Anda di halaman 1dari 58

apt. Ika Julianti Tambunan, S.Farm., M.Farm.

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
UNIVERSITAS TJUT NYAK DHIEN
MEDAN
*sifatkimia fisika dapat obat karena
mempengarumempengaruhi aktivitas
biologis di distribusi obat dalam
tubuh dan interaksi obat dengan
reseptor.
*Sifat kimia fisika tersebut antara
lain:
*ionisasi,
*ikatan hydrogen,
*pembentukan kelat,
A. IONISASI
* Untuk dapat menhasilkan aktivitas
biologis, pada umumnya obat dalam
bentuk tidak terionisasi,
* tetapi ada pula yang aktif dalam
bentuk ionnya.
*Ionisasi sangat penting dalam
hubungannya dengan proses
pengangkutan obat dan interaksi
obat-reseptor.
1. Obat yang Aktif dalam Bentuk tidak
Terionisasi
*Sebagian besar obat yang bersifat asam
atau basa lemah, bentuk tidak
terionisasinya  efek biologis. Hal ini
dimungkinkan bila kerja obat terjadi di
membran sel atau didalam sel.
*Contoh: fenobarbital, turunan asam
barbiturate (asam lemah), bentuk tidak
terionisasinya  menembus sawar darah
otak dan  efek penekan fungsi sistem
saraf pusat dan pernapasan.
*Bentuk ionisasi dan tidak terionisasi suatu obat
yang bersifat asam atau basa lemah, sangat
tergantung pada nilai pKa senyawa dan suasana
pH lingkungan.
*pKa< 2: asam kuat; basa konjugatnya tidak
mempunyai sifat basa yang berarti dalam air.
*pKa 4-6: asam lemah; basa konjugat lemah
*pKa 8-10: asam sangat lemah; basa konjugat
lebih kuat.
*pKa >12: tidak ada sifat asam dalam air; basa
konjugat kuat.
Menghitung % ionisasi suatu molekul:
Phenobarbital pKa = 7,5
[bentuk asam]
pKa  pH  log
[bentuk basa]
[bentuk asam] [bentuk asam]
7,5  4  log 7,5  8  log
[bentuk basa] [bentuk basa]
[bentuk asam] 3162,3 [bentuk asam] 0,316
 
[bentuk basa] 1 [bentuk basa] 1
[bentuk asam] 0,316
[bentuk asam] 3162,3 
 [bentuk basa] 1
[bentuk basa] 1
0,316 x100
3162,3x100 % bentuk asam   24.01
% bentuk asam   99,7 1,316
3163,3
*

[bentuk asam]
pKa  pH  log
[bentuk basa]
[bentuk asam]
9,4  7,4  log
[bentuk basa]
[bentuk asam]
log  2,0
[bentuk asam] 100 [bentuk basa]

[bentuk basa] 1
100 x100
% terionisasi (bentuk asam)   99%
101
*Table 1. Persen perhitungan bentuk
terionisasi dan tak terionisasi fenobarbital
pada berbagai macam pH.
pH % Tak terionisasi % Terionisasi
2,0 100,0 0,00
4,0 99,96 0,04
6,0 96,17 3,83
7,0 71,53 28,47
8,0 20,0 79,93
10,0 0,25 99,75
12,0 0,0 100,0

Note: pKa = 7,5


*Perubahan pH  berpengaruh terhadap sifat
kelarutan dan koefisien partisi obat.
*Bentuk garam dari asam /basa lemah, bentuk
tidak terionisasinya mudah diserap oleh saluran
cerna, dan aktivitas biologisnya sesuai dengan
kadar obat bebas yang terdapat dalam cairan
tubuh.
*Pada obat yang bersifat asam lemah, dengan 
pH, sifat ionisasi bertambah besar, bentuk tak
terionisasinya bertambah kecil,  jumlah obat
yang menembus membran biologis juga semakin
kecil. Akibatnya, kemungkinan obat untuk 
dengan reseptor semakin rendah dan aktivitas
biologisnya semakin menurun.
*Pada obat yang bersifat basa lemah,
dengan nya pH, sifat ionisasi bertambah
kecil, bentuk tak terionisasinya semakin
besar,  jumlah obat yang menembus
membran biologis bertambah besar pula.
Akibatnya, kemungkinan obat untuk 
dengan reseptor bertambah besar dan
aktivitas biologisnya semakin meningkat.
*Hubungan perubahan pH dengan aktivitas
biologis senyawa yang bersifat asam dan
basa lemah dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Hubungan perubahan pH dengan
aktivitas biologis senyawa yang bersifat asam dan
basa lemah.
*Contoh:
*Asam aromatic lemah, (mis., as. benzoat, as. salisilat
dan as. mandelat), aktivitas antibakteri nya  bila dalam
media asam.
*pada pH = 3, aktivitas antibakteri as. benzoat 100 kali >
dibanding aktivitasnya pada suasana netral.
*Fenol (asam lemah), memberikan gambaran hubungan
perubahan pH dengan aktivitas biologis yang berbeda.
*Pada pH < 4,5 aktivitas antibakterinya semakin , tetapi
bila pH dinaikkan >4,5 maka aktivitasnya akan . Hal ini
terjadi sampai pada pH = 10.
*Pada pH >10, aktivitasnya akan lagi karena fenol
teroksidasi  bentuk kuinon, yang mempunyai aktivitas
antibakteri cukup besar.
*Sedikit perubahan struktur  perubahan yang
bermakna dari sifat ionisasi asam atau basa
dan mempengaruhi aktivitas biologis obat.
*Contoh:
*Golongan 5,5-disubstitusi dari turunan asam
barbiturate mempunyai nilai pKa 7 – 8,5,
*Mis., asam 5,5-dietilbarbiturat
(fenobarbital) mempunyai nilai pKa = 7,4.
Pada pH fisiologis, lebih dari 50% fenobarbital
terdapat dalam bentuk tidak terionisasi, 
mudah menembus jaringan lemak dan 
aktivitas sebagai penekan sistem saraf pusat.
*Golongan 5-substitusi barbiturate,
bersifat lebih asam,
*contoh: asam 5-etil barbiturat
mempunyai nilai pKa = 4,4, pada pH
fisiologis mudah terionisasi (99,9%), 
kurang efektif dalam menembus sawar
membran lipofil sistem saraf pusat, dan
tidak dapat menimbulkan efek penekan
sistem saraf pusat.
*Proses ionisasi dari 5-substitusi dan 5,5-
disubstitusi barbiturate dapat dilihat pada
Gambar 2.
OH OH
O
H H5C2
H5C2
N OH- N
H5C2
NH tautomeri
H+
HO N OH HO N O-
O N O
H
*5-etil barbiturate (keto) (enol) ion 5-etil barbiturat
O O
H5C2 H5C2
NH OH- NH
H5C2 H5C2
H+
O N O O N O-
H
*5,5-dietil barbiturate ion 5,5-dietil barbiturat
Gambar 2. Proses ionisasi dari 5-substitusi dan 5,5-
disubstitusi barbiturate.
*Perubahan pH juga mempengaruhi reaktifitas gugus
asam atau basa pada permukaan sel atau dalam sel
mikroorganisme.
* Pada titik isoelektrik, kation dan anion yang
potensial didalam protein atau sel berbentuk sebagai
“zwitter ion”. +
NH3

H3C - C - COOH
H+
NH2 NH3+ H Kation

H3C - C - COOH H3C - C - COO-


OH- NH2
H H
H3C - C - COO-
Alanin zwitter ion Anion
H
*Dengan meningkatnya pH atau
bertambah basanya media, kadar
anion sel akan bertambah besar 
meningkatkan aktivitas obat yang
bersifat kation aktif.
*Sebaliknya,dengan menurunnya pH
atau bertambah asamnya media,
kadar kation sel akan bertambah
besar  meningkatkan afinitas anion
aktif.
2. Obat yang Aktif dalam Bentuk Ion

* Beberapa senyawa aktivitas


biologis yang semakin  bila derajat
ionisasinya .
*Karenakesulitan bentuk ion untuk
menembus membran biologis 
diduga bahwa senyawa tipe ini
memberikan efek biologis di luar sel.
*Bell dan Roblin (1942),  postulat bahwa aktivitas
antibakteri sulfonamide mencapai maksimum bila
mempunyai nilai pKa 6 – 8. Pada pKa tsb sulfonamide
terionisasi 50 %.
*Pada pKa 3 – 5, sulfonamide terionisasi sempurna, dan
bentuk ionisasi ini tidak dapat menembus membran 
aktivitas antibakterinya rendah.
*Bilakadar bentuk ion ± sama dengan kadar bentuk
molekul (pKa 6 - 8), aktivitas antibakterinya akan
maksimal.
*Hubungan antara aktivitas antibakteri turunan
sulfonamide dengan nilai pKa dapat dilihat pada
Gambar 3.
Gambar 3. Hubungan antara aktivitas antibakteri
(log1/C) terhadap Escherichia coli (pada pH = 7) dan
nilai pKa dari turunan sulfonamide.
*Menurut Cowles (1942), sulfonamide dapat
menembus membran sel bakteri dalam bentuk tidak
terionisasinya, dan sesudah mencapai reseptor yang
bekerja kemungkinan adalah bentuk ionnya.
*Albert dan kawan-kawan (1945), telah melakukan
penelitian mengenai aktivitas antibakteri turunan
akridin, dan mendapatkan bahwa pada pH fisiologis
(7,4) dan suhu 37oC, akridin  dalam bentuk
terionisasi 60%, dan aktif sebagai antibakteri.
*Disini bentuk kation akridin dianggap bertanggung
jawab terhadap aktivitas antibakterinya. Bentuk tak
terionisasi, bentuk anion dan bentuk ion zwitter 
aktivitas antibakteri rendah.
*Penambahan substituen amin pada struktur molekul
akridin  mempengaruhi sifat kebasaan dan aktivitas
antibakteri.

*Bila posisi gugus amin pada atom C3, C6, dan C9, 
stabilisasi resonansi, delokalisasi muatan positif
kation  sehingga sifat kebasaan senyawa akan . Hal
ini menyebabkan peningkatan kadar kation obat 
aktivitas antibakterinya akan meningkat pula.

*Substitusi pada posisi C1 dan C2, tidak menyebabkan


stabilisasi resonansi  sifat kebasaannya rendah dan
aktivitas antibakterinya juga rendah.
*Bila posisi gugus amin pada atom C4,
terbentuk ikatan H intramolekul yang
mekan sifat kebasaan senyawa 
aktivitas antibakterinya rendah.
*Senyawa diaminoakridin, seperti
proflavin (3,6-diaminoakridin), sifat
ionisasinya > dibanding senyawa
monoaminnya seperti 3-aminoakridin atau
6-aminoakridin, sehingga bentuk kation
aktifnya lebih besar dan aktivitas
antibakterinya juga lebih besar.
8 9 1

7 2 *Penambahan substituen amin


 mempengaruhi sifat
kebasaan dan aktivitas
6 3
N antibakteri.
5
10
4 *Gugus amine pada atom C3,
Struktur umum Akridin C6, dan C9,  stabilisasi
resonansi, ………
Albert, dkk(1945), *Substitusi pada atom C1 dan
penelitian mengenai C2, tidak menyebabkan
aktivitas antibakteri stabilisasi resonansi  ……
turunan akridin,  pH *Bila posisi gugus amin pada
fisiologis (7,4), 37oC, atom C4, terbentuk ikatan H
akridin  bentuk intramolekul yang mekan
terionisasi 60%, dan aktif sifat kebasaan senyawa …
sebagai antibakteri.
9 1
8 NH2+
7 2

6 3
N N
5 4 4 H
10
N--
Struktur umum Akridin
Ion 9-aminoakridin
N
H H
4-aminoakridin

+
N NH2 N NH2+
H
H H
Ion-ion 3-aminoakridin
*Total permukaan bidang datar senyawa
juga berpengaruh terhadap aktivitas
antibakteri turunan akridin.
*Bila total luas permukaan bidang datar
senyawa < 38 Å kuadrat maka sebagian
besar aktivitas antibakterinya akan
hilang.
*Hal ini disebabkan diperlukan luas
permukaan bidang datar tertentu, dengan
kekuatan van der Waals tertentu, untuk
menunjang ikatan antara kation obat
dengan anion reseptor.
NH2 NH2

N N
9-aminotetrahidroakridin 4-aminokuinolin

Contoh:
*9-aminotetrahidroakridin mempunyai total
permukaan bidang datar > 38Å kuadrat dan
kadar antibakterinya 1 : 5000, sedang 4-
aminokuinolin mempunyai total permukaan
bidang datar < 38Å kuadrat  kadar
antibakterinya turun lebih rendah dari 1 :
5000.
B. IKATAN HIDROGEN
* Sifat kimia fisika suatu senyawa
dapat mengalami perubahan
dengan adanya ikatan hidrogen
dan pada kasus tertentu, ikatan
hidrogen  peran penting
terhadap aktivitas biologis obat.
* Contoh:
N N
HN O HN O

H3C H H3C H
Polimer 1-fenil-3-metil-5-pirazolon N
H3C N O

H3C H
1-Fenil-2,3-dimetil-5-pirazolon
1-Fenil-3-metil-5-pirazolon,
*mempunyai ikatan hidrogen intermolekul
dan dapat membentuk polimer linier,
menghasilkan tenaga ikat antar molekul
yang besar.
*Akibatnya terjadi perubahan sifat fisik
senyawa, seperti kenaikan titik lebur (t.l.
127oC) dan berkurangnya kelarutan dalam
pelarut non polar (eter).
*Oleh karena itu sukar menembus
membran sistem saraf pusat  tidak
menimbulkan efek analgesic.
OH O
O H
H
O C O C
O
C OH
OH
OH
Asam orto-hidroksibenzoat Isomer dari asam para-hidroksibenzoat
Asam o-hidroksibenzoat (as. salisilat), pKa =
3, dapat membentuk ikatan hidrogen
intramolekul.

*Kelarutan senyawa dalam air kecil dan koef.


partisi benzen/air 300 kali > dibanding asam p-
hidroksibenzoat  mudah menembus membran
sistem saraf pusat dan  efek analgesic.
*Walaupun gugus hidroksil fenol terlindung oleh
ikatan hidrogen intramolekul tetapi masih
mempunyai gugus karboksilat bebas  dapat
menimbulkan efek antijamur dan antibakteri
seperti asam benzoat.
*Asam para hidroksibenzoat, pKa = 4,5,
dapat membentuk ikatan hidrogen
intermolekul.
*Kelarutan
senyawa dalam air besar  sulit
menembus sistem saraf pusat dan tidak dapat
menimbulkan efek analgesic.
*Adanya ikatan hidrogen intermolekul
menyebabkan derajat penggabungan antar
molekul tinggi, gugus karboksilat dan hidroksil
fenol terlindung sehingga efek antijamur dan
antibakterinya lebih rendah dibanding asam
orto hidroksibenzoat.
OH O O
H H
O O C O C

OCH3 OCH3
C
OCH3
Metil salisilat Dimer dari Nipagin
*Metil ester orto-hidroksibenzoat (Metil
salisilat), dapat membentuk ikatan
hidrogen intramolekul, gugus hidroksil
fenol terlindung sehingga efek
antibakterinya lemah.
*Metil ester para-hidroksibenzoat
(Nipagin), dapat membentuk ikatan
hidrogen intermolekul. Penggabungan
melalui ikatan hidrogen dapat membentuk
senyawa dimer dengan gugus hidroksil
fenol masih bebas sehingga senyawa
dapat berfungsi sebagai antibakteri.
*Turunan benzotiadiazin dan
sulfamilbenzoat

*Obat diuretic turunan benzotiadiazin mis.,


klorotiazid, hidroklorotiazid dan
hidroflumetiazid), dan turunan
sulfamilbenzoat, (mis. furosemid dan
klortalidon), dapat memberikan efek diuretic
karena mengandung gugus sulfamil bebas, yang
mampu menduduki sisi aktif enzim  dapat
menghambat enzim karbonik anhidrase melalui
mekanisme penghambatan bersaing.
C. PEMBENTUKAN KELAT
* Kelat adalah senyawa yang
dihasilkan oleh kombinasi senyawa
yang mengandung gugus electron
donor dengan ion logam, membentuk
suatu struktur cincin.
*Sebagai contoh adalah pembentukan
kelat antara etilendiamintetraasetat
(EDTA) dengan ion Ca2+, seperti yang
terlihat pada Gambar 4.
COONa COONa COONa COONa

H2C CH2 H2C CH2


2+
N - CH = CH -N + Ca N - CH = CH -N
CH2 H2C Ca CH2
H2C
COONa COONa C O O C
EDTA O O
Kelat Ca-EDTA
Gambar 4. Reaksi pembentukan kelat antara ligan
EDTA dan ion logam Ca2+. Ion Ca2+ dan EDTA
dihubungkan oleh electron donor dari atom N dan
O, membentuk struktur cincin.
*Ligan : senyawa yang dapat  struktur cincin dengan
ion logam karena mengandung atom yang bersifat
electron donor, seperti N, S dan O.
*struktur cincin yang umum terdapat dan cukup stabil
adalah struktur cincin dengan jumlah atom 5 dan 6.
Dalam sistem biologis banyak terdapat ligan-ligan yang
dapat membentuk kelat dengan ion logam, yaitu:
* Asam amino protein (glisin, sistein, histidin, histamin dan
asam glutamat).
* Vitamin, seperti riboflavin dan asam folat.
* Basa purin, seperti hipoxantin dan guanosin.
*Asam trikarboksilat, seperti asam laktat dan asam
sitrat.
*Logam dalam sistem biologis: Fe, Mg, Cu, Mn, Co
dan Zn.

Kelat dalam sistem biologis:


1. Kelat yang mengandung Fe,
Contoh:
a. enzim forfirin (katalase, peroksidase dan sitokrom).
b. enzim non forfirin, (mis. akonitase, aldolase dan
feritin).
c. molekul alih oksigen ( hemoglobin dan mioglobin).

2. Kelat yang mengandung Cu


Contoh: enzim oksidase (mis. asam askorbat oksidase,
tirosinase, polifenol oksidase, lakase dan sitokrom
oksidase).
3. Kelat yang mengandung Mg
Contoh: beberapa enzim proteolitik, fosfatase dan
karboksilase.
4. Kelat yang mengandung Mn, Contoh: oksaloasetat
dekarboksilase, arginase dan prolidase.
5. Kelat yang mengandung Zn, Contoh: Insulin, karbonik
anhidrase dan laktat dehidrogenase.
6. Kelat yang mengandung Co, Contoh: vitamin B12 dan
enzim karboksi peptidase.
Ligan mempunyai afinitas yang besar terhadap ion
logam,  dapat menurunkan kadar ion logam yang
toksis dalam jaringan dengan jalan membentuk kelat
yang mudah larut dan  dieksresikan melalui ginjal.
Contoh:
1. Dimerkaprol (British Anti-
Lewisite = BAL).

*Dimerkaprol mengandung gugus sulfhidril


(SH), yang dapat  dengan arsen organic
(Lewisite) membentuk kelat yang mudah
larut. Senyawa ini khas  antidotum
keracunan arsen organic, logam Sb, Au dan
Hg.
*Reaksi pembentukan kelat dimerkaprol
dengan arsen organic dapat dilihat pada
gambar 5.
H2C - CH - CH2OH

S S + H2O
H2C - CH - CH2OH + R - As = O
SH SH Arsen organik As
Kelat
Dimerkaprol
R
Gambar 5. Reaksi pembentukan kelat
dimerkaprol dengan arsen organik.
2. (+) Penisilamin
*Penisilamin adalah senyawa hasil hidrolisis
penisilin dalam suasana asam, yang digunakan
untuk antidotum keracunan logam Cu, Au dan
Pb.
*Penisilamin juga digunakan untuk pengobatan
penyakit Wilson, suatu penyakit keturunan yang
disebabkan oleh meningkatnya kadar ion Cu
dalam darah karena terjadi penurunan eksresi
ion Cu oleh berbagai macam sebab.
*Penisilamin dapat  dengan ion Cu  kelat
yang mudah larut dan kemudian dieksresikan.
(H3C)2 - C - CH - COOH

CH3 CH3 S NH2

H3C - C - CH - COOH Cu2+ Cu


H3C - C - CH - COOH
SH NH2 S NH2 S NH
2

Penisilamin + (H3C)2 - C - CH - COOH


Cu
Kelat Cu-penisilamin (1:2)
Kelat Cu-penisilamin (1:1) mudah larut dalam air

Gambar 6. Bentuk kelat penisilamin dengan ion Cu2+


3. Etilendiamintetraasetat (EDTA)
* EDTA dapat  dengan logam,  kelat yang
stabil dan mudah larut dalam air.

EDTA digunakan secara luas untuk:


a. Antioksidan, untuk menstabilkan obat yang
cepat terurai dengan adanya pengotoran
logam, seperti vitamin C, epinefrin dan
penisilin.
b. Menghilangkan sisa-sisa logam Pb dari
insektisida.
c. Menghilangkan pengotoran
radioaktif.
d. Untuk titrasi penetapan kadar
logam
e. Untuk antidotum keracunan
logam berat, seperti Pb, Cu,
Sr, Fe dan Ni.
4. Isoniazid, tiasetazon dan
etambutol

* Isoniazid, tiasetazon dan etambutol, obat


antituberkulosis, dapat  dengan ion Cu2+
serum, membentuk kelat yang mudah larut
dalam lemak, sehingga dengan mudah
menembus dinding sel Mycobacterium
tuberculosis.
* Reaksi pembentukan 4 kelat isoniazid dengan
ion logam Cu2+ dapat dilihat pada Gambar 7.
Cu+
H2N H2N
O NH2
NH NH
N N + Cu2+ N C NH2
O OH
bentuk enol Kelat mudah larut
isoniazide dalam lemak
O S CH2OH CH2OH
H3C - C - NH CH = N - NH - C - NH2 H - C - NHCH2CH2NH - C - H
CH2CH3 CH2CH3
Tiasetazon
Etambutol
Gambar 7. Reaksi pembentukan kelat isoniazid
dengan ion logam Cu2+
5. Tetrasiklin H3C OH H H N(CH3)2
7 6 5 4 OH
OH
10 11 12 1
CONH2
OH O OH O
Tetrasiklin

* Tetrasiklin, antibiotic spectrum luas,


mengandung gugus-gugus hidroksil (C3) dan
amin tersier (C4) yang  membentuk kelat
dengan ion Mg2+ dari membran sel bakteri.
* Kelat yang terbentuk bersifat lipofil 
dengan mudah menembus membran sel dan
 gangguan sintesis protein di ribosom.
* Gugus hidroksil fenol, keton dan hidroksil
pada C10, C11 dan C12 diduga juga ikut terlibat
dalam proses pembentukan kelat.
* Tetrasiklin juga dapat membentuk kelat
dengan logam-logam lain,  aktivitasnya
akan me  bila diberikan bersama-sama
dengan susu, yang mengandung Ca2+, antasida
yang mengandung ion Ca, Mg dan Al, dan
sediaan yang mengandung Fe. Tetrasiklin
dapat  gigi berwarna kuning, terutama pada
anak dibawah usia 8 tahun, karena  kelat
dengan dengan ion Ca2+ pada struktur gigi.
*Ligan-ligan yang digunakan untuk
antidotum keracunan logam berat
kadang-kadang menimbulkan
toksisitas cukup besar karena
dapat mengikat logam lain yang
justru diperlukan untuk fungsi
fisiologis normal.
*Oleh karena itu penggunaan ligan
harus dipilih seselektif mungkin.
Contoh:
* Tiasetazon, difenilditiokarbazon, oksin dan aloksan,
dapat menimbulkan terjadinya permulaan penyakit
diabetes mellitus; karena obat-obat tersebut
membentuk kelat dengan Zn pada beta-sel pancreas
sehingga menghambat produksi insulin.
* Hidralazin (Apresolin), obat penurun tekanan darah,
menimbulkan efek samping anemi karena dapat
membentuk kelat dengan Fe darah.
* Dimerkaprol dan isoniazid, cenderung menimbulkan
efek seperti histamin, diduga karena dapat  kelat
dengan logam Cu yang berfungsi sebagai katalisator
enzim yang merusak histamin, yaitu enzim
histaminase.
Secara umum ligan digunakan untuk:
a. Titrasi penetapan kadar logam
b. Antioksidan, untuk menstabilkan
sediaan obat.
c. Mengeliminasi efek toksis obat.
d. Memperbaiki penyerapan logam.
e. Meningkatkan aktivitas antibakteri
logam.

Anda mungkin juga menyukai