Anda di halaman 1dari 49

Perencanaan dan Pelaksanaan Konstruksi

Jalan dan Jembatan


 Material Konstruksi
Perkerasan
 Parameter Perencanaan Tebal
Lapisan Konstruksi Perkerasan
 Perencanaan Tebal Lapisan
Konstruksi Perkerasan Jalan
Raya (DS)
 Fungsi jalan
 Kinerja perkerasan jalan
 Umur rencana
 Lalu lintas
 Sifat tanah dasar
 Kondisi lingkungan
 Sifat dan jumlah material yang tersedia
 Bentuk geometrik lapisan perkerasan
1. Kinerja Perkerasan Jalan
• Meliputi:
▫ Keamanan  besarnya gaya gesekan akibat kontak ban dengan
permukaan jalan.
▫ Struktur perkerasan  kondisi fisik (retak, bergelombang, alur,
dll).
▫ Fungsi pelayanan  kenyamanan mengemudi.
• Kinerja perkerasan dinyatakan dengan:
▫ Serviceability Index
 Diperkenalkan AASHTO yang diperoleh dari pengamatan visual
kondisi jalan, kerusakan, dll.
▫ Road Condition Index (IRI)
 Adalah skala tingkat kenyamanan atau kinerja jalan, yang diperoleh
dari pengukuran dengan roughometer atau secara visual.
2. Umur Rencana
• Jumlah tahun dari jalan tersebut dibuka untuk lalu
lintas, sampai diperlukan suatu perbaikan yang
bersifat struktural.
• Untuk perkerasan lentur umumnya 20 tahun, kaku
40 tahun.
3. Lalu lintas
A. Volume lalu lintas  Lalu lintas harian rata-rata (LHR)
• Satuan volume lalu lintas yang umum digunakan.
• Volume lalu lintas rata-rata dalam satu hari
▫ Lalu lintas harian rata-rata tahunan (LHRT)
Adalah volume lalu lintas harian rata-rata yang melewati
satu jalur jalan selama 24 jam dan diperoleh dari data
selama satu tahun penuh.
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑙𝑎𝑙𝑢 𝑙𝑖𝑛𝑡𝑎𝑠 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 1 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
𝐿𝐻𝑅𝑇 = (dalam
365
smp/hari/arah)

▫ Lalu lintas harian rata-rata (LHR)


Merupakan hasil bagi jumlah kendaraan selama
pengamatan dibagi dengan lamanya pengamatan
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑙𝑎𝑙𝑢 𝑙𝑖𝑛𝑡𝑎𝑠 𝑠𝑒𝑙𝑎𝑚𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑚𝑎𝑡𝑎𝑛
𝐿𝐻𝑅 =
𝑙𝑎𝑚𝑎𝑛𝑦𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑚𝑎𝑡𝑎𝑛
• Pengumpulan data untuk kebutuhan perencanaan
tebal lapisan perkerasan :
▫ LHR rata-rata
▫ Komposisi arus lalu lintas terhadap beberapa jenis
kendaraan
B. Angka ekivalen beban sumbu
 Efek dari masing-masing kendaraan terhadap kerusakan yang
ditimbulkan tidak sama, sedemikian hingga perlu adanya
beban standar sehingga semua beban lainnya dapat
diekivalensikan ke beban standar tersebut.
 Beban standar merupakan beban sumbu tunggal beroda ganda
seberat 18.000 pon = 8,16 ton.
 Semua beban kendaraan lain dengan beban sumbu berbeda-
beda diekivalenkan ke beban sumbu standar dengan
menggunakan angka ekivalen beban sumbu (E).

Jarak antara
sumbu roda
ganda

Jari-jari
bidang kontak
Beban sumbu standar
C. Angka ekivalen kendaraan
 Setiap jenis kendaraan mempunyai konfigurasi sumbu
yang berbeda-beda.
 Sumbu depan merupakan sumbu tunggal, sumbu
belakang dapat merupakan sumbu tunggal ataupun
sumbu ganda. Sedemikian hingga setiap jenis kendaraan
akan mempunyai angka ekivalen dari sumbu depan dan
sumbu belakang.
 Beban masing-masing sumbu dipengaruhi oleh letak titik
berat kendaraan, dan bervariasi sesuai dengan muatan
kendaraan tersebut.
 Angka ekivalen kendaraan adalah angka yang
menunjukkan jumlah lintasan dari sumbu tunggal seberat
8,16 ton yang akan menyebabkan kerusakan yang sama
atau penurunan indeks permukaan yang sama apabila
kendaraan tersebut lewat satu kali.

 Bina Marga memberikan rumus untuk menentukan angka


ekivalen beban sumbu:

4
𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑠𝑢𝑚𝑏𝑢 𝑡𝑢𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙 (𝑘𝑔)
𝐸 𝑠𝑢𝑚𝑏𝑢 𝑡𝑢𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙 =
8160
4
𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑠𝑢𝑚𝑏𝑢 𝑔𝑎𝑛𝑑𝑎 (𝑘𝑔)
𝐸 𝑠𝑢𝑚𝑏𝑢 𝑔𝑎𝑛𝑑𝑎 = × 0,086
8160
 Contoh: truk dengan berat kosong 4,2 ton memiliki
konfigurasi sumbu depan adalah sumbu tunggal roda
tunggal, dan sumbu belakang adalah sumbu tungal roda
ganda. Berat maksimum truk 18,2 ton. Distribusi beban
terhadap sumbu depan dan belakang adalah 34% dan 66%.
Angka ekivalen dapat dihitung sbb:

E truk kosong = E sumbu depan + E sumbu belakang = E truk


4 4
0,34 4200 0,66 4200
E truk kosong = + =
8160 8160
= 0,0009 + 0,0133 = 0,0142
4 4
0,34 18200 0,66 18200
E truk maks = + =
8160 8160
= 0,3307 + 4,6957 = 5,0264
𝟒
𝒃𝒆𝒃𝒂𝒏 𝒔𝒖𝒎𝒃𝒖 𝒕𝒖𝒏𝒈𝒈𝒂𝒍 (𝒌𝒈)
𝑬 𝒔𝒖𝒎𝒃𝒖 𝒕𝒖𝒏𝒈𝒈𝒂𝒍 =
𝟖𝟏𝟔𝟎
𝟒
𝒃𝒆𝒃𝒂𝒏 𝒔𝒖𝒎𝒃𝒖 𝒈𝒂𝒏𝒅𝒂 (𝒌𝒈)
𝑬 𝒔𝒖𝒎𝒃𝒖 𝒈𝒂𝒏𝒅𝒂 = × 𝟎, 𝟎𝟖𝟔
𝟖𝟏𝟔𝟎

Tabel Angka Ekivalen (E) Sumbu Kendaraan


𝟒
𝒃𝒆𝒃𝒂𝒏 𝒔𝒖𝒎𝒃𝒖 𝒕𝒖𝒏𝒈𝒈𝒂𝒍 (𝒌𝒈)
𝑬 𝒔𝒖𝒎𝒃𝒖 𝒕𝒖𝒏𝒈𝒈𝒂𝒍 =
𝟖𝟏𝟔𝟎
𝟒
𝒃𝒆𝒃𝒂𝒏 𝒔𝒖𝒎𝒃𝒖 𝒈𝒂𝒏𝒅𝒂 (𝒌𝒈)
𝑬 𝒔𝒖𝒎𝒃𝒖 𝒈𝒂𝒏𝒅𝒂 = × 𝟎, 𝟎𝟖𝟔
𝟖𝟏𝟔𝟎

𝑬 𝒔𝒖𝒎𝒃𝒖 𝒕𝒖𝒏𝒈𝒈𝒂𝒍 =
𝟏𝟎𝟎𝟎 𝟒
𝟖𝟏𝟔𝟎

Angka ekivalen (E) Sumbu Kendaraan


D. Faktor pertumbuhan lalu lintas
 Faktor-faktor yang mempengaruhi:
 Perkembangan daerah
 Meningkatnya kesejahteraan masyarakat
 Meningkatnya kemampuan membeli kendaraan
 dll.
 Dinyatakan dalam persen per tahun.
Perhitungan LHR
• 𝐿𝐻𝑅 = 𝐿𝐻𝑅 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑘𝑠𝑎𝑛𝑎𝑎𝑛 × 1 + 𝑖 𝑛

Dimana:
▫ 𝑖 = angka pertumbuhan lalu lintas selama masa
pelaksanaan (dalam %)
▫ 𝑛 = waktu pelaksanaan atau umur rencana (dalam
tahun)
E. Lintas ekuivalen

Adalah lintas ekuivalen harian rata-rata dari as tunggal seberat 8,2 ton
(18.000 lbs) pada jalur rencana yang diduga terjadi pada waktu yang
direncanakan.

 Jumlah repetisi beban yang akan memakai jalan.


 Repetisi beban dinyatakan dalam lintasan sumbu standar, dikenal
dengan nama lintas ekivalen.
 Lintas ekivalen dibedakan:
 Lintas ekivalen pada saat jalan dibuka (lintas ekivalen awal umur rencana
= LEP).
 Lintas ekivalen pada akhir umur rencana, yaitu besarnya lintas ekivalen
pada saat jalan tersebut membutuhkan perbaikan secara struktural
(Lintas ekivalen akhir umur rencana = LEA).
 Lintas ekivalen selama umur rencana (AE18KSAL), yaitu lintas ekivalen
yang akan melintasi jalan tersebut selama masa pelayanan, dari saat
dibuka sampai akhir umur rencana.
LEP (Lintas Ekuivalen Pemulaan/Awal)
• 𝐿𝐸𝑃 = 𝑛𝑗=1 𝐿𝐻𝑅𝑗 × 𝐶𝑗 × 𝐸𝑗
• Dimana:
▫ 𝐿𝐻𝑅𝑗 = LHR awal umur rencana
▫ 𝐶𝑗 = Koefisien Distribusi Kendaraan
▫ 𝐸𝑗 = Ekivalen kendaraan

Tabel Koefisien Distribusi Kendaraan ke Lajur Rencana


Jumlah Kendaraan Ringan Kendaraan Berat
Lajur 1 arah 2 arah 1 arah 2 arah
1 1,00 1,00 1,00 1,00
2 0,60 0,50 0,70 0,50
3 0,40 0,40 0,50 0,475
4 - 0,30 - 0,45
5 - 0,25 - 0,425
6 - 0,20 - 0,40
*) Berat total < 5 ton, misalnya: mobil penumpang, pick up, dll
**) Berat total > 5 ton, misalnya: bus, truk, traktor, dll.
LEA (Lintas Ekuivalen Akhir)
• 𝐿𝐸𝐴 = 𝑛𝑗=1 𝐿𝐻𝑅𝑗 × 𝐶𝑗 × 𝐸𝑗
• Dimana:
▫ 𝐿𝐻𝑅𝑗 = LHR umur rencana
▫ 𝐶𝑗 - Koefisien Distribusi Kendaraan
▫ 𝐸𝑗 = Ekivalen kendaraan

Tabel Koefisien Distribusi Kendaraan ke Lajur Rencana


Jumlah Kendaraan Ringan Kendaraan Berat
Lajur 1 arah 2 arah 1 arah 2 arah
1 1,00 1,00 1,00 1,00
2 0,60 0,50 0,70 0,50
3 0,40 0,40 0,50 0,475
4 - 0,30 - 0,45
5 - 0,25 - 0,425
6 - 0,20 - 0,40
*) Berat total < 5 ton, misalnya: mobil penumpang, pick up, dll
**) Berat total > 5 ton, misalnya: bus, truk, traktor, dll.
LET (Lintas Ekuivalen Tengah)
 𝐿𝐸𝑇 = 1 2 𝐿𝐸𝑃 + 𝐿𝐸𝐴

LER (Lintas Ekuivalen Rencana)


 𝐿𝐸𝑅 = 𝐿𝐸𝑇 × 𝑈𝑅 / 10

 Dimana:
 LET = Lintas ekivalen tengah
 UR = umur rencana
Contoh.
• Diketahui data LHR untuk suatu ruas jalan 2 lajur 2 arah pada tahun 2015 sebagai
berikut:
Jenis Kendaraan Jumlah Satuan
Kend. ringan 2 ton ( 1+1 ): 300 kendaraan
Bus 8 ton ( 3 + 5 ): 150 kendaraan
Truk 2 as 13 ton ( 5 + 8 ): 70 kendaraan
Truk 3 as 20 ton ( 6 + 7.7 ): 50 kendaraan
Truk 5 as 30 ton ( 6 + 7.7 + 5 + 5 ): 30 kendaraan
LHR tahun 2015 600 kend./hari/2 lajur

 Umur rencana:
a) 5 tahun
b) 10 tahun
 Jalan akan dibuka pada tahun 2018 (awal umur rencana) dengan i = 3 %,
pertumbuhan lalu lintas (i) untuk 5 tahun = 5% dan untuk 10 tahun = 4%.
 Diminta: LHR pada awal dan akhir umur rencana.
Angka ekuivalen masing-masing kendaraan.
Lintas ekuivalen rencana
LHR pada tahun 2018 ( awal Umur Rencana ) dengan rumus ( 1 + i )n
i =3% Jenis Kendaraan LHR
n = 3 tahun Kend. ringan 2 ton 328
=300x(1+0,003)3
Bus 8 ton 164
Truk 2 as 13 ton 77
Truk 3 as 20 ton 55
Truk 5 as 30 ton 33

a. LHR pada tahun ke - 5


Jenis Kendaraan LHR
𝐿𝐻𝑅 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑘𝑠𝑎𝑛𝑎𝑎𝑛
Kend. ringan 2 ton 419 × 1+𝑖 𝑛
Bus 8 ton 210
Truk 2 as 13 ton 98
Truk 3 as 20 ton 70
Truk 5 as 30 ton 42

b. LHR pada tahun ke - 10


Jenis Kendaraan LHR
𝐿𝐻𝑅 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑘𝑠𝑎𝑛𝑎𝑎𝑛
Kend. ringan 2 ton 486 × 1+𝑖 𝑛
Bus 8 ton 243
Truk 2 as 13 ton 114
Truk 3 as 20 ton 81
Truk 5 as 30 ton 49
Angka ekivalen (E) masing-masing kendaraan:
Jenis Kendaraan Sumbu Sumbu Ekivalen
Kend. ringan 2 ton (1+1) 0,0002 0,0002 0,0004
Bus 8 ton ( 3 + 5 ) 0,0183 0,141 0,1593
Truk 2 as 13 ton ( 5 + 8 ) 0,141 0,9238 1,0648
Truk 3 as 20 ton ( 6 + 7.7 ) 0,2923 0,7452 1,0375
Truk 5 as 30 ton ( 6 + 7.7 + 5 + 5 ) 1,0375 0,282 1,3195
LEP (Lintas Ekivalen Pemulaan/Awal)
• 𝐿𝐸𝑃 = 𝑛𝑗=1 𝐿𝐻𝑅𝑗 × 𝐶𝑗 × 𝐸𝑗

Tabel Koefisien Distribusi Kendaraan ke Lajur Rencana


Jumlah Kendaraan Ringan Kendaraan Berat
Lajur 1 arah 2 arah 1 arah 2 arah
1 1,00 1,00 1,00 1,00
2 0,60 0,50 0,70 0,50
3 0,40 0,40 0,50 0,475
4 - 0,30 - 0,45
5 - 0,25 - 0,425
6 - 0,20 - 0,40
*) Berat total < 5 ton, misalnya: mobil penumpang, pick up, dll
**) Berat total > 5 ton, misalnya: bus, truk, traktor, dll.

Jenis Kendaraan LEP


LEP Kend. ringan 2 ton 0,065564 328 x 0,5 x 0,0004 = 0,065564
Bus 8 ton 13,05536
Truk 2 as 13 ton 40,72375
Truk 3 as 20 ton 28,34261
Truk 5 as 30 ton 21,6278
Total 103,8151
LEA (Lintas Ekivalen Akhir)
• 𝐿𝐸𝐴 = 𝑛𝑗=1 𝐿𝐻𝑅𝑗 × 𝐶𝑗 × 𝐸𝑗
Tabel Koefisien Distribusi Kendaraan ke Lajur Rencana
Jumlah Kendaraan Ringan Kendaraan Berat
Lajur 1 arah 2 arah 1 arah 2 arah
1 1,00 1,00 1,00 1,00
2 0,60 0,50 0,70 0,50
3 0,40 0,40 0,50 0,475
4 - 0,30 - 0,45
5 - 0,25 - 0,425
6 - 0,20 - 0,40
*) Berat total < 5 ton, misalnya: mobil penumpang, pick up, dll
**) Berat total > 5 ton, misalnya: bus, truk, traktor, dll.

LEA 5 Tahun: LEA 10 Tahun: 486 x 0,5 x 0,0004


= 0,09705
Jenis Kendaraan LEA5 Jenis Kendaraan LEA10
419 x 0,5 x 0,0004 Kend ringan 2 ton 0,083678 Kend ringan 2 ton 0,09705
= 0,083678 Bus 8 ton 16,66231 Bus 8 ton 19,32512
Truk 2 as 13 ton 51,97497 Truk 2 as 13 ton 60,2811
Truk 3 as 20 ton 36,17315 Truk 3 as 20 ton 41,95398
Truk 5 as 30 ton 27,60316 Truk 5 as 30 ton 32,01443
Total 132,4973 Total 153,6717
LET (Lintas Ekuivalen Tengah)
 LET = 1 2 LEP + LEA

• LET 5 tahun = ½ ( LEP + LEA5 )


= 118,1562

• LET 10 tahun =½ ( LEP + LEA10 )


= 128,7434

LER (Lintas Ekuivalen Rencana)


 𝐿𝐸𝑅 = 𝐿𝐸𝑇 × 𝑈𝑅 / 10

• LER 5 tahun = 119 x 5 / 10


= 59,07809
• LER 10 tahun = 129 x 10 / 10
= 128,7434
F. Sifat Tanah Dasar

▫ DCP (Dynamic Cone Penetrometer)


▫ MR (Resilient Modulus)
▫ CBR (California Bearing Ratio)
 Daya dukung tanah dasar untuk keperluan perencanaan
tebal perkerasan ditentukan dengan menggunakan
pemeriksaan CBR.
▫ Jenis CBR
 CBR lapangan:
 Gunanya untuk mendapatkan nilai CBR asli di lapangan, sesuai
dengan kondisi tanah dasar saat itu. Umumnya digunakan lapisan
tanah dasarnya sudah tidak akan dipadatkan lagi.
 CBR lapangan rendaman
 Gunanya untuk mendapatkan besarnya nilai CBR asli di lapangan
pada keadan jenuh air, dan tanah mengalami pengembangan
(swell) yang maksimum. Pemeriksaan dilakukan pada kondisi
tanah dasar dalam keadaan tidak jenuh air.
 CBR rencana titik
 Kemampuan lapisan tanah memikul beban setelah tanah tersebut
dipadatkan.
▫ Penentuan CBR segmen jalan
 Cara Analitis
 CBRsegmen = CBRrata-rata – (CBRmaks – CBRmin)/R
 Nilai R: Jumlah Titik
Nilai R
Pengamatan
2 1,41
3 1,91
4 2,24
5 2,48
6 2,67
7 2,83
8 2,96
9 3,08
> 10 3,18
Tabel Nilai R untuk Perhitungan CBR Segmen
 Cara Grafis
Nilai CBR segmen adalah nilai pada keadaan 90%
Contoh:
Dari hasil pemeriksaan daya dukung tanah dasar
sepanjang jalan, diperoleh data nilai-nilai CBR:
4, 2, 3, 4, 4, 6, 8, dan 4.
Jumlah yang sama % yang sama atau
CBR
atau lebih besar lebih besar
2 8 8/8x100% = 100%
3 7 7/8x100% = 87,5%
4 6 6/8x100% = 75%
6 2 2/8x100% = 25%
8 1 1/8x100% = 12,5%

Diminta: Tentukan nilai CBR segmen jalan yang mewakili


dengan cara analitis dan cara grafis.
a). Penentuan CBR cara grafis
100,0% 100,0%
87,5%
90,0%
80,0% 75,0%
% yang sama atau lebih

70,0%
60,0%
50,0%
40,0%
30,0% 25,0%
20,0% 12,5%
10,0%
0,0%
2 3 4 6 8
2,9
CBR

Sedemikan hingga diperoleh CBR segmen = 2,9 = 3


b) Penentuan CBR dengan cara analitis:

(4+2+3+4+4+6+8+4)
CBR rata−rata =
8
= 4,375

CBR segmen = 4,375 – (8-2)/2,96


= 2,347

Terlihat bahwa CBR segmen mendekati nilai CBR terendah.


▫ Korelasi DDT dan CBR

Hubungan nilai CBR dengan


garis mendatar kesebelah kiri
diperoleh nilai DDT.
G. Faktor regional
 Dipengaruhi oleh:
 Bentuk alinyemen vertikal
 Alinyemen horizontal
 Persentase kendaraan berat dan yang berhenti
 Iklim ataupun curah hujan

Faktor Regional (FR)

Catatan: Pada bagian-bagian jalan tertentu, seperti persimpangan, pemberhentian atau tikungan
tajam (jari-jari 30 m) FR ditambah dengan 0,5. Pada daerah rawa-rawa FR ditambah dengan 1,0.
H. Indeks Permukaan

Indeks Permukaan ini menyatakan nilai daripada kerataan /


kehalusan serta kekokohan permukaan yang berhubungan
dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat.
Adapun beberapa nilai IP beserta artinya adalah seperti
yang tersebut di bawah ini:
 IP = 1,0 : adalah menyatakan permukaan jalan dalam
keadaan rusak berat sehingga sangat mengganggu lalu Iintas
kendaraan.
 IP = 1,5: adalah tingkat pelayanan terendah yang masih
mungkin (jalan tidak terputus).
 IP = 2,0: adalah tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang
masih mantap
 IP = 2,5: adalah menyatakan permukaan jalan yang masih
cukup stabil dan baik.
Dalam menentukan indeks permukaan (IP) pada akhir
umur rencana, perlu dipertimbangkan faktor-faktor
klasifikasi fungsional jalan dan jumlah lintas ekivalen
rencana (LER), menurut daftar di bawah ini:
Indeks Permukaan Pada Akhir Umur Rencana (IP)

*) LER dalam satuan angka ekivalen 8,16 ton beban sumbu tunggal.
Catatan: Pada proyek-proyek penunjang jalan, JAPAT / jalan murah
atau jalan darurat maka IP dapat diambil 1,0.
Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur
rencana (IP0) perlu diperhatikan jenis lapis permukaan
jalan (kerataan/kehalusan serta kekokohan) pada awal
umur rencana, menurut daftar di bawah ini:

Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (IPo)


I. Koefisien Kekuatan Relatif (a)

Koefisien kekuatan relatif masing-masing bahan dan


kegunaannya sebagai lapis permukaan, pondasi,
pondasi bawah, ditentukan secara korelasi sesuai nilai
Marshall Test (untuk bahan dengan aspal), kuat tekan
(untuk bahan yang distabilisasi dengan semen atau
kapur), atau CBR (untuk bahan lapis pondasi bawah).
Tabel Koefisien Kekuatan Relatif (a)
J. Indeks Tebal Perkerasan (ITP)

ITP diperoleh dengan menarik garis pada grafik


nomogram, dengan melihat masing-masing nilai yang
didapatkan dari Indeks Permukaan (IP0 dan IPt). Dimana
nilai daya dukung tanah dasar, lintas ekivalen rata-rata,
dan faktor regional saling berpengaruh.

Nomogram: grafik dengan nilai satu peubah ditentukan


oleh dua nilai peubah lain.
Nomogram 1
IPt = 2,5 dan IP0 ≥ 4
Nomogram 2
IPt = 2,5 dan IP0 = 3,9 – 3,5
Nomogram 3
IPt = 2 dan IP0 ≥ 4
Nomogram 4
IPt = 2 dan IP0 = 3,9 – 3,5
Nomogram 5
IPt = 1,5 dan IP0 = 3,9 – 3,5
Nomogram 6
IPt = 1,5 dan IP0 = 3,4 - 3,0
Nomogram 7
IPt = 1,5 dan IP0 = 2,9 - 2,5
Nomogram 8
IPt = 1 dan IP0 = 2,9 - 2,5
Nomogram 9
IPt = 1 dan IP0 ≤ 2,4
Langkah penggunaan nomogram:
▫ Nomogram yang tersedia sebanyak 9 nomogram,
tergantung pada nilai indeks permukaan awal (IPo) dan
indeks permukaan akhir (IPt).
▫ Tentukan nilai titik daya dukung tanah (yang sebelumnya
sudah diperoleh dari nilai korelasi dengan CBR).
▫ Tentukan nilai titik LER yang diperoleh dari perhitungan.
▫ Tarik garis lurus dari 2 titik (DDT dan LER) sampai
memotong garis ITP.
▫ Tentukan titik nilai FR.
▫ Dari titik ITP yang diperoleh, sambungkan dengan titik FR
sampai memotong titik ITP.
▫ Batas-batas minimum tebal lapis perkerasan
Setiap lapisan (baik itu lapis permukaan, lapis pondasi, maupun
lapis pondasi bawah) memiliki batas minimum berdasarkan
indeks tebal perkerasan yang diperoleh dari nomogram.

Anda mungkin juga menyukai