Anda di halaman 1dari 2

Sedekah Tidak Perlu Menunggu Kaya

Hari itu hari Senin jam 07.00 pagi, Mang Ujang seorang penjual Somay sudah tiba di
depan gerbang sekolah. Karena suasananya sedang pandemi, ia sudah keduluan
pesimis. “Jangan-jangan Somayku tidak laku hari ini!”

Sembari menanti pembeli, secara tidak sengaja Mang Ujang disapa oleh teman
dagangnya, namanya mang Diman penjual bakso bakar.

“Assalamu’alaikum, Mang Ujang. Bagaimana kabarnya hari ini, sudah laku banyak ya?”

“Walaikumussalam. Eh, Mang Diman. Baik, Mang. Ya, beginilah kalau kondisinya
sedang pandemi. Daganganku akhir-akhir ini tidak habis, Mang.”

“Oalah, okelah Mang Ujang. Tiada mengapa. Rezeki kita sudah diatur. Banyakin
sedekah aja, Mang.”

“Hemm. Sedekah mah untuk orang kaya Mang”.

Padahal hari ini masih pagi, tapi Mang Ujang sudah kesal duluan dengan sikap Mang
Diman. Bagaimana tidak kesal, pelanggan Somaynya hari ini saja belum ada.
Bagaimana bisa sedekah?

Beberapa jam telah berlalu kemudian datanglah seorang pengemis tua. Badannya
sudah renta, rimpuh, bahkan untuk berjalan pun harus ditokong oleh tongkat.

“Pak, minta sedekahnya, Pak. Saya sudah dua hari belum makan…” ucap pengemis itu
kepada Mang Ujang

“Hemm. Nanti ya Mbah. Tunggu Saya sudah kaya, baru Saya bersedekah. Sekarang
saya masih miskin!”

Pengemis tua nan renta tadi segera meninggalkan Mang Ujang untuk kemudian
meminta sedekah kepada Mang Diman.

Pada saat itu juga, Mang Diman dengan tulus memberikan beberapa lembar uang
kepada si pengemis. Bahkan, dirinya memberikan beberapa tusuk bakso bakar untuk
bekal sarapan pengemis.

“Ini, Mbah. Mohon maaf, Saya cuma bisa memberi bantuan sedikit karena hanya
segini yang Saya mampu,” terang Mang Diman

“Alhamdulillah! Tiada mengapa, Pak. Saya sangat bersyukur sekali masih


dipertemukan dengan orang-orang baik. Semoga Allah tambahkan rezeki Bapak.
Aamiin.”

Mang Diman tetap tersenyum. Dirinya bahkan lega karena dengan kondisi
kekurangan seperti ini ia masih bisa bersedekah.
Belum sepuluh menit dia memarkirkan gerobak, sudah ada 5 pelanggan yang
memesan Somay. Sedangkan Mang Diman, belum ada satu pun pembeli yang
meriliknya.

“Nah, kan. Apa aku bilang, Mang. Sedekah itu urusan nanti. Sekarang kita harus
semangat bekerja untuk mencari dan mengumpulkan banyak uang. Toh, sedekah juga
tidak perlu banyak-banyak. Lihat tuh orang-orang kaya, mereka malah cuma naruh
uang Rp2.000 saja,” ucap Mang Ujang kepada Mang Diman.

Mang Diman hanya diam dan tersenyum tipis. Dirinya enggan mengingat sedekah
karena sebaik-baiknya sedekah adalah sedekah yang tulus. Laksana perumpamaan,
memberi dengan tangan kanan namun tangan kiri tidak mengetahuinya.

Dirinya selalu yakin bahwa rezeki tiap-tiap hamba sudah dijamin. Bahkan hewan yang
tidak bekerja pun bisa hidup. Semua itu karena kuasa Allah Sang Maha Pemberi
Rezeki.

Kira – kira 2 jam kemudian terdengar suara “Mang, Saya pesan bakso bakarnya ya.
Tolong bungkuskan 200 porsi. Buruan ya Mang, karena sebentar lagi acara rapat di
sekolah segera dimulai!”

Kurang dari setengah jam, pesanan bakso bakar pun sudah siap dan di saat itu pula
dagangan Mang Diman habis.

Sungguh hari yang bahagia. Dirinya bisa pulang cepat. Ia pun berpikir, mungkin ini
adalah salah satu kebaikan dari sedekah.

Alhasil, dirinya semakin yakin bahwasannya sedekah itu tidak perlu menunggu kaya.
Ia pun semakin bersyukur karena di saat itu pula Mang Ujang tersadar dan mulai
mengerti dengan alasan mengapa ia wajib bersedekah.

Dari cerita tersebut kita tidak perlu berandai-andai menjadi orang kaya agar bisa
bersedekah karena bersedekah tidak perlu menunggu kaya sesuai dengan

kata Perenungan Master Cheng Yen yaitu

Beramal bukanlah hak khusus orang kaya, melainkan wujud kasih sayang semua orang
yang penuh ketulusan.

Anda mungkin juga menyukai