Rasionalitas Dan Transformasi SAD
Rasionalitas Dan Transformasi SAD
SKRIPSI
Oleh :
140901039
MEDAN 2019
Suku Anak Dalam (SAD) merupakan salah satu suku yang diklasifikasikan
primitif, karena hidup jauh dari peradaban luar, mempunyai aturan atau adat sendiri dan
sangat bergantung dengan alam. Konsep primitif tersebut tidak relevan dengan Suku
Anak Dalam yang menetap di Desa Muara Kilis, Kecamatan Tengah Ilir, Kabupaten
Tebo, Propinsi Jambi, karena telah mengalami perkembangan rasionalitas dan proses
transformasi sosial. Sehingga, penelitian ini fokus membahas rasionalitas dan bentuk
transformasi sosial Suku Anak Dalamdi Desa Muara Kilis.
Metode penelitian adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan
deskriptif bertujuan menggambarkan dan meringkas realitas dilapangan secara
mendalam. Lokasi penelitian di Desa Muara Kilis, Kecamatan Tengah Ilir, Kabupaten
Tebo, Propinsi Jambi.Kriteria informan dalam penelitian ini adalah individu dengan
jenis kelamin laki-laki maupun perempuan dengan usia diatas 20 tahun, berstatus
menikah dan sudah menetap di desa Muara Kilis lebih dari 1 tahun. Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasionalitas Suku Anak Dalam di Desa
Muara Kilis yaitu, (1) Pertimbangan hutan yang menjadi rumah dan sumber
penghidupan tidak akan lagi mampu mencukupi, sehingga mengubah cara pandang
mereka untuk mencari jalan keluar. (2) Pilihan untuk meninggalkan hutan merupakan
hasil dari pertimbangan secara rasional. Pertimbangan itu menyangkut bagimana
kedepannya kehidupan individu tersebut demi mempebaiki kondisi kehidupan,
mengurangi ketidakpastian hidup dan kepastian pemenuhan kebutuhan. Selain
pertimbangan tersebut, ketersediaan bantuan pemerintah berupa lahan dan rumah
sebagai aset bagi Suku Anak Dalam menjadi faktor pendorong rasionalitas terjadi pada
masyarakat. Sedangkan Transformasi sosial Suku Anak Dalam di Desa Muara Kilis
yaitu, (1) Pada aspek struktural, transformasi Suku Anak Dalam menyangkut pada
perubahan stuktur geografis tempat tinggal, dan perubahan fungsi dan peranan
temenggung. (2) Pada aspek kultural, mengalami transformasi pada tempat tinggal, cara
berpakaian, sumber mata pencaharian, alat-alat rumah tangga, teknologi dan bahasa. (3)
Pada aspek interaksional, terjadi transformasi interaksi Suku Anak Dalam menjadi
terbuka sebagai akibat hidup ditengah masyarakat yang bersifat heterogen.
ii
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
iii
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
limpahan kasih dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi
yang berjudul “Rasionalitas Dan Transformasi Sosial Suku Anak Dalam (Studi
Deskriptif di Desa Muara Kilis, Kecamatan Tengah Ilir, Kabupaten Tebo, Propinsi
Jambi)” ini sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana dari program studi
Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Sukses
dan lancarnya penulisan skripsi ini tidak terlepas oleh bantuan dan kerjasama berbagai
pihak. Dalam penulisan skripsi ini penulis juga menyampaikan penghargaan yang tulus
dan ucapan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi
ini kepada:
1. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.sos, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
2. Ibu Dr. Harmona Daulay, S.sos, M.Si selaku Ketua Departemen Sosiologi
3. Bapak Prof. Dr. Sismudjito, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi penulis,
yang telah membimbing dengan segenap hati hingga pada penyelesaian skripsi
ini. Penulis sangat berterimakasih atas masukan, arahan, waktu, tenaga dan
4. Bapak Bisru Hafi, M.Si sebagai Dosen penguji seminar proposal, Seminar Hasil
dan Sidang penulis. Beliau juga turut membantu membimbing penulis dalam
iv
Universitas Sumatera Utara
penyelesaian penulisan skripsi ini dengan menyertakan ide dan gagasan baru
5. Bapak Drs. Junjungan SBP Simanjuntak, M.Si selaku dosen wali penulis yang
6. Seluruh dosen di Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Sumatera Utara untuk ilmu serta pengalaman yang dibagikan selama
masa perkuliahan.
7. Segenap staff dan pegawai Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
perkuliahan.
8. Perangkat desa dan warga penulis ucapkan terimasih telah mempermudah dan
membantu penulis dalam mencari data-data serta telah memberikan izin kepada
9. Terimakasih kepada kedua orang tua penulis Bapak Lukas Panjaitan dan Ibu
motivasi yang tiada hentinya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
10. Terimakasih kepada kedua kakak penulis Lidia Fitri Panjaitan AMkeb dan
Sarwita Lestari Panjaitan S.P yang telah memberikan semangat dan doa
v
Universitas Sumatera Utara
11. Terimakasih kepada Maktua dan Paktua Bang Ando yang telah memperhatikan
12. Terimakasih kepada Uda Kevin dan Inanguda yang sudah berbaik hati
13. Terimakasih kepada Antonius Alavi Purba JR sebagai sahabat sejak kecil yang
14. Terimakasih kepada Abang Ando, Bang Frengky, Kak Eva, Kak Itong, Kak Iyo,
Melisa dan Santa yang telah memberi semangat kepada penulis untuk terus giat
15. Terimakasih kepada sahabat karib penulis selama di kampus USU yaitu Darwin,
Kapten dan Diagung, semoga lain waktu kita bisa foto pakai baju dinas masing-
masing.
16. Terimakasih kepada Suci manurung,Lili natal, Namira odeng, Sipal tapir dan
Leo ra yang terus berbaik hati dan turut serta membantu dalam penyelesaian
skripsi ini.
17. Terimakasih kepada teman-teman satu stambuk 2014 yang telah memberikan
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, dan
vi
Universitas Sumatera Utara
saran dan kritik yang bersifat membangun mudah-mudahan dikemudian hari dapat
ada yang tidak tersebutkan penulis mohon maaf, dengan besar harapan semoga skripsi
yang di tulis oleh penulis ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan
Medan, 2018
Penulis
vii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
ABSTRAK ......................................................................................................................... i
viii
Universitas Sumatera Utara
3.5 Interpretasi Data ............................................................................................................ 33
4.1.4 Gambaran Kondisi Sosial Budaya Penduduk Desa Muara Kilis ............................... 41
4.2. Gambaran Umum Suku Anak Dalam Di Desa Muara Kilis ........................................ 48
ix
Universitas Sumatera Utara
4.4.4 Rasionalitas Suku Anak Dalam Di Desa Muara Kilis ............................................... 74
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN PENELITIAN
x
Universitas Sumatera Utara
Daftar Tabel
Tabel 4.3 Data Jumlah Penduduk Per Dusun Di Desa Muara Kilis................................ 41
Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur Dan Jenis Kelamin ............................. 42
Tabel 4.12 Komposisi Usia, Agama dan Suku Informan di Desa Muara Kilis .............. 51
xi
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
Suku Anak Dalam merupakan salah satu suku terasing yang berada di
Provinsi Jambi. Suku Anak Dalam memiliki istilah lain, yaitu Kubu dan Orang
Rimba. Istilah Kubu justru terbentuk lebih awal dari pada Suku Anak Dalam dan
Orang Rimba yaitu sekitar tahun 1970, sedangkan istilah Suku Anak Dalam baru
dipopulerkan pada tahun 1974 oleh Departemen Sosial, dan istilah orang rimba
Asal usul Suku Anak Dalam berdasarkan berbagai hikayat dari penuturan
lisan yang ditelusuri seperti cerita buah gelumpang, cerita seri Sumatera Tengah,
Tambo Anak Dalam (Minangkabau), cerita Orang Kayo Hitam, cerita perang
Jambi-Belanda, cerita Tambo Sriwijaya, cerita perang Bagindo Ali, dan cerita
tentang Orang Kubu. Menyatakan bahwa Suku Anak Dalam berasal dari tiga
keturunan yaitu pertama, keturunan dari Sumatera Selatan, pada umumnya tinggal
umumnya di Kabupaten Bungo dan Tebo sebagian Mersam (Batang hari). Ketiga,
keturunan dari Jambi Asli yaitu Kubu Air Hitam Kabupaten Sarolangun Bangko
mereka hidup jauh dari peradaban luar, mempunyai aturan atau adat sendiri dan
mereka sangat bergantung dengan Alam. Suku Anak Dalam juga dikenal dengan
konsep kearifan lokal yang sangat kuat. Mendiami hutan adalah kearifan lokal
1
pemenuhan kebutuhan hidup bagi mereka. Hutan juga membentuk karakter yang
khas bagi Suku Anak Dalam. Karakter khas Suku Anak Dalam di hutan adalah
Kehidupan nomaden bagi Suku Anak Dalam dilakukan oleh berbagai faktor.
ketika bahan makanan mereka sudah mulai habis, mereka akan mencari tempat
baru dengan bahan makanan yang berlimpah. Kedua, ketika anggota keluarga
mengalami sakit mereka memberi obat dan meninggalkannya dan sesekali dilihat
yang meninggal, mereka akan meninggalkan tempat itu karena dianggap tempat
itu mendatangkan bala dan malapetaka. Ketiga, tempat tinggal Suku Anak Dalam
Lantainya dibentuk dari kayu-kayu bulat yang disusun rapi dan rapat antara satu
dengan yang lainnya. Sedangkan, untuk dinding pondok tersebut terbuka tanpa
menutupi bagian vitalnya saja dengan daun-daunan, kulit kayu ataupun dengan
Suku Anak Dalam cenderung hidup berkelompok antara satu sampai sepuluh
rumah tangga, Suku Anak Dalam juga sangat menghargai para kaum
perempuannya, mereka kaum perempuan yang masih muda maupun yang tua
sangat dijaga dan sangat dilindungi, sekaligus mereka juga melindungi diri dari
2
Dalam dapat dilihat dari aspek mata pencaharian, utamanya masyarakat Suku
Anak Dalam mengenal lima sistem yaitu berburu, meramu, menangkap ikan,
keseluruhan jenis hewan antara lain babi, beruang, monyet, ular, rusa dan berbagai
jenis unggas. Alat yang digunakan adalah tombak, kujur/panah, parang, dan
mencakup segala jenis ikan, juga labi-labi, dan kura-kura. Pada sistem memanen
berupa buah jengkol, petai dan lainnya. Sedangkan sistem berladang sederhana
yang dilakukan masyarakat Suku Anak Dalam yaitu dengan bercocok tanam ubi
Dalam Jambi, 2017) menyebutkan bahwa Suku Anak Dalam merupakan orang
yang hidup dengan budaya yang masih primitif serta merupakan penduduk asli
Sumatera. Suku Anak Dalam hidup dengan kelompok dan dalam struktur
wakil temenggung (wakil ketua adat), dan menti (penyidang/hakim secara adat).
Kearifan Budaya Lokal Orang Rimba, Studi pada Suku Minoritas Rimba di
tentang nilai-nilai kearifan budaya lokal Orang Rimba. Orang Rimba memiliki
gaya hidup dan kepercayaan yang unik dan berbeda dari kehidupan masyarakat
modern saat ini. Orang Rimba menjadikan hutan sebagai tempat tinggal untuk
berlindung. Salah satu kepercayaan Orang Rimba adalah jika ada orang yang
meninggal dunia di tempat tinggal mereka, maka tempat itu dianggap sebagai
daerah yang celaka bagi mereka dan mereka harus mencari tempat yang baru yang
dipermainkan. Namun, jika dipelajari dengan baik kandungan nilai dari budaya
Orang Rimba ini banyak sekali terutama dalam perilaku mereka dalam menjaga
kelestarian alam.
Data Jumlah Suku Anak Dalam menurut hasil SP2010 (Sensus Penduduk
tahun 2010) Propinsi Jambi dengan metodologi de facto, sebesar 3.205 jiwa
terdiri dari 1.603 jumlah laki-laki dan 1.602 jumlah perempuan yang tersebar di
enam kabupaten.
Tabel 1.1
Tabel Data Suku Anak Dalam Propinsi Jambi
1 Sarolangun 1.903
2 Merangin 865
3 Tebo 822
4 Bungo 289
6 Tanjung 57
Sumber: Data BPS Jambi Profil Suku Anak Dalam tahun 2010
Berdasarkan tabel 1.1, Suku Anak Dalam di Propinsi Jambi tersebar di enam
dan Tanjung. Penelitian ini fokus mengkaji Suku Anak Dalam di Kabupaten Tebo
tepatnya di Desa Muara Kilis Kecamatan Tengah Ilir. Suku Anak Dalam yang
menetap di Desa Muara Kilis Kecamatan Tengah Ilir Kabupaten Tebo, Propinsi
terdiri dari jumlah penduduk perempuan sebanyak 41 jiwa dan jumlah penduduk
Suku Anak Dalam yang menetap di Desa Muara Kilis adalah jenis
kondisi Suku Anak Dalam sudah tidak menetap dikawasan hutan melainkan
tidak mau membawa berbagai perubahan pada Suku Anak dalam, baik pada
Suku Anak Dalam di Desa Muara Kilis juga pada perkembangannya mulai
mengalami peleburan budaya, yang mana Suku Anak Dalam tersebut tidak lagi
menerapkan pola hidup nomaden artinya kini Suku Anak Dalam hanya menetap
di Desa Muara Kilis. Masing-masing individu Suku Anak Dalam juga sudah
Ilir Kabupaten Tebo Propinsi Jambi merupakan salah satu bentuk transformasi
sosial berdasarkan sudut pandang sosiologi yang dapat diartikan sebagai bentuk
aktivitasnya. Menurut Himes dan Moore (dalam Martono, 2011: 6-9) perubahan
peranan baru, dan perubahan dalam lembaga sosial. Kedua, dimensi interaksional
dalam frekuensi dan jarak sosial, berupa perubahan dan perkembangan teknologi
Berdasarkan ketiga dimensi dari Himes dan Moore, terdapat tiga faktor yang
merupakan wujud perubahan budaya yang “relatif lebih halus” karena proses ini
Dalam terjadi sebagai akibat dari masuknya pengaruh kebudayaan yang berasal
dari luar yang membawa kemajuan terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan
pengetahuan dan teknologi Suku Anak dalam memainkan peranan penting dalam
Perkembangan pola pikir Suku Anak Dalam menjadi faktor penentu mereka
yang tinggi, memberikan perkembangan antara lain ciri-ciri yang kurang lebih
bahwa tansformasi Suku Anak Dalam dipengaruhi oleh interaksi dan pilihan sadar
masyarakat itu sendiri. Misalnya saja pada bidang pertanian, Suku Anak Dalam
menerapkan pola bertani secara menetap yakni dengan bertani kelapa sawit dan
pendidikan para orang tua Suku Anak Dalam telah membuka diri dengan
pendidikan. Pada bidang agama sebagian besar telah memeluk agama Islam dan
pemanfaatan tumbuhan, akar, dan buah yang terdapat di dalam hutan dikonsumsi
Dalam di Desa Muara Kilis Kecamatan Tengah Ilir Kabupaten Tebo Propinsi
Jambi. Penelitian ini terfokus pada rasionalitas dan transformasi yang terjadi pada
masyarakat yang awalnya hidup dengan konsep primitif, kental akan kearifan
Kilis.
ruang lingkup masalah yang akan diteliti, yang berisi pertanyaan tersurat yang
Berdasarkan latar belakang dalam penelitian ini yang menjadi rumusan masalah
Desa Muara Kilis Kecamatan Tengah Ilir Kabupaten Tebo Propinsi Jambi ?”
Tujuan dalam penelitian ini ialah pernyataan mengenai apa yang hendak
dicantumkan dengan maksud agar pembaca dapat mengetahui dengan pasti apa
masyarakat Suku Anak Dalam di Desa Muara Kilis, Kecamatan Tengah Ilir,
Secara umum, manfaat penelitian ini terdiri dari dua yaitu manfaat teoritis
agar dapat melakukan evaluasi dan memberi perhatian cukup besar terhadap
semakin sejahtera.
3. Manfaat lainnya yaitu bagi Suku Anak Dalam yang ada di Desa Muara Kilis
supaya memberi kesadaran bagi Suku Anak Dalam mengenai kondisi sosial,
penelitian. Konsep adalah defenisi abstrak mengenai gejala atau realita suatu
pengertian yang nantinya akan menjelaskan suatu gejala (Suyanto & Sutinah,
2005:49). Selain itu, konsep berfungsi sebagai panduan bagi peneliti untuk
kesalahan tafsir dalam penelitian. Adapun konsep yang digunakan sesuai dengan
1. Rasionalitas
individu untuk percaya, atau tindakan individu dengan alasan individu untuk
pengambilan keputusan subjektif tentang sarana dan cara untuk mencapai tujuan
tertentu yang telah dipilih. Rasionalitas masyarakat Suku Anak Dalam di Desa
10
kehidupan yang lebih maju. Mereka memilih atas pilihan rasional dan dengan
suatu tujuan yang memiliki suatu nilai mengingat adanya sarana untuk mencapai
2. Transformasi
berlangsung secara dinamis atau disebut dengan perubahan. Oleh karena itu
sama dengan proses perubahan. Transformasi masyarakat Suku Anak Dalam yang
menetap di Desa Muara Kilis, juga memunculkan suatu bentuk baru berupa
transformasi yang paling mendasar pada tempat tinggal mereka, hutan yang
Suku Anak Dalam merupakan salah satu suku terasing yang ada di Provinsi
Jambi. Suku Anak Dalam memiliki julukan lain dimasyarakat, yakni Kubu dan
Orang Rimba. Secara umum, Suku Anak Dalam hidup dengan pola nomaden atau
tidak menetap pada satu wilayah. Kawasan hutan yang menjadi sumber makanan
Suku Anak Dalam menjadikan alam sebagai sumber mata pencaharian untuk
makanan mereka lebih menyukai berburu hewan, sebab mereka sangat terampil
berburu dengan menggunakan alat tradisional seperti tombak, parang, kujur dan
anak panah.
11
TINJAUAN PUSTAKA
menurut Weber berhubungan dengan pertimbangan yang sadar dan pilihan bahwa
mencontohkan orang membeli baju dengan harga yang murah ketimbang harga
yang mahal merupakan hal yang rasional (Weber dalam Doyle, 1994:220).
Konsep dasar rasionalitas Weber adalah dengan membagi kedalam empat tipe
tindakan. Empat tipe tindakan sosial tersebut antara lain adalah Rasionalitas
Afektif (Radjab, 2014:18). Berikut akan dijelaskan beberapa tipe tindakan sosial
seseorang yang berdasarkan atas pertimbangan dan juga pilihan secara sadar, yang
berkaitan dengan suatu tujuan tindakan tersebut dan ketersediaan suatu alat yang
rasional terhadap tujuan individu yang berbeda dengan tujuan individu lain.
harapan terhadap obyek diluar atau orang lain sebagai kondisi atau alat meraih
12
didasarkan pada pilihan yang sadar dan pertimbangan serta berhubungan dengan
untuk mengikuti ujian tengah semester (UTS), namun cuaca saat itu sedang hujan
bus kampus yang merupakan fasilitas kampus dengan kondisi yang tidak
(GrabTaxi) dengan tujuan tidak terlambat dan terhindar dari hujan. Bentuk
tindakan ini, didasari pertimbangan yang matang agar mahasiswa itu mencapai
tujuannya.
grabTaxi untuk diantar sampai kampus. Tindakan inilah bentuk dari tindakan
rasional instrumental.
Tindakan rasional nilai mempunyai sifat bahwa alat yang ada hanya
merupakan suatu pertimbangan dan juga perhitungan secara sadar, dan sementara
untuk tujuannya telah ada didalam suatu hubungan dengan suatu nilai individu
yang bersifat absolut yang melibatkan kesadaran akan keyakinan nilai absolut dari
13
itu terlepas dari keberhasilan eksternal. Contoh tindakan rasional nilai, perilaku
beribadah atau seseorang yang mendahulukan sosok yang lebih tua ketika antri.
Tipe tindakan ini lebih membawa perasaan atau emosi tanpa perencanaan
emosi yang ditentukan oleh faktor tertentu serta kondisi perasaan aktor itu sendiri.
Tindakan ini bersifar spontan, tidak rasional, dan juga merupakan suatu ekspresi
emosional. Contoh tindakan afektif berupa kasih sayang orang tua kepada
anaknya yang sedang sedih karena nilai matematikanya rendah dengan mengajari
4. Tindakan Tradisional
disebabkan karena kebiasaan yang dimiliki dari nenek moyang yang sudah
berjalan dalam jangka waktu yang cukup lama, tanpa perencanaan. Dengan
yang berorientasi nilai. Diluar itu, tindakan individu bisa saja diarahkan kepada
tindakan tradisional yang non rasional berdasarkan kebiasaan atau tindakan efektif
yang didominasi perasaan atau emosi belaka. Contoh tindakan tradisional berupa
14
ataupun Natal dan Tahun Baru. Tindakan ini tanpa refleksi yang sadar dilakukan
pertimbangan yang sadar dan pilihan bahwa tindakan itu nyata dan dilakukan.
dengan tindakan yang nyata. Rasionalitas yang terpapar dalam kajian Weber
menjelaskan bahwa hal yang melatarbelakangi sistem atau model rasionalitas itu
Orientasi masa depan, berpikir dan bertindak berdasarkan efeknya untuk masa
rasionalitas.
pada masyarakat Suku Anak Dalam di Desa Muara Kilis Kecamatan Tengah Ilir
paling jelas adalah mereka berinovasi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tidak
bercocok tanam sayur mayur dan kelapa sawit. Hal ini merupakan realisasi dari
rasionalitas.
15
ditunjukan dari waktu sekarang, esok, hingga akan datang. Tindakan diarahkan
kebetulan melainkan memiliki pola dan struktur tertentu dan bermakna. Dalam
kendala dan atas informasi yang individu miliki tentang kondisi dimana individu
bertindak. Selaras dengan konsep ini, tindakan individu dalam masyarakat Suku
Anak Dalam di Desa Muara Kilis diarahkan oleh oleh individu itu sendiri dengan
dalam istilah-istilah teknis yang murni dari hubungan sebuah sarana pencapaian
tujuan. Karena tidak mungkin bagi individu untuk mencapai semua dari berbagai
Anak Dalam di Desa Muara Kilis Kecamatan Tengah Ilir Kabupaten Tebo
16
dirasakan oleh individu terjadi akibat respon dari apa yang terjadi.
masyarakat luar.
dengan orang lain. Prosesnya berlangsung tanpa sengaja atau secara sengaja
perasaan, pandangan baru dan pengaruh identifikasi merupakan beberapa hal yang
perkembangan dalam pola pikirnya dengan orientasi masa depan. Perubahan pola
pikir mereka membawa mereka kearah perubahan dari kehidupan yang primitif
bergantung satu dengan yang lainnya. Sebab, pada hakekatnya manusia tidak
dapat hidup sendiri. Hubungan yang terjalin antara sesama manusia bersifat
timbal balik, artinya bahwa setiap interaksi atau hubungan sosial antar individu
yang bersangkutan, saling mempengaruhi satu dengan yang lain dalam rangka
masyarakat, dan tinggal dalam satu wilayah tertentu. Pernyataan tersebut semakin
17
kebiasaan, tradisi, sikap, dan persatuan bersama. Artinya, manusia tersebut hidup
(Soekanto, 2007:54-55).
Jalinan interaksi manusia juga tak akan pernah tertinggal, satu isu yang
dalam pola pikir dan dalam perilaku pada waktu tertentu. Tranformasi sosial
anggota masyarakatnya.
senantiasa berada dalam proses transformasi tersebut, dengan kata lain bahwa
Transformasi adalah proses sosial yang dialami oleh anggota masyarakat serta
semua unsur budaya dan sistem-sistem sosial yang secara umum dapat diartikan
sebagai suatu proses pergeseran atau berubahnya struktur atau tatanan didalam
18
adanya perbedaan dan perubahan kondisi objek yang menjadi fokus studi. Studi
perubahan harus dilihat dalam konteks waktu yang berbeda atau melibatkan studi
komparatif dalam dimensi waktu yang berbeda tetapi objek yang menjadi fokus
transformasi sosial serta kondisi yang melingkupinya, dimensi ini mencakup pula
konteks historis yang terjadi. Sedangkan dimensi waktu melingkupi konteks masa
lalu, sekarang dan yang akan datang. Sehingga peneliti akan mampu
(Soekanto, 2010:263).
transformasi sosial bisa terjadi, dalam hal ini peneliti telah mengambil sebuah
referensi dari konsep yang dikemukan oleh Himes dan Moore bahwa transformasi
19
dalam struktur sosial. Struktur sosial yang dimaksud adalah pola-pola perilaku
dan interaksi sosial. Terdapat tiga dimensi sebagai cakupan dari perubahan sosial
baru, perubahan dalam struktur kelas sosial. Sedangkan dimensi kultural mengacu
dalam berinteraksi, jarak sosial, perantara interaksi, aturan dan pola-pola interaksi,
bahwa kondisi masyarakat Suku Anak Dalam yang menetap di Desa Muara Kilis
kawasan desa, padahal dasar dari kebudayaan masyarakat Suku Anak Dalam
terletak pada pemukiman tempat tinggal yaitu hutan sebagai rumah dan sumber
20
kesekolah dasar agar mengenal ilmu pengetahuan. Sedangkan pada bidang agama
sebagian besar Suku Anak Dalam telah memeluk agama Islam dan meninggalkan
Perubahan pesat juga terjadi pada bidang kebudayaan Suku Anak Dalam.
Suku Anak Dalam yang merupakan salah satu suku primitif dengan sistem
Anak Dalam di Desa Muara Kilis kini sudah mengenal sistem bertani sebagai
sumber mata pencaharian. Pola bertani yang diterapkan adalah pola bertani secara
menetap yakni dengan bertani kelapa sawit dan karet sebagai tanaman keras dan
konsumsi sendiri dan sebagian lain dijual di pasar tradisional. Dan dibidang
tumbuhan, akar, dan buah yang terdapat di dalam hutan dikonsumsi sebagai obat
dahulu dengan segala usaha dan tindakan, baik secara sadar maupun tidak sadar
Transformasi itu tidak saja merupakan titik akhir dari suatu proses perubahan,
21
atau mencakup sistem sosial. Lebih tepatnya terdapat perbedaan antara keadaan
sistem tertentu dalam jangka waktu yang berlainan. Konsep dasar mengenai
transformasi yaitu, pertama, adanya aspek yang paling penting didalam proses
transformasi. Kedua, adanya konsep ciri atau identitas yang menjadi acuan
perbedaan didalam suatu proses transformasi. Kalau dikatakan sesuatu itu berbeda
atau dengan kata lain telah menjadi proses transformasi, maka harus jelas
bentuknya. Misalnya perbedaan atau transformasi pola pikir, gagasan atau bahkan
kebudayaan dan gerakan sosial. Ciri transformasi sosial tidak semua gejala-gejala
antara lain :
22
Salah satu proses yang menyangkut hal ini adalah diffusion (difusi). Difusi
penemuan baru yang telah diterima oleh masyarakat dapat diteruskan dan
2. Sistem pendidikan
kepada individu untuk dapat berfikir secara obyektif. Hal seperti ini akan dapat
23
menimbulkan gerak sosial vertikal yang bebas atau berarti memberi kesempatan
kepada para individu untuk maju atas dasar kemampuan sendiri. Hal seperti ini
memiliki status yang lebih tinggi. Identifikasi adalah suatu tingkah laku dari
seseorang, hingga orang tersebut merasa memiliki kedudukan yang sama dengan
orang yang dianggapnya memiliki golongan yang lebih tinggi. Hal ini
sosial yang berbeda-beda, misalnya ideologi, ras yang berbeda akan mudah
menyulut terjadinya konflik. Terjadinya konflik ini akan dapat menjadi pendorong
masyarakat Suku Anak Dalam di Desa Muara Kilis untuk melakukan transformasi
masyarakat luar sehingga menciptakan suatu hubungan yang baik. Dalam konsep
24
faktor yaitu faktor imitasi, faktor sugesti, faktor identifikasi dan faktor simpati.
dalam jalinan interaksi berupa, komunikasi dan kontak sosial antar individu atau
anggota masyarakat.
lain.
dalamsegala bidang.
tradisi lama serta anggapan bahwa tradisi tidak dapat diubah akan sangat
25
konservatif.
tertentu.
5. Rasa takut akan terjadi kegoyahan pada integrasi sosial yang telah ada,
6. Prasangka pada hal-hal baru atau asing (sikap tertutup), terdapat pada
26
METODE PENELITIAN
dianggap berasal dari masalah sosial dan kemanusiaan oleh sejumlah individu
prinsip umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam
untuk memahami makna yang mendasari tingkah laku manusia (Suyanto &
Sutinah, 2005:174).
memetakan serta menjelaskan berbagai masalah dan kondisi yang terjadi pada
masyarakat Suku Anak Dalam, baik rasionalitas maupun transformasi yang terjadi
Penelitian ini telah dilakukan di Desa Muara Kilis Kecamatan Tengah Ilir
27
3.3.1.Unit Analisis
(Bungin, 2008:266). Unit analisis dalam penelitian adalah satuan tertentu yang
diartikan sebagai sesuatu yang berkaitan dengan fokus atau komponen yang
diteliti. Unit analisis ini dilakukan oleh peneliti agar validitas dan realibilitas
antara objek peneliti, subjek peneliti dan sumber data. Unit analisis suatu
waktu tertentu sesuai dengan fokus permasalahannya. Dalam penelitian ini yang
menjadi unit analisis penelitian adalah individu dari kelompok suku anak dalam
3.3.2. Informan
bagaimana langkah yang ditempuh peneliti agar data atau infomasi dapat
(Bungin 2014:78). Dalam penentuan informan penelitian ini sebagai sumber data,
sampel secara subjektif. Pemilihan sampel ini dilakukan karena mungkin saja
peneliti telah memahami bahwa informasi yang dibutuhkan dapat diperoleh dari
dikehendaki karena mereka memang memiliki informasi seperti itu dan memenuhi
meliputi: usia diatas 20 tahun dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan,
status sudah menikah, serta sudah menetap di Desa Muara Kilis selama lebih dari
menjawab permasalahan yang diteliti oleh peneliti dan mengetahui banyak hal
mengenai kondisi sosial dan perubahan yang terjadi pada masyarakat Suku Anak
1. Informan kunci adalah Individu dari kelompok Suku Anak Dalam yang
29
dua sumber yaitu pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder.
diperoleh langsung dari tatap muka dan wawancara dengan informasi serta
dengan kata lain data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung
dari objek penelitian. Data sekunder dapat diperoleh dari sumber yang berada
penelitian yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Selain itu, bacaan
cetak, media elektronik dan sumber online juga membantu dalam penelitian ini
1. Observasi
kerja panca indera mata serta dibantu oleh panca indera lainnya. Adapun yang
menjadi objek observasi dalam penelitian ini adalah observasi langsung kelokasi
30
2. Wawancara Mendalam
yang menjadi informan dari penelitian, ini bisa disebut dengan metode interview
guide yakni aturan-aturan daftar pertanyaan yang dijadikan acuan bagi peneliti
pendapat secara lisan dari seseorang (yang lazim disebut responden) dengan
ulang kali membutuhkan waktu yang cukup lama bersama informan dilokasi
transformasi kearifan lokal masyarkat suku anak dalam di Desa Muara Kilis
3. Dokumentasi
31
tema atau kategori. Interpretasi data bukan hanya dilakukan pada tahapan akhir,
merujuk pada kegiatan dengan pengelolaan dan penafsiran data yang diperoleh
catatan lapangan lainnya yang kemudian ditelaah dan dipelajari. Setelah selesai
tahap selanjutnya yaitu proses pengolahan data dimulai dari tahap mengedit data
sesuai dengan pokok permasalahan yang diteliti sampai kepada temuan yang
terjadi di lapangan.
32
Tabel 3.1
Jadwal Kegiatan Penyusunan Skripsi
Bulan Ke-
Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
No
1. Pra Observasi √
3. Penyusunan Proposal √ √ √
4. Seminar Proposal √
6. Penelitian Lapangan √ √ √
7. Pengumpulan dan √ √
Interpretasi Data
8. Bimbingan √ √
33
Desa Muara Kilis merupakan salah satu desa di Kecamatan Tengah Ilir
yang terbentuk sejak zaman Kolonial Belanda. Penjabat pertama Desa Muara
menjadi tokoh penting yaitu sebagai Depati pada saat itu. Berikut data nama
pemimpin yang pernah menjabat sebagai pemimpin di Desa Muara Kilis yaitu
sebagai berikut:
Tabel 4.1
Tabel Sejarah Kepemimpinan Desa Muara Kilis
34
Visi adalah gambaran atau cita-cita tentang keadaan masa depan yang
diinginkan dengan melihat potensi dan kebutuhan desa. Penyusunan visi Desa
Muara Kilis sesuai dengan konsensus dari ke tujuh dusun yang menjadi bagian
BPD, tokoh agama, lembaga masyarakat, kepala dusun dan masyarakat desa.
35
visi Desa Muara Kilis adalah : “Menuju masyarakat sejahtera : Aman, Harmonis
dibidang sosial, ekonomi dan budaya, serta bidang pangan, sandang dan
perumahan.
kehidupan yang lebih bermutu dan maju, serta memiliki pilihan yang luas
36
pembangunan.
Desa Muara Kilis terdiri dari tujuh dusun yaitu Dusun Sungai Udang,
Dusun Muara Kilis, Dusun Kumpul Rejo, Dusun Wono Rejo, Dusun Jelapang,
Dusun Tapian Napal, dan Dusun Benteng Makmur. Secara umum persebaran
masyarakat yang menetap di Desa Muara Kilis bersifat heterogen, dimana suku
yang menetap di desa ini ada Suku Batak, Jawa, Melayu dan Suku Anak Dalam.
Ada satu kebijakan pemerintah yang membuka lahan bagi masyarakat Suku
Anak Dalam. Kebijakan ini berupa penyediaan lahan seluas 2 hektar (ha) dan
sekaligus rumah permanen untuk di tempati Suku Anak Dalam. Lahan ini
Anak Dalam tidak siap dengan kenyataan yang terjadi yaitu melakukan
masyarakat Suku Anak Dalam tetap ingin berada di dalam hutan karena lebih
37
sebagian dari mereka menjual asetnya kepada suku lain. Hingga banyak dari
Muara Kilis menetap disatu Dusun yaitu Dusun Wonorejo. (Sumber Data: Profil
425 KK, yang terdiri dari jumlah penduduk perempuan sebanyak 614 jiwa dan
jumlah penduduk laki-laki sebanyak 556 jiwa. Secara umum penduduk mayoritas
yang menetap di Dusun Wonorejo merupakan Suku Jawa, Batak, Melayu dan
minoritas yang menempati wilayah ini adalah Suku Anak Dalam. Jumlah Suku
Anak Dalam sebanyak 20 KK, yang terdiri dari jumlah penduduk perempuan
Anak Dalam yang tinggal di Dusun Wonorejo adalah masyarakat yang memiliki
lahan dan rumah yang berukuran kecil. Seiring dengan berkembangnya zaman
kehidupan masyarakat Suku Anak Dalam mengalami perubahan. Hal ini dapat
dilihat dari kehidupan mereka sehari seperti bentuk dan ukuran rumah yang telah
Suku Anak Dalam ini pada umumnya sudah mengikuti kehidupan masyarakat
pada umumnya.
38
Secara administratif Desa Muara kilis berada pada Kecamatan Tengah Ilir
Kabupaten Tebo Propinsi Jambi, yang memiliki batas wilayah terdiri dari:
Desa Muara Kilis terbagi menjadi 7 (tujuh) dusun. Dalam hal ini akan
disajikan beberapa nama dusun yang ada di Desa Muara Kilis yang akan
Tabel 4.2
Tabel Pembagian Dusun Di Desa Muara Kilis
sekitar 90-175 meter, dengan letak geografis antara 1,18 - 1,29 LS dan antara
102,10 - 102,21 BT. Luas wilayah Desa Muara Kilis ialah 111.02 dengan
39
demikian, sangat cocok dengan tumbuhan seperti kelapa sawit dan karet. Sebab
itu, banyak dari warga masyarakat yang menetap disana memiliki lahan di
belakang rumah mereka masing-masing yang ditanami kelapa sawit dan karet.
Suku Batak, Minang dan Jawa. Sedangkan penduduk minoritasnya adalah Suku
Anak Dalam. Kondisi lingkungannya sangat damai dengan kondisi rumah warga
yang berjarak tidak terlalu jauh antara satu dengan lainnya. Jarak masing-masing
penduduk per Dusun Desa Muara Kilis, maka dilihat dalam bentuk tabel berikut:
Tabel 4.3
Tabel Data Jumlah Penduduk Per Dusun Di Desa Muara Kilis
40
Tabel 4.4
Tabel Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur Dan Jenis Kelamin
Muara Kilis ini masuk dalam kategori piramida Expensive karena sebagian besar
41
40 tahun.
Kilis, yaitu:
Tabel 4.5
Tabel Jumlah Penduduk Berdasarkan Suku/Etnis
5. Bali 11 6 17
Kilis terbagi atas enam suku, yang adalah Suku Melayu, Jawa, Batak, Minang,
42
masyarakat Desa Muara Kilis mayoritas memeluk agama Islam dan sebagaian
khas yaitu kelapa sawit yang tumbuh di samping kiri, kanan dan belakang rumah
mereka. Tidak hanya tanaman kelapa sawit namun ada juga tanaman karet yang
Selain itu, kondisi perumahan yang dijadikan tempat tinggal warga disini
sudah bersifat permanen dengan bangunan papan, berlantai semen dan beratap
seng dan sebagian lainnya sudah beton dengan atap multirup. Kondisi rumah
43
Muara Kilis yang terbagi menjadi 3 (tiga) jenis yakni: aspal dengan panjang 5 km,
diperkeras sepanjang 2 km dan tanah 15 km. Lebar sisi jalan kurang lebih 7 meter
dari sisi kiri ke sisi kanan. Secara umum lebar jalan ini termasuk cukup untuk
Selain itu jalan di Desa Muara Kilis juga dilengkapi dengan jembatan
beton dengan jumlah 2 sebagai penghubung satu jalur yang di lintasi jurang atau
aliran sungai. Sedangkan untuk, moda atau alat transportasi umum tidak tersedia
dalam berbagai bentuk baik roda dua atau roda empat. Secara keseluruhan alat
transportasi warga adalah milik pribadi baik sepeda motor maupun mobil. Berikut
akan dijelaskan melalui tabel kondisi infrastruktur perhubungan yang ada di Desa
Tabel 4.7
Tabel Kondisi Infrastruktur Perhubungan
f. Sarana Kesehatan
Desa Muara Kilis terdiri dari dua sarana kesehatan yang membantu warga
Tabel 4.8
Tabel Sarana Kesehatan
Air bersih sebagai sumber hidup merupakan salah satu yang terpenting, air
Kilis berasal dari air sumur, sebagian lainnya masyarakat masih menggunakan air
h. Sarana Pendidikan
masyarakat termasuk pada penduduk Desa Muara Kilis. Para orang tua sudah
akan disekolahkan sampai keluar desa, kota, bahkan provinsi untuk mendapatkan
ilmu pengetahuan yang sangat mereka butuhkan kedepannya. Hal tersebut terjadi
dikarena Desa Muara Kilis belum memiliki sarana pendidikan yang lengkap.
Daerah Desa Muara Kilis memiliki sarana pendidikan berupa gedung sekolah.
Sarana pendidikan tersebut terdiri dari 4 unit TK (taman kanak kanak) atau play
45
Berikut akan dijelaskan melalui tabel jumlah sarana pendidikan yang ada di Desa
Tabel 4.9
Tabel Sarana Pendidikan
i. Sarana Ibadah
bangunan ibadah yang terdiri dari 1 unit Gereja Katolik, 3 unit Gereja Protestan
yaitu HKBP, GPDI dan GBI serta terdapat Mushola dan mesjid umat Muslim
yaitu sebanyak terdapat 15 unit, yang tersebar diberbagai Dusun di Desa Muara
Kilis. Kondisi seluruh sarana ibadah tersebut dalam keadaan baik. Berikut data
Tabel 4.10
Tabel Sarana Ibadah
46
memenuhi kebutuhan hidup mereka. Mulai dari penjualan hasil pertanian hingga
pembelian bahan sandang dan pangan. Untuk jumlah pasar di Desa Muara Kilis
unit, di persimpangan antara Dusun Jelapang dan Wonorejo sebanyak 1 unit, dan
1 unit lagi berada di Dusun Muara Kilis. Berikut daftar tabel yang akan disajikan
Tabel 4.11
Tabel Sarana Pemasaran
Desa Muara Kilis adalah keturunan dari nenek moyang mereka yang berasal dari
Suku Anak Dalam di Desa Muara Kilis sudah mengalami transformasi baik
mengalami transformasi berupa jalinan interaksi dengan suku di luar suku mereka.
47
masyarakat yang tergolong heterogen (terbuka). Hal lain dibidang sosial yang
Pada bidang agama, masyarakat Suku Anak Dalam di Desa Muara Kilis
mengalami peralihan aliran kepercayaan. Dahulu mereka percaya pada roh leluhur
dan dewa-dewa dan saat ini sudah mengalami perubahan, dengan kata lain yaitu
agama yaitu agama Islam. Penyebaran nilai-nilai agama Islam sendiri dilakukan
oleh salah satu tokoh masyarakat yaitu Bapak Rokan Harahap yang berasal dari
Medan. Beliau berniat untuk membuka lahan di Desa Muara Kilis kemudian
Seiring bejalannya waktu, interaksi terjalin dengan baik dan Bapak Rokan
Harahap, sehingga mulai menyebarkan agama Islam melalui pengajian, baik bagi
Anak Dalam tersebut. Namun belakangan, kebiasaan mengaji dirumah Pak Rokan
itu sudah tidak lagi dilakukan, karena dusun yang menjadi tempat tinggal Pak
Rokan dan Suku Anak Dalam berbeda dan berjarak puluhan kilometer. Artinya
Muara Kilis dilihat dalam pola pemukimannya. Hidup disuatu kawasan desa
48
hidup didalam hutan, tidak mengenal rumah dengan struktur bangunan papan dan
seng melainkan batang-batang kayu yang dibentuk diberi atap daun-daunan dan
lantainya terbentuk dari kayu bulat berukuran kecil disusun rapi. Mereka
jelas pada bentuk bangunan dan pola pikir mereka untuk merubah hal-hal kecil
Suku Anak Dalam di desa ini memenuhi kebutuhan keluarganya dengan bertani
dan sekaligus menjadi buruh tani. Utamanya mereka bertani kelapa sawit dan
karet. Tetapi lama kelamaan mereka mulai menanam sayur-mayur untuk dijadikan
makanan yang dapat dikonsumsi sendiri oleh keluarga. Tanamannya berupa ubi,
sayur bayam dan katun. Inilah gambaran yang tampak dari pengamatan peneliti
bahwa masyarakat Suku Anak Dalam sudah mulai memikirkan apa yang
seharusnya mereka kerjakan sesuai dengan kondisi yang saat ini mereka jalani
Dalam di Desa Muara Kilis Kabupaten Tengah Ilir Propinsi Jambi)”, diperlukan
informan yaitu:
49
1. Nama : Uha
Umur : 60 Tahun
Agama : Islam
anak. Anak yang pertama dan anak kedua adalah anak perempuan yang sudah
memiliki keluarga atau sudah menikah dan saat ini menetap di Desa Muara Kilis.
50
keempat, kelima, dan keenam adalah anak laki-laki yang masih belum menikah.
Masing-masing anak informan yang sudah atau memiliki keluarga sendiri dan
mereka masing-masing.
miliknya ataupun milik orang lain. Karena informan adalah seorang petani
sekaligus buruh tani. Lahan pertanian milik informan ini seluas 3 hektar (ha) yang
ditanami kelapa sawit dan diselingi oleh tanaman sayur dan buah pisang. Bentuk
lahan informan yaitu persegi panjang, membentang dari pinggir jalan dusun
hidup keluarganya.
bagi kehidupan para informan. Biasanya peghasilan yang diperoleh dari tanaman
sawit kira-kira sekitar Rp.1.000.000; dikarenakan beberapa faktor yaitu hasil sawit
masih berbuah pasir sehingga hasil yang diperoleh masih sedikit. Tetapi para
informan rata-rata memiliki pekerjaan sampingan baik sebagai buruh tani maupun
buruh harian. Upah yang diperoleh oleh informan rata-rata perbulan sekitar
Hal ini terbukti bahwa pengeluaran lebih besar daripada penghasilan yang
51
informan memiliki umlah anak yaitu 4 orang. Hal ini dapat memicu pemikiran
untuk berubah dan melakukan transformasi dari pemikiran untuk menetap di luar
hutan agar mendapatkan hasil yang lebih dari yang didapat di hutan.
tahun. Kepemilikan lahan ini sebenarnya didapat oleh karena bantuan dari
pemerintah yang telah berinisiatif memberdayakan Suku Anak Dalam. Lahan dan
inisiatif pemerintah dengan positif, karena informan sudah sejak lama ingin hidup
diluar hutan. menurut informan ketersediaan bahan pangan di hutan tak mampu
lagi memenuhi kebutuhan mereka, hal ini yang menjadi alasan informan
meninggalkan hutan.
memang merasa tidak nyaman karena informan masih belum bisa beradaptasi.
Selain itu informan harus merubah segala tata cara kehidupan saat dihutan.
Misalnya, dalam hal memenuhi kebutuhan sehari dengan berburu labi-labi serta
babi. Setelah menetap di Desa Muara Kilis sangat sulit melakukannya karena
sudah jarang sekali ditemukan labi-labi maupun babi. Namun, jauh belakangan ini
Dahulunya beliau adalah ketua adat, namun belakangan dengan sudah semakin
bertambahnya usia, beliau merasa sudah tidak mampu lagi untuk mengurus yang
Umur : 29 Tahun
Agama : Islam
merupakan seorang petani yang sudah menikah dengan jumlah anak sebanyak 1
orang. Beliau memiliki anak yang berjenis kelamin perempuan. Informan adalah
seorang bapak yang bertanggung jawab dan menjadi kepala keluarga. Sehingga
lahan pertanian sawit yang menyebar seluas 2 hektar (ha) di kerjakan bersama.
Mulai dari perawatan hingga pemanenan kelapa sawit. Telihat jelas sesuai dengan
keterangan yang diberikan informan terjadi perubahan peran yang dialami berupa
informan perempuan adalah sosok yang dominan karena mereka mewarisi adat
dari leluhur yang berasal dari minang. Peralihan peran tersebut merupakan bentuk
dari hasil interaksi yang terjalin secara intens dengan masyarakat diluar Suku
Anak Dalam.
Anak Dalam maupun suku lainnya. Seperti Suku Batak, Suku Jawa, Suku Melayu,
53
telah mengalami berbagi perubahan. Informan sendiri saat ini mengakui beragama
Islam yang sebelumnya percaya hanya kepada roh nenek moyang. Namun, saat ini
informan sudah mengenal yang namanya Tuhan dan Suku Anak Dalam lain yang
3. Nama : Lena
Umur : 35 Tahun
Agama : Islam
Informan merupakan seorang ibu dan istri yang memiliki 2 anak. Informan
merupakan salah satu ibu rumah tangga. Kehidupan informan sehari-hari adalah
tangga, dan merawat hewan ternak. Walaupun perannya terlihat banyak namun,
peran ini sama dengan suami informan karena mereka sama-sama mengerjakan
tugas tersebut. Selain itu, suami informan juga merupakan buruh tani yang bekerja
adalah salah satu faktor dominan yang mempengaruhi daya tahan tubuh informan.
Hewan ternak informan adalah sejenis unggas yaitu ayam dan hewan berkaki
empat yaitu kambing. Untuk pemberian makan hewan ternak seharinya, informan
54
memberikan anak hewan ternak kemudian di suruh mengurus dan ketika sudah
berkembang biak, itulah menjadi milik informan. Sistem ini sering dilakukan di
tempat ini, sistem permodalan dan pengembalian modal namun di bidang ternak
hewan saja.
4. Nama : Meranting
Umur : 56 Tahun
Agama : Islam
Informan adalah istri Temenggung atau Kepala Suku dari Suku Anak
Dalam di Desa Muara Kilis. Informan sudah memiliki anak 3 orang dan mereka
tinggal bersama dengan ketiga putrinya yang masih belum menikah. Keseharian
informan adalah sebagai seorang ibu rumah tangga. Informan memiliki lahan
anggotanya.
55
didasari atas pertimbangan yang matang. Menurutnya hasil hutan atau alam tak
Sebab itu, beliau memilih menetap di di Desa Muara Kilis yang sudah di berikan
5. Nama : Gabuk
Umur : 31 Tahun
Agama : Islam
menikah dan memiliki 1 orang anak. Beliau tinggal di Desa Muara Kilis bersama
istri dan anaknya yang masih remaja. Mengenai tempat tinggalnya yang berubah,
informan mengaku saat ini merasa nyaman walaupun merasa sulit dibidang
sawit hanya menghasilkan buah pasir. Buah kecil yang ringan dan harga jual
murah. Hal inilah yang mendorong informan bekerja di ladang orang lain untuk
hutan dan memenuhi kebutuhan hidup melalui berburu segala jenis binatang baik
yang hidup didarat maupun yang hidup di air. Seperti rusa, landak, biawak,
ataupun ikan. Perbedaannya saat ini kebutuhan hidup informan tidak lagi dipenuhi
dengan cara berburu, melainkan dengan bekerja. Bekerja dilahan sendiri, dengan
56
informan memang tidak bisa namun anaknya yang paling kecil bisa sedikit-sedikit
karena pernah ikut dalam proses belajar mengajar yang disediakan pemerintah di
6. Nama : Lenggang
Umur : 40 Tahun
Agama : Islam
Informan adalah seorang ayah dari 2 orang anak. Kedua anaknya saat ini
papan, dan berlantai semen. Sudah 3 tahun beliau menetap di Desa Muara Kilis.
Hal ini karena informan mendapatkan lahan dari pemerintah seluas 2 hektar (ha)
dari berbagai aspek sangat membantu bagi informan dan sekaligus masyarakat
lain yang berada jauh dari dusun ini sudah dapat diakses melalui jalan yang ada.
57
sampingan yaitu buruh tani di lahan milik orang lain. Pengahasilan yang diperoleh
7. Nama : Buyung
Umur : 53 Tahun
Agama : Islam
kehidupan keluarganya yaitu anak dan istrinya. Jumlah anak informan 4 orang, 1
istri dan menetap di Desa Muara Kilis. Tutur informan, bahwa perubahan sebagai
Suku Anak Dalam lain yang menetap di Desa Muara Kilis. Jadi keluarga
masih tinggal dihutan pasti jelas sangat berbeda. Dahulunya keluarga informan
tinggal serumpun dengan sanak saudara dari istri berpergian “Manda” sebagai
sebuah istilah mencari bahan pangan yang kemudian dikumpulkan bisa melalui
tergantung pada hasil yang mereka dapatkan. Karena ketergantungan dari hasil
58
dihutan, namun saat ini kehidupan dengan sistem manda tidak lagi dilakukan.
kelapa sawit yang saat ini berumur 3 tahun. Tidak hanya sebagai petani di lahan
sendiri, informan juga siap diajak orang lain mengerjakan lahan yang bukan
lahannya namun harus sesuai dengan gaji standar yang ditetapkan oleh
masyarakat dusun. Misalnya saja untuk menyemprot lahan seluas 1 hektar gaji
8. Nama : Sril
Umur : 55 Tahun
Agama : Islam
Informan adalah sosok yang diakui bagi kalangan Suku Anak Dalam
maupun suku lainnya yang menetap di Desa Muara Kilis. Informan mempunyai
jabatan strategis sebagai kepala adat dan sebagai wakil Temenggung bagi Suku
Anak Dalam. Jabatan ini di berikan karena pendahulunya sudah tidak lagi mampu
menjalankan tugas sesuai dengan tuntutan dari jabatan ini dan prosesnya juga
didasarkan pemilihan.
Informan adalah seorang kepala keluarga dari 1 istri dengan jumlah anak 5
orang, menetap di Desa Muara Kilis yang berjarak sekitar 100 meter (m) dari
59
bertugas melayani yang berkaitan dengan adat ataupun melayani orang lain yang
ingin mengenal lebih jauh yang berkaitan dengan Suku Anak Dalam.
Secara jelas, informan mengakui bahwa asal usul Suku Anak Dalam yang
orang padang yang melarikan diri kehutan untuk menyelamatkan diri dari para
penjajah. Hidup dihutan tanpa alat bantu apapun membentuk karakter mereka
pemenuhan kebutuhan.
segi berbicara dengan tetua dahulu tidak akan dapat lagi mengerti bahasanya.
informan, ini juga sangat terlihat dari pola kepemilikan barang, tuturnya dahulu
mereka sangat terbatas akan alat-alat seperti parang, cangkul, dan lainnya, yang
mereka umumnya miliki hanya tombak dan pisau. Itulah perubahan dari segi
menggunakan alat teknologi. Mereka tidak lagi gagap dengan kendaraan bermotor
60
9. Nama : Kulup
Umur : 33 Tahun
Agama : Islam
Informan adalah seorang warga dari Suku Anak Dalam yang menetap di
Desa Muara Kilis selama 4 tahun dan informan memiliki 2 orang. Beliau memiliki
istri yang bukan berasal dari Suku Anak Dalam. Istri informan boru siagian yang
adalah Suku Batak. Sejak sebelum menikah, beliau tidak lagi tinggal dihutan,
Percampuran kedua belah pihak dari latar belakang suku dan budaya yang
berbeda tidak serta merta menghalangi niat mereka untuk mempertahankan rumah
tangga. Konsep akulturasi di terapkan pada keluarga ini. Informan dan istrinya
belajar untuk hidup dengan tata cara hidup yang membudaya dari istrinya seperti
dalam hal mandi, dahulu informan jarang mandi dan kalaupun mandi hanya
61
Umur : 61 Tahun
Agama : Islam
Suku : Batak
Informan adalah seorang ayah dari 4 orang anak. Keempat anaknya sudah
lahan sendiri ataupun lahan orang lain yang membutuhkan jasanya. Untuk ladang
menerbas dan menyemprot, dan untuk memanen dilakukan dengan dodos. Gaji
yang diterima biasanya atas hitungan luas dari hasil yang dikerjakan.
rumah, memasak, mencuci yang dibantu oleh anak perempuannya. Tutur informan
bahwa kehidupan mereka tidak sama lagi dengan dihutan. Menurutnya kehidupan
di Desa Muara Kilis sangat nyaman namun untuk ekonomi jauh dibandingkan
banyak uang dari hasil panen hutan berupa getah balam, getah meranti, dan
jerenang. Keseluruhannya itu memiliki harga jual yang tinggi dipasaran. Namun
62
Umur : 61 Tahun
Agama : Islam
Suku : Batak
(sekolah menengah pertama) yang berasal dari sumatera utara. menetap di Desa
Muara Kilis sudah 16 tahun, yang berarti informan mulai menapakkan kaki di
desa tersebut sejak tahun 2002. Informan adalah seorang bapak dari 5 anak yang
sudah menikah dan tidak ada satupun anaknya yang mengikuti beliau menetap di
Saat ini informan hanya tinggal berdua bersama istri di rumahnya tepatnya
di Dusun Kumpul Rejo, dusun tersebut merupakan bagian dari satu desa yaitu
desa Muara Kilis. Penuturan informan sudah menjalin interaksi sejak pertama kali
menetap di desa ini dengan Suku Anak Dalam, sehingga informan sudah
perubahan secara pesat kalau dilihat di tahun belakangan ini, karena menurut
informan Suku Anak Dalam tadinya tidak mengenal pakaian baju dan celana
namun belakangan ini sudah memakai pakaian lengkap yaitu baju dan celana.
Bahkan lebihnya lagi, masyarakat Suku Anak Dalam sudah mengenal dunia
63
keadaan Suku Anak Dalam saat pertama kali informan mengenal mereka. Meraka
tinggal di sebuah pondok dengan daun atau terpal sebagai penutup atapnya,
mereka hidup dengan kelompoknya yang tidak hanya sedarah mengandalkan hasil
dan berbagai jenis rokok di diletakkan pada satu alas terbentang didepan pondok
dipersatukan” dalam bahasa mereka. Namun, saat ini adat pernikahan itu sudah
ditinggalkan dan memilih mengikuti adat masyarakat jawa dan melayu, menikah
diiringi organ.
Umur : 33 Tahun
Agama : Islam
Suku : Batak
Informan adalah seorang RT, yang sudah 9 tahun menetap di Desa Muara
Kilis dan baru 3 tahun terpilih menjabat sebagai ketua rukun tetangga (RT).
64
menengahi suatu konflik atau ketegangan dalam masyarakat sangat arif. Seperti
yang baru-baru saja terjadi, ketika salah satu warga kehilangan hewan ternak dan
warga untuk tidak main hakim sendiri. Informan langsung menengahi dan
Informan juga adalah seorang ayah dari 2 orang anak. Informan bekerja
sebagai seorang petani, dan merupakan salah satu narasumber yang mampu
perubahan drastis. Walaupun, itu yang terlihat sekarang tanpa melihat bagaimana
sebenarnya, mereka berubah dalam jangka waktu yang agak lama dan baru
beberapa tahun belakangan ini perubahan mereka terlihat drastis. Kehidupan yang
tadinya primitif berubah menjadi masyarakat yang bisa dibilang modern karena
Suku Anak Dalam yang tinggal di Desa Muara Kilis mampu berbaur dengan suku
lainnya.
menurut Weber berhubungan dengan pertimbangan yang sadar dan pilihan bahwa
tindakan dinyatakan. Pengertian rasional disini adalah masuk akal (Weber dalam
65
kedalam empat tipe tindakan. Empat tipe tindakan sosial tersebut antara lain
adat seperti yang terlihat dalam kehidupan masyarakat Suku Anak Dalam. Suku
Anak Dalam adalah salah satu masyarakat adat dikenal dengan kehidupannya
yang primitif. Adat merupakan sumber dari setiap norma maupun nilai yang
sebagai tolak ukur dalam berperilaku, baik untuk sehari-hari maupun dalam
jangka waktu kedepannya. Adat muncul dari individu membentuk suatu kebiasaan
tanpa perencanaan.
tersebut sudah mengalami berbagai perubahan yang menjadi bukti bahwa mereka
dilakukan oleh salah satu individu untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Tindakan
ini akan tumbuh di dalam kehidupan masyarakat yang dianggap menjadi suatu
kebiasaan. Kebiasaan menjadi bagian dari budaya yang akan diterapkan dalam
kehidupan masyarakat sehari-hari. Hal ini juga terlihat dalam kehidupan Suku
66
perubahan. Perubahan ini berawal dari keputusan mereka secara pribadi yang
dianggap sebagai pilihan, pilihan ini berupa tindakan sosial yang muncul akibat
tersebut.
dimana mereka sudah sama seperti masyarakat pada umumnya yang tinggal
Suku Anak Dalam yang menetap di Desa Muara Kilis merupakan subjek yang
ini terlihat dari perubahan kehidupan masyarakat Suku Anak Dalam yang
sebelumnya tidak mengenal pola pemukiman yang bersifat heterogen dan berada
dalam satu zona konsetris, melainkan bentuk pemukiman yang mereka kenali
adalah di dalam hutan, jauh dengan masyarakat luar atau orang terang sebagai
yaitu pilihan untuk hidup menetap, rasionalitas pilihan berobat dan rasionalitas
pilihan untuk maju. Berikut akan dijelaskan lebih rinci ketiga rasionalitas pilihan
tersebut dan terjadi di Desa Muara Kilis yang mencakup keempat tindakan
67
merupakan jenis Suku Anak Dalam yang kehidupannya sudah semakin modern.
Hal ini ditandai dengan peralihan cara hidup mereka yang saat ini mulai menetap
di wilayah desa, dan tidak berpikiran untuk menetap di hutan yang dijadikan
sebagai tempat untuk pemukiman masyarakat desa. Peralihan ini berbentuk cara
hidup di hutan tidak lagi diterapkan oleh kelompok tersebut yaitu di pemukiman
Kelompok Suku Anak Dalam yang bermukim di desa tersebut sudah tidak
di pemukiman Desa Muara Kilis merupakan salah satu alasan untuk memperbaiki
kondisi kehidupan mereka dari sebelumnya. Salah satu contoh pilihan untuk hidup
menetap adalah adanya perubahan untuk memperbaiki dari aspek tempat tinggal.
Misalnya: jika mereka tinggal di dalam hutan maka rasa nyaman dan aman tidak
mereka dapatkan. Namun jika di Desa mereka merasakan istirahat dengan tenang
dan terhidar dari gangguang hewan-hewan buas karena sudah adanya tepat tinggal
yang pasti seperti rumah yang dibangun untuk tempat tinggal dan berlindung dari
berbagai ancaman dari luar. Mereka juga bisa beristirahat didalam rumah masing-
bahwa untuk hidup menetap, para orang tua lebih memilih untuk tinggal di Desa
dan menetap di wilayah yang lebih aman untuk kebaikan dari keluarganya baik
istri dan anak-anaknya. Tujuannya yaitu para orang tua sudah mulai memikirkan
68
Suku Anak Dalam merupakan bagian dari masyarakat Desa Muara Kilis.
kesehatan para masyarakat Suku Anak Dalam. Seperti diketahui bahwa Suku
Anak Dalam adalah salah suku yang memiliki pengetahuan untuk meramu buah,
akar dan daun tumbuhan menjadi obat herbal. Namun belakangan Suku Anak
Dalam di Desa Muara Kilis justru tidak lagi mengkonsumsi obat-obatan herbal
tersebut, melainkan obat siap konsumsi rekomendasi dari bidan/dokter yang ada
Hal ini di pengaruhi oleh pemahaman jenis penyakit yang tidak semua
dapat diobati oleh ramuan herbal dan di tambah lagi dengan sulitnya menemukan
bahan-bahan dari obat ramuan herbal tersebut. Sehingga anggota masyarakat Suku
Anak Dalam memilih untuk mengkonsumsi obat-obat kimia sebagai salah satu
penyembuhan penyakit yang di derita oleh masyarakat Anak Dalam. Obat herbal
yang diyakini masyarakat Anak Dalam sudah jarang ditemui di wilayah ini, yang
dijadikan sumber kesembuhan penyakit melainkan yang sering ditemukan saat ini
jika ada yang sakit langsung dibawa ke dokter atau bidan yang ada di Desa Muara
Kilis. Artinya, pola pikir masyarakat Suku Anak Dalam sudah berubah dari
pengobatan tradisional kearah modern. Dahulu percaya dengan obat herbal kini
69
Tradisional dapat dikaitkan dengan pilihan untuk memilih berobat dengan cara
modern. Hal ini dikarenakan bagi masyarakat Suku Anak Dalam pilihan untuk
berobat lebih mudah berobat dengan cara modern daripada tradisional, sebab
berobat dengan cara tradisional atau obat herbal lebih sulit ditemukan karena
sudah jarang ada yang meramu obat-obatan tersebut dan memerlukan waktu yang
lama untuk meraciknya. Sedangkan obat modern lebih praktis dan cepat sehingga
tidak memerlukan waktu lama mengobatinya jika dalam keadaan sudah sakit
mendesak, sehingga masyarakat Suku Anak Dalam lebih memilih hal yang cepat
Suku Anak Dalam di pahami oleh masyarakat luar akan cara dan pola
hidupnya yang amat bergantung dengan alam dan tertutup justru sudah tidak
berbagai perubahan, terutama yang terjadi pada Suku Anak Dalam di Desa Muara
Kilis. Aspek-aspek yang tampak berubah misalnya pilihan Suku Anak Dalam
untuk menetap di kawasan pemukiman desa dan pilihan Suku Anak Dalam
Pilihan untuk maju sendiri merupakan salah satu aspek yang didasari oleh
rasionalitas Suku Anak Dalam. Analisisnya bahwa individu dari Suku Anak
70
semakin sulit untuk hidup, dengan pemenuhan kebutuhan di hutan yang terbatas
akan sulit membuat masyarakat Suku Anak Dalam bisa sehat dan berpengetahuan
masyarakat lainnya dan merubah hidup mereka lebih baik dan maju, baik dari segi
terbuka dan berkeinginan untuk maju, sehingga masyarakat Suku Anak Dalam
memilih untuk berpindah hidup dari hutan ke wilayah desa supaya bisa berbaur
Nilai. Tindakan ini didasari oleh pilihan untuk melakukan hal yang dianggap lebih
baik untuk melakukan tindakan dan ketentuan yang ada. Bagi masyarakat Suku
Anak Dalam berada di hutan merupakan hal yang membuat mereka sulit untuk
maju dan berkembang. Sedangkan berada di wilayah desa bagi mereka saat ini
Muara Kilis, pilihan untuk menetap, pilihan untuk berobat dan pilihan untuk maju
adalah beberapa bentuk rasionalitas yang terjadi di lapangan yaitu di Desa Muara
masyarakat berpikir untuk melakukan tindakan dan pilihan adalah salah satu
71
terkecil hingga hal yang terbesar. Masyarakat ingin adanya perubahan baik bentuk
fisik yaitu tempat tinggal maupun bentuk nyata lainnya yang berguna untuk
kemajuan dari masyarakat Suku Anak Dalam itu sendiri. Berikut salah satu
sejalan yaitu:
72
masyarakat Suku Anak Dalam sebelum tinggal di Desa Muara Kilis yaitu tinggal
di hutan. Hutan yang mereka tinggali terletak pada bukit 30 yang mengarah pada
sisi barat Desa Muara Kilis. Hutan tersebut merupakan salah satu hutan lindung
Berikut akan dijelaskan oleh salah satu istri dari tokoh adat atau kepala
suku yang ada di Desa Muara Kilis yang menjadi informan berikut ini yaitu Ibu
Masyarakat Suku Anak Dalam sudah menetap di Desa Muara Kilis sejak
tahun 2015, artinya sudah sekitar 3 tahun mereka meninggalkan hutan yang
gambaran bahwa masyarakat Suku Anak Dalam masih dalam proses adaptasi pada
lingkungan desa yang sifatnya dituntut untuk terbuka satu sama lain. Selain itu,
tentu kondisi desa dan hutan sangat berbeda sehingga masyarakat Suku Anak
dijadikan tempat mentap dan pemukiman bagi mereka. seperti halnya yang
“…nak apo lagi hutan dak katek lagi. Nak nyari apo lagi
dihutan dulu bawak tombak be baleknyo bawak babi,
kijang, ruso. Nah skarang nak nyari kek gitu megaplah.
Skarang ni dari sawit nilah kami hidup nak berburu apo
yang di buru.
(mau apa lagi di hutan tidak ada apa-apa lagi disana. Mau
mencari apalagi, kalau dulu dihutan bawa tombak saja
baliknya sudah bawak babi, kijang atau rusa. Kalau
sekarang tidak mungkinlah. Sekarang ini dari sawit saja
kami hidup, kalau berburu entah apa yang mau diburu).”
(Wawancara, 12 Agustus 2018).
keadaan hutan saat ini sudah tidak seperti dahulunya. Terjadi penggundulan hutan,
74
mereka pindah dan apa saja yang berubah pada keseharian mereka. Untuk lebih
mendalam, terdapat dua informan dukungan yang merupakan warga tetap dan
dalam, dimana dahulunya masyarakat Suku Anak Dalam bergantung pada sumber
daya alam yang ada di hutan, hampir semua instrumen kegiatan suku anak dalam
pola kerja, dulunya mereka sering memenuhi kebutuhan dengan cara berburu
dihutan, menombak ikan, mengambil getah pohon, membuat rumah dari kayu
sudah sangat berbeda, mereka harus bekerja dan mengikuti perkembangan zaman,
dimana mereka harus berbelanja ke pasar, jika sakit harus berobat ke puskesmas
Hal ini disebabkan adanya alih fungsi lahan oleh segelintir orang. Hutan
yang dulunya adalah tempat masyarakat Suku Anak Dalam tinggal, kini sudah di
alih fungsikan menjadi perkebunan sawit oleh perusahaaan, hal inilah yang
75
tidak suka masyarakat harus melakukan adaptasi agar dapat bertahan hidup.
Karena didalam hutan sudah tidak ada lagi yang bisa dimanfaatkan. Oleh karena
itu, mereka harus keluar dari hutan dan menempati pemukiman yang disediakan
berkerja sehari-hari sebagai buruh tani untuk memenuhi keperluan mereka sehari-
hari.
dimiliki oleh Suku Anak Dalam lebih condong kepada tindakan rasional
instrumental. Dimana tindakan rasional ini berasal dari pilihan sadar dan pertim
tertentu. Tindakan rasional ini dapat dilihat dari alasan-alasan dari masyarakat
Suku Anak Dalam. Masyarakat Suku Anak Dalam tepatnya yang berada di desa
Muara Kilis memiliki alasan secara individu keluar dari kehidupan kebiasaan
Hal ini dipertengas dengan hasil wawancara dengan informan tentang peralihan
tempat tinggal bagi Suku Anak Dalam yang menetap di Dusun Wonorejo:
Tabel 4.13
Tabel Hasil Wawancara
76
77
78
11. Bapak Rokan Harahap “…kalau dulu mereka itu tinggal di pondok-
pondok didalam hutan, kalau sekarang
mereka sudah tinggal di sini berbaur dengan
kami.”
79
negosiasi terhadap dirinya sendiri berupa pertimbangan dari suatu pilihan yang
masyarakat Suku Anak Dalam untuk meninggalkan hutan yaitu dengan adanya
pemikiran bahwa hutan tidak akan mampu lagi menunjang kebutuhan hidup
mereka, karena kondisi hutan yang semakin hari semakin sempit dan gundul.
Pilihan mereka untuk beralih tempat tinggal dan menetap di suatu wilayah
berbagai tindakan sosial yang mengarahkan meraka harus lebih terbuka terhadap
masyarakat Suku Anak Dalam didorong atas ketersediaan alat yang mendukung
dan mengarahkan individu tersebut kepada suatu tindakan dengan tujuannya yang
tetap. Berdasarkan temuan data dilapangan bahwa masyarakat Suku Anak Dalam
yang menetap di Desa Muara Kilis diberi bantuan dari pemerintah yaitu tanah
seluas 2 hektar (ha) dan satu bangunan rumah. Hal inilah yang membulatkan
mencapai kehidupan yang lebih baik. Perubahan dan pilihan rasional yang
dimiliki oleh masyarakat Suku Anak Dalam tetapnya yang berda di Desa Muara
Kilis tidak lepas dari pengaruh masyarakat luar. Keterbukaan mereka terhadap
80
dimana mereka sudah hidup dan menetap disuatu wilayah dengan memiliki
pekerjaan tetap. Bermukim disuatu desa yang dipimpin oleh kepala desa dan
dilengkapi dengan nilai dan norma yang berlaku yang dijadikan sebagai landasan
bagian dari pihan rasional. Pilihan rasioanal ini muncul akibat adanya suatu
ketertarikan atau keuntungan seseorang yang ingin menikmati hal yang baru.
Perubahan muncul akibat adanya tindakan sosial oleh individu. Basis atau dasar
dari pernyataan diatas yaitu hasil wawancara kepada masyarakat dengan fokus apa
yang menjadi pertimbangan untuk meninggalkan hutan dan bagaimana cara anda
pernyataan perihal realitas yang terjadi pada kehidupan masyarakat Suku Anak
Dalam. Dimana banyak sekali kesulitan jika hidup dihutan saat ini, karena
jerenang sudah sulit ditemui, getah balam, rotan, damar, dan tumbuhan obat-
obatan, sekaligus mencari labi-labi sudah sulit karena lingkungan hutan yang
81
Bantuan ini berupa rumah dan lahan kepada masing-masing kepala rumah tangga.
Tentunya bantuan tersebut memberikan pengaruh positif bagi Suku Anak Dalam
kehidupan Suku Anak Dalam dari hutan menjadi pemukiman desa dilatar
belakangi oleh habisnya hutan yang mencangkup keseluruhan hasil hutan berupa
rotan, damar, jerenang, getah balam, tumbuhan obat, sekaligus ikan dan labi-labi
yang semakin sulit ditemui. Rusaknya hutan merupakan akibat dari penebangan
liar, pembukaan lahan secara luas dan pengaliran limbah ke anak-anak sungai
hutan dan merusak ekosistem yang tadinya bersifat kompleks. Keadaan yang
semakin sulit membuat Suku Anak Dalam merasa terancam dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya. “Kami beranak pinak dalam rimbo, makan sirih, berburu,
dan meramu obat alam” yang menjadi simbol adat Suku Anak Dalam tak mampu
lagi direalisasikan.
pandang mereka untuk mencari jalan keluar. Pilihan untuk tidak tetap di hutan
memunculkan pilihan sadar dengan penentuan tujuan yang pasti. Dengan adanya
bantuan pemerintah berupa lahan seluas 2 hektar (ha) dan rumah huni di jadikan
sebagai sarana untuk mengarahkan tindakan individu tersebut. Secara ilmiah dapat
82
didorong oleh sarana atau alat yang berasal dari luar dalam mencapai suatu
transisi kehidupannya.
kebudayaan.
Berdasarkan kajian atau konsep Himes dan Moore bahwa transformasi sama
artinya dengan perubahan sosial. Artinya, sebuah perubahan sangat penting dalam
struktur sosial. Struktur sosial yang dimaksud adalah pola-pola perilaku dan
interaksi sosial. Terdapat tiga dimensi sebagai cakupan dari perubahan sosial
baru, perubahan dalam struktur kelas sosial. Sedangkan dimensi kultural mengacu
83
dalam berinteraksi, jarak sosial, perantara interaksi, aturan dan pola-pola interaksi,
dapat dilihat dalam berbagai aspek baik sosial, ekonomi, politik maupun budaya.
Aspek sosial budaya sebagai warisan nenek moyang Suku Anak Dalam
dapat dilihat dari bahasa yang digunakan, rumah tempat tinggal, peralatan rumah
tangga, kepercayaan yang dianut, pakaian yang dikenakan dan makanan yang
84
Sesungguhnya kearifan lokal Suku Anak Dalam adalah kental dengan adat
istiadat yang telah terwariskan oleh nenek moyang mereka. Dari pernyataan ketiga
memiliki bahasa sendiri yaitu bahasa Suku Anak Dalam yang menurut informasi
yang peneliti dapatkan berbau bahasa padang karena asal usul nenek moyang
mereka di sebut “sasudungon” dengan bahan dasar kayu bulat yang disejajarkan
dan di tegakkan membentuk pondok yang diberi atap daun-daunan dan dilantaikan
dengan kayu disusun rapi. Peralatan rumah tangga mereka mengenal pisau,
parang, tombak dan panah, yang merupakan alat untuk berburu bagi mereka.
dan dewa-dewa.
Dalam hal berpakaian baik wanita maupun laki-laki pada saat itu belum
mengenakan pakaian yang dikenakan saat itu hanya kain panjang untuk menutupi
segala macam jenis hewan hasil buruan dan berbagai jenis buah yang dapat
dikonsumsi dari hasil hutan. Hal tersebut bagi Suku Anak Dalam pada saat itu
86
Dengan keadaan sedemikian rupa interaksi dengan suku luar sangat terbatas
tentu akan menciptakan seperangkat nilai dan pengetahuan yang dipelihara secara
membawa kehidupan masyarakat Suku Anak Dalam menjadi lebih terbuka dalam
berbagai bidang. Bidang sosial adalah yang paling tampak dalam menggambarkan
bentuk transformasi kearifan lokal Suku Anak Dalam. Berikut adalah hasil
wawancara dari keseluruhan informan tentang hal yang berubah dari kehidupan
87
khas dalam bahasa yaitu bahasa Suku Anak Dalam yang condong ke dalam
tersebut. Dulunya Suku Anak Dalam percaya kepada dewa, dewi atau bisa
dikatakan tidak mengenal agama, akan tetapi sekarang Suku Anak Dalam sudah
menganut agama Islam. Suku Anak Dalam sudah memiliki tempat tinggal dan
lengkap dengan kamar mandi, alat memasak dan juga pralatan rumah tangga
lainya. Suku Anak Dalam juga sudah terlibat dalam pemilihan anggota DPR,
bupati dan gubernur. Masyarakat Suku Anak Dalam mayoritas bekerja sebagai
88
diladang orang.
Masyarakat Suku Anak Dalam sudah memeluk agama Islam dan sudah
memiliki tempat tinggal yang disedikan oleh pemerintah kepada mereka. Dalam
rumah mereka juga sudah ada fasilitas seperti kamar mandi, dapur dan juga alat-
alat bertani lainya. Masyarakat suku anak dalam sudah makan nasi, sayur dan lauk
pauk, tidak seperti dulu mereka memakan umbi-umbian seperti. Masyarakat suku
anak dalam sudah mulai membuka diri dengan lingkungan sekitar seperti sudah
dalam juga sudah mulai mulai menggunakan alat-alat seperti cangkul, arit, babat
untuk membersihkan lahan pertanian mereka. Saat ini masyarakat suku anak
dalam sudah mulai menggunakan alat transportasi untuk berpergian seperti motor,
tidak seperti dulu mereka harus menempuh perjalanan dengan berjalan kaki.
adanya kepercayaan terhadap agama masyarakat Suku Anak Dalam sudah mulai
mengikuti aturan agama. Ketika meninggal dunia mereka mengubur jasad tersebut
berbeda dengan sebelum mengenal agama, ketika ada yang meninggal mereka
menggap itu suatu bala dan meninggalkan tempat tersebut, tanpa di kubur hanya
diletakkan saja dipondok khusus untuk orang meninggal. Mereka sebagian besar
berkerja sebagai petani dan juga sebagai buruh tani di perkebunan milik
perusahaan yang ada didekat tempat tinggal mereka. Saat ini masyarakat suku
digantikan dengan nasi. Mereka membeli kebutuhan pokok di pasar tidak seperti
merupakan bentuk proses sosial yang terjadi pada individu dalam masyarakat itu
sendiri. Bentuk perubahan yang terjadi pada masyarakat Suku Anak Dalam
wajah berupa lipstik, anting, kalung dan jenis pakaian yang terbaik. Selain itu,
Suku Anak Dalam disini tidak lagi gagap dengan teknologi, bahkan mereka sangat
teknologi ini sudah menjadi bagian dari kehidupan mereka, artinya disini Suku
Anak Dalam mengalami transformasi pada aspek pengetahuan dan sosial budaya.
Tabel 4.14
Tabel Hasil Wawancara
90
92
12. Bapak Salim Harahap “…untuk kehidupan Suku Anak Dalam kalau
diperhatikan sudah serupa denga kita-kita
disini. Mereka sudah maju dengan
menggunakan kendaraan motor, hp, dan untuk
pakaian sudah berpakaian layaknya kita-kita
hingga sudah sulit mengenali mereka Suku
Anak Dalam atau tidak.”
Keseluruhan informasi yang didapat dari informan diketahui bahwa sudah
membawa mereka kepada suatu aksi yang tidak lagi berdasar akan adat istiadat
mereka, melainkan dengan tata nilai yang berlaku di tempat mereka tinggal.
Bentuknya dapat terlihat dari transformasi akan secara rinci peneliti paparkan
Tabel 4.15
Tabel Analisis Transformasi Sosial Suku Anak Dalam
sudah menetap di Desa Muara Kilis dengan Suku Anak Dalam menetap di hutan
dapat dinarasikan dari beberapa kategori yang menjadi alat analisisnya. Dalam
kategori tempat tinggal, Suku Anak Dalam yang menetap di Desa Muara Kilis
sudah menetap pada kawasan desa, sedangkan Suku Anak Dalam yang masih
tinggal di hutan menetap dikawasan hutan. Dalam kategori kelompok, Suku Anak
Dalam yang menetap di Desa Muara Kilis memiliki kelompok yang besar dan
Dalam kategori lahan, Suku Anak Dalam yang menetap di Desa Muara
Kilis memiliki lawan sawit atau karet seluas 2 hektar (ha) per kepala keluarga,
94
kategori rumah yang menjadi tempat tinggal, Suku Anak Dalam di Desa Muara
Kilis sudah memiliki bangunan rumah permanen, sedangkan Suku Anak Dalam
yang menetap di hutan memiliki pondok. Dalam kategori mata pencaharian, Suku
Anak Dalam yang mentap di Desa Muara Kilis bekerja sebagai petani dan buruh
tani, sedangkan Suku Anak Dalam yang menetap di hutan berburu dan meramu.
Dalam kategori kepercayaan, Suku Anak Dalam di Desa Muara Kilis telah
beragama islam, sedangkan Suku Anak Dalam yang di hutan mengenal konsep
animisme dan dinamisme. Dalam kategori interaksi sosial, Suku Anak Dalam di
Desa Muara Kilis bersifat terbuka, sedangkan Suku Anak Dalam yang menetap di
Kilis di pimpin Kepala Desa, Kepala Dusun, RT, Temenggung dan Wakil
Temenggung (kepala adat). Sedangkan Suku Anak Dalam di hutan di pimpin oleh
bahasa, Suku Anak Dalam di Desa Muara Kilis berkomunikasi dengan bahasa
masih di hutan Suku Anak Dalam hanya mengenal sistem pemenuhan kebutuhan
resisten yang artinya hanya memenuhi kebutuhan yang paling mendasar bagi
kehidupan mereka sehari-hari, jauh berbeda dengan Suku Anak Dalam yang
95
transformasi sosial terbagi atas tiga dimensi yaitu struktural, kultural dan
Anak Dalam, maka dapat dilihat secara mendalam analisis transformasi sosial
1. Dimensi Struktural
stuktur, fungsi dan peranan. Berkaitan dengan kondisi dilapangan bahwa sejalan
dengan konsep Himes dan Moore perubahan struktur pada Suku Anak Dalam
terjadi pada struktur geografis tempat tinggal. Suku Anak Dalam di Desa Muara
sebagai rumah dan sumber penghidupan bagi Suku Anak Dalam. “Kami beranak
pinak dalam rimbo, makan sirih, berburu, dan meramu obat alam” (kami hidup
didalam hutan, makan sirih, berburu dan meramu obat herbal) merupakan slogan
Suku Anak Dalam. Berburu, meramu dan hidup nomaden adalah warisan nenek
moyang Suku Anak Dalam yang tidak di terapkan setelah menetap di Desa Muara
Kilis. Suku Anak Dalam di desa ini, tinggal menetap di dalam bangunan rumah
Transformasi pada dimensi stuktural juga terjadi pada fungsi dan peran
96
camat, kepala desa, ketua rw, dan ketua rt. Sedangkan fungsi temenggung pada
awalnya adalah sebagai kepala adat berganti dengan posisi wakil temenggung
menjadi kepala adat. Sebagai contoh, fungsi dan peran temenggung dalam adat
pernikahan Suku Anak Dalam saat menetap di hutan. temenggung adalah sebagai
penghulu yang merestui kedua memepelai. Namun saat ini peran itu tidak lagi di
lakukan sebab seiring dengan dikukuhkannya agama Islam bagi Suku Anak
Dalam di Desa Muara Kilis, prosesi pernikahan sesuai dengan aturan agama.
2. Dimensi Kultur
juga sejalan dengan konsep Himes dan Moore bahwa Suku Anak Dalam
mengalami perubahan pada pakaian dan bahasa. Suku Anak Dalam yang
merupakan suku terasing dan sangat kental budayanya dapat dilihat dengan cara
berpakaian dan berbahasa. Dalam berpakaian Suku Anak Dalam saat masih
menetap dihutan hanya menutup aurat masing-masing pada bagian vital saja.
panjang. Dalam bahasa, Suku Anak Dalam di Desa Muara Kilis merupakan
keturunan nenek moyang berdarah minang. Dan dalam penggunaan bahasa, Suku
Anak Dalam sendiri mengakui memiliki bahasa sendiri yaitu bahasa Suku Anak
Dalam. Namun balakangan ini, bahasa Suku Anak Dalam sudah mengalami
peleburan sehingga banyak dari anggota Suku Anak Dalam terutama di Desa
Muara Kilis tidak mengerti lagi, ditambah saat ini Suku Anak Dalam di desa ini
97
keluarganya dengan bertani. Selain bekerja untuk lahan sendiri, Suku Anak Dalam
juga harus menjadi butuh tani di lahan milik orang lain. Sebab, saat ini lahan Suku
Anak Dalam yang rata-rata luasnya 2 hektar masih berbuah pasir. Buah pasir
adalah buah kelapa sawit yang masih berumur satu sampai tiga tahun. Buah pasir
kelapa sawit memiliki harga jual yang murah sehingga Suku Anak Dalam
memilih untuk menjadi buruh tani diladang orang lain dengan mengerjakan
teknologi. Suku Anak Dalam di Desa Muara Kilis saat ini sudah banyak
teknologi. Pada penggunaan alat-alat rumah tangga, Suku Anak Dalam sudah
mengenal berbagai alat masak berupa tungku api, kuali, termos, dandang, sendok
dan piring. Alat bertani berupa cangkul, dodos, parang, dan gancu. Alat
perlengkapan rumah tangga berupa kasur, tikar, meja dan bangku. Sedangkan
pada penggunaan teknologi, Suku Anak Dalam sudah menggunakan sepeda motor
98
Himes dan Moore bahwa Suku Anak Dalam mengalami perubahan dari jenis
interaksi tertutup yang terjalin pada kelompok Suku Anak Dalam sendiri
awalnya bersifat tertutup akibat kelompok suku anak dalam yang menetap dihutan
Anak Dalam di Desa Muara Kilis harus beradaptasi dalam menjalin interaksi
dengan masyarakat lain. Transformasi Suku Anak Dalam dapat di lihat pada
jalinan interaksi dalam pengenalan penenaman, perawatan dan panen kelapa sawit
ataupun karet. Suku Anak Dalam yang mulanya tidak mengenal sistem
penanaman, perawatan dan panen kelapa sawit ataupun karet belajar dengan
Selain itu, Suku Anak Dalam juga menjalin interaksi secara intens dengan
masyarakat lainnya ketika melakukan transaksi jual beli dipasar. Pada transaksi
penjualan, Suku Anak Dalam datang menawarkan hasil panen dari kebun milik
kebutuhan lainnya.
99
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Suku Anak Dalam di Desa Muara Kilis adalah Suku Anak Dalam yang
Anak Dalam di Desa Muara Kilis sejalan dengan tipe rasionalitas instrumental
Max Weber yang memandang hutan yang menjadi rumah dan sumber
pandang mereka untuk mencari jalan keluar. Pilihan untuk meninggalkan hutan
berupa lahan dan rumah sebagai aset bagi Suku Anak Dalam menjadi faktor
menyangkut pada tiga aspek yaitu struktural, kultural dan interaksional sesuai
konsep Himes dan Moore. Pada aspek struktural, transformasi Suku Anak Dalam
pada tempat tinggal, cara berpakaian, sumber mata pencaharian, alat-alat rumah
tangga, teknologi dan bahasa. Dan pada aspek interaksional, terjadi transformasi
100
5.2 Saran
101
Azizah, Zulfa.2015. “Sejarah Asal Usul dan Kebudayaan Suku Anak Dalam
(Suku Kubu).”http://dunia-kesenian.blogspot.com/2015/02/sejarah-asal-
Badan Pusat Statistik Propinsi Jambi. 2010. (BPS Jambi Profil Suku Anak
Dalam).
Badan Pusat Statistik Propinsi Jambi. 2017. (Kecamatan Tengah Ilir Dalam
Angka).
Erlangga.
102
Marisan, Apolos. 2013. “Dinamika interaksi sosial Dan integrasi Budaya antara
rosdakarya.
PT RajaGrafindo Parsada.
103
University Press.
Suyanto, Bagong dan Sutinah. 2013. Metode Penelitian Sosial Berbagai Alternatif
Syarif Hidayatullah Jakarta, 170 Sosio Didaktika: Vol. 1, No. 2 Des 2014.
Tumanggor, Rusmin dkk. 2014. Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar. Jakarta:
Kencana.
104
Gambar 1. Proses wawancara salah satu tokoh adat Suku Anak Dalam.
105
106
107
108
Gambar 10. Kondisi jalan dan bangunan rumah Suku Anak Dalam.
109
Gambar 12. Bangunan Gereja bagi umat Kristen di Desa Muara Kilis.
110
Gambar 14. Bangunan POLINDES (pondok bersalin desa) di Desa Muara Kilis.
111