Anda di halaman 1dari 82

Mengenal Orang Rimba

Di Taman Nasional Bukit Duabelas

Penulis,
Peri Hermansyah

Penerbit,
Balai Taman Nasional Bukit Duabelas
MENGENAL ORANG RIMBA
DI TAMAN TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS

Penulis :
Peri Hermansyah, SH

ISBN :
978-602-60903-2-4

Editor :
Ahmad Budiyana, S.Hut, M.Si

Desain Sampul dan Tata Letak :


Peri Hermansyah, SH

Sumber Foto :
Courtessy Balai Taman Nasional Bukit Duabelas

Redaksi :
Balai Taman Nasional Bukit Duabelas
Jl. Lintas Sumatera Km. 4 Sarolangun – Bangko
SAROLANGUN – JAMBI
Email: peritn12@gmail.com & tnbukit12@yahoo.co.id

Cetakan pertama , September 2019

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang


Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara
apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit.
KATA SAMBUTAN
DIRJEN KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM DAN EKOSISTEM
Indonesia memiliki 556 unit kawasan konservasi seluas
27,26 juta hektar, tersebar dari Sabang sampai Marauke.
Mewakili ekosistem mulai dari ekosistem pegunungan, hutan
dataran rendah, savana, pantai sampai terumbu karang.
Taman Nasional Bukit Duabelas merupakan kawasan
konservasi tempat kehidupan Orang Rimba dan merupakan
kawasan hutan dataran rendah. Orang Rimba memiliki adat
yang tidak terpisahkan dengan hutan yang berbeda dengan
masyarakat lainnya.
Penulisan Buku “Mengenal Orang Rimba di Taman
Nasional Bukit Duabelas” harapannya dapat menjadi sumber
informasi bagi semua pihak dalam penglolaan kawasan dan
pembedayaan terhadap Orang Rimba. Apresiasi kepada seluruh
komponen di Balai Taman Nasional Bukit Duabelas yang turut
menyusun buku ini dan bermanfaat dalam upaya mewujudkan
hutan lestari masyarakat sejahtera.
Direktur Jenderal KSDAE,

WIRATNO
“Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” i
KATA PENGANTAR
KEPALA BALAI TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS

Keberadaan kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas


(TNBD) tidak terpisah dengan keberadaan Orang Rimba yang
telah hidup lama di dalam dan sekitar kawasan tersebut. Dan
salah satu tujuan adanya TNBD adalah merupakan tempat
kehidupan Orang Rimba.
Untuk lebih memahami dan mengenal akan
keberadaan Orang Rimba, maka perlu disusun buku tentang
Orang Rimba sehingga dapat memudahkan semua pihak untuk
melakukan kegiatan pendampingan dalam rangka
pemberdayaan terhadap Orang Rimba.
Semoga Buku Mengenal Orang Rimba Di Taman
Nasional Bukit Duabelas ini dapat menjadi tambahan refrensi
dan memberikan manfaat.

Kepala Balai,

Haidir, S. Hut, M.Si

“Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” i


DAFTAR ISI

KATA SAMBUTAN ...................................................... i


KATA PENGANTAR ...................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................... iii

I. PENDAHULUAN ...................................................... 1

1.1 Sejarah Taman Nasional Bukit Duabelas .............. 1

1.2 Asal Usul Orang Rimba ......................................... 4

II. KEHIDUPAN SOSIAL ORANG RIMBA ……………. 8

2.1 Struktur Adat Orang Rimba .................................. 8

2.2 Kepercayaan Orang Rimba ................................... 12

2.3 Rumah Orang Rimba …………………………………………. 14

2.4 Pakaian Orang Rimba ………………………………………… 17

2.5 Sumber Makanan Orang Rimba ………………………… 20

2.6 Harta Orang Rimba ……………………………………………. 24

2.7 Pengobatan Orang Rimba …………………………………. 26

III. BUDAYA ORANG RIMBA ....................................... 28

3.1 Budaya Melangun ……........................................... 28

“Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” iii


3.2 Seloko Adat Orang Rimba ..................................... 30

4 3.3 Besale ……………...................................................... 38

5 3.4 Kekerabatan Orang Rimba .................................... 39

6 3.5 Tanah Adat Orang Rimba ...................................... 44

7 3.6 Pohon Kehidupan ………………………………………………. 49

8 3.7 Kerajinan Tangan Orang Rimba ………………………… 52

IV. STRUKTUR KEPENDUDUKAN ………….................. 56

4.1 Populasi Orang Rimba ........................................... 56

4.2 Sebaran Orang Rimba ........................................... 58

4.3 Pendidikan Orang Rimba …………………………………… 63

4.4 Bahasa Orang Rimba …………………………………………. 67

4.5 Mata Pencaharian Orang Rimba ……………………….. 68

VI. PENUTUP …………………………....................................... 73

Daftar Pustaka …………………………....................................... 74

“Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” iii


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Sejarah Taman Nasional Bukit Duabelas


Kawasan hutan Bukit Duabelas merupakan kawasan
hutan produksi yang mana terdapat Orang Rimba yang
hidup di dalam dan sekitar hutan Bukit Duabelas. Untuk
melindungi hutan Bukit Duabelas dan memberikan tempat
hidup Orang Rimba maka Bupati Sarolangun membuat
surat kepada Gubernur Jambi pada tahun 1984 tentang
Usulan Kawasan Hutan Bukit Duabelas menjadi Hutan
Lindung dan Cagar Biosfer Pegunungan Duabelas, sebagai
ruang hidup bagi komunitas Orang Rimba yang telah lama
tinggal di kawasan tersebut. Kemudian usulan tersebut
difasilitasi oleh kepala Sub Balai Perlindungan dan
Pelestarian Alam (PPA) Jambi membuat surat untuk
menguatkan usulan tersebut. Usulan tersebut
ditindaklanjuti oleh Gubernur Jambi dengan membuat
surat yang ditujukan kepada Menteri Kehutanan agar
kawasan hutan Bukit Duabelas seluas 28.707 ha

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 1


diperuntukkan sebagai Hutan Lindung dan Cagar Biosfer
Pegunungan Dua Belas.
Berdasarkan usulan-usulan tersebut, pada tanggal
12 Februari 1987 Menteri Kehutanan menetapkan
kawasan hutan Bukit Duabelas sebagai kawasan Cagar
Biosfer sesuai SK nomor : 46/Kpts-II/1987 seluas 29.485
hektar. Untuk memperkuat dan memperjelas status
kawasan tersebut, pada tahun 1989 dilakukan penataan
tata batas kawasan Cagar Biosfer yang dilakukan oleh
panitia tata batas Cagar Biosfer, hasil dari penataan batas
ini berupa penetapan luas kawasan Cagar Biosfer Bukit
Duabelas (CBBD) seluas 26.778 hektar dalam dalam
catatan pada dokumen-dokumen berikutnya tercantum
menjadi 26.800 hektar. Kawasan CBBD pada saat itu
dikelola oleh Sub Balai Perlindungan dan Pelestarian Alam
Jambi.
Pada tahun 1999, Komunitas Konservasi Indonesia
(KKI-WARSI) yang sejak Agustus 1997 secara intensif
melakukan pendampingan dan kajian-kajian menyangkut
kehidupan dan penghidupan komunitas Orang Rimba di
kawasan CBBD dan kawasan sekitarnya,
merekomendasikan agar areal PT INHUTANI V dan PT

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 2


Sumber Hutan Lestari yang terletak di bagian utara CBBD
agar diperuntukan sebagai kawasan hidup Orang Rimba.
Untuk menindaklanjuti rekomendasi tersebut, Menhut
membentuk tim terpadu untuk melakukan kajian mikro di
kawasan Bukit Duabelas. Hasil kajian tersebut
merekomendasikan agar areal kawasan di sisi utara yang
berbatasan langsung dengan kawasan CBBD dijadikan
kawasan lindung.
Rekomendasi tersebut diperkuat oleh surat
Gubernur Jambi nomor 525/0496/Perek, tanggal 20
Januari 2000, yang mengusulkan kepada Menteri
Kehutanan dan Perkebunan untuk membatalkan
pancadangan lahan PT INHUTANI V dan PT Sumber Hutan
Lestari seluas 38.500 ha, guna diperuntukan bagi
perluasan kawasan Cagar Biosfer dari semula 26.800 ha
menjadi 65.300 ha, dan pada tahun yang sama,
Menhutbun menunjuk kawasan CBBD dan areal PT
INHUTANI V dan PT Sumber Hutan Lestari menjadi Taman
Nasional Bukit Duabelas berdasarkan SK nomor 258/Kpts-
II/2000 tanggal 23 Juni 2000 dengan luas 60.500 Ha, yang
kemudian di deklarasikan oleh Presiden Abdurahman
Wahid pada tanggal 26 Januari 2001 di Jambi. Pada

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 3


tanggal 10 Juni 2014 kawasan Taman Nasional Bukit
Duabelas ditetapkan oleh Menteri Kehutanan seluas
54.780,41 hektar di Kabupaten Tebo, Kabupaten
Batanghari, dan Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi.

1.2 Asal Usul Orang Rimba


Terdapat beberapa versi cerita asal-usul Orang
Rimba. Menurut Prasetijo (2011), cerita asal-usul Orang
rimba dapat dikelompokkan ke dalam 3 versi. Adapun
ketiga versi cerita tersebut adalah :
1. Versi pertama menceritakan bahwa asal-usul Orang
Rimba berasal dari orang-orang melayu yang melarikan
diri ke dalam hutan karena melawan Belanda. Istilah
“lari”nya Orang Melayu ke dalam hutan, sesungguhnya
hal yang lazim terjadi dalam kehidupan Orang Melayu
di Jambi. Mereka akan lari kehutan ketika mendapat
tekanan hidup yang berlebih. Tekanan hidup tersebut
ketika mereka dihadapkan pada kondisi kekurangan
makanan, kesulitan penghidupan, hutang yang
menumpuk dan sebagainya. Sehingga untuk keluar dari
tekanan tersebut mereka pergi ke hutan untuk mencari
hasil hutan yang dapat dijual atau membuka ladang di
‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 4
dalam hutan. Dari kebiasaan masyarakat Melayu
tersebut, munculah istilah “Kubu”, yang berasal dari
bahasa melayu ngubu, berarti hidup di dalam hutan.
Ungkapan sesak di kampung ke rimbo, sesak di rimbo
ke kampung artinya ‘menderita di kampung pergi ke
hutan dan menderita di hutan pergi kembali ke
kampung. Ini merupakan gambaran tradisi ngubu bagi
Orang Melayu. Yang kemudian istilah ngubu, pada
perkembangannya berubah menjadi Kubu yang
merujuk pada masyarakat atau orang-orang yang
tinggal dan hidup di dalam hutan.
2. Versi kedua, menurut Munthalib (1995) dalam
disertasinya yang dikutip oleh Prasetijo (2011),
menyatakan bahwa Orang Rimba dulunya merupakan
laskar atau tentara Pagaruyung, Minangkabau yang
diutus untuk membantu Ratu Jambi keturunan kerajaan
Pagaruyung, Ratu Putri Selaras Pinang Masak. Namun
malang, diperjalanan mereka kehabisan perbekalan
ketika baru sampai di daerah Batanghari, padahal
daerah tujuan masih jauh dan kembali ke Pagaruyung
juga jauh. Akhirnya mereka memutuskan untuk tinggal
di wilayah tersebut, di dalam hutan yang lebat dan

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 5


mereka bersumpah “Kepucuk dikutuk rajo
Minangkabau, ke ilir dikutuk rajo Jambi, ke atas tidak
berpucuk, di tengah-tengah dimakan kumbang, ditimpo
kayu punggur” artinya : kembali ke hulu akan di kutuk
raja Minangkabau karena tidak menjalankan perintah
raja, dan seandainya ke hilir atau ke Jambi akan dikutuk
oleh raja Jambi karena tidak sampai tepat waktu.
Sehingga mereka bersumpah keatas tidak berpucuk
menggambarkan harapan yang tidak sampai dan juga
menggambarkan bagaimana rasanya hidup serba salah
karena keadaan terus tertekan.
3. Versi ketiga, merupakan cerita legenda yang
mengatakan bahwa Orang Rimba berasal dari hasil
perkawinan antara Bujang Perantau yang berasal dari
Pagaruyung dengan seorang Putri yang berasal dari
buah Kelumpang. Dari hasil perkawinan tersebut
lahirlah empat orang anak. Dua orang laki-laki dan dua
orang perempuan. Mereka adalah Bujang Malapangi,
dewo tunggal yang dipercaya sebagai moyang Orang
Rimba, Putri Selero Pinang Masak dan Putri Gading
(Prasetijo, 2011).

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 6


Dari ketiga versi cerita tersebut, yang mendekati asal usul
Orang Rimba tersebut adalah cerita versi kedua, karena
pola hidup Orang Rimba yang menganut sistem matrilineal
(menurut garis keturunan ibu / perempuan).

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 7


BAB. II
KEHIDUPAN SOSIAL ORANG RIMBA

2.1 Struktur Adat Orang Rimba


Orang Rimba sebagai mahkluk sosial yang memiliki
nilai kesetiakawanan, serta kegotong-royongan melalui
ikatan adat yang dianut dalam tatanan hidup dan
kehidupan di dalam kawasan Taman Nasional Bukit
Duabelas. Orang Rimba hidup secara berkelompok /
ketemenggungan, namun keberadaan kelompok tidak
dibatasi oleh wilayah tempat tinggal tertentu. Mereka
bebas untuk tinggal bersama dengan kelompok lain.
Meskipun tidak mengenal batas wilayah
ketumenggungan, namun persebaran kelompok tersebut
dapat dikenali berdasarkan daerah aliran sungai tertentu
di dalam kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas.
Namun mereka tidak dengan mudah berganti-ganti
kelompok / tumenggungnya karena terdapat hukum adat
yang mengaturnya. Jika terjadi perkawinan antar
kelompok maka laki-laki akan mengikuti kelompok dari
istrinya.

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 8


Orang Rimba memiliki tatanan struktur adat yang
bersifat hierarkis yang disebut dengan istilah “penghulu”,
dimana kekhasan utama dari struktur adat tersebut
adalah perannya baru terlihat jika terjadi permasalahan di
dalam maupun antar kelompok Orang Rimba. Struktur
Adat Orang Rimba yang berkelompok, dimana
Temenggung dan jajarannya merupakan pemimpin Orang
Rimba tidak bersifat mutlak. Pemimpin mereka dipilih
berdasarkan pengajuan dari Tumenggung sebelumnya
untuk kemudian disetujui seluruh anggota kelompok. Jika
sebagian besar menyetujui maka orang tersebut dapat
menduduki jabatan pemimpin dan disahkan melalui
pertemuan adat dalam suatu upacara. Namun jabatan
Tumenggung yang terlihat punya kekuasaan cukup
besarpun masih dibatasi oleh beberapa jabatan lain
seperti jabatan Tengganai yang mampu membatalkan
keputusan Tumenggung. Ini menunjukkan bahwa Orang
Rimba telah mengenal demokrasi secara sehat. Secara
jelas dan hierarki struktur Adat Orang Rimba
sebagaimana gambar berikut :

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 9


Gambar 1 : Struktur Adat Orang Rimba

JENANG TENGGANAI

TEMENGGUNG

WAKIL

DEBALANG DEPATI MANGKU MENTI


BATIN
ANAK
DALAM

Struktur Adat Orang Rimba, terdiri dari :


a. Temenggung ; Pimpinan tertinggi (sebagai Rajo),

Penegak hukum yang memutuskan perkara, Pemimpin


upacara ritual, Orang yang memilki kemampuan dan
kesaktian
b. Depati ; Pengawas terhadap kepemimpinan
Temenggung
c. Mangku ; Untuk memimpin seluruh rakyat atau
kelompok dan yang memberikan aturan, Penimbang
keputusan dalam sidang adat
d. Menti ; Menyidang orang secara adat / hakim

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 10


e. Anak Dalam ; Orang kepercayaan Mangku dan mengkaji

kesalahan rakyat
f. Debalang Batin ; Orang yang bertugas sebagai pengawal

Temenggung
g. Tengganas / Tengganai; Penasehat, pemegang
keputusan tertinggi sidang adat dan dapat
membatalkan keputusan.
h. Jenang; Penasehat dan Penghubung Orang Rimba

dengan masyarakat luar


Dari gambar struktur diatas, terlihat bahwa
Temenggung merupakan jabatan tertinggi dari suatu
struktur Adat Orang Rimba, namun terdapat dua jabatan
yang dijadikan penasehat kepada Temenggung yaitu
Tengganai dan Jenang. Tengganai merupakan orang yang
dituakan oleh kelompok masyarakat Orang Rimba
sedangkan Jenang merupakan orang luar atau
masyarakat desa yang menjadi penghubung Orang Rimba
dengan masyarakat luar yang diangkat sendiri oleh Orang
Rimba dengan turun-menurun, dalam arti jabatan Jenang
akan berpindah secara langsung kepada anak dari Jenang
apabila telah mangkat dan diakui oleh Orang Rimba.

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 11


2.2 Kepercayaan Orang Rimba
Kepercayaan nenek moyang Orang Rimba adalah
agama asli Orang Rimba yang diwariskan secara turun
temurun. Kepercayaan Orang Rimba mengakui
keberadaan Tuhan sebagai pencipta alam dan mahkluk
hidup, bukan kepercayaan animisme maupun dinamisme
(BPS, 2010).
Dalam agama nenek moyang Orang Rimba
mengenal empat alam, yaitu :
1. Halon kafir, alam tanah yang dipercaya sebagai
sumber segala penyakit.
2. Halom Nio / Halom Manusia, tempat kehidupan
manusia.
3. Halom Dewa., alam kehidupan dewa yang dipercaya
sebagai perantara untuk berhubungan dengan Tuhan
melalui dewa-dewa.
4. Halom Bahelo, alam kehidupan Tuhan.

Kepercayaan terhadap dewa, istilah etnik mereka


yakni dewo-dewo. Mereka juga mempercayai roh-roh
sebagai sesuatu kekuatan gaib. Mereka mempercayai
adanya dewa yang mendatangkan kebaikan jika mereka

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 12


menjalankan aturannya dan sebaliknya akan
mendatangkan petaka jika mereka melanggar aturan
adat. Hal ini tercermin dari seloko mentera yang memiliki
kepercayaan Sumpah Dewo Tunggal yang sangat
mempengaruhi kehidupan mereka. Hidup berayam kuaw,
bekambing kijang, berkebau ruso, umah beatap sikai,
badinding banir, balantai tanah yang berkelambu resam,
suko berajo bejenang, babatin bapanghulu. Artinya:
Mereka (Orang Rimba) mempunyai larangan berupa
pantang berkampung, pantang beratap seng, harus
berumah beratap daun kayu hutan, tidak boleh beternak,
dan menanam tanaman tertentu, karena mereka telah
memiliki ternak kuaw (burung hutan) sebagai pengganti
ayam, kijang, ruso, babi hutan sebagai pengganti kambing
atau kerbau.
Kepercayaan Orang Rimba terhadap dewa-dewa /
roh halus yang menguasai hidup tetap terpatri,
kendatipun diantara mereka telah mengenal agama lain.
Mereka yakini bahwa setiap apa yang diperolehnya dalam
bentuk kebaikan, keburukan, keberhasilan, musibah dan
kegagalan bersumber dari para dewa. Sebagai wujud
penghargaan dan persembahannya kepada para dewa

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 13


dan roh, mereka melaksanakan upacara ritual sesuai
dengan keperluan dan keinginan yang diharapkan. Salah
satu bentuk upacara ritual yang sering dilaksanakan
adalah Besale (upacara pengobatan).
Orang Rimba meyakini bahwa penyakit yang
diderita sisakit merupakan kemurkaan dari dewa atau roh
jahat oleh sebab itu perlu memohon ampunan agar
penyakit yang diderita dapat disembuhkan. Pelengkapan
yang digunakan dalam upacara besale sangat sarat
dengan simbol-simbol.
Ada Orang Rimba yang sudah menganut Agama
biasanya disebabkan karena seringnya berinteraksi
dengan penduduk disekitar kawasan seperti interaksi
sosial, iekonomi, dan programpemberdayaan yang
dilakukan oleh pemerintah maupun lembaga swadaya
masyarakat.

2.3 Rumah Orang Rimba


Rumah / umah Orang Rimba menyebutnya berfungsi
sama seperti rumah masyarakat umumnya sebagai tempat
keluarga beristirahat, berteduh dan berkumpul. Terdapat
tiga bentuk rumah Orang Rimba yaitu sebagai berikut :
‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 14
1. Umah Godong

Umah Godong
memiliki ukuran yang
cukup besar, umah
godong umumnya
memiliki 1 ruang tamu, 1
ruang keluarga dan 2
kamar tidur ukuran rumahnya pun beragam ada 5 m x
7m , 4m x 5m dan tinggi umah godong dari tanah 1 m -
1,5 m. Umah Godong dibangun di ladang dan dekat
dengan sumber air yaitu sungai/anak sungai.
Ditempati berkisar 2-4 tahun kemudian pindah karena
kondisi rumah sudah mulai rapuh dan membangun
rumah baru. Bahan-bahan yang digunakan untuk
membangun rumah godong tiang rumah berupa kayu
bulat jenis meranti, atap rumah dari daun pohon
benal/serdang atau rumbiah, dinding, pintu dan lantai
rumah terbuat dari kulit kayu gaharu atau meranti
atau kayu mesuai, glogor lantai berupa kayu bulat
yang disusun sebagai alas lantai. Seiring perjalanan
waktu bahan-bahan untuk membuat rumah godong

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 15


atap pakai seng, dinding dan lantai papan kayu
meranti.

2. Umah Ditanoh

Rumah dibangun
diladang dan dekat sungai
umah ditanoh digunakan
umumnya saat melangun.
Atap rumah dari kulit kayu
meranti, rumbiah dan lantai
rumah berupa glogor kayu
pecah atau bulat berdiameter 4 cm yang disusun rapat
kemudian diatasnya diberi kulit kaya meranti atau tikar
yang terbuat dari daun rumbiah. Tinggi tiang untuk atap
rumah 150 cm dan rumah tidak berdinding. Rumah
ditanoh digunakan selama lebih kurang 8 bulan. Ukuran
1m x 1,5 m, 4m x 5 m tergantung jumlah anggota
keluarga. 1 keluarga bisa memiliki lebih dari 2 rumah
ditanoh tergantung dari jumlah anak. Selesai digunakan
rumah ditanah dtinggalkan begitu saja dan akan
dibiarkan lapuk.

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 16


3. Umah Sudung / Sesudung

Umah Sudung
dibangun oleh Orang
Rimba yang bersifat
sementara yaitu
pada saat orang
rimbah kemalaman
diperjalanan saat
berpergian, berburu atau mengambil hasil hutan
berupa rotan, jernang, damar, balam, dan buah
hutan meraka akan membuat sesudungon. Rumah
tersebut biasanya menggunakan kayu bulat
diameter 4-5 cm sebagai tiang dan rotan cacing
untuk pengikat dan daun topus atau serdang untuk
atap. Namun sekarang umumnya atap sesudung
sudah menggunakan plastik hitam / perlak sebagai
atap. Ukuran sudung tergantung jumlah anggota
keluarga

2.4 Pakaian Orang Rimba


Pada umumnya bagi komunitas Orang Rimba yang
masih memegang adat dengan kuat cara berpakaian

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 17


mereka sangat unik, berbeda dengan masyarakat luar
pada umumnya yang menggunakan pakaian sebagaimana
mestinya. Pakaian Orang Rimba sangat simpel dan
sederhana, pakaian Orang Rimba disebut cawat/cawot
untuk laki-laki dan kemben untuk kaum perempuan.
Untuk sebagai berikut :
1. Cawot / Cawat
Cawot adalah nama cara
berpakaian Orang Rimba yang
digunakan oleh laki-laki dari
anak-anak sampai dewasa
untuk menutupi daerah
kemaluannya. Cawot
merupakan kain batik panjang
yang umum dijual. Cara pemakaian cawot yaitu dengan
posisi berdiri Satu ujung kain diletakan di depan perut
dan menutipi kemaluan kemudian ujung kain satunya
ditarik kebelakang melalui antara dua paha atau
diselipkan pada selangkangan kemudian kain
dilingkarkan di pinggang dan ujung kain dikaitkan pada
kain yang terselib di selangkangan / kain bagian
belakang. Setelah terpasang kain dirapikan yaitu pada

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 18


ujung kain yang berada di depan perut dibiarkan
menjuntai dan melebar menutupi kemaluan dan paha
bagian depan dan ujung kain satunya berada di bagian
belakang diatur sedemikian rupa sehingga menutupi
bagian pantat dan paha belakang. Satu kain cukup
untuk digunakan oleh satu orang dewasa sedangkan
untuk anak-anak kain dipotong atau kalua tidak
dipotong dapat dililitkan dipinggang dua kali.
2. Kemben
Kemben adalah nama cara berpakaian Orang Rimba
yang digunakan oleh perempuan. Kemben merupakan
kain batik sarung yang umum dijual untuk menutupi
bagain tubuh perempuan Orang Rimba. Penggunaan
kemben pada perempuan Orang Rimba di bagi dua
macam yaitu sebagai berikut :
1. Kemben untuk perempuan
Orang Rimba yang belum
menikah atau yang sudah
menikah tapi belum
mempunyai anak, kain
sarung menutupi bagian
tubuh perempuan mulai

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 19


dari atas mata kaki sampai di atas dada dan
dililitkan.
2. Kemben untuk perempuan
Orang Rimba yang sudah
menikah dan mempunyai
anak, kain sarung menutupi
bagian tubuh perempuan
mulai dari atas mata kaki
sampai pinggang dan
dililitkan.
Seiring dengan perjalanan waktu serta sering
berinteraksinya Orang Rimba dengan masyarakat
disekitar kawasan TNBD, saat ini sebagian dari Orang
Rimba telah memiliki dan menggunakan pakaian
layaknya masyarakat lainnya.

2.5 Sumber Makanan Orang Rimba


Sumber makanan Orang Rimba umumnya berasal
dari hutan Taman Nasional Bukit Duabelas, untuk
memperoleh makanan Orang Rimba melakukan kegiatan
sebagai berikut :

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 20


1. Berburu
Berburu merupakan kegiatan untuk meperoleh
makanan sumber protein hewani bagi Orang Rimba
dan kegiatan tersebut menjadi keahlian yang diperoleh
secara turun temurun bagi anak laki-laki dari mulai
kecil dengan ikut berburu bersama orang tua dengan
alat menggunakan tombak dibantu oleh anjing. Selain
tombak Orang Rimba juga menggunakan kecepek
yaitu senjata api rakitan yang mereka buat sendiri atau
diperoleh dengan membeli. Adapun hewan yang
diburu seperti rusa (Cervulus equimus), kancil, kijang
(Cervulus muntjac),babi (Sus scrofa), biawak,nanguy,
tikus hutan, labi-labi, dan kodok, tupai, burung, ular
serta ikan. Kearifan lokal Orang Rimba dalam berburu
adalah harus mentaati ketentuan adat yaitu larangan
dalam berburu diantaranya tidak boleh berburu
binatang yang sedang mandi atau minum tidak boleh
berburu beruang, harimau, gajah, burung enggang
gading karena hewan tersebut dianggap jelmaan
dewa. Menurut aturan adat pemburu harus
menyerahkan sebagian hasil buruan kepada

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 21


Tumenggung. Namun aturan tersebut sudah tidak
berlaku lagi.
2. Memasang Jerat
Memasang Jerat adalah salah satu cara untuk
mendapatkan hewan dalam memenuhi kebutuahan
makan bagai Orang Rimba. Jerat yang dipasang
dengan teknik dan cara tertentu serta disesuaikan
dengan besar atau jenis hewan yang akan dijerat.
Jerat untuk hewan besar seperti babi rusa dan kijang
dibuat dari tali tambang atau kawat. Teknik
pembuatan jerat yaitu dengan cara satu ujung tali
diikatkan pada ujung batang kayu yang lentur
sekuatnya. Selanjutnya ujung tali satunya dibuat
simpul kemudian diletakan diatas perangkap yang
dibuat sedemikian rupa pada jalur lintasan hewan. Jika
kaki hewan menginjak perangkap maka simpul tali
akan mengikat kaki hewan dan hewan terangkat oleh
kayu yang dilenturkan. Jerat juga dapat digunakan
untuk hewan kecil seperti kancil, napu.

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 22


3. Berladang / Berkebun
Umumnya Orang Rimba melakukan kegiatan berladang
disekitar umah tempat tinggalnya. Berladang
merupakan usaha Orang Rimba untuk memenuhi
kebutuhan makan sehari-hari dengan menanam
tananaman singkong, ubi jalar, keladi, tembakau, cabe
dan tebu. Apabila ada kelebihan hasil kebun akan
mereka jual untuk membeli kebutuhan makanan
lainnya. Berladang juga dilakukan oleh Orang Rimba
dengan menanam tanaman karet dan sawit. Hasilnya
mereka jual sebgai sumber penghasilan untuk membeli
semua kebutuhan hidupnya.
4. Buah Hutan

Buah hutan merupakan sumber makanan yang


berlimpah bagi Orang Rimba. Berbagai jenis buah yang
dapat dikonsumsi oleh Orang Rimba dari hutan Taman
Nasional Bukit Duabelas. Umumnya pohon buah
berbuah setahun sekali dengan jumlah buah yang
banyak pada satu pohon. Buah hutan yang dikonsumsi
oleh Orang Rimba diantaranya Durian, Cempedak,

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 23


Kuduk kuya, Dekat,Rambutan hutan, buah Siu, tampui,
duku, langsa, petai, manggis, mata kucing.

2.6 Harta Orang Rimba

Harga merupakan benda atau barang yang dimiliki


yang dapat dipergunakan untuk mebantu atau menunjang
kehidupan manusia.. Pola hidup nomaden Orang Rimba
menjadi kendala akan kepemilikan harta karena akan sulit untuk
membawa ketika pindah. Orang Rimba memiliki budaya tabu,
jika memiliki harta tambahan yang tidak termasuk ke dalam
kebutuhan pokok. Dalam kehidupan Orang Rimba terdapat

dua macam harta :


1. Harta bersama (Harta Besamo) adalah harta yang
kepemilikannya tidak dikuasai oleh satu orang dan
semua orang boleh memanfaatkan. Adapun yang
termasuk harta bersama adalah tumbuhan rotan,
damar, jernang dan balam. Wilayah perburuan juga
merupakan harta bersama. Siap saja diperbolehkan
untuk berburu diwilayah manapun. Demikian juga
tidak ada binatang yang menjadi hak milik pribadi
kecuali anjing peliharaan.

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 24


2. Harta Pribadi (Harta tidak besamo) adalah harta
pribadi pemanfaatannya mutlak dalam kuasa
pemiliknya. Jika orang lain ingin memanfaatkan harus
seijin pemilik. Orang Rimba sangat menabukan
mengambil milik orang tanpa permisi. Adapun harta
pribadi diantaranya adalah seluruh barang yang dibeli,
tanaman yang ditanam, tanah yang dibuka, pohon
sialang dan pohon buah yang telah dimiliki.
Bagi Orang Rimba harta yang paling berharga
adalah kain. Dengan memiliki banyak kain status mereka
lebih baik, karena kain dapat digunakan untuk pakaian
dan sebagai alat tukar menukar (barter), sebagai alat
mahar dalam upacara adat perkawinan serta sebagai alat
pembayaran denda jika melanggar aturan adat.
Berdasarkan budaya yang Orang Rimba bahwa ukuran
ekonomi dan keberhasilan dalam hidup dilihat dari
banyaknya kepemilikan kain disamping jabatan dalam
pemangku / penghulu adat.
Umumnya harta berupa peralatan yang dimiliki
Orang Rimba hampir semua bersifat fungsional. Tidak
banyak yang mereka miliki, alat yang sering mereka miliki
adalah peralatan berburu dan berladang yang terbuat

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 25


dari besi, alat-alat dapur dan sedikit kerajinan tangan.
Senjata dan peralatan berladang diantaranya adalah
tombak, kampak, kecepek, parang, beliung, gergaji,
linggis, tembilang dan pisau.
Saat ini sebagian kehidupan Orang Rimba secara
ekonomi telah masuk ketahapan yang lebih baik. Hal ini
bisa dilihat dari harta yang dimiliki sebagai akibat proses
interaksi dengan masyarakat disekitar kawasan.
Kemajuan teknologi juga menambah kepemilikan harta
bagi Orang Rimba berupa handhone dan kendaraan
bermotor. Handphone dan kendaraan bermotor tersebut
bisa dijadikan sebagai alat untuk membantu membawa
atau menjual hasil mata pencarian mereka.

2.7 Pengobatan Orang Rimba


Pengobatan terhadap Orang Rimba yang sakit
dilakukan oleh Orang Rimba yang mereka sebut dukun.
Dukun mengobati Orang Rimba yang sakit dengan cara
meramu tumbuh-tumbuhan dari hutan, contoh Akar
Beluru (Entada phaseoloides) obat mempercepat
kelahiran, bagian yang digunakan adalah batang, dengan
cara mengerik batang tumbuhan ini dan dicampurkan
‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 26
dengan air lalu airnya diminum. Penyembuhan penyakit
yang sulit disembukan, Orang Rimba akan melakukan
ritual adat Bdeki/besale.
Tapi sekarang ini sebagian Orang Rimba sudah
jarang menggunakan obat-obatan tradisional dan
cenderung menggunakan obat-obatan modern, dengan
cara berobat ke Puskesmas atau ke Dokter.

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 27


BAB III.
Budaya Orang Rimba

Sebagai kelompok masyarakat, Orang Rimba tentunya


memiliki adat dan budaya yang khas dan mempengaruhi dalam
kehidupannya sehari-hari. Adat dan Budaya Orang Rimba masih
diyakini dan dilakukan dianataranya sebagai berikut :
3.1 Budaya Melangun
Melangun merupakan tabu kematian yang
menjadikan Orang Rimba harus meninggalkan tempat
mereka tinggal dan mencari tempat baru ketika terjadi
kematian yang menimpa seseorang kerabat atau anggota
keluarga. Kata melangun hanya dijumpai dalam bahasa
percakapan Orang Rimba yang berati hidup mengembara
(nomaden) di dalam hutan.
Tradisi melangun merupakan gambaran sikap dan
perilaku Orang Rimba yang telah berproses dalam waktu
lama dan dilaksanakan secara turun temurun dari nenek
moyang Orang Rimba. Secara umum melangun mengatur
dan berlaku untuk anggota kelompok bila mendapat
musibah kematian salah satu anggota keluarga Orang

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 28


Rimba. Melangun dilakukan untuk menghilangkan segala
kenangan dengan orang yang sudah meninggal semasa
hidupnya. Dengan melangun ketempat lain diharapkan
hati yang sedih dapat terhibur dengan suasana baru dan
lokasi pemukiman tempat meninggal mereka persepsikan
bahwa lokasi pemukiman tersebut sebagai tanah tidak
baik dipakai lagi karena akan menimbulkan kesialan
selama mereka bertahan menempatinya. Melangun
adalah kebiasaan Orang Rimba pindah dari suatu tempat
ke tempat lain dalam waktu lama dengan jarak relatif jauh.
Dahulu lamanya waktu melangun bisa berlangsung selama
10 sampai 12 Tahun. Namun saat ini waktu lamanya
melangun semakin singkat yaitu sekitar 1 bulan sampai 1
tahun. Hal ini terjadi karena hutan untuk lokasi melangun
dan sumber makanan tidak ada, Orang Rimba mempunyai
kebun karet atau sawit, kalau kebun lama ditinggalkan
maka kebun tidak terawat atau dipanen orang lain.
Sekarang apabila terjadi kematian di suatu daerah, maka
tidak seluruh anggota Orang Rimba pergi melangun.
Hanya anggota keluarga mendiang saja yang melangun.
Pada saat melangun semua harta benda orang rimba

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 29


dibawa sedangkan semua pakaian dan perlengkapan
mendiang ditinggalkan.
Ada beberapa bentuk kegiatan Orang Rimba apabila
ada anggota kelompok disuatu pemukiman meninggal
yaitu sebagai berikut :
1. Kegiatan Melangun
Semua anggota keluarga (tua, muda dan anak-anak laki-
laki dan perempuan) pergi meninggalkan lokasi
pemukiman menuju tempat lain.
2. Kegiatan Ngelem / belatang
Keluarga terdekat dengan orang yang meninggal yang
pergi meninggalkan lokasi pemukiman menuju tempat
lain. Sedangkan sebagian anggota kelompok bertugas
menunggu lokasi pemukiman
3. Kegiatan Bedusun
Tidak melangun di dalam hutan lagi tetapi sanak
saudara berdatangan ke rumah duka dan bersama-
sama menagis.

3.2 Seloko adat Orang Rimba


Kehidupan Orang Rimba sangat dipengaruhi oleh
aturan-aturan adat sebagai hukum yang diterapkan dalam
‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 30
bentuk seloko-seloko yang secara tegas dijadikan
pedoman hukum oleh pemimpin/penghulu, khususnya
Tumenggung dalam mengambil keputusan. Seloko juga
menjadi pedoman dalam bertutur kata dan bertingkah
laku dalam kehidupan bermasyarakat Orang Rimba.
Seloko-seloko adat ini tidak akan hilang dan tidak bisa
berubah. Orang Rimba memiliki seloko adat sebagai
pengatur kehidupan dan juga digunakan untuk
memperjelas atau membedakan indentitas Orang Rimba
dengan orang terang / orang luar.
1. Betubuh onggak (bertubuh Satu)
2. Berpisang Cangko (berpisang cangko)
3. Beatap tikay (beratap tikar)
4. Bedinding bane (berdinding alam)
5. Melemak buah betatal (menyukai buah betatal)
6. Minum aek bonggol kayu (minum air dari bonggol
kayu)
7. Bekambing kijang (bekambing kijang)
8. Bekebau tenuk (bekerbau tenuk)
9. Besapi ruso (bersapi rusa)
Seloko adat diatas memiliki makna, dalam keseharian
Orang Rimba tidak menggunakan baju, kecuali cawot

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 31


(kain yang dililit menutupi kemaluan untuk laki-laki) dan
kemben (kain panjang untuk menutupi bagian tubuh
wanita, rumahnya beratap rumbia berdiding kayu/rajutan
daun dan rotan. Hidup dengan makan buah-buahan
berasal dari hutan dan berburu. Hewan ternak mereka
berupa kijang, babi dan rusa.
Seloko adat juga mengatur kehidupan sosialnya seperti
seloko adat berikut :
1. Dak teubah anjing makan tai (tidak berubah anjing
makan tai/kotoran)
2. Bini sekato laki, anak sekato bapak (istri sekato suami
anak sekato bapak) artinya didalam kehidupan
berumah tangga perbuatan istri dan anak harus
menurut kepada suami/bapak.
3. Dimano biawak terjun disitu anjing melulung (
dimana biawak terjun disitu anjing melolong) artinya
dimana berbuat salah, dmaka adat disanalah yang
digunakan dalam penyelesaian masalah tersebut.
4. Diman bumi dipijak disitu langit dijunjung (dimana
bumi dipijak disitu langit dijunjung) artinya dimana
kita berada maka harus mematuhi hukum dan
peraturan yang berlaku didaerah tersebut.

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 32


5. Titian galling tenggung negeri (tidak kesini juga tidak
kesana)
6. Ado rimbo ado bungo, ado bungo ado dewo (ada
hutan ada bunga, ada bunga ada dewa).
Selain itu Orang Rimba menggunakan hukum lisan
(pucuk undang delapan, teliti dua belay) yang diturunkan
secara turun-temurun secara lisan. Yang digunakan
untuk menyelesaikan masalah atau perkara adat. Pucuk
delapan ini sangat dikuasai oleh Tumenggung dan para
penghulu dalam menyelesaikan masalah /perkara adat.
Adapun isi dari pucuk delapan dibagi dua bagian, empat
diatas dan empat bagian dibawah adalah sebagai berikut :
Hukum Empat di atas :
 Mencera teluk (kawin dengan anak)
 Menikam bumi (menikah dengan ibu)
 Melebung dalam (kawin dengan saudara)
 Mandi pancuran gading (kawin dengan istri orang lain)
Hukuman bagi orang yang melannggar hukum empat
diatai bermai mati, idak bermai mati ( membayar sanksi
adat mati tidak membayar sanksi adat tetap mati).
Artinya orang yang melanggar hukum empat diatas
tersebut tetap akan dihukum mati. Walupun dia

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 33


mempunyai kemampuan untuk membayar denda yang
telah ditetapkan.
Hukum Empat di bawah :
 Tantang pahamun (menantang orang lain yang tidak
bersalah)
 Amogeram (mengancam orang lain yng tidak bersalah)
 Sia baka (membakar barang milik orang lain)
 Tabung racun (meracuni orang lain)
Hukuman bagi orang yang melanggar empat dibawah
adalah
 Tantang pahamun (menantang orang lain yang tidak
bersalah) akan dihukum “dendo seratui enam puluh
keping kain, dibaia enam puluh, dihilangkan seratui “
(denda seratus enam puluh lembar kain dibayar enam
puluh dihilangkan seratus) artinya seseorang yang
telah dianggap melakukan kesalahan tantang
pehamun, selesai sidang adat akan didenda sebanyak
seratus enam puluh lembar kain, enam puluh lembar
kain wajib dibayar langsung oleh yang melakukan
keselahan kepada yang menjadi korban tantang
pahamun sedangkan seratus lembar kain lagi dibayar
dengan cara dicicil. Lama waktu untuk membayar

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 34


seratus kain berdasarkan kesepakatan antara orang
yang menjadi korban, Tumenggung, penghulu dan
orang yang melakukan kesalahan tersebut.
 Amogeram (mengancam orang lain yang tidak
bersalah) akan dihukum “dendo seratui dua puluh
keping kain, seratui ilang bayar dua puluh” ( denda
seratus dua puluh lembar kain, seratus lembar kain
hilang bayar dua puluh) artinya orang yang melakukan
kesalahan akan didenda seratus dua puluh lembar kain
dua puluh lembar kain wajib dibayar setelah selesai
sidang adat. Seratus lembar kain lagi dibayar sesuai
kesepakatan antara Tumenggung, penghulu, orang
yang bersalah dan orang yang menjadi korban
amogeram tersebut.
 Sio baka (membakar barang milik orang lain) akan
dihukum dengan membayar seratus enam puluh
lembar kain. Hukumannya sama degan orang yang
melakukan tatang pahuman dan orang yg bersalah
melakukan sia baka juga diwajibkan mengganti kain
yang dibakar. Apabila ada konban nyawa manusia
akibat sio baka tersebut maka akan ditambah lagi
untuk membayar uang bangun (untuk mengganti

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 35


nyawa yang meninggal) yaitu sebanyak lima ratus
keping pernyawa orang yang meninggal akibat sio
baka tersebut.
 Tabung racun (meracuni orang lain) kesalahan yang
dianggap sebagai kesalahan ini ada dua :
 Meracuni orang lain dengan menggunakan ilimu
hitam (cindung) akan dikenakan denda bangun
sebanyak lima ratus keping kain perorang yang
sakit akibat racun yang diberikan tersebut.
 Bagi yang meracuni aliran sungai dengan
racun(racun ikan) akan dikenakan denda seratus
enam puluh keping kain yang dibayarkan kepada
banyaknya kelompok keluarga yang menggunakan
aliran sungai.
Pucuk undang delapan ini merupakan undang-
undang adat yang ada di kerajaan Jambi. Konon menurut
Orang Rimba dahulu pucuk undang delapan merupakan
hukuman yang sangat keras, artinya jika seseorang
berbuat salah maka orang tersebut akan langsung
dihukum mati. Orang Rimba yang berasal dari kerajaan
Pagaruyung tidak mampu mematuhi hukum yang
diberlakukan oleh kerajaan Jambi tersebut. Maka Orang

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 36


Rimba meminta Raja Pagaruyung untuk mendiskusikan
kembali mengenai hukum pucuk undang delapan yang
diberlakukan oleh Raja Jambi. Dalam diskusi hukum pucuk
undang delapan tersebut Raja pagaruyung membawa
tongkat (simbol dalam memutuskan suatu perkara harus
dikaji dulu mengenai benar dan salahnya) dan payung
(simbol bahwa orang yang dianggap salah diberikan
kesempatan untuk membelah diri dan yang telah
ditetapkan bersalah dapat mempersiapkan denda yang
harus dibayar sebagai penebus atas kesalahan yang telah
diperbuatnya.
Dari hasil perundingan Raja Jambi dengan Raja
Pagaruyung menghasilkan puncuk undang delapan teliti
duo belai. Sifat hukum tersebut adalah :
1. Tanah dipalu jangan lembam (tanah dipukul jangan
sampai lebam)
2. Ula dipalu jangan mati (ular dipukul jangan sampai
mati)
3. Pemalu janganlah patah (pemukul jangan sampai
patah)
4. Tejual jangan sampai jauh ( terjual jangan sampai
terlalu jauh)

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 37


5. Tebunuh jangan sampai mati (terbunuh jangan sampai
mati)
6. Hukum jangan terlalu berat (hukuman jangan terlalu
berat)
7. Yang besak biso kecik ( yang besar bisa kecil)
8. Yang kecik biso lepay ( yang kecil bisa lepas)
Makna dari sifat hukum pucuk undang delapan teliti duo
belai adalah orang yang dituduh bersalah tidak dapat
dianggap bersalah sebelum diadakan sidang adat yang
memutuskan orang yang dianggap bersalah tersebut
benar-benar bersalah atau tidak sesuai dengan sidang
adat yang berlaku pada Orang Rimba tersebut.

3.3 Besale
Asal kata besale sampai saat ini belum diketahui,
namun demikian dapat diartikan secara harafiah duduk
bersama untuk bersama-sama memohon kepada Yang
Kuasa agar diberikan kesehatan, ketentraman dan
dihindarkan dari mara bahaya. Besale dilakukan pada
malam hari yang dipimpin oleh seorang tokoh yang
disegani yang disebut dukun. Tokoh ini memiliki

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 38


kemampuan lebih dan mampu berkomunikasi dengan
dunia gaib / arwah. Orang Rimba mempunyai kepercayaan
terhadap dewa (dewo) dan roh-roh sebagai sesuatu
kekuatan gaib. Hal ini tercermin dalam seloko dan
mantera yang memiliki kepercayaan Sumpah Dewo
Tunggal yang sangat mempengaruhi kehidupan mereka.
Hidup beranyam kuaw, bekambing kijang, bekerbau rusa,
rumah (sudung) beatap sikai, badinding banir, belantai
tanah yang berkelambu resam, suko berajo bejenang,
bebatin bapanghulu. Artinya mereka (Orang Rimba)
mempunyai larangan berupa pantang berkampung,
pantang beratap seng, harus berumah beratap daun kayu
hutan, tidak boleh beternak, dan menanam tanaman
tertentu, karena mereka telah memiliki ternak kuaw
(burung hutan) sebagai pengganti ayam, kijang, ruso, babi
hutan sebagai pengganti kambing atau kerbau.

3.4 Kekerabatan Orang Rimba


Orang Rimba memiliki sistem kekerabatan
matrilinear. Orang Rimba memiliki adat setelah menikah
suami akan tinggal dirumah keluarga istri, ini disebut

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 39


dengan exorilokal yaitu suami bergabung dengan keluarga
istri.
Perkawinan yang ideal bagi Orang Rimba adalah
pekawinan antara anak-anak dari saudara laki-laki
kandung ibu mereka. Jika terjadi perkawinan seperti ini
akan dibangun bebalai nikah (tempat pesta nikah) secara
besar-besaran.
Dahulu anak-anak Orang Rimba usia 7 (tujuh) tahun
sudah di jodohkan dan penikahannya akan dilakukan pada
saat usia anak-anak mereka sebelum usia 15 (lima belas)
tahun. Apabila pihak laki-laki maupun perempuan sebelum
usia 15 (lima belas) tahun ada yang menyeleweng maka
harus membayar denda adat berupa lima ratus keping kain
kepada pihak yang diselewengi. Apabila tidak terjadi
penyelewengan maka pihak laki-laki harus membayar
mahar berupa sepuluh keping kain kepada pihak
perempuan. Sebelum dinikahkan pihak laki-laki harus
membangun rumah ditanoh dekat rumah pihak
perempuan.
Ada perkawinan yang dilakukan atas dasar suka
sama suka. Apabila si perempuan hamil sebelum menikah
maka pihak laki-laki harus membayar tiga puluh keping

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 40


(lembar) kain untuk pihak perempuan dan delapan puluh
keping kain untuk penghulu / pengurus adat Orang Rimba.
Perkawinan sumbong adalah pekawinan Orang
Rimba yang ketahuan menyeleweng atau melanggar adat
pernikahan. Dengan syarat sebelum mereka resmi menjadi
suami istri terlebih dahulu harus melewati apa yang
disebut bebunuhon dimana keluarga penganten laki laki
dan keluarga penganten perempuan memukuli,
menggosok-gosokan daun jelatang (tumbuhan yang
apabila tersentuh kulit akan menimbulkan rasa gatal dan
perih) ke tubuh ke dua calon suami istri serta mencaci
maki mereka. Bebunuhon dilakukan dengan tujuan agar
kedua pasangan dapat menghormati orang tua serta
rerayo (sebutan untuk orang-orang yang dituakan dalam
satu rombong) mereka. Pasangan yang menikah sumbong,
satu atau dua tahun hidup bersama, baru kemudian
mengadakan upacara bebalai nikah.
Umumnya kegiatan Bebalai nikah dilaksanakan
selama tujuh sampai sepuluh malam tergantung dari
berapa dewa yang disembah oleh dukun (yang memimpin
acara nikah) dengan beragam persembahan yang

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 41


dihidangkan berupa bunga, buah - buahan hutan dan ada
juga hewan buruan.
Bebalai merupakan acara yang sakral sehingga
orang luar tidak diizinkan untuk mengikuti atau melihat
langsung. Alasannya karena selama kegiatan bebalai,
dukun akan memanggil dewa-dewa (bahelo) jika dilihat
orang luar maka akan menyebabakan dukun akan berubah
wujud menjadi dewa yang dipanggil bisa jadi gajah,
harimau, dan lain sebagainya.
Setelah menikah laki-laki Orang Rimba menjadi satu
kesatuan sosial baru, menjadi bagian dari keluarga dan
kelompok istri. Untuk panggilan suami istri Orang Rimba
menggunakan kata-kata mbuk (panggilan halus antara
suami istri) selama mereka belum mepunyai anak. Mereka
akan dipanggil dengan sebutan bepak dan induk mentarao
saat meraka mempunai anak, dengan menambahkan
nama anak pertama mereka. Panggilan dalam keluarga
seperti seorang mentuha (mertua) akan memanggil
menantunya dengan sebutan mengkanak (menantu)
untuk laki-laki dan mengkanak betina untuk perempuan.
Sebaliknya sebagai tanda hormat dan sayang menantu
pada mertua biasanya mertua laki-laki dipanggil dengan

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 42


sebutan rahubanon dan urang tuha sebutan untuk mertua
perempuan. Selain itu tabu/pantang bagi Orang Rimba
menyebut nama bapak dan ibu, menyebut nama mamok
(paman), uwak (kakak orang tua) dan nama kakak yang
tua, jika dilakukan maka akan kedulat (mendapatkan
balasan terhadap perbuatan buruknya) dalam hal
keluarga.
Orang Rimba menyebut keluarga intinya dengan
sebutan bubung. Ada tiga konsep tentang siapa-siapa yang
disebut berada dalam satu bubung, yaitu :
1. Sebubung berarti terdiri dari bapak, ibu dan anak-anak
kandung yang belum menikah.
2. Sebubung berati terdiri dari bapak, ibu, anak kandung
yang belum menikah dan keponakan perempuan dari
istri yang belum menikah atau keponakan laki-laki dari
istri yang masih kecil.
3. Sebubung berati terdiri bapak dan beberapa orang istri
dan anak-anak yang belum menikah.
Dalam adat Orang Rimba seseorang laki-laki akan
menjadi bagian penuh dari masyarakat apabila ia telah
menikah dengan sesama Orang Rimba. Orang Rimba
menganggap hubungan endogami keluarga inti (saudara

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 43


seperut/saudara kandung) atau hubungan dengan orang
satu darah, merupakan sesuatu yang tabu, dengan kata
lain perbuatan sumbang (incest) dilarang. Mayoritas
pernikahan adalah monogami, tetapi ada juga hubungan
poligami atau lebih tepat poligini, yang kelihatannya untuk
melestarikan asal suku. Sebenarnya adalah alasan sosial
yaitu melindungi sumber anak adalah keinginan untuk
memelihara janda atau perempuan mandul.

3.5 Tanah Adat Orang Rimba

Dalam kehidupan Orang Rimba terdapat beberapa


ruang adat yang memiliki fungsi dan luas yang berbeda-
beda. Ruang-ruang adat dengan pengrtian dan ketentuan
sebagai berikut :

1. Tali Bukit adalah punggung-punggung bukit di


dalam kawasan TNBD yang merupakan sumber air
(hulu) Sungaii, mulai dari Bukit Penonton, Bukit Pal,
Durian Bekampung (Pengusai), Bukit Mati, Bukit
Teregang sampai ke Bukit Duabelas. Punggung bukit
/ tali bukit tidak boleh dibuka untuk ladang karena
ketinggian dan kecuramannya. Selain itu, tali bukit

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 44


juga berfungsi sebagai penahan angin dan pencegah
longsor..

2. Tanoh Pasoron adalah tanah pemakaman bagi


Orang Rimba. Tanah ini termasuk daerah terlarang
untuk dijadikan ladang. Tanoh Pasoron tersebar di
setiap kelompok. Umumnya kondisi Tanoh Pasoron
di kawasan TNBD berupa tegakan hutan yang cukup
baik karena jarang dimasuki atau dilintasi oleh
Orang Rimba sebab ada ketakutan tersendiri saat
memasuki wilayah ini. Oleh karena besarnya rasa
ketakutan ini juga menyebabkan adanya larangan
untuk menyebut nama Orang Rimba yang sudah
meninggal.

3. Tanoh Terban adalah tanah yang longsor menutupi


sungai. Biasanya dilarang juga untuk dibuka karena
dianggap “bedewo” atau dihuni oleh dewa.

4. Tanoh Nenek Puyang / Kelaka (Kleko) / Benteng /


Bukit Betempo adalah tanah yang bersejarah bagi
Orang Rimba karena dahulunya merupakan tempat
tinggal leluhur (ninek puyang) mereka. Lokasi ini
juga tidak boleh dijadikan ladang/kebun/huma, jika

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 45


pun ada yang membuka ladang/huma biasanya ada
jarak dengan tanah ini. Di kawasan TNBD sendiri
khususnya di wilayah Kabupaten Sarolangun Resort
II.E Air Hitam I, terdapat 1 Kleko yang merupakan
perbatasan antara Kelompok Temenggung Grip
dengan kelompok Temenggung Nangkus. Sebagian
wilayahnya berada di Kelompok Grip dan sebagian
lagi di Kelompok Nangkus

5. Benuaron adalah areal yang banyak ditumbuhi


pohon buah-buahan hutan seperti durian daun,
rambutan hutan, duku, rinam, tungau, tampui,
bekil, ketopon, kuduk kuya dan lain-lain.

6. Selayang Daun/Tempat Tumbuh Sialang adalah


areal sekeliling pohon sialang yang tidak boleh
dibuka/ditumbang dengan jarak terjauh daun
sialang masih ditemukan jatuh di tanah. Pohon
sialang adalah jenis pohon (kedundung, kempas,
pari, kawon, polai, keruwing dll) yang biasa menjadi
sarang lebah penghasil madu. Pohon-pohon sialang
ini tidak boleh dilukai atau ditumbang. Jika dilanggar
maka akan dikenakan denda/sanksi adat. Bahkan

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 46


menggali umbi pun tidak boleh dilakukan di sekitar
pohon sialang karena takut merusak akarnya dan
menyebabkan pohon sialang mati. Besarnya denda
tergantung pada akibat yang ditimbulkan. Bila
pohon sialang jenis kedondong menjadi cacat maka
dendanya 60 lembar kain dan jika sampai mati
dendanya adalah 500 lembar kain. Jika terjadi pada
jenis sialang lainnya maka hanya dikenai denda
setengah bangun dari jenis kedondong.

7. Tanoh Subon / Tanah Bedewo adalah tanah tempat


bersemayam dewa-dewa menurut kepercayaan
Orang Rimba. Tanah ini terlarang untuk dibuka.
Salah satu contoh Tanoh Subon adalah Bukit
Penonton di wilayah Temenggung Grib. Di sekitar
bukit ini kondisi hutannya masih terjaga dan
menurut keterangan beberapa orang kelompok
Grib bahwa masih terdapat harimau.

8. Tanoh Prana’on adalah tanah yang khusus


disediakan untuk tempat melahirkan bagi Orang
Rimba. Di tempat ini wanita hamil dibangunkan
pondok sementara sampai masanya melahirkan.

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 47


Selama di Tanoh Prana’on ini, wanita hamil
didampingi oleh dukun beranak dan beberapa
wanita lainnya dari kelompok tersebut. Tanoh
Prana’on ini tidak boleh dibuka untuk
ladang/kebun/huma dan terlarang juga dimasuki
orang luar. Bagi yang ketahuan melanggar bisa
dikenakan sanksi adat.

9. Tanoh Balu Balai / Tanoh Bebalai adalah tempat


Orang Rimba menyelenggarakan upacara
pernikahan. Hampir sama dengan Tanoh Ninek
Puyang, jika ingin membuka ladang / huma harus
berjarak dengan tanah ini jika tidak ingin “keno
kelulat” (kualat).

10. Tanoh Templanai adalah tanah yang menurut


kepercayaan Orang Rimba terdapat penunggunya
berupa orang yang tidak kasat mata dan lumpuh.
Tanah ini bisa dibuka untuk ladang/huma asalkan
yang membukanya yakin tidak terjadi apa-apa. Jika
sembarangan membuka, maka dipercaya orang
yang membuka Tanoh Templanai ini juga akan
menjadi lumpuh.

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 48


11. Tanoh Huma adalah tempat berladang / berkebun.
Lokasi Tanoh Huma biasanya dipilih dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut, yaitu :

 Tanahnya datar atau berbukit, lebih diutamakan


yang datar.

 Kesuburan tanah serta jenis yang cocok ditanam


pada daerah tersebut.

 Memperhatikan ada atau tidaknya daerah


terlarang disekitarnya seperti Kelaka, Subon,
Benteng dan lain sebagainya. Jika ada salah satu
dari tanah terlarang tersebut maka harus
memperhatikan aturan yang berlaku.

3.6 Pohon Kehidupan


Orang Rimba memiliki pohon kehidupan yang
diyakini berhubungan dengan kehidupan seseorang.
Pohon kehidupan memiliki nilai sakral yang sangat tinggi
dan apabila ada yang menebang, merusak atau melukai
pohon kehidupan akan dikenakan sanksi adat. Fungsi dan
ketentuan pohon kehidupan adalah sebagai berikut :

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 49


1. Pohon Sialang adalah pohon
tempat lebah membuat
sarang dan meletakan
madunya. areal sekeliling
pohon sialang yang tidak
boleh dibuka/ditumbang
dengan jarak terjauh daun
sialang masih ditemukan jatuh
di tanah. Pohon sialang adalah jenis pohon
(kedundung, kempas, pari, kawon, polai, keruwing
dll) yang biasa menjadi sarang lebah penghasil
madu. Pohon-pohon sialang ini tidak boleh dilukai
atau ditumbang. Jika dilanggar maka akan
dikenakan denda/sanksi adat. Bahkan menggali
umbi pun tidak boleh dilakukan di sekitar pohon
sialang karena takut merusak akarnya dan
menyebabkan pohon sialang mati. Besarnya denda
tergantung pada akibat yang ditimbulkan. Bila
pohon sialang jenis kedondong menjadi cacat maka
dendanya 60 lembar kain dan jika sampai mati
dendanya adalah 500 lembar kain. Jika terjadi pada
jenis sialang lainnya maka hanya dikenai denda

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 50


setengah bangun dari jenis kedondong.

2. Setubung Budak adalah tumbuhan sebagai tanda


menanam ari-ari anak yang baru dilahirkan.
Tumbuhan tersebut berbentuk pohon yang
batangnya tinggi dengan diameter relatif tidak
besar. Penanaman ari-ari disekitar tanaman
tersebut, umumnya tanamannya masih kecil.
Batang tanaman tersebut tidak boleh ditebang atau
dilukai, sanksi denda adat bisa denda bangun
apabila menyebabkan batang tanaman mati. Karena
Orang Rimba meyakini bila batang tanaman
tersebut mati atau luka akan berakibat buruk
terhadap Orang Rimba yang pohon ari-arinya
dibunuh/ dirusak.

3. Tenggris Budak adalah Sebuah pohon tenggris atau


kempas dimana pada pohon tersebut telah
digunakan oleh Orang Rimba sebagai tempat
pemberiaan nama anak. Pohon tenggris tersebut
tidak boleh ditebang atau dilukai, sanksi denda adat
bisa berupa denda bangun apabila menyebabkan
batang pohon mati. Karena Orang Rimba meyakini

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 51


bila batang pohon tenggris tersebut mati atau luka
akan berakibat buruk terhadap Orang Rimba yang
pohon sebagai tempat penamaanya dibunuh atau
dirusak.

3.7 Kerajinan Tangan Orang Rimba


Sebagai masyarakat yang hidup dinamis sesuai
dengan keadaan disekitarnya semua peralatan yang
dimiliki Orang Rimba untuk mempermudah dan
membantu kegiatan sehari-hari. Peralatan tersebut ada
yang diperoleh dengan cara membeli dan ada yang
dibuat sebagai kerajinan tangan. Kerajinan tangan yang
dibuat oleh Orang Rimba adalah sebagai berikut :
1. Tikar

Semua keluarga Orang Rimba memiliki tikar yang


terbuat dari daun pandan hutan. Lembaran-lembaran
daun pandan yang mereka dapatkan di hutan dijemur,
dipipihkan, lalu dianyam sedemikian rupa sehingga
membentuk lembaran / tikar umumnya berbentuk
persegi panjang dengan ukuran lebar 1 meter pamjang
1,5 meter. Tikar digunakan oleh Orang Rimba sebagai

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 52


alas duduk atau alas tidur. Tikar diayam / dibuat oleh
ibu-ibu Orang Rimba yang jumlahnya disesuaikan
dengan kebutuhan. Proses pembuatan tikar
menggunakan peralatan seadanya dan kemapuan
mengayam, tikar yang dihasilkan cukup baik dan kuat.
.
2. Ambung
Ambung adalah sejenis
keranjang diberi yang
diberi tali dari kulit pohon /
kain yang diikatkan di sisi
kanan dan kirinya. Ambung
peralatan yang sangat
membantu Orang Rimba
untuk membawa barang atau hasil hutan seperti
umbi-umbi, buah dan lain-lain serta menjadi tempat
menyimpan barang-barang seperti parang, kain,
madu.
Ambung terbuat dari tumbuhan rotan dan rotan
yang sering digunakan untuk menjalin ambung (rotan
yang halus) biasanya menggunakan rotan gelang,
rotan putih dan rotan penyiang.

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 53


Bagian rotan yang dimanfaatkan adalah bagian
batangnya. jenis rotan ini memiliki sifat batang yang
mudah dianyam dan kuat. Setelah mendaptkan rotan
selanjutnya rotan dibersihkan, dibelah dan dijemur
sesuai ukuran dan kebutuhan. . selanjutnya rotan
mulai dijalin dan dianyam sampai pada bentuk yang
diinginkan. Bahan yang digunakan untuk pewarnaan
ambung Orang Rimba biasanya menggunakan
pewarna alami yaitu getah buah jernang .
(Daemonorops sp) yang berwarna merah muda.

3. Buah Sebelik Sumpah


Buah Sebelik Sumpah
merupakan buah dari
jenis pohon keras,
didalam buah terdapat
biji. Biji buah ini yang
kemudian dijadikan
kerajinan tangan oleh
Orang Rimba menjadi
perhiasan kalung dan gelang. Menurut kepercayaan
Orang Rimba barang siapa yang memakai kalung dan

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 54


gelang Sebalik Sumpah, apabila ada orang yang
berniat jahat terhadap pemakainya maka niat jahat itu
akan kembali kepada orang yang berniat jahat
tersebut.
Yang unik dari kalung dan gelang ini adalah pada
saat baru dibuat dan digunakan warnanya masih
kusam namun lama kelamaan karena sering digunakan
maka warna dari biji tersebut akan menjadi hitam
berkilau dan tidak mudah lapuk.
Saat ini, pohon Sebelik Sumpah sulit ditemukan dan
tidak setiap musim, pohon ini berbuah.

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 55


BAB IV
STRUKTUR KEPENDUDUKAN

4.1 Populasi Orang Rimba


Orang Rimba mendiami kawasan Taman Nasional
Bukit Duabelas secara berkelompok dan tersebar.
Berdasarkan data sensus terhadap Orang Rimba tahun
2018 populasi sebagaimana terlihat pada tabel berikut ini
:Tabel 1. Populasi Orang Rimba

Jumlah Persentase KK Jumlah Persentase


No Tumenggung
KK (%) Jiwa Jiwa (%)
1 Afrizal 20 2.79 78 2.64
2 Bebayang 19 2.65 80 2.70
3 Bepayung 20 2.79 87 2.94
4 Celitai 45 6.27 235 7.94
5 Girang 35 4.87 164 5.54
6 Jelitai 142 19.78 553 18.68
7 Meladang 46 6.41 172 5.81
8 Nangkus 83 11.56 378 12.77
9 Ngadap 101 14.07 428 14.46
10 Ngrip 95 13.23 434 14.66
11 Nyenong 29 4.04 113 3.82
12 Nyurau 62 8.64 161 5.44
13 Ngamal 21 2.92 77 2.60
Jumlah 718 100 2.960 100

Sumber : Demografi OR TNBD, 2018

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 56


Berdasarkan tabel di atas, kelompok Tumenggung
dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) yang paling banyak
yaitu Kelompok Tumenggung Jelitai sebanyak 142 KK
(19,78 %), kedua dari Kelompok Tumenggung Ngadap
sebanyak 101 KK (14.07%) dan kemudian Kelompok
Tumenggung Ngrip 95 KK (13.23 %). Namun untuk jumlah
jiwa terbanyak pada kelompok Tumenggung Jelitai
sebanyak 553 Jiwa (18,68 %), kedua kelompok
Tumenggung Grip sebanyak 434 jiwa (14,66 %) dan ketiga
kelompok Tumenggung Ngadap sebanyak 428 jiwa
(14,46%). Adapun kelompok dengan KK paling sedikit yaitu
pada Temenggung Bebayang sebanyak 19 KK (2,65 %),
sedangkan jumlah jiwa paling sedikit pada kelompok
Temenggung Ngamal sebanyak 77 Jiwa (2,6 %). Perbedaan
tersebut dapat dilihat pada gambar berikut :

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 57


Gambar 2. Grafik Populasi Orang Rimba

Ngamal
Nyurau
Nyenong
Ngrip
Ngadap
Nangkus
Meladang Series1
Jelitai KK
Girang
Celitai
Bepayung
Bebayang
Afrizal
60055050045040035030025020015010050 0 50100150

Sumber : Demografi OR TNBD, 2018

4.2 Sebaran Orang Rimba


Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas
berdasarkan wilayah Administratif berada di Kabupaten
Batanghari, Kabupten Tebo dan kabupaten Sarolangun.
Orang Rimba hidup tersebar di dalam dan sekitar kawasan
Taman Nasional Bukit Duabelas. Berdasarkan data sensus
tahun 2018 diperoleh data bahwa sebaran Orang Rimba di
Taman Nasional Bukit Duabelas terbanyak di Kabupaten
Tebo sebanyak 1.415 jiwa (47.80 %), kemudian disusul
Kabupaten Batanghari sebanyak 1.002 jiwa (33.86 %) dan

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 58


di Kabupaten Sarolangun sebanyak 543 jiwa (18.43 %).
Sebaran Sebagaimana terlihat pada tebel berikut :
Tabel 2. Sebaran Orang Rimba

No Kelompok Laki-Laki Wanita Jumlah Persentase (%)

A Kabupaten batanghari

1 Nyurau 70 91 161 5.44

2 Ngamal 29 48 77 2.60

3 Nyenong 54 59 113 3.82

4 Girang 73 91 164 5.54

5 Celitai 98 137 235 7.94

6 Bebayang 40 40 80 2.70

7 Meladang 75 97 172 5.81

Jumlah A 439 563 1002 33.85

B Kabupaten Tebo

1 Ngadap 221 207 428 14.46

2 Jelitai 284 269 553 18.68

3 Nggrip 230 204 434 14.66

Jumlah B 735 680 1.415 47,80

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 59


C. Kabupaten Sarolangun

1 Nangkus 202 176 378 12.77

2 Bepayung 36 51 87 2.94

3 Afrizal 39 39 78 2.64

Jumlah C 277 266 543 18.34

Jumlah (A+B+C) 1451 1509 2.960 100

Sumber : Demografi OR TNBD, 2018

Gambar 3 Grafik Sebaran Orang Rimba

Batanghar Tebo;
i; 1002 1415
Sarolangu
n; 543

Batanghari Tebo Sarolangun


Kabupaten

Sumber : Demografi OR TNBD, 2018


Meskipun secara administratif jumlah penduduk
Orang Rimba paling banyak di Kabupaten Tebo, namun
kondisi di lapangan tidak memperlihatkan situasi tersebut.
Hal ini disebabkan beberapa faktor yaitu :

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 60


1. Wilayah administrasi kabupaten Sarolangun merupakan
bagian kawasan TNBD yang paling dekat dengan kawasan
pemukiman, sehingga sebagian besar Orang Rimba baik
di kabupaten Tebo maupun Batanghari lebih banyak
keluar kawasan melalui akses desa di Kabupaten
Sarolangun. Situasi ini terjadi pada kelompok
Temenggung Grip, Bebayang, dan Meladang.
2. Pada kelompok Temengggung Jelitai, sebagian anggota
kelompoknya cenderung lebih suka mengurus masalah
terkait kependudukan ke Kabupaten Merangin karena
akses ke kabpaten tersebut relatif lebih dekat
dibandingkan kedudukan mereka yang secara
administrasi berada di Kabupaten Tebo.
Secara spasial, persebaran Orang Rimba di kawasan
Taman Nasional Bukit Duabelas dapat dilihat pada gambar
berikut :

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 61


Gambar 4. Peta Persebaran Orang Rimba hasil Survey 2018

Sumber : BTNBD

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 62


4.3 Pendidikan Orang Rimba

Bagi Orang Rimba pendidikan dianggap hal yang


tabu. Karena pendidikan dianggap dapat menghilangkan
adat. Hal tersebut bagi sebagian Orang Rimba sudah tidak
berlaku, mereka menyadari bahwa pendidikan akan
membuat mereka tidak mudah ditipu oleh orang terang
karena tidak bisa membaca dan menulis. Telah dibuat
beberapa sekolah rimba oleh Balai TN Bukit Duabelas,
Perusahaan, LSM/NGO, dan pihak lainnya. Kegiatan
belajar hanya baca, hitung dan tulis tanpa adanya
kurikulum serta bersifat Non Formal khusus anak-anak.

Tabel 3. Persentase Pendidikan Orang Rimba

No Jenis Pendidikan Jumlah Persentase

1 Formal 236 7.97

2 Non Formal 188 6.35

Jumlah (A) 435 14.32

1 Belum/Tidak Sekolah (B) 2536 85.60

Jumlah (A+B) 2.960 100

Sumber : Demografi OR TNBD, 2018

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 63


Tabel 2 Hasil Survey Tingkat Pendidikan Formal Orang Rimba

Tidak Blm Tamat Tamat Tamat Tamat Tamat Tamat Belum TOTAL
Tumenggung tamat usia
Sekolah SD SMP SMA SMK D.III S.I JIWA
SD sekolah
Afrizal 61 6 2 - - - - - 9 78
Bebayang 58 3 1 - - - - - 18 80
Bepayung 69 6 1 1 - - - - 10 87
Celitai 181 13 5 1 1 - - - 34 235
Girang 159 - - - - - - - 5 164
Jelitai 417 48 - - 4 4 - - 70 553
Meladang 142 - - - - - - - 30 172
Nangkus 239 81 28 3 1 - - - 26 378
Ngadap 396 - - - - - - - 32 428
Ngrip 187 11 2 2 1 1 - - 230 434
Nyenong 113 - - - - - - - - 113
Nyurau 153 - - - - - - - 8 161
Ngamal 67 - - - - - - - 10 77
JUMLAH 2.242 168 45 11 7 5 - - 482 2.960
Sumber : Demografi OR TNBD, 2018

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 64


Berdasarkan hasil survey, diperoleh informasi
bahwa Orang Rimba yang sudah mendapatkan pendidikan,
baik formal maupun non formal masih sangat kecil
persentasinya jika dibandingkan dengan jumlah jiwa orang
Rimba. Terdapat 236 Orang Rimba yang mendapatkan
pendidikan formal yakni sekitar 7.97 % dari jumlah
keseluruhan Orang Rimba. Bagian ini dibagi lagi menjadi 3
(tiga) yakni SD, baik yang pernah dan yang pernah
mengikuti Sekolah Dasar tetapi belum tamat berkisar 168
orang, yang sudah tamat SD berkisar 45 orang, yang sudah
tamat SLTP/MTs/ sederajat sebanyak 11 orang, dan yang
sudah tamat SLTA/MA/sederajat hanya 7 orang, dan
tamat sekolah menengah kejuruan (SMK) 5 orang.
Sedangkan untuk pendidikan Non Formal, terdapat 188
orang atau sekitar 6.35 % dari jumlah keseluruhan Orang
Rimba. Secara lebih detail dapat dilihat pada table dan
gambar di bawah ini :

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 65


Gambar 5. Grafik Pendidikan Formal Orang Rimba Tahun 2018

Tidak/belum pernah
12000
11 474 sekolah
45
168 Tidak/ belum tamat SD

Tamat SD/MI/sdrjt

SLTP/mTs/sdrjt

SMA/SMK/MA/sdrjt

Sumber : Demografi OR TNBD, 2018

Dalam kurun waktu 5 tahun setelah survei 2013,


Balai Taman Nasional Bukit Duabelas telah
menyelenggarakan program pendidikan bagi Orang Rimba.
Pendidikan yang digagas adalah pendidikan Non Formal,
menyesuaikan dengan kondisi Orang Rimba yang masih
memiliki budaya berpindah (melangun). Program ini
diinisiasi pertama kali di SPTN Wilayah I Batanghari,
tepatnya pada kelompok Tumenggung Celitai pada tahun
2015 dengan nama Sekolah Rimba Kejasung. Selanjutnya

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 66


pada akhir tahun 2016 program ini juga dibuat di
kelompok Tumenggung Bepayung yang berada di SPTN
Wilayah II Tebo, dengan nama Sekolah Rimbo Pintar.
Hingga saat ini pada masing-masing sekolah tersebut
diikuti oleh sekitar 15 orang anak/siswa. Jumlah ini
fluktuatif karena ketika melangun anak mengikuti kemana
orang tuanya berpindah. Jarak tempat tinggal yang jauh
dari sekolah penyebab anak tidak mengikuti belajr di
sekolah. Sekolah Rimba Pintar mendapat dukungan PT Sari
Aditya Loka 1 sebagai bagian program CSR pemberdayaan
Orang Rimba. Harapannya kedepan anak didik sekolah
Non Formal ini dapat mengikuti ujian kesetaraan (Ujian
Paket).

4.5 Bahasa Orang Rimba


Bangsa Indonesia memiliki beragam bahasa, setiap
kelompok masyarakat / suku memiliki bahasa untuk
berkomunikasi sesama anggota kelompok masyarakat.
Orang Rimba memiliki bahasa sendiri untuk bekomunikasi
yang mereka sebut bahaso rimbo. Dari pengucapan /
dialek bahaso rimbo yang diucapkan mendekati ke

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 67


bahasa melayu. Terdapat beberapa dialek yang memiliki
kekhasan diantaranya sebagai berikut :
1. Tidak ada ucapan kata yang berakhir huruf S secara
jelas
contoh : Bos – Boie, lepas-lepaie, panpas-panpaie,
deras-deraie, Mampus-Mampuie dll
2. Pengucapan huruf R diawal kata menjadi ER
Contoh : Rajo-erajo, Rumput-erumput, Rampas-
erampaie
Meskipun tinggal di dalam hutan, sebagian besar Orang
Rimba sudah bisa berkomunikasi dengan masyarakat luar
menggunakan bahasa Indonesia, hal ini juga tidak lepas
dari seringnya Orang Rimba berinteraksi dengan
masyarakat disekitar kawasan.

4.7 Mata Pencarian Orang Rimba


Mata Pencarian Orang Rimba sehari-hari yaitu
bekerja mencari makanan yang didapat dengan cara
berburu, memasang jerat, berladang/kebun dan buah
hutan yang mana makanan tersebut dari hutan sekitar
tempat tinggalnya. Selain kegiatan tersebut Orang Rimba

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 68


juga melakukan pengambilan hasil hutan non Kayu yang
mana hasilnya dijual sehingga menghasilkan uang yang
kemudian dipergunakan untuk membeli kebutuhan
hidupnya. Pengambilan hasil hutan non kayu diantaranya
sebagai berikut :
1. Getah Damar
Getah damar adalah produk hasil hutan yang telah
dikenal oleh banyak masyarakat termasuk Orang
Rimba. Getah damar dikumpulkan untuk dijual dan
dimanfaatkan sendiri oleh Orang Rimba sebagai
bahan penerangan pada malam hari. Getah damar
merupakan cairan kental dan memiliki zat perekat
yang kuat beasal dari pohon damar yang merupakan
famili Dipterocarpaceae seperti meranti. Getah
dikumpulkan didekat umah / pondok dan setelah
cukup banyak dijual kepada toke / penampung
dengan harga berkisar Rp. 1.000,- s/d Rp. 3.000,- per
kilogram. Berbagai jenis damar yang dikumpulkan
oleh Orang Rimba yaitu damar sisip, damar sarang,
damar getah, damar kepala tupai, damar tulang,
damar mata kucing dan damar kelungkung.

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 69


2. Rotan
Rotan merupakan salah satu sumber daya hutan
utama untuk penghasilan Orang Rimba. Di kawasan
Taman Nasional Bukit Duabelas banyak jenis
tumbuhan rotan yang mempunyai nilai ekonomi. Jenis
rotan yang biasa diambil oleh Orang Rimba yaitu rotan
manau, sego,tebu-tebu, gelang, semi, dan rotan
udang. Orang Rimba mencari rotan di dalam hutan
dan lamanya berhari-hari serda dilakukan secara
sendiri-sendiri atau berkelompok. Rotan yang didapat
biasanya akan ditumpuk tidak diatas tanah tapi
disangga dengan kayu agar rotan tidak mudah
berubah warna dan busuk. Tumpukan rotan dibuat
sesuai pemiliknya dan setelah cukup banyak rotan
akan diangkut ke desa untuk dijual. Penjualan rotan
cukup mudah karena toke / penampung biasanya
sudah siap mengambil rotan di tepi jalan desa dan
langsung dibayar. Bahka ada juga yang sistem
berhutang dulu kepada toke kemudian hasilnya
diperhitungkan dan sisanya yang dibayarkan.
Dalam melakukan pengambilan rotan manau
ada adat yang mengatur yaitu tidak boleh menebang

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 70


batang rotan yang belum berbuah atau batang rotan
yang belum bisa mendapatkan 4 potong rotan dalam
satu batang. Artinya tidak boleh menebang batang
rotan manau yang tingginya kurang dari 15 meter.
Potorngn rotan manau yang dapat/laku dijual panjang
3 meter. Dari sisi konservasi ini memberikan
kesempatan batang rotan manau untuk berbunga dan
menghasilkan buah sehingga regenarasi rotan manau
belanjut. Rotan manau tumbuh tidak berumpun
sehingga perkebangbiakannya dengan biji.
3. Mengambil Madu Sialang
Sialang merupakan bahasa
lokal yang mempunyai arti
lebah, sehingga pohon
sialang adalah pohon
tempat lebah membuat
sarang. Jenis pohon Sialang
beragam, diantaranya jenis
Kedondong (Spondias sp.), Kempas (Koompassia sp.),
Keruing (Dipterocarpus spp.), Pulai (Alstonia sp.), Pari
(Artocarpus sp.) dan Kawon (Bhesa sp.). Apabila
musim madu maka lebah-lebah akan membuat sarang

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 71


sebagai tempat madu di pohon tersebut. Madu akan
dipanen oleh Orang Rimba apabila menurut
pengamatan mereka bulan telah mati/bulan gelap.
Sebelum melakukan pengambilan madu mdan sarang
lebah menjadi tempat madu. meletakan akan
menghasilkan madu yang dapat dipanen oleh Orang
Rimba. Cara memanen madu merupakan antraksi
yang menarik untuk dilhat karena keunikannya. Orang
Rimba memanen madu dengan cara memanjat pohon
sialang dengan menggunakan lantak / anak tangga
berupa kayu-kayu kecil yang ditancapkan pada pohon
sialang dengan cara dipukul dengan jarak 40 s/d 50
centimeter. Lantak dibuat dari kayu jenis pisang-
pisang dengan panjang 20 s/d 25 sentimeter Tinggi
pohon sialang bisa mencapai 20 meter bahkan lebih
dari pemukaan tanah. Biasanya setiap pohon sialang
sudah ada pemiliknya. Menebang atau melukai pohon
sialang dengan benda apapun akan dikenai sanksi
adat berupa denda bangun yaitu 500 keping kain.

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 72


BAB V
PENUTUP

Primitif, begitulah kesan pertama saat melihat Orang


Rimba untuk pertama kalinya. Orang luar/terang sering
menyebut mereka sebagai “Orang Kubu”, yang dimaknai sebagai
ejekan yang berarti bodoh. Karakteristik Orang Rimba sebagai
orang yang sulit diatur, berpakaian minim, kumuh, tidak mau
menetap karena budaya melangun. Namun disisi lain, mereka
memiliki adat yang kuat dalam mengatur kehidupan mereka.
TNBD yang ditunjuk Menteri Kehutanan, salah satu
tujuannya sebagai tempat kehidupan Orang Rimba yang sejak
lama berada di kawasan tersebut. Mengenal Orang Rimba akan
memudahkan dalam menentukan arah kebijakan untuk
mengakomodir keberadaan Orang Rimba di kawasan ini.
Apapun fakta yang tergambar dalam buku ini, kiranya
dapat memahami Orang Rimba di Taman Nasional Bukit
Duuabelas. Akhir kata, penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan buku ini, kritik dan saran yang membangun
diharapkan untuk perbaikan buku ini dimasa yang akan datang.

‘Mengenal Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas” 73


DAFTAR PUSTAKA

BPS Provinsi Jambi (2010.) Profil Suku Anak Dalam (SAD)


Hasil Sensus Penduk Tahun 2010, Jambi.
BTNBD (2010), Rencana Strategis Taman Nasional Bukit
Duabelas. Sarolangun.
Muchlas (1975). Asal Usul Suku Anak Dalam. Jambi.
Syekh, Sayid, (2011), Pengantar Statistik Ekonomi dan
Sosial. Gaung Persada (GP), Jakarta
Buletin Sialang, Orang Rimba Edisi I sampai VIII.
Sarolangun.
BTNBD (2018), Agenda Bersama, Sarolangun
BTNBD (2018), Demografi Orang Rimba TNBD,
Sarolangun
ISBN :

Anda mungkin juga menyukai