Anda di halaman 1dari 15

KONSEP MANUSIA MODERN DALAM

AL QUR’AN

MAKALAH

Diajukan kepada Bapak Ahmad Patih Ghozali, S.Pd.I, MM.

Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Akhlaq Tasawuf dan Aqidah Islam

Disusun Oleh :

Nurlatifah

Program Studi : S2-Pendidikan Agama Islam

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL KARIMIYAH

Jl. H. Maksum No.23 Sawangan Baru Kota Depok 16511

Telp. /Fax. 0251-8617335


KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahiiim

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah


yang Maha Agung, karena dengan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, makalah ini
dapat kami selesaikan untuk memenuhi tugas mata kuliah Akhlak Tasawuf dan
Aqidah Islam. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Rasulullah
Muhammad SAW, beserta keluarganya, sahabatnya dan juga kepada kita selaku
umatnya.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah


membantu demi terselesaikannya makalah ini. Terkhusus kepada dosen pengampu
Bapak Ahmad Patih Ghozali, S.Pd.I, MM.

Harapan penulis, semoga membawa manfaat bagi para mahasiswa Pasca


Sarjana STAI AL KARIMIYAH Sawangan Depok. Penulis pun menyadari bahwa
sangat mungkin masih terdapat kekurangan dan kelemahan dalam makalah ini.
Oleh karna itu, kepada para pembaca, saran dan kritik yang konstruktif selalu
dinantikan oleh penulis demi perbaikan dan penyempurnaan berikutnya.

Penyusun,

Penulis

i
ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................4
A. Keberadaan Manusia.....................................................................................4
B. Hakekat Manusia...........................................................................................6
C. Manusia Menurut Al-Qur'an.........................................................................7
BAB III PENUTUP..............................................................................................10
A. Kesimpulan....................................................................................................10
B. Saran..............................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehadiran manusia di muka bumi tidak terlepas dari asal usul adanya
kehidupan di alam semesta. Manusia pada hakikatnya adalah makhluk
ciptaan Allah SWT. Dalam pandangan Islam, sebagai makhluk ciptaan Allah
SWT manusia memiliki tugas dan tanggungjawab tertentu dalam
menjalankan kehidupan di dunia ini. Untuk menjalankan tugasnya manusia
dikaruniakan akal dan pikiran oleh Allah SWT. Yang akan menuntun
manusia dalam menjalankan tugas. Terdapat perpaduan antara sifat
ketuhanan dan sifat kemakhlukan dalam diri manusia. Manusia diberi tugas
oleh Allah SWT sebagai khalifah di muka bumi, wakil Allah SWT yang
mengelola dan memelihara alam. Manusia memiliki kewajiban kepada sang
pencipta, sehingga didalam hidupnya manusia tak lepas dari adanya
hubungan dan ketergantungan kepada Allah SWT.
Isi kandungan Alquran memiliki dua dimensi, yaitu berdimensi
vertikal dan horizontal. Pada dimensi vertikal terkandung aturan khusus yang
mengatur hubungan antara manusia dengan Allah (bersifat ubudiyah).
Sedangkan pada dimensi horizontal, Alquran dengan tegas menekankan
hubungan kemasyarakatan (social relation) antara sesama manusia. Pada
tatanan dimensi vertikal ini, sifat hukum yang berkaitan dengannya tidak
dapat diinterpretasikan di luar konteks praktik Rasulullah, karena pola ibadah
mahdah dalam tatanan teoritisnya telah ditentukan oleh Allah, sedangkan
tatanan praktisnya telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. Dalam hal ibadah
ini banyak informasi yang diperoleh dari sunnah yang menerangkan tentang
hal itu.

Pada dimensi horizontal yang mempunyai corak hubungan


kemasyarakatan, penerapan hukum yang terkandung dalam Alquran bersifat
fleksibel. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan budaya dan
peradaban manusia senantiasa berkembang seiring dengan perkembangan

1
ilmu dan teknologi. Muamalah merupakan aktivitas yang bersifat horizontal
yang dilakukan manusia dalam menjalin hubungan dengan sesamanya. Islam
mengajarkan bahwa manusia adalah makhluk Allah yang disiapkan untuk
mampu mengemban amanah-Nya, memakmurkan kehidupan di bumi dan
diberi kedudukan terhormat sebagai khalifah-Nya di bumi.

Kedudukan istimewa manusia di atas bumi berkaitan erat dengan


kekuatan pikiran yang diberikan kepadanya untuk menalar dan menganalisa.
Terlebih lagi ia menerima pedoman dari Allah melalui misi-misi kerasulan
yang menunjukkan jalan yang benar. Manusia selain menjadi khalifah di
bumi, pada saat yang sama ia juga sebagai hamba Allah, ia berkuasa di bumi
bukan lantaran haknya sendiri, melainkan sebagai wakil Allah yang
mengungguli semua makhluk lain, karenanya ia memikul tanggungjawab
dihadapan-Nya.

Oleh karena itu kegiatan hidup manusia senantiasa diarahkan supaya


mempunyai makna dan bernilai pengabdian (ibadah) kepada-Nya. Untuk
bernilai ibadah, manusia dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan hidupnya
hendaknya selalu menjunjung tinggi pedoman-pedoman yang diberikan oleh
Allah dalam alQuran dan petunjuk-petunjuk pelaksanaannya yang diberikan
oleh Rasulullah Saw dalam sunnahnya. Akan tetapi dalil-dalil muamalat
(hubungan manusia dengan sesamanya) yang terdapat dalam al-Quran dan al-
Sunnah pada umumnya bersifat global (mujmal) dan sedikit sekali yang
terperinci dan qat'i, sehingga memiliki banyak peluang untuk melakukan
ijtihad hukum yang sesuai dengan kemaslahatan manusia.

Sebagian ulama berpendapat bahwa isi Alquran secara garis besar


terdapat dua macam yaitu insya'i artinya yang menjelaskan tentang nilai baik
dalam bentuk perintah maupun larangan atau halal dan haram; dan khobari
artinya yang menjelaskan sesuatu yang terjadi atau memberikan informasi
tentang kisah masa lalu, sekarang dan yang akan datang. Salah satu
contohnya adalah Alquran memberikan informasi tentang manusia dari mulai
proses penciptaan, kehidupannya dan sampai kembali lagi kepada sang
pencipta-Nya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana keberadaan manusia dalam Islam?
2. Bagaimana hakikat manusia dalam Islam?
3. Bagaimana manusia menurut Al Quran?

2
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui keberadaan manusia dalam Islam.
2. Untuk mengetahui hakikat manusia dalam Islam.
3. Untuk memahami manusia menurut Al Quran.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Keberadaan Manusia
Keberadaan manusia di muka bumi ini mempunyai misi utama, yaitu
beribadah kepada Allah SWT. Semakin mantap langkahnya dalam
menjalankan ajaran Islam dan semakin teguh hatinya dalam
mengeimplementasikan tugas dan kewajibannya, maka ia akan mampu
memahami arti hidupnya. Dalam setiap ibadah yang menjadi kewajiban
dalam Islam memiliki nilai filosofis, seperti nilai filosofis yang ada dalam
ibadah shalat, yakni sebagai 'aun (pertolongan) bagi manusia dalam
mengarungi lautan kehidupannya. (Al Baqarah : 153)

١٥٣﴿ َ‫صالَ ِة ِإ َّن هّللا َ َم َع الصَّابِ ِرين‬


َّ ‫صب ِْر َوال‬ ْ ُ‫وا ا ْست َِعين‬
َّ ‫وا بِال‬ ْ ُ‫﴾يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمن‬

“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai


penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”

Serta sebagai banteng kokoh untuk menghindari, menghadang dan


mengantisipasi gelombang kekejian dan kemungkaran.

(Al Ankabut: 45)

ِ ‫ا ْت ُل َما ُأو ِح َي ِإلَ ْيكَ ِمنَ ْال ِكتَا‬


ُ ‫ب َوَأقِ ِم الصَّالةَ ِإ َّن الصَّالةَ تَ ْنهَى ع َِن ْالفَحْ َشا ِء َو ْال ُم ْن َك ِر َولَ ِذ ْك ُر هَّللا ِ َأ ْكبَ ُر َوهَّللا‬
)٤٥( َ‫يَ ْعلَ ُم َما تَصْ نَعُون‬

“Bacalah kitab (Al Qur’an) yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad)


dan laksanakanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari
(perbuatan) keji dan mungkar. Dan (ketahuilah) mengingat Allah (shalat) itu
lebih besar (keutamaannya dari ibadah yang lain). Allah mengetahui apa
yang kamu kerjakan.”

Adapun nilai filosofis ibadah puasa adalah untuk menghantarkan manusia


muslim menuju gerbanag ketaqwaan, dan ibadah-ibadah lain yang bertujuan

4
untuk melahirkan manusia-manusia muslim yang berakhlak mulia. (Al
Baqarah:183)

)١٨٣( َ‫ب َعلَى الَّ ِذينَ ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّقُون‬


َ ِ‫صيَا ُم َك َما ُكت‬ َ ِ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ُكت‬
ِّ ‫ب َعلَ ْي ُك ُم ال‬

"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa


sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa”.

dan (At-Taubah:103)

‫ك َس َك ٌن لَّهُ ْم َوٱهَّلل ُ َس ِمي ٌع َعلِيم‬


َ َ‫صلَ ٰوت‬ َ ‫ٌ ُخ ْذ ِم ْن َأ ْم ٰ َولِ ِه ْم‬
َ ‫ص َدقَةً تُطَهِّ ُرهُ ْم َوتُ َز ِّكي ِهم بِهَا َو‬
َ ‫ص ِّل َعلَ ْي ِه ْم ِإ َّن‬

"Sesungguhnya jika mereka beriman dan bertakwa, pahala dari Allah pasti
lebih baik, sekiranya mereka tahu”.

Maka, apabila manusia mampu menangkap sinyal-sinyal nilai filosofis dan


kemudian mengaplikasikannya serta mengekspresikannya dalam bahasa lisan
maupun perbuatan, ia akan sampai kepada gerbang ketaqwaan. Yang
merupakan satu-satunya tujuan penciptaanya. Artinya adalah manusia
sempurna berasal dari kata al-insan yang berarti manusia dan al-kamil yang
berarti sempurna. Konsep filosofis ini pertama kali muncul dari gagasan toko
sufi Ibnu Arabi (Abdul Karim bin Ibrahim al-Jili). Al-Jili merumuskan insan
kamil ini dengan merujuk pada diri Nabi Muhammad SAW sebagai contoh
manusia ideal. Tidak semata-mata dipahami dalam pengertian sebgai utusan
Tuhan, tetapi juga sebagai nur (cahaya/roh) Ilahi yang menjadi tolak ukur
kehidupan di bumi. Dalam konsep tersebut, insan kamil terkait dengan
pandangan mengenai sesuatu yang dianggap mutlak, yaitu Tuhan. Yang mutlak
berarti memiliki sifat-sifat tertentu, yakni yang baik dan sempurna.

Bagi Al-Jili, manusia dapat mencapai jati diri yang sempurna melalui
latihan rohani dan mistik. Latihan rohani ini diawali dengan manusia
bermeditasi tentang nama dan sifat-sifat Tuhan, dan mulai mengambil bagian
dalam sifat-sifat Ilahi serta mendapatkan kekuasaan yang luar biasa.

5
Kemudian, tingkat tertinggi adalah menjadi manusia Tuhan atau
insan kamil. Muhammad Iqbal tidak setuju dengan teori Al-Jili ini.
Menurut dia, hal ini membunuh individualitas dan melemahkan
jiwa. Iqbal memang memandang Nabi Muhammad SAW sebagai
insan kamil, tetapi tanpa penafsiarn secara mistik.

Insan kamil versi Iqbal tidak lain adalah sang mukmin, yang
dalam dirinya terdapat kekuatan,wawasan, perbuatan, dan
kebijaksanaan. Sifat-sifat luhur ini dalam wujudnya yang tertinggi
tergambar dalam akhlak Rasulullah SAW. Insan kamil menurut
Iqbal adalah sang mukmin yang moralis, yang dianugrahi
kemampuan rohani dan agamawi. Untuk menumbuhkan kekuatan
dalam dirinya, sang mukmin senantiasa meresapi dan menghayati
akhak Ilahi. Sang mukmin menjadi tuan atas nasibnya sendiri dan
secara tahap demi tapah mencapai kesempurnaan. Iqbal melihat
insan kamil dicapai melalui beberapa proses. Pertama, ketaatan
pada hukum; kedua penguasaan diri sebagai bentuk tertinggi
kesadaran diri tentang pribadi; dan ketiga kekhalifaan ilahi.

B. Hakekat Manusia
1). Hakekat Manusia Menurut Al-Qur'an

a. Makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya


untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
b. Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah
laku intelektual dan sosial yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan
yang positif mampu mnegatur dan mengontrol dirinya serta mampu
menentukan nasibnya.
c. Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang
tidak pernah selesai (tuntas) selama hidupnya.

6
d. Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha
untuk mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat
dunia lebih baik untuk ditempati.
e. Suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudannya merupakan
keterdugaan dengan potensi yang tak terbatas.
f. Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung
kemungkinan baik dan jahat.
g. Individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan terutama lingkungan
sosial, bahkan ia tidak bisa berkembang sesuai dengan martabat
kemanusiaannya tanpa hidup di dalam lingkungan sosial.
h. Mahkluk yang berfikir. Berfikir ialah bertanya, bertanya berarti mencari
jawaban, mencari jawaban berarti mencari kebenaran.

C. Manusia Menurut Al-Qur'an


1). Istilah manusia dalam Al-Qur'an
Ada tiga kata yang digunakan Al-Qur'an untuk menunjuk kepada manusia:
1. Menggunakan kata yang terdiri dari huruf alif, nun dan sin seperti insan,
ins, nas atau unas.
2. Menggunakan kata basyar.
3. Menggunakan kata Bani Adam dan zuriyat Adam.
Kata insan terambil dari kata “uns” yang berarti jinak, harmonis dan
tampak jika ditinjau dari sudut pandang Al-Qur'an. Terbacanya kalimat “Al-
Basyar” di beberapa tempat pada Al-Qur'an memberikan pengertian bahwa
yang dimaksud dengan kalimat itu adalah anak Adam (manusia) yang biasa
makan dan berjalan di pasar, dan di pasar itulah mereka saling bertemu atas
dasar mumatsalah (yaitu sama-sama manusia), ini yang menunjukkan bahwa
yang dimaksud dengan Al-Basyar dalam Al-Qur'an adalah “manusia”.

Kata basyar dalam Al-Qur'an ditemukan sebanyak 36 kali dalam


bentuk tunggal dan sekali dalam bentuk mutsanna untuk menunjuk manusia
dari sudut lahiriyahnya serta persamaannya dengan manusia seluruhnya.
Sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Anbiya: 3

‫ُون‬ َ ‫ِين َظلَمُوا َه ْل ٰ َه َذا ِإاَّل َب َش ٌر م ِْثلُ ُك ْم ۖ َأ َف َتْأ ُت‬


َ ‫ون السِّحْ َر َوَأ ْن ُت ْم ُتبْصِ ر‬ َ ‫اَل ِه َي ًة قُلُو ُب ُه ْم ۗ َوَأ َسرُّ وا ال َّنجْ َوى الَّذ‬

7
"(lagi) hati mereka dalam keadaan lalai. Dan mereka yang zalim itu
merahasiakan pembicaraan mereka: “Orang ini tidak lain hanyalah seorang
manusia (jua) seperti kamu, maka apakah kamu menerima sihir itu, padahal
kamu menyaksikannya?”.

“Al-Insan” mempunyai beberapa bentuk kalimat yang berbeda-


beda dengan ciri-ciri tertentu sehingga diyakini bahwa kalimat-kalimat yang
berbeda itu bermakna satu, seperti kalimat ‘’Al-Basyar’’ , An-nas ‘’dan Al –
insi’’ . Kebanyakan para ahli tafsir mengartikan banhwa kalimat kalimat itu
merupakan kalimat muradif (sinonim), yakni kalimat kalimatnya berbeda
tetapi bermakna satu. Sedangkan menurut asal kata bahasa arab tidaklah
demikian,tetapi Al – Quran lah yang menjelaskan.

Berbeda dengan kalimat ‘’Al-basyar’’yang diberi arti dengan manusia,


maka kalimat-kalimat “An-Nas” – “Al-Insi”. – Dan “Al-Insan”, yang
tercantum dalam Al-Qur'an, maka arti manusia bagi kalimat-kalimat itu ada
tinjauan secara khusus yang dapat membedakan satu sama lain bagi masing-
masing kalimat.

Sedangkan kalimat “Al-Insi” dan “Al-Insan” mempunyai tinjauan yang


sama diantara keduanya, yaitu dari asal kata : “An-Nisa” yang artinya “Jinak”
kebanyakan dari kalimat “wahsyi” yang berarti “buas”. Kemudian, Al-Qur'an
mengkhususkan bahwa diantara kedua kalimat itu mempunyai arti sendiri-
sendiri secara khusus. Kalimat “Al-Insi” dapat ditemukan sebanyak 18 ayat
dalam Al-Qur'an. Diantaranya terdapat pada Al-Qur'an surah Al-An'am : 112.

‫ُف ْال َق ْو ِل ُغرُورً ا‬


َ ‫ض ُز ْخر‬ ُ ْ‫نس َو ْال ِجنِّ يُوحِي َبع‬
ٍ ْ‫ض ُه ْم ِإلَى َبع‬ ِ ‫ين اِإل‬ َ ِ‫َو َك َذل َِك َج َع ْل َنا لِ ُك ِّل ن ِِبيٍّ َع ُد ًّوا َشيَاط‬
َ ‫ُّك َما َف َعلُوهُ َف َذرْ ُه ْم َو َما َي ْف َتر‬
‫ُون‬ َ ‫َولَ ْو َشاء َرب‬

" Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu
syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka
membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-
indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya
mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang
mereka ada-adakan.”

Kalimat Al-Insi dalam Al-Qur'an selalu dirangkaikan dengan kalimat Al-


Jinni sebagai lawan katanya, yang berarti manusia tidak buas seperti jin.
Kalimat Al-Insan memberi arti bahwa manusia patut ditingkatkan martabatnya
sampai kepada tingkatan untuk memiliki keahliannya untuk menduduki
jabatan khilafah (penguasa) di atas bumi ini dan kemungkinan untuk dibebani
kewajiban-kewajiban dan kepercayaan atau amanat.

8
2) Ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan manusia
a. Manusia sebagai dimensi intelektual
Ada 65 tempat dalam Al-Qur’an yang mengandung kalimat Al-Insan yang
jika direnungkan berarti manusia yang sempurna.
Al-Qur'an surah At-Tin : 4

)٤( ‫لَقَ ْد خَ لَ ْقنَا اإل ْن َسانَ فِي َأحْ َس ِن تَ ْق ِو ٍيم‬

" Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-
baiknya.”

b. Manusia sebagai dimensi sosial


Kalimat “An-Naas” dalam Al-Qur’an disebut sebanyak 240 kali yang
menunjukkan dengan jelas bahwa kelompok itu adalah makhluk keturunan
Adam, yakni manusia.
Al-Qur'an surah Al-Hujurat : 13

ۚ ‫يَا َأيُّهَا النَّاسُ ِإنَّا خَ لَ ْقنَا ُك ْم ِم ْن َذ َك ٍر َوُأ ْنثَ ٰى َو َج َع ْلنَا ُك ْم ُشعُوبًا َوقَبَاِئ َل لِتَ َعا َرفُوا ۚ ِإ َّن َأ ْك َر َم ُك ْم ِع ْن َد هَّللا ِ َأ ْتقَا ُك ْم‬
‫ِإ َّن هَّللا َ َعلِي ٌم َخبِي ٌر‬

" Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-
laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling
takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal.”

c. Manusia sebagai dimensi spiritual


Tujuan hidup manusia adalah untuk mengabdi kepada Allah SWT.
Terdapat pada Al-Qur'an surah Adz-Dzariyat : 56.

َ ‫ت ۡال ِج َّن َو ااۡل ِ ۡن‬


‫ن‬¤ِ ‫س ِااَّل ِلیَ ۡعبُد ُۡو‬ ُ ‫َو َما خَ لَ ۡق‬

" Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku. "

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Keberadaan manusia di muka bumi ini mempunyai misi utama, yaitu
beribadah kepada Allah SWT. Semakin mantap langkahnya dalam
menjalankan ajaran Islam dan semakin teguh hatinya dalam
mengeimplementasikan tugas dan kewajibannya, maka ia akan mampu
memahami arti hidupnya. Manusia terdiri dari sekumpulan organ tubuh, zat
kimia, dan unsur biologis yang semuanya itu terdiri dari zat dan materi. Secara
spiritual manusia adalah roh atau jiwa.

Ada tiga kata yang digunakan Al-Qur'an untuk menunjuk kepada manusia:
Insan, basyar, dan bani Adam. Martabat saling berkaitan dengan maqam, yakni
tingkatan martabat seseorang hamba terhadap khalik-Nya. Maqam ini terdiri
dari beberapa tingkat atau tahapan seseorang dalam hasil ibadahnya yang di
wujudkan dengan pelaksanaan dzikir.

B. Saran
Untuk penyempurnaan makalah mengenai konsep manusia menurut Islam
yang kami susun ini, kami mengharapkan tanggapan terhadap apa yang kami
coba jelaskan. Dan kami sadar akan kekurangan makalah ini, kedepannya kami
berharap dapat membahas lebih detail apa yang coba kami jelaskan dengan
sumber-sumber yang mampu kami pertanggung jawabkan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad Daud, Pendidikan Agama Islam,Jakarta : PT Grafindo


Perkasa,1998.

Al-'Aqqad Abbas Mahmud, 1974, "Al-lnsan fil Qur'an" dalam Al-A'mal


alKamilah, jilid 7, Beirut: Dar al-Kutub al-Lubuani,
Abdul Mukti Rauf, 2008. Manusia Super, Pontianak: STAIN Pontianak.

Aisyah Binti Syati, 1999. Manusia dalam perspektif Alquran, Jakarta, Pustaka
Firdaus.
Ali Madkur, 1422 H / 2002 M. Manhaj Al-Tarbiyah Fil Al-Tashawwur Al-Islami,
hal. 158. Darul Fikri.
M. Quraish Shihab, 1994. Membumikan Al-Quran, Penerbit Mizan, Bandung.
M. Quraish Shihab, 2012. Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian
AlQuran, Jakarta: Lentera Hati
M. Quraish Syihab, 1996. Wawasan Al-Quran, Bandung, Mizan.
S. Askar, 2010. Kamus Arab-Indonesia Al-Azhar, Jakarta: Senayan Publishing.
Qardhawi, Yusuf. 1973. Al-Iman wa 'l-Hayat, Kairo: Maktabah Wahbah
http://carapedia.com/
pengertian_defenisi_manusia_menurut_para_ahli_info508.html

http://aristasefree.wordpress.com/tag/fungsi-dan-peranan-manusia-
dalam-islam/

11

Anda mungkin juga menyukai