Anda di halaman 1dari 2

Indonesia adalah negara yang majemuk.

Dari segi sosial Indonesia adalah negara


yang terdiri atas berbagai macam suku, agama, ras yang berbeda-beda. Salah
satu yang hingga kini masih menjadi persoalan adalah persoalan intoleransi
beragama. Dalam beberapa kasus, perilaku intoleransi yang dilakukan oleh
masyarakat masih saja terjadi.

Menurut pendapat Anda, mengapa perilaku intoleransi ini bisa terjadi? Lalu, apa
gagasan yang bisa Anda sumbangkan untuk mengatasi persoalan intoleransi ini?

Jawaban :

Intoleransi agama adalah situasi ketika sekelompok masyarakat, agama, maupun non
agama yang secara khusus menolak untuk bersikap toleran terhadap praktik-praktik
atau penganut kepercayaan yang berlandaskan agama.

Dewasa ini, sikap intoleransi telah menjadi pembicaraan hangat, baik itu intoleransi
terhadap agama maupun pada minoritas kelompok etnis hingga menimbulkan konflik
yang mencuat akibat adanya sentiment antar golongan. Kebebasan dalam beragama
telah tercantum di dalam berbagai pasal, salah satunya adalah Pasal 29 UUD 1945
yang berbunyi “negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan beribadah menurut agamanya”. Namun kenyataannya,
fakta dari implementasinya secara kontras ditemukan dilapangan.

Di kutip dari halaman web (its.ac.id) sepanjang tahun 2020 tercatat beberapa kasus
intoleransi beragama yang terjadi di masyarakat, seperti pada tanggal 13 September
jemaat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Kota Serang baru yang diganggu ketika
sedang beribadah, tanggal 20 september sekelompok warga Graha Prima Jonggol
menolak ibadah jemaat Gereja Pantekosta Bogor, dan yang baru-baru ini terjadi yaitu
adanya pengrusakan terhadap Masjid Ahmadiyah di Kalimantan Barat, tepatnya di
daerah Tempunak, Sintang.

Dari bebarapa kasus intoleransi di atas tentunya tidak muncul dengan sendirinya. Ada
beberapa hal yang mendorong perilaku tersebut, baik itu dari internal maupun
eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi intoleransi misalnya eksklusivisme
keagamaan, kurangnya pemahaman terhadap nilai-nilai keagamaan, tokoh-tokoh
agama yang cenderung memilki sikap intoleran, serta terdapat suatu keinginan untuk
membentuk negara agama, dan lain sebagainya. Adapun faktor eksternalnya antara
lain, adanya bentuk politisasi dalam agama, perilaku diskriminatif yang masih melekat di
dalam negara, dan lain sebagainya.

Selain kedua faktor di atas, sikap intoleransi beragama juga dipengaruhi oleh beberapa
hal, seperti minimnya sikap atau pemikiran yang kritis terhadap suatu hal sehingga
memunculkan perbedaan dalam memahami ajaran agama secara tekstual, pemaksaan
hak asasi terhadap kaum minoritas yang dilakukan oleh kaum mayoritas, perbedaan
adat istiadat sehingga muncul perilaku fanatisme, serta sikap pemerintah atau aparat
negara yang tidak adil dalam menangani masalah yang terjadi.

Sederhananya, upaya mengatasi sikap intoleransi dapat dimulai dari inisiatif dari
masyarakat itu sendiri mengembangkan narasi-narasi heroik berdasarkan
kemanusiaan untuk meminimalisir perilaku diskriminatif yang dapat memicu perilaku
intoleran, tanpa memandang suku, agama, maupun golongan. Dalam lingkup keluarga,
orang tua berperan untuk menanamkan sikap toleransi dengan menghargai perbedaan
antar agama kepada anak-anaknya, salah satunya dengan mempraktikkan nilai-nilai
kearifan local seperti bergotong-royong, serta melakukan pendekatan multidisiplin
seperti mereinternalisasi doktrin agama.

Sumber :

http://repository.stfkledalero.ac.id/1081/

https://www.its.ac.id/news/2021/09/25/toleransi-beragama-indonesia-bagaikan-gajah-di-
pelupuk-mata/

https://www.republika.co.id/berita/qz0cn0366/kemenag-perusakan-masjid-ahmadiyah-
kalbar-di-luar-dugaan

https://nasional.kompas.com/read/2022/02/02/09532801/menangani-perilaku-
intoleransi-beragama?page=all

Anda mungkin juga menyukai