Kerajaan Hindu Budha.
Kerajaan Hindu Budha.
a. Kediri
Kehidupan politik
Sriwijaya dikenal sebagai kerajaan besar dan masyhur. Selain mendapat julukan sebagai
Kerajaan Nasional I, Sriwijaya juga mendapat julukan Kerajaan Maritim disebabkan armada
lautnya yang kuat. Raja-rajanya yang terkenal adalah Dapunta Hyang (pendiri Sriwijaya)
Balaputradewa, dan Sanggrama Wijayatunggawarman. Perluasan wilayah dilakukan dengan
menguasai Tulang Bawang (Lampung), Kedah, Pulau Bangka, Jambi, Tanah Genting Kra dan
Jawa (Kaling dan Mataram Kuno).
Kerajaan Sriwijaya mencapai puncak kejayaannya pada masa Balaputra Dewa. Raja ini
mengadakan hubungan persahabatan dengan Raja Dewapala Dewa dari India. Dalam Prasasti
Nalanda disebutkan bahwa Raja Dewapala Dewa menghadiahkan sebidang tanah untuk
mendirikan sebuah biara untuk para pendeta Sriwijaya yang belajar agama Buddha di India.
Kehidupan ekonomi
Sriwijaya berhasil menguasai Selat Malaka yang merupakan urat nadi perdagangan di Asia Tenggara
sehingga menguasai perdagangan nasional dan internasional. Hal ini didukung letaknya yang strategis di
jalur perdagangan India–Cina. Penguasaan Sriwijaya atas Selat Malaka mempunyai arti penting terhadap
perkembangannya sebagai kerajaan maritim sebab banyak kapal-kapal asing yang singgah untuk
menambah air minum, perbekalan makanan, dan melakukan aktivitas perdagangan. Sriwijaya sebagai
pusat perdagangan mendapatkan keuntungan yang besar dari aktivitas itu.
Penduduk Sriwijaya juga bersifat terbuka dalam menerima berbagai kebudayaan yang datang. Salah
satunya adalah mengadopsi kebudayaan India, seperti nama-nama India, adat istiadat, serta tradisi
dalam agama Hindu. Oleh karena itu, Sriwijaya pernah menjadi pusat pengembangan ajaran Buddha
di Asia Tenggara.
Di bidang kebudayaan pun Kerajaan Sriwijaya banyak meninggalkan prasasti-prasasti yang sangat
penting dalam sejarah kerajaan Sriwijaya itu sendiri.
Kerajaan singasari
Kehiidupan politik
1. Ken Arok (1222 – 1227 M)
Merupakan raja pertama Kerajaan Singasari yang bergelar Sri Ranggah Rajasa Bharata Sang
Amurwabhumi.
Menandai munculnya dinasti baru yaitu Dinasti Rajasa (Rajasawangsa) atau Girindra
(Girindrawangsa) yaitu dinasti keturunan Siwa.
Pemerintahan Ken Arok diakhiri secara tragis, ia dibunuh oleh kaki tangan Anusapati (anak
tirinya) yang merupakan anak Ken Dedes dengan Tunggul Ametung.
Dimakamkan di Kagenengan.
2. Anusapati (1227 – 1248 M)
Tahta kerajaan langsung dipegang Anusapati.
Anusapati tidak melakukan pembaharuan-pembaharuan karena telah larut dengan kegemarannya
menyabung ayam.
Pemerintahan Anusapati cukup lama, namun akhirnya Anusapati dibunuh oleh Tohjoyo (Putra
Ken Arok dengan Ken Umang) dengan cara mengundang sabung ayam di Gedong Jiwo.
Saat Anusapati sedang asyik dengan aduan ayamnya, tiba-tiba Tohjoyo mencabut Keris Mpu
Gandring yang dibawa Anusapati dan menusukkan ke punggung hingga meninggal.
Didharmakan di Candi Kidal.
3. Tohjoyo (1248 M)
Tahta kerajaan Singasari langsung dipegang Tohjoyo.
Pemerintahan Tohjoyo tidak lama sebab anak Anusapati yang bernama Ranggawuni berusaha
membalas kematian ayahnya.
Ranggawuni dibantu oleh Mahesa Cempaka dan para pengikutnya akhirnya berhasil
menggulingkan Tohjoyo dan kemudian menduduki singgasana kerajaan.
4. Ranggawuni (1248 – 1268 M)
Ranggawuni naik tahta kerajaan dengan gelar Sri Jaya Wisnuwardhana.
Dibantu oleh Mahesa Cempaka (anak dari Mahesa Wong Ateleng) yang diberi
gelarNarasinghamurti.
Pemerintahan Ranggawuni ini membawa keamanan dan kesejahteraan bagi rakyat.
Tahun 1254 M Wisnuwardhana mengangkat putranya sebagai Yuwaraja (raja muda) yang
bernama Kertanegara.
Wisnuwardhana merupakan satu-satunya Raja Singasari yang tidak dibunuh.
Tahun 1268 Ranggawuni meninggal dan didharmakan di Candi Jago sebagai Budha
Amoghaphasa dan di Candi Waleri sebagai Siwa.
5. Kertanegara (1268 – 1292 M)
Raja terkemuka dan terakhir Kerajaan Singasari.
Di bawah pemerintahannya Kerajaan Singasari mencapai kejayaannya, dan bergelar Sri
Maharajadiraja Sri Kertanegara.
Kertanegara memiliki cita-cita untuk menyatukan seluruh Nusantara di bawah panji Kerajaan
Singasari dengan cara :
1. Melakukan Pembenahan Dalam Negeri
Pemerintahan Kertanegara di bantu oleh 3 mahamentri, yaitu Mahamentri I Hino, Mahamentri I
Halu dan Mahamentri I Sirikan.
Dipandang kurang mendukung gagasan raja, maka Mahapatih Raganatha diganti oleh Arayani.
Lalu Raganatha diangkat menjadi Adhyaksa (wakil raja) di Tumapel
Angkatan perang diperkuat
Banyak wide yang dianggap masih memiliki hubungan denga Kediri diasingkan dan diangkat
menjadi Bupati Sumenep (Madura) dengan gelar Arya Wiraraja
Raden Wijaya diangkat jadi menantu
Penumpasan pemberontakan seperti pemberontakan Bhayaraja (1270) dan pemberontakan
Mahesa Rangkah (1280)
Mengajak kerja sama lawan politik seperti Jayakatwang, keturunan Raja Kediri yang diangkat
menjadi raja kecil di Kediri
2. Melakukan Ekspansi ke Luar Negeri
Melaksanakan Ekspedisi Pamalaya (1275 dan 1286 M). Untuk menguasai kerajaan Melayu serta
melemahkan posisi Kerajaan Sriwijaya
Ekspedisi ke Bali (1284)
Mengirim sebuah patung Amognapasa beserta 14 orang pengiringnya pada Raja Melayu
(Mauliwaradewa) dengan tujuan memperat dan memperkuat pertahanan Singasari-Melayu (1286)
Menguasai Jawa Barat (1289)
Menguasai Pahang dan Tanjungpura
Menjalin persahabatan dengan raja-raja di Semenanjung Malaka dan Indocina
Runtuhnya Raja Kertanegara akibat serangan Raja Jayakatwang dari Kerajaan Kediri.
Sepeninggal Kertanegara Kerajaan Singasari dikuasai Jayakatwang dan ini berarti berakhirnya
kekuasaan Kerajaan Singasari
Raja Kertanegara didharmakan sebagai Siwa-Budha di Candi Singasari.
Kehidupan sosial ekonomi
Kehidupan sosial ekonomi Kerajaan Singasari berawal dari ketika Ken Arok menjadi Akuwu di
Tumapel. Berkat usahanya Ken Arok berhasil menggabungkan daerah disekitarnya.
Perhatian Ken Arok bertambah besar ketika ia menjadi Raja Singasari.
Ketika masa pemerintahan Anusapati kehidupan sosial masyarakat Singasari kurang mendapat
perhatian.
Masa pemerintahan Wisnuwardhana kehidupan sosial masyarakat teratur baik. Rakyat hidup
dengan tentram dan damai. Begitu juga masa pemerintahan Kertanegara.
Rakyat Kerajaan Singasari hidup dari sektor pertanian, pelayaran dan perdagangan.
Kehidupan budaya
Kehidupan kebudayaan masyarakat Singasari dapat diketahui dari peninggalan candi-candi dan
patung-patung.
Candi-candi peninggalan Kerajaan Singasari antara lain :
1. Candi Kidal.
2. Candi Jago.
3. Candi Singasari.
Arca atau patung peninggalan Kerajaan Singasari antara lain :
1. Patung Ken Dedes.
2. Patung Joko Dolog.
Kerajaan majapahit
Kerajaan Majapahit
disebut juga dengan kerajaa nasional Indonesia yang ke dua. Hal ini dikarenakan
uoaya yang besar dari kerajaan ini untuk mewujudkan suatu cita-cita yaitu penyatuan
Nusantara. Berikut ini adalah kehidupan politik, sosial dan ekonomi dari Kerajaan
Majapahit :
Pembahasan
Sistem politik di Kerajaan Majapahit masih digunakan di Indonesia. Beberapa simbol
kerajaan Majapahit Negara Indonesia juga berasal dari Majapahit, seperti bendera
merah putih yang berasal dari warna panji Kerajaan Majapahit. Selain itu, semboyan
Indonesia yaitu Bhineka Tunggal Ika yang dimana berarti berbeda-beda tetapi tetap
satu jua merupakan slogan yang diambil dari kitab Kakawin Sutasoma karangan Mpu
Tantular.
Politik
Raja-raja yang pernah memerintah dalam Kerajaan Majapahit:
Kehidupan Ekonomi
Negara Kerajaan Majapahit bercorak agraris, karena aktivitas sebagian besar penduduknya
bertumpu pada sektor pertanian. Komoditas utama yang dihasilkan antara lain beras dan
rempah-rempah. Selain pertanian, kehidupan perekonomian Kerajaan Majapahit juga di
menjalankan aktivitas perdagangan. Pelabuhan yang digunakan antara lain Tuban, Gresik,
dan Surabaya dengan komoditas garam, lada, intan, cengkih, pala, kayu cendana, dan
gading. Hanya saja, pedagang Majapahit bertindak sebagai pedagang perantara.
Sebagai kerajaan yang besar, Majapahit mampu membangun beragam bidang kehidupan.
Sisa-sisanya bisa kita temukan sekarang. Misalnya tempat pemandian atau petirtaan,
gapura seperti candi bentar dan bajang ratu, candi Penataran (seni bangunan), patung
perwujudan Raden Wijaya sebagai Syiwa dan Wisnu, patung Tribhuwana (seni patung),
kitab Arjunawiwaha, kitab Kutaramanawa, kitab Ranggalawe, kitab Sorondaka (seni sastra).