Anda di halaman 1dari 4

Teori Determinasi Diri (Self Determination Theory) yang dikemukakan oleh Deci & Ryan (dalam

Manouchehri, Tojari, & Soltanabadi, 2015: 1). Teori Determinasi Diri adalah teori tentang motivasi
seorang yang dihubungkan dengan perkembangan dan fungsi kepribadian dalam konteks sosial. Teori ini
menekankan pada keteguhan hati dan kegigihan seorang untuk mencapai tujuan. Deci dan Ryan (2000)
menjelaskan bahwa determinasi diri merupakan tindakan seseorang yang difokuskan pada pilihan yang
dibuat secara bebas tanpa pengaruh dan interfensi eksternal. Seseorang memilih untuk berkelakuan dalam
sebuah cara yang merefleksikan kemandirian dan perilakunya tidak ditujukan untuk mencapai suatu
ganjaran eksternal.

Kontrol dan informasi dapat berpengaruh terhadap Determinasi diri (Deci & Ryan, 2000).
Pernyataan dan siapa yang memberi pernyataan tersebut dapat mengontrol dalam hal naik atau tuunnya
determinasi diri. Orang lain yang memberikan pernyataan degan derajat tinggi, walaupun bukan
pernyataan yang objektif ataupun bukan pertanyaan yang ada dari aturan mutlak, kecenderungan
seseorang akan berusaha menampilkan hasil dan proses kerjanya seperti pernyataan yang pernah ia
dengar. Sebagai contoh, “Sangat baik…hasil tugas yang sangat memuaskan.. akhirnya anda mengikuti
apa yang telah saya instruksikan”. Selanjutnya adalah informasi, informasi yang didapatkan seorang
perihal kompetensi diri dapat meningkatkan motivasi intrinsic namun jika yang diperoleh seorang
tersebut kompetensi yang redah akan menurunkan motivasi untuk memiliki determinasi diri dan mandiri.
Dalam Deci dan Ryan (2000) dijelaskan dengan detail pada sub teorinya yang bernama Organismic
Integration Theory (OIT) bahwa semakin seseorang tidak memiliki motivasi intrinsik, maka cenderung
semakin tidak memiliki determinasi diri.

Motivasi intrinsik adalah suatu motivasi yang didasarkan pada non-drive (Deci & Ryan, 1985);
itu adalah sebuah dorongan internal untuk bertindak, yang dapat menyebabkan individu merasa senang
dan puas karena telah menyelesaikan suatu kegiatan (Deci & Ryan dalam Vallerand et al., 1992). Ketika
sebuah tindakan dilakukan Dengan adanya motivasi intrinsik, hal itu dilakukan bukan untuk sesuatu yang
dapat dipisahkan konsekuensi, tetapi untuk mendapatkan kepuasan yang melekat karena telah
melakukannya (Ryan & Deci, 2000a); itu sendiri adalah sumber energi di pusat aktivitas individu (Deci &
Ryan, 1985). Ryan dan Stiller (dalam Ryan & Deci, 2000a) mengamati bahwa motivasi intrinsik adalah
sebuah fenomena sentral dalam pendidikan, karena ada motivasi yang lebih tinggi. Pembelajaran maka
menghasilkan kualitas pembelajaran dan kreativitas yang lebih baik. Motivasi intrinsik memiliki tiga
subdimensi: motivasi untuk mengetahui (IMTK), motivasi intrinsik untuk mencapai sesuatu (IMTA), dan
motivasi intrinsik mengalami stimulasi (IMES).
Aspek/dimensi DV

Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi intrinsik diantaranya yaitu adanya hasrat dan
keinginan berhasil, adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar, adanya harapan dan cita-cita masa
depan.

Mahasiswa yang memiliki motivasi intrinsik cenderung memilik motivasi yang bagus dalam
kegiatan belajarnya, dengan dorong kemauan dan kreatifitas yang timbul dalam dirinya, mahasiswa
tersebut dapat menyelesaikan tugasnya dengan mandiri dan memperoleh skor yang tinggi. Sebaliknya,
apabila tingkat motivasi intrinsic rendah maka hasil belajar dari mahasiswa tersebut sudah bisa dipasti
rendah. Dalam hal ini, peran Peer Support/dukungan teman sebaya sangat dibutuhkan.

Peer support atau dukungan teman sebaya bisa disebut sebagai self-help. Salah satu tokoh
bernama Zimet mendefinisikan dukungan teman sebaya secara khusus sebagai dukungan yang diberikan
oleh teman-teman yang dimiliki oleh individu, seperti membantu dalam kegiatan sehari-hari (Asran,
2021). Dukungan teman sebaya didefinisikan sebagai menerima dan memberikan bantuan, berdasarkan
pemahaman bersama, memberdayakan dan saling menghormati orang-orang yang berada dalam kondisi
serupa yaitu melalui persahabatan, saling berbagi, dukungan, saling memberi bantuan psikologis dan
berempati, (Mead dalam Faulkner, dkk, 2013). Ada empat aspek dukungan yang bisa diberikan oleh
teman sebaya, yaitu informational support, emotional support, instrumental support, validation/feedback,
companionship support (Wentzel, Battle, dkk, 2020). Selain itu, ketika individu mendapatkan dukungan
dari sekitarnya, ia akan merasa memiliki seseorang yang dapat diandalkan, dapat memberinya solusi dan
juga membantu melihat sisi positif dari sebuah permasalahan yang dapat menghindarkan seseorang dari
dampak negatif suatu stressor (Asran, 2021). Dukungan teman sebaya merupakan salah satu faktor
penting yang dapat mempengaruhi perkembangan mental dan motivasi intrinsik seorang. Pada masa ini
seorang lebih banyak menghabiskan waktunya dengan teman sebaya dibanding keluarganya. Intensitas
dan waktu yang dihabiskan bersama teman lebih besar pada masa remaja dibandingkan waktu lain dalam
rentang kehidupan (Papalia, dkk, dalam Sasmita dan Rustika 2015). Menurut Berndt & Perry (dalam
Berk, 2009) dibandingkan orang tua, seorang cenderung mengandalkan teman sebaya untuk mendapatkan
dukungan dan kedekatan. Lingkungan teman sebaya yang baik dapat memberikan dorongan belajar dan
memberikan dampak positif bagi mahasiswa dan berdampak pada meningkatnya prestasi belajar, akan
tetapi mahasiswa yang berada di lingkungan teman sebaya yang negatif maka akan menurunkan prestasi
belajar. Seperti rasa senang ketika berkumpul dan melakukan banyak kegiatan membuat mahasiswa tidak
memiliki waktu dan lupa terhadap tangung jawab belajarnya.

Salah satu yang menjadi faktor individu semakin positif adalah tingkat keefektivitasan sebuah
dukungan teman sebaya. Ada 6 faktor yang mempengaruhi efektivitas dukungan teman sebaya,
diantaranya yaitu pemberian dukungan, jenis dukungan, penerimaan dukungan, permasalahan yang
dihadapi, waktu pemberian dukungan, durasi pemberian dukungan (Mz & Marhani, 2020).

Berdasarkan permasalahan di atas, diketahui bahwa dukungan teman sebaya dapat mempengaruhi
motivasi intrinsik belajar mahasiswa. Oleh karena itu, penelitian ini berusaha untuk mengetahui apakah
ada pengaruh signifikan dukungan teman sebaya terhadap motivasi intrinsik dan prestasi belajar
mahasiswa. Manfaat praktis jika hipotesis penelitian ini terbukti, mampu memberikan penegasan bahwa
dukungan teman sebaya dapat digunakan untuk memodifikasi tingkat motivasi intrinsic mahasiswa, misal
dapat dijadikan dasar sosialisasi bagi para mahasiswa di kampus ketika awal masa orientasi agar dapat
saling memberikan dukungan untuk dapat mewujudkan prestasi yang baik

rujukan
Ryan, Richard M., and Deci, Edward L. Self-determination theory and the facilitation of intrinsic
motivation, social development, and well-being. American Psychology Association, Inc. Vo. 55, No. 1, 68-
78, 2000
Sasmita, I. & Rustika, I. M. (2015). Peran efikasi diri dan dukungan sosial teman sebaya terhadap
penyesuaian diri mahasiswa tahun pertama Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana. Jurnal Psikologi Udayana, 2(2), 280-289

Berk, L. E. (2009). Human development. New York: McGraw-Hill

Faulkner, A., Hughes, A., Thompson, S., Nettle, M., Wallcraft, J. Collar, J. De la Haye, S., McKinley, S.
(2013). Mental health peer support in england: piecing together the jigsaw. Diunduh dari :
https://www.mind.org.uk/media/418953/Peer-Support-Report-Peerfest 2013.pdf. tanggal 12 Oktober
2022.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kuantitatif karena tujuan penelitian ini adalah
untuk menjelaskan dan memaparkan secara objektif mengenai pengaruh dukungan teman sebaya/ peer
support terhadap motivasi intrinsik mahasiswa Universitas X. 

Partisipan
Partisipan dari penelitian ini adalah 250 mahasiswa semester 3 Universitas X. Dengan rincian 130
laki-laki dan 120 perempuan. 

Populasi dan Sampel Penelitian


Dalam penelitian ini tipe sampling yang digunakan yaitu non-probability sampling khususnya
pada bagian accidental sampling. Hal ini dikarenakan peneliti hanya meneliti pada mahasiswa Universitas
X.

Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner atau angket
berupa pertanyaan yang diberikan kepada responden dengan menggunakan skala Likert yang disesuaikan
dengan self determination Ryan dan Deci . Angket sendiri merupakan sejumlah pertanyaan tertulis yang
digunakan untuk memperoleh sebuah informasi dari responden terkait dengan hal yang ingin diketahui
oleh pemberi angket. Skala Likert dapat mengukur data yang bersifat kuantitatif dan kualitatif yang dapat
digunakan untuk mengetahui persepsi, pendapat seorang terhadap suatu fenomena yang diteliti. Munurut
(Maryuliana, dkk. 2016) Untuk analisis kuantitatif, skala jawaban pada skala likert dapat diberi skor
misalkan : Sangat Setuju (SS) diberi skor 5; Setuju (ST) diberi skor 4; Ragu-ragu (RG) diberi skor 3; Tidak
Setuju (TS) diberi skor 2; Sangat Tidak Setuju (STS) skor 1. Instrumen penelitian dapat berbentuk pilihan
ganda ataupun checklist.

Perhitungan
Skor Kriterium = nilai skala jawaban x jumlah responden tiap Angkatan

Perhitungan kriterium, dilakukan normalisasi nilai kriterium dengan rumus perhitungan, yaitu :
nilai skala jawaban
Skor Kriterium = X 100
nilai skala jawabanterbesar
Ditentukan nilai rating scale. Untuk nilai rating scale ditentukan nilai batas bawah terendah yaitu
1 karena saat pengisian angket semua pernyataan harus dijawab. Kemudian untuk nilai batas atas dan
bawah masing-masing skala, yaitu diketahui :

Batas atas = skor kriterium

Batas bawah STS = batas bawah terendah

Batas atas TS = batas atas STS + 1

Batas atas RG = batas atas TS + 1

Batas atas ST = batas atas RG + 1

Batas atas SS= batas atas S + 1

Kemudian dilakukan perhitungan hasil. Untuk memperoleh nilai hasil maka terlebih dahulu
ditentukan frekuensi kemunculan tiap skala jawaban. Setelah itu mencari nilai hasil untuk masing-
masing skala jawaban dengan rumus :

Hasil = frekuensi kemunculan jawaban x nilai skala

Pada nilai akhir dilakukan normalisasi data skor akhir terhadap nilai kriterium, sehingga rumus
normalisasi perhitungan nilai akhir yaitu :

hasilSS+ hasilST +hasilRG +hasilTS +hasilSTS


Skor akhir = X100
nilai skala terbesarxjumlah responden

rujukan

Maryuliana, M., Subroto, I. M. I., & Haviana, S. F. C. (2016). Sistem informasi angket pengukuran skala
kebutuhan materi pembelajaran tambahan sebagai pendukung pengambilan keputusan di sekolah
menengah atas menggunakan skala likert. TRANSISTOR Elektro dan Informatika, 1(1), 1-12.

Anda mungkin juga menyukai