Anda di halaman 1dari 56

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS, UNIVERSITAS GADJAH MADA

MATA KULIAH HUKUM BISNIS

HUKUM PERIKATAN, KONTRAK (PERJANJIAN) DAN


KONTRAK-KONTRAK BISNIS

Dr. Veri Antoni


Departemen Hukum Bisnis/Dagang, Fakultas Hukum, UGM
081807102413, veri.akademik@yahoo.com, antoni.veri@ugm.ac.id
Tempat Pengaturan

Buku III bab II KUH Perdata

“Tentang Perikatan-perikatan yang Dilahirkan


dari Kontrak atau Perjanjian”
PERIKATAN
• Perikatan merupakan terjemahan dari “verbitenis”.
• Perikatan adalah hubungan hukum di dalam hukum harta kekayaan
antara dua pihak yang menimbulkan hak dan kewajiban atau suatu
prestasi.
• Dari pengertian di atas unsur-unsur perikatan: ada dua pihak (
kreditur: pihak yang berhak atas prestasi dan debitur: pihak yang
wajib berprestasi); adanya hak dan kewajiban; dan adanya prestasi
(Pasal 1234 KUH Perdata).
Hubungan Hukum Dalam Bisnis (Kontrak-kontrak Bisnis)

• Dalam kegiatan bisnis, hubungan hukum tersebut


(perjanjian/kontrak), terjadi antara lain:
– Hubungan bisnis antara perusahaan dengan kontraktor dan mitra bisnis
– Hubungan bisnis antara perusahaan dengan pemasok
– Hubungan bisnis antara perusahaan dengan distributor/retailer/agen penjualan
– Hubungan bisnis antara perusahaan dengan konsumen
– Hubungan bisnis antara perusahaan dengan para pemegang saham
– Hubungan bisnis antara perusahaan dengan kreditur yang memberikan fasilitas
kredit.
sebagai contoh.....
Joint Operation dan Joint Venture
• Hubungan Bisnis antara perusahaan dengan mitra bisnis, yang mempunyai kepentingan yang sama dalam suatu
proyek atau obyek kerjasama bisnis tertentu. Dalam suatu proyek maka kedua belah pihak dapat melakukan melalui
suatu kerjasama operasi (joint operation) dan penyertaan modal (joint venture).

• Skema kerjasama operasi (joint operation); seperti: Joint Operation Agreement atau Production Sharing Agreement
– Kerja sama Operasi /KSO/joint operation adalah kerja sama antara satu atau lebih BUJK (Badan Usaha Jasa Konstruksi),
bersifat sementara untuk menangani satu atau beberapa proyek dan tidak merupakan suatu badan hukum baru
berdasarkan perundang-undangan Indonesia (Permen PU No. 05/PRT/2011 tentang Pedoman Persyaratan Pemberian Izin
Perwakilan Badan usaha Jasa konstruksi Asing);
– Kontrak Kerja Sama adalah Kontrak Bagi Hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi
yang lebih menguntungkan Negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat (UU No. 22/2001
tentang Migas);
– Pengendalian Bersama Operasi (PBO) dan Pengendalian Bersama Aset (PBA), dimana KSO dalam bentuk PBO dan PBA ini,
masing-masing pihak dalam KSO memiliki kendali yang signifikan atas operasi atau aset KSO, karena itu nama kerjasama ini
adalah pengendalian bersama (jointly controlled); atau pelaksanaan KSO oleh salah satu pihak saja untuk mengendalikan
aset dan operasi KSO, yang mana batasannya hanya satu pihak saja yang secara signifikan (berarti) memiliki kendali atas aset
dan operasi KSO.
• Skema penyertaan modal saham (joint venture) dengan mendirikan suatu perusahaan usaha patungan (joint
venture company), yang perjanjiannya disebut Joint Venture Agreement.
– Dalam Perpres Nomor 107 Tahun 2015 tentang percepatan penyelenggaraan prasarana dan sarana kereta cepat
antara jakarta dan bandung, digunakan istilah konsorsium.
– Pasal 1 (1) Dalam rangka percepatan penyelenggaraan prasarana dan sarana kereta cepat, Pemerintah
menugaskan kepada konsorsium badan usaha milik negara yang dipimpin oleh PT Wijaya Karya (Persero) Tbk.
– Pasal 1 (2) Konsorsium badan usaha milik negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. PT Wijaya
Karya (Persero) Tbk; b. PT Kereta Api Indonesia (Persero); c. PT Jasa Marga (Persero) Tbk; dan d. PT Perkebunan
Nusantara VIII.
– Konsorsium badan usaha milik negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat diwujudkan dalam bentuk
perusahaan patungan
• Sedangkan dalam obyek kerjasama bisnis tertentu dapat mencakup hal-hal yang sangat luas dan beragam, antara
lain:
– Transaksi pembiayaan proyek (seperti: Build Operate & Transfer Agreement atau disingkat BOT Agreement,
atau Build Operate & Own Agreement atau disingkat BOO Agreement);
– proses alih teknologi atau pengetahuan tertentu (seperti: Technical Assistance Agreement);
– kepentingan pengembangan/jaringan bisnis (seperti: Collaboration Agreement); dan
– kepentingan hak milik intelektual (seperti: Licence Agreement).
PRESTASI
• Prestasi: kewajiban yang harus dipenuhi para pihak dalam suatu perjanjian
(kontrak).
• Pasal 1234 KUH Perdata: bentuk prestasi dan cara pelaksanaanya, adalah:
– Pretasi berupa barang (benda): cara melaksanakannya adalah
menyerahkan sesuatu (barang).
– Prestasi berupa jasa: cara melaksanakannya adalah dengan berbuat
sesuatu.
– Prestasi berupa tidak berbuat sesuatu: cara pelaksanaanya dengan
bersikap pasif: tidak berbuat yang dilarang dalam perikatan
(perjanjian).
SUMBER-SUMBER PERIKATAN

PERJANJIAN
KUH PERDATA
(Pasal 1233)

UNDANG-UNDANG
PERIKATAN

PUTUSAN PENGADILAN

DI LUAR KUH PERDATA

MORAL
Pengertian Perjanjian
• Istilah perjanjian merupakan terjemahan dari bahasa Belanda yaitu
overeenkomst, yang berasal dari kata kerja overeenkomen yang berarti
“setuju atau sepakat”.
• KUHPerdata (het Burgerlijk Wetboek) menerjemahkan kata overeenkomst
dengan kata “persetujuan”, namun di dalam kehidupan sehari-hari untuk
overeenkomst biasa diterjemahkan dengan kata “perjanjian” atau “kontrak”.
• Perjanjian atau kontrak merupakan salah satu sumber perikatan.
• Pasal 1313 KUH Perdata, perjanjian suatu perbuatan dengan mana satu
orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
• Sudikno Mertokusumo, “perjanjian adalah hubungan hukum antara dua
pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat
hukum”. (Pengertian ini diterima secara umum)
Syarat Sahnya Perjanjian
• Agar suatu perjanjian itu sah harus dipenuhi empat syarat.
• Syarat sahnya perjanjian dirumuskan dalam Pasal 1320
KUHPerdata antara lain:
– Sepakat mereka yang mengikatkan diri;
– Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;
– Suatu hal tertentu;
– Suatu sebab yang halal.
• Keempat syarat tersebut mutlak semuanya harus
dipenuhi, jika salah satu tidak dipenuhi, maka perjanjian
menjadi tidak sah.
• Keempat syarat tersebut dibagi dalam dua jenis yaitu:
– Syarat pertama dan kedua syarat subyektif
• Akibat hukum tdk dipenuhinya perjanjian DAPAT DIBATALKAN
(vernietigbaar), artinya akan dibatalkan atau tdk terserah pihak yang
berkepentingan
– Syarat ketiga dan keempat syarat obyektif
• Akibat hukum tidak dipenuhi syarat obyektif maka perjanjian itu BATAL
DEMI HUKUM, artinya perjanjian itu sejak semula dianggap tidak
pernah ada
Sepakat mereka yang mengikatkan diri
• Kedua belah pihak harus sepakat mengenai hal-hal pokok dalam perjanjian.
• Sepakat/konsensus adalah pertemuan antara dua kehendak atau pertemuan antara
penawaran dan penerimaan.
• Kehendak tersebut harus saling bertemu terlebih dahulu kemudian dinyatakan oleh para
pihak yang bersangkutan.
• Kesepakatan para pihak tersebut dapat dilakukan dengan tegas melalui kata-kata atau
secara diam-diam melalui perbuatan yang mencerminkan terjadinya kata sepakat.
• Pasal 1321 KUHPerdata dinyatakan bahwa, “Tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu
diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau
penipuan.”kesepakatan mengandung cacat kehendak (wilsgebrek).
• Kata sepakat itu sifatnya bebas, artinya betul-betul atas kemauan sukarela para pihak, tidak
ada paksaan sama sekali dari pihak manapun.
• Dalam pengertian kata sepakat juga harus mengandung unsur tidak ada kekhilafan, tidak
ada penipuan dan penyalahgunaan keadaan.
Lanjutan…
Penyalahgunaan
Kekhilafan Paksaan keadaan (undue
Penipuan (Bedrog) influence)
(dwaling) (Dwang)

menimbulkan ada keterangan salah satu pihak


error in persona rasa takut psikis palsu/tidak dalam keadan
& fisik benar terjepit/tertekan

salah satu pihak


menimbulkan
error in ada tipu dalam keadaan
ancaman bagi
substantia muslihat kesulitan
harta kekayaan
keuangan
Kecakapan untuk membuat perjanjian

• Orang yang membuat perjanjian harus cakap menurut hukum.


• Kecakapan adalah mampu melakukan perbuatan secara mandiri dengan
akibat hukum yang lengkap.
• Pada asasnya setiap orang cakap untuk membuat perjanjian.
• Ada pengecualiannya (Pasal 1330 KUHPerdata):
- orang-orang yang belum dewasa
- mereka yang ditaruh di bawah pengampuan
Suatu hal tertentu
 Suatu hal tertentu adalah objek perjanjian atau pokok di dalam perjanjian.
 Yang diperjanjikan haruslah suatu hal atau suatu barang yang tertentu.
 Setidak-tidaknya dapat ditentukan jenisnya.
 Obyek harus benda dalam perdagangan.
 Barang yang akan ada dapat menjadi objek perjanjian.

 Objek perjanjian harus diperkenankan artinya tidak boleh bertentangan


dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum dan kesusilaan.
 Perjanjian ini mungkin dilakukan artinya prestasi tersebut harus mungkin
dilakukan menurut kemampuan manusia pada umunya dan kemampuan
debitur pada khususnya
Suatu sebab yang halal
 BelandaOorzaak, LatinCausa.
 Tidak ada definisi sebab dalam KUHPerdata.
 Sebab atau causa adalah sesuatu yang akan dicapai oleh para pihak dalam
perjanjian atau sesuatu yang menjadi tujuan perjanjian.
WANPRESTASI
• Wanprestasi: (ingkar janji), (default), prestasi buruk. Artinya tidak
melakukan kewajiban sesuai dgn kesepakatan yang telah dibuatnya.

• Debitur dikatakan wanprestasi, hrs dipenuhi dua syarat:


1. Syarat materiil: adanya kesalahan (sengaja dan lalai). Sengaja:
perbuatan yang dilakukan memang diketahui dan dikehendaki. Lalai :
yang diketahui hanya perbuatan itu “mungkin“ menimbulkan kerugian
bagi orang lain.
2. Syarat formil : adanya teguran atau penetapan lalai atau somatie dari
kreditur kepada debitur.

17
Wanprestasi (lanjutan)
Wujud wanprestasi dapat berupa:
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2. Melaksanakan apa yang diperjanjikan, tetapi tidak sebagaimana diperjanjikan;
3. Melakukan apa yang diperjanjikannya, tetapi terlambat;
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Akibat hukum debitur wanprestasi:


1. membayar ganti rugi;
2. pembatalan perjanjian;
3. peralihan risiko;
4. pembayaran biaya perkara.

18
PERNYATAAN LALAI DAN SOMASI
• Pernyataan Lalai dan Somasi diatur dalam Pasal 1238 dan Pasal 1243
KUH Perdata.
• PERNYATAAN LALAI: tindakan hukum di mana kreditur memberitahu
debitur kapan selambat-lambatnya debitur hrs memenuhi prestasi.
SOMASI adalah teguran dari berpiutang (kreditur) agar dapat
memenuhi prestasi sesuai dengan kesepakatan dalam perjanjian.
• Isi (unsur-unsur) yang harus dibuat dalam Somasi: apa yang menjadi
tuntutan, dasar tuntutan, dan waktu terakhir untuk melakukan
prestasi yang telah dilalaikan.
GANTI RUGI
• Timbul karena adanya Perbuantan Melawan Hukum (PMH) (Pasal
1365 KUH Perdata) dan Wanprestasi (Pasal 1240-1252 KUH Perdata).
• GANTI RUGI PMH: bentuk ganti rugi yang dibebankan kepada orang
yang telah menimbulkan kesalahan kepada pihak yang dirugikan.
GANTI RUGI WANPRESTASI: bentuk ganti rugi yang dibebankan
kepada debitur karena tidak melaksanakan prestasi sesuai dengan
perjanjian.
• Tuntutan Ganti Rugi: kerugian yang telah diderita dan keuntungan
yang sedianya akan diperoleh.
• Bentuk ganti rugi: uang (asasnya), pemulihan ke keadaan semula,
larangan untuk mengulangi.
FORCE MAJEURE (KEADAAN MEMAKSA)
• Force majeure (overmacht) diatur dalam Pasal 1244 KUH Perdata (sesuatu
hal yang tidak terduga) dan Pasal 1245 KUH Perdata (keadaan memaksa,
kejadian tidak sengaja).
• Force majeure adalah suatu keadaan/kejadian yg tdk dpt diduga terjadinya
sebelumnya sehingga menghalangi debitur utk melakukan prestasinya di
luar kesalahannya.
• Keadaan Memaksa ada: (1) Keadaan Memaksa ABSOLUT: suatu keadaan yg
menyebabkan debitur sama sekali tidak dapat melaksanakan prestasinya.
Misalnya, gempa bumi, banjir, dan petir. (2) Keadaan Memaksa RELATIF:
debitur masih dapat melakukan prestasi tetapi dengan pengorbanan yang
sedemikian besar yang tidak sebanding dg prestasi itu sendiri.

\
Force Majeure (lanjutan)
Akibat Keadaan Memaksa:
1. Debitur tidak perlu membayar ganti rugi (Pasal 1244 KUH Perdata).
2. Beban resiko tidak berubah, terutama keadaan memaksa yang
bersifat sementara.
3. Kreditur tidak berhak atas pemenuhan prestasi, tetapi sekaligus demi
hukum bebas demi hukum dari kewajibannya utk menyerahkan
kontraprestasi.
Keadaan Memaksa Absolut point (1) dan (3)
Keadaan Memaksa Relatif point (2)
Asas-Asas Perjanjian
 Menurut Prof. Sudikno Mertokusumo, yang dimaksud dengan asas hukum adalah suatu
pikiran dasar yang bersifat umum yang melatarbelakangi pembentukan hukum positif.
 Dengan demikian asas hukum tersebut pada umumnya tidak tertuang di dalam peraturan
yang kongkrit. Hal ini disebabkan sifat dari asas tersebut adalah abstrak dan umum.
 Terdapat lima asas dalam perjanjian:
 Asas konsensualisme (concsensualism)
 Asas kebebasan berkontrak (freedom of contract)
 Asas kepastian hukum (pacta sunt servanda)
 Asas itikad baik (good faith)
 Asas kepribadian (personality)
Asas konsensualisme
 Asas ini berhubungan dengan saat lahirnya perjanjian.
 Asas konsensualisme dapat dijumpai dalam Pasal 1320 butir 1 jo Pasal
1338 ayat (1) KUHPerdata yang mengatakan bahwa: “Semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya”.
 Berdasarkan kedua pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa pada
dasarnya perjanjian telah lahir sejak saat tercapainya kesepakatan
antara para pihak yang mengadakan perjanjian.
 Dengan kata lain, perjanjian itu lahir apabila sudah tercapai
kesepakatan dari para pihak mengenai hal-hal pokok yang menjadi
obyek perjanjian dan tidak perlu adanya formalitas tertentu selain
yang telah ditentukan undang-undang.
Lanjutan…
 Terhadap asas konsensualisme ada perkecualiannya yaitu dalam perjanjian
formal yang oleh undang–undang ditetapkan formalitas tertentu dalam
pembuatannya untuk beberapa macam perjanjian dengan ancaman
batalnya perjanjian tersebut apabila tidak memenuhi bentuk yang
ditetapkan, seperti misalnya:
 Perjanjian penghibaan yang berupa benda tak bergerak harus dengan akta notaris;
 Pendirian PT harus dengan akta notaris.
 Perjanjian perdamaian harus dengan bentuk tertulis.
• Di samping itu ada juga pengecualian lain yaitu pada perjanjian riil. Dalam
perjanjian riil ini lahirnya perjanjian tidak pada saat adanya kata sepakat,
tetapi pada saat obyek diserahkan secara nyata, misalnya dalam perjanjian
penitipan barang, pinjam pakai, pinjam mengganti, pemberian dari tangan
ke tangan.
Asas kebebasan berkontrak
Asas kebebasan berkontrak ini erat sekali
kaitannya dengan isi, bentuk dan jenis dari
perjanjian yang dibuat.
Asas ini terdapat dalam Pasal 1338 ayat (1)
KUHPerdata yang menyatakan bahwa: “Semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya.
Lanjutan...
 Asas ini dapat disimpulkan dari kata ”semua” yang mengandung 5 makna yaitu:
 Setiap orang bebas untuk mengadakan atau tidak mengadakan perjanjian;
 Setiap orang bebas mengadakan perjanjian dengan siapapun;
 Setiap orang bebas menentukan bentuk perjanjian yang dibuatnya;
 Setiap orang bebas menentukan isi dan syarat –syarat perjanjian yang dibuatnya;
 Setiap orang bebas untuk mengadakan pilihan hukum ,maksudnya yaitu bebas
untuk memilih pada hukum mana perjanjian yang dibuatnya akan tunduk.
Lanjutan…
• Dengan adanya asas kebebasan berkontrak menyebabkan timbulnya berbagai
macam perjanjian di masyarakat.
• Hal ini dikarenakan adanya kebutuhan masyarakat yang saat ini semakin
berkembang dan dinamis.
• Salah satu implikasinya yaitu lahirnya perjanjian standar (baku) dan lahirnya
perjanjian jenis baru.
• Bahkan perjanjian yang timbul dalam masyarakat (perjanjian tidak bernama) lebih
banyak daripada perjanjian bernama yang ada dalam Buku III KUHPerdata.
Lanjutan...
• Atas kebebasan berkontrak tidak bersifat
mutlak.
• Ada pembatasannya.
Asas pacta sunt servanda
• Asas ini berhubungan dengan akibat suatu perjanjian
yaitu kekuatan mengikatnya perjanjian.
• Diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. Asas tersebut
dapat disimpulkan dari kata“…berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya”.
• Dengan adanya asas pacta sunt servanda berarti para pihak
harus mentaati perjanjian yang telah mereka buat seperti
halnya mentaati undang-undang.
• Apabila diantara para pihak ada yang melanggar perjanjian
maka pihak tersebut dianggap telah melanggar undang-
undang, yang tentunya akan dikenai sanksi hukum.
Lanjutan...
• Akibat dari berlakunya asas pacta sunt servanda 
perjanjian itu tidak dapat ditarik tanpa
persetujuan pihak lain.
• Hal ini disebutkan dalam Pasal 1338 ayat (2)
KUHPerdata yaitu: “Suatu perjanjian tidak dapat
ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah
pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh
undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.”
Asas itikad baik
• Diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang berbunyi: “Suatu perjanjian
harus dilaksanakan dengan itikad baik.”
• Asas itikad baik menurut pasal tersebut berkaitan dengan pelaksanaan suatu
perjanjian.
• Asas ini menghendaki bahwa apa yang diperjanjikan oleh para pihak tersebut
harus dilaksanakan dengan memenuhi tuntutan keadilan, kewajaran dan tidak
melanggar kepatutan.
Lanjutan…
 Secara umum itikad baik mempunyai dua pengertian yaitu:
 Itikad baik dalam arti Subyektif
Itikad baik dalam arti Obyektif
Itikad baik dalam arti subyektif
• Itikad baik disini dapat diartikan sebagai kejujuran seseorang dalam
melakukan suatu perbuatan hukum yaitu yang terletak pada sikap
batin seseorang pada waktu diadakan perbuatan hukum.
• Itikad baik dalam arti subyektif dapat diketemukan dalam lapangan
hukum benda dan dalam hukum perikatan.
• Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1977 KUHPerdata dan Pasal 531
KUHPerdata mengenai kedudukan berkuasa (bezit).
• Pasal 529 KUH Perdata: Kedudukan berkuasa adalah kedudukan
seseorang yang menguasai suatu kebendaan, baik dengan diri
sendiri,maupun dengan perantaraan orang lain, dan yang
mempertahankan atau menikmatinya selaku orang yang memilik
kebendaan itu.
Itikad baik dalam arti Obyektif

• Itikad baik dalam arti obyektif bahwa pelaksanaan suatu perjanjian harus
didasarkan pada norma kepatutan atau apa-apa yang dirasakan sesuai dengan
yang patut dalam masyarakat.
• Dalam pelaksanaan perjanjian tersebut harus tetap berjalan dengan mengindahkan
norma-norma kepatutan dan kesusilaan serta harus berjalan diatas rel yang benar.
• Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata memberikan suatu kekuasaan pada hakim
untuk mengawasi pelaksanaan perjanjian agar jangan sampai pelaksanaannya
tersebut melanggar norma-norma kepatutan dan keadilan, namun, tentu saja ada
batas–batasnya.
Lanjutan...
• Kepatutandimaksudkan agar jangan sampai pemenuhan kepentingan salah satu
pihak terdesak, tetapi harus ada keseimbangan antara berbagai kepentingan pihak-
pihak yang bersangkutan.
• Keadilanbahwa kepastian untuk mendapatkan apa yang sudah diperjanjikan
namun untuk pemenuhan janji tersebut harus memperhatikan norma-norma yang
berlaku.
• Kewajaransesuai dengan apa yang semestinya/seyogyanya dilakukan.
Asas kepribadian
 Asas ini berkaitan dengan pihak-pihak mana yang terikat dalam perjanjian.
 Pasal 1315 KUHPerdata: ”Pada umumnya tidak seorang pun dapat mengikatkan diri
atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji daripada untuk dirinya
sendiri.”
 Pasal 1340 ayat (1) KUHPerdata: “Suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak
yang membuatnya.”
Lanjutan...
 Dalam suatu perjanjian tidak boleh menimbulkan hak dan kewajiban terhadap
pihak ketiga, juga tidak boleh mendatangkan keuntungan atau kerugian pada pihak
ketiga kecuali telah ditentukan lain oleh undang-undang.
 Pernyataan ini diatur dalam Pasal 1340 ayat (2) KUHPerdata yang menyatakan
bahwa: “Suatu perjanjian tidak dapat membawa rugi kepada pihak-pihak ketiga; tak
dapat pihak-pihak ketiga mendapat manfaat karenanya, selain dalam hal yang diatur
dalam Pasal 1317 KUHPerdata.”
Lanjutan…
• Pasal 1317 KUHPerdatadapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak
ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian
kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu.
• Pasal tersebut merupakan perkecualian dimana terdapat adanya janji untuk
kepentingan pihak ketiga (beding ten behoeve van derden atau disingkat derden
beding) yang dinyatakan dengan tegas di dalam perjanjian.
• Misalnya: dalam perjanjian asuransi jiwa yang menimbulkan keuntungan bagi pihak
ketiga, syarat yang harus terpenuhi yaitu salah satu pihak yang berjanji meninggal
dunia.
Lanjutan…
• Selain perkecualian terdapat pula perluasan terhadap asas kepribadian
sebagaimana diatur dalam Pasal 1318 KUHPerdata.
• Dalam pasal tersebut tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, melainkan
juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak
daripadanya.
• Jadi segala hak dan kewajiban yang timbul dari suatu perjanjian diwarisi oleh para
ahli warisnya baik hutang maupun piutangnya.
• Actio Pauliana adalah suatu upaya hukum
untuk menuntut pembatalan perbuatan-
perbuatan hukum debitor yang tidak perlu
dilakukan, yang merugikan kreditornya. (Pasal
1341 KUHPerdata)
Karakteristik perjanjian
• Menganut sistem terbukaartinya setiap orang boleh mengadakan
perjanjian mengenai apa saja asalkan tidak melanggar undang-undang,
ketertiban umum, dan kesusilaan.
• Merupakan hukum pelengkap bahwa pasal-pasal dalam buku III
KUHPerdata boleh disimpangi manakala para pihak telah membuat
ketentuan tersendiri atau dihendaki oleh para pihak yang membuat
suatu perjanjian itu.
• Bersifat konsensuilartinya perjanjian itu terjadi atau lahir sejak detik
saat terjadinya kata sepakat diantara para pihak mengenai pokok
perjanjian.
Bentuk Perjanjian
Akta biasa
Akta Dibawah
LISAN
Tangan
Akta standar
TERTULIS
amtelijke acte
Akta Otentik
partij acte
Apakah Kontrak Harus Dalam Bentuk Tertulis? (1)
Kontrak atau perjanjian tidak harus dalam bentuk tertulis
Bentuk lisan atau tertulis dari sebuah kontrak lebih untuk keperluan
pembuktian
Kontrak dalam bentuk lisan mempunyai kekuatan pembuktian yang
lemah

44
Apakah Kontrak Harus Dalam Bentuk Tertulis? (2)
Kontrak dalam bentuk tertulis dapat dibedakan antara:
Dibawah tangan
Didaftarkan ke notaris
Dilegalisir tandatangan para pihak oleh notaris
Dibuat dihadapan notaris (akta notariil)
(catatan: untuk kontrak yang dibuat dihadapan notaris bisa karena diharuskan oleh
peraturan perundang-undangan)

45
Apakah Kontrak Harus Dalam Bentuk Tertulis? (3)
Dengan demikian tertulis tidaknya sebuah kontrak tidak menentukan
sah tidaknya kontrak
Tertulis tidaknya kontrak berkaitan dengan lemah kuatnya pembuktian
sebuah kontrak

46
Bagaimana dengan Materai? (1)
Apakah materai menentukan sah tidaknya Perjanjian? Ataukan
menentukan lemah kuatnya pembuktian?
Materai adalah hutang para pembuat perjanjian kepada negara
Materai merupakan kewajiban pembuat perbuatan hukum tertulis
kepada negara

47
Bagaimana dengan Materai? (2)
Ketentuan tentang Materai diatur dalam UU No. 13 Tahun 1985
tentang Bea Materai
Dalam Pasal 1 disebutkan “Dengan nama Bea Materai dikenakan
pajak atas dokumen yang disebut dalam Undang-undang ini”
Selanjutnya Pasal 2 ayat (1) disebutkan
“Dikenakan Bea Materai atas dokumen yang berbentuk: (a) Surat
Perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk
digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau
keadaan yang bersifat perdata”

48
Jenis Perjanjian Berdasarkan Cara Lahirnya

Perjanjian Konsensuilperjanjian yang timbul/lahir dengan adanya kata


sepakat diantara kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian.
Perjanjian Riilperjanjian yang lahir dengan adanya penyerahan nyata
benda yang menjadi objek perjanjian.
Perjanjian formalperjanjian yang lahir dengan dipenuhinya suatu
formalitas tertentu atau juga dituangkan dalam suatu bentuk tertentu.
Jenis Perjanjian Berdasarkan Nama dan Tempat Pengaturan
Perjanjian Bernama
• perjanjian-perjanjian yang sudah dikenal dengan
(Benoemde
nama-nama tertentu serta telah diatur secara
contracten/Nominaat khusus di dalam UU.
Contract)

Perjanjian Tidak Bernama


• perjanjian–perjanjian yang belum dikenal dengan
(onbenoemde
nama khusus dan belum diatur dalam UU,serta
contract/innominaat timbulnya karena kebutuhan di dalam masyarakat.
contract)
BERAKHIRNYA PERJANJIAN
Ada 6 cara mengakhiri perjanjian :
1. Ditentukan lebih dahulu di dalam perjanjian;
2. Ditentukan oleh undang-undang ;
3. Dengan pernyatan menghentikan perjanjian
(opzeging );
4. perjanjian hapus karena keputusan hakim;
5. perjanjian hapus karena telah tercapai tujuan
perjanjian itu;
6. perjanjian hapus karena persetujuan para pihak.

51
ANATOMI PERJANJIAN
1. Judul/Titel/Heading
2. Pembuka/Opening/Awal Permulaan Akta
3. Komparisi/Penyebutan Para Pihakidentitas para pihak dalam perjanjian.
4. Recital/Premise/Latar Belakang perjanjian
5. Isi perjanjian/Term of condition/defenisi/batas-batasan peristilahan.
(defenisi/istilah, penjelasan tentang pokok2 yang diperjanjikan, hak dan kewajiban para pihak,
ukuran terjadinya wanprestasi, pilihan hukum, amandemen (addendum).
6. Akhir Akta/Penutup/Closure/Closing
(Tanda tangan dan saksi-saksi)
Catatan:
sesuai asas kebebesan berperjanjian, anatomi di atas bersifat fleksibel
tergantung jenis perjanjian dan kompleksitas masalah yang diatur.
KLAUSULA2 DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA SPACE
GEDUNG
• OBJEK SEWA MENYEWA
• JANGKA WAKTU MENYEWA
• HARGA SEWA DAN TATA CARA PEMBAYARAN SEWA
• Pembayaran Services Charge dan Pembayaran Kewajiban Lainnya (Biaya Pelayanan, Biaya
Air, Listrik, Telepon).
• Uang Jaminan
• Hak dan Kewajiban Pihak Pertama
• Hak dan Kewajiban Pihak Kedua
• Asuransi
• Wanprestasi
• Force Majeure
• Domisili dan Pilihan Hukum (Arbitrase).
KLAUSULA2 DALAM PERJANJIAN JOINT VENTURE
• Maksud dan Tujuan
• Pendirian Perusahaan (Nama, Anggaran Dasar, Tempat Kedudukan, Notaris dan Biaya).
• Modal dan Saham Perusahaan
• Peralihan Saham
• Rapat Umum Pemegang Saham
• Direksi dan Dewan Komisaris
• Laporan Tahunan dan Pengunaan Laba
• Jangka Waktu
• Force Majeure
• Pernyataan dan Jaminan
• Domisili dan Pilihan Hukum
Referensi
• Silando, Arus Akbar & Ilyas, Wirawan B, 2012,
Pokok-pokok Hukum Bisnis, Salemba Empat,
Jakarta.
• Materi Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian,
Departemen Hukum Perdata, Fakultas Hukum,
Universitas Gadjah Mada.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai