Disusun Oleh :
2
KATA PENGANTAR
Puja dan Puji syukur kami panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa, yang
telah melimpahkan Rahmat berupa ilmu pengetahuan, sehingga kami dapat
melakukan kegiatan penyusunan makalah bahasa indonesia dengan judul
"Kebanggan terhadap bahasa Indonesia" tepat pada waktunya.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih
terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh
karena itu, dengan lapang dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi para
pembaca yang ingin memberi saran maupun kritik demi memperbaiki makalah
ini.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
LAMPIRAN - LAMPIRAN………………....……………………… 14
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah banjar petulu gunung dan munculnya burung kokokan?
2. Bagaimana keberadaan burung kokokan?
3. Bagaimana kondisi lingkungan dan penduduk desa petulu?
4. Bagaimana petulu sebagai objek wisata?
5. Bagaimana kondisi kehidupan masyarakat?
6. Bagaimana keadaan ekonomi masyarakat?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
wilayah Bangli untuk munuh ketela. Tiga wilayah ini selalu mereka datangi
setelah musim panen tiba. Mereka akan kembali setelah mendapatkan hasil
atau pada waktu piodalan maupun hari raya Galungan dan Kuningan.
Melihat fenomena ini masyarakat petulu gunung berfikir bahwa apa yang
dialami merupakan suatu kejadian yang disebabkan oleh kurangnya Yadnya
yang dihaturkan pada Hyang Maha Kuasa. Untuk menanggulangi keadaan
tersebut, masyarakat berencana untuk melaksanakan upacara besar di Pura
Desa yaitu : mependem, mepedagingan, mebalik sumpah, dan ngenteg
linggih. Mereka sangat percaya dengan melaksanakan upacara besar ini
masyarakat petulu gunung akan hidup damai dan sejahtera.
Dengan dukungan yang sangat besar dari Puri Ubud, maka ditetapkannya
upacara tersebut pada hari sabtu kliwon landep. Masyarakat mulai ngayah
untuk mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan keperluan
upacara seperti : rerampe (janur, bambu), pedagingan (beras, telur), dan
wewalungan (binatang kurban). Ketika masyarakat ngayah, beberapa orang
diantara mereka melihat empat ekor burung kokokan di atas pohon di depan
rumah mangku desa. Mereka tidak mempunyai firasat apa-apa bahwa burung
itu akan menjadi penghuni desanya.
Tanggal 25 Oktober 1965 merupakan puncak acara ngenteg linggih di pura
desa yang tentunya diawali terlebih dahulu dengan upacara besar seperti :
melasti, mepedanan, mepedagingan, mepada. Upacara dapat terlaksana
dengan khusuk, khidmat, damai, dan lancer.
Tepat tanggal 7 November 1965, upacara berakhir dan Ida Bhatara mesineb.
Bersamaan dengan itu datanglah segerombolan burung kokokan bertengger
dan bersarang di atas pepohonan yang tumbuh di ambal-ambal rumah
penduduk. Melihat banyaknya burung kokokan yang datang, masyarakat
mempercayai bahwa burung tersebut merupakan pica Ida Bhatara Desa.
Burung kokokan ini merupakan salah satu peliharaan dari Pura Desa yang
patut dipelihara dan disucikan. Akhirnya burung kokokan tersebut dijemput
(dipendak) oleh seluruh masyarakat dengan upacara khusus di Pura Desa.
Dari keyakinan tersebut masyarakat petulu gunung memelihara burung
kokokan tersebut dengan taat dan tidak ada yang berani mengganggunya.
4
Mereka percaya apabila mereka mengganggu burung kokokan akan berakibat
fatal bagi kehidupan dirinya maupun kehidupan tanamannya yang ada di
sawah. Kejadian ini sudah sering dibuktikan dengan adanya tanaman padi
yang dirusak burung kokokan, orang jatuh pingsan karena menembak burung
kokokan, orang yang minta maaf (neduh) karena mengambil anak kokokan
tanpa permisi. Maka untuk menjaga keamanan dan kelestarian burung
kokokan masyarakat petulu gunung membuat hukum (awig-awig) khusus
yang berkaitan dengan keberadaan burung kokokan yang harus ditaati oleh
seluruh masyarakat.
5
Burung kokokan berkembang biak setahun sekali dengan proses bertelur.
Setiap pasangan mempunyai telur 4-6 butir. Biasanya musim bertelur
jatuh pada bulan November-Desember yang diawali dengan membuat
sarang. Akhir bulan Desember dan Januari Kokokan mulai berternak.
Dalam musim burung Kokokan mulai membuat sarang (bulan
November) sampai anaknya bisa terbang(bulan maret), mereka berada di
Petulu Gunung satu hari penuh yaitu dari pagi sampai malam hari.
Setelah anaknya bisa terbang dan mencari makan sendiri, serta musim
tanam sudah lewat, burung Kokokan pergi nan jauh di pagi hari dan baru
datang sore hari sekitar pukul 17.00 wita. Musim ini biasanya
berlangsung bulan April sampai Oktober.
2. Faktor Geografis.
Banjar Petulu Gunung terletak di wilayah dengan kondisi geografis
yang menguntungan bagi kokokan. Karena, Banjar Petulu Gunung di
kelilingi oleh wilayah persawahan. Hal ini sangat menguntungan karena
memudahkan kokokan untuk mencari makanan.
3. Faktor Keyakinan.
Faktor ini termasuk dalam hubungan dengan faktor – faktor gaib.
Hal ini di karenakan di Banjar Petulu Gunung terdapat Pura Desa yang di
dalamnya terdapat pelinggih khusus untuk memuja kokokan. Kokokan
yang ada di Banjar Petulu Gunung di anggap sebagai due (milik) pura
yang ada di Banjar Petulu Gunung, sehingga dia hanya akan bisa tinggal
di daerah itu saja. Hal ini pernah dibuktikan oleh masyarakat. Saat itu
masyarakat berniat untuk memindahkan habitat burung kokokan ke
ladang sawah di pinggir desa dengan menanam pohon-pohon besar
seperti bunut disana, tapi burung tersebut tetap saja tidak mau pindah.
Mereka tetap bersarang disekitaran rumah penduduk. Hal ini diyakini
burung tersebut memiliki hubungan yang erat dengan pelinggih di Pura
Desa tersebut. Sehingga dianggap sakral dan di lindungi secara niskala.
4. Faktor Habitat.
Di Banjar Petulu Gunung terdapat pohon yang hanya tumbuh di
sekitar Banjar Petulu Gunung. Pohon ini disebut dengan istilah “Bunut”
6
(Ficus indica). Ada tiga jenis Pohon Bunut yang ada di Banjar Petulu
Gunung, yaitu Bunut Wot, Bunut Panggang, dan Bunut Kroyo. Diantara
tiga jenis bunut tersebut, Bunut Wotlah yang paling disukai oleh
kokokan. Karena populasinya yang paling banyak dan memiliki cabang
yang lebat. Cabang ini digunakan untuk membuat sarang burung. Sarang
burung Kokokan berbentuk seperti penggorengan.
Jumlah total individu dalam populasi Burung Kokokan yang ada di
Desa Petulu saat ini mencapai 20.944 ekor (hasil pendataan tahun 2008),
angka ini didapat dari jumlah sarang yang ditemukan pada saat
pengamatan yaitu 5.236 buah. Pada tahun 2004 ditemukan 3.117 buah
sarang, dengan perkiraan populasi mencapai 12.468 ekor, dari angka ini
(dibandingkan dengan data tahun 2008) dapat diperkirakan pertumbuhan
populasi Kokokan di Desa Petulu mencapai 2.119 ekor/tahun. Kokokan
yang ada di Banjar Petulu Gunung, dilindungi oleh dua hukum. Yaitu
hukum secara sekala dan hukun secara niskala. Hukum sekala meliputi
tidak boleh membunuh, menembak, ataupun memelihara kokokan tanpa
seijin petugas. Apabila ini dilangggar maka akan dikenakan sanksi adat,
misalnya jika ada yang menembak kokokan yang ada di Petulu Gunung
maka ia akan dikenakan sanksi berupa denda sebesar satu juta rupiah.
Sedangkan secara niskala, karena kokokan di Petulu Gunung dianggap
sebagai milik Pura Desa yang ada di Petulu Gunung. Sehingga tidak
boleh diganggu kehidupannya. Apabila ada yang berani mengusik
kehidupan burung Kokan maka akan mendapat hukuman secara niskala
berupa di datangi makhluk besra melalui mimpi atau hidupnya tidak
tenang.
Kokokan yang ada di Petulu Gunung memiliki dua siklus dalam
kehidupannya. Yaitu saat kokokan hanya ada pada sore hari, dan saat
kokokan berada saat pagi dan sore hari.
1. Siklus Pertama (kokokan hanya ada pada sore hari).
Siklus ini berlangsung dari bulan Mei sampai September. Pada
siklus ini, kokokan akan mulai meninggalkan sarang pada pukul 06.00
pagi untuk mencari makanan. Dan baru akan kembali sebelum matahari
7
terbenam. Makanan kokokan ini dapat berupa serangga, tikus, bahkan ular
kecil. Sehingga keberadaannya juga sangat menguntungkan bagi para
petani karena dapat digunakan sebagai predator dan pengusir hama
tumbuhan yang ada di sawah sekitar Desa Petulu.
2. Siklus Kedua (kokokan ada pada pagi dan sore hari).
Siklus ini berlangsung dari bulan Oktober sampai akhir bulan
Maret. Pada siklus ini, kokokan mengalami masa untuk bertelur,
mengeram, dan membesarkan anaknya. Pada masa ini berlangsung sekitar
kurang lebih empat bulan. Sehingga kokokan yang ada di Petulu Gunung
pada siklus ini, lebih banyak menghabiskan waktu di Petulu Gunung
ketimbang di luar wilayah Petulu Gunung. Perlu diketahui bahwa pada
setiap sarang burung kokokan yang ada di Petulu Gunung minimal diisi
dengan dua anak, dan maksimal dengan 3 anak.
8
b. Sehingga keberadaannya juga sangat menguntungkan bagi para petani
karena dapat digunakan sebagai predator dan pengusir hama tumbuhan
yang ada di sawah sekitar Desa Petulu.
c. Menambahkan penghasilan masyarakat karena menjadikan desa mereka
sebagai objek wisata.
2. Dampak negatif
Populasi di burung Kokokan di desa Petulu yang saat ini telah mencapai
angka ribuan ini ada sejak tahun 1965. Jumlah yang ratusan bahkan saat ini
ribuan tentunya memberikan dampak adanya bau amis dari kotoran burung
tersebut. Tapi masyarakat tidak bisa berbuat apa. Mereka terpaksa merelakan
rumah mereka dipenuhi dengan sarang dan kotoran burung kokokan. Hal ini
disebabkan mereka tidak berani menggangu kehidupan kokokan karena takut
akan hilangnya kemakmuran dan kesejahteraan desa mereka.
9
menambah keasrian desa tersebut. Pohon yang paling banyak ditemui disana
adalah pohon “ bunut”, tak jarang juka ditemukan pohon nangka, cempaka, dan
kamboja.
10
ini dikarenakan pada saat itu juga burung Kokokan baru pulang dari
perjalanannya mencari makan.
11
2.6 Keadaan Ekonomi Masyarakat
Untuk keadaan ekonomi masyarakat biasanya datang dari beberapa
sumber. Sumber yang pertama berasal dari hasil penjualan tiket bagi para
wisatawan. Keuntungan yang diperoleh dari pengelolaan obyek wisata selama
1 bulan sebesar 20 juta, sebelum dikurangi beban lainnya, seperti gaji untuk
para guide, dimana per orang yang bekerja selama 4 jam mendapat
Rp.20.000. Kentungan ini nantinya akan digunakan untu mengembangkan
Desa kaeraha yang lebih baik.
Sumber kedua berasal dari pekerjaan masyarakat. Bagi para petani maka
perekonomian bersumber dari hasil penjualan beras, hasil dari sawah mereka.
Sedangkan untuk para pengrajin, tentunya perekonomian mereka bersumber
dari hasil penjualan hasil karya mereka biasanya pengrajin memproduksi
kerajinan paling banyak berupa bingkai foto yang dapat menghasilkan 10 biji
bingkai foto per harinya. Usaha ini masih berupa industry rumahan. Bahan
yang diperlukan hanya kayu-kayu untuk diukir. Penghasilan yang di dapatkan
kadang tidak tetap, karya yang di hasilkan oleh pengrajin biasanya di beli dan
dipesan oleh para touris yang berkunjung ke desa tersebut.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dengan ini saya dapat menyimpulkan bahwa objek wisata Kokokan
adalah objek wisata yang bukan hanya objek wisata yang indak dan menarik,
tetapi juga memiliki sejarah yang patut kita ketahui dan lestarikan.
Selain itu, objek wisata Kokokan juga menyediakan berbagai macam
fasilitas yang tentunya akan memberikan kenyamanan dan kesan yang baik
untuk para wisatawan. Namun ada juga kekurangan yang dimiliki oleh objek
wisata Kokokan ini yaitu jumlah yang ratusan bahkan saat ini ribuan tentunya
memberikan dampak adanya bau amis dari kotoran burung kokokan pada saat
musim datangnya burung tersebut.
3.2 Saran
Demikian yang dapat saya paparkan mengenai materi tentang objek
wisata Kokokan. Agar suatu objek wisata itu tetap lestari dan indah, kita
harus menjaga dan tidak merusaknya. Tentunya masih banyak kekurangan
mengenai paper makalah yang saya buat ini. Saya sangat berharap agar para
pembaca memberikan kritik dan saran yang membangun demi sempurnanya
paper makalah ini dan penulisan paper makalah di kesempatan berikutnya.
Semoga paper makalah ini dapat berguna dan bermanfaat.
13
LAMPIRAN-LAMPIRAN
14
DAFTAR PUSTAKA
https://www.balitoursclub.com/berita_245_Desa_Petulu_Ubud.html
https://ihategreenjello.com/pesona-keindahan-wisata-desa-petulu-di/
https://www.17sekians.com/wisata-kokokan-petulu-kawanan-burung-bangau-di-
bali/
15