Zaman Jepang Depati
5. Saaban 1911-1930 Depati
6. Ripin 1930-1960 Depati
7. Idris 1960-1980 Depati
8. M.Yunus.AS 1980-1992 Depati
9. M.Yunus.AS 1992-1997 Depati
10. M.Yunus.AS 1997-2001 Depati
11. Sopwatarrahman 2001-2007 Kepala Desa
12. Muslim 2007-2013 Kepala Desa
13. Ali Kasim 2013-2016 Kepala Desa
14. Iksan 6 Bulan Plt. KADES
15. Sopwatarrahman 2016-Sekarang Pemilihan
Sumber: Kecamatan Tengah Ilir Dalam Angka tahun 2017

34

Universitas Sumatera Utara


a. Susunan Tata Kerja Pemerintah Desa Muara Kilis

Kepala Desa : Sopwatarrahman

Sekretaris Desa : Ihsan

Kepala Seksi Pemerintahan : Nuruh Huda. SE

Kepala Seksi Kesejahteraan : Dinda Sepnita Tiara

Kepala Seksi Pelayanan : Poniman

Kepala Urusan Tata Usaha Dan Umum : Ramidin, S.Pd

Kepala Urusan Keuangan : Imelda Cafriana, Amd

Kepala Urusan Perencanaan : Bisri Altasrip.SE

Kepala Dusun Sungai Udang : Ibrahim

Kepala Dusun Muara Kilis : Muhammad

Kepala Dusun Wonorejo : Sumardi

Kepala Dusun Kumpul Rejo : Sukarno

Kepala Dusun Muaro Jelapang : Mudriyanto

Kepala Dusun Benteng Makmur : Bambang. K

Kepala Dusun Tepian Napal : Indro.C.S

b. Visi dan Misi Desa Muara Kilis

1. Visi Desa Muara Kilis

Visi adalah gambaran atau cita-cita tentang keadaan masa depan yang

diinginkan dengan melihat potensi dan kebutuhan desa. Penyusunan visi Desa

Muara Kilis sesuai dengan konsensus dari ke tujuh dusun yang menjadi bagian

desa. Penyusunan visi juga dilakukan dengan pendekatan partisipatif dan

melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan di desa, seperti pemerintah desa,

BPD, tokoh agama, lembaga masyarakat, kepala dusun dan masyarakat desa.
35

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan pertimbangan di atas, maka visi desa yang sekaligus menjadi

visi Desa Muara Kilis adalah : “Menuju masyarakat sejahtera : Aman, Harmonis

dan Merata”. Dengan penjabaran sebagai berikut :

a. Sejahtera: Terpenuhinya hak-hak dasar semua lapisan masyarakat baik itu

dibidang sosial, ekonomi dan budaya, serta bidang pangan, sandang dan

perumahan.

b. Aman: Keadaan yang menggambarkan perwujudan perasaan aman dan

kepercayaan yang tinggi kepada pemerintah sehingga dapat menikmati

kehidupan yang lebih bermutu dan maju, serta memiliki pilihan yang luas

dalam seluruh kehidupannya yang dilandasi supremasi hukum dan Hak

Asasi Manusia yang tinggi.

c. Harmonis: Suatu kondisi kehidupan masyarakat dimana masing-masing

komponen dan anggota masyarakat saling menghormati dan menghargai

perbedaan dan keragaman budaya, suku, adat, agama dan kepercayaan.

d. Merata: Masing-masing anggota masyarakat mendapat hak yang

seharusnya mereka terima terutama hak akan keamanan, pendidikan,

layanan kesehatan, hidup layak, hak berpolitik dan hidup bermasyarakat

secara layak tanpa perbedaan.

2. Misi Desa Muara Kilis

Dalam rangka mewujudkan visi tersebut, ditetapkan 6 (enam) Misi

Pembangunan, yaitu sebagai berikut :

1. Meningkatkan kuantitas dan kualitas infrastruktur dan ketersediaan sarana

prasarana layanan umum.

36

Universitas Sumatera Utara


2. Meningkatkan mutu pendidikan, layanan kesehatan, tatanan kehidupan

beragama dan berbudaya.

3. Meningkatkan tata kelola pemerintahan yang cepat, tepat, bermutu dan

bersih KKN serta jaminan kepastian dan perlindungan hukum.

4. Mendorong tumbuhnya perekonomian daerah dan pendapatan masyarakat

berbasis agrobisnis dan agroindustri.

5. Meningkatkan peran serta TOGA dan kesetaraan Gender dalam

pembangunan.

6. Melestarikan lingkungan hidup dengan cara mempertahankan dan

memelihara flora dan fauna yang masih tersisa di hutan.

4.1.2 Deskripsi Desa Muara Kilis

Desa Muara Kilis terdiri dari tujuh dusun yaitu Dusun Sungai Udang,

Dusun Muara Kilis, Dusun Kumpul Rejo, Dusun Wono Rejo, Dusun Jelapang,

Dusun Tapian Napal, dan Dusun Benteng Makmur. Secara umum persebaran

masyarakat yang menetap di Desa Muara Kilis bersifat heterogen, dimana suku

yang menetap di desa ini ada Suku Batak, Jawa, Melayu dan Suku Anak Dalam.

Ada satu kebijakan pemerintah yang membuka lahan bagi masyarakat Suku

Anak Dalam. Kebijakan ini berupa penyediaan lahan seluas 2 hektar (ha) dan

sekaligus rumah permanen untuk di tempati Suku Anak Dalam. Lahan ini

disediakan dimasing-masing dusun. Kendalanya adalah banyak masyarakat Suku

Anak Dalam tidak siap dengan kenyataan yang terjadi yaitu melakukan

perubahan. Walaupun telah memiliki aset yang disediakan pemerintah para

masyarakat Suku Anak Dalam tetap ingin berada di dalam hutan karena lebih

37

Universitas Sumatera Utara


nyaman dan mudah menacari sumber kehidupan. Ketidaksiapan ini, membuat

sebagian dari mereka menjual asetnya kepada suku lain. Hingga banyak dari

masyarakat Suku Anak Dalam memilih bertahan dan menetap di Dusun

Wonorejo. Pada umumnya mayoritas masyarakat Suku Anak Dalam di Desa

Muara Kilis menetap disatu Dusun yaitu Dusun Wonorejo. (Sumber Data: Profil

Masyarakat Desa Muara Kilis).

Dusun Wonorejo secara umum merupakan dusun yang bepenghuni sekitar

425 KK, yang terdiri dari jumlah penduduk perempuan sebanyak 614 jiwa dan

jumlah penduduk laki-laki sebanyak 556 jiwa. Secara umum penduduk mayoritas

yang menetap di Dusun Wonorejo merupakan Suku Jawa, Batak, Melayu dan

minoritas yang menempati wilayah ini adalah Suku Anak Dalam. Jumlah Suku

Anak Dalam sebanyak 20 KK, yang terdiri dari jumlah penduduk perempuan

sebanyak 41 jiwa dan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 35 jiwa. (Sumber:

Data Sekunder Desa Muara Kilis 2016)

Realitas yang terjadi dilapangan menurut peneliti bahwa masyarakat Suku

Anak Dalam yang tinggal di Dusun Wonorejo adalah masyarakat yang memiliki

lahan dan rumah yang berukuran kecil. Seiring dengan berkembangnya zaman

kehidupan masyarakat Suku Anak Dalam mengalami perubahan. Hal ini dapat

dilihat dari kehidupan mereka sehari seperti bentuk dan ukuran rumah yang telah

direnovasi sesuai dengan keinginan mereka masing-masing. Realitas kehidupan

Suku Anak Dalam ini pada umumnya sudah mengikuti kehidupan masyarakat

pada umumnya.

38

Universitas Sumatera Utara


4.1.3 Letak dan Kondisi Geografis Desa Muara Kilis

Secara administratif Desa Muara kilis berada pada Kecamatan Tengah Ilir

Kabupaten Tebo Propinsi Jambi, yang memiliki batas wilayah terdiri dari:

 Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Tebo Ulu

 Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Bungo

 Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Tebo Tengah

 Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Tebo Ilir

Desa Muara Kilis terbagi menjadi 7 (tujuh) dusun. Dalam hal ini akan

disajikan beberapa nama dusun yang ada di Desa Muara Kilis yang akan

dirincikan melalui tabel berikut ini yaitu sebagai berikut:

Tabel 4.2
Tabel Pembagian Dusun Di Desa Muara Kilis

No Dusun Nama Dusun


1. Dusun I Sungai Udang
2. Dusun II Muara Kilis
3. Dusun III Kumpul Rejo
4. Dusun IV Wonorejo
5. Dusun V Jelapang
6. Dusun VI Tepian Napal
7. Dusun VII Benteng Makmur
Sumber: Data Sekunder Desa Muara Kilis 2016

Desa Muara Kilis memiliki topografi ketinggian dari permukaan laut

sekitar 90-175 meter, dengan letak geografis antara 1,18 - 1,29 LS dan antara

102,10 - 102,21 BT. Luas wilayah Desa Muara Kilis ialah 111.02 dengan

persentase luas wilayah 24% dari Kecamatan Tengah Ilir.

39

Universitas Sumatera Utara


Desa Muara Kilis secara geografi memiliki curah hujan yang tinggi,

dengan suhu udara rata-rata c sampai dengan c. dengan iklim yang

demikian, sangat cocok dengan tumbuhan seperti kelapa sawit dan karet. Sebab

itu, banyak dari warga masyarakat yang menetap disana memiliki lahan di

belakang rumah mereka masing-masing yang ditanami kelapa sawit dan karet.

4.1.4 Gambaran Kondisi Sosial Budaya Penduduk Desa Muara Kilis

Kondisi penduduk Desa Muara Kilis cukup beragam dengan taraf

kehidupan menengah. Masyarakat di dusun ini penduduknya adalah mayoritas

Suku Batak, Minang dan Jawa. Sedangkan penduduk minoritasnya adalah Suku

Anak Dalam. Kondisi lingkungannya sangat damai dengan kondisi rumah warga

yang berjarak tidak terlalu jauh antara satu dengan lainnya. Jarak masing-masing

rumah sekitar 50 m, dilihat dari sepanjang jalan. Berdasarkan data penyebaran

penduduk per Dusun Desa Muara Kilis, maka dilihat dalam bentuk tabel berikut:

Tabel 4.3
Tabel Data Jumlah Penduduk Per Dusun Di Desa Muara Kilis

No Nama Dusun Laki-Laki Perempuan Jumlah KK


1. Muara Kilis 981 890 319
2. Sungai Udang 415 475 297
3. Kumpul Rejo 518 544 395
4. Wonorejo 556 614 425
5. Muaro Jelapang 376 472 335
6. Benteng Makmur 295 320 221
7. Tepian Napal 981 890 319
Jumlah 4122 4205 2311
Sumber: Kecamatan Tengah Ilir Dalam Angka tahun 2017

40

Universitas Sumatera Utara


4.1.5 Kondisi Demografis Desa Muara Kilis

a. Penduduk Berdasarkan Umur Dan Jenis Kelamin

Berikut merupakan daftar penduduk menurut umur dan jenis kelamin di

Desa Muara Kilis:

Tabel 4.4
Tabel Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur Dan Jenis Kelamin

Kelompok Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah


(Tahun) (Jiwa) (Jiwa) (Jiwa)
0-5 324 312 636
6-10 345 235 580
11-15 404 455 859
16-20 238 321 559
21-25 233 230 463
26-30 249 344 583
31-35 213 321 534
36-40 346 451 797
41-45 269 290 559
46-50 321 322 643
51-55 234 346 580
56-60 215 232 447
61-65 150 190 340
66-70 180 234 414
>71 143 190 333
Jumlah 3864 4463 8327
Sumber: Kecamatan Tengah Ilir Dalam Angka tahun 2017

Berdasarkan tabel data penduduk dengan klasifikasi umur dan jenis

kelamin diatas jika di gambarkan dalam bentuk piramida, masyarakat di Desa

Muara Kilis ini masuk dalam kategori piramida Expensive karena sebagian besar

41

Universitas Sumatera Utara


penduduknya berada pada kelompok usia muda terhitung dari kelompok umur 0-

40 tahun.

b. Penduduk menurut Suku/Etnis

Berikut merupakan daftar penduduk menurut suku/etnis di Desa Muara

Kilis, yaitu:

Tabel 4.5
Tabel Jumlah Penduduk Berdasarkan Suku/Etnis

No Suku/Etnis Laki-Laki Perempuan Jumlah

1. Melayu 1071 1350 2.421

2. Jawa 1.202 1461 2.663

3. Batak 969 1014 1.983

4. Minang 579 588 1.167

5. Bali 11 6 17

6. Suku Anak Dalam 35 41 76

Jumlah 3.867 4.460 8327

Sumber: Data Sekunder Desa Muara Kilis 2016

Berdasarkan tabel diatas, penduduk yang menempati kawasan Desa Muara

Kilis terbagi atas enam suku, yang adalah Suku Melayu, Jawa, Batak, Minang,

Bali, Suku Anak Dalam.

c. Penduduk Menurut Agama

Berikut merupakan daftar penduduk menurut agama di Desa Muara Kilis

yang akan disajikan melalui tabel berikut yaitu:

42

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.6
Tabel Jumlah Penduduk Menurut Agama

No Agama Jumlah (Jiwa)


1. Islam 7.439
2. Katolik 192
3. Kristen Protestan 390
4. Budha -
5. Hindu 6
Total 8.327
Sumber: Data Sekunder Desa Muara Kilis 2016

Berdasarkan tabel mengenai data penduduk menurut agama, mayoritas

masyarakat Desa Muara Kilis mayoritas memeluk agama Islam dan sebagaian

lainnya memeluk agama Katolik, Kristen Protestan dan Hindu.

d. Pola Permukiman Penduduk dan Pemanfataan Ruang

Kondisi permukiman warga disini berjarak dan menyebar. Artinya, rumah

masyarakat tidak berkelompok baik berdasarkan suku, agama ataupun pekerjaan.

Secara umum masing-masing permukiman warga desa diselingi oleh tanaman

khas yaitu kelapa sawit yang tumbuh di samping kiri, kanan dan belakang rumah

mereka. Tidak hanya tanaman kelapa sawit namun ada juga tanaman karet yang

tersebar di lingkungan masing-masing dusun.

Selain itu, kondisi perumahan yang dijadikan tempat tinggal warga disini

sudah bersifat permanen dengan bangunan papan, berlantai semen dan beratap

seng dan sebagian lainnya sudah beton dengan atap multirup. Kondisi rumah

demikian memberikan kenyaman tersendiri bagi masing-masing anggota

masyarakat yang menetap di desa ini.

43

Universitas Sumatera Utara


e. Sarana dan Prasarana Umum

Terdapat sarana jalan yang merupakan sumber perhubungan di Desa

Muara Kilis yang terbagi menjadi 3 (tiga) jenis yakni: aspal dengan panjang 5 km,

diperkeras sepanjang 2 km dan tanah 15 km. Lebar sisi jalan kurang lebih 7 meter

dari sisi kiri ke sisi kanan. Secara umum lebar jalan ini termasuk cukup untuk

dilewati oleh 2 (dua) kendaraan roda empat secara bersamaan.

Selain itu jalan di Desa Muara Kilis juga dilengkapi dengan jembatan

beton dengan jumlah 2 sebagai penghubung satu jalur yang di lintasi jurang atau

aliran sungai. Sedangkan untuk, moda atau alat transportasi umum tidak tersedia

dalam berbagai bentuk baik roda dua atau roda empat. Secara keseluruhan alat

transportasi warga adalah milik pribadi baik sepeda motor maupun mobil. Berikut

akan dijelaskan melalui tabel kondisi infrastruktur perhubungan yang ada di Desa

Muara Kilis yaitu sebagai berikut:

Tabel 4.7
Tabel Kondisi Infrastruktur Perhubungan

No Uraian Jumlah Satuan


1. Jalan Aspal 5 Km
2. Jalan Diperkeras 2 Km
3. Tanah 15 Km
Sumber: Kecamatan Tengah Ilir Dalam Angka tahun 2017

f. Sarana Kesehatan

Desa Muara Kilis terdiri dari dua sarana kesehatan yang membantu warga

masyarakat untuk berobat atau sekedar mengecek kondisi kesehatan, yakni di

Puskesmas dan Puskesmas Pembantu (PUSTU) yang masing-masingnya

berjumlah 1 unit. Sedangkan bagi ibu-ibu hamil dapat melakukan pengecekan


44

Universitas Sumatera Utara


secara berkala atau bahkan untuk membantu proses persalinan di POLINDES

(pondok bersalin desa) yang berjumlah 1 unit.

Tabel 4.8
Tabel Sarana Kesehatan

No Uraian Jumlah (Unit)


1. PUSKESMAS 1
2. PUSKESMAS Pembantu 1
3. POLINDES 1
Sumber: Kecamatan Tengah Ilir Dalam Angka tahun 2017

g. Sarana Air Bersih

Air bersih sebagai sumber hidup merupakan salah satu yang terpenting, air

bersih menentukan kesehatan masyarakat. Penggunaan air besih di Desa Muara

Kilis berasal dari air sumur, sebagian lainnya masyarakat masih menggunakan air

sungai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun, secara umum kebanyakan

dari masyarakat desa Muara kilis menggunakan air sumur.

h. Sarana Pendidikan

Dewasa ini pendidikan merupakan hal yang penting dalam kehidupan

masyarakat termasuk pada penduduk Desa Muara Kilis. Para orang tua sudah

sangat sadar akan pendidikan anak-anaknya. Sebagai buktinya anak-anak mereka

akan disekolahkan sampai keluar desa, kota, bahkan provinsi untuk mendapatkan

ilmu pengetahuan yang sangat mereka butuhkan kedepannya. Hal tersebut terjadi

dikarena Desa Muara Kilis belum memiliki sarana pendidikan yang lengkap.

Daerah Desa Muara Kilis memiliki sarana pendidikan berupa gedung sekolah.

Sarana pendidikan tersebut terdiri dari 4 unit TK (taman kanak kanak) atau play

45

Universitas Sumatera Utara


group, 7 unit SD Negeri bercampur swasta. Sementara SMP berjumlah 1 unit.

Berikut akan dijelaskan melalui tabel jumlah sarana pendidikan yang ada di Desa

Muara Kilis yaitu sebagai berikut:

Tabel 4.9
Tabel Sarana Pendidikan

No Uraian Jumlah (Unit)


1. TK dan Play group 4
2. SD 7
3. SMP 1
4. SMA` -
Sumber: Kecamatan Tengah Ilir Dalam Angka tahun 2017

i. Sarana Ibadah

Sarana ibadah yang terdapat di Desa Muara Kilis terdapat 20 unit

bangunan ibadah yang terdiri dari 1 unit Gereja Katolik, 3 unit Gereja Protestan

yaitu HKBP, GPDI dan GBI serta terdapat Mushola dan mesjid umat Muslim

yaitu sebanyak terdapat 15 unit, yang tersebar diberbagai Dusun di Desa Muara

Kilis. Kondisi seluruh sarana ibadah tersebut dalam keadaan baik. Berikut data

jumlah sarana ibadah dalam bentuk tabel:

Tabel 4.10
Tabel Sarana Ibadah

No Nama Tempat Ibadah Jumlah (Unit)


1. Mushola dan Masjid 15
2. Gereja 4
Sumber: Kecamatan Tengah Ilir Dalam Angka tahun 2017

46

Universitas Sumatera Utara


j. Sarana Pemasaran (tempat berbelanja kebutuhan masyarakat)

Pasar merupakan salah satu akses yang diperlukan masyarakat dalam

memenuhi kebutuhan hidup mereka. Mulai dari penjualan hasil pertanian hingga

pembelian bahan sandang dan pangan. Untuk jumlah pasar di Desa Muara Kilis

sebanyak 3 pasar. Masing-masing tersebar di Dusun Benteng Makmur yaitu 1

unit, di persimpangan antara Dusun Jelapang dan Wonorejo sebanyak 1 unit, dan

1 unit lagi berada di Dusun Muara Kilis. Berikut daftar tabel yang akan disajikan

mengenai sarana pemasaran atau tempat para masyarakat berbelanja memenuhi

kebutuhan hidupnya yaitu:

Tabel 4.11
Tabel Sarana Pemasaran

No Uraian Jumlah (Unit)


1. Pasar Selasa dusun Benteng Makmur 1
2. Pasar Senin dusun Jelapang 1
3. Pasar Umum dusun Muara Kilis 1
Sumber: Kecamatan Tengah Ilir Dalam Angka tahun 2017

4.2 Gambaran Umum Suku Anak Dalam di Desa Muara Kilis

Secara umum masyarakat masyarakat Suku Anak Dalam yang menetap di

Desa Muara Kilis adalah keturunan dari nenek moyang mereka yang berasal dari

Kubu Kerambil Minang Sumatera Barat. Sesungguhnya kehidupan masyarakat

Suku Anak Dalam di Desa Muara Kilis sudah mengalami transformasi baik

dibidang sosial, agama, budaya, dan ekonomi.

Perkenaan dibidang sosial, masyarakat Suku Anak Dalam sudah

mengalami transformasi berupa jalinan interaksi dengan suku di luar suku mereka.

47

Universitas Sumatera Utara


Misalnya: seperti Suku Batak, Jawa atau Melayu dengan intensitas yang tinggi

telah dipengaruhi oleh tempat tinggal mereka yang berada di lingkungan

masyarakat yang tergolong heterogen (terbuka). Hal lain dibidang sosial yang

tampak adalah kemampuan bertransaksi secara langsung di pasar. Mereka terlihat

mahir dalam bernegosiasi untuk mendapatkan barang kebutuhannya dengan cara

berinteraksi satu dengan lainnya maupun antara penjual dan pembeli.

Pada bidang agama, masyarakat Suku Anak Dalam di Desa Muara Kilis

mengalami peralihan aliran kepercayaan. Dahulu mereka percaya pada roh leluhur

dan dewa-dewa dan saat ini sudah mengalami perubahan, dengan kata lain yaitu

konsep kepercayaan animisme dan dinamisme berubah dengan pengukuhan satu

agama yaitu agama Islam. Penyebaran nilai-nilai agama Islam sendiri dilakukan

oleh salah satu tokoh masyarakat yaitu Bapak Rokan Harahap yang berasal dari

Medan. Beliau berniat untuk membuka lahan di Desa Muara Kilis kemudian

menjalin interaksi dengan Suku Anak Dalam yang menetap disana.

Seiring bejalannya waktu, interaksi terjalin dengan baik dan Bapak Rokan

Harahap, sehingga mulai menyebarkan agama Islam melalui pengajian, baik bagi

kalangan anak-anak Suku Anak Dalam dirumahnya maupun masyarakat lainnya.

Sehingga, agama Islam dijadikan sebagai kepercayaan bagi masyarakat Suku

Anak Dalam tersebut. Namun belakangan, kebiasaan mengaji dirumah Pak Rokan

itu sudah tidak lagi dilakukan, karena dusun yang menjadi tempat tinggal Pak

Rokan dan Suku Anak Dalam berbeda dan berjarak puluhan kilometer. Artinya

jarak keduanya memisahkan mereka untuk tidak bisa berinteraksi kembali.

Pada bidang budaya, transformasi masyarakat Suku Anak Dalam di Desa

Muara Kilis dilihat dalam pola pemukimannya. Hidup disuatu kawasan desa
48

Universitas Sumatera Utara


adalah hal yang sangat berbeda dengan hidup dihutan. Dahulunya masyarakat ini

hidup didalam hutan, tidak mengenal rumah dengan struktur bangunan papan dan

seng melainkan batang-batang kayu yang dibentuk diberi atap daun-daunan dan

lantainya terbentuk dari kayu bulat berukuran kecil disusun rapi. Mereka

menyebutnya ”sasudungon” atau pondok. Perubahan transformasi telah terlihat

jelas pada bentuk bangunan dan pola pikir mereka untuk merubah hal-hal kecil

seperti tempat tinggal.

Kemudian yang terlihat di lapangan transformasi nyata yang terjadi adalah

Suku Anak Dalam di desa ini memenuhi kebutuhan keluarganya dengan bertani

dan sekaligus menjadi buruh tani. Utamanya mereka bertani kelapa sawit dan

karet. Tetapi lama kelamaan mereka mulai menanam sayur-mayur untuk dijadikan

makanan yang dapat dikonsumsi sendiri oleh keluarga. Tanamannya berupa ubi,

sayur bayam dan katun. Inilah gambaran yang tampak dari pengamatan peneliti

bahwa masyarakat Suku Anak Dalam sudah mulai memikirkan apa yang

seharusnya mereka kerjakan sesuai dengan kondisi yang saat ini mereka jalani

yang berbeda dengan konsisi kehidupan di dalam hutan.

4.3 Profil Informan

4.3.1 Identitas Informan

Dalam penelitian tentang “(Rasionalitas dan Transformasi Suku Anak

Dalam di Desa Muara Kilis Kabupaten Tengah Ilir Propinsi Jambi)”, diperlukan

beberapa informan untuk melengkapi data-data penelitian. Berikut daftar identitas

informan yaitu:

49

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.12
Komposisi Usia, Agama dan Suku Informan di Desa Muara Kilis

No Nama Jenis Usia/ Status Kawin Agama Suku


Kelamin Tahun
1. Uha L 60 Kawin Islam SAD
2. Karim L 29 Kawin Islam SAD
3. Lena P 35 Kawin Islam SAD
4. Meranting P 56 Kawin Islam SAD
5. Gabuk L 31 Kawin Islam SAD
6. Lenggang L 40 Kawin Islam SAD
7. Buyung L 53 Kawin Islam SAD
8. Sril L 55 Kawin Islam SAD
9. Kulup L 33 Kawin Islam SAD
10. Jaek L 61 Kawin Islam SAD
11. Rokan Harahap L 61 Kawin Islam BATAK
12. Salim Harahap L 33 Kawin Islam BATAK

4.3.2 Sekilas Gambaran Kehidupan Para Informan

1. Nama : Uha

Umur : 60 Tahun

Agama : Islam

Suku : Suku Anak Dalam

Informan ini merupakan seorang kepala rumah tangga yang bertanggung

jawab dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Informan ini mempunyai 6 orang

anak. Anak yang pertama dan anak kedua adalah anak perempuan yang sudah

memiliki keluarga atau sudah menikah dan saat ini menetap di Desa Muara Kilis.

50

Universitas Sumatera Utara


Anak ketiga adalah seorang laki-laki juga sudah memiliki keluarga sendiri. Anak

keempat, kelima, dan keenam adalah anak laki-laki yang masih belum menikah.

Masing-masing anak informan yang sudah atau memiliki keluarga sendiri dan

tidak tinggal bersama informan, melainkan mereka menetap di rumah milik

mereka masing-masing.

Pekerjaan dari informan setiap harinya adalah bekerja di lahan pertanian

miliknya ataupun milik orang lain. Karena informan adalah seorang petani

sekaligus buruh tani. Lahan pertanian milik informan ini seluas 3 hektar (ha) yang

ditanami kelapa sawit dan diselingi oleh tanaman sayur dan buah pisang. Bentuk

lahan informan yaitu persegi panjang, membentang dari pinggir jalan dusun

sampai ke ujung belakang kearah timur. Kesehariannya informan merawat

sekaligus menjadi pekerja dilahan masyarakat lain untuk memenuhi kebutuhan

hidup keluarganya.

Hasil tanaman dari informan biasanya dijual untuk dijadikan penghasilan

bagi kehidupan para informan. Biasanya peghasilan yang diperoleh dari tanaman

sawit kira-kira sekitar Rp.1.000.000; dikarenakan beberapa faktor yaitu hasil sawit

masih berbuah pasir sehingga hasil yang diperoleh masih sedikit. Tetapi para

informan rata-rata memiliki pekerjaan sampingan baik sebagai buruh tani maupun

buruh harian. Upah yang diperoleh oleh informan rata-rata perbulan sekitar

Rp.1.500.000/bulannya. Penghasilan tersebut dianggap tidaklah cukup karena

jumlah pengeluaran sangat besar yaitu sekitar Rp. 2.500.000/bulannya.

Hal ini terbukti bahwa pengeluaran lebih besar daripada penghasilan yang

diperoleh para informan. Jumlah penghasilan yang diperoleh tidak sebanding

51

Universitas Sumatera Utara


dengan jumlah kebutuhan yang dikeluarkan setiap bulannya baik untuk keperluan

rumah tangga, biaya sekolah dan kebutuhan anak-anaknya. Rata-rata para

informan memiliki umlah anak yaitu 4 orang. Hal ini dapat memicu pemikiran

untuk berubah dan melakukan transformasi dari pemikiran untuk menetap di luar

hutan agar mendapatkan hasil yang lebih dari yang didapat di hutan.

Informan sudah menetap secara permanen di Desa Muara Kilis selama 3

tahun. Kepemilikan lahan ini sebenarnya didapat oleh karena bantuan dari

pemerintah yang telah berinisiatif memberdayakan Suku Anak Dalam. Lahan dan

rumah masing-masing di berikan kepada informan dan informan menyambut

inisiatif pemerintah dengan positif, karena informan sudah sejak lama ingin hidup

diluar hutan. menurut informan ketersediaan bahan pangan di hutan tak mampu

lagi memenuhi kebutuhan mereka, hal ini yang menjadi alasan informan

meninggalkan hutan.

Pada awalnya perasaan informan setelah menetap di Desa Muara Kilis

memang merasa tidak nyaman karena informan masih belum bisa beradaptasi.

Selain itu informan harus merubah segala tata cara kehidupan saat dihutan.

Misalnya, dalam hal memenuhi kebutuhan sehari dengan berburu labi-labi serta

babi. Setelah menetap di Desa Muara Kilis sangat sulit melakukannya karena

sudah jarang sekali ditemukan labi-labi maupun babi. Namun, jauh belakangan ini

informan merasa nyaman dengan kehidupannya karena sudah lama, sudah

beradaptasi dan bahkan sudah berbaur kehidupannya dengan suku-suku lain.

Dahulunya beliau adalah ketua adat, namun belakangan dengan sudah semakin

bertambahnya usia, beliau merasa sudah tidak mampu lagi untuk mengurus yang

terkait dengan adat masyarakat.


52

Universitas Sumatera Utara


2. Nama : Karim

Umur : 29 Tahun

Agama : Islam

Suku : Suku Anak Dalam

Karim merupakan salah satu informan dalam penelitian ini. Beliau

merupakan seorang petani yang sudah menikah dengan jumlah anak sebanyak 1

orang. Beliau memiliki anak yang berjenis kelamin perempuan. Informan adalah

seorang bapak yang bertanggung jawab dan menjadi kepala keluarga. Sehingga

segala kebutuhan keluarga bergantung terhadap informan, karena memang

sepantasnya sebagai kepala keluarga bertanggung jawab akan hal itu.

Istri informan sehari-harinya juga membantu informan dalam bertani,

lahan pertanian sawit yang menyebar seluas 2 hektar (ha) di kerjakan bersama.

Mulai dari perawatan hingga pemanenan kelapa sawit. Telihat jelas sesuai dengan

keterangan yang diberikan informan terjadi perubahan peran yang dialami berupa

posisi laki-laki menjadi lebih diakui dalam mempertanggung jawabkan

keluarganya dibandingkan dengan perempuan, padahal dahulu menurut tutur

informan perempuan adalah sosok yang dominan karena mereka mewarisi adat

dari leluhur yang berasal dari minang. Peralihan peran tersebut merupakan bentuk

dari hasil interaksi yang terjalin secara intens dengan masyarakat diluar Suku

Anak Dalam.

Informan juga memberikan informasi bahwa masyarakat sekitar baik Suku

Anak Dalam maupun suku lainnya. Seperti Suku Batak, Suku Jawa, Suku Melayu,

53

Universitas Sumatera Utara


dan suku lainnya telah merasakan proses pemilihan gubernur, bupati, ataupun

jajaran pemerintahan desa setelah menetap di Desa Muara Kilis.

Kehidupan masyarakat disini menurut informan dalam pernyataannya

telah mengalami berbagi perubahan. Informan sendiri saat ini mengakui beragama

Islam yang sebelumnya percaya hanya kepada roh nenek moyang. Namun, saat ini

informan sudah mengenal yang namanya Tuhan dan Suku Anak Dalam lain yang

menetap di Desa Muara Kilis juga memeluk agama Islam.

3. Nama : Lena

Umur : 35 Tahun

Agama : Islam

Suku : Suku Anak Dalam

Informan merupakan seorang ibu dan istri yang memiliki 2 anak. Informan

merupakan salah satu ibu rumah tangga. Kehidupan informan sehari-hari adalah

membantu suami dalam mengerjakan lahan pribadi mereka, mengurus rumah

tangga, dan merawat hewan ternak. Walaupun perannya terlihat banyak namun,

peran ini sama dengan suami informan karena mereka sama-sama mengerjakan

tugas tersebut. Selain itu, suami informan juga merupakan buruh tani yang bekerja

di ladang orang yang membutuhkan jasanya.

Informan terlihat aktif untuk mengerjakan hal-hal semacam itu, kebiasaan

adalah salah satu faktor dominan yang mempengaruhi daya tahan tubuh informan.

Hewan ternak informan adalah sejenis unggas yaitu ayam dan hewan berkaki

empat yaitu kambing. Untuk pemberian makan hewan ternak seharinya, informan

54

Universitas Sumatera Utara


melepas ke luar kandang karena hewan ternaknya tergolong jinak sehingga tidak

takut hewan ternaknya tidak kembali kekandang.

Informan mengakui ternaknya itu didapat dari tetangganya yang

memberikan anak hewan ternak kemudian di suruh mengurus dan ketika sudah

berkembang biak, itulah menjadi milik informan. Sistem ini sering dilakukan di

tempat ini, sistem permodalan dan pengembalian modal namun di bidang ternak

hewan saja.

4. Nama : Meranting

Umur : 56 Tahun

Agama : Islam

Suku : Suku Anak Dalam

Informan adalah istri Temenggung atau Kepala Suku dari Suku Anak

Dalam di Desa Muara Kilis. Informan sudah memiliki anak 3 orang dan mereka

tinggal bersama dengan ketiga putrinya yang masih belum menikah. Keseharian

informan adalah sebagai seorang ibu rumah tangga. Informan memiliki lahan

pribadi seluas 3 hektar (ha). Dalam perawatannya sesekali informan melakukan

bersih-bersih disekitar rumahnya.

Menurut informan suaminya adalah temenggung dari Suku Anak Dalam

yang mencangkup 55 KK dan tersebar di beberapa desa. Proses pemilihan

Temenggung dilakukan atas pilihan dari masyarakat dan didasarkan oleh

pengetahuan akan kawasan wilayah dan mengenal dekat masing-masing

anggotanya.

55

Universitas Sumatera Utara


Memilih menetap di Desa Muara Kilis menurut informan sebenarnya

didasari atas pertimbangan yang matang. Menurutnya hasil hutan atau alam tak

akan mampu lagi memenuhi kebutuhan keluarganya, bahkan saudara-saudaranya.

Sebab itu, beliau memilih menetap di di Desa Muara Kilis yang sudah di berikan

pemerintah secara merata bagi seluruh masyarakat Suku Anak Dalam.

5. Nama : Gabuk

Umur : 31 Tahun

Agama : Islam

Suku : Suku Anak Dalam

Informan dipanggil sesuai namanya yaitu Bapak Gabuk. Beliau sudah

menikah dan memiliki 1 orang anak. Beliau tinggal di Desa Muara Kilis bersama

istri dan anaknya yang masih remaja. Mengenai tempat tinggalnya yang berubah,

informan mengaku saat ini merasa nyaman walaupun merasa sulit dibidang

ekonomi. Menurutnya selama 3 tahun dan penghasilannya belum cukup karena

sawit hanya menghasilkan buah pasir. Buah kecil yang ringan dan harga jual

murah. Hal inilah yang mendorong informan bekerja di ladang orang lain untuk

memenuhi kebutuhan keluarganya.

Tutur informan mengenai kehidupan sebelumnya, informan tinggal di

hutan dan memenuhi kebutuhan hidup melalui berburu segala jenis binatang baik

yang hidup didarat maupun yang hidup di air. Seperti rusa, landak, biawak,

ataupun ikan. Perbedaannya saat ini kebutuhan hidup informan tidak lagi dipenuhi

dengan cara berburu, melainkan dengan bekerja. Bekerja dilahan sendiri, dengan

56

Universitas Sumatera Utara


menanam berbagai macam sayur dan buah informan lakukan. Untuk baca tulis,

informan memang tidak bisa namun anaknya yang paling kecil bisa sedikit-sedikit

karena pernah ikut dalam proses belajar mengajar yang disediakan pemerintah di

Desa Muara Kilis.

6. Nama : Lenggang

Umur : 40 Tahun

Agama : Islam

Suku : Suku Anak Dalam

Informan adalah seorang ayah dari 2 orang anak. Kedua anaknya saat ini

masih remaja. Mereka menetap bersama istri di rumah permanen berdinding

papan, dan berlantai semen. Sudah 3 tahun beliau menetap di Desa Muara Kilis.

Hal ini karena informan mendapatkan lahan dari pemerintah seluas 2 hektar (ha)

dan mendapatkan berbagai fasilitas lainnya. Menurut informan fasilitas di Desa

Muara Kilis sudah menjangkau masyarakat. Misalnya dari infrastuktur

pendidikan, kesehatan, dan bahkan tempat ibadah.

Berkenaan dengan perasaan informan setelah menetap di Desa Muara

Kilis, informan mengaku merasa nyaman dengan kondisi sekarang, perkembangan

dari berbagai aspek sangat membantu bagi informan dan sekaligus masyarakat

lainnya. Misalnya saja untuk berpergian menjalin silahturahmi dengan masyarkat

lain yang berada jauh dari dusun ini sudah dapat diakses melalui jalan yang ada.

Walaupun tidak aspal, namun waktu tempuh jauh lebih cepat.

57

Universitas Sumatera Utara


Beliau saat ini bekerja sebagai petani sawit dan memiliki pekerjaan

sampingan yaitu buruh tani di lahan milik orang lain. Pengahasilan yang diperoleh

dari tanaman miliknya sangat sedikit sehingga informan memilih mencari

pekerjaan sampingan untuk menambah penghasilan keluarganya.

7. Nama : Buyung

Umur : 53 Tahun

Agama : Islam

Suku : Suku Anak Dalam

Informan merupakan seorang bapak yang bertanggung jawab atas

kehidupan keluarganya yaitu anak dan istrinya. Jumlah anak informan 4 orang, 1

istri dan menetap di Desa Muara Kilis. Tutur informan, bahwa perubahan sebagai

realitas sosial sudah tidak terbantahkan lagi, menurutnya bahwa perkembangan

kehidupan keluarganya merupakan sebagai salah satu perwakilan dari gambaran

Suku Anak Dalam lain yang menetap di Desa Muara Kilis. Jadi keluarga

informan mampu mewakili bentuk-bentuk perubahan Suku Anak Dalam lain.

Perubahan yang terjadi bahwa, bila disandingkan dengan keadaan saat

masih tinggal dihutan pasti jelas sangat berbeda. Dahulunya keluarga informan

tinggal serumpun dengan sanak saudara dari istri berpergian “Manda” sebagai

sebuah istilah mencari bahan pangan yang kemudian dikumpulkan bisa melalui

hasil berburu ataupun memanen dari hutan secara bersama.

“manda” dilakukan informan bersama keluarga besar selama berhari-hari

tergantung pada hasil yang mereka dapatkan. Karena ketergantungan dari hasil

58

Universitas Sumatera Utara


membuat mereka mendirikan pondok sebagai rumah mereka dan sekaligus tempat

mengumpulkan hasil pencarian mereka. Begitulah kehidupan informan saat masih

dihutan, namun saat ini kehidupan dengan sistem manda tidak lagi dilakukan.

Informan saat ini memenuhi kebutuhan hidup keluarganya melalui bertani

kelapa sawit yang saat ini berumur 3 tahun. Tidak hanya sebagai petani di lahan

sendiri, informan juga siap diajak orang lain mengerjakan lahan yang bukan

lahannya namun harus sesuai dengan gaji standar yang ditetapkan oleh

masyarakat dusun. Misalnya saja untuk menyemprot lahan seluas 1 hektar gaji

umumnya adalah Rp.300.000 (tiga ratus ribu rupiah).

8. Nama : Sril

Umur : 55 Tahun

Agama : Islam

Suku : Suku Anak Dalam

Informan adalah sosok yang diakui bagi kalangan Suku Anak Dalam

maupun suku lainnya yang menetap di Desa Muara Kilis. Informan mempunyai

jabatan strategis sebagai kepala adat dan sebagai wakil Temenggung bagi Suku

Anak Dalam. Jabatan ini di berikan karena pendahulunya sudah tidak lagi mampu

menjalankan tugas sesuai dengan tuntutan dari jabatan ini dan prosesnya juga

didasarkan pemilihan.

Informan adalah seorang kepala keluarga dari 1 istri dengan jumlah anak 5

orang, menetap di Desa Muara Kilis yang berjarak sekitar 100 meter (m) dari

rumah temenggung yaitu bapak Apung. Mereka memiliki tugas tersendiri,

59

Universitas Sumatera Utara


temenggung melayani masalah sosial Suku Anak Dalam sedangkan informan

bertugas melayani yang berkaitan dengan adat ataupun melayani orang lain yang

ingin mengenal lebih jauh yang berkaitan dengan Suku Anak Dalam.

Secara jelas, informan mengakui bahwa asal usul Suku Anak Dalam yang

menetap di Desa Muara Kilis merupakan keturunan dari Kubu Kerambil,

Minangkabau, Sumatera Barat. Menurut informan nenek moyang mereka aslinya

orang padang yang melarikan diri kehutan untuk menyelamatkan diri dari para

penjajah. Hidup dihutan tanpa alat bantu apapun membentuk karakter mereka

sebagai orang yang mandiri dengan mengandalkan hutan sebagai saluran

pemenuhan kebutuhan.

Soal bahasa, informan menyatakan terjadi perubahan, perubahannya dari

segi berbicara dengan tetua dahulu tidak akan dapat lagi mengerti bahasanya.

Karena bahasa sekarang sudah bercampur dengan bahasa orang melayu.

Sedangkan, bahasa tetua mereka bahasa minang.

Perubahan peralatan hidup juga saat ini sangat mencolok menurut

informan, ini juga sangat terlihat dari pola kepemilikan barang, tuturnya dahulu

mereka sangat terbatas akan alat-alat seperti parang, cangkul, dan lainnya, yang

mereka umumnya miliki hanya tombak dan pisau. Itulah perubahan dari segi

peralatan mereka bahkan saat ini, kebanyakan dari masyarakat sudah

menggunakan alat teknologi. Mereka tidak lagi gagap dengan kendaraan bermotor

bahkan hp (handphone) sebagai alat dalam menjalin komunikasi dengan berjarak.

Informan adalah salah satunya, informan menggunakan hp (handphone) sebagai

60

Universitas Sumatera Utara


alat untuk memberi atau menerima informasi ataupun sekaligus sebagai alat

menjalin silahturahmi dengan orang luar.

9. Nama : Kulup

Umur : 33 Tahun

Agama : Islam

Suku : Suku Anak Dalam

Informan adalah seorang warga dari Suku Anak Dalam yang menetap di

Desa Muara Kilis selama 4 tahun dan informan memiliki 2 orang. Beliau memiliki

istri yang bukan berasal dari Suku Anak Dalam. Istri informan boru siagian yang

adalah Suku Batak. Sejak sebelum menikah, beliau tidak lagi tinggal dihutan,

karena menurutnya dihutan kehidupannya makin sengsara akibat meluasnya

pembukaan lahan yang dilakukan perusahaan dan masyarakat, sehingga untuk

memenuhi kebutuhan hidup menurutnya pasti tidak akan mampu lagi.

Percampuran kedua belah pihak dari latar belakang suku dan budaya yang

berbeda tidak serta merta menghalangi niat mereka untuk mempertahankan rumah

tangga. Konsep akulturasi di terapkan pada keluarga ini. Informan dan istrinya

saling menerima tata cara budaya masing-masing dan menggabungkan demi

beradaptasi dengan lingkungannya. Menurut pendapat istri informan, informan

belajar untuk hidup dengan tata cara hidup yang membudaya dari istrinya seperti

dalam hal mandi, dahulu informan jarang mandi dan kalaupun mandi hanya

dengan mencelupkan badan ke air tanpa menggosok dengan sabun atau

sejenisnya. Sejak belajar dengan istrinya, informan mengalami perubahan, mandi

61

Universitas Sumatera Utara


dengan sabun dan pakaiannya pun berganti. Informan adalah seorang petani dan

istrinya berperan mengurus anak sekaligus membantu beliau dalam bertani.

10. Nama : Jaek

Umur : 61 Tahun

Agama : Islam

Suku : Batak

Informan adalah seorang ayah dari 4 orang anak. Keempat anaknya sudah

tumbuh dewasa dan perannya adalah membantu informan dalam mengerjakan

lahan sendiri ataupun lahan orang lain yang membutuhkan jasanya. Untuk ladang

sendiri yang seluas 2 hektar (ha) pengerjaannya biasanya dilakukan berupa

pembersihan, pemupukan dan pemanenan. Dan untuk pengerjaan ladang milik

orang lain biasanya proses pengerjaannya serupa pembersihan lahan dengan

menerbas dan menyemprot, dan untuk memanen dilakukan dengan dodos. Gaji

yang diterima biasanya atas hitungan luas dari hasil yang dikerjakan.

Istri informan berperan mengurusi rumah tangga berupa pembersihan

rumah, memasak, mencuci yang dibantu oleh anak perempuannya. Tutur informan

bahwa kehidupan mereka tidak sama lagi dengan dihutan. Menurutnya kehidupan

di Desa Muara Kilis sangat nyaman namun untuk ekonomi jauh dibandingkan

dengan kehidupan dihutan dahulunya. Jika dihutan informan mengaku memiliki

banyak uang dari hasil panen hutan berupa getah balam, getah meranti, dan

jerenang. Keseluruhannya itu memiliki harga jual yang tinggi dipasaran. Namun

saat ini hanya mengandalkan dari pertanian.

62

Universitas Sumatera Utara


11. Nama : Rokan Harahap

Umur : 61 Tahun

Agama : Islam

Suku : Batak

Informan adalah masyarakat biasa yang memiliki pendidikan akhir SMP

(sekolah menengah pertama) yang berasal dari sumatera utara. menetap di Desa

Muara Kilis sudah 16 tahun, yang berarti informan mulai menapakkan kaki di

desa tersebut sejak tahun 2002. Informan adalah seorang bapak dari 5 anak yang

sudah menikah dan tidak ada satupun anaknya yang mengikuti beliau menetap di

Desa Muara Kilis.

Saat ini informan hanya tinggal berdua bersama istri di rumahnya tepatnya

di Dusun Kumpul Rejo, dusun tersebut merupakan bagian dari satu desa yaitu

desa Muara Kilis. Penuturan informan sudah menjalin interaksi sejak pertama kali

menetap di desa ini dengan Suku Anak Dalam, sehingga informan sudah

mengenal jauh Suku Anak Dalam di Desa Muara Kilis ini.

Kehidupan Suku Anak Dalam menurut informan sudah mengalami

perubahan secara pesat kalau dilihat di tahun belakangan ini, karena menurut

informan Suku Anak Dalam tadinya tidak mengenal pakaian baju dan celana

namun belakangan ini sudah memakai pakaian lengkap yaitu baju dan celana.

Bahkan lebihnya lagi, masyarakat Suku Anak Dalam sudah mengenal dunia

teknologi dan mereka bahkan menggunakannya dikehidupan mereka sehari-hari,

seperti pengunaan hp (handphone), bahkan kendaraan roda dua atau motor.

63

Universitas Sumatera Utara


Menurut informan, jauh sekali perubahan bila dibandingkan dengan

keadaan Suku Anak Dalam saat pertama kali informan mengenal mereka. Meraka

tinggal di sebuah pondok dengan daun atau terpal sebagai penutup atapnya,

mereka hidup dengan kelompoknya yang tidak hanya sedarah mengandalkan hasil

alam sebagai pemenuhan kebutuhan mereka sehari-hari.

Bahkan adat menikah mereka dahulunya jauh berbeda dengan sekarang.

Dahulu, adat pernikahan mereka sangat sederhana dengan temenggung atau

kepala suku sebagai penghulu. Acara pernikahannya hanya menyediakan makanan

dan berbagai jenis rokok di diletakkan pada satu alas terbentang didepan pondok

mereka. Selanjutnya, kedua kepala mempelai dihadapkan satu sama lain

kemudian di adu atau di benturkan dengan menyatakan “kalian sudah

dipersatukan” dalam bahasa mereka. Namun, saat ini adat pernikahan itu sudah

ditinggalkan dan memilih mengikuti adat masyarakat jawa dan melayu, menikah

diiringi organ.

12. Nama : Salim Harahap

Umur : 33 Tahun

Agama : Islam

Suku : Batak

Informan adalah seorang RT, yang sudah 9 tahun menetap di Desa Muara

Kilis dan baru 3 tahun terpilih menjabat sebagai ketua rukun tetangga (RT).

Tergolong muda, namun informan adalah sosok yang di panuti di masyarakat,

perannya sebagai RT sangat disenangi masyarakat karena ketulusannya dan

64

Universitas Sumatera Utara


kesiapannya dalam melayani kebutuhan administratif masyarakat. Bahkan dalam

menengahi suatu konflik atau ketegangan dalam masyarakat sangat arif. Seperti

yang baru-baru saja terjadi, ketika salah satu warga kehilangan hewan ternak dan

tertangkap pelakunya, informan ini langsung turun kelapangan dan mengingatkan

warga untuk tidak main hakim sendiri. Informan langsung menengahi dan

mencari solusi atas kejadian ini.

Informan juga adalah seorang ayah dari 2 orang anak. Informan bekerja

sebagai seorang petani, dan merupakan salah satu narasumber yang mampu

memberikan informasi terkait dengan kehidupan Suku Anak Dalam. Menurut

informan Suku Anak Dalam dalam perkembangannya sudah mengalami

perubahan drastis. Walaupun, itu yang terlihat sekarang tanpa melihat bagaimana

sebenarnya perubahan aslinya mereka.

Menurut informan, Suku Anak Dalam berkembang secara evolusi

sebenarnya, mereka berubah dalam jangka waktu yang agak lama dan baru

beberapa tahun belakangan ini perubahan mereka terlihat drastis. Kehidupan yang

tadinya primitif berubah menjadi masyarakat yang bisa dibilang modern karena

Suku Anak Dalam yang tinggal di Desa Muara Kilis mampu berbaur dengan suku

lainnya.

4.4 Rasionalitas Suku Anak Dalam menurut Weber

Rasionalitas merupakan konsep dasar yang digunakan Weber dalam

klarifikasinya sampai mengenai tipe-tipe tindakan sosial. Tindakan rasional

menurut Weber berhubungan dengan pertimbangan yang sadar dan pilihan bahwa

tindakan dinyatakan. Pengertian rasional disini adalah masuk akal (Weber dalam

65

Universitas Sumatera Utara


Doyle, 1994:220). Konsep dasar rasionalitas Weber adalah dengan membagi

kedalam empat tipe tindakan. Empat tipe tindakan sosial tersebut antara lain

adalah Rasionalitas Instrumental, Rasionalitas Berorientasi Nilai, Tindakan

Tradisional dan Tindakan Afektif (Radjab, 2014:18).

Rasionalitas sebagai suatu tindakan individu yang didasarkan atas

pertimbangan secara mendalam. Rasionalitas merupakan bentuk dari

perkembangan pola pikir masyarakat. Rasionalitas juga muncul dalam masyarakat

adat seperti yang terlihat dalam kehidupan masyarakat Suku Anak Dalam. Suku

Anak Dalam adalah salah satu masyarakat adat dikenal dengan kehidupannya

yang primitif. Adat merupakan sumber dari setiap norma maupun nilai yang

berlaku didalam kehidupan masyarakat Suku Anak Dalam. Adat dipandang

sebagai tolak ukur dalam berperilaku, baik untuk sehari-hari maupun dalam

jangka waktu kedepannya. Adat muncul dari individu membentuk suatu kebiasaan

yang terwariskan oleh nilai-nilai lingkungannya dan oleh karenanya perilaku

individu tersebut memperlihatkan perilaku tanpa refleksi yang sadar ataupun

tanpa perencanaan.

Rasionalitas yang terjadi didalam kehidupan masyarakat Anak Dalam

terlihat dari kebiasaan mereka sehari-hari, dimana pada umumnya masyarakat

tersebut sudah mengalami berbagai perubahan yang menjadi bukti bahwa mereka

sudah terbuka dengan masyarakat luar. Rasionalitas merupakan tindakan yang

dilakukan oleh salah satu individu untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Tindakan

ini akan tumbuh di dalam kehidupan masyarakat yang dianggap menjadi suatu

kebiasaan. Kebiasaan menjadi bagian dari budaya yang akan diterapkan dalam

kehidupan masyarakat sehari-hari. Hal ini juga terlihat dalam kehidupan Suku

66

Universitas Sumatera Utara


Anak Dalam dimana mereka terlihat lebih terbuka dalam menerima setiap

perubahan. Perubahan ini berawal dari keputusan mereka secara pribadi yang

dianggap sebagai pilihan, pilihan ini berupa tindakan sosial yang muncul akibat

adanya penilaian dari masyarakat untuk mempergunakan kesempatan-kesempatan

tersebut.

Masyarakat Suku Anak Dalam di Desa Muara Kilis mengalami perubahan,

dimana mereka sudah sama seperti masyarakat pada umumnya yang tinggal

menetap disuatu wilayah. Tingkatan peradaban semakin hari semakin memaksa

individu untuk mengikutinya sesuai tahapan yang berlangsung. Individu pada

Suku Anak Dalam yang menetap di Desa Muara Kilis merupakan subjek yang

merepresentasikan tahapan perkembangan peradaban tersebut. Pengaruh proses

modernisasi membawa mereka terhadap perubahan-perubahan sosial-budaya. Hal

ini terlihat dari perubahan kehidupan masyarakat Suku Anak Dalam yang

sebelumnya tidak mengenal pola pemukiman yang bersifat heterogen dan berada

dalam satu zona konsetris, melainkan bentuk pemukiman yang mereka kenali

adalah di dalam hutan, jauh dengan masyarakat luar atau orang terang sebagai

sebutan bagi suku lain.

Semua bentuk perubahan individu pada kenyataannya di landasi atas

pilihan dari individu sediri. Macam-macam rasionalitas yang terjadi di lapangan

yaitu pilihan untuk hidup menetap, rasionalitas pilihan berobat dan rasionalitas

pilihan untuk maju. Berikut akan dijelaskan lebih rinci ketiga rasionalitas pilihan

tersebut dan terjadi di Desa Muara Kilis yang mencakup keempat tindakan

rasional Weber yaitu:

67

Universitas Sumatera Utara


4.4.1 Pilihan untuk Hidup Menetap

Kelompok Suku Anak Dalam yang menetap di Desa Muara Kilis

merupakan jenis Suku Anak Dalam yang kehidupannya sudah semakin modern.

Hal ini ditandai dengan peralihan cara hidup mereka yang saat ini mulai menetap

di wilayah desa, dan tidak berpikiran untuk menetap di hutan yang dijadikan

sebagai tempat untuk pemukiman masyarakat desa. Peralihan ini berbentuk cara

hidup di hutan tidak lagi diterapkan oleh kelompok tersebut yaitu di pemukiman

Desa Muara Kilis.

Kelompok Suku Anak Dalam yang bermukim di desa tersebut sudah tidak

hidup berpindah-pindah “nomaden”, melainkan dengan menetap di desa tersebut

sebagaimana anggota masyarakat lain diluar kelompoknya. Pilihan untuk menetap

di pemukiman Desa Muara Kilis merupakan salah satu alasan untuk memperbaiki

kondisi kehidupan mereka dari sebelumnya. Salah satu contoh pilihan untuk hidup

menetap adalah adanya perubahan untuk memperbaiki dari aspek tempat tinggal.

Misalnya: jika mereka tinggal di dalam hutan maka rasa nyaman dan aman tidak

mereka dapatkan. Namun jika di Desa mereka merasakan istirahat dengan tenang

dan terhidar dari gangguang hewan-hewan buas karena sudah adanya tepat tinggal

yang pasti seperti rumah yang dibangun untuk tempat tinggal dan berlindung dari

berbagai ancaman dari luar. Mereka juga bisa beristirahat didalam rumah masing-

masing tanpa harus memikirkan bahaya seperti tinggal didalam hutan.

Analisis dalam kajian rasionalitas dapat dikaitkan dengan kajian Weber

bahwa untuk hidup menetap, para orang tua lebih memilih untuk tinggal di Desa

dan menetap di wilayah yang lebih aman untuk kebaikan dari keluarganya baik

istri dan anak-anaknya. Tujuannya yaitu para orang tua sudah mulai memikirkan

68

Universitas Sumatera Utara


kebaikan anaknya supaya lebih nyaman dan aman di tempat tinggal yang baru

yaitu di wilayah Desa Mauara Kilis.

4.4.2 Pilihan untuk Berobat

Suku Anak Dalam merupakan bagian dari masyarakat Desa Muara Kilis.

Kelompok ini sudah mengalami berbagai perkembangan dan perubahan pada

pengetahuan. Perubahan yang tampak misalnya pada aspek pengobatan untuk

kesehatan para masyarakat Suku Anak Dalam. Seperti diketahui bahwa Suku

Anak Dalam adalah salah suku yang memiliki pengetahuan untuk meramu buah,

akar dan daun tumbuhan menjadi obat herbal. Namun belakangan Suku Anak

Dalam di Desa Muara Kilis justru tidak lagi mengkonsumsi obat-obatan herbal

tersebut, melainkan obat siap konsumsi rekomendasi dari bidan/dokter yang ada

di Desa Muara Kilis.

Hal ini di pengaruhi oleh pemahaman jenis penyakit yang tidak semua

dapat diobati oleh ramuan herbal dan di tambah lagi dengan sulitnya menemukan

bahan-bahan dari obat ramuan herbal tersebut. Sehingga anggota masyarakat Suku

Anak Dalam memilih untuk mengkonsumsi obat-obat kimia sebagai salah satu

penyembuhan penyakit yang di derita oleh masyarakat Anak Dalam. Obat herbal

yang diyakini masyarakat Anak Dalam sudah jarang ditemui di wilayah ini, yang

dijadikan sumber kesembuhan penyakit melainkan yang sering ditemukan saat ini

jika ada yang sakit langsung dibawa ke dokter atau bidan yang ada di Desa Muara

Kilis. Artinya, pola pikir masyarakat Suku Anak Dalam sudah berubah dari

pengobatan tradisional kearah modern. Dahulu percaya dengan obat herbal kini

percaya dengan resep dokter.

69

Universitas Sumatera Utara


Analisis dalam penelitian ini sesuai dengan kajian Weber bahwa tindakan

Tradisional dapat dikaitkan dengan pilihan untuk memilih berobat dengan cara

modern. Hal ini dikarenakan bagi masyarakat Suku Anak Dalam pilihan untuk

berobat lebih mudah berobat dengan cara modern daripada tradisional, sebab

berobat dengan cara tradisional atau obat herbal lebih sulit ditemukan karena

sudah jarang ada yang meramu obat-obatan tersebut dan memerlukan waktu yang

lama untuk meraciknya. Sedangkan obat modern lebih praktis dan cepat sehingga

tidak memerlukan waktu lama mengobatinya jika dalam keadaan sudah sakit

parah. Artinya, ketepatan waktu sangat dibutuhkan dalam kondisi-kondisi

mendesak, sehingga masyarakat Suku Anak Dalam lebih memilih hal yang cepat

supaya bisa selamat dan sembuh dari penyakit.

4.4.3 Pilihan untuk Maju

Suku Anak Dalam di pahami oleh masyarakat luar akan cara dan pola

hidupnya yang amat bergantung dengan alam dan tertutup justru sudah tidak

relevan lagi. Sebab, sebagian lainnya sudah mengalami perkembangan dan

berbagai perubahan, terutama yang terjadi pada Suku Anak Dalam di Desa Muara

Kilis. Aspek-aspek yang tampak berubah misalnya pilihan Suku Anak Dalam

untuk menetap di kawasan pemukiman desa dan pilihan Suku Anak Dalam

mengkonsumsi obat-obatan dan aspek pilihan untuk maju.

Pilihan untuk maju sendiri merupakan salah satu aspek yang didasari oleh

rasionalitas Suku Anak Dalam. Analisisnya bahwa individu dari Suku Anak

Dalam tersebut menginginkan kepastian pemenuhan kebutuhan. Suku Anak

Dalam telah membandingkan bagaimana pemenuhan kebutuhan hidup dihutan

dengan kondisi di wilayah pemukiman desa. Apabila masyarakat terus tinggal di

70

Universitas Sumatera Utara


hutan dengan kondisi hutan yang rusak dan sempit maka masayarakat akan

semakin sulit untuk hidup, dengan pemenuhan kebutuhan di hutan yang terbatas

akan sulit membuat masyarakat Suku Anak Dalam bisa sehat dan berpengetahuan

tinggi jika kondisi kehidupannya terbatas. Sedangkan apabila tinggal di

pemukiman desa masyarakat Suku Anak Dalam dapat berinteraksi dengan

masyarakat lainnya dan merubah hidup mereka lebih baik dan maju, baik dari segi

sosialisasi, interaksi, pendidikan, ilmu pengetahuan dan aspek lainnya.

Alasan-alasan demikian membuat masyarakat Suku Anak Dalam lebih

terbuka dan berkeinginan untuk maju, sehingga masyarakat Suku Anak Dalam

memilih untuk berpindah hidup dari hutan ke wilayah desa supaya bisa berbaur

dan menjalankan hidup seperti masyarakat lain pada umumnya.

Analisis dalam penelitian ini berkaitan dengan tindakan Instrumental dan

Nilai. Tindakan ini didasari oleh pilihan untuk melakukan hal yang dianggap lebih

baik untuk melakukan tindakan dan ketentuan yang ada. Bagi masyarakat Suku

Anak Dalam berada di hutan merupakan hal yang membuat mereka sulit untuk

maju dan berkembang. Sedangkan berada di wilayah desa bagi mereka saat ini

adalah sumber penghidupan dan kehidupan yang aman dan nyaman.

4.4.4 Rasionalitas Suku Anak Dalam di Desa Muara Kilis

Rasionalitas bagi masyarakat Suku Anak Dalam yang menetap di Desa

Muara Kilis, pilihan untuk menetap, pilihan untuk berobat dan pilihan untuk maju

adalah beberapa bentuk rasionalitas yang terjadi di lapangan yaitu di Desa Muara

Kilis. menetap di kawasan dusun yang didasarkan atas pertimbangan sekaligus

pilihan secara sadar membuat masyarakat sadar akan kehidupan. Pentinganya

masyarakat berpikir untuk melakukan tindakan dan pilihan adalah salah satu

71

Universitas Sumatera Utara


bentuk keinginan dari masyarakat untuk melakukan perubahan baik dari hal

terkecil hingga hal yang terbesar. Masyarakat ingin adanya perubahan baik bentuk

fisik yaitu tempat tinggal maupun bentuk nyata lainnya yang berguna untuk

kemajuan dari masyarakat Suku Anak Dalam itu sendiri. Berikut salah satu

pernyataan dari informan penelitian ini yaitu Bapak Uha:

“… kami tinggal siko lah tigo tahunlah ni, maren tu kami


tinggal di dalam hutan. Milih tinggal siko, yo kerno kami
dak tau lagi nak tinggal dimano hutan tu lah dak biso lagi
ngidupi kami. jadi tempat hidup kami dah dak do lagi kan.
(saya tinggal disini sudah 3 (tiga) tahun, sebelumnya saya
tinggal di dalam hutan. Memilih untuk tinggal disini,
karna hutan sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan
kami. jadi tempat tinggal kami tidak ada lagi).”
(Wawancara, 8 Agustus 2018).

Sama halnya dengan pernyataan dari Bapak Uha, pernyataan yang

disampaikan oleh Bapak Karim. Pernyataan keduanya memiliki kesamaan dan

sejalan yaitu:

“…yo, kami ni rato-rato samolah netap sini tu tigo


taunanlah. Sebelumnyo kami ni tinggal didalam hutan.
Hutan tu (menunjuk kearah hutan bukit 30), nah makin
lamo hutan tu lah abis, bukan kami buatnyo tapi orang-
orang tu. Buka utan-buka utan, nah abislah kami pun
milih biak biso idup yo disiko.
(ya, kami semua rata-rata tinggal di sini sudah tiga tahun.
Sebelumnya kami tinggal di dalam hutan. Hutan itu
(menunjuk arah ke hutan bukit 30), nah makin hari hutan
makin habis, bukan karna kami tapi orang-orang itu. Buka
hutan-buka hutan ya habislah kami pun memilih tinggal
disini untuk hidup).” (Wawancara, 9 Agustus 2018).

Pernyataan kedua informan tersebut kembali dikuatkan dengan pernyataan

yang disampaikan oleh informan yaitu Ibu Lena:

72

Universitas Sumatera Utara


“…ooh itu, kami memang disiko lah tigo taun. Tinggal
disiko nak keempat taunlah. Kalo untuk crito sebelum
tinggal siko, kami dulunyo di hutan. Hutan tu rumah kami
dulu, nah hutanlah habis untuk makan lah susah apolagi
obat-obat tu lah susah kami cari nah kami milih sinilah
biak pun hidup samo susah tapi biso untuk taun depannyo.
(ooh itu, kami memang disini sudah tiga tahun. Tinggal
disini mau keempat tahunlah. Kalau cerita sebelum kami
sebelum tinggal disini, dulunya kami di hutan. Hutan
adalah rumah kami dulu, namun hutan sudah habis untuk
makan susah apalagi obat-obatan kami sudah susah, jadi
kami memilih tinggal disini walaupun susah tapi bisa
hidup ketahun depannya).” (Wawancara, 10 Agustus
2018).

Berdasarkan pernyataan dari ketiga informan tersebut, bahwa kehidupan

masyarakat Suku Anak Dalam sebelum tinggal di Desa Muara Kilis yaitu tinggal

di hutan. Hutan yang mereka tinggali terletak pada bukit 30 yang mengarah pada

sisi barat Desa Muara Kilis. Hutan tersebut merupakan salah satu hutan lindung

yang ada di Propinsi Jambi.

Berikut akan dijelaskan oleh salah satu istri dari tokoh adat atau kepala

suku yang ada di Desa Muara Kilis yang menjadi informan berikut ini yaitu Ibu

Meranting. Berikut pernyataan yang diberikan oleh istri tumenggung yang

memberi pernyataan yaitu:

“…kalo sayo ni raso tinggal siko ni aman be. Lah tigo


taun dak do apo-apo. Memang masalah bagi kami
sebelumnyo, hidup kami dak biaso kan macam ini. Nah
semakin lamo dah terbiaso untuk hidup macam ni. Kalo
sekarang ni kami bertanilah nah kalo dulu tu kami tinggal
ambek be buah, getah jernang, karet, labi-labi disungai,
samo rotan. Jual be keorang dusun ni dah beli beras kami.
(kalau saya rasa tinggal disini aman-aman saja. Sudah tiga
tahun tidak ada apa-apa. Memang sebelumnya kami
merasa memiliki masalah, hidup kami tidak biasa seperti
ini. Nah semakin lama kami terbiasa untuk hidup seperti
73

Universitas Sumatera Utara


ini. Kalau sekarang kami bertani, nah kalu dulu kami
tinggal memanen buah, getah jernang, karet, labi-labi
disungai, sama rotan. Kami jual keorang dusun lalu kami
beli beras).” (Wawancara, 11 Agustus 2018).

Masyarakat Suku Anak Dalam sudah menetap di Desa Muara Kilis sejak

tahun 2015, artinya sudah sekitar 3 tahun mereka meninggalkan hutan yang

sebelumnya menjadi pemukimannya. Pernyataan informan diatas memberikan

gambaran bahwa masyarakat Suku Anak Dalam masih dalam proses adaptasi pada

lingkungan desa yang sifatnya dituntut untuk terbuka satu sama lain. Selain itu,

tentu kondisi desa dan hutan sangat berbeda sehingga masyarakat Suku Anak

Dalam mengalami ketidaknyamanan seperti yang disampaikan informan diatas.

Informan yang lainnya juga memiliki pendapat mengenai huatn yang

dijadikan tempat mentap dan pemukiman bagi mereka. seperti halnya yang

disampaikan oleh Pak Buyung yaitu:

“…nak apo lagi hutan dak katek lagi. Nak nyari apo lagi
dihutan dulu bawak tombak be baleknyo bawak babi,
kijang, ruso. Nah skarang nak nyari kek gitu megaplah.
Skarang ni dari sawit nilah kami hidup nak berburu apo
yang di buru.
(mau apa lagi di hutan tidak ada apa-apa lagi disana. Mau
mencari apalagi, kalau dulu dihutan bawa tombak saja
baliknya sudah bawak babi, kijang atau rusa. Kalau
sekarang tidak mungkinlah. Sekarang ini dari sawit saja
kami hidup, kalau berburu entah apa yang mau diburu).”
(Wawancara, 12 Agustus 2018).

Berdasarkan pernyataan dari informan bahwa informan menggambarkan

keadaan hutan saat ini sudah tidak seperti dahulunya. Terjadi penggundulan hutan,

penebangan liar, pembukaan lahan oleh perusahaan besar dimana-mana, dan

74

Universitas Sumatera Utara


kondisi tersebut memberikan dampak yang negatif bagi mereka Suku Anak

Dalam. Dampak tersebut membawa mereka pada suatu pilihan untuk

meninggalkan hutan demi melanjutkan kehidupan mereka maupun generasinya.

Berdasarkan informasi yang didapat dari informan, tidak berbeda dengan

pernyataan dari informan-informan sebelumnya yang menggambarkan alasan

mereka pindah dan apa saja yang berubah pada keseharian mereka. Untuk lebih

mendalam, terdapat dua informan dukungan yang merupakan warga tetap dan

hidup berdampingan dengan Suku Anak Dalam.

Masyarakat Suku Anak Dalam melakukan prubahan pola kerja, dimana

seluruh istrumen kegiatan masyrakatnya berubah, hal ini diakibatkan karena

modernisasi. Modernisasi sudah merambat ke desa salah satunya suku anak

dalam, dimana dahulunya masyarakat Suku Anak Dalam bergantung pada sumber

daya alam yang ada di hutan, hampir semua instrumen kegiatan suku anak dalam

begantung pada hutan. Perkembangan zaman menuntut mereka untuk merubah

pola kerja, dulunya mereka sering memenuhi kebutuhan dengan cara berburu

dihutan, menombak ikan, mengambil getah pohon, membuat rumah dari kayu

hutan, memanfaatkan tananaman hutan sebagai obat tradisional. Tapi sekarang

sudah sangat berbeda, mereka harus bekerja dan mengikuti perkembangan zaman,

dimana mereka harus berbelanja ke pasar, jika sakit harus berobat ke puskesmas

atau rumah sakit tidak lagi bergantung pada alam.

Hal ini disebabkan adanya alih fungsi lahan oleh segelintir orang. Hutan

yang dulunya adalah tempat masyarakat Suku Anak Dalam tinggal, kini sudah di

alih fungsikan menjadi perkebunan sawit oleh perusahaaan, hal inilah yang

75

Universitas Sumatera Utara


membuat masyarakat Suku Anak Dalam melakukan perubahan pola kerja, suka

tidak suka masyarakat harus melakukan adaptasi agar dapat bertahan hidup.

Karena didalam hutan sudah tidak ada lagi yang bisa dimanfaatkan. Oleh karena

itu, mereka harus keluar dari hutan dan menempati pemukiman yang disediakan

oleh pemerintah. Dalam memenuhi kebutuhan masyarakat Suku Anak Dalam

berkerja sehari-hari sebagai buruh tani untuk memenuhi keperluan mereka sehari-

hari.

Berdasarkan hasil wawancara di atas bahwa tindakan rasionallitas yang

dimiliki oleh Suku Anak Dalam lebih condong kepada tindakan rasional

instrumental. Dimana tindakan rasional ini berasal dari pilihan sadar dan pertim

bangan untuk mencapai suatu tujuan. Tindakan ini dilakukan dengan

pertimbangan yang matang melalui penilaian untuk menentukan suatu keputusan

tertentu. Tindakan rasional ini dapat dilihat dari alasan-alasan dari masyarakat

Suku Anak Dalam. Masyarakat Suku Anak Dalam tepatnya yang berada di desa

Muara Kilis memiliki alasan secara individu keluar dari kehidupan kebiasaan

kehidupan mereka dan beralih memasuki kehidupan masyarakat pada umumnya.

Hal ini dipertengas dengan hasil wawancara dengan informan tentang peralihan

tempat tinggal bagi Suku Anak Dalam yang menetap di Dusun Wonorejo:

Tabel 4.13
Tabel Hasil Wawancara

No. Nama Informan Hasil Wawancara

1. Bapak Uha Saya tinggal disini sudah 3 (tiga) tahun,


sebelumnya saya tinggal di dalam hutan.
Memilih untuk tinggal disini, ya karna

76

Universitas Sumatera Utara


hutan sudah tidak mampu lagi memenuhi
kebutuhan kami. jadi tempat tinggal kami
tidak ada lagi).”

2. Bapak Karim (ya, kami semua rata-rata tinggal di sini


sudah tiga tahun. Sebelumnya kami tinggal
di dalam hutan. Hutan lindung itu, nah
makin hari hutan makin habis, bukan karna
kami tapi orang-orang itu. Buka hutan-buka
hutan ya habislah kami pun memilih tinggal
disini untuk hidup).”

3. Ibu Lena (ooh itu, kami memang disini sudah tiga


tahun. Tinggal disini mau keempat
tahunlah. Kalau cerita sebelum kami
sebelum tinggal disini, dulunya kami di
hutan. Hutan adalah rumah kami dulu,
namun hutan sudah habis untuk makan
susah apalagi obat-obatan kami sudah
susah, jadi kami memilih tinggal disini
walaupun susah tapi bisa hidup ketahun
depannya).”
4. Ibu Meranting (kalau saya rasa tinggal disini aman-aman
saja. Sudah tiga tahun tidak ada apa-apa.
Memang sebelumnya kami merasa memiliki
masalah, hidup kami tidak biasa seperti ini.
Nah semakin lama kami terbiasa untuk
hidup seperti ini. Kalau sekarang kami
bertani, nah kalu dulu kami tinggal
memanen buah, getah jernang, karet, labi-
labi disungai, sama rotan. Kami jual
keorang dusun lalu kami beli beras).”

77

Universitas Sumatera Utara


5. Bapak Gabuk (beginilah kami sekarang. Beda sekali
hidup dengan waktu di hutan, entah kenapa
beda saja. Hidup di hutan itu teduh tidak
seperti disini panas).”

6. Bapak Lenggang (hutan kalau menurut kami adalah rumah.


Mau makan, mandi, tidur, hingga
meninggal pun kami di hutan. Nah, hutan
sudah habis kami memilih tinggal disini
untuk hidup. Sudah ada hampir 4 (empat)
tahun disini).”

7. Bapak Buyung (mau apa lagi di hutan tidak ada apa-apa


lagi disana. Mau mencari apalagi, kalu dulu
dihutan bawak tombak saja baliknya sudah
bawak babi, kijang atau rusa. Kalau
sekarang tidak mungkinlah. Sekarang ini
dari sawit saja kami hidup, kalau berburu
entah apa yang mau diburu).”

8. Bapak Sril (kalau hutan dari zaman nenek moyang


kami itu hidupnya memang dihutan. Turun
temurun kepada kami. dari kami turun ke
anak kami, nah itulah ada kami sendiri.
Kalau dulu dihutan, kami memilih tinggal
dekat dengan sumber air/sungai biar ada
untuk diminum. Makanya, selain hutan air
juga merupakan sumber hidup kami. nah,
kenapa tidak lagi dihutan, karena hutan
sudah gundul di tebangi masyarakat, PT-

78

Universitas Sumatera Utara


PT, dan pemerintah, jadi kami tidak ada
tempat tinggal lagi”.

9. Bapak Kulup (kalau saya ini sudah lama keluar dari


hutan. Saya sudah 15 tahun tidak lagi
dihutan. Menikah dengan istri sudah 10
tahun lebih. Kalo di hutan dulu memang
benar, kerjaan memanen buah, disisai
sedikit untuk hari depan, kesungai
menangkap ikan, mau berobat bisa dari
tumbuh-tumbuhan dihutan. Kalu sekarang
puskes ada jadi kesitulah).”

10. Bapak Jaek (kami semua sepertinya samalah pindah


kesini. Pindah dari hutan karena tidak ada
lagi hutan itu, hutan sudah di buka oleh
perusahaan-perusahaan dan masyarakat.
Nah, hutan habis kami mau makan apa?
Itulah alasan kami pindah).”

11. Bapak Rokan Harahap “…kalau dulu mereka itu tinggal di pondok-
pondok didalam hutan, kalau sekarang
mereka sudah tinggal di sini berbaur dengan
kami.”

12. Bapak Salim Harahap “…hidup mereka itu mengalami kemajuan,


yang tadinya dihutan jadi tinggal di desa.”

79

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan tabel tentang pilihan untuk menetap di Desa Muara Kilis

dapat diidentifikasikan dalam suatu bentuk dari tindakan rasional, dimana

individu didalam masyarakat Suku Anak Dalam tersebut melakukan proses

negosiasi terhadap dirinya sendiri berupa pertimbangan dari suatu pilihan yang

ditetapkannya. Sesuai dengan hasil wawancara diatas, yang menjadi pertimbangan

masyarakat Suku Anak Dalam untuk meninggalkan hutan yaitu dengan adanya

pemikiran bahwa hutan tidak akan mampu lagi menunjang kebutuhan hidup

mereka, karena kondisi hutan yang semakin hari semakin sempit dan gundul.

Pilihan mereka untuk beralih tempat tinggal dan menetap di suatu wilayah

dilatarbelakangi oleh berbagai alasan-alasan tertentu. Alasan ini memunculkan

berbagai tindakan sosial yang mengarahkan meraka harus lebih terbuka terhadap

masyarakat umum. Dimana mereka juga harus dapat menyesuaikan setiap

tindakan maupun interaksi dengan masyarakat yang berada dilingkungannya.

Penentuan suatu pilihan untuk meninggalkan hutan yang dilakukan

masyarakat Suku Anak Dalam didorong atas ketersediaan alat yang mendukung

dan mengarahkan individu tersebut kepada suatu tindakan dengan tujuannya yang

tetap. Berdasarkan temuan data dilapangan bahwa masyarakat Suku Anak Dalam

yang menetap di Desa Muara Kilis diberi bantuan dari pemerintah yaitu tanah

seluas 2 hektar (ha) dan satu bangunan rumah. Hal inilah yang membulatkan

pilihan masyarakat untuk meninggalkan hutan mengingat adanya sarana untuk

mencapai kehidupan yang lebih baik. Perubahan dan pilihan rasional yang

dimiliki oleh masyarakat Suku Anak Dalam tetapnya yang berda di Desa Muara

Kilis tidak lepas dari pengaruh masyarakat luar. Keterbukaan mereka terhadap

masyarakat luar maupun pihak pemerintah membawa pengaruh baik terhadap

80

Universitas Sumatera Utara


kehidupan mereka. Hal ini dapat dilihat dari strata kehidupan mereka saat ini

dimana mereka sudah hidup dan menetap disuatu wilayah dengan memiliki

pekerjaan tetap. Bermukim disuatu desa yang dipimpin oleh kepala desa dan

dilengkapi dengan nilai dan norma yang berlaku yang dijadikan sebagai landasan

bertindak maupun berperilaku baik secara individu maupun kelompok di dalam

masyarakat. Realitas ini juga ditemukan di dalam kehidupan masyarakat Suku

Dalam dimana mereka mampu berdaptasi dengan suasana sistem baru.

Tindakan sosial yang dilakukan oleh individu yang dapat mempengaruhi

kehidupan kelompok atau masyarakat yang ada disekitarnya yang merupakan

bagian dari pihan rasional. Pilihan rasioanal ini muncul akibat adanya suatu

ketertarikan atau keuntungan seseorang yang ingin menikmati hal yang baru.

Perubahan muncul akibat adanya tindakan sosial oleh individu. Basis atau dasar

dari pernyataan diatas yaitu hasil wawancara kepada masyarakat dengan fokus apa

yang menjadi pertimbangan untuk meninggalkan hutan dan bagaimana cara anda

memiliki lahan di Desa Muara Kilis.

Berdasarkan informasi dari informan masing-masing memberikan

pernyataan perihal realitas yang terjadi pada kehidupan masyarakat Suku Anak

Dalam. Dimana banyak sekali kesulitan jika hidup dihutan saat ini, karena

jerenang sudah sulit ditemui, getah balam, rotan, damar, dan tumbuhan obat-

obatan, sekaligus mencari labi-labi sudah sulit karena lingkungan hutan yang

rusak. Sehingga tidak memungkinkan bagi mereka tetap bertahan di lingkungan

hutan yang hanya mengandalkan hasil-hasil alam tersebut.

81

Universitas Sumatera Utara


Begitu juga dengan bantuan pemerintah sebagai sebuah alat yang

mendukung perubahan masyarakat Suku Anak Dalam di Desa Muara Kilis.

Bantuan ini berupa rumah dan lahan kepada masing-masing kepala rumah tangga.

Tentunya bantuan tersebut memberikan pengaruh positif bagi Suku Anak Dalam

untuk hidup nyaman dengan lingkungan yang baru.

Hasil wawancara yang secara keseluruhan menyatakan bahwa transisi

kehidupan Suku Anak Dalam dari hutan menjadi pemukiman desa dilatar

belakangi oleh habisnya hutan yang mencangkup keseluruhan hasil hutan berupa

rotan, damar, jerenang, getah balam, tumbuhan obat, sekaligus ikan dan labi-labi

yang semakin sulit ditemui. Rusaknya hutan merupakan akibat dari penebangan

liar, pembukaan lahan secara luas dan pengaliran limbah ke anak-anak sungai

secara sembarangan. Hal tersebut yang menyebabkan semakin menyempitnya

hutan dan merusak ekosistem yang tadinya bersifat kompleks. Keadaan yang

semakin sulit membuat Suku Anak Dalam merasa terancam dalam memenuhi

kebutuhan hidupnya. “Kami beranak pinak dalam rimbo, makan sirih, berburu,

dan meramu obat alam” yang menjadi simbol adat Suku Anak Dalam tak mampu

lagi direalisasikan.

Kehidupan mereka sudah tidak lagi tercukupi, sehingga mengubah cara

pandang mereka untuk mencari jalan keluar. Pilihan untuk tidak tetap di hutan

merupakan hasil dari pertimbangan secara rasional. Pertimbangan itu menyangkut

bagimana kedepannya kehidupan individu tersebut. Hasil dari pertimbangan ini

memunculkan pilihan sadar dengan penentuan tujuan yang pasti. Dengan adanya

bantuan pemerintah berupa lahan seluas 2 hektar (ha) dan rumah huni di jadikan

sebagai sarana untuk mengarahkan tindakan individu tersebut. Secara ilmiah dapat
82

Universitas Sumatera Utara


di katakana bahwa bahwa transisi kehidupan masyarakat Suku Anak Dalam yang

sekarang menetap di Desa Muara Kilis merupakan hasil rasionalitas yang

didorong oleh sarana atau alat yang berasal dari luar dalam mencapai suatu

transisi kehidupannya.

4.5 Transformasi Sosial Suku Anak Dalam Di Desa Muara Kilis

Transformasi sosial adalah perubahan pada lembaga-lembaga

kemasyarakatan didalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya,

termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola perilaku diantara

kelompok-kelompok dalam masyarakat. Beberapa ahli berpendapat bahwa

transformasi merupakan bagian perubahan sosial yang terjadi karena adanya

perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat,

seperti misalnya perubahan dalam unsur-unsur geografis, biologis, ekonomis, dan

kebudayaan.

Berdasarkan kajian atau konsep Himes dan Moore bahwa transformasi sama

artinya dengan perubahan sosial. Artinya, sebuah perubahan sangat penting dalam

struktur sosial. Struktur sosial yang dimaksud adalah pola-pola perilaku dan

interaksi sosial. Terdapat tiga dimensi sebagai cakupan dari perubahan sosial

tersebut yaitu dimensi struktural, dimensi kultural dan dimensi interaksional.

Dimensi struktural melihat perubahan yang terjadi mengacu dalam bentuk

struktur masyarakat, menyangkut perubahan dalam peranan, munculnya peranan

baru, perubahan dalam struktur kelas sosial. Sedangkan dimensi kultural mengacu

pada perubahan kebudayaan (komponen internal yang memunculkan perubahan),

difusi (komponen eksternal yang mampu menggerakkan terjadinya perubahan),

83

Universitas Sumatera Utara


dan integrasi (penyatuan unsur-unsur kebudayaan yang saling bertemu untuk

kemudian menghasilkan kebudayaan baru). Serta dimensi interaksional mengacu

pada perubahan hubungan sosial dalam masyarakat seperti perubahan frekuensi

dalam berinteraksi, jarak sosial, perantara interaksi, aturan dan pola-pola interaksi,

serta perubahan bentuk interaksinya. (Martono, 2011:6-8).

Warisan pengetahuan berupa nilai-nilai yang dipelihara dan dijunjung oleh

kelompok masyarakat Suku Anak Dalam pada hakekatnya berhubungan dengan

cara-cara pemahaman dan praktik-praktik sosial dalam berhadapan dengan

lingkungannya. Nilai-nilai yang melekat pada masyarakat Suku Anak Dalam

dapat dilihat dalam berbagai aspek baik sosial, ekonomi, politik maupun budaya.

Aspek sosial budaya sebagai warisan nenek moyang Suku Anak Dalam

dapat dilihat dari bahasa yang digunakan, rumah tempat tinggal, peralatan rumah

tangga, kepercayaan yang dianut, pakaian yang dikenakan dan makanan yang

dikonsumsi. Beberapa sub-bagian sosial budaya tersebut akan tampak jelas

bertransformasi dari bentuk awal ke bentuk saat ini.

Berikut hasil wawancara dari informan yang akan dipaparkan sebagai

berikut yaitu oleh Bapak Uha yaitu:

“…Kalo di bahaso kami bahasa Suku Anak Dalam,


bahasonyo tu warisan nenek moyong kito dari padang
sano. Tapi kini, lah dak banyak paham bahaso tu, kami be
dak do banyak lagi paham bahaso tu. bahaso kini
melayulah. Rumah kami dulu yo dak cam kini, dulu tu dari
batang kayu tu bentuk pondok. Nah, kalo di agama kami
baru kini islam, dulu tu dak ado agama percayo ke nenek
moyang kami. dulu tu dihutan tu dak bebaju kami, dari
kain panjang tutup auratnyo. Makanan kami dulu umbi-
umbian tu, babi, labi, ayam utan, pokoknyo apo yang kami
dapat dihutan tu makanlah.

84

Universitas Sumatera Utara


(kalau dibahasa kami bahasa Suku Anak Dalam,
bahasanya itu warisan nenek moyang dari padang sana.
Tapi sekarang, sudah tidak banyak yang memahami
bahasa itu, kami saja sudah tidak banyak lagi mengerti
kalau sekarang bahasa kami lebih kemelayu. Rumah kami
dulu tidak seperti sekarang, dulu dari batang kayu
dibentuk jadi pondok. Kalau diagama, kami baru sekarang
islam, dulu masih percaya kepada nenek moyang kami.
kalau dihutan dulu kami tidak berpakaian, hanya kain
panjang saja digunakan menutup aurat. Makanan kami
dulu umbi-umbian, babi, labi, ayam hutan, pokoknya apa
yang didapat dari hutan itu kami makan).” (Wawancara, 8
Agustus 2018)

Pernyataan dari informan berikut dijelaskan kembali oleh Bapak Sril

selaku wakil Temenggung yang mengatakan bahwa :

“…bahaso dikami bahaso Suku Anak Dalam tu lagi kini


ko besak di tebo ni, bahaso lah melayulah. Rumah kami
dulu tu bentuk kayu tu, atap daun, lantainyo tu kayu-kayu
disusun. Kalo nak alat kami dulu tu sedikitlah tombak,
piso, parang ado memang tapi dak banyak macam kini.
Leluhur kami yang kami percaya dulu tu. dak bepakain
kami tutup barang tulah, betino jugo cuman bawah tu
ditutup atas tebukalah. Makanan dulu ubi, buah jengkol,
petai, macam babi, biawak, labi.

(bahasa kami adalah bahasa Suku Anak Dalam namun


karena besar di lingkungan tebo kami berbahasa melayu.
Rumah kami terbentuk dari kayu, atapnya dari daun, dan
lantainya dari kayu yang disusun. Kalau alat-alat kami
dulu tombak, pisau, parang adalah tapi tidak banyak
seperti sekarang. Kepercayaan kami dulu kepada leluhur.
Untuk pakaian tidak kami gunakan hanya alat vital saja
yang kami tutup, untuk perempuan juga hanya bawahan
yang ditutup atasnya terbuka. Kalo makanan kami ubi,
jengkol, petai, babi, biawak, labi).” (Wawancara, 9
Agustus 2018).

Bapak Rokan Harahap selaku warga masyarakat yang sudah mengenal

jauh Suku Anak Dalam selama belasan tahun. Ia mengatakan bahwa:


85

Universitas Sumatera Utara


“…kalau mereka itu, dahulunya berpakaian seadanya ya
maksudnya hanya bagian-bagian tertentu saja. Kehidupan
mereka juga dihutan dengan pondok yang beratap daun
ataupun terpal menjadi rumah mereka. hidup mereka juga
tertutup saat itu sangat sulit berkomunikasi dengan warga
luar dan untuk adat istiadatnya dahulu sangat kental
dengan ditegakkannya hukuman jika melanggar adat.
Hukumannya yang paling sering di temui adalah
membayar denda berupa kain panjang tergantung
keputusan dari kepala adat. (Wawancara, 10 Agustus
2018).

Sesungguhnya kearifan lokal Suku Anak Dalam adalah kental dengan adat

istiadat yang telah terwariskan oleh nenek moyang mereka. Dari pernyataan ketiga

informan diatas masing-masing menggambarkan bahwa Suku Anak Dalam

memiliki bahasa sendiri yaitu bahasa Suku Anak Dalam yang menurut informasi

yang peneliti dapatkan berbau bahasa padang karena asal usul nenek moyang

mereka dari Kubu Kerambi Padang Sumatera Barat.

Pada umumnya rumah mereka berbentuk pondok yang dalam bahasa

mereka di sebut “sasudungon” dengan bahan dasar kayu bulat yang disejajarkan

dan di tegakkan membentuk pondok yang diberi atap daun-daunan dan dilantaikan

dengan kayu disusun rapi. Peralatan rumah tangga mereka mengenal pisau,

parang, tombak dan panah, yang merupakan alat untuk berburu bagi mereka.

Kepercayaan mereka belum mengenal agama hanya kepercayaan kepada leluhur

dan dewa-dewa.

Dalam hal berpakaian baik wanita maupun laki-laki pada saat itu belum

mengenakan pakaian yang dikenakan saat itu hanya kain panjang untuk menutupi

kemaluan masing-masing. Dalam hal makanan, Suku Anak Dalam memakan

segala macam jenis hewan hasil buruan dan berbagai jenis buah yang dapat

dikonsumsi dari hasil hutan. Hal tersebut bagi Suku Anak Dalam pada saat itu

86

Universitas Sumatera Utara


masih berlaku karena lingkungan mereka masih dihutan yang bersifat homogen.

Dengan keadaan sedemikian rupa interaksi dengan suku luar sangat terbatas

sehingga belum mengalami proses transformasi.

Kebudayaan Suku Anak Dalam tersebut lambat laun mengalami

transformasi. Transformasi budaya Suku Anak Dalam juga merupakan realitas

yang menggambarkan bahwa perubahan itu mencakup perubahan dalam sosial

budayanya. Perubahan ini mempengaruhi kehidupan Suku Anak Dalam yang

sebelumnya hanya memiliki peradaban sendiri namun belakangan ini, mulai

membaur dengan masyarakat luar sekaligus menjalin interaksi secara intens.

Masyarakat mengalami proses interaksi dengan masyarakat luar sehingga

menciptakan suatu hubungan yang baik. Dalam konsep interaksi masyarakat,

tentu akan menciptakan seperangkat nilai dan pengetahuan yang dipelihara secara

bersama oleh individu, kelompok ataupun masyarakat tersebut. Semua interaksi

didalam masyarakat mempengaruhi berbagai faktor yaitu, faktor imitasi, faktor

sugesti, faktor identifikasi dan faktor simpati. Keseluruhan faktor tersebut

merupakan realitas yang mempengaruhi tindakan keseluruhan anggota masyarakat

dalam kehidupan sosialnya.

Interaksi dengan masyarakat luar memberikan pengetahuan baru dan juga

membawa kehidupan masyarakat Suku Anak Dalam menjadi lebih terbuka dalam

berbagai bidang. Bidang sosial adalah yang paling tampak dalam menggambarkan

bentuk transformasi kearifan lokal Suku Anak Dalam. Berikut adalah hasil

wawancara dari keseluruhan informan tentang hal yang berubah dari kehidupan

sebelumya yang disampaikan oelh Bapak Uha yaitu:

87

Universitas Sumatera Utara


“…Kini becakap kami pakek bahaso melayu mako adek
paham, bahaso Suku Anak Dalam tu lah dak banyak urang
paham. Rumah macam inilah. Kalo agama lah islam kami.
makan kami kini beras samo laok kito tu apo yang adolah.
Kalo kini alat-alat betani ado, masak ado nak mandi jugo
ado sumur tu. kami ni kini lah ikut pemilihan DPR lah 2
ekok, Bupati samo Gubernur jugo. Kalo kerjo kami
petanilah skarang ni, betani dilahan orang, ladang dewek
jugo walaupun ladang dewek ni masih sikitlah buahnyo
nyo baru tigo taun ni baru buah pasir pulak.

(Sekarang bahasa kami sudah bahasa melayu itu sebabnya


adek mengertikan, bahasa Suku Anak Dalam sudah tidak
banyak orang memahaminya. Kalau agama kami sekarang
merata islam. Makan kita nasi dengan ikan apa yang ada.
Kalau alat bertani ada, alat masak ada, dan kamar mandi
pun ada. Kami sekarang ini sudah ikut pemilihan DPR dua
kali, Bupati dan Gubernur. Untuk pekerjaan kami sebagai
petani sekarang ini, bertani dilahan sendiri maupun
dilahan orang lain. Ladang sendiri masih sedikit sekali
penghasilannya Karena masih berumur tiga tahun dimana
buah yang dihasilkan masih buah pasir).”

Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Suku Anak Dalam memiliki ciri

khas dalam bahasa yaitu bahasa Suku Anak Dalam yang condong ke dalam

bahasa Minang. Namun sekarang bahasa tersebut sudah hampir hilang

dikarenakan interaksi sosial masyarakat, menikah dengan orang diluar suku

tersebut. Dulunya Suku Anak Dalam percaya kepada dewa, dewi atau bisa

dikatakan tidak mengenal agama, akan tetapi sekarang Suku Anak Dalam sudah

menganut agama Islam. Suku Anak Dalam sudah memiliki tempat tinggal dan

lengkap dengan kamar mandi, alat memasak dan juga pralatan rumah tangga

lainya. Suku Anak Dalam juga sudah terlibat dalam pemilihan anggota DPR,

bupati dan gubernur. Masyarakat Suku Anak Dalam mayoritas bekerja sebagai

88

Universitas Sumatera Utara


petani, mereka menanam sawit dan karet dan banyak juga sebagai buruh tani

diladang orang.

Masyarakat Suku Anak Dalam sudah memeluk agama Islam dan sudah

memiliki tempat tinggal yang disedikan oleh pemerintah kepada mereka. Dalam

rumah mereka juga sudah ada fasilitas seperti kamar mandi, dapur dan juga alat-

alat bertani lainya. Masyarakat suku anak dalam sudah makan nasi, sayur dan lauk

pauk, tidak seperti dulu mereka memakan umbi-umbian seperti. Masyarakat suku

anak dalam sudah mulai membuka diri dengan lingkungan sekitar seperti sudah

mulai mengijinkan anaknya menempuh dunia pendidikan. Masyarakat suku Anak

dalam juga sudah mulai mulai menggunakan alat-alat seperti cangkul, arit, babat

untuk membersihkan lahan pertanian mereka. Saat ini masyarakat suku anak

dalam sudah mulai menggunakan alat transportasi untuk berpergian seperti motor,

tidak seperti dulu mereka harus menempuh perjalanan dengan berjalan kaki.

Masyarakat suku anak dalam mayoritas memeluk agama islam. Dengan

adanya kepercayaan terhadap agama masyarakat Suku Anak Dalam sudah mulai

mengikuti aturan agama. Ketika meninggal dunia mereka mengubur jasad tersebut

berbeda dengan sebelum mengenal agama, ketika ada yang meninggal mereka

menggap itu suatu bala dan meninggalkan tempat tersebut, tanpa di kubur hanya

diletakkan saja dipondok khusus untuk orang meninggal. Mereka sebagian besar

berkerja sebagai petani dan juga sebagai buruh tani di perkebunan milik

perusahaan yang ada didekat tempat tinggal mereka. Saat ini masyarakat suku

anak dalam sudah mulai meninggalkan umbi-umbian sebagai makanan pokok

digantikan dengan nasi. Mereka membeli kebutuhan pokok di pasar tidak seperti

dulu harus berburu berhari-hari.


89

Universitas Sumatera Utara


Suku Anak Dalam yang menetap dikawasan Desa Muara Kilis ini sudah

mengalami transformasi dalam pola pikir, tindakan, dan kesehariannya. Ini

merupakan bentuk proses sosial yang terjadi pada individu dalam masyarakat itu

sendiri. Bentuk perubahan yang terjadi pada masyarakat Suku Anak Dalam

berupa eksistensi kaum perempuan muda di lingkungannya dengan make-up di

wajah berupa lipstik, anting, kalung dan jenis pakaian yang terbaik. Selain itu,

Suku Anak Dalam disini tidak lagi gagap dengan teknologi, bahkan mereka sangat

mahir menggunakannya. Hal ini tampak dalam penggunaan smartphone

touchscreen, para bola sekaligus televisi dan sepeda motor. Produk-produk

teknologi ini sudah menjadi bagian dari kehidupan mereka, artinya disini Suku

Anak Dalam mengalami transformasi pada aspek pengetahuan dan sosial budaya.

Berikut beberapa pernyataan dari beberapa informan penelitian yang akan

disajikan dengan tabel hasil wawancara yaitu sebagai berikut:

Tabel 4.14
Tabel Hasil Wawancara

No. Nama Informan Hasil Wawancara

1. Bapak Uha (Sekarang bahasa kami sudah bahasa melayu


itu sebabnya adek mengertikan, bahasa Suku
Anak Dalam sudah tidak banyak orang
memahaminya. Kalau agama kami sekarang
merata islam. Makan kita nasi dengan ikan apa
yang ada. Kalau alat bertani ada, alat masak
ada, dan kamar mandi pun ada. Kami sekarang
ini sudah ikut pemilihan DPR dua kali, Bupati
dan Gubernur. Untuk pekerjaan kami sebagai
petani sekarang ini, bertani dilahan sendiri
maupun dilahan orang lain. Ladang sendiri
masih sedikit sekali penghasilannya Karena
masih berumur tiga tahun dimana buah yang
dihasilkan masih buah pasir).”

90

Universitas Sumatera Utara


2. Bapak Karim (Bahasa sama dengan kamilah. Rumah ada.
Agama kami islam sama anak juga. Makanan
ya nasi. Cangkul ada, dodos, kalau bertani
lengkap. hal baru pada kami sekarang sudah
tau bekerja tidak seperti dulu hanya mengambil
hasil hutan saja seperti berburu, mengambil
rotan, petai, balam dan jerenang. Sekarang
hanya sawit dan karet yang dikerjakan).”

3. Ibu Lena (suami saya berkerja, dia bekerja di lahan


orang menyemprot, menerbas, dan memanen.
Kalau saya sendiri mengurus anak, rumah dan
lahan di belakang rumah ini. Kerjaan dilahan
ini, bersih-bersih, cabut rumput dan memupuk,
sedangkan untuk memanen itu suami saya).”

4. Ibu Meranting (Bahasa kami melayu, kalau dulu iya bahasa


Suku Anak Dalam. Kami memiliki rumah.
Agama Islam. Makanan nasi. Piring, gelas,
sendok ada. kami sekarang bisa dilihat tinggal
dengan warga yang bukan Suku Anak Dalam
tidak seperti saat dihutan. Hidup kami nyaman
tidak lagi kena angin saat tidur sudah ada
tempat tidur. Hanya yang kurang disini
pemenuhan ekonomi saja).”

5. Bapak Gabuk (Bahasa melayu. Tinggal dirumah sendiri.


Agama islam. Makanan nasi. Alat
perlengkapan kerja ada. Kalau kami sekarang
bertani. Kadang kerjanya sama kawan, kadang
sama istri tergantung luas lahan tersebut. Kami
di Desa Muara Kilis ini sudah tidak lagi sama
dengan yang dihutan sana itu. Kami sudah
maju, sudah memiliki rumah, ingin jalan-jalan
ada motor, ingin menghubungi saudara ada
heandphone. Itulah kami sekarang).”

6. Bapak Lenggang (Memiliki rumah. Agama islam. Makanan nasi.


Alat perlengkapan tani ada. Kalau dibahasa
kami tidak lagi sama dengan orang-orang tua
kami dulu. Sudah lama menetap ditebo in jadi
bahasa pun sama dengan melayu. Kalau
perbedaan kondisi dengan dihutan dulu ya,
sekarang sudah ada jalan mau pergi
kemanapun jadi mudah. Kalau dulu dihutan,
menyebarngi sungai, naik bukit, masuk lembah
bisa berhari-hari).”
91

Universitas Sumatera Utara


7. Bapak Buyung (Bahasa sama dengan orang disini. Memiliki
rumah. Agama islam. Makanan pokok nasi.
Alat perlengkapan tani ada. Kalau kami
sekarang tidak lagi takut dengan masyarakat
disini. Kami menganggap sebagai keluarga.
Buktinya kalau ada perkumpulan, sunatan,
hingga acara nikahan kami dating diundang).”

8. Bapak Sril (Kami ini sekarang sama kehidupan kami


dengan suku batak dan jawa disini. Kami tidak
lagi “manda” (berarti menjajaki hutan untuk
mengumpulkan makanan bisa sampai berhari-
hari), seperti di hutan dulu. Kalau agama, kami
rata-rata sudah islam karena orang tua kami
sudah islam. Untuk syolat dilakukan bagi yang
tidak nakal. Kalau sekarang jika ada yang
meninggal tidak sama lagi dengan yang dulu,
kalau dulu yang meninggal diletakkan di
pondok sedangkan sekarang sudah dikubur.
Gali kuburnya pakai cangkul pekerjanya dua
orang saja sudah mampu itu tinggal di upahkan
rokok sebentar saja siap. Untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari kami bertani dan
menjadi buruh untuk alat-alatnya kami miliki.
Kalau untuk mandi, memang dulu itu kami
tidak peduli dengan kebersihan kalu sekarang
sudah memperhatikan kebersihan dengan
mandi 3 kali sehari disumur belakang rumah).”

9. Bapak Kulup (Bahasa rata-rata melayu disini. Rumah ada.


Agama islam. Makanan pokok nasi. Alat tani
ada. Kalau kami membeli barang dipasar.
Pasar sudah ada dan dekat senin selasa ada
pasar. Kalau barang dijual mahal ya ditawar
kalu tidak mau pindah dengan yang bisa
ditawar).”

10. Bapak Jaek (Bahas kami melayu, memiliki rumah, agama


islam, makanan pokok nasi, alat rumah tangga
ada lah. kami sebenarnya sama dengan Suku
Anak Dalam yang menetap di bukit 12 sana.
Sudah terbuka orangnya, tapi itulah mereka
lebih dominan dibantu pemerintah, dibiayai
sekolah anak-anak mereka hingga sudah ada
yang jadi guru dan tentara. Kalau kami disini
kurang dibantu pemerintah).”

92

Universitas Sumatera Utara


11. Bapak Rokan Harahap “…Suku Anak Dalam di desa ini sudah terbuka
orang-orangnya. Kehidupan mereka sudah mau
berbaur dengan kita masyarakat yang bukan
dari suku mereka. untuk pemikiran saya pikir
sudah maju karena mereka sudah tidak lagi
hidup seperti dihutan. Dan untuk para anak
perempuannya, sudah berdandan, pakai lipstik,
pakai aksesoris di badan mereka itu keliahatan
saat ada kondangan nikahan warga disini.”

12. Bapak Salim Harahap “…untuk kehidupan Suku Anak Dalam kalau
diperhatikan sudah serupa denga kita-kita
disini. Mereka sudah maju dengan
menggunakan kendaraan motor, hp, dan untuk
pakaian sudah berpakaian layaknya kita-kita
hingga sudah sulit mengenali mereka Suku
Anak Dalam atau tidak.”
Keseluruhan informasi yang didapat dari informan diketahui bahwa sudah

jelas mereka mengalami transformasi kearifan lokal yang di pengaruhi oleh

perkembangan pola pikir mereka akan kehidupannya. Perubahan pola pikir

membawa mereka kepada suatu aksi yang tidak lagi berdasar akan adat istiadat

mereka, melainkan dengan tata nilai yang berlaku di tempat mereka tinggal.

Perubahan pola pikir membawa masyarakat kepada kehidupan yang modern

dimana adat istiadat sebelumnya tidak menjadi basis dalam bertindak.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap seluruh responden tersebut, dapat

diketahui bahwa Suku Anak Dalam benar-benar mengalami transformasi sosial.

Bentuknya dapat terlihat dari transformasi akan secara rinci peneliti paparkan

kedalam bentuk tabel sebagai berikut:

Tabel 4.15
Tabel Analisis Transformasi Sosial Suku Anak Dalam

Kategori Masyarakat Suku Anak Masyarakat Suku Anak


Dalam menetap di Desa Dalam menetap di
Muara Kilis hutan
1. Tempat Tinggal Desa Hutan
93

Universitas Sumatera Utara


2. Kelompok Kelompok besar dan Kelompok kecil dan
bersifat heterogen bersifat homogeny
3. Lahan Lahan sawit atau karet Tidak ada
seluas 2 hektar (ha)
4. Rumah Bangunan rumah Pondok
permanen
5. Mata Pencaharian Bertani dan Buruh tani Berburu dan meramu
6. Kepercayaan Beragama Islam Animisme dan
dinamisme
7. Interaksi Sosial Terbuka Tertutup
8. Pemimpin Kepala Desa, Kepala Temenggung, Depati,
Kelompok Dusun, RT, Temenggung Mangku, Menti, dan
dan Wakil Temenggung Debalang Menti
9. Bahasa Melayu Suku Anak Dalam
10. Pemenuhan Kompleks Resisten
Kebutuhan
11. Pemilihan Umum Berpartisipasi Tidak mengenal dan tidak
memberikan hak suara ikut berpartisipasi
12. Penggunaan Sepeda Motor, Televisi Tidak Mengenal
Teknologi dan Hp (heandphone) teknologi
Sumaber: Data di olah sendiri

Berdasarkan tabel analisis perbandingan antara Suku Anak Dalam yang

sudah menetap di Desa Muara Kilis dengan Suku Anak Dalam menetap di hutan

dapat dinarasikan dari beberapa kategori yang menjadi alat analisisnya. Dalam

kategori tempat tinggal, Suku Anak Dalam yang menetap di Desa Muara Kilis

sudah menetap pada kawasan desa, sedangkan Suku Anak Dalam yang masih

tinggal di hutan menetap dikawasan hutan. Dalam kategori kelompok, Suku Anak

Dalam yang menetap di Desa Muara Kilis memiliki kelompok yang besar dan

bersifat heterogen, sedangkan Suku Anak Dalam yang menetap di hutan

cenderung memiliki kelompok kecil dan bersifat homogen.

Dalam kategori lahan, Suku Anak Dalam yang menetap di Desa Muara

Kilis memiliki lawan sawit atau karet seluas 2 hektar (ha) per kepala keluarga,
94

Universitas Sumatera Utara


sedangkan Suku Anak Dalam yang menetap dihutan tidak memiliki lahan. Dalam

kategori rumah yang menjadi tempat tinggal, Suku Anak Dalam di Desa Muara

Kilis sudah memiliki bangunan rumah permanen, sedangkan Suku Anak Dalam

yang menetap di hutan memiliki pondok. Dalam kategori mata pencaharian, Suku

Anak Dalam yang mentap di Desa Muara Kilis bekerja sebagai petani dan buruh

tani, sedangkan Suku Anak Dalam yang menetap di hutan berburu dan meramu.

Dalam kategori kepercayaan, Suku Anak Dalam di Desa Muara Kilis telah

beragama islam, sedangkan Suku Anak Dalam yang di hutan mengenal konsep

animisme dan dinamisme. Dalam kategori interaksi sosial, Suku Anak Dalam di

Desa Muara Kilis bersifat terbuka, sedangkan Suku Anak Dalam yang menetap di

hutan cenderung tertutup.

Dalam kategori pemimpin kelompok, Suku Anak Dalam di Desa Muara

Kilis di pimpin Kepala Desa, Kepala Dusun, RT, Temenggung dan Wakil

Temenggung (kepala adat). Sedangkan Suku Anak Dalam di hutan di pimpin oleh

Temenggung, Depati, Mangku, Menti dan Debalang Menti. Dalam kategori

bahasa, Suku Anak Dalam di Desa Muara Kilis berkomunikasi dengan bahasa

melayu, sedangkan Suku Anak Dalam saat masih dihutan cenderung

menggunakan bahasa Suku Anak Dalam. Dalam pemenuhan kebutuhannya saat

masih di hutan Suku Anak Dalam hanya mengenal sistem pemenuhan kebutuhan

resisten yang artinya hanya memenuhi kebutuhan yang paling mendasar bagi

kehidupan mereka sehari-hari, jauh berbeda dengan Suku Anak Dalam yang

menetap di Desa Muara Kilis yang dalam pemenuhan kebutuhannya bersifat

kompleks. Pemenuhan kebutuhan bersifat kompleks menggambarkan bahwa Suku

95

Universitas Sumatera Utara


Anak Dalam tidak lagi hanya memenuhi kebutuhan dasar melainkan kebutuhan

secara keselurahan baik primer, sekunder, dan tersier.

Berdasarkan Konsep Himes dan Moore, yang mengkategorikan

transformasi sosial terbagi atas tiga dimensi yaitu struktural, kultural dan

interaksional sebagai acuan peneliti dalam membahas transformasi sosial Suku

Anak Dalam, maka dapat dilihat secara mendalam analisis transformasi sosial

Suku Anak Dalam sebagai berikut:

1. Dimensi Struktural

Transformasi sosial berdasarkan dimensi struktural menyangkut pada perubahan

stuktur, fungsi dan peranan. Berkaitan dengan kondisi dilapangan bahwa sejalan

dengan konsep Himes dan Moore perubahan struktur pada Suku Anak Dalam

terjadi pada struktur geografis tempat tinggal. Suku Anak Dalam di Desa Muara

Kilis sebelumnya menetap dan memenuhi kebutuhan sehari-hari dihutan. Hutan

sebagai rumah dan sumber penghidupan bagi Suku Anak Dalam. “Kami beranak

pinak dalam rimbo, makan sirih, berburu, dan meramu obat alam” (kami hidup

didalam hutan, makan sirih, berburu dan meramu obat herbal) merupakan slogan

Suku Anak Dalam. Berburu, meramu dan hidup nomaden adalah warisan nenek

moyang Suku Anak Dalam yang tidak di terapkan setelah menetap di Desa Muara

Kilis. Suku Anak Dalam di desa ini, tinggal menetap di dalam bangunan rumah

permanen dan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari bekerja sebagai petani

sawit ataupun karet.

Transformasi pada dimensi stuktural juga terjadi pada fungsi dan peran

Temenggung (kepala suku). Temenggung bukan lagi sebagai pemimpin tertinggi,

96

Universitas Sumatera Utara


melainkan pemimpin tertinggi adalah pemimpin yang bersifat formal seperti

camat, kepala desa, ketua rw, dan ketua rt. Sedangkan fungsi temenggung pada

awalnya adalah sebagai kepala adat berganti dengan posisi wakil temenggung

menjadi kepala adat. Sebagai contoh, fungsi dan peran temenggung dalam adat

pernikahan Suku Anak Dalam saat menetap di hutan. temenggung adalah sebagai

penghulu yang merestui kedua memepelai. Namun saat ini peran itu tidak lagi di

lakukan sebab seiring dengan dikukuhkannya agama Islam bagi Suku Anak

Dalam di Desa Muara Kilis, prosesi pernikahan sesuai dengan aturan agama.

2. Dimensi Kultur

Berkaitan dengan konsep pada dimensi kultural, yang terjadi dilapangan

juga sejalan dengan konsep Himes dan Moore bahwa Suku Anak Dalam

mengalami perubahan pada pakaian dan bahasa. Suku Anak Dalam yang

merupakan suku terasing dan sangat kental budayanya dapat dilihat dengan cara

berpakaian dan berbahasa. Dalam berpakaian Suku Anak Dalam saat masih

menetap dihutan hanya menutup aurat masing-masing pada bagian vital saja.

Bagian-bagian tersebut ditutupi oleh daun-daunan, kulit kayu ataupun kain

panjang. Dalam bahasa, Suku Anak Dalam di Desa Muara Kilis merupakan

keturunan nenek moyang berdarah minang. Dan dalam penggunaan bahasa, Suku

Anak Dalam sendiri mengakui memiliki bahasa sendiri yaitu bahasa Suku Anak

Dalam. Namun balakangan ini, bahasa Suku Anak Dalam sudah mengalami

peleburan sehingga banyak dari anggota Suku Anak Dalam terutama di Desa

Muara Kilis tidak mengerti lagi, ditambah saat ini Suku Anak Dalam di desa ini

sudah menggunakan bahasa melayu dalam menjalin komunikasi.

97

Universitas Sumatera Utara


Perubahan kultural Suku Anak Dalam pada tempat tinggal mempengaruhi

perubahan sumber mata pencaharian. Menetap di kawasan Desa Muara Kilis

mendorong Suku Anak Dalam untuk memenuhi kebutuhan keseharian

keluarganya dengan bertani. Selain bekerja untuk lahan sendiri, Suku Anak Dalam

juga harus menjadi butuh tani di lahan milik orang lain. Sebab, saat ini lahan Suku

Anak Dalam yang rata-rata luasnya 2 hektar masih berbuah pasir. Buah pasir

adalah buah kelapa sawit yang masih berumur satu sampai tiga tahun. Buah pasir

kelapa sawit memiliki harga jual yang murah sehingga Suku Anak Dalam

memilih untuk menjadi buruh tani diladang orang lain dengan mengerjakan

pembersihan lahan sawit berupa penerbasan dan penyemprotan kemudian

mengerjakan pemupukan dan panen. Setiap kategori kerja memiliki harga

berbeda-beda setiap hektarnya.

Selanjutnya, transformasi kultural pada alat-alat rumah tangga dan

teknologi. Suku Anak Dalam di Desa Muara Kilis saat ini sudah banyak

mengalami kemajuan dalam aspek penggunaan alat-alat rumah tangga dan

teknologi. Pada penggunaan alat-alat rumah tangga, Suku Anak Dalam sudah

mengenal berbagai alat masak berupa tungku api, kuali, termos, dandang, sendok

dan piring. Alat bertani berupa cangkul, dodos, parang, dan gancu. Alat

perlengkapan rumah tangga berupa kasur, tikar, meja dan bangku. Sedangkan

pada penggunaan teknologi, Suku Anak Dalam sudah menggunakan sepeda motor

sebagai kendaraan berkerja maupun bersilahturahmi, Hp (heandphone) sebagai

alat berkomunikasi, Televisi dengan parabola sebagai saluran menonton dan

penyimpan daya tenaga surya sebagai penyalur sumber listrik.

98

Universitas Sumatera Utara


3. Dimensi Interaksional

Dimensi interaksional, yang terjadi dilapangan juga sejalan dengan konsep

Himes dan Moore bahwa Suku Anak Dalam mengalami perubahan dari jenis

interaksi tertutup yang terjalin pada kelompok Suku Anak Dalam sendiri

(homogen) menjadi jenis interaksi terbuka pada kelompok masyarakat yang

bermacam-macam suku (heterogen). Jalinan interaksi yang berubah dari yang

awalnya bersifat tertutup akibat kelompok suku anak dalam yang menetap dihutan

dengan sifat kelompoknya homogen. Transformasi yang terjadi menjadikan Suku

Anak Dalam di Desa Muara Kilis harus beradaptasi dalam menjalin interaksi

dengan masyarakat lain. Transformasi Suku Anak Dalam dapat di lihat pada

jalinan interaksi dalam pengenalan penenaman, perawatan dan panen kelapa sawit

ataupun karet. Suku Anak Dalam yang mulanya tidak mengenal sistem

penanaman, perawatan dan panen kelapa sawit ataupun karet belajar dengan

masyarakat lainnya untuk menambah pengetahuan dan pemecahan masalah-

masalah pada kelapa sawit ataupun karet.

Selain itu, Suku Anak Dalam juga menjalin interaksi secara intens dengan

masyarakat lainnya ketika melakukan transaksi jual beli dipasar. Pada transaksi

penjualan, Suku Anak Dalam datang menawarkan hasil panen dari kebun milik

mereka sendiri baik itu sayur-sayuran maupun buah-buahan. Dalam transaksi

pembelian, Suku Anak Dalam menjalain interaksi dengan penjual dengan

membeli berbagai kebutuhan keluarga berupa bahan pangan, pakaian ataupun

kebutuhan lainnya.

99

Universitas Sumatera Utara


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Suku Anak Dalam di Desa Muara Kilis adalah Suku Anak Dalam yang

telah mengalami proses rasionalitas dan transformasi sosial. Rasionalitas Suku

Anak Dalam di Desa Muara Kilis sejalan dengan tipe rasionalitas instrumental

Max Weber yang memandang hutan yang menjadi rumah dan sumber

penghidupan tidak akan lagi mampu mencukupi, sehingga mengubah cara

pandang mereka untuk mencari jalan keluar. Pilihan untuk meninggalkan hutan

merupakan hasil dari pertimbangan secara rasional. Pertimbangan itu menyangkut

bagimana kedepannya kehidupan individu tersebut demi mempebaiki kondisi

kehidupan, mengurangi ketidakpastian hidup dan kepastian pemenuhan

kebutuhan. Selain pertimbangan tersebut juga ketersediaan bantuan pemerintah

berupa lahan dan rumah sebagai aset bagi Suku Anak Dalam menjadi faktor

pendorong rasionalitas terjadi pada masyarakat.

Sedangkan Transformasi sosial Suku Anak Dalam di Desa Muara Kilis

menyangkut pada tiga aspek yaitu struktural, kultural dan interaksional sesuai

konsep Himes dan Moore. Pada aspek struktural, transformasi Suku Anak Dalam

menyangkut pada perubahan stuktur geografis tempat tinggal, dan perubahan

fungsi dan peranan temenggung. Pada aspek kultural, mengalami transformasi

pada tempat tinggal, cara berpakaian, sumber mata pencaharian, alat-alat rumah

tangga, teknologi dan bahasa. Dan pada aspek interaksional, terjadi transformasi

100

Universitas Sumatera Utara


interaksi Suku Anak Dalam menjadi terbuka sebagai akibat hidup berdampingan

dengan masyarakat yang bersifat heterogen.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka peneliti mencoba

merekomendasikan saran yang mungkin dapat menjadi pertimbangan bagi para

aparatur pemerintahan baik ditingkat desa, kecamatan maupun kabupaten dan

propinsi, yaitu perlunya meningkatkan perhatian terhadap Suku Anak Dalam

lewat pembangunan fasilitas berupa bangunan fisik, pembangunan bersifat mental

lewat pemberdayaan dan menjamin pendidikan bagi anak-anak Suku Anak

Dalam. Sehingga, melalui pembangunan fasilitas dan pemberdayaan mampu

meningkatkan kesejahteraan Suku Anak Dalam dan sekaligus memperbaiki

kondisi sosial dan budaya mereka.

101

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Azizah, Zulfa.2015. “Sejarah Asal Usul dan Kebudayaan Suku Anak Dalam

(Suku Kubu).”http://dunia-kesenian.blogspot.com/2015/02/sejarah-asal-

usul-dan-kebudayaan-suku-kubu.html. diakses tanggal 2 juni 2018.

Badan Pusat Statistik Propinsi Jambi. 2010. (BPS Jambi Profil Suku Anak

Dalam).

Badan Pusat Statistik Propinsi Jambi. 2017. (Kecamatan Tengah Ilir Dalam

Angka).

Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan

Publik dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana.

Cohen, Bruce J. 1992. Sosiologi Suatu Pengantar.Jakarta: Rineka Cipta.

Damsar dan Indrayani. 2016. Pengantar Sosiologi Pedesaan. Jakarta: Kencana.

Gunawan, Hanifah. 2012. “Analisis Perubahan Sosial Budaya Masyarakat Desa

Cihindeung Sebagai Desa Wisata.” Jurnal Studi Sosiologi. Vol.5, No.2.

Henslin, James M. 2006. Sosiologi Dengan Pendekatan Membumi.Jakarta:

Erlangga.

Irjayansyah.2018.”Pengertian Transformasi Sosial.” Yogya: Universitas Gadjah

Mada. Hal 1-4.

Iskandar, Johan. 2014. Manusia Dan Lingkungan Dengan Berbagai

Perubahannya. Yogyakarta: Graha Ilmu.

102

Universitas Sumatera Utara


Jauhari, Budhi Vrihaspath.2012. “Jejak Peradaban Suku Anak Dalam.” Bangko:

Lembaga Swadaya Masyarakat Kelompok Suku Anak Dalam. hal. 15-17.

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Martono, Nanang. 2012. Sosiologi Perubahan Sosial Perspektif Klasik, Modern,

Postmodern, dan Paskolonial. Jakarta: Rajagrafindo Parsada.

Marisan, Apolos. 2013. “Dinamika interaksi sosial Dan integrasi Budaya antara

komunitas migran dan lokal Di Distrik Wanggar kabupaten nabire

Provinsi Papua.” Jurnal Sosiologi, hlm 4-7.

Moelong, Lexy. 2006: Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja

rosdakarya.

Nasikun. 1993. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Indonesia.

Nurharyanto, Puji. 2012. “Transformasi Nilai-Nilai Kearifan Lokal Masyarakat

Adat CIreundeu”. Jurnal Sosiologi FPIPS UPI, hlm 2-4.

Radjab, Mansyur. 2014.“Analisis Model Tindakan Rasional Pada Proses

Transformasi Komunitas Petani Rumput Laut Di Kelurahan Pabiringga

Kabupaten Jeneponto.” Jurnal Sosial Universitas Hasanuddin, hal:18-27.

Volume XV April 2014.

R, Soeprapto, dkk. 1992. Dinamika Masyarakat dan Pembangunan. Jakarta:

Pustaka Sinar Harapan.

Ritzer, George. 2013. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta:

PT RajaGrafindo Parsada.

103

Universitas Sumatera Utara


Ritzer, George. 2015. Teori Sosiologi Modern.Jakarta: Kencana.

Salam, Aprianus. 2006. “Perubahan Sosial dan Pertanyaan Tentang Kearifan

Lokal.” Jurnal FIB UGM, 25-27.

Sajogyo, Pudjiwati. 1986. Sosiologi Pedesaan. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Soedjito, S. 1987. Aspek Sosial Budaya Dalam Pembangunan

Pedesaan.Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya.

Sucipto, Sumarsono. 1999. Budaya Masyarakat Perbatasan (Studi tentang corak

dan pola sosial pada masyarkat kecamatan Legansari Propinsi Jawa

Barat). Jakarta: Cv. Bupara Nugraha.

Suyanto, Bagong dan Sutinah. 2013. Metode Penelitian Sosial Berbagai Alternatif

Pendekatan. Jakarta: Kencana.

Sztompka, Piotr. 2010. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada.

Takkiddin.2014.”Nilai-Nilai Kearifan Lokal Orang Rimba (Studi Pada Suku

Minoritas Rimba di Air Hitam Provinsi Jambi).” Jurnal Sosiologi UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, 170 Sosio Didaktika: Vol. 1, No. 2 Des 2014.

Tumanggor, Rusmin dkk. 2014. Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar. Jakarta:

Kencana.

Wirawan, Ida Bagus.2013. Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma Fakta

Sosial, Definisi Sosial dan Perilaku Sosial. Jakarta: Kencana.

104

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN PENELITIAN

Gambar 1. Proses wawancara salah satu tokoh adat Suku Anak Dalam.

Gambar 2. Proses wawancara dengan wakil temenggung sekaligus ketua adat.

105

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3. Proses wawancara dengan masyarakat Suku Anak Dalam.

Gambar 4. Proses wawancara dengan masyarakat Suku Anak Dalam.

106

Universitas Sumatera Utara


Gambar 5. Proses wawancara dengan masyarakat Suku Anak Dalam.

Gambar 6. Proses wawancara dengan informan pendukung.

107

Universitas Sumatera Utara


Gambar 7. Kantor Desa Muara Kilis.

Gambar 8. Kondisi pasar tradisional.

108

Universitas Sumatera Utara


Gambar 9. Bentuk bangunan rumah Suku Anak Dalam.

Gambar 10. Kondisi jalan dan bangunan rumah Suku Anak Dalam.

109

Universitas Sumatera Utara


Gambar 11. Bangunan Masjid bagi umat Islam di Desa Muara Kilis.

Gambar 12. Bangunan Gereja bagi umat Kristen di Desa Muara Kilis.

110

Universitas Sumatera Utara


Gambar 13. Bangunan Sekolah Dasar di Desa Muara Kilis.

Gambar 14. Bangunan POLINDES (pondok bersalin desa) di Desa Muara Kilis.

111

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai