Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN GERONTIK DAN TEORI MENUA

OLEH :

Meilani Silvania Woromboni

NS0621099

CI Lahan CI Institusi

(………………………) (Lisa Fauzia, S.Kep.,Ns.,M.Kep)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
NANI HASANUDDIN MAKASSAR
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN GERONTIK DAN TEORI MENUA
1.1. Laporan Pendahuluan
1.1.1. Konsep Keperawatan Gerontik dan Teori Menua
1.1.1.1. Latar Belakang Pentingnya Keperawatan Gerontik
Saat ini diseluruh dunia jumlah orang lanjut usia di
perkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan
diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 miliyar.
Di negara maju seperti Amerika serikat pertambangan orang
lanjut usia diperkirakan 50% dari penduduk berusia di atas
50 tahun sehingga istilah Baby Boom pada masa lalu
berganti menjadi “Ledakan penduduklanjut usia” (Lansia)
(Padila, 2017).
Permasalahan pada lansia dalam pemeliharaan
kesehatan: hanya 5% yang diurus oleh institusi, 25% dari
semua resep obat-obat adalah untuk lanjut usia, penyakit-
penyakit mungkin ganda dan kronis hampir 40% melibatkan
lebih dari satu penyakit (komplikasi sering terjadi), akibat-
akibat dari ketidak mampuan akan lebih dari satu penyakit
(komplikasi sering terjadi), akibat-akibat dari ketidak
mampuan akan lebih cepat terjadi apabila lanjut usia itu jatu
sakit, respon terhadap pengobatan berkurang, daya tangkal
lebih rendah karna proses ketuaan sehingga seorang lanjut
usia lebih budah terkena penyakit, lanjut usia kurang tahan
terhadap tekanan mental lingkungan dan fisik, pemeliharaan
kesehatan yang buruk umumnya terjadi 1.Kurang dari 1/3
tidak dilakukan check up kesehatan tahunan,2.Banyak
terlihat pemeliharaan kesehatan sebagai pelayanan yang
digunakan hanya selama kritis hidup, 3. Banyak terlihat
lebih dari satu orang dokter yang melihat secara terpisah
(Padila, 2017).
Proses manua di dalam perjalannan hidup manusia
merupakan suatu hal yang wajar akan dialami semua orang
yang dikaruniai umur panjang. Hanya lambat cepatnya
proses tersebut bergantung pada masing-masing individu
yang bersangkutan. Adapun permasalahan yang berkaitan
dengan lanjut usia antar lain (Padila, 2013):
a. Secara individu, pengaruh proses menua dapat
menimbulkan berbagai masalah baik secara fisik-
biologis, mental maupun sosial ekonomis
b. Lanjut usia tidak hanya di tandai dengan kemunduran
fisik, tetapi dapt pula berpengaruh terhadap kondisi
mental
c. Pada usia mereka yang telah lanjut, sebagian dari para
lanjut usia tersebut masi mempunyai kemampuan
bekerja
d. Disamping itu, masi ada dari sebagian lanjut usia dalam
keadaan terlentang, selain tidak mempunyai bekal
hidup dan pekerjaan/ penghasilan, mereka juga tidak
pempunyai keluarga/ sebatang kara
e. Dalam masyarakat tradisinal biasanya usi lanjut
dihargai dan dihormati sehingga mereka masi dapat
berperan yang berguna bagi masyarakat
f. Didasarkan pada sistem kultural yang berlaku maka
mengharuskan generasi tua/ lanjut usia masih
dibutuhkan sebagai Pembina agar jati diri budaya dan
ciri-ciri khas Indonesia tetap terpeliharanya
kelestarianya.
g. Karena kondisinya, lanjut usia memerlukan tempat
tinggal atau fasilitas perubahan yang khusus.
1.1.1.2. Batasan – Batasan Lanjut Usia
Usia yang dijadikan patokan untuk lanjut usia berbeda-
beda, umumnya berkisaran antara 60-65 tahun. Ada empat
tahapan lanjut usia yaitu usia pertengahan (middle age) usia
45-59 tahun, lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun, lanjut
usia tua (old) usia 75-90 tahun, dan usia sangat tua (very
old) usia > 90 tahun (Padila, 2017).
1.1.1.3. Proses Menua (Aging Process)
Menjadi tua (Menua) adalah suatu keadaan yang terjadi
didalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan
proses sepanjang hidup yang tidak hanya dimulai dari suatu
waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan
(Murwani Arita, 2018).
Menurut WHO dan Undang-Undang No 13 tahun 1998
tentang kesejahtraan lanjut usia pada pasal 1 ayat 2 yang
memyebutkan bahwa umur 60 tahun adalah usia permulaan
tua (Murwani Arita, 2018).
Proses penuaan terdiri atas teori-teori tentang penuaan,
aspek biologis pada proses menua, proses penuaan pada
pada tingkat sel, proses penuaan menurut sistem tubuh, dn
aspek psikologis pada proses penuaan (Murwani Arita,
2010).
1.1.1.4. Teori Menua
Teori-teori tentang penuaan suda banyak yang
dikemukakan. Namun tidak semuanya bisa diterima. Teori-
teori itu dapat digolongkan dalam dua kelompok, yaitu yang
termasuk kelompok teori biologis dan teori psikososial
(Murwani Arita, 2010):
a. Teori Biologis
Teori yang merupakan teori biologis adalah sebagi teori
jam genetic. Menurut Hay Ick (1965), secara genetic
sudah terprogram bahwa material didalam inti sel
dikatakan bagaikan memiliki jam genetic terkait dengan
frekuensi mitosis.
b. Teori Psikososial
Teori yang merupakan teori psikososial adalah sebagi
berikut:
c. Teori Integritas Ego
Teori perkembangan ini mengidentifikasi tugas-tugas
yang harus dicapai dalam tiap tahap perkembangan.
d. Teori Stabilitas Personal
Kepribadian seseorang terbentuk pada masa kanak-
kanak dan tetap bertahan secara stabil. Perubahan yang
radikal pada usia tua bisa jadi mengindikasikan penyakit
otak.
e. Teori Sosiokultural
Teori yang merupakan teori sosiokultural adalah sebagai
berikut:
- Teori Yang ( Disengagement Theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan
bertambahnya usia,sesorang berangsur angsur mulai
melepaskan diri dari kehidupan sosialnya, atau
menarik diri dari pergaulan dari sekitarnya. Hal ini
mengakibatkan interaksi social lanjut usia menurun,
sehingga sering terjadi kehilangan ganda meliputi
kehilangan peran, hambatan kontak social,
berkurangnya komitmen
- Teori Aktifitas
Teori ini menyatakan bahwa penuaan yang sukses
tergantung dari bagaimna seorang usia lanjut
merasakan kepuasan dalam beraktifitas dan
mempertahankan aktifitas tersebut selama mungkin.
Adapun kualitas aktifitas tersebut lebih penting
dibandingkan kuantitas yang dilakukan.
- Teori Konsekuensi Fungsional
Teori yang merupakan teori fungsional adalah
sebagai berikut:
a.) Teori yang menyatakan tentang konsekuensi
funsional usia lanjut yang berhubungan dengan
perubahan-perubahan karna usia dan factor
resiko tambahan.
b.) Tanpa intervensi maka beberapa konsekuensi
fungsional akan negative, dengan intervensi
menjadi positif.
1.1.1.5. Landasan Hukum Penangan Lanjut Usia Dalam
Keperawatan Gerontik
Landasan hukum penanganan lanjut usia adalah sebagai
berikut (Murwani Arita, 2010)::
a. Filsafat Negara/P4
b. UUD 1945, pasal 27 ayat 2 dan pasal 34.
c. UU No.9 tahun 1960, tentang pokok-pokok kesehatan
bab 1 pasal 1 ayat 1.
d. UU No.4 tahun 1965, tentang pemberian bantuan
penghidupan orangtua.
e. UU No.5 tahun 1974, tentang pokok-pokok
pemerintahan di daerah.
f. UU No.6 tahun 1974, tentang ketentuan-ketentuan pokok
kesejahteraan social.
g. Keputusan Presiden RI No.44 tahun 1974
h. Program PBB tentang lanjut usia, anjuran kongres
internasional WINA 1983.
i. GBHN 1983/Repelita IV.
j. Keputusan menteri social RI NO.44 tahun 1974, tentang
organisasi dan tata kerja departemen social provinsi.
1.1.1.6. Trend Dan Isu Keperawatan Gerontik
Menurut dinas kependudukan Amerika Serikat (1999),
jumlah populasi lansia berusia 60 tahun atau diperkirakan
hampir mencapai 600 juta orang dan diproyeksikan
menjadi dua miliar pada thun 2050, pada saat itu lansia
akan melebihi jumlah populasi anak (0-14 tahun).
Sedangkan diindonesi menurut BPS, (1992), pada tahun
2000 jumlah lansia diindonesia di proyeksikan sebesar
7,28% dan pada tahun 2020 menjadi sebesar 11,34%
(Murwani Arita, 2010).
Disebutkan pada sebuah provinsi dicina disebutkan
terdapat populasi lansia yang sebagian besar berusia lebih
dari 100 tahun masih hidup dengan sehat dan sedikit sekali
prevelensi kepikunannya. Menurut mereka, rahasianya
adalah menghindar makanan moderend, banyak
mengkomsumsi sayur dan buah, aktivitas fisik yang tinggi,
sosialisasi dengan warga lainnya, serta hidup ditempat yang
sangat bersih dan jauh dari polusi udara. Hal ini merupakan
tantangan bagi kita semua untuk dapat mempertahankan
kesehatan dan kemandirian para lansia agar tidak menjadi
beban bagi dirinya, keluarga, maupun masyarkat (Murwani
Arita, 2010).
Sering dengan berkembangnya Indonesia sebagai salah
satu negara dengan tingkat perkembangan yang cukup baik,
maka makin tinggi pula harapan hidup penduduknya.
Diproyeksikan harapan hidup orang Indonesia dapat
mencapai 70 tahun pada tahun 2000. Perlahan tapi pasti
masalah lansia mulai dapat perhatian pemerintah dan
msyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi logis terhadap
berhasilnya pembangunan, yaitu bertambahnya usia harapan
hidup dan banyaknya jumlah lansia diindonesia. Dengan
meningkatnya jumlah penduduk lanjut usia dan makin
panjangnya harapan hidup sebagai akibat yang telah dicapai
dalam pembangunan selama ini, maka merek yang memiliki
pengalaman, keahlian, dan keahrifan perlu diberi
kesempatan untuk untuk berperan dalam pembangunan.
Maka lansia perlu mendapat perhatian khusus dari
pemerintah dan masyarakat (GBHN, 1993). Hal ini
merupkan tantangan bagi kita semua dapat pertahankan
kesehatan dan kemandirian para lansia agar tidak menjadi
beban bagi dirinya, keluarganya, maupun masyarakat
(Murwani Arita, 2010).
Upaya pelayanan kesehatan terhadap lansia meliputi
azas pendekatan dan jenis pelayanan kesehatan yang
diterima (Murwani Arita, 2010):
a. Azas
Menurut WHO (1991) adalah to add life to the years
that have been added to life, dengan prinsip
kemerdekaan, partisipasi, perawatan, pemenuhan diri dan
kehormatan , sedangkan azas yang dianut oleh
departemen kesehatan Ri adalah meningkatkan mutu
kehidupan lanjut usia, meningkatkan kesehatan, dan
memperpanjang usia
b. Pendekatan
Menurut Word Health Organization (1982), pendekatan
yang digunakan adalah sebagai berikut:
- Menikmati hasil pembangunan
- Masing-masing lansia mempunyai keunikan
- Lansia tturut memilih kebijakan
- Memberikan perawatan dirumah
- Pelayanan harus dicapai dengan mudh
- Mendorong ikatan akrab antara kelompok/antar
generasi
- Transportasi dan bangunan yang ergonomis dengan
lansia
- Lansia beserta keluarga aktif memelihara kesehatan
lansia.
c. Jenis
Jenis pelayanan kesehatan terhadap lansia meliputi
lima upaya kesehatan, yaitu peningkatan (promotion),
pencegahan (prevention), diagnosis dini dan pengobatan
(early diagnosis and prompt treatment), pembatasan
kecacatan (disability limitation), serta pemulihan
(rehabilitation).
- Promotif
Upaya promotif merupakan proses advokasikesehatan
untuk meningkatkan dukungan klien, tenaga
professional, dan masyarakat terhadap praktik kesehatan
yang positif menjadi norma-norma sosial. Upaya
perlindungan kesehatan bagi lansia adalah sebagai
berikut:
1. Mengurangi cedera, dilakukan dengan tujuan
mengurangi kejadian jatuh, mengurangi bahaya
kebakaran dalam rumah, meningkatkan penggunaan
alat pengaman, dan mengurngi kejadian keracunan
makanan.
2. Meningkatkan keamanan ditempat kerja yang
bertujuan untuk mengurangi terpapar dengan bahan-
bahan kimia dan meningkatkan sistem penggunaan
keamanan kerja.
3. Meningkatkan perlindungan dan kualitas udra yang
buruk, bertujuan untuk mengurangi penggunaan
smprotan berbahan bahan kimia, meningkatkan
pebgelolahan rumah tangga terhadap bahan
berbahaya, serta mengurangi kontaminasi makanan
dan obat obatan.
4. Meningkatkan perhatian terhadap kebutuhan gigi dan
mulut yang bertujuan untuk mengurangi karies gigi
serta memelihara kebersihan gigi dan mulut.
- Preventif
1. Mencakup pencegahan primer, sekunder dan tersier
2. Melakukan pencegahan primer, meliputi pencegahan
pada lansia sehat, terhadap faktor resiko, tidak ada
penyakit, dan promosi kesehatan.
3. Jenis pelayanan kesehatan pencegahan primer adalah
sebagian berikut: konseling (berhenti merokok dan
minuman beralkohol). Dukungan nutrisi, exercise,
keamanan didalam dan sekitar rumah, manajemen
stress dan penggunaan medikasi yang tepat.
Mengidap faktor resiko: control hipertensi, deteksi,
dan pengobatan kanker, screening (pemeriksaan
rektal, memprogramkan, papsmear, gigi mulut, dan
lain-lain)
5. Melakukan pencegahan tersier dilakukan setelah
terdapat gejala penyakit dan cacat : mencegah cacat
bertambah dan ketergantungan serta perawatan
terhadap penderita tanpa gejala hinggah penderita
yang mengidap faktor resiko: control hipertensi,
deteksi dan pengobatan kanker, screening
(pemeriksaan rektal, mammogram, papsmer, gigi
mulut dan lain-lain. Melakukan pencegahan tersier,
dilakukan setelah terdapat gejala penyakit dan cacat:
mencegah cacat bertambah dan ketergantungan, serta
perawatan terhadap penyakit
- Early diagnosis dini dapat dilakukan oleh lansia
sendiri atau petugas professional dan petugas
institusi:
1. Oleh lansia sendiri dengan melakukan tes diri,
skrening kesehatan, memanfaatkan kartu menuju
sehat (KMS) lansia, memanfaatkan buku keseshatan
pribadi (BKP), serta pendatanganan kontrak
kesehatan.
2. Oleh petugas professional/tim
a) Pemeriksaan status fisik
b) Wawancara masalah masa lalu dan saat ini
c) Obat yang dimakan dan dminum
d) Riwayat keluarga atau lingkungan sosial
e) Kebiasaan merokok atau minuman beralkohol
f) Periksaan fisik diagnosis sepert pemeriksaan
darah lengkap, pemeriksaan pelvis dan rectum,
gerakan sendi, kekuatab otot, penglihatan dan
pendengaran dll
g) Skrening kesehatan meliputi berita dan tinggi
badan,kolestrol dan tumor
h) Pemeriksaan status mental dan psikologis, status
mental terdiri dari pengkajian memori, perhatian
orientasi, komunikasi dan perilaku.
i) Pemeriksaan status fungsi tubuh apakah mandiri
(independent), kurang mandiri (partially),
ketergantungan (dependent).
d. Disability Limination
- Kecacatan adalah kesulitan dalam memfungsikan
kerangka, obat dan sistem saraf.
- Kecacatan sementara (dapat dikoreksi)
- Kecacatan menetap (tidak dapat dipulihkan)
- Langkah-langkah yang dlakukan adalah
pemeriksaan identifikasi masalah, perencanan,
pelaksanaan dan penilaian.
e. Rehabilitation
- Pelaksanaan tim rehabilitas (petugas medis,
paramedic, da non paramedic)
- Prinsip : pertahankan kenyamanan lingkungan
istirahat, dan aktivitas mobilisasi
- Pertahankan kecukupan nutrisi
- Pertahankan fungsi pernafasan
- Pertahankan fungsi pencernaan, saluran kemih,
psikososial, dan komunikasi
- Mendorong pelaksanaan tugas
1.1.2. Konsep Perubahan Fisiologi dan Psikososial pada Lansia
1.1.2.1. Perubahan Fisiologi yang Lazim pada Usia Lanjut
Menjadi tua atau menua membawah pengaruh serta
perubahan menyeluruh baik fisik, sosial, mental, dan norma
spiritual, yang keseluruhannya saling kait mengait antara
satu bagian dengan bagian yang lainnya. Dan perlu kita
ingat bahwa tiap-tiap perubahan memerlukan penyesuaian
diri, padahal dalam kenyataan semakin menua usia kita
kebanyakan semakin kurang baik untuk menyesuaikan
terhadap berbagai perubahan yang terjadi dan disinilah
terjadi berbagai gejolak yang harus dihadapi oleh setiap kita
yang mulai menjadi manula. Gejolak-gejolak itu antara lain
perubahan fisik dan perubahan social (Sulistyawati Emi,
2018).
Menurut bahan kesehatan dunia atau WHO, 2000
penggolongan dewasa lanjut atau lansia dibagi menjadi tiga
kelompok yakni usia pertengahan (middle age) ialah
kelompok usia 45 sampai 59 tahun, lanjut usia (elderly)
antara 60 dan 74 tahun, lanjut usia tual (old) antara 75 dan
90 tahun, dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
Perubahan-perubahan yang terjadi meliputi dari sistem
integumentary, sistem rangka, sistem otot, sistem saraf,
sistem endocrine, sistem cardiovascular, sistem imunitas,
sistem pernapasan, sistem pencernaan, sistem perkemihan,
sistem reproduksi wanita dan pria (Sulistyawati Emi, 2010).
Secara umum, menjadi tua ditandai oleh kemunduran
biologis yang terlihat sebagai gejala-gejala kemunduran
fisik, antara lain (Sulistyawati Emi, 2018):
a. Kulit mulai mengendur dan wajah mulai keriput serta
garis-garis yang menetap
b. Rambut kepala mulai memutih dan beruban
c. Gigi mulai lepas (ompong)
d. Penglihatan dan pendengaran mulai berkurang
e. Mudah lelah dan mudah jatuh
f. Mudah terserang penyakit
g. Nafsu makan menurun
h. Penciuman mulai berkurang
i. Gerakan menjadi lambat dan kurang lincah
j. Pola tidur berubah
1.1.2.2. Perubahan Psikososial
Akibat berkurangnya fungsi indra pendengaran,
penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka muncul
gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia.
Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat
berkurang, penglihatan kabur, dan sebagainya sehingga
sering menimbulkn keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah
dengan selalu mengajak mereka melakukan aktifitas, selama
yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa
terasingkan atau di asingkan. Karena jika terasingan terjadi
maka lansia semakin menolak untuk berkomunikasi dengan
orang lain dan kadang-kadang muncul prilaku regresi
seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan
barang-barang tak berguna, serta merengek-merengek dan
menangis bila bertemu orang lain sehingga perilakunya
seperti anak kecil (Emmelia, 2017).
Dalam menghadapi berbagai permasalahan diatas pada
umumnya lansia yang memiliki keluarga bagi orang-orang
kita (budaya ketimuran) masih sangat beruntung karena
anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara
bahkan kerabat umumnya ikut membantu memelihara
dengan penuh kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi
mereka yang tidak punya keluarga atau sanak saudara
karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup
namun tidak mempunyai anak dan pasangannya sudah
meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri, maka
sering kali lansia menjadi terlantar (Emmelia, 2017).
1.1.2.3. Penganiayaan
Penganiayaan terhadap lansia mengakibatkan cedera
fisik atau mengelantaran emosional yang meliputi
menentang keinginan lansia, mengintimidasi atau membuat
keputuan yang kejam. Penganiayaan terhadap lansia
umumnya dilakukan oleh anaknya sendiri (Muhith Abdul,
2016).
1.1.2.4. Pengabaian
Pengabaian merupakan kondisi yang berhubungan
dengan kegagalan pemberi perawatan dalam membimbing
pelayanan yang dibutuhan oleh lansia baik itu pemenuhan
kebutuhan kesehatan fisik maumpun pemenuhan kebutuhan
mental. Pengabaian adalah kegagalan yang dilakukan oleh
pemberi perawatan pada lansia untuk memberikan pelayan
yang baik atau mempersiapkan segala sesuatu yang lansia
butuhkan untuk mencapai fungsi optimal dan menjauhi dari
sesuatu yang membahayakan. Pengabaian terbagi menjadi 3
jenis yakni, pengabaian fisik yang merupakan suatu
penolakan atau kegaggalan keluarga dalam memenuhi
kebutuhan dasar lansia, jenis kedua adalah pengabaian
psikologis sebagai suatu kegagalan sebagai suatu kegagalan
asuhan untuk memuaskan kebutuhan emosi atau psikologis
lansia, jenis pengabaian ketiga dalaha pengabaian finasial
yang merupakan tindakan keluarga yang mengambil atau
menjual barang berharga milik lansia (Emmelia, 2012).
1.1.2.5. Salah Perlakuan
Perlakuan yang salah terhadap lansia merupakan salah
satu bentuk cedera yang dapat dicegah dan merupakan
masalah yang serius. Perlakuan yang salah terhadap lansia
dapat berupa penganiayaan, pengabaian, eksploitasi
maumpun pengisolasian yang dilakukan oleh kerabat,
teman, atau perawat yang dapat berakibat fatal. Hal tersebut
baik disengaja maupun tidak dapat mengakibatkan
menurunnya kualitas hidup dan kesehatan seorang lansia
(Muhith Abdul, 2016).
1.1.2.6. Fungsi seksual pada lansia
Penurunan fungsi dan potensial seksual pada lanjut usia
sering kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik
seperti gangguan jantung, gangguan metabolisme, missal
diabetes mellitus, vaginitis, post op prostatektomi,
kekurangan gizi karena pencernaan kurang sempurna atau
nafsu makan sangat kurang, penggunaan obat tertentu
seperti anti hipertensi, golonga steroid, tranquilizer. Factor
psikologis yang menyertai lansia antara lain (Muhith Abdul,
2016):
a. Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan
seksual pada lansia
b. Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang
serta diperkuat oleh tradisi dan budaya
c. Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam
kehidupannya.
d. Pasangan hidup telah meninggal
e. Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau
masalah kesehatan jiwa lainnya, misalnya cemas,
depresi dan pikun
DAFTAR PUSTAKA

Emmelia, R. (2017). Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Pustaka Baru


Press.
Muhith Abdul, S. S. (2016). Pendidikan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: CV.
Andi Offset.
Murwani Arita, P. W. (2017). Gerontik Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan
Home Care dan Komunitas. Yogyakarta: Citra Maya.
Padila. (2017). Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika.
Sulistyawati Emi, P. (2018). Menopause dan Sindrome Pre Menopause.
Yogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai