Materi Pemeriksaan Penunjang
Materi Pemeriksaan Penunjang
KEPERAWATAN DASAR 2
NS,HERI SETIAWAN,S.KEP,M.KES
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang merupakan bagian dari pemeriksaan medis yang dilakukan oleh
dokter untuk mendiagnosis penyakit tertentu. Pemeriksaan ini umumnya dilakukan setelah
pemeriksaan fisik dan penelusuran riwayat keluhan atau riwayat penyakit pada pasien.
Ada sangat banyak jenis pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan oleh dokter. Namun,
ada beberapa jenis pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan, antara lain:
1. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah adalah jenis pemeriksaan penunjang yang paling umum dilakukan.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mengambil sampel darah pasien untuk kemudian
dianalisis di laboratorium.
Pemeriksaan darah biasanya dilakukan untuk mendeteksi penyakit atau kondisi medis
tertentu, seperti anemia dan infeksi. Melalui pemeriksaan penunjang ini, dokter dapat
memantau beberapa komponen darah dan fungsi organ, meliputi:
• Sel darah, seperti sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit atau keping darah
• Plasma darah
• Zat kimia darah, seperti gula darah atau glukosa, kolesterol, asam urat, zat besi,
dan elektrolit
• Fungsi organ tertentu, seperti ginjal, hati, pankreas, empedu, dan kelenjar tiroid
• Tumor marker
Sebelum melakukan pemeriksaan darah, tanyakan dulu kepada dokter mengenai persiapan
apa yang harus dilakukan, misalnya apakah perlu berpuasa atau menghentikan pengobatan
tertentu sebelum pengambilan sampel darah.
2. Pemeriksaan urine
Pemeriksaan urine adalah jenis pemeriksaan penunjang yang sering kali dilakukan untuk
mengetahui kondisi kesehatan, fungsi ginjal, serta apakah seseorang mengonsumsi obat-
obatan tertentu. Selain itu, pemeriksaan urine juga biasanya dilakukan pada ibu hamil untuk
memastikan kehamilan atau untuk mendeteksi preeklamsia.
Pemeriksaan urine dapat dilakukan sebagai bagian dari medical check-up rutin atau ketika
dokter mencurigai adanya penyakit tertentu, seperti penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, atau
batu ginjal.
3. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan penunjang ini sering digunakan untuk memantau kerja jantung, khususnya irama
detak jantung dan aliran listrik jantung. EKG juga dapat dilakukan untuk mendeteksi kelainan
jantung, seperti aritmia, serangan jantung, pembengkakan jantung, kelainan pada katup
jantung, dan penyakit jantung koroner.
Pemeriksaan EKG bisa dilakukan di tempat praktik dokter, IGD rumah sakit, atau di ruang
perawatan pasien, seperti di ICU atau di bangsal rawat inap.
Saat menjalani pemeriksaan EKG, pasien akan diminta untuk berbaring dan melepaskan baju
serta perhiasan yang dikenakan, selanjutnya dokter akan memasang elektroda di bagian
dada, lengan, dan tungkai pasien.
Ketika pemeriksaan berlangsung, pasien disarankan untuk tidak banyak bergerak atau
berbicara karena dapat mengganggu hasil pemeriksaan.
4. Foto Rontgen
Foto Rontgen merupakan jenis pemeriksaan penunjang yang menggunakan radiasi sinar-X
atau sinar Rontgen untuk menggambarkan kondisi berbagai organ dan jaringan tubuh.
Pemeriksaan ini biasanya dilakukan untuk mendeteksi:
• Kelainan tulang dan sendi, termasuk patah tulang, radang sendi, dan pergeseran sendi
(dislokasi)
• Kelainan gigi
Meski demikian, zat kontras ini kadang bisa menimbulkan beberapa efek samping, seperti
reaksi alergi, pusing, mual, lidah terasa pahit, hingga gangguan ginjal.
5. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan penunjang ini sering dilakukan untuk mendeteksi kelainan di organ dalam tubuh,
seperti tumor, batu, atau infeksi pada ginjal, pankreas, hati, dan empedu.
Tak hanya itu, USG juga umum dilakukan sebagai bagian dari pemeriksaan kehamilan untuk
memantau kondisi janin serta untuk memandu dokter saat melakukan tindakan biopsi.
Sebelum pemeriksaan USG dilakukan, dokter mungkin akan meminta pasien untuk berpuasa
serta minum air putih dan menahan buang air kecil untuk sementara waktu. Pasien kemudian
akan diperbolehkan buang air kecil dan makan kembali setelah pemeriksaan USG selesai
dilakukan.
CT scan adalah pemeriksaan penunjang yang memanfaatkan sinar Rontgen dengan mesin
khusus untuk menciptakan gambar jaringan dan organ di dalam tubuh.
Gambar yang dihasilkan oleh CT scan akan terlihat lebih jelas daripada foto Rontgen biasa.
Pemeriksaan CT scan biasanya berlangsung sekitar 20–60 menit.
Untuk menghasilkan kualitas gambar yang lebih baik atau lebih akurat dalam mendeteksi
kelainan tertentu, seperti tumor atau kanker, dokter dapat menggunakan zat kontras saat
melakukan pemeriksaan CT scan.
MRI sepintas mirip dengan CT scan, tetapi pemeriksaan penunjang ini tidak memanfaatkan
sinar Rontgen atau radiasi, melainkan gelombang magnet dan gelombang radio berkekuatan
tinggi untuk menggambarkan kondisi organ dan jaringan di dalam tubuh. Prosedur MRI
biasanya berlangsung selama 15–90 menit.
Pemeriksaan MRI dapat dilakukan untuk memeriksa hampir seluruh bagian tubuh, termasuk
otak dan sistem saraf, tulang dan sendi, payudara, jantung dan pembuluh darah, serta organ
dalam lainnya, seperti hati, rahim, dan kelenjar prostat.
Sama seperti CT scan dan foto Rontgen, dokter juga terkadang akan menggunakan zat
kontras untuk meningkatkan kualitas gambar yang dihasilkan pada pemeriksaan MRI.
8. Fluoroskopi
Fluoroskopi adalah metode pemeriksaan radiologis yang memanfaatkan sinar Rontgen untuk
menghasilkan serangkaian gambar menyerupai video. Pemeriksaan penunjang ini umumnya
dikombinasikan dengan zat kontras, agar gambar yang dihasilkan lebih jelas.
Fluorokospi biasanya digunakan untuk mendeteksi kelainan tertentu di dalam tubuh, seperti
kerusakan atau gangguan pada tulang, jantung, pembuluh darah, dan sistem pencernaan.
Fluoroskopi juga bisa dilakukan untuk membantu dokter ketika melakukan kateterisasi jantung
atau pemasangan ring jantung.
9. Endoskopi
Endoskopi bertujuan untuk memeriksa organ dalam tubuh dengan endoskop, yaitu alat
berbentuk selang kecil yang elastis dan dilengkapi kamera di ujungnya. Alat ini terhubung
dengan monitor atau layar TV, sehingga dokter dapat melihat kondisi organ dalam tubuh.
Pemeriksaan endoskopi biasanya dilakukan untuk memantau kondisi saluran cerna dan
mendiagnosis penyakit tertentu, seperti gastritis atau peradangan pada lambung, tukak
lambung, GERD, kesulitan menelan, perdarahan saluran pencernaan, serta kanker lambung.
Selain beberapa jenis pemeriksaan penunjang di atas, ada beberapa jenis pemeriksaan
penunjang lainnya yang juga sering dilakukan dokter, seperti:
• Ekokardiografi
• Biopsi
• Elektroensefalografi (EEG)
• Pemeriksaan tinja
• Pemeriksaan cairan tubuh, seperti cairan otak, cairan sendi, dan cairan pleura
• Pemeriksaan genetik
Ada banyak sekali jenis pemeriksaan penunjang dengan fungsi, kelebihan, dan
kekurangannya masing-masing. Suatu pemeriksaan penunjang mungkin cocok untuk
mendeteksi jenis penyakit tertentu, tapi tidak efektif untuk mendeteksi jenis penyakit lainnya.
Bahkan, kadang dibutuhkan beberapa jenis pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis
suatu penyakit.
Pemeriksaan laboratorium juga sebagai ilmu terapan untuk menganalisa cairan tubuh dan
jaringan guna membantu petugas kesehatan dalam mendiagnosis dan mengobati pasien.
Pada umumnya diagnosis penyakit dibuat berdasarkan gejala penyakit (keluhan dan tanda),
dan gejala ini mengarahkan dokter pada kemungkinan penyakit penyebab. Hasil pemeriksaan
laboratorium dapat menunjang atau menyingkirkan kemungkinan penyakit yang
menyebabkan, misalnya dalam pemeriksaan biakan darah pada demam tifoid, jika positif amat
mendukung diagnosis, tapi bila negatif tak menyingkirkan diagnosis demam tifoid jika secara
klinis dan pemeriksaan lain (misalnya pemeriksaan Widal) menyokong.
Menurut Henry dan Howanitz, para dokter memilih dan mengevaluasi uji-uji
laboratorium dalam perawatan pasien sekurang-kurangnya satu dari alasan-alasan
berikut ini:
1. Skrining atau uji saring adanya penyakit subklinis, dengan tujuan menentukan resiko
terhadap suatu penyakit dan mendeteksi dini penyakit terutama bagi individu beresiko
tinggi (walaupun tidak ada gejala atau keluhan).
2. Konfirmasi pasti diagnosis, yaitu untuk memastikan penyakit yang diderita seseorang,
berkaitan dengan penanganan yang akan diberikan dokter serta berkaitan erat dengan
komplikasi yang mungkin saja dapat terjadi menemukan kemungkinan diagnostik yang
dapat menyamarkan gejala klinis
6. Memberi ketenangan baik pada pasien maupun klinisi karena tidak didapati penyakit
2. Pemeriksaan Imunoserologi
4. Pemeriksaan urine
6. Pemeriksaan faeces
9. Pemeriksaan laboratorium lainnya seperti analisa sperma, batu empedu, cairan pleura,
batu ginjal, sputum.
Perlu diingat bahwa penentuan diagnosis suatu penyakit harus dilihat pada penemuan klinis
yang didapat, bukan hanya dari pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium hanya
sebagai pemeriksaan penunjang untuk diagnosis suatu penyakit.
Apa Saja Persiapan Pemeriksaan Diagnostik Itu?
Berikut ada beberapa persiapan pemeriksaan diagnostik yang mungkin perlu dilakukan agar
dokter dapat terbantu dalam menentukan rencana yang mencakup tindakan atau pengobatan
yang tepat dan sesuai dengan kondisi pasien masing-masing.
Hasil rontgen ini akan menghasilkan warna gambar yang bergantung dari kepadatan area
yang dipindai.
Hasilnya dapat berwarna putih (tulang dan materi padat lainnya), hitam (rongga) dan abu-abu
(lemak dan otot).
2. CT Scan
Anda akan diminta berpuasa sebelum dilakukan CT scan jika diperlukan zat kontras yang
disuntikkan untuk menyoroti pembuluh darah dan jaringan lebih jelas.
• Memberikan informasi mengenai penyakit tertentu seperti diabetes, alergi, atau sedang
dalam pengobatan tertentu
MRI memberikan gambaran struktur tubuh yang tidak bisa didapatkan dari hasil pemeriksaan
lain, seperti rontgen, USG atau CT scan.
MRI ini dilakukan untuk membantu pemeriksaan tulang belakang untuk melihat kemungkinan
adanya proses degenerasi (syaraf terjepit atau herniasi nukleus pulposus/HNP), tumor,
infeksi, trauma/cedera, kelainan bawaan.
MRI juga disertakan dalam pemeriksaan muskuloskeletal seperti lutut, bahu, siku,
pergelangan tangan/kaki, mendeteksi robekan tulang rawan/tendon/ligament, tumor,
infeksi/abses dan sebagainya.
4. Bantalan sendi antarruas tulang belakang (apakah normal, menonjol, ada tidaknya
proses degenerasi)
6. Hasil pasca tindakan (melihat kemungkinan adanya luka parut atau infeksi)
Sebelum persiapan pemeriksaan diagnostik MRI, sebenarnya tidak ada persiapan khusus.
Hanya saja, perlu melepaskan perhiasan atau aksesoris lainnya agar tidak mengganggu kerja
mesin MRI.
4. USG
USG menggunakan transduser yang bekerja dengan transmitter gelombang suara frekuensi
tinggi.
Gelombang ini akan diterima dalam bentuk sinyal listrik yang diartikan oleh mesin menjadi
gambar di layar monitor secara langsung.
Pemeriksaan USG ini juga dapat melihat sendi, kerangka, dan ligamen serta otot.
USG ini juga dapat membantu dokter untuk memandu tindakan injeksi.
5. EMG
Elektromyografi (EMG) merupakan proses deteksi, analisa dan pemanfaatan sinyal listrik yang
berasal dari kontraksi otot saat otot bekerja.
EMG dilakukan dengan menggunakan sebuah alat elektromiograf, yang merekam dan nanti
hasilnya disebut dengan elektromiogram.
Elektromiograf ini dapat mendeteksi aktivitas listrik yang dihasilkan oleh sel-sel otot baik saat
istirahat maupun bekerja
Tes EMG merupakan tes penting yang digunakan untuk mendiagnosis kelainan otot dan
saraf yang berguna untuk mengevaluasi kelainan saraf tepi/perifer (kelemahan otot, kebas,
kesemutan).
Hasil tes EMG ini dapat membantu dokter untuk menentukan penyebab kelemahan otot
misalnya cedera saraf yang terkait ke otot tersebut, atau gangguan neurologis.
EEG
Elektroensefalografi (EEG) merupakan teknik merekam aktivitas listrik di bagian otak dan
mengubah informasi tersebut menjadi suatu pola digital dan tercatat di atas kertas yang
disebut dengan elektroensefalogram. Alat yang merekam aktivitas listrik di otak ini disebut
ensefalograf.
Pemeriksaan EEG (disebut juga dengan tes gelombang otak) merupakan salah satu tes
diagnostik utama pada epilepsi dan penting untuk:
1. Menentukan jenis kejang
• hindari makanan/minuman berkafein (kopi, teh) minimal 8 jam sebelum tes dilakukan
• rambut harus bersih (tidak memakai gel, hairspray, minyak rambut, dll)
Daftar Pustaka
Carl E Speicher,M.D, pemilihan uji laboratorium yang efektif, EGC-Jakarta, Edisi ke-
1, halaman 9-15,35-40.