Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

MANUSIA SEBAGAI MAHLUK BUDAYA


Disusun Oleh:
Kelompok 07
Anggota : Budi Darma
Sri wahyuni
Silvia Zahara
Selly Novita

UNIVERSITAS SYIAH KUALA TAHUN


AJARAN 2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr..wb
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala
rahmat dan berkatnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini
dengan baik. Makalah kelompok 2 ini dibuat guna memenuhi tugas Ilmu Sosial
Budaya Dasar .
Makalah ini ditunjukkan kepada Ibu Lasri sebagai Dosen Mata Kuliah
Ilmu Sosial Budaya Dasar. Makalah ini membahas tentang Etika dan estetika
berbudaya, memanusiakan manusia melalui pemahaman konsep-konsep dasar
manusia dan problematika kebudayaan.
Pada kesempatan ini kami selaku mahasiswa menyampaikan ucapan
terima kasih kepada Ibu Lasri selaku dosen mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar
yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam menyempurnakan makalah
ini.
Penulis menyadari bahwa dalam laporan ini masih banyak kekurangan dan
jauh dari sempurna, sehingga penulis sangat mengaharapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca untuk perbaikan penulis dimasa yang akan datang.
Semoga laporan ini bermanfaat bagi semua pihak.

Banda Aceh, 09 Oktober 2019

Kelompok 07

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kehidupan manusia sangatlah kompleks, begitu pula hubungan yang
terjadi pada manusia sangatlah luas. Hubungan tersebut terjadi antara manusia
dengan mahkluk hidup di sekitarnya serta dengan sang Pencipta. Maka setiap
hubungan tersebut haruslah berjalan dengan seimbang.
Manusia sebagai makhluk sosial harus bersosialisasi sebagai bentuk
interaksi sosial. Dengan melandaskan ketuhanan sehingga manusia tersebut dapat
membedakan antara yang baik dan yang buruk. Sehingga norma-norma dalam
masyarakat berjalan dengan seimbang dan dapat diimplementasikan dimasyarakat.
Dengan demikian, kualitas manusia akan menentukan kebudayaan yang
tinggi. Karena kebudayaan merupakan hasil dari pendidikan suatu Negara.

1.2. Rumusan Masalah


1. Hakikat Manusia sebagai mahkluk budaya ?
2. Apresiasi terhadap kemanusisaan dan kebudayaan ?
3. Apa etika dan estetika ?
4. Apa yang dimaksud dengan istilah memanusiakan manuasia ?
5. Apa Saja problematika kebudayaan ?

1.3. Tujuan Makalah


Makalah ini dibuat bertujuan memenuhi tugas ilmu sosial dan budaya
dasar serta sebagai bahan atau referensi bagi pembaca untuk menambah wawasan
yang mencangkup manusia sebagai mahkluk budaya.
BAB 2 PEMBAHASAN

A.Etika dan Estetika Kebudayaan


1. Etika Manusia dalam Berbudaya
Kata etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos. Secara
etimologis, etika adalah ajaran tentang baik–buruk, yang diterima umum atau
tentang sikap, perbuatan, kewajiban, dan sebagainya. Etika bisa disamakan
artinya dengan moral (mores dalam bahasa latin), akhlak, atau kesusilaan. Etika
berkaitan dengan masalah nilai, karena etika pada pokoknya membicarakan
masalah–masalah yang berkaitan dengan predikat nilai susila, atau tidak susila,
baik dan buruk. Dalam hal ini, etika termasuk dalam kawasan nilai, sedangkan
nilai etika itu sendiri berkaitan dengan baik–buruk perbuatan manusia.
Namun, etika memiliki makna yang bervariasi. Bertens
menyebutkan ada tiga jenis makna etika sebagai berikut :
a) Etika dalam arti nilai–nilai atau norma yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau kelompok orang dalam mengatur tingkah laku.
b) Etika dalam arti kumpulan asas atau nilai moral (yang dimaksud disini
adalah kode etik)
Merupakan nilai yang terkandung dalam diri seseorang yang saling
berkaitan atau sesuai satu dengan yang lain yang kemudian akan
dikumpulkan menjadi kumpulan asas yang baik. Nilai yang terkandung
didalamnya akan dijadikan suatu nilai yang baik atau kumpulan yang baik
yang kemudian dijadikan suatu pijakan oleh seseorang dan masyarakat
tertentu.
c) Etika dalam arti ilmu atau ajaran tentang yang baik dan yang buruk
Dasar dari pada kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa dan karsa
manusia. Manusia yang beretika akan menghasilkan budaya yang beretika baik.
Etika berbudaya yang baik akan mengandung tuntutan bahwa budaya yang
diciptakan harus mengandung nilai-nilai etik yang bersifat universal dan
mempunyai kandungan nilai yang tinggi. Meskipun demikian suatu budaya yang
dihasilkan memenuhi nilai-nilai etik atau tidak bergantung dari paham atau
ideologi yang diyakini oleh masyarakat.
Estetika manusia dalam berbudaya : Estetika dapat dikatakan sebagai
teori tentang keindahan atau seni, Estetika berkaitan dengan nilai indah atau
jelek. Makna keindahan :
1. Secara luas estetika mengandung kebaikan dan keindahan yang berkaitan
nilai-nilai moral.
2. Secara sempit estetika mengandung persepsi yang berkaitan dengan
bentuk, warna, dan corak suatu wilayah tertentu yang memiliki ciri khusus
dalam budaya.
Secara estetik murni, menyangkut pengalaman estetik sesorang
dalam hubungannya dengan segala sesuatu yang diresapinya melalui indera,
merupakam nilai yang terkandung dan berkaitan dengan rasa yang dapat
merubah atau memberikan nilai yang baik dan memberikan dampak seseorang.
Etika sebagai nilai dan norma etik atau moral berhubungan dengan
makna etika yang pertama. Nilai–nilai etik adalah nilai tentang baik buruk
kelakuan manusia. Nilai etik diwujudkan kedalam norma etik, norma moral,
norma kesusilaan.
Norma etik berhubungan dengan manusia sebagai individu karena
menyangkut kehidupan pribadi. Pendukung norma etik adalah nurani individu
dan bukan manusia sebagai makhluk sosial atau sebagai anggota masyarakat
yang terorganisir. Norma ini dapat melengkapi ketidakseimbangan hidup pribadi
dan mencegah kegelisahan diri sendiri.
Norma etik ditujukan kepada umat manusia agar terbentuk kebaikan
akhlak pribadi guna penyempurnaan manusia dan melarang manusia melakukan
perbuatan jahat. Membunuh, berzina, mencuri dan sebagainya. Tidak hanya
dilarang oleh norma kepercayaan atau keagamaan saja, tetapi juga bertentangan
dengan (norma) kesusilaan dalam setiap hati nurani manusia. Norma etik hanya
membebani manusia dengan kewajiban–kewajiban saja.
Asal atau sumber norma etik adalah dari manusia sendiri yang
bersifat otonom dan tidak ditujukan kepada sikap lahir, tetapi ditujukan kepada
sikap batin manusia. Batinnya sendirilah yang mengancam perbuatan yang
melanggar norma kesusilaan dengan sanksi. Tidak ada kekuasaaan diluar dirinya
yang memaksakan sanksi itu. Kalau terjadi pelanggaran norma etik, misalnya
pencurian atau penipuan, maka akan timbullah dalam hati nurani si pelanggar itu
rasa penyesalan, rasa malu, takut dan merasa bersalah.
Daerah berlakunya norma etik relatif universal, meskipun tetap
dipengaruhi oleh ideologi masyarakat pendukungnya. Perilaku membunuh
adalah perilaku yang amoral, asusila atau tidak etis. Pandangan itu bisa diterima
oleh orang dimana saja atau universal. Namun, dalam hal tertentu perilaku seks
bebas bagi masyarakat penganut kebebasan kemungkinan bukan perilaku yang
amoral. Etika masyarakat Timur mungkin berbeda dengan etika masyarakat
barat.
Norma etik atau norma moral menjadi acuan manusia dalam
berperilaku. Dengan norma etik, manusia bisa membedakan mana perilaku yang
baik dan juga mana perilaku yang buruk. Norma etik menjadi semacam das
sollen untuk berperilaku baik. Manusia yang beretika berarti perilaku manusia
itu baik sesuai dengan norma–norma etik.
Budaya atau kebudayaan adalah hasil cipta, rasa dan karsa manusia.
Manusia yang beretika akan menghasilkan budaya yang memiliki nilai–nilai etik
pula. Etika berbudaya mengandung tuntutan atau keharusan bahwa budaya yang
diciptakan manusia mengandung nilai–nilai etik yang kurang lebih bersifat
universal atau diterima sebagian besar orang. Budaya yang memiliki nilai–nilai
etik adalah budaya yang mampu menjaga, mempertahankan, bahkan mampu
meningkatkan harkat dan martabat manusia itu sendiri. Sebaliknya, budaya yang
tidak beretika adalah kebudayaan yang akan merendahkan atau bahkan
menghancurkan martabat kemanusiaan.
Namun demikian, menentukan apakah suatu budaya yang dihasilkan
manusia itu memenuhi nilai–nilai etik ataukah menyimpang dari nilai etika
adalah bergantung dari paham atau ideologi yang diyakini masyarakat
pendukung kebudayaan . Hal ini dikarenakan berlakunya nilai–nilai etik bersifat
universal, namun amat dipengaruhi oleh ideologi masyarakatnya.
Contohnya, budaya perilaku berduaan dijalan antara sepasang muda
mudi, bahkan bermesraan di hadapan umum. Masyarakat individual menyatakan
hal demikian bukanlah perilaku yang etis.
2. Estetika Manusia dalam Berbudaya
Estetika dapat dikatakan sebagai teori tentang keindahan atau seni.
Estetika berkaitan dengan nilai tidak indah. Nilai estetika berarti nilai tentang
keindahan.  Keindahan  dapat diberi makna secara luas, secara sempit, dan
estetik murni.
a. Secara luas keindahan mengandung ide kebaikan bahwa segala sesuatunya
yang baik termasuk yang abstrak maupun nyata yang mengandung
ide kebaikan adalah indah. Keindahan dalam arti luas meliputi banyak  hal
seperti watak yang indah, hukum yang indah, ilmu yang indah, dan 
kebajikan yang indah. Indah dalam arti luas mencakup hampir seluruh
yang ada apakah  merupakan  hasil  seni,  alam,  moral,  dan   intelektual.
b. Secara sempit, yaitu indah yang terbatas pada lingkup persepsi penglihatan
(bentuk dan warna).
c. Secara estetik murni menyangkut pengalaman estetik seseorang dalam
hubungannya dengan segala sesuatu yang diresapinya melalui penglihatan,
pendengaran, perabaan dan perasaan yang semuanya dapat menimbulkan
persepsi (anggapan) indah.

Jika estetika dibandingkan dengan etika maka etika berkaitan dengan


nilai baik atau buruk, sedangkan estetika berkaitan dengan hal yang indah atau
jelek. Sesuatu yang estetik berarti memenuhi unsur keindahan (secara estetik
murni maupun secara sempit, baik dala bentuk, warna, garis, kata, ataupun
nada). Budaya yang estetik berarti budaya tersebut memiliki unsur keindahan.
Apabila nilai etik bersifat relatif universal dalam arti bisa diterima
banyak orang, namun nilai estetik amat subjektif dan partikular. Sesuatu yang
indah bagi seseorang belum tentu indah bagi orang lain, misalkan dua orang
memandang sebuah lukisan. Orang yang pertama akan mengakui keindahan
yang terkandung dalam lukisan tersebut, namun bisa jadi orang kedua sama
sekali tidak menemukan keindahan di lukisan tersebut.
Dilihat dari sisi subjektif, nilai estetik tidak bisa dipaksakan pada
orang lain. Kita tidak bisa memaksa seseorang untuk mengakui keindahan
sebuah lukisan sebagaimana pandangan kita, Nilai–nilai estetik lebih bersifat
perasaan, bukan pernyataan.
Budaya sebagai hasil karya manusia sesungguhnya diupayakan
untuk memenuhi unsur keindahan. Manusia sendiri memang suka akan
keindahan, dan di sinilah manusia berusaha berestetika dalam berbudaya. Semua
kebudayaan pastilah dipandang memiliki nilai–nilai estetik bagi masyarakat
pendukung budaya tersebut. Hal–hal yang indah dan kesukaannya pada
keindahan diwujudkan dengan menciptakan aneka ragam budaya.
Namun sekali lagi, bahwa suatu produk budaya yang dipandang
indah oleh masyarakat pemiliknya belum tentu indah bagi masyarakat budaya
lain. Contohnya, budaya suku–suku bangsa Indonesia. Tarian suatu suku, penari
dan pakaiannya mungkin dilihat tidak ada nilai estetikanya, bahkan dipandang
aneh oleh warga dari suku lain, demikian pula sebaliknya.
Oleh karena itu, estetika berbudaya tidak semata–mata dalam
berbudaya harus memenuhi nilai–nilai keindahan. Lebih dari itu, estetika
berbudaya menyiratkan perlunya manusia (individu atau masyarakat) untuk
menghargai keindahan budaya yang dihasilkan manusia lainya. Keindahan
adalah subjektif, tetapi kita dapat melepas subjektivitas kita untuk melihat
adanya estetika dari  budaya lain. Estetika berbudaya yang demikian akan
mampu memecah sekat–sekat kebekuan, ketidak percayaan, kecurigaan, dan rasa
inferioritas antar budaya.

B. Memanusiakan Manusia Melalui Konsep–


Konsep Dasar Manusia
Manusia tidak hanya sebatas menjadi homo, tetapi harus
meningkatkan diri menjadi human. Manusia harus memiliki prinsip, nilai, dan
rasa kemanusiaan yang melekat dalam dirinya. Manusia memiliki
perikemanusiaan, tetapi binatang tidak bisa dikatakan memiliki perbintangan.
Hal ini karena binatang tidak memiliki akal budi, sedangkan manusia memiliki
akal budi yang bisa memunculkan rasa atau perikemanusiaan. Perikemanusiaan
inilah yang mendorong perilaku baik sebagai manusia.
Memanusiakan manusia berarti perilaku manusia untuk senantiasa
menghargai dan menghormati harkat dan derajat manusia lainnya.
Memanusiakan manusia memberi keuntungan bagi diri sendiri maupun orang
lain. Bagi diri sendiri akan menunjukan harga diri dan nilai luhur pribadinya
sebagai manusia. Sedangkan bagi orang lain akan memberikan rasa percaya, rasa
hormat, kedamaian dan kesejahteraan hidup.
Sebaliknya, sikap tidak manusiawi terhadap manusia lain hanya akan
merendahkan harga diri dan martabatnya sebagai manusia yang sesungguhnya
makhluk mulia. Sedangkan bagi orang lain sebagai korban tindakan yang tidak
manusiawi akan menciptakan penderitaan, kesusahan, ketakutan, perasaan
dendam dan sebagainya. Sejarah membuktikan bahwa perseteruan, pertentangan,
dan peperangan terjadi diberbagai belahan dunia adalah karena manusia belum
mampu memanusiakan manusia lain, dan sekelompok bangsa menindas bangsa
lain. Penjajahan atau kolonialisme adalah contoh prilaku satu bangsa menindas
bangsa lain. Penjajahan tidak sesuai dengan perikemanusiaan.
Perilaku tidak manusiawi dicontohkan dengan adanya kasus
kekerasaan terhadap para pembantu rumah tangga, misalkan seorang pembantu
disiksa, tidak diberi upah, dikurung dalam rumah,dan sebagainya. Para majikan
telah melakukan tindakan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip
kemanusiaan.
Sikap dan perilaku memanusiakan manusia didasarkan atas prinsip
kemanusiaan yang disebut the mankind is one. Prinsip kemanusiaan  tidak
membeda-bedakan kita memperlakukan orang lain atas dasar warna kulit, suku,
agama, ras, asal dan status sosial ekonomi. Kita tetap harus manusiawi terhadap
orang lain, apa pun latar belakangnya, karena semua manusia adalah  makhluk
Tuhan yang sama harkat dan martabatnya. Perilaku yang manusiawi atau
memanusiakan manusia adalah sesuai dengan kodrat manusia. Sebaliknya,
perilaku yang tidak manusiawi bertentangan dengan hakikat kodrat manusia. 
Perilaku yang tidak manusiawi akan mendatangkan kerusakan hidup manusia.

C. Problematika Kebudayaan
Problematika kebudayaan adalah sesuatu yang indah jika
kebudayaan yang merupakan harta yang turun temurun dari nenek moyang kita,
dapat kita pertahankan kelestariannya. Tapi perkembangan jaman tidak dapat
dibendung, seiring dengan berjalanya waktu, maka kelestarian kebudayaan
tersebut harus dijaga karena kebudayaan hanyalah identitas diri dan merupakan
identitas bangsa. Bangsa yang memiliki identitas akan menjadi bangsa yang kuat
dan menjadi bangsa yang tidak mudah untuk dijajah oleh bangsa lain.
Problematika kebudayaan sangat berbahaya jika dibiarkan, karena kebudayaan
merupkan jati diri bangsa, bila itu hilang maka dengan sangat mudah bangsa itu
akan hancur dan dijajah oleh bangsa lain. Oleh sebab itu bagaimanapun juga
caranya kita harus mempertahankan identitas bangsa kita yaitu kebudayaan.
Mulailah dengan mencintai kebudayaan daerah, dan serukan dalam hati yaitu:
Aku Cinta Indonesia.
A.     Unsur-Unsur Kebudayaan
Kebudayaan mengandung unsur antara lain; kenyakinan, mata
pencarian, bahasa, pengetahuan teknologi, sistem sosial, kekerabatan,
penanggalan dan tata pemukiman.
Berkembangnya kebudanyaan dikarenakan adanya kesadaran
manusia, kondisi masyarakat dan hubungan dan kebudayan lain.
B.     Aktivitas Kebudayaan
Terminologi yang menunjukan aktifitas kebudayaan antara
akulturasi, asimilasi, difusi dan lain-lain. Kebudayaan itu memiliki jiwa, ibarat
manusia hidup yang dinamis dan tidak statis. Selain kebudayaan itu hidup,
kebudayaan pun dapat terkena kematian. Kematian kebudayaan terjadi karena
manusia yang dulu hidup di dalam sebuah kebudayaan, meninggalkan – baik
secara sadar atau tidak kebudayaan itu. Biasanya, karena ketertarikan kepada
kebudayaan lain. Manusia adalah “jiwa” kebudayaan. Ketika manusia
meninggalkan kebudayaan yang telah melembaga tersebut kematian bagi sebuah
kebudayaan.
C. Keunggulan kebudayaan Indonesia
  Kekayaan akan keragaman kebudayaan daerah Indonesia
  Sumber daya alam yang melimpah dan berkualitas
  Wilayah yang strategis
Problematika:
  Adanya pandangan bahwa kebudayaan itu statis
  Rendahnya minat sebagian masyarakat dalam menghayati kebudayaan daerah
  Rendahnya apresiasi masyarakat dalam menghayati kebudayaan daerah
  Rendahnya apresiasi masyarakat terhadap nilai-nilai budaya daerah
  Ketertarikan sebagian masyarakat terhadap pengaruh kebudayaan barat/asing
  Pencitraan yang kuat tentang kebudayaan Indonesia.
D. Jenis- Jenis Problematika Kebudayaan
1. Hambatan budaya yang berkaitan dengan pandangan hidup dan sistem
kepercayaan.
Dalam hal ini, kebudayaan tidak dapat bergerak atau berubah karena
adanya pandangan hidup dan sistem kepercayaan yang sangat kental, karena
kuatnya kepercayaan sekelompok orang dengan kebudayaannya mengakibatkan
mereka tertutup pada dunia luar dan tidak mau menerima pemikiran-pemikiran
dari luar walaupun pemikiran yang baru ini lebih baik daripada pemikiran
mereka. Sebagai contoh dapat kita lihat bahwa orang jawa tidak mau
meninggalkan kampung halamannya atau beralih pola hidup sebagai petani.
Padahal hidup mereka umumnya miskin.
2. Hambatan budaya yang berkaitan dengan perbedaan presepsi atau sudut
pandang.
Hambatan budaya yang berkaitan dengan perbedaan presepsi dan
sudut pandang ini dapat terjadi antara masyarakat dan pelaksanaan
pembangunan. Sebagai contoh dapat kita lihat banyak masyarakat yang tidak
setuju dengan program KB yang dicanangkan pemerintah yang salah satu
tujuannya untuk mengatasi kemiskinan dan kepadatan penduduk, karena
masyarakat beranggapan bahwa banyak anak banyak rezeki.
3. Hambatan budaya yang berkaitan dengan faktor psikologi atau kejiwaan.
Upaya untuk mentransmigrasikan penduduk dari daerah yang
terkena bencana alam sering mengalami kesulitan. Hal ini disebabkan karena
adanya kekhawatiran penduduk bahwa ditempat yang baru hidup mereka akan
lebih sengsara dibandingkan dengan hidup mereka ditempat yang lama.
4. Masyarakat yang terasing dan kurang komunikasi dengan masyarakat luar.
Masyarakat yang tinggal di daerah-daerah terpencil yang kurang
komunikasi dengan masyarakat luar cendrung memiliki ilmu pengetahuan yang
terbatas, mereka seolah-olah tertutup untuk menerima program-program
pembangunan.
5. Sikap tradisionalisme yang berprasangka buruk terhadap hal-hal baru.
Sikap ini sangat mengagung-agungkan budaya tradisional
sedemikian rupa sehingga menganggap hal-hal baru itu akan merusak tatanan
hidup mereka yang sudah mereka miliki secara turun-temurun.
6. Sikap etnosentrisme.
Sikap etnosentris adalah sikap yang mengagungkan budaya suku
bangsa sendiri dan menganggap rendah budaya suku bangsa lain. Sikap seperti
ini akan memicu timbulnya pertentangan-pertentangan suku, ras, agama, dan
antar golongan. Kebudayaan yang beraneka ragam yang berkembang disuatu
wilayah seperti Indonesia terkadang menimbulkan sikap etnosentris yang dapat
menimbulkan perpecahan.
7. Perkembangan IPTEK sebagai hasil dari kebudayaan, sering disalah
gunakan oleh manusia, sebagai contoh nuklir dan bom dibuat justru untuk
menghancurkan manusia bukan untuk melestarikan suatu generasi, dan
obat-obatan yang diciptakan untuk kesehatan tetapi dalam penggunaannya
banyak disalahgunakan yang justru mengganggu kesehatan manusia.
8. Pewarisan kebudayaan.
Dalam hal pewarisan kebudayaan bisa muncul masalah antara lain,
sesuai atau tidaknya budaya warisan tersebut dengan dinamika masyarakat saat
sekarang, penolakan generasi penerima terhadap warisan budaya tersebut, dan
munculnya budaya baru yang tidak lagi sesuai dengan budaya warisan. Dalam
suatu kasus, ditemukan generasi muda menolak budaya yang hendak diwariskan
oleh pendahulunya. Budaya itu dianggap tidak lagi sesuai dengan kepentingan
hidup generasi tersebut, bahkan dianggap bertolak belakang dengan nilai-nilai
budaya yang baru diterima sekarang ini.
9. Perubahan kebudayaan.
Perubahan kebudayaan yang terjadi bisa memunculkan masalah
antara lain perubahan akan merugikan manusia jika perubahan itu bersifat
regress (kemunduran) bukan progress (kemajuan), perubahan bisa berdampak
buruk atau menjadi bencana jika dilakukan melalui revolusi, berlangsung cepat
dan diluar kendali manusia.
10. Penyebaran kebudayaan.
Penyebaran kebudayaan (difusi) bisa menimbulkan masalah,
masyarakat penerima akan kehilangan nilai-nilai budaya lokal sebagai akibat
kuatnya budaya asing yang masuk. Contoh globalisasi budaya yang bersumber
dari kebudayaan Barat pada era sekarang ini adalah masuknya nilai-nilai budaya
global yang dapat memberi dampak negatif bagi perilaku sebagian masyarakat
Indonesia, Misalnya pola hidup konsumtif, hedonisme, pragmatis dan
induvidualistik. Akibatnya nilai-nilai asli kebudayaan bangsa seperti rasa
kebersamaan dan kekeluargaan lambat laun bisa hilang dari masyarakat Indonesia.
BAB 3 PENUTUPAN
Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini adalah bahwa manusia dan budaya tidak
dapat dipisahkan. Budaya merupakan perwujudan dari ide dan gagasan manusia.
Sedangkan kebudayaan adalah kristalisasi dari berbagai pemikiran
manusia.Sehingga tingkat kebudayaan suatu bangsa akan berbanding lurus dengan
tingkat pemikiran dan peraddaban bangsa tersebut.Manusia sebagai pencipta dan
pengguna suatu kebudayaan yaitu manusia yang telah dilengkapi Tuhan dengan
akal pikiranya menjadi khalifh dimuka bumi dan diberikan kemampuan.
Daftar Pustaka
Kuntowijoyo, Budaya Elite dan Budaya Massa dalam Ecstasy Gaya Hidup:
Kebudayaan Pop          dalam Masyarakat Komoditas Indonesia, Mizan 1997.

Sapardi Djoko Damono, Kebudayaan Massa dalam Kebudayaan Indonesia:


Sebuah Catatan           Kecil dalam Ecstasy Gaya Hidup: Kebudayaan Pop dalam
Masyarakat Komoditas           Indonesia, Mizan 1997.

Anda mungkin juga menyukai