Anda di halaman 1dari 4

Tema Majelis Maiyah Balitar September 2022

Rajapati
Oleh: Team Tema Majelis Maiyah Balitar

Merupakan kata serapan dari bahasa Jawa, Rajapati telah masuk ke dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia dengan arti yang sama persis dengan maknanya dalam bahasa asal, yaitu

pembunuhan. Secara linguistik, kata serapan yang memiliki arti dan dengan penulisan serta

pengucapan yang sama dengan kata dari mana ia berasal disebut sebagai “serapan adopsi”.

Lebih jauh, terkait makna dari tema pertemuan kita kali ini, tidak ada keraguan mengenai

makna leksikal maupun gramatikalnya; Rajapati, pembunuhan, murder.

Dua bulan berlalu, layar kaca dan gawai kita masih dipenuhi oleh pemberitaan mengenai

terbunuhnya seorang anggota POLRI dalam satu kemelut yang meski banyak praduga di

dalamnya berkenaan dengan intrik rumah tangga, bisnis gelap dan side job seorang jenderal

bintang dua yang mengepalai satu kesatuan yang seharusnya menjadi polisi internal di

kalangan POLRI itu sendiri.

Selain bukan ranah kompetensi dan kewenangan kita untuk ikut menjadikannya bahan

perbincangan, nampaknya akan lebih menarik bila—sebut saja--“kasus Sambo” ini kita

jadikan sekedar pematik bagi topik pembicaraan yang lebih relevan dan secara nyata

bersinggungan dengan kasunyatan hidup keseharian kita bersama. Setidaknya, kita coba

untuk mensikapi bahwa kasus pembunihan atas Joshua hendaknya tidak dimaknai hanya

sebagai penghilangan hak hidup. Ada aspek pembinasaan karir dan masa depan, penikaman

atas kebebasan setiap orang untuk mengakses informasi yang dikehendakinya dan jangan

lupa begitu banyak peluru tajam menyasar target yang bukan seharusnya.

Dari geger Duren Tiga hingga pengumuman kenaikan BBM Sabtu 3 September jam setengah

tiga, mungkin, tidak ada sambungan langsung yang bisa kita temukan polanya. Namun
setidaknya bisa kita coba menanamkan kembali pemahaman betapa naifnya orang banyak

dalan urusan kecil bernama "sikap terbaik menanggapi berita".

Pembunuhan satu orang apapun alasan, modus, motif, dan caranya secara serta merta

mengiring perhatian ke sisi yang remeh temeh, jauh dari substansi. Substansi kalau kita

mau jujur betapa masih wajibnya hukum segera menikah bagi goodfellas yang mendamba.

Jujur betapa mahalnya biaya mesti kita keluarkan kelak ketika anak dan keponakan harus

melanjutkan studi. Blaka suta bahwa untuk beberapa kebutuhan pokok pun sebagian dari

kita harus menempatkannya sebagai mimpi yang entah kapan bisa direalisasi.

Pada skala negara, kita semua menyaksikan bagaimana sebuah acara sakral kenegaraan

terdegradasi oleh nyanyian ngepop seorang pengamen cilik yang tetiba menjadi begitu

terjamin masa depan dan kehidupannya. Usikan ini tentu saja tidak mengenai perjuangan

dan derita lara si bocah dan ayahnya sebelum menjadi artis nasional yang dianugerahi

berbagai keberlimpahan bahkan sampai mendapat penghargaan Duta Kekayaan Intelektual

(!). Yang kita maksudkan lebih kepada bagaimana, nyatanya, kita begitu mudah untuk

“mendadak dangdut” atau jangan-jangan ini semua tak lebih dari semacam kutukan bahwa

“semua akan dangdut pada waktunya”.

Dengan tidak mengubah sedikitpun, kita kutip tulisan salah satu teman yang semoga bisa

menjadi tambahan pasokan bagi pertemuan selapanan kita kali ini:

Jujur aja kenaikan BBM belum begitu terasa sih bagi saya. karena sudah berapa kali.
Ketika saya mulai ngerti beli BBM terutama premium atau bensin itu dari 750 sampai
6500, bahkan sampai hilang diganti pertalite mulai dari 6 ribuan sampai sekarang
Rp10.000,
ya biasa aja. Tapi kalau yang lain-lain itu ikut naik, baru agak beda rasanya. misalnya
besok nasi pecel naik,
sego kucing mundak
dan sebagainya. itu sudah biasa. ya kita tetap hidup, kita juga tetap harus bekerja,
dan kita tetap punya utang, juga kita tetap banting tulang.
Yang penting tetap hidup dan sehat,
anak-anak tetap main, ceria, sekolah, bersosialisasi, ditempa keadaan, yang akhirnya
mereka akan menjadi manusia-manusia yang tangguh.

yang agak menarik adalah kaum kaum mending.

yaah kaya temen-temen saya, yang gak jauh dari saya. mereka

jujur aja Rumah nya lumayan bagus, mobil punya motor, bahkan di rumah ada dua atau
tiga.
gaya hidup lumayan agak mentereng, tapi kalau dikatakan Sultan juga enggak. minimal
nggak ngopi di warkop kaki lima, tapi sudah mulai di cafe. yang jadi agak miris ya gitu,

punya Fortuner, punya Innova, punya Reborn, punya pajero,


tapi belinya pakai biosolar, alsannya ngirit. mobilnya kreditan lagi. Belum lagi mafia
minyak yang menjual bbm subsidi keperusahaan besar milik asing dan aseng.

kenapa sih mental kita seperti itu?

seharusnya mulai kita kuliti, apakah mungkin asal muasal perilaku ini dari pendidikan
kita yang salah, pergaulan kita yang salah, tata pemerintahan yang salah, atau para
bandar-bandar yang menata pemerintah kita membuat kita ini menjadi salah.

Harusnya kita mulai mengurai Dimana pokok permasalahan ini. apakah dari mental kita,
atau spiritual kita yang rusak, atau pola pikir kita yang rusak ataukah dari mana? kalau
sudah ketemu bagaimana kita menerapkan solusi tersebut, minimal dari kita sendiri.

Indonesia sejak zaman Pak Harto tidak ada lagi pemimpin-pemimpin kuat,

yang mampu mengkondisikan negara ini untuk kemakmuran rakyat. semuanya


dikendalikan oleh pasar, dikendalikan oleh pengusaha dan dikendalikan oleh para
mafia. Bahkan kita juga tahu bahwa
orang-orang yang berseragam atau "abdi negara" dari yang berseragam coklat, hijau,

Seragam keki, atau mungkin berseragam remang-remang seperti saya, baik secara
secara sadar maupun tidak sadar itu menjadi bagian dari mafia. Di akui atau tidak ya
itu kenyataannya.

Bagaimana melawan itu?

demonstrasi, class action, perlawanan rakyat atau apapun namanya tidak


menyelesaikan masalah.
pengalaman 98, Justru malah semakin runyam dan kita tetap dikendalikan oleh para
tangan-tangan berkuasa, elite elite Global dll. n Siapakah kemudian yang akan
melawan itu, entahlah?

Au zo mumet

Masih bertahan dengan keingintahuan mengenai akhir dari sinteron drama-thriller Sambo?

Atau memilih pembicaraan yang lebih relevan dengan bagaimana bisa mendapatkan formula

irit bahan bakar bagi sepeda motor atau kendaraan kita? Jawabannya kita sandarkan pada

dingin malam akhir bediding yang melingkupi lingkar paseduluran kita bersama.

---oOo---

Anda mungkin juga menyukai