Kelompok 4 Perkembangan Kognitif Peserta Didik
Kelompok 4 Perkembangan Kognitif Peserta Didik
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pengembangan Peserta Didik
yang diampu oleh :
Oleh:
Danial Fanzeka 1711041020
JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2019
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peserta didik tidak pernah lepas dari belajar, baik di sekolah lingkungan keluarga,
maupun lingkungan masyarakat. Kemampuan kognitif sangat diperlukan peserta didik
dalam pendidikan. Perkembangan kognitif merupakan salah satu aspek yang sangat
penting dalam perkembangan peserta didik. Kita ketahui bahwa peserta didik merupakan
objek yang berkaitan langsung dengan proses pembelajaran, sehingga perkembangan
kognitif sangat menentukan keberhasilan peserta didik dalam sekolah.
Dalam perkembangan kognitif di sekolah, guru sebagai tenaga kependidikan yang
bertanggung jawab dalam melaksanakan interaksi edukatif dan pengembangan kognitif
peserta didik, perlu memiliki pemahaman yang sangat mendalam tentang perkembangan
kognitif pada anak didiknya.
Orang tua juga tidak kalah penting dalam kognitif anak karena perkembangan dan
pertumbuhan anak dimulai di lingkungan keluarga. Namun, sebagian pendidik dan orang
tua belum terlalu memahami tentang perkembangan kognitif anak, karakteristik
perkembangan kognitif, dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah perkembangan
kognitif anak.
Berdasarkan permasalahan di atas dan mengingat pentingnya perkembangan
kognitif bagi peserta didik, diperlukan penjelasan perkembangan kognitif lebih detail baik
pengertian maupun tahap-tahap karakteristik perkembangan kognitif peserta didik.oleh
karena itu penulis membuat makalah ini
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kognitif ?
2. Apa pengertian perkembangan kognitif ?
3. Bagaimana proses atau tahap-tahap dari perkembangan kognitif ?
4. Bagaimana karakteristik perkembangan kognitif peserta didik ?
5. Apa faktor penunjang perkembangan kognitif peserta didik ?
6. Apa masalah-masalah yang berkaitan dengan perkembangan kognitif peserta didik ?
7. Apa solusi dari masalah-masalah yang berkaitan dengan perkembangan kognitif
peserta didik ?
C. Tujuan
Untuk mengetahui seputar perkembangan kognitif peserta didik
D. Manfaat
1. Bagi guru
a. Mengetahui bagaimana teori perkembangan kognitif peserta didik
b. Memiliki bahan bacaan mengenai perkembangan kognitif pesrta didik
2. Bagi penulis
a. Menyelesaikan tugas mata kuliah “Perkembangan peserta didik”
b. Memiliki pengetahuan tentang perkembangan kognitif peserta didik
3. Bagi pembaca
a. Mendapat informasi baru tentang perkembangan kognitif peserta didik
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pengertian Perkembangan kognitif.
Secara sederhana, pada buku karangan (Desmita, 2009) dijelaskan kemampuan
kognitif dapat dipahami sebagai kemampuan anak untuk berpikir lebih kompleks serta
kemampuan melakukan penalaran dan pemecahan masalah. Dengan berkembangnya
kemampuan kognitif ini akan memudahkan peserta didik menguasai pengetahuan umum
yang lebih luas, sehingga anak mampu melanjutkan fungsinya dengan wajar dalam
interaksinya dengan masyarakat dan lingkungan.
Sehingga dapat dipahami bahwa perkembangan kognitif adalah salah satu aspek
perkembangan peserta didik yang berkaitan dengan pengetahuan, yaitu semua proses
psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan
lingkungannya, sesuai buku karangan (Desmita, 2009).
Menurut Mayers (1996), “cognition refers to all the mental activities associated
with thinking, and remembering.” Pengertian yang hampir serupa dengan pengertian
yang diberikan oleh Margaret W. Matlin (1994), yaitu: “cognition, or mental activity,
involves the acquisition, storage, retrieval, and use of knowledge.”
Dalam Dictionary of Psychology karya Drever, dijelaskan bahwa “kognisi adalah
istilah umum yang mencakup segenap mode pemahaman, yaitu persepsi, imajinasi,
penangkapan makna, penilaian dan penalaran” (Kuper & Kuper, 2000). Pengertian ini
pun hampir senada dengan pengertian pada Dictionary of Psychology karya Chaplin
(2002), dijelaskan bahwa “kognisi adalah konsep umum yang mencakup semua bentuk
pengenalan, termasuk didalamnya mengamati, melihat, memperhatikan, memberikan,
menyangka, membayangkan, memperkirakan, menduga, dan menilai. Secara tradisional,
kognisi ini dipertentangkan dengan konasi (kemauan) dan dengan afeksi (perasaan).”
Sejumlah ahli psikologi juga menggunakan istilah thinking atau pikiran ini untuk
menunjukkan pengertian yang sama dengan cognition, yang mencakup berbagai aktifitas
mental, seperti: penalaran, pemecahan masalah, pembentukan konsep-konsep, dan lain-
lain. Sehingga dalam hal ini, Myers (1996) menjelaskan bahwa, “thinking, or cognition,
is the mental activity associated with processing, understanding, and communicating
information…these mental activities, including the logical and sometimes illogical ways
in which we create concepts, solve problems, make decisions, and from judgments.”
Atkinson, dkk, (1991) mengartikan berfikir sebagai “kemampuan membayangkan dan
menggambarkan benda atau peristiwa dalam ingatan dan bertindak berdasarkan
penggambaran ini. Pemecahan masalah yang berdasarkan pikiran dibedakan dengan
pemecahan masalah melalui manipulasi yang nyata.”
Perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi
aktif anak dengan lingkungan. Pengetahuan datang dari tindakan. Piaget meyakini bahwa
pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya
perubahan perkembangan. Sementara itu bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya,
khususnya berargumentasi dan berdiskusi membantu memperjelas pemikiran yang pada
akhirnya memuat pemikiran itu menjadi lebih logis (Nur, 1998), dalam posting (Anwar
Holil, 2008).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan dan dapat dipahami bahwa
kognitif atau pemikiran adalah istilah yang digunakan oleh ahli psikologi untuk
menjelaskan semua aktivitas mental yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan
dan pengolahan informasi yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan,
memecahkan masalah, dan merencanakan masa depan, atau semua proses psikologis
yang berkaitan bagaimana individu mempelajari, memperhatikan, mengamati,
membayangkan, memperkirakan, menilai dan memikirkan lingkungannya. (Desmita,
2009).
Istilah “Cognitive” berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti.
Kognitif adalah proses yang terjadi secara internal di dalam pusat susunan saraf pada
waktu manusia sedang berpikir (Gagne dalam Jamaris, 2006). Pengertian yang luasnya
cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan (Neisser,
1976). Menurut para ahli jiwa aliran kognitifis, tingkah laku seseorang/anak itu
senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi
dimana tingkah laku itu terjadi.
Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi populer
sebagai salah satu wilayah psikologi manusia / satu konsep umum yang mencakup semua
bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan
masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan,
pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, pertimbangan, membayangkan,
memperkirakan, berpikir dan keyakinan. Termasuk kejiwaan yang berpusat di otak ini
juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan
rasa.
Teori perkembangan kognitif piaget adalah salah satu teori yang menjelaskan
bagaimana anak beradaptasi dengan dan mengiterprestasikan obyek dan kejadian-
kejadian di sekitarnya. Bagaimana anak mempelajari ciri – ciri dan fungsi dari objek –
objek, seperti mainan, perabot dan makanan, serta objek-objek sosial seperti diri, orang
tua, teman. Bagaimana cara anak belajar mengelompokkan objek-objek untuk
mengetahui persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaannya, untuk memahami
penyebab terjadinya perubahan dalam objek-objek atau peristiwa-peristiwa, dan untuk
membentuk perkiraan tentang objek dan peristiwa tersebut.
Piaget memandang bahwa anak memainkan peran aktif didalam menyusun
pengetahuannya mengenai realitas. Anak tidak pasif menerima informasi walaupun
proses berfikir dan konsepsi anak mengenai realitas telah dimodifikasikan oleh
pengalamannya dengan dunia sekitar dia, namun anak juga berperan aktif dalam
menginterprestasikan informasi yang ia peroleh dari pengalaman, serta dalam
mengadaptasikannya pada pengetahuan dan konsepsi mengenai dunia yang telah ia punya
(Hetherington & Parke, 1975).
Dengan berfungsinya alat – alat indra serta kemampuan melakukan gerakan – gerakan
motorik dalam bentuk refleks – refleks, bayi berada dalam keadaan siap untuk mengadakan
hubungsn dengan dunia sekitarnya. Jadi, pada permulaan tahap sensoris – motorik, bayi
memiliki lebih dari sekedar refleks yang digunakan untuk mengkoordinasikan pikirikan
dengan tindakan. Pada akhir tahap ini, ketika anak berusia sekitar 2tahun, pola – pola
Tahap Usia/Tahun Gambaran
Sensorimotor 0–2 Bayi bergerak dari tindakan refleks
instinktif pada saat lahir sampai permulaan
pemikiran simbolis. Bayi membangun suatu
pemahaman tentang dunia melalui
pengkoordinasian pengalaman-pengalaman
sensor dengan tindakan fisik
Preoperational 2–7 Anak mulai mempresentasikan dunia
dengan kata-kata dan gambar-gambar ini
menunjukan adanya peningkatan pemikiran
simbolis dan melampaui hubungan
informasi sensor dan tindak fisik.
Concrete 7 – 11 Pada saat ini anak dapat berfikir secara logis
operational mengenai peristiwa-peristiwa yang konkrit
dan mengklasifikasikan benda-benda
kedalam bentuk-bentuk yang berbeda.
Formal operational 11 – 15 Anak remaja berfikir dengan cara yang
lebih abstrak dan logis. Pemikiran lebih
idealistik.
sensoris- motoriknya semakin kompleks dan mulai mengadopsi sesuai sistem simbol yang
primitif. Misalnya, anak usia 2 tahun dapat membayangkan sebuah mainan dan
memanipulasinya dengan tangannya sebelum mainan tersebut benar – benar ada. Anak juga
dapat menggunakan kata – kata sederhana, seperti “mamah melompat” untuk menun jukan
telah terjadinya peristiwa sensoris – motorik ( Santrock, 1998 ). Tahap-tahap perkembangan
menurut piaget ini diringkas dalam tabel berikut
Menurut piaget, perkembangan masing-masing tahap tersebut merupakan hasil
perbaikan dari perkembangan tahap sebelumnya. Hal ini berarti bahwa menurut teori
tahapan piaget, setiap individu akan melewati serangkaian perubahan kualitatif yang
bersifat invarian, selalu tetap, tidak melompat atau mundur. Perubahan-perubahan
kualitatif ini terjadi karena tekanan biologis untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan
serta adanya pengorganisasian struktur berfikir. Dari sudut biologis, piaget melihat
adanya sistem yang mengatur dari dalam, sehingga organisme mempunyai sistem
pencernaan, peredaran darah, sistem pernafasan, dan lain-lain. Hal yang sama juga terjadi
pada sistem kognisi, dimana adanya sistem yang mengatur dari dalam yang kemudian
dipengaruhi oleh faktor-faktornya.
Untuk menentukan struktur kognitif yang mendasari pola-pola tingkahlaku yang
teroeganisir, piaget menggunakan istilah skema dan adaptasi. Dengan kedua komponen
ini berarti bahwah kognisi berarti merupakan sistem yang selalu diorganisir dan di
adaptasi, sehingga memunginkan individu beradaptasi dengan lingkungannya.
Skema ( struktur kognitif ) adalah proses atau cara mengorganisir dan merespons
berbagai pengalaman. Dengan kata lain, skema adalah suatu pola sitematis dari tindakan,
perilaku, pikiran, dan strategi pemecahan masalah yang memberikan suatu kerangka
pemikiran dalam menghadapi berbagai tantangan dan jenis situasi. Dalam diri bayi
terlihat beberapa pola tingkah laku refleks yang terorganisir sehubungan dengan
“pengetahuan” mengenai lingkungan. Misalnya gerakan refleks menghisap pada bayi, ada
gerakan otot pada pipi dan bibir yang menimbulkan gerakan menghisap gerakan ini
menunjukkan ada pola-pola tertentu. Gerakan ini tidak terpengaruh oleh apa yang masuk
kemulut, apakah ibu jari, puting susu ibunya, ataukah dot botol susu. Pola gerakan yang
diperoleh sejak lahir inilah yang disebut dengan skema.
Adaptasi (sturuktur fungsional) adalah sebuah istilah yang digunakan piaget untuk
menunjukan pentingnya pola individu dengan lingkungannya dengan proses
perkembangan kognitif piaget yakin bahawa bayi manusia ketika dilahirkan telah
dilengkapi dengan kebutuhan-kebutuhan dan juga kemampuan untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Adaptasi ini muncul dengan sendirinya ketika bayi tersebut
mengadakan interaksi dengan dunia disekitarnya. Mereka akan belajar menyesuaikan diri
dan mengatasinya, sehingga kemampuan mentalnya akan berkembang dengan sendirinya.
Menurut piaget, adaptasi ini terdiri dari dua proses yang saling melengkapi, yaitu :
asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi dari sudut biologi, adalah inetegrasi antara elemen eksternal ( dari luar )
terhadap struktur yang sudah lengkap pada organisme. Asimilasi kognitif mencakup
perubahan objek eksternal menjadi struktur pengetahuan internal (lerner & Hultsch
1983). Proses asimilasi ini didasarkan atas kenyataan bahwa setiap saat manusia selalu
mengasimilasikan informasi-informasi yang sampai kepadanya, kemudian informasi-
informasi tersebut dikelompokan kedalam istilah-istilah yang sebelumnya sudah mereka
ketahui. Misalnya, seorang bayi yang menghisap puting susu ibunya atau dot botol susu,
akan melakukan tindakan yang sama (menghisap) terhadap semua objek baru yang
mereka temukan seperti bola karet atau jempolnya. Perilaku bayi menghisap semua objek
ini memperlihatkan proses asimilasi. Gerakan menghisap ibu jari sama artinya dengan
gerakan menghisap puting susu ibunya, sebab bayi menginterprestasikan ibu jari dengan
struktur kognitif yang sudah ada, yaitu puting susu ibunya.
Akomodasi adalah menciptakan langkah baru atau memperbaharui atau
menggabung-gabungkan istilah lama utuk menghadapi tantangan baru.akomodasi kogitif
berarti mengubah struktur kognitif yang telah dimiliki sebelumnya ntuk disesuaikan
dengan stimulus eksternal. Jadi, kalau pada asimilasi terjadi perubahan pada objeknya,
maka pada akomodasi perubahan terjadi pada subjeknya, sehingga ia dapat menyesuaikan
diri dengan objek yang ada diluar dirinya. Struktur kognitif yang sudah ada dalam diri
seorang mengalami perubahan supaya sesuai dengan rangsangan-rangsangan dari
objeknya. Misalnya, bayi melakukan tindakan yang sama terhadap ibu jarinya, yaitu
menghisap. Ini berarti bahwa bayi telah mengubah puting susu ibu jari. Tidakan demikian
disebut akomodasi.
Piaget mengemukakan bahwa setiap organisme yang ingin penyesuain (adaptasi)
dengan lingkungannya harus mencapai keseimbangan (ekuilibrium), yaitu antara aktifitas
individu terhadap lingkungan (asimilasi) dan aktifitas lingkungan terhadap individu
(akomodasi). Ini berarti, ketika individu bereaksi terhadap lingkungan, dia
mnggabungkan stimulus dunia luar dengan struktur yang sudah ada dan iilah asimilasi.
Pada saat yang sama ketika lingkungan bereaksi terhadap individu, dan individu
mengubah supaya sesuai dengan stimulus dunia luar, maka inilah yang disebut
akomodasi (lerner & Hultsch 1983). Agar terjadi ekuilibrasi antara diri individu dengan
lingkungan, maka peristiwa-peristiwa ini disebut asimilasi.
c. Identitas
Pada usia sekolah (SD) anak sudah mengetahui berbagai benda yang berada
dalam suatu deretan, bisa menghitung, sehingga meskipun susunan dalam deret di
pindah, anak tetap mengetahui jumlahnya sama. (Gunaris, 1990) dalam
(Desmita,2009). Jadi, anak pada usia sekolah (masa Konkrit operasional) dapat
mengetahui identitas berbagai benda dan mulai memahami akan susunan dan urutan
tertentu.
2. Remaja (SMP dan SMA)
Pada masa remaja, kemampuan anak sudah semakin berkembang hingga
memasuki tahap pemikiran operasional formal. Yaitu suatu tahap perkembangan
kognitif yang dimulai pada usia kira-kira 11 dan 12 tahun dan terus berlanjut sampai
usia remaja sampai masa dewasa (Lerner & Hustlsch, 1983) dalam (Desmita, 2009).
Pada masa remaja, anak sudah mampu berfikir secara abstrak, menalar secara logis,
dan menarik kesimpulan dari informasi yang sudah tersedia.
Pada masa remaja, anak sudah mampu berfikir secara abstrak dan hipotesis,
sehingga ia mampu berfikir apa yang terjadi atau apa yang akan terjadi. Mereka sudah
mampu berfikir masa akan datang dan mampu menggunakan symbol untuk sesuatu
benda yang belum diketahui.