Anda di halaman 1dari 6

Islam dan gagasan universal

Hanan Andi Fahrezi, Muh Fasyni Khaeri, Muhammad Rinka Saputra

Agama islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa
sallam. Dengan agama Islam inilah Allah menutup agama-agama sebelumnya. Allah telah
menyempurnakan agama ini bagi hamba-hamba-Nya. Dengan agama islam ini Allah juga
menyempurnakan nikmat atas hamba-hamba-Nya. Islam adalah agama yang terbuka dan
universal yang inti dari ajarannya selain memerintahkan menegakkan keadilan dan
menghapuskan kezaliman, juga mengajarkan perdamaian yang menghimbau kepada umat
manusia agar hidup dalam suasana persaudaraan dan toleransi tanpa memandang perbedaan
ras, suku, bangsa dan agama, karena manusia pada mulanya berasal dari asal yang sama.
Agama islam bersifat terbuka terhadap dunia barat, hal ini sesuai dengan anjuran agama
islam. Kita tahu bahwa kitab suci Al-Qur’an berbahasa Arab, Rasul kita seorang Arab, dan
islam tumbuh di dunia Timur (Arab), tetapi bukan berarti bahwa islam di tujukan hanya
untuk bangsa tertentu (Arab), tetapi untuk seluruh penduduk bumi.

sebagaimana firman Allah dalam Surat Al- Anbiya’ ayat 107:

َ‫َو َما َأرْ َس ْلنَاكَ ِإاَّل َرحْ َمةً لِّ ْل َعالَ ِمين‬

“Dan tiadalah kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat
bagi semesta alam”.

Ayat tersebut menegaskan bahwa ajaran Islam yang dipahami secara benar akan
mendatangkan rahmat untuk semua orang, baik Islam maupun non muslim, bahkan untuk
seluruh alam. Islam tidak membenarkan ada diskriminasi karena perbedaan agama, suku, ras,
dan bangsa. Itu tidak boleh dijadikan alasan untuk saling berpecah belah. Seorang muslim
mempercayai, bahwa seluruh umat manusia adalah keturunan Adam. Dan Adam diciptakan
dari tanah. Perbedaan suku, bangsa, dan warna kulit, adalah bagian dari tanda-tanda
kekuasaan dan kebijaksanaan Allah, dalam menciptakan dan mengatur makhluk-Nya.

A. TERORIS DAN JIHAD

1. Pengertian Terorisme
Kata “teroris” (pelaku) dan terorisme (aksi) berasal dari kata latin terrereyang kurang
lebih berarti membuat gemetar atau menggetarkan. Kata Teror juga mengandung arti
kengerian.Tentu saja, kengerian dihati dan pikiran korbannya.Akan tetapi, hingga kini tidak
ada definisi terorisme yang bisa diterima secara universal.Pada dasarnya istilah “terorisme”
merupakan sebuah konsep yang memiliki konotasi yang sangat sensitif karena terorisme
menyebabkan terjadinya pembunuhan dan penyengsaraan terhadap orang-orang yang tidak
berdosa.Tidak ada negara yang ingin dituduh mendukung terorisme atau menjadi tempat
perlindungan bagi kelompok-kelompok terorisme.tidak ada pula negara yang dianggap
melakukan tindak terorisme karena menggunakan kekuatan (militer).Ada yang mengatakan,
seseorang bisa disebut sebagai pelaku teroris sekaligus juga sebagai pejuang kebebasan.Hal
itu tergantung dari sisi mana memandangnya.Itulah sebabnya, hingga saat ini tidak ada
definisi terorisme menurut kepentingan dan keyakinan mereka sendiri untuk mendukung
kepentingan nasionalnya (kompas).
Dapat disimpulkan bahwa terorisme adalah mengacu pada permasalahan sosial-
politik, yang mana kekacauan yang ditimbulkan oleh teroris disebabkan terjadinya adanya
gap antara pemerintahan dengan penguasa oposisi yang tidak setuju dengan kebijakan yang
ada, dan kemudian mereka para oposisi mengambil tindakan tidak sehat. meskipun tidak
semua kekacauan yang ditimbulkan teroris adalah mengacu pada permasalahan politik,
namun sebagaian besar adalah politik penyebabnya. Wacana tentang terorisme telah muncul
sejak ribuan tahun silam dan menjadi legenda dunia, namun sampai kini belum ada satu
kesepakatan mengenai makna terorisme, karena adanya perbedaan persepsi, visi dan
kepentingan dalam memandang masalah terorisme ini.Bahkan PBB pun tidak berhasil
merumuskan satu definisi yang bisa diterima oleh semua anggota PBB. 
2. Pengertian Jihad
Secara etimologi kata jihad berasal dari bahasa Arab, kata jihad diambil dari kata
dasar “‫”جـهـد‬ .Secara bahasa kata “al-jihaad” berasal dari kata “jaahada”, yang bermakna “al-
juhd” (kesulitan) atau “al-jahd” (tenaga atau kemampuan).  Jihad secara bahasa berarti
mengerahkan dan mencurahkan segala kemampuannya baik berupa perkataan maupun
perbuatan. Dan secara istilah syari’ah berarti seorang muslim mengerahkan dan mencurahkan
segala kemampuannya untuk memperjuangkan dan menegakkan Islam demi mencapai ridha
Allah SWT. Oleh karena itu kata-kata jihad selalu diiringi dengan fi sabilillah untuk
menunjukkan bahwa jihad yang dilakukan umat Islam harus sesuai dengan ajaran Islam agar
mendapat keridhaan Allah SWT.Imam Syahid Hasan Al-Banna berkata, “Yang saya maksud
dengan jihad adalah suatu kewajiban sampai hari kiamat dan apa yang dikandung dari sabda
Rasulullah saw,” Siapa yang mati, sedangkan ia tidak berjuang atau belum berniat berjuang,
maka ia mati dalam keadaan jahiliyah”.
Menurut Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah mengartikan jihad dengan makna
mencurahkan seluruh kemampuan atau menanggung pengorbanan atau yang hampir semakna
dengannya seperti mencurahkan segala yang dimilikinya sampai tercapai apa yang
diharapkan.

Muhammad Fuad (1992) mengatakan bahwa term jihad dengan berbagai derivasinya
disebutkan dalam al-Qur’an sebanyak 41 kali, dari 41 term tersebut kebanyakan dengan
bergandengan dengan term fisabilillah (di jalan Allah). Kata jihad yang mengandung
pengertian “berjuang” ditemukan sejumlah 33 ayat. Ayat-ayat tersebut memberikan indikasi
bahwa jihad mengandung pengertian yang luas, yakni perjuangan secara total yang meliputi
seluruh aspek kehidupan, sekalipun tidak dapat dipungkiri adanya ayat yang mengandung
pengertian bahwa jihad yang dimaksud adalah perang fisik atau mengangkat senjata terhadap
para pembangkang atau terhadap musuh. Tetapi ayat-ayat yang lain justru jihad dimaknai
dengan perjuangan yang bersifat universal. Sebgaimana keberadaan ayat-ayat al-Qur’an yang
terbagi ke dalam dua kategori yaitu ayat-ayat makkiyyah dan madaniyyah, ayatayat jihad
juga ternyata ada yang makkiyah dan ada juga madaniyyah. Ayat-ayat jihad yang kategori
makkiyah lebih tepat dimaknai dengan arti “bersungguh-sungguh” sebagaimana
pengertiannya menurut bahasa. Maha jihad yang dimaksud disini adalah mengerahkan
segenap kemampuan guna mencapai ridha Allah Swt. adapun ayat makkiyah yang
memerintahkan untuk berjihad terhadap orang-orang kafir tidak dapat juga diartikan
berperang melawan orang kafir karena tidak ada bukti secara historis tentang peperangan
yang dilakukan oleh Rasulullah selama periode Mekah. Keterangan di atas membuktikan
bahwa jihad di dalam al-Qur’an pada umumnya berarti bersungguh-sungguh. Dengan
demikian, dapat dipahami bahwa pemahaman tentang jihad yang selalu mengidentikkan
dengan perang bukanlah sesungguhnya pemahaman yang bersifat qur’aniy (tidak bersumber
dari al-Qur’an), bahkan sebuah kekeliruan kalau dikatakan bahwa semangat perang lahir dari
ayatayat jihad dalam al-Qur’an. Adapun kata atau istilah lain dalam al-Qur’an yang langsung
mengandung arti perang adalah kata qital dan harb. Perang yang dimaksud adalah perang
karena latar belakang pribadi atau kaum dengan bertujuan mencari keuntungan, bukan atas
dasar meninggikan agama Allah Swt.
Di tengah gemerlapnya kehidupan duniawi begitu banyak godaan dan tipuan yang
dapat melepaskan seorang muslim dari agamanya secara sadar atau tidak. Mengapa, karena
pada dasarnya agama sendiri bermakna kepatuhan dan ibadah mengandung arti penghambaan
kepada Allah SWT. Kecintaan manusia kepada materi mengalahkan cintanya kepada Allah
SWT. Sesungguhnya setiap agama akan menguasai setiap penghambaannya. Disinilah
pentingnya jihad bukan hanya menyadarkan kembali hakikat penghambaan namun juga
menjadi tiang tegaknya peradaban manusia sesuai kaidah-kaidah yang di Ridhoi oleh Allah
SWT. Dengan jihad akan ada semangat perubahan menuju perbaikkan. Namun, banyak
persepsi-persepsi orang yang keliru bahwa terorisme itu adalah bagian dari jihad. Padahal
jihad dan terorisme itu memiliki makna yang berbeda. Terorisme timbul karena permasalahan
kekuasaan yang bersifat duniawi, sedangkan jihad lebih mengarah pada misi suci yaitu demi
menegakkan agama islam dalam jalan Allah SWT.Dalam permasalahan tersebut, bahwa
sangat dibutuhkan sekali bagaimana solusi mencegah aksi terorisme yang mengatasnamakan
Agama Islam (jihad) karena jihad identik dengan aksi teroris.

B. ISLAM, KEBANGSAAN DAN KEMANUSIAAN

1. PANDANGAN ISLAM TENTANG KEBANGSAAN


Sebagaimana halnya dengan paham demokrasi, paham kebangsaan atau nasionalisme
ini pada mulanya mendapat tantangan keras dari para tokoh, pemimpin Islam, bahkan para
tokoh nasional pada umumnya. Penolakan ini didasarkan pada hasil kajian mendalam yang
mereka lakukan, yaitu bahwa paham nasionalisme atau kebangsaan itu merupakan produk
Barat yang karakternya tidak sejalan dengan ajaran Islam dan nilai-nilai budaya bangsa.
Dalam hubungan ini, Soekarno misalnya mengatakan, bahwa nasionalisme Barat adalah
nasionalisme yang mengandung hal-hal yang negatif, seperti individualisme, demokrasi
liberal yang dilakukan kaum kapitalis, suatu stelsel yang mencelakakan manusia,
impreliasme, dan chauvanisme, sempit budi, dan saling menyerang. (Lihat, Badri Yatim,
Soekarno, Islam dan Nasionalisme, 1999: 76). Namun demikian, paham nasionalisme atau
kebangsaan ini pada tahap selanjutnya dapat diterima oleh masyarakat Indonesia setelah
diberi makna dan muatan yang berbeda dengan nasionalisme Barat. Nasionalisme yang
diterima di Indonesia, adalah nasionalisme tauhid, menerima rasa hidupnya sebagai wahyu,
dan menjalankan rasa hidupnya itu sebagai suatu bakti, memberi rasa cinta pada lain bangsa
sebagai lebar dan luasnya udara, yang memiliki tempat segenap sesuatu yang perlu untuk
hidupnya segala hal yang dalam roch, menjadi “perkakas Tuhan,” hidup dalam roh,
nasionalisme yang sama dengan kemanusiaan. Nasionalisme inilah yang selanjutnya dikenal
dengan nama nasionalisme Timur yang digagas oleh Mahatma Ghandi, Rabendranath Tagore,
Mustafa Kamil, Jose Rizal, dan Dr. Sun Yat Sen.
Nasionalisme yang diterapkan di Indonesia adalah nasionalisme Timur yang
disesuaikan dengan nilai-nilai agama dan budaya yang berkembang di Indonesia.
Nasionalisme di Indonesia adalah nasionalisme yang anti imprialisme, kolonialisme,
kapitalisme, chauvinisme, individualisme dan liberalisme, serta nasionalisme Barat lainnya.
Nasionalisme di Indonesia adalah nasionalisme tauhid (berdasarkan keimanan dan
kemanusiaan) serta menolak prinsip-prinsip yang terkandung dalam nasionalisme Barat.
Dalama kaitan dengan menolak nasionalisme Barat ini, Soekarno selanjutnya mengatakan:
bahwa nasionalisme Barat yang bersifat serang menyerang dan nasionalisme perdagangan
yang memperhitungkan untung dan rugi, serta nasionalisme yang sempit, pastilah akan
hancur dengan sendirinya. Sedangkan nasionalisme tauhid yang lebih bersifat kemanusiaan
akan tampil sebagai pemenang. (Lihat, Badri Yatim, Soekarno, Islam dan Nasionalisme,
1999: 85; Lihat pula Azyumardi Azra, Islam Reformis, 1999:100). Dalam perkembangan
selanjutnya wawasan kebangsaan atau nasionalisme yang berwawasan tauhid dan
kemanusiaan serta berbeda dengan nasionalisme Barat itu semakin diterima oleh masyarakat
Indonesia. Dalam hubungan ini terdapat sejumlah pendekatan yang dapat digunakan untuk
melihat hubungan Islam dengan kebangsaan, yaitu pendekatan normatif keagamaan Islam,
pendekatan historis keIndonesia, pendekatan psikologis dan pendekatan pragmatis. Ketiga
macam pendekatan ini selengkapnya dapat dikemukakan sebagai berikut. Pertama, secara
normatif keagamaan, Islam memerintahkan agar di antara umat manusia yang memiliki
perbedaan latar belakang jenis kelamin, suku, golongan, dan lainnya 5 melakukan kerja sama,
tolong menolong, saling beradaptasi, dan bersinergi, dan membentuk suatu bangsa guna
mencapai sebuah kehidupan yang rukun, damai, toleran, sejahtera, lahir dan batin, serta
terpenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Para ulama umumnya mendasarkan pemikiran
kebangsaan ini pada firman Allah SWT sebagai berikut.
ۡ َ‫نث َوأ ٖ من َذ َكر ِّ كم نَ ۡ ا َخلَق إ َّن َِّن ِ إ ۚ ْ َٰٓىا َعا َرف ِئ َل لِتَ َوقَبََٰٓا ۡكم ش عىٗ با ن‬ ٓ
َ ‫ٱلن‬ َ ‫هَا ُّ ي َ أ ٰ َ ا س َج َع ى َو‬
َّ ‫ي‬
َ ‫ل َر َم ۡكم ِعنَد ۡك َ ٱ َّن َّّلل أ ِ ِ إ ۚ ْ ى ۡكم‬
‫ خب‬٣١َ ‫ ر َّّل َل أ ِ َعلِيٌم‬ٞ‫ق ۡ ت َ ٱ ي‬
Artinya: Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-
laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersukusuku agar kamu saking mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi
Allah, ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti. (Q.S.
al-Hujurat, 49:13).
2. PANDANGAN ISLAM TENTANG KEMANUSIAAN
Islam adalah agama kemanusiaan, asas dari kemanusiaan ini dalam Islam adalah
penghormatannya terhadap manusia melebihi dari yang lainnya, tanpa melihat perbedaan
warna kulit, ras, agama, suku, gender, dan kasta. Dalam AlQur’a>n diterangkan bahwa, Allah
Swt menciptakan semua manusia berbeda-beda dan bersuku bangsa bukanlah untuk saling
menindas menghina, apalagi saling menjatuhkan. Tetapi, perbedaan penciptaan manusia ini
ditunjukan semata-mata agar semua manusia saling mengenal antara satu dengan yang
lainnya, saling melengkapi kekurangan dan kelebihan masing-masing.1 Tidak sekedar
perbedaan fisik, tetapi juga mencakup perbedaan dalam aspek religius antar umat. Terkhusus
pada kenyataan toleransi.
QS. Al-Hujurat ayat 13:
ََٰٰٓ
ُ ‫ك ۡك َ َّن أ ِ إ ۚ ْ َٰٓوا َرفُ َوقَبََٰٓا ِئ َل ِلتَ َعا ۡم ُشع ُٗوبا‬
ََٰ ٰ ‫ك‬ َ ‫نث ُ ُكم ِ من َذ َٖكر َوأ ٰ َ نَ ۡ ِنَّا َخلَق َها ٱلنَّا ُس إ يُّ َ أ َر َم‬
ُ ‫ي‬ َ ‫ى َو َج‬
٣١َّ ‫ك ۡ ت َ ِه أ ِعن َد ٱلل‬ ُ ‫ق َٰى‬َ ‫ ر َخب َه َِعلي ٌم َّ َّن ٱلل ِ إ ْۚۡم‬ٞ‫نَ ۡ َع ۡم ل ِي‬
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsabangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Mengenal.”
Ayat ditas menunjukan adanya ketatanan manusia yang esensial dengan mengabaikan
perbedaan-perbedaan yang memisahkan antara golongan yang satu dengan golongan yang
lain. Didalam memaknai toleransi ini terdapat dua penafsiran tentang konsep tersebut.
Pertama penafsiran negatif yang menyatakan bahwa toleransi itu cukup mensyaratkan adanya
sikap membiarkan dan tidak menyakiti orang atau kelompok lain baik yang berbeda maupun
yang sama. Sedangkan yang kedua adalah penafsiran positif yaitu menyatakan bahwa
toleransi tidak hanya sekedar seperti pertama (penafsiran negatif) tetapi harus adanya bantuan
dan dukungan terhadap keberadaan orang lain atau kelompok lain.
DAFTAR ISI
https://www.kompasiana.com/ahmadfauzi12222/56517834d693734511565de3/jihad-dan-
terorisme-dalam-pandangan-islam
http://ejournal.uin-malang.ac.id/index.php/jpai/article/view/5427/6576#
Shihab, Tafsir al-Mishbah, Vol. 1, h. 465.
Albantani, Azkia Muharom, “Pendidikan Karakter Menyongsong Indonesia Emas 2045”,
Prosiding Seminar Nasional Professional Learning untuk Indonesia Emas, 2015.
Yafi, Ali, dkk, Agama dan Pluralitas Bangsa, (Jakarta:Perhimpunan Pengembangan
Pesantren dan Masyarakat (P3M), 1991), cet. I.
Maskuri Abdullah, Pluralisme Agama dan Kerukunan dalam Keagamaan, (Jakarata: Penerbit
Buku Kompas, 2001, h.,13

Anda mungkin juga menyukai