Anda di halaman 1dari 4
BABI PENDAHULUAN Latar belakang masala Hukum dibuat untuk ditaati dan dipatubi oleh _masyarakat.Hukum ‘merupakan produk dari sebuah kebudayaan yang didasarkan pada pikiran, akal bbudi, Kkearifan dan keadilan. Saat Negara Republik Indonesia merdeka pada tanggal 17 agustus tahun 1945 maka terbentuklah lembaga peradilan di Indonesia, namun hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia wakta itu adalah hukum acara warisan dari penjajah Pemerintah kolonial Belanda, yang disebut "Her Hersiene Inlandsch Reglement” atau disingkat HIR (Staatsblad tahun 1941 Nomor:44). Hukum acara pidana adalah keseluruban aturan hukum yang mengatur bagaimana negara dengan menggunakan alat-alatya dapat mewujudkan wewenangnya untuk mempidana atau membebaskan pidana’. Sedangkan tujuan dari hukum acara pidana yaitu: “Untuk mencari dan mendapatkan atau. setidak-tidaknya mendekati kebenaran material ialah kebenaran selengkap lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur tepat, dengan tujuan untuk meneari siapakah pelaku yang didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya ‘meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa statu tindak pidana telah dilakukan atau orang yang didakwakan itu dapat dipersalahkan’ " Hartono Hadisoeprapto, 2008, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Edis keempat, erty, Yogyakarta, Him 121 * Andi Hamzah, 1987, Pengantar Hukum Acara Pdana indonesia, Eds Ketiga, GhaliaIndones Jakarta, Him 18 Ketentuan-ketentuan hukum acara pidana yang diatur dalam HIR irasakan Kurang menghargai hak-hak asasi manusia khususnya tethadap tersangka dan terdakwa dalam perkara pidana serta tidak sesuai dengan petkembangan manusia, Pada saat itu diambil langkah melakukan pembaharuan ‘hukum acara pidana dengan mencabut HIR dan menggantinya dengan Undang- tundang hukum acara pidana yang baru yaitu Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana atau Undang-undang No. 8 tahun 1981 yang ketentuannya dirasakan lebih menjamin perlindungan terhadap hak-hak asasi tersangka, Perlakuan semena-mena atau kesewenangan terhiadap tersangka tidak boleh terjadi karena ada salah satu asas yang terpenting dalam peradilan pidana yaitu asas “Praduga tak bersalah” yang berarti bahwa setiap orang yang disangka, dituntut, dan atau dihadapkan pada pengadilan wajib diangeap tidak bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang menyatakan keasalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap, Diterbitkanya Undang-undang No. 8 Tahun 1981 atau Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana yang disingkat KUHAP maka terbentuklah PRAPERADILAN yang tugasnya menjaga ketertiban pemeriksaan dan ‘melindungi tersangka terhadap tindakan-tindakan penyidik dan penuntut unum yang melanggar hukum dan merugikan tersangka.” ®.tanusubroto, 1983, Peranan Praperadilan dalam Hukum AcaraPidana,cetakan 1, ALUMNI Bandung, Him 73, Keberadaan Praperadilan ini berkaitan langsimg dengan perlindungan tethadap hak-hak asasi manusia berupa hak tersangka yang sekaligus berfungsi sebagai sarana pengawasan terhadap lembaga penegak hukum seperti kepolisian ddan kejaksaan, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh lembaga Praperadilan terhadap para penyidik dan penuntut umum yang sifataya sejajar dalam pelaksanaan penegakan hukum. Praperadilan hanya merupakan wewenang dari pengadilan sebagaimana ditentukan dalam Pasal | butir 10 KUHAP: “Praperadilan merupakan wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa ddan memutus menurut cara yang diatur dalam undang undang ini tentang a) Sah atau tidaknya svat penangkapan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluargnya atau pihak lain atas Jauasa tersangka b) Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan; ©) Pemintaan ganti Kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang petkaranya tidak di ajukan ke pengadil Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana pada Pasal 1 butir 10 ayat (b) mengatur mengenai “Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan™ yang dapat menjadi alasan-alasan sah untuk dilakukannya penghentian penyidikan yaitu tidak terdapat cukup bukti, dalam arti tidak dapat ditemukan alat-alat bukti sah yang cukup. Suatu peristiwa temyata bukan merupakan tindak pidana, artinya bahwa dimana penyidik berpendapat, peristiwa yang semula dianggap sebagai tindak pidana namun kemudian secara nyata bahwa peristiwa itu bukanlah suatu tindak pidana, Penyidikan dihentikan demi hukum kkarena berdasarkan undang-undang memang tidak dapat dilanjutkan penyidikan tethadap suatu peristiwa ukum, misalnya dalam hal ini antara lain tersangka ‘meningeal dunia, terdakwa sakit jiwa, suatu peristiwa hukum telah diputus dan ‘memiliki Kekuatan hukum tetap, serta karena suatu peristiwa hukum telah kkadaluwarsa, Permintaan sah atau tidaknya penghentian penyidikan harus diawali dengan adanya penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) sebagai objek yang dimohonkan sesuai dengan Pasal 80 dan 81 KUHAP. Pihak yang dapat mengajukan permohonan ini adalah para penyidik polisi maupun penyidik Khusus pegawai negeri sipil, penuntut umum atau pihak ketiga, frase “ ketiga’ sudah terdapat putusan Mahkamah Konstitusi No 76/PUU-X/2002 pada 8 Januari 2013 yaitu saksi, korban, pelapor atau LSM. Dalam prakteknya, pelaksaanan ketentuan tersebut _ ditemukan penyimpanganPutusan hakim Praperadilan dinilai tidak sesuai dengan ketentuan KUHAP, seperti yang terjadi pada Purusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan nomor 31/PidPrap/2014/PMJktSel yang menyetujui gugatan Praperadilan perkara tindak pidana perpajakan yang diajukan oleh pejabat Pennata Hijau Group yang merupakan tersangka kasus faktur pajak fiktif.

Anda mungkin juga menyukai