SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) NANI HASANUDDIN MAKASSAR 2022 LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN GERONTIK DAN TEORI MENUA 1.1. Laporan Pendahuluan 1.1.1. Konsep Keperawatan Gerontik dan Teori Menua 1.1.1.1. Latar Belakang Pentingnya Keperawatan Gerontik Saat ini diseluruh dunia jumlah orang lanjut usia di perkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 miliyar. Di negara maju seperti Amerika serikat pertambangan orang lanjut usia diperkirakan 50% dari penduduk berusia di atas 50 tahun sehingga istilah Baby Boom pada masa lalu berganti menjadi “Ledakan penduduklanjut usia” (Lansia) (Padila, 2017). Permasalahan pada lansia dalam pemeliharaan kesehatan: hanya 5% yang diurus oleh institusi, 25% dari semua resep obat-obat adalah untuk lanjut usia, penyakit- penyakit mungkin ganda dan kronis hampir 40% melibatkan lebih dari satu penyakit (komplikasi sering terjadi), akibat- akibat dari ketidak mampuan akan lebih dari satu penyakit (komplikasi sering terjadi), akibat-akibat dari ketidak mampuan akan lebih cepat terjadi apabila lanjut usia itu jatu sakit, respon terhadap pengobatan berkurang, daya tangkal lebih rendah karna proses ketuaan sehingga seorang lanjut usia lebih budah terkena penyakit, lanjut usia kurang tahan terhadap tekanan mental lingkungan dan fisik, pemeliharaan kesehatan yang buruk umumnya terjadi 1.Kurang dari 1/3 tidak dilakukan check up kesehatan tahunan,2.Banyak terlihat pemeliharaan kesehatan sebagai pelayanan yang digunakan hanya selama kritis hidup, 3. Banyak terlihat lebih dari satu orang dokter yang melihat secara terpisah (Padila, 2017). Proses manua di dalam perjalannan hidup manusia merupakan suatu hal yang wajar akan dialami semua orang yang dikaruniai umur panjang. Hanya lambat cepatnya proses tersebut bergantung pada masing-masing individu yang bersangkutan. Adapun permasalahan yang berkaitan dengan lanjut usia antar lain (Padila, 2013): a. Secara individu, pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai masalah baik secara fisik- biologis, mental maupun sosial ekonomis b. Lanjut usia tidak hanya di tandai dengan kemunduran fisik, tetapi dapt pula berpengaruh terhadap kondisi mental c. Pada usia mereka yang telah lanjut, sebagian dari para lanjut usia tersebut masi mempunyai kemampuan bekerja d. Disamping itu, masi ada dari sebagian lanjut usia dalam keadaan terlentang, selain tidak mempunyai bekal hidup dan pekerjaan/ penghasilan, mereka juga tidak pempunyai keluarga/ sebatang kara e. Dalam masyarakat tradisinal biasanya usi lanjut dihargai dan dihormati sehingga mereka masi dapat berperan yang berguna bagi masyarakat f. Didasarkan pada sistem kultural yang berlaku maka mengharuskan generasi tua/ lanjut usia masih dibutuhkan sebagai Pembina agar jati diri budaya dan ciri-ciri khas Indonesia tetap terpeliharanya kelestarianya. g. Karena kondisinya, lanjut usia memerlukan tempat tinggal atau fasilitas perubahan yang khusus. 1.1.1.2. Batasan – Batasan Lanjut Usia Usia yang dijadikan patokan untuk lanjut usia berbeda- beda, umumnya berkisaran antara 60-65 tahun. Ada empat tahapan lanjut usia yaitu usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun, dan usia sangat tua (very old) usia > 90 tahun (Padila, 2017). 1.1.1.3. Proses Menua (Aging Process) Menjadi tua (Menua) adalah suatu keadaan yang terjadi didalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup yang tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan (Murwani Arita, 2018). Menurut WHO dan Undang-Undang No 13 tahun 1998 tentang kesejahtraan lanjut usia pada pasal 1 ayat 2 yang memyebutkan bahwa umur 60 tahun adalah usia permulaan tua (Murwani Arita, 2018). Proses penuaan terdiri atas teori-teori tentang penuaan, aspek biologis pada proses menua, proses penuaan pada pada tingkat sel, proses penuaan menurut sistem tubuh, dn aspek psikologis pada proses penuaan (Murwani Arita, 2010). 1.1.1.4. Teori Menua Teori-teori tentang penuaan suda banyak yang dikemukakan. Namun tidak semuanya bisa diterima. Teori- teori itu dapat digolongkan dalam dua kelompok, yaitu yang termasuk kelompok teori biologis dan teori psikososial (Murwani Arita, 2010): a. Teori Biologis Teori yang merupakan teori biologis adalah sebagi teori jam genetic. Menurut Hay Ick (1965), secara genetic sudah terprogram bahwa material didalam inti sel dikatakan bagaikan memiliki jam genetic terkait dengan frekuensi mitosis. b. Teori Psikososial Teori yang merupakan teori psikososial adalah sebagi berikut: c. Teori Integritas Ego Teori perkembangan ini mengidentifikasi tugas-tugas yang harus dicapai dalam tiap tahap perkembangan. d. Teori Stabilitas Personal Kepribadian seseorang terbentuk pada masa kanak- kanak dan tetap bertahan secara stabil. Perubahan yang radikal pada usia tua bisa jadi mengindikasikan penyakit otak. e. Teori Sosiokultural Teori yang merupakan teori sosiokultural adalah sebagai berikut: - Teori Yang ( Disengagement Theory) Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia,sesorang berangsur angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya, atau menarik diri dari pergaulan dari sekitarnya. Hal ini mengakibatkan interaksi social lanjut usia menurun, sehingga sering terjadi kehilangan ganda meliputi kehilangan peran, hambatan kontak social, berkurangnya komitmen - Teori Aktifitas Teori ini menyatakan bahwa penuaan yang sukses tergantung dari bagaimna seorang usia lanjut merasakan kepuasan dalam beraktifitas dan mempertahankan aktifitas tersebut selama mungkin. Adapun kualitas aktifitas tersebut lebih penting dibandingkan kuantitas yang dilakukan. - Teori Konsekuensi Fungsional Teori yang merupakan teori fungsional adalah sebagai berikut: a.) Teori yang menyatakan tentang konsekuensi funsional usia lanjut yang berhubungan dengan perubahan-perubahan karna usia dan factor resiko tambahan. b.) Tanpa intervensi maka beberapa konsekuensi fungsional akan negative, dengan intervensi menjadi positif. 1.1.1.5. Landasan Hukum Penangan Lanjut Usia Dalam Keperawatan Gerontik Landasan hukum penanganan lanjut usia adalah sebagai berikut (Murwani Arita, 2010):: a. Filsafat Negara/P4 b. UUD 1945, pasal 27 ayat 2 dan pasal 34. c. UU No.9 tahun 1960, tentang pokok-pokok kesehatan bab 1 pasal 1 ayat 1. d. UU No.4 tahun 1965, tentang pemberian bantuan penghidupan orangtua. e. UU No.5 tahun 1974, tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah. f. UU No.6 tahun 1974, tentang ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan social. g. Keputusan Presiden RI No.44 tahun 1974 h. Program PBB tentang lanjut usia, anjuran kongres internasional WINA 1983. i. GBHN 1983/Repelita IV. j. Keputusan menteri social RI NO.44 tahun 1974, tentang organisasi dan tata kerja departemen social provinsi. 1.1.1.6. Trend Dan Isu Keperawatan Gerontik Menurut dinas kependudukan Amerika Serikat (1999), jumlah populasi lansia berusia 60 tahun atau diperkirakan hampir mencapai 600 juta orang dan diproyeksikan menjadi dua miliar pada thun 2050, pada saat itu lansia akan melebihi jumlah populasi anak (0-14 tahun). Sedangkan diindonesi menurut BPS, (1992), pada tahun 2000 jumlah lansia diindonesia di proyeksikan sebesar 7,28% dan pada tahun 2020 menjadi sebesar 11,34% (Murwani Arita, 2010). Disebutkan pada sebuah provinsi dicina disebutkan terdapat populasi lansia yang sebagian besar berusia lebih dari 100 tahun masih hidup dengan sehat dan sedikit sekali prevelensi kepikunannya. Menurut mereka, rahasianya adalah menghindar makanan moderend, banyak mengkomsumsi sayur dan buah, aktivitas fisik yang tinggi, sosialisasi dengan warga lainnya, serta hidup ditempat yang sangat bersih dan jauh dari polusi udara. Hal ini merupakan tantangan bagi kita semua untuk dapat mempertahankan kesehatan dan kemandirian para lansia agar tidak menjadi beban bagi dirinya, keluarga, maupun masyarkat (Murwani Arita, 2010). Sering dengan berkembangnya Indonesia sebagai salah satu negara dengan tingkat perkembangan yang cukup baik, maka makin tinggi pula harapan hidup penduduknya. Diproyeksikan harapan hidup orang Indonesia dapat mencapai 70 tahun pada tahun 2000. Perlahan tapi pasti masalah lansia mulai dapat perhatian pemerintah dan msyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi logis terhadap berhasilnya pembangunan, yaitu bertambahnya usia harapan hidup dan banyaknya jumlah lansia diindonesia. Dengan meningkatnya jumlah penduduk lanjut usia dan makin panjangnya harapan hidup sebagai akibat yang telah dicapai dalam pembangunan selama ini, maka merek yang memiliki pengalaman, keahlian, dan keahrifan perlu diberi kesempatan untuk untuk berperan dalam pembangunan. Maka lansia perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah dan masyarakat (GBHN, 1993). Hal ini merupkan tantangan bagi kita semua dapat pertahankan kesehatan dan kemandirian para lansia agar tidak menjadi beban bagi dirinya, keluarganya, maupun masyarakat (Murwani Arita, 2010). Upaya pelayanan kesehatan terhadap lansia meliputi azas pendekatan dan jenis pelayanan kesehatan yang diterima (Murwani Arita, 2010): a. Azas Menurut WHO (1991) adalah to add life to the years that have been added to life, dengan prinsip kemerdekaan, partisipasi, perawatan, pemenuhan diri dan kehormatan , sedangkan azas yang dianut oleh departemen kesehatan Ri adalah meningkatkan mutu kehidupan lanjut usia, meningkatkan kesehatan, dan memperpanjang usia b. Pendekatan Menurut Word Health Organization (1982), pendekatan yang digunakan adalah sebagai berikut: - Menikmati hasil pembangunan - Masing-masing lansia mempunyai keunikan - Lansia tturut memilih kebijakan - Memberikan perawatan dirumah - Pelayanan harus dicapai dengan mudh - Mendorong ikatan akrab antara kelompok/antar generasi - Transportasi dan bangunan yang ergonomis dengan lansia - Lansia beserta keluarga aktif memelihara kesehatan lansia. c. Jenis Jenis pelayanan kesehatan terhadap lansia meliputi lima upaya kesehatan, yaitu peningkatan (promotion), pencegahan (prevention), diagnosis dini dan pengobatan (early diagnosis and prompt treatment), pembatasan kecacatan (disability limitation), serta pemulihan (rehabilitation). - Promotif Upaya promotif merupakan proses advokasikesehatan untuk meningkatkan dukungan klien, tenaga professional, dan masyarakat terhadap praktik kesehatan yang positif menjadi norma-norma sosial. Upaya perlindungan kesehatan bagi lansia adalah sebagai berikut: 1. Mengurangi cedera, dilakukan dengan tujuan mengurangi kejadian jatuh, mengurangi bahaya kebakaran dalam rumah, meningkatkan penggunaan alat pengaman, dan mengurngi kejadian keracunan makanan. 2. Meningkatkan keamanan ditempat kerja yang bertujuan untuk mengurangi terpapar dengan bahan- bahan kimia dan meningkatkan sistem penggunaan keamanan kerja. 3. Meningkatkan perlindungan dan kualitas udra yang buruk, bertujuan untuk mengurangi penggunaan smprotan berbahan bahan kimia, meningkatkan pebgelolahan rumah tangga terhadap bahan berbahaya, serta mengurangi kontaminasi makanan dan obat obatan. 4. Meningkatkan perhatian terhadap kebutuhan gigi dan mulut yang bertujuan untuk mengurangi karies gigi serta memelihara kebersihan gigi dan mulut. - Preventif 1. Mencakup pencegahan primer, sekunder dan tersier 2. Melakukan pencegahan primer, meliputi pencegahan pada lansia sehat, terhadap faktor resiko, tidak ada penyakit, dan promosi kesehatan. 3. Jenis pelayanan kesehatan pencegahan primer adalah sebagian berikut: konseling (berhenti merokok dan minuman beralkohol). Dukungan nutrisi, exercise, keamanan didalam dan sekitar rumah, manajemen stress dan penggunaan medikasi yang tepat. Mengidap faktor resiko: control hipertensi, deteksi, dan pengobatan kanker, screening (pemeriksaan rektal, memprogramkan, papsmear, gigi mulut, dan lain-lain) 5. Melakukan pencegahan tersier dilakukan setelah terdapat gejala penyakit dan cacat : mencegah cacat bertambah dan ketergantungan serta perawatan terhadap penderita tanpa gejala hinggah penderita yang mengidap faktor resiko: control hipertensi, deteksi dan pengobatan kanker, screening (pemeriksaan rektal, mammogram, papsmer, gigi mulut dan lain-lain. Melakukan pencegahan tersier, dilakukan setelah terdapat gejala penyakit dan cacat: mencegah cacat bertambah dan ketergantungan, serta perawatan terhadap penyakit - Early diagnosis dini dapat dilakukan oleh lansia sendiri atau petugas professional dan petugas institusi: 1. Oleh lansia sendiri dengan melakukan tes diri, skrening kesehatan, memanfaatkan kartu menuju sehat (KMS) lansia, memanfaatkan buku keseshatan pribadi (BKP), serta pendatanganan kontrak kesehatan. 2. Oleh petugas professional/tim a) Pemeriksaan status fisik b) Wawancara masalah masa lalu dan saat ini c) Obat yang dimakan dan dminum d) Riwayat keluarga atau lingkungan sosial e) Kebiasaan merokok atau minuman beralkohol f) Periksaan fisik diagnosis sepert pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan pelvis dan rectum, gerakan sendi, kekuatab otot, penglihatan dan pendengaran dll g) Skrening kesehatan meliputi berita dan tinggi badan,kolestrol dan tumor h) Pemeriksaan status mental dan psikologis, status mental terdiri dari pengkajian memori, perhatian orientasi, komunikasi dan perilaku. i) Pemeriksaan status fungsi tubuh apakah mandiri (independent), kurang mandiri (partially), ketergantungan (dependent). d. Disability Limination - Kecacatan adalah kesulitan dalam memfungsikan kerangka, obat dan sistem saraf. - Kecacatan sementara (dapat dikoreksi) - Kecacatan menetap (tidak dapat dipulihkan) - Langkah-langkah yang dlakukan adalah pemeriksaan identifikasi masalah, perencanan, pelaksanaan dan penilaian. e. Rehabilitation - Pelaksanaan tim rehabilitas (petugas medis, paramedic, da non paramedic) - Prinsip : pertahankan kenyamanan lingkungan istirahat, dan aktivitas mobilisasi - Pertahankan kecukupan nutrisi - Pertahankan fungsi pernafasan - Pertahankan fungsi pencernaan, saluran kemih, psikososial, dan komunikasi - Mendorong pelaksanaan tugas 1.1.2. Konsep Perubahan Fisiologi dan Psikososial pada Lansia 1.1.2.1. Perubahan Fisiologi yang Lazim pada Usia Lanjut Menjadi tua atau menua membawah pengaruh serta perubahan menyeluruh baik fisik, sosial, mental, dan norma spiritual, yang keseluruhannya saling kait mengait antara satu bagian dengan bagian yang lainnya. Dan perlu kita ingat bahwa tiap-tiap perubahan memerlukan penyesuaian diri, padahal dalam kenyataan semakin menua usia kita kebanyakan semakin kurang baik untuk menyesuaikan terhadap berbagai perubahan yang terjadi dan disinilah terjadi berbagai gejolak yang harus dihadapi oleh setiap kita yang mulai menjadi manula. Gejolak-gejolak itu antara lain perubahan fisik dan perubahan social (Sulistyawati Emi, 2018). Menurut bahan kesehatan dunia atau WHO, 2000 penggolongan dewasa lanjut atau lansia dibagi menjadi tiga kelompok yakni usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun, lanjut usia (elderly) antara 60 dan 74 tahun, lanjut usia tual (old) antara 75 dan 90 tahun, dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun. Perubahan-perubahan yang terjadi meliputi dari sistem integumentary, sistem rangka, sistem otot, sistem saraf, sistem endocrine, sistem cardiovascular, sistem imunitas, sistem pernapasan, sistem pencernaan, sistem perkemihan, sistem reproduksi wanita dan pria (Sulistyawati Emi, 2010). Secara umum, menjadi tua ditandai oleh kemunduran biologis yang terlihat sebagai gejala-gejala kemunduran fisik, antara lain (Sulistyawati Emi, 2018): a. Kulit mulai mengendur dan wajah mulai keriput serta garis-garis yang menetap b. Rambut kepala mulai memutih dan beruban c. Gigi mulai lepas (ompong) d. Penglihatan dan pendengaran mulai berkurang e. Mudah lelah dan mudah jatuh f. Mudah terserang penyakit g. Nafsu makan menurun h. Penciuman mulai berkurang i. Gerakan menjadi lambat dan kurang lincah j. Pola tidur berubah 1.1.2.2. Perubahan Psikososial Akibat berkurangnya fungsi indra pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur, dan sebagainya sehingga sering menimbulkn keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktifitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasingkan atau di asingkan. Karena jika terasingan terjadi maka lansia semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kadang-kadang muncul prilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna, serta merengek-merengek dan menangis bila bertemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil (Emmelia, 2017). Dalam menghadapi berbagai permasalahan diatas pada umumnya lansia yang memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat beruntung karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut membantu memelihara dengan penuh kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga atau sanak saudara karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak mempunyai anak dan pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri, maka sering kali lansia menjadi terlantar (Emmelia, 2017). 1.1.2.3. Penganiayaan Penganiayaan terhadap lansia mengakibatkan cedera fisik atau mengelantaran emosional yang meliputi menentang keinginan lansia, mengintimidasi atau membuat keputuan yang kejam. Penganiayaan terhadap lansia umumnya dilakukan oleh anaknya sendiri (Muhith Abdul, 2016). 1.1.2.4. Pengabaian Pengabaian merupakan kondisi yang berhubungan dengan kegagalan pemberi perawatan dalam membimbing pelayanan yang dibutuhan oleh lansia baik itu pemenuhan kebutuhan kesehatan fisik maumpun pemenuhan kebutuhan mental. Pengabaian adalah kegagalan yang dilakukan oleh pemberi perawatan pada lansia untuk memberikan pelayan yang baik atau mempersiapkan segala sesuatu yang lansia butuhkan untuk mencapai fungsi optimal dan menjauhi dari sesuatu yang membahayakan. Pengabaian terbagi menjadi 3 jenis yakni, pengabaian fisik yang merupakan suatu penolakan atau kegaggalan keluarga dalam memenuhi kebutuhan dasar lansia, jenis kedua adalah pengabaian psikologis sebagai suatu kegagalan sebagai suatu kegagalan asuhan untuk memuaskan kebutuhan emosi atau psikologis lansia, jenis pengabaian ketiga dalaha pengabaian finasial yang merupakan tindakan keluarga yang mengambil atau menjual barang berharga milik lansia (Emmelia, 2012). 1.1.2.5. Salah Perlakuan Perlakuan yang salah terhadap lansia merupakan salah satu bentuk cedera yang dapat dicegah dan merupakan masalah yang serius. Perlakuan yang salah terhadap lansia dapat berupa penganiayaan, pengabaian, eksploitasi maumpun pengisolasian yang dilakukan oleh kerabat, teman, atau perawat yang dapat berakibat fatal. Hal tersebut baik disengaja maupun tidak dapat mengakibatkan menurunnya kualitas hidup dan kesehatan seorang lansia (Muhith Abdul, 2016). 1.1.2.6. Fungsi seksual pada lansia Penurunan fungsi dan potensial seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti gangguan jantung, gangguan metabolisme, missal diabetes mellitus, vaginitis, post op prostatektomi, kekurangan gizi karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang, penggunaan obat tertentu seperti anti hipertensi, golonga steroid, tranquilizer. Factor psikologis yang menyertai lansia antara lain (Muhith Abdul, 2016): a. Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia b. Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya c. Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya. d. Pasangan hidup telah meninggal e. Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya, misalnya cemas, depresi dan pikun DAFTAR PUSTAKA
Emmelia, R. (2017). Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Pustaka Baru
Press. Muhith Abdul, S. S. (2016). Pendidikan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: CV. Andi Offset. Murwani Arita, P. W. (2017). Gerontik Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan Home Care dan Komunitas. Yogyakarta: Citra Maya. Padila. (2017). Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika. Sulistyawati Emi, P. (2018). Menopause dan Sindrome Pre Menopause. Yogyakarta: Nuha Medika.