Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN

(FUNGSI SOSIAL DALAM REKONTRUKSI SEJARAH DAN TEORI KONSEP

ILMU SEJARAH)

OLEH:

RAWA OTMAN HAIDIK

A1N121062

KELOMPOK 3

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan laporan kegiatan yang berjudul "FUNGSI SOSIAL DALAM
REKONTURUKSI SEJARAH DAN TEORI KONSEP ILMU SEJARAH" dengan tepat waktu.

Penulis menyadari bahwa laporan kegiatan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karenanya, diharapkan saran dan kritik yang membangun agar penulis menjadi lebih baik lagi di
masa mendatang.

Semoga laporan kegiatan ini menambah wawasan dan memberi manfaat bagi pembaca.

KENDARI, 14 Oktober 2021


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................

DAFTAR ISI..........................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang…........................................................................................................

B. Tujuan........................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Fungsi Ilmu-ilmu Sosial Dalam Rekontruksi Sejarah...............................................


B. Teori Dan Konsep Dalam Ilmu Sejarah.....................................................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................................................
B. Saran..........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kedudukan sejarah dan ilmu-ilmu sosial (bahasa, geografi, ekonomi, sosiologi, ilmu
politik, antropologi) adalah saling memerlukan dan saling memberikan kontribusi. Dalam hal ini,
penelitian dan penulisan sejarah senantiasa memerlukan bahasa sebagai sarana primer untuk
mengungkapkan data, analisis, dan kesimpulan yang terkait dengan seluruh aspek yang terkait
dengan manusia dan waktunya.

Sejarah sebagai ilmu pengetahuan memiliki ciri-ciri yang sepertihalnya kategori ilmu
pengetahuan yakni bersifat Empirik dimana berdasarkan pengetahuan-pengetahuan dan
pengalama manusia baik dari jaman prasejarah, proto sejarah sampai ke jaman sejarah.
Disamping itu sejarah juga memiliki Objek Kajianyakni manusia pada perkembanganya dari
waktu ke waktu dan ruang-ruang kehidupan manusia itu sendiri. Sejarah juga
memiliki Metode yakni metode sejarah dimana dalam menyusun pengetahuan-pengetahuan dan
kebenaran-kebenaran dari suatu peristiwa, dalam melakukan penelitian sejarah memiliki
beberapa metode yakni, heuristik tahap mengumpulkan sumber, kritik sumber untuk menguji
keabsahan dan kebenaran dari sumber yang di kumpulkan, interpretasi menyusun sumber
berdasarkan subyek kajianya, dan yang terakhi, rhistoriografi yakni menulis sejarah itu sendiri.

B. TUJUAN

Laporan ini di buat dengan tujuan memenuhi tugas mata kuliah Pendekatan interdispliner
dalam pengkajian pendidikan sejarah dengan judul Laporan “fungsi ilmu social dalam
rekontruksi sejarah dan Teori Konsep Ilmu Sejarah”. Di samping itu laporan ini juga bertujuan
untuk menjelaskan teori-teori serta konsep – konsep dasar sejarah.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Fungsi Ilmu Sosial Dalam Rekontruksi Sejarah

Sejarah komtemporer lahir dari perkembangan ilmu-ilmu social, misalnya yang sudah
menjadi disiplin tertentu, sejarah social, sejarah ekonomi, sejarah kebudayaan, sejarah politik
dan lain-lain. Semua ini menjadi bukti bagaimana pengaruh ilmu-ilmu social pada sejarah
setidaknya ada 4 macam pengaruh ilmu social pada sejarah: (1) konsep;(2) teori;(3)
permasalahan;dan (4) pendekatan.

Dari segi konsep (gagasan atau ide) sejarawan sadar atau tidak banyak menggunakan
konsp ilmu social. Abhar Gonggong dalam disertasi tentang kahar muzakkar dengan
menggunakan konsep local politics atau menjelaskan peribadi kahar muzakkar memakai konsep
sirik dari etno psychology yang berarti harga diri atau martabat.

Dari segi teori yang berarti kaedah yang mendasari suatu gejala, misalnya T .ibrahim
alfian dalam buku “Perang di Jalan Allah”, Menerangkan perang aceh dengan teori “collective
behavior” dari J Smelser. Dijelaskan bahwa teori tersebut perilaku kolektif dapat timbul melalui
dua syarat, yakni ketegangan stuructural dan keyakinan yang tersebar. Ada ketegangan antra
orang aceh dan pemerintah colonial, antara muslim dan non muslim yang menghasilkan perang
sabil.

Dari segi permasalan, sejarah banyak mengangkat topic-topik social seperti mobilitis
social, kriminalitas, migrasi gerakan petani, budaya istana Dll. Contoh buku sartono kartodirdjo
et al, “perkembangan peradaban priyai” adalah merupakan permasalahan elite dalam
pemerintahan colonial, kemunculannya serta perubahanya

Dari segi pendekatan, tulisan sejarah yang melibatkan penelitian suatu gejala sejarah
dengan jangka yang relative panjang tentu melibatkan aspek ekonomi masyarakat atau politik
tertentu memakai pendekatan ilmu social. Misalnya kuntowijoyo “social change in agrarian
society Madura, 1850-1940” memaparkan Madura yang berubah dari patrimonialinsme ke
kolonialisme.

Dalam penulisan sejarah setidaknya menggunakan dua meteodologis yaitu: pertama,


keharusan memakai metode studi sejarah yang lebih problem oriented, dan kedua, penjelasaan
serta penaalahan sejarah didasarkan pada analisis yang social scentifec.

1. Pendekatan sosiologi

Pendekatan ini digunakan dalam rangka penggambarkan tentang peristiwa masa lalu, maka di
dalamnya terungkap segi-segi social dari peristiwa yang dikaji, sebagaimana di jelaskan oleh Weber,
adalah pertujuan memahami arti subjektif dari perilaku social, bukan semata mata menyelidiki arti
objektifnya. yang artinya adalah tindakan individu berkenaan dengan peristiwa peristiwa kolektif, motif
atau factor peristiwa. Misalnya gerakan petani, gerakan protes, gerakan keagaamaan, aliran dan lain-
lainya. Pendekatan perilaku berkenaan dengan actor pimpinan, latar belakang dan interperstasi gerakan
waktu itu. Pembahasan juga perlu diungkap kondisi struktur social, pranata kepercayaan, factor
pendukung, mobilisasi pendukung, tindakan perlawanan dan lain-lain. Dan menurut Marvin E. Olsen di
dalam perubahan social seringkali disertai suasana kegelisahaan social, disintegrasi, dan konflik social.

Selanjutnya Kuntowijoyo memperkenalakan enam model penulisan sejarah berdasarkan


pendekatan sosiologis. Keenam model penulisan yang sekaligus berguna untuk meningkatkan
keterampilan sejarawan dalam menentukan strateginya, aialh:

1) Model Evolusi, yang melukiskan perkembangan sebuah masyarakat dari permulaan


berdiri sampai menjadi masyarakat kompleks.
2) Model Lingkaran Sentral, hal mana penulisan sejarah bertolak dari titik peristiwa
ditengah-tengah kehidupan masyarakat secara singkronis, lalu secara diakronis
ditunjukan pertumbuhannya.
3) Model Interval, yaitu berupa kumpulan lukisan singkronis yang disusun secara
kronologis, tetapi antara satu priode lainnya tidak terdapat mata rantai dan tidak selalu
menunjukan hubungan sebab akibat.
4) Model Tingkat Perkembangan, yakni tahap-tahap perkebangan masyrakat di jelaskan
dengan memakai model differensiasi structural.
5) Model Jangka Panjang-Mengah-Pendek, artinya sejarah di tetapkan dalam tiga macam
keberlangsungan.
6) Model Sistematis, model terakhir ini biasa digunakan untuk menulusuri sejarah
masyrakat dalam konteks perubahan social.

Penelitian sejarah pergerakan atas bantuan sosiologi itu biasanya dapat pula membantu
mengungkap proses-proses social kausalitas pergerakan dan perubah social.

2. Pendekatan antropologis

Antara sosiologi dan antropologi sama-sama mempelajari masyarakat, terutama bentuk social dan
strukturnya yang berwujud pada individu dan masyrakat atau perilaku social. Hal yang membedakan
antropologi dengan sosiologi adalah pendekatanya, sasaran utama kajianya, dan sejarah perkembanganya
sebagai ilmu pengetahuan Antropologi lebih diarahkan pada segi budaya.dalam penjelasan ini mengenai
antropologi budaya dan fungsionalisasinya sebegai pendekatan dalam pengkajian sejarah.

Dengan demikian antropologi budaya dengan sejarah sangatlah jelas karana objeknya tentang
manusia, bilah sejarah menggambarkan masyarakat pada masa lampau, maka itu mencakup unsur
kebudayaan, sehingga banyaknya tumpa tindih antara sejarah dan antrpologi budaya tingka lakunya
dengan mengentruksi asal usulnya, Koentjaraningrat, profesor antropologi dari Ui, menyebutkan istilah-
istilah yang berbeda untuk pengertian yang sama, Pertama, integrasi deskriptif di gunakan untuk
penelitian diakronik, yaitu dengan memperoleh peengertian tentang manusia dengan tingkat lakunya
dengan mengontruksi asal usul perkembangan dan penyebarannya serta berbagai kontak antra budaya
yang dalam kurun waktu tertentu. Kedua, pendekatan generalisasi, yaitu di gunakan untuk penelitian
segi-segi sinkronisasi tentang suatu kebudayaan yang bertujuan untuk memperoleh pengertian tentang
prinsip prinsip-prinsip dasar kebudayaan manusia.

Bagaiman data antrpologis dan metodenya dapat di pergunakan bagi penulisan sejarah? Dalam
hal ini, setidaknya lima metode yang dianggap penting, sebagaimana di jelaskan koentjaraningrat dalam
tulisannya itu:

a. Metode asimilasi, yang menjelaskan proses saling menghisap unsur-unsur budaya dalam
situasi kontak berbagai kelompok kebudayaan. Disini “prinsip integrasi” dan “prinsip
fungsi” merupakan metode-metode yang berkaitan dengan proses adaptasi serta asimilasi
kebudayaan asing.
b. Metode fungsional dalam studi dimasyarakat, yaitu pendiskiripsian suatu kebudayaan
didasarkan pada kelompok manusia yang tinggal di suatu daerah sebagai entitas yang
lengkap dan systematis. Dalam hal ini komunitas ini dapat dipandang sebagai suatu
system ekologi, sistem social, sistem pandangan hidup, dan sistem penyusuaian
kepribadian.
c. Metode fungsional dalam analisis tentang mitologi. Berdasarkan metode ini, analisis
metodologi di dasarkan pada anggapan bahwa cerita gaib berisi ide, pemikiran,
pandangan hidup, dan sebagainya menjadi sumber motivasi dari kegiatan fisik dan
spiritual masyarakat yang bersangkutan.
d. Metode silsilah. Tujuan utama dari metode ini adalah melakukan pengumpulan
terminologi kekerabatan dalam bahasa tertentu guna menganalisis sistem kekerabatan.
Namun, melalui metode ini dapat juga digunakan untuk mengumpulkan keterangan
tentang banyak unsur, gejala, dan peristiwa yang terjadi di sekeliling individu; bahkan
dapat juga menghasilkan ketearngan tentang peristiwa yang terjadi pada beberapa
generasi sebelumnya.

Berdasarkan metode-metode di atas, dapat disimpulkan bahwa antropologi akan selalu berfungsi
dalam pengkajian sejarah, sebab melalui antropologi lah latar belakang sosial-budaya dari peristiwa-
peristiwa sejarah dapat terpaparkan.

3. Pendekatan Ilmu Politik

Bila kita membuka kembali karya-karya sejarah konvensional, dapatlah dikatakan bahwa
sejarah adalah identik dengan politik. Alasannya, karena melalui karya-karya seperti itu lebih
banyak diperoleh pengetahuan tentang jalannya sejarah yang ditentukan oleh kejadian politik,
perang, diplomasi, dan tindakan tokoh-tokoh politik. Namun, apabila politik itu sendiri diartikan
sebagai pola distribusi kekuasaan maka kajian ilmiah terhadap sejarah politik berarti harus
dipelajari tentang hakikat dan tujuan dari sistem politik, hubungan struktural dalam sistem
tersebut, pola-pola dari kelakuan individu dan kelompok yang membantu menjelaskan
bagaimana sistem itu berfungsi, serta perkembangan hukum dan kebijakan-kebijakan sosial yang
meliputi: partai-partai politik, kelompok-kelompok interest, komunikasi dan pendapat umum,
birokrasi dan administrasi.
Dalamprosespolitikbiasanyamasalahkepemimpinandipandang sebagai faktor penentu dan
senantiasa menjadi tolok ukur. Untuk ini penting diketahui klasifikasi kepemimpinan yang secara
umum telah dibedakan oleh Max Weber ke dalam tiga jenis otoritas:

a. otoritas karismatik, yaitu berdasarkan pengaruh dan kewibawaan pribadi


b. otoritas tradisional, yang dimiliki berdasarkan pewarisan
c. otoritas legal-rasional, yaitu yang dimiliki berdasarkan jabatan serta kemampuannya.

analisis sejarah berkenaan dengan tema-tema kepemimpinan seperti tersebut di atas,


dapat dipertimbangkan lebih mendalam lagi berdasarkan faktor-faktor sosial, ekonomi, dan
kultural; sebab telah menjadi kenyataan sejarah, atau bahkan merupakan sunnatullah, apabila
seseorang mampu menduduki posisi sosial tinggi maka dia akan mudah mengambil peranan
sebagai pemimpin dan berkesempatan untuk memperoleh bagian dari kekuasaan. Begitu
pula sumber daya ekonomis bisa mendukung kekuasaan, bukan hanya proses kekuasaan itu
sendiri selalu membutuhkan biaya yang cukup banyak, melainkan dari model-model kekuaasaan
itu sendiri juga akan terpantul sebagai jenis kepentingan individu maupun kelompok terhadap
kebutuhan ekonomi.

B. Kerangka Konseptual dan Teoretik Dalam Metodologi Sejarah

Pra ahli di bidang metodologi sejarah menyatakan bahwa untuk mempermudah


pengkajiannya terhadap peristiwa masa lampau akan dibutuhkan konseptual dan teoritik, dengan
kata lain, kerangka pemikiran tersebut adalah pangkal metodologi sejarah.

1. Kerangka Konseptual

Secara definitif, konsep itu ialah “suatu abstraksi mengenai suatu gejala atau realitas”
realitas yang dimaksud berupa penyebutan orang-orang seperti: muslimin, muslimat, kristiani,
hinduis, tradisional, reformis.

Proses penentuan konsep disebut “konseptualisasi”, artinya seseorang pembagi-bagi


mengelompokan fenomena empiris atas dasar persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan.
Dalam hal ini konsep merupakan ide umum yang dipakai untuk membagi bagian tertentu.
Jenis-jenis konsep di dalam sejarah, seperti halnya ilmu-ilmu social yang lain, dapat
dibedakan dalam tiga jenis sebagai berikut:

a. Konsep empiric, ialah suatu yang dikonseptualisasikan itu dapat dibuktikan dan
diukur dengan dengan data pancaindera. Berdasarkan konsep empirik dapatlah
sesuatu itu ditelaah secara intelektual, dan berbagai aspek didalamnya dapat pula
diidentifikasikan serta dianalisis.
b. Konsep heuristic, ialah konsep yang dianggap tidak nyata, tetapi di gunakan untuk
memberi gambaran mengenai pertalian empiris dan untuk menuntun risest.
c. Konsep-konsep metafisik, adalah konsep prinsip yang harus diterimah atas dasar
keyakinan. Konsep semacam ini tidak mempunyai rujukan atau petunjuk empiris,
tidak dapat diukur dan ditentukan melalui pancaindra.

2. Kerangka teoritik

Teori dalam disiplin sejarah biasanya dinamakan “kerangka referensi”. Dalam pengertian
luas, teori adalah suatu perangkat kaidah yang memandu sejarawan dalam penelitiaanya, dalam
menyusun bahan-bahan (data) yang diperoleh dari analisis sumber, dan juga mengevaluasi hasil
penemuaanya.

Karakteristik teori didalam ilmu sejarah pada dasarnya tidak berbeda dengan teori-teori
ilmiah pada umumnya. Menurut Percy S.Cohan(1969) yang dikutip T. Ibrahim Alfian, bahwa
defenisi teori ilmiah adalah sebagai berikut: “A scientific theory, is, ideally, a universal,
empirical statement, which asserts a causal connection between two or more types of event” tiga
ciri teori ilmiah:

a. Sebuah teori ilmiah adalah universal. Artinya, teori itu menyatakan suatu
mengenai kondisi-kondisi yang mungkin melahirkan beberapa beristiwa atau jenis
peristiwa. Berdasarkan pengertian ini, sifat universal sebuah teori tampak
kontradiksi dengan sejarah sebagai ilmu yang menggungkapkan peristiwa dalam
keunikannya.
b. Teori ilmiah harus impiris, maksudnya, sifat pernyataan ilmiah diambil dari
peristiwa-peristiwa khusus atau pernyataan itu dapat dibuktikan melalui
observasi, jadi suatu teori disebut empiris bila teori itu dapat di uji, dan sebaliknya
pernyatan-pernyataan yang tidak sesuai dengan observasi maka teori dapat
dirubah, disesuaiakan, bahkan ditolak.
c. Suatu teori harus bersifat kausal, ini berarti dalam suatu pernyataan tentang
peristiwa terdapat keterangan yang menyebutkan sebabny. Bahwa dikatakan pula
terdapat kondisi-kondisi yangb harus ada (necessary canditions) atau kondisi yang
cukup (sufficient conditions) bagi terjadinya jenis-jenis peristiwa terentu.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pengertian sejarah telah dilihat secara umum dari para ahli ialah memiliki makna sebagai
cerita, dilihat dari fungsi ilmu social dalam rekontruksi sejarah maka dengan itu sejarah memiliki
hubungan dengan ilmu-ilmu social yaitu dengan subjek dan objek kajiannya yang dapat dilihat
dari pendekatan sosiologi, antropologi, dan pendekatan politik. Karena pembahasan sejarah
memiliputi masyrakat dimasa lalu yang berupa peristiwa yang unik mengubah hidup masyrakat
tersebut. Metode yang di jelaskan koentjaraningrat dalam pendekatan antropologi ada 3 yaitu: (1)
metode asimilasi, (2) metode fungsional, (3) metode silsilah. Sebagaimana pengaruh ilmu-ilmu
social pada sejarah setidaknya ada 4 macam pengaruh ilmu social pada sejarah: (1) konsep;(2)
teori;(3) permasalahan;dan (4) pendekatan.

B. Saran

Dalam menentukan rekontruksi sejarah dalam ilmu social penulis memerlukan objek
kajian yang jelas dan membuthkan pendekatan-pendekatan dalam ilmu-ilmu social, oleh sebab
itu untuk memperlancar penulisan laporan ini penulis disarankan untuk mencari reverensi atau
laman web yang berhubungan dengan rekontruksi sejarah dalam ilmu social, sekian dan terimah
kasih.
DAFTAR PUSTAKA

Adam kuper & Jessica kuper, The social Sciences Encyclopedia, diterjemahkan oleh haris
munandar (et al) dengan judul Ensiklopedia ilmu-ilmu social, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persad, 2000

Kontowijiyo, pengantar ilmu sejarah (Yogyakarta :PT, Bintang Pustaka, 2005)

Kuntowijoyo, metodologi sejarah, Yokyakarta: PT. Tiara Wacana, 2003

Anda mungkin juga menyukai