FAKULTAS PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa seorang anak baik anak usia dini maupun anak sekolah dasar merupakan masa yang paling penting berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan diri mereka dalam berbagai aspek, pada masa ini juga sebuah dasar pembentuk karakter dan kepribadian mulai dibangun. Karena itu, sangat penting untuk mempertimbangkan aspek-aspek yang akan digunakan sebagai media pembelajaran mereka. Anak-anak adalah peniru dan penyerap ilmu pengetahuan yang andal, karena itu kita harus berusaha menanamkan dan menumbuhkan nilai-nilai yang positif pada mereka. Pembelajaran sastra pada anak-anak penting dilakukan karena pada usia ini anak mudah menerima karya satra, terlepas itu masuk akal atau tidak. Oleh karena itu anak-anak mudah untuk menerima nilai-nilai kemanusiaan, adat istiadat, agama, dan juga kebudayaan yang terkandung dalam karya sastra. Sastra juga mampu merangsang anak-anak berbuat sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan, adat istiadat agama dan budaya. Selain itu anak-anak akan lebih peka terhadap lingkungan karena dalam dirinya tertanam nilai-nilai kemanusiaan. Melalui karya sastra anak-anak sejak dini bisa melakukan olah rasa, olah batin, dan olah budi sehingga secara tidak langsung anak-anak memiliki perilaku dan kebiasaan untuk membedakan sesuatu yang dianggap baik ataupun buruk melalui proses apresiasi dan berkreasi dengan karya sastra. Selain membentuk perilaku positif, pembelajaran sastra juga mendidik anak untuk selalu berpikir kreatif untuk menciptakan hal-hal baru. Pada umumnya anak mempunyai daya imajinasi yang tinggi. Biasanya, dalam pembelajaran sastra pada anak-anak, mereka akan diminta untuk membuat cerita atau puisi. Dari situlah sifat kreatif mereka akan muncul. Karena dalam pembuatan cerita atau puisi anak akan mulai berimajinasi. Mula-mula dari imajinasi, selanjutnya anak akan mulai mempraktekkan imajinasinya. Dari imajinasi tersebut muncullah karya-karya baru dari anak tersebut. Tak dipungkiri bahwa saat ini berbagai media seperti televisi atau internet pun dapat menjadi sarana bagi anak-anak untuk mencari pengetahuan. Sayangnya, anak- anak yang terlanjur mengenal media televisi atau gadget, cenderung lebih malas untuk membaca. Sehingga hal ini akan berimplikasi pada saat anak-anak telah besar dan dewasa nanti, mereka juga akan sulit untuk dapat akrab dengan buku bacaan. Karena itu, sangat dianjurkan untuk mulai mengenalkan pengetahuan melalui karya sastra sejak kecil. Untuk dapat memahami dan mempelajari sastra anak secara mendalam, perlu kita ketahui terlebih dahulu hakikat sastra anak itu sendiri, apa manfaat, dan juga konstribusi sastra anak bagi seorang anak. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dalam makalah ini dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apa hakikat sastra anak? 2. Apa manfaat sastra anak bagi anak? 3. Apa konstribusi sastra anak bagi anak? C. Tujuan Berdasarkan beberapa rumusan masalah yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk memahami apa hakikat sastra anak. 2. Untuk memahami apa manfaat sastra anak bagi anak. 3. Untuk memahami konstribusi sastra anak bagi anak. BAB II PEMBAHASAN
A. Hakikat Sastra Anak
Sastra menurut Lukens (2003: 9) menawarkan dua hak utama, yaitu kesenangan dan pemahaman. Sastra hadir kepada pembaca pertama-tama adalah memberikan hiburan, hiburan yang menyenangkan. Satra menampilkan cerita yang menarik, mengajak pembaca untuk memanjakan fantasi, membawa pembaca ke suatu alur ke hidupan daya suspense. Lukens (2003: 4) menegaskan bahwa tujuan memberikan hiburan, tujuan menyenangkan dan memuaskan pembaca, tidak peduli pembaca dewasa ataupun anak-anak, adalah hal yang esensial dalam sastra. Apa pun aspek kandungan di dalam sebuah teks sastra, tujuan memberikan hiburan dan menyenangkan pembaca harus tetap ada dalam sastra tersebut. Hal inilah yang menjadi daya tarik utama bagi pembaca, baik itu pembaca usia delapan maupun limah puluh tahun. Selanjutnya, kata anak dapat diartikan sebagai manusia kecil (KBBI, 2000: 41). Kata anak yang dimaksud di sini bukanlah anak balita ataupun anak remaja, tetapi anak usia SD yang berumur antara 6 sampai 13 tahun. Sastra anak-anak adalah sastra yang mencerminkan perasaan dan pengalaman anak-anak melalui pandangan anak-anak (Norton,1993). Hunk (1987) mengemukakan bahwa tidak menjadi masalah siapa yang menulis atau membuat karya sastra anak asalkan penggambarannya ditekan pada kehidupan anak yang memiliki nilai kebermaknaan bagi mereka. Sesuai dengan sasaran pembacanya, sastra anak dituntut untuk dikemas dalam bentuk yang berbeda dari sastra orang dewasa hingga dapat diterima anak dan dipahami mereka dengan baik. Sastra anak merupakan pembayangan atau pelukisan kehidupan anak yang imajinatif ke dalam bentuk struktur bahasa anak. Sastra anak merupakan sastra yang ditujukan untuk anak, bukan sastra tentang anak. Sastra tentang anak bisa saja isinya tidak sesuai untuk anak-anak, tetapi sastra untuk anak sudah tentu sengaja dan disesuaikan untuk anak-anak selaku pembacanya. (Puryanto, 2008: 2) Menurut Hunt (1995: 12) mendefinisikan sastra anak sebagai buku bacaan yang dibaca oleh, yang secara khusus cocok untuk, dan yang secara khusus pula memuaskan sekelompok anggota yang kini disebut anak. Jadi sastra anak adalah buku bacaan yang sengaja ditulis untuk dibaca anak-anak. Isi buku tersebut harus sesuai dengan minat dan dunia anak-anak, sesuai dengan tingkat perkembangan emosional dan intelektual anak, sehingga dapat memuaskan mereka. Sastra anak merupakan bagian dari sastra pada umumnya yang dibaca oleh orang dewasa. Namun dalam beberapa aspek, sastra anak memiliki ciri atau karakteristik khusus yang membedakannya dengan sastra secara umum atau sastra orang dewasa. Itulah sebabnya, pengertian sastra secara umum tidak serta merta dapat diberlakukan untuk pengertian sastra anak. Dalam pengertian sederhana, Huck (1987: 6) mendefinisikan sastra anak sebagai karya sastra yang menempatkan sudut pandang anak sebagai pusat penceritaan. Pengertian lain seperti dikemukakan oleh Sarumpaet (2010: 3). Menurutnya, sastra anak adalah karya sastra yang khas (dunia) anak, dibaca anak, serta – pada dasarnya – dibimbing orang dewasa. Kurniawan (2009: 5) dalam definisinya menyatakan bahwa sastra anak adalah sastra yang dari segi isi dan bahasa sesuai dengan tingkat perkembangan intelektual dan emosional anak. Sementara Ampera (2010: 10) berpendapat bahwa sastra anak adalah buku-buku bacaan atau karya sastra yang sengaja ditulis sebagai bacaan anak, isinya sesuai dengan minat dan pengalaman anak, sesuai dengan tingkat perkembangan emosi dan intelektual anak. Sastra anak dapat didefinisikan dengan memperhatikan definisi sastra secara umum dan sastra bagaimana yang sesuai untuk anak. Mengenai hal ini ada beberapa pandangan, yaitu antara lain: Pertama, ada pandangan bahwa sastra anak adalah sastra yang sengaja memang ditujukan untuk anak-anak. Kesengajaan itu dapat ditunjukkan oleh penulis yang secara eksplisit menyatakan hal itu dalam kata pengantarnya maupun dapat pula ditunjukkan oleh media yang memuatnya, misal buku atau majalah anak-anak. Misalnya Bobo, Ananda, dan lain-lain. Kedua, ada pula yang berpandangan bahwa sastra anak berisi tentang cerita anak. Isi cerita yang dimaksud adalah cerita yang menggambarkan pengalaman, pemahaman, dan perasaan anak. (Huck, et al., 1987:5). Dalam cerita anak misalnya, jarang sekali ditemukan perasaan yang nostalgic atau romantisme karena itu tidak sesuai dengan karakteristik jiwa anak-anak. Pikiran anak-anak lebih tertuju ke masa depan, karena itu cerita futuristik lebih banyak ditemukan dalam cerita anak-anak. Cita-cita, keinginan, petualangan di dunia lain, dan cerita-cerita science fiction sangat sesuai dengan jiwa anak-anak. Ketiga, sastra anak adalah sastra yang ditulis oleh anak-anak. Pandangan ini memang cukup beralasan karena hanya anak-anak yang benar-benar dapat mengekspresikan pengalaman, perasaan dan pemikirannya dengan jujur dan akurat. Akan tetapi, tidak dapat disangkal bahwa orang dewasa dapat menulis sastra anak. Beberapa nama tersebut adalah Anton Hilman, Laila S, dan juga J.K Rowling penulis novel laris Harry Potter. Keempat, ada juga yang pandangan bahwa sastra anak adalah sastra yang berisi nilai-nilai moral atau pendidikan yang bermanfaat bagi anak untuk mengembangkan kepribadannya menjadi anggota masyarakat yang beradab dan berbudaya. Pandangan ini merupakan pandangan yang paling “longgar” dalam membatasi apa itu sastra anak. Oleh karena itu Stewig (1980) misalnya, memandang bahwa sastra orang dewasa pun dapat digunakan sebagai “sastra anak” apabila mengandung nilai-nilai moral yang positif bagi anak. Contohnya adalah cerita rakyat yang pada umumnya berisi cerita tentang orang atau binatang yang diturunkan dari mulut ke mulut dan merupakan karya kolektif masyarakat masa lalu ini mengandung nilai-nilai moral yang bermanfaat bagi generasi muda, termasuk anak-anak. Pendapat-pendapat di atas mengisyaratkan beberapa hal penting tentang pengertian sastra anak. Pertama, sastra anak hakikatnya diciptakan untuk dibaca oleh anak-anak. Walaupun demikian, bukan berarti sastra anak tidak dapat dibaca oleh orang dewasa. Sastra anak dapat dibaca oleh siapa saja karena keteladanan dalam sastra anak dapat dimanfaatkan oleh siapa saja. Kedua, Mengisahkan tentang berbagai hal, bahkan hal-hal yang tidak dapat diterima nalar orang dewasa, seperti kisah tentang hewan yang dapat berbicara layaknya manusia, dll. Ketiga, bahasa yang digunakan harus relevan dengan tingkat penguasaan dan kematangan bahasa anak. Artinya, bahasa dalam karya sastra anak tidak menggunakan kata-kata yang mengandung makna konotasi dan simbolik yang terlalu mendalam, yang sulit dicerna oleh daya imajinasi anak-anak. Bahasa yang digunakan dalam karya sastra anak pun disesuaikan dengan tingkat penguasaan kosakata dan struktur kalimat anak- anak. Keempat, substansi atau kandungan karya sastra anak lebih banyak memuat berbagai seluk beluk kehidupan anak-anak, misalnya persahabatan, cinta kepada orang tua, maupun keindahan alam. Kelima, sastra anak dapat diciptakan oleh siapa saja, anak-anak bahkan orang dewasa, yang utama adalah dasar penciptaannya disesuaikan dengan kapasitas intelektual dan psikologi usia anak. Dalam hal ini, sastra anak diciptakan atas dasar keterlibatan intelektual dan psikologi anak sehingga benar-benar dekat dengan dunia atau kehidupan anak. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sastra anak adalah karya sastra yang dasar penciptaannya dari kacamata anak, sehingga mengandung seluk beluk kehidupan anak, dan sesuai dengan perkembangan intelektual, emosional, dan moral anak.
B. Manfaat Sastra Anak
Ditinjau dari segi fungsi pragmatiknya, sastra anak berfungsi sebagai pendidikan dan hiburan. Fungsi pendidikan pada sastra anak memberi banyak informasi tentang sesuatu hal, memberi banyak pengetahuan, memberi kreativitas atau keterampilan anak, dan juga memberi pendidikan moral pada anak. Dalam pandangan Tarigan (2011: 6-8), terdapat enam manfaat sastra terhadap anak-anak. 1. Sastra memberikan kesenangan, kegembiraan, dan kenikmatan kepada anak- anak. 2. Sastra dapat mengembangkan imajinasi anak-anak dan membantu mereka mempertimbangkan dan memikirkan alam, insan, pengalaman, atau gagasan dengan berbagai cara. 3. Sastra dapat memberikan pengalaman-pengalaman baru yang seolah-olah dialami sendiri oleh para anak. 4. Sastra dapat mengembangkan wawasan para anak menjadi perilaku insani. 5. Sastra dapat menyajikan serta memperkenalkan kesemestaan pengalaman kepada para anak. 6. Sastra merupakan sumber utama bagi penerusan warisan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Selain fungsi pendidikan dan hiburan, menurut Suwardi Endraswara (2002) , sastra anak juga berfungsi (1) membentuk kepribadian, dan (2) menuntun kecerdasan emosi anak. Perkembangan emosi anak akan dibentuk melalui karya sastra yang di bacanya. Selain dua fungsi tersebut, sastra anak mempunyai beberapa fungsi khusus berikut ini. 1. Melatih dan memupuk kebiasaan membaca pada anak-anak. Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa anak-anak lebih suka membaca hanya untuk mencari kesenangan. Niat awal untuk mencari kesenangan dapat dijadikan sebagai jembatan untuk melatih dan membiasakan anak bergelut dengan dunia buku. Jika anak-anak telah terbiasa membaca bacaan anak, maka akan merangsang kebiasaan atau hobinya untuk membaca buku-buku pelajaran dan buku umum lainnya. 2. Membantu perkembangan intelektual dan psikologi anak. Memahami suatu bacaan bukanlah pekerjaan yang mudah. Jika anak-anak telah terbiasa membaca, maka hakikatnya mereka telah terbiasa memahami apa yang dibacanya. Kebiasaan memahami bacaan tentu akan sangat membantu perkembangan intelektual atau kognisi anak. Demikian pula sajian cerita atau kisah dan berbagai hal dalam karya sastra anak akan menumbuhkan rasa simpati atau empati anak-anak terhadap berbagai kisah tersebut. Dengan demikian, sastra anak dapat membantu perkembangan psikologi atau kejiwaan anak untuk lebih sensitif terhadap berbagai fenomena kehidupannya. 3. Mempercepat perkembangan bahasa anak. Perkembangan bahasa anak berjalan secara bertahap seiring dengan perkembangan fisik dan pikirannya. Kematangan berpikir sangat menentukan perkembangan bahasa anak, demikian pula sebaliknya, perkembangan bahasa sangat menentukan kematangan berpikir anak (Dirgayasa, 2011:79). Anak-anak yang biasa membaca bacaan anak dapat memperoleh bahasa (kosa kata, kalimat) lebih banyak dan lebih cepat jika dibandingkan dengan anak-anak lain. Tentu, jika anak-anak cepat perkembangan bahasanya, akan membantu tingkat kematangan berpikirnya. 4. Membangkitkan daya imajinasi anak. Secara leksikal, kata imajinasi memang dapat diartikan sebagai ‘khayalan’. Namun, imajinasi dalam karya sastra tidaklah sepenuhnya berisi khayalan tanpa ada kaitannya dengan realitas. Imajinasi dalam sastra tidak lain hanyalah sebuah media untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan pengarangnya. Oleh sebab itu, esensi dan substansi imajinasi dalam karya sastra adalah realitas kehidupan manusia. Anak-anak yang biasa membaca sastra (bacaan anak), akan terbiasa turut merasakan dan melibatkan pikiran (imajinasi) sehingga seolah-olah dia yang mengalami peristiwa dalam karya yang dibacanya. Dengan begitu, imajinasi akan menumbuhkan pemikiran yang kritis dan kepekaan emosional yang tinggi dalam diri anak. C. Konstribusi Sastra Anak Di Sekolah Dasar, Pembelajaran Sastra dimaksudkan Untuk meningkatkan kemampuan siswa mengapresiasikan karya sastra. Menurut Huck (1987 : 630-623) bahwa pembelajaran sastra di SD harus memberi pengalaman pada siswa yang akan berkontribusi pada 4 tujuan, yakni : 1. Pencarian kesenangan Pada buku 2. Menginterprestasikan bacaan sastra 3. Mengembangkan kesadaran bersastra 4. Mengembangkan apresiasi Perkembangan anak akan berjalan wajar dan sesuai dengan periodenya bila disugui bahan bacaan yang sesuai pula. Sastra yang akan dikonsumsikan bagi anak harus mengandung tema yang mendidik, alurnya lurus dan tidak berbelit-belit, menggunakan setting yang ada di sekitar mereka atau ada di dunia mereka, tokoh dan penokohan mengandung peneladanan yang baik, gaya bahasanya mudah dipahami tapi mampu mengembangkan bahasa anak, sudut pandang orang yang tepat, dan imajinasi masih dalam jangkauan anak. (Puryanto, 2008: 2) Sastra anak diyakini memiliki kontribusi yang besar bagi sebagian manusia yang mempunyai jati diri yang jelas. Kepribadian dan atau jati diri seorang anak dibentuk dan terbentuk lewat lingkungan baik diusahakan secara sadar maupun tidak sadar. Saxby mengemukakan bahwa kontribusi sastra anak tersebut membentang dari dukungan terhadap pertumbuhan berbagai pengalaman (rasa, emosi, bahasa), personal (kognitif, sosial, etis, spiritual), eksplorasi dan penemuan, namun juga petualangan dalam kenikmatan. Sementara itu, Huck dkk. mengemukakan bahwa nilai sastra anak secara garis besar dapat dibedakan kedalan dua kelompok, yaitu personal (personal values) dan nilai pendidikan (educational values) dengan masing – masing masih dapat dirinci menjadi sejumlah subkategori nilai. Sejumlah kontribusi sastra anak bagi anak yang sedang dalam taraf pertumbuhan dan perkembangan yang melibatkan berbagai aspek kedirian yang secara garis besar dikelompokkan ke dalam nilai personal dan nilai pendidikan. 1. Nilai personal a. Perkembangan Emosional Anak usia dini yang belum dapat berbicara, atau baru berada dalam tahap perkembangan bahasa satu kata atau kalimat dalam dua tiga kata, sudah ikut tertawa – tawa ketika diajak bernyanyi bersama sambil bertepuk tangan. Anak tampak menikmati lagu – lagu bersajak yang ritnis dan larut dalam kegembiraan. Hal itu dapat dipahami bahwa sastra lisan yang berwujud puisi-lagu tersebut dapat merangsang kegembiraan anak, merangsang emosi anak untuk bergembira, bahkan ketika anak masih berstatus bayi. Dalam perkembangan selanjutnya setelah anak dapat memahami cerita, baik diperoleh lewat pendengaran, misalnya diceritai atau dibicarakan, maupun lewat kegiatan membaca sendiri, anak akan memperoleh demonstrasi kehidupan sebagaimana yang diperagakan oleh para tokoh cerita. Dengan demikian, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan membaca buku – buku cerita itu anak akan belajar bersikap dan bertingkah laku secara benar. Kemampuan seseorang mengelolah emosi istilah yang dipakai adalah Emotional Quotient (EQ) yang analog Intelligence Quotient (IQ), juga Spiritual Qoutient (SQ) _dewasa ini dipandang sebagai aspek personalitas yang besar pengaruhnya bagi kesuksesan hidup, bahkan diyakini lebih berperan dari pada IQ. b. Perkembangan Intelektual Hubungan yang dibangun dalam pengembangan alur pada umunya berupa hubungan sebab akibat. Artinya, suatu peristiwa terjadi akibat atau mengakibatkan terjadinya peristiwa – peristiwa yang lain. Untuk dapat memahami cerita itu, anak harus mengikuti logika hubungan tersebut. Pembelajaran seni yang antara lain bertujuan untuk menanam pupuk, dan mengembangkan daya apresiasi sejak anak usia dini, juga diyakini berperan besar dalam menunjang perkembangan – perkembangan kemampuan diri. c. Perkembangan Imajinasi Bagi anak usia dini yang belum dapat membaca dan hanya dapat memahami sastra lewat orang lain, cara menyampaikannya masih amat berpengaruh sebagian halnya orang dewasa mengapresiasi poetry reading atau deklamasi. Sastra yang notabene adalah karya yang mengandalkan kekuatan imajinasi menawarkan petualangan imajinasi yang luar biasa kepada anak. Imajinasi dalam pengertian ini jangan dipahami sebagai khayalan atau daya khayal saja, tetapi lebih menunjuk pada makna creative thinking, pemikiran yang kreatif, jadi ia bersifat produktif. Oleh karena itu, Sejak dini potensi yang amat penting itu harus diberi saluran agar dapat berkembang secara wajar dan maksimal antara lain lewat penyediaan bacaan sastra. d. Pertumbuhan Rasa Sosial Kesadaran untuk hidup bermasyarakat atau masuk dalam kelompok tersebut pada diri anak semakin besar sejalan dengan perkembangan usia. Bahkan, pengaruh kelompok dan atau kehidupan bermasyarakat tersebut akan semakin besar melebihi pengaruh lingkungan dikeluarga, misalnya dalam penerimaan konsep baik dan buruk. Anak usia 10 sampai 12 tahun sudah mempunyai cita rasa keadilan dan peduli kepada orang lain yang lebih tinggi. Bacaan cerita sastra yang “mengeksploitasi” kehidupan bersosial secara baik akan mampu menjadikannya sebagia contoh bertingkah laku sosial kepada anak sebagaimana aturan sosial yang berlaku. e. Pertumbuhan Rasa Etis dan Religius Nilai-nilai sosial, moral, etika, dan religius, perlu ditanamkan kepada anak sejak dini secara efektif lewat sikap dan perilaku hidup keseharian. Hal itu tidak saja dapat dicontohkan oleh dewasa di sekeliling anak, melainkan juga lewat bacaan cerita sastra yang juga menampilkan sikap dan perilaku tokoh. Pada umumnya anak akan mengidentifikasikan diri dengan tokoh-tokoh yang baik itu, dan itu berarti tumbuhnya kesadaran untuk meneladani sikap dan perilaku tokoh tersebut. 2. Nilai Pendidikan a. Eksplorasi dan Penemuan Lewat kekuatan imajinatif anak dibawa masuk ke sebuah pengalaman yang juga imajinatif,pengalaman batin yang tidak harus dialami secara faktual, yang sekaligus juga berfungsi meningkatkan daya imajinatif. Berhadapan dengan cerita, anak dapat dibiasakan mengkritisinya, misalnya ikut menebak sesuatu seperti dalam cerita detektif dan misterius, menemukan bukti – bukti, alasan bertindak, menemukan jalan keluar kesulitan yang dihadapi tokoh, dan lain – lain termasuk memprediksikan bagian penyelesaian kisahnya. Berpikir secara logis dan kritis yang demikian dapat dibiasakan dan atau dilatihkan lewat eksplorasi dan penemuan – penemuan dalam bacaan cerita sastra. b. Perkembangan Bahasa Sastra adalah sebuah karya seni yang bermediakan bahasa, maka aspek bahasa memegang peran penting di dalamnya. Sastra tidak lain adalah suatu bentuk permainan bahasa, dan bahkan dalam genre puisi unsur permainan tersebut cukup menonjol, misalnya yang berwujud permainan rima dan irama. Prasyarat untuk dapat membaca atau mendengarkan dan memahami sastra adalah penguasaan bahasa yang bersangkutan. Bahasa dipergunakan untuk memahami dunia yang ditawarkan, tetapi sekaligus sastra juga berfungsi meningkatkan kemampuan berbahasa anak, baik menyimak, membaca, berbicara, maupun menulis. Bacaan sastra untuk anak yang baik antara lain adalah yang ditingkat kesulitan berbahasanya masih dalam jangkauan anak, tetapi bahasa yang terlalu sederhana untuk usia tertentu, baik kosakata maupun struktur kalimat, justru kurang meningkatkan kekayaan bahasa anak. Pengenalan kesastraan kepada anak terutama di sekolah sebaiknya melibatkan keempat saluran berbahasa tersebut dengan strategi yang dikreasikan sendiri oleh guru secara kontekstual. c. Pengembangan Nilai Keindahan Sebagai salah satu bentuk karya seni, sastra memiliki aspek keindahan. Keindahan itu dalam genre puisi antara lain dicapai dengan pemainan bunyi, kata, dan makna. Keindahan dalam genre fiksi antara lain dicapai lewat penyajian yang menarik, bersuspense tinggi, dan diungkap lewat bahasa yang tepat. Artinya, aspek bahasa itu maupun mendukung hidupnya cerita, mendukung ekspresi sikap dan perilaku tokoh, mendukung gagasan tentang dunia yang disampaikan, dan dari aspek bahasa itu juga dipilih kata, struktur, dan ungkapan yang tepat. d. Penanaman Wawasan Multikultural Sastra tradisional, misalnya, mengandung berbagai aspek kebudayaan tradisional masyarakat pendukungnya , maka dengan membaca cerita tradisional dari berbagai daerah akan di peroleh pengetahuan dan wawasan tentang kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Dengan demikian, aspek invisible culture ini dipahami lebih penting dari pada visible culture misalnya, adat kebiasaan, norma- norma yang berlaku, masalah yang layak dan tak layak yang dibicarakan di muka umum, dan lain-lain. Adanya perbedaan invisble culture diantara berbagai kelompok sosial tersebut dapat mengundang konflik jika tidak pandai-pandai menempatkan diri dalam bersikap ketika berhadapan dengan warga dari kultur lain. e. Penanaman Kebiasaan Membaca Kata-kata bijak yang mengatakan bahwa buku adalah jendela buku ilmu pengetahuan, buku adalah jendela untuk melihat dunia, menemui relevansinya yang semakin kuat dalam abad informasi dewasa ini. Peran bacaan sastra selain ikut membentuk kepribadian anak, juga menumbuhkan dan rasa ingin dan mau membaca, yang akhirnya membaca tidak terbatas hanya pada bacaan sastra. Sastra dapat memotivasi anak untuk mau membaca. Kalau sebagian kita dapat kecanduan merokok, mengapa tidak diusahakan kecanduan membaca, dan itu sudah ditimbulkan dan dibiasakan sejak anak-anak. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari makalah yang telah dipaparkan penulis, maka kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Hakikat sastra anak adalah sastra yang dibuat oleh anak dan berangkat dari kacamata seorang anak, tentang kehidupan dan dunia anak, dan juga sesuai dengan perkembangan intelektual, emosional, dan moral anak. 2. Manfaat sastra anak bagi seorang anak antara lain: Sebagai hiburan/kesenangan; Menanamkan nilai-nilai pendidikan; Mengembangkan imajinasi; Melestarikan budaya; Meningkatkan kemampuan berbahasa; Menambah pengalaman- pengalaman baru; Memupuk kebiasaan membaca. 3. Konstribusi yang diberikan sastra anak terbagi menjadi dua nilai, yaitu nilai personal dan nilai pendidikan. Nilai personal antara lain: Perkembangan emosional; Perkembangan intelektual; Perkembangan imajinasi; Pertumbuhan rasa sosial; Pertumbuhan rasa etis dan religious. Sedangkan konstribusi sastra anak bagi anak berdasarkan nilai pendidikan yaitu: Eksplorasi dan Penemuan; Perkembangan bahasa; Perkembangan nilai keindahan; Penanaman wawasan multikultural; Penanaman kebiasaan membaca. DAFTAR PUSTAKA
Burhan Nurgiyantoro. (2005) Sastra Anak (Pengantar Pemahaman Dunia Anak).
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Edi Puryanto. (2008). Konsumsi Anak dalam Teks Sastra di Sekolah. Makalah dalam Konferensi Internasional Kesusastraan XIX HISKI. Taufik Ampera. (2010). Pengajaran Sastra Teknik Mengajar Sastra Anak Berbasis Aktivitas. Bandung: Widya Padjadjaran. Heru Kurniawan. (2009). Sastra Anak dalam Kajian Strukturalisme, Sosiologi, Semiotika, hingga Penulisan Kreatif. Yogyakarta: Graha Ilmu. Huck, Charlotte S., Hepler S., & Hickman J. (1987). Children’s Literature in the Elementary School. New York: Holt, Rinehelt, and Winston. Riris K. Toha Sarumpaet. (2010). Pedoman Penelitian Sastra Anak, Jakarta: Obor. Stewig, J.W. (1980). Children and Literature. USA: Rand McNally College Publishing Company. Tarigan, H.G (2011). Prinsip-prinsip dasar sastra. Bandung: Angkasa.