Anda di halaman 1dari 3

Nama : Diyanti

PC : IMM Sikka

EPISTEMOLOGI ISLAM

Epistemologi secara sederhana ialah ilmu yang membahas tentang hakikat pengetahuan,
cara kerja sebuah sistem, kebenaran, logika atau berpikir secara sistematis. Pengetahuan itu tidak
beragama, tidak mempunyai ras, dan tidak mempunyai Negara, pada dasarnya pengetahuan itu
umum. Contohnya seperti “apa yang membuat mobil dapat bergerak? Bagaimana cara kerja
sebuah mobil sehingga mobil tersebut dapat bergerak?. Mobil dapat bergerak karena ada
sekumpulan benda yang memiliki fungsi yang berbeda beda dan saling melengkapi dan
bergerak. Mobil dapat bergerak karena roda mobil berputar yang digerakkan oleh mesin dan
mesin di beri energi berupa bensin atau listrik.”. Ketika kita berbicara tentang epistemology,
maka kita harus dapat membedakan mana pulpen sebagai fakta atau kenyataan dan mana pulpen
yang hanya sebagai pengetahuan. Jadi ketika kita mempresepsikan pulpen yang kita pegang atau
kenyataan dengan pulpen yang ada di pikiran kita itu berbeda. Epistemology membahas tentang
pulpen yang ada di pikiran kita atau pengetahuan. Berbeda dengan filsafat yang mebahas sesuatu
yang nyata atau fakta. Epistemologi dibagi 3 bagian, yaitu logika,metodologi dan filsafat ilmu.
Logika secara khusus membahas tentang sistematika berfikir, bernalar dan berargumen.
Metodologi secara khusus membahas tentang cara mendapatkan pengetahuan dan kebenaran,
mengembangkan ilmu pengetahuan dan sebagai alat untuk meneliti sebuah pemasalahan.
Sedangkan filsafat ilmu secara khusus membahas tentang hakikat dari sebuah ilmu, hakikat
terbentuknya sebuah ilmu.

Jika epistemologi dalam tradisi pemikiran Barat bermuara dari dua pangkal
pandangannya, yaitu rasionalisme dan empirisme yang merupakan pilar utama metode
keilmuan. Namun Islam, dalam memperoleh ilmu pengetahuan tidak berkubang hanya
pada rasionalisme dan empirisme, tetapi juga mengakui intuisi dan wahyu. Intuisi sebagai
fakultas kebenaran langsung dari Tuhan dalam bentuk ilham, kasyaf yang tanpa
deduksi, spekulasi dan observasi. Pengetahuan seperti ini dalam mistisisme Islam disebut
dengan „Ilm al-Dharury atau ‘Ilm al-Laduny yang kedudukannya sedikit di bawah wahyu.
(Zainuddin, M.A, 2006)
Epistemologis Islam mengambil titik tolak Islam sebagai subjek untuk membicarakan
filsafat pengetahuan, maka disatu pihak epistemologiIslam berpusat pada Allah, dalam arti
Allah sebagai sumber pengetahuan dan sumber segala kebenaran. Dilain pihak, filsafat
pengetahuan Islam berpusat pula pada manusia, dalam arti manusia sebagai pelaku pencari
pengetahuan (kebenaran). Disini manusia berfungsi sebagai subjek yang mencari
kebenaran.Pendapat tersebutberdasarkan alasan, bahwa manusia sebagai khalifah Allah
berikhtiar untuk memperoleh pengetahuan, sekaligus memberi interprestasinya.

Sumber pengetahuan ini dibedakan menjadi empat sumber, yaitu empirisme,


rasionalisme, intuisi dan wahyu. Secara bahasa, empirisme berasal dari kata empeirikos (dalam
bahasa Yunani) yang berarti pengalaman. Pengalaman yang dimaksud dalam empirisme adalah
pengalaman yang berasal dari inderawi manusia.

Rasionalisme adalah sebuah teori yang menganggap bahwa kebenaran dapat diperoleh
melalui pertimbangan akal (reason). Jadi, teori rasionalisme berpendapat bahwa fungsi
pancaindera hanya untuk memperoleh data-data dari alam nyata, dan akallah yang akan
menghubungkan data yang satu dengan data yang lainnya. Intuisi atau hati adalah pengetahuan
yang didapatkan dari kejernihan hati. Wahyu adalah pengetahuan yang harus diyakini adanya
karena berasal dari Tuhan.

Sesungguhnya cara berpikir rasional dan empirik merupakan bagian yang sah dari
epistemologi Islam, bahkan menjadi unsur permanen dalam sistem epistemologinya. Namun
di samping itu, salah satu karakteristik terpenting dari epistemologi Islam serta
membedakannyadari epistemologi Barat yang sekular adalah masuknya nilai-nilai ajaran
normatif agama secara signifikan sebagai prinsip-prinsip dalam epistemologi Islam. Wahyu
(Al-Qur‟an dan Al-Hadits) diyakini memiliki peran sentral dalam memberi inspirasi,
mengarahkan, serta menentukan skop kajian ke arah mana sains Islam itu harus
ditujukan.Dasar paling sentral dari nilai-nilai ajaran Islam yang menjadi prinsip-prinsip
epistemologinya adalah adanya konsep tauhid (iman), yaitu konsep sentral yang
menekankan keesaan Allah, Allah tunggal secara mutlak, tertinggi secara metafisis dan
aksiologis.
Akal di bagi menjadi 2 yaitu akal bawaan, dan akal perolehan. Kedua akal ini saling
terjalin, namun akal bawaan mendahului akal perolehan. Kedua akal ini bekerja dua arah, bentuk
akal bawaannya bekerja luar dan dalam. Akal bawaan menghadapi dan menyaksikan dunia
visual dengan membawa karakteristik bawaannya. Hal ini merupakan fitrah, yaitu sifat alamiah
dasar yang paling fundamental dalam diri manusia, yang merupakan jendela kita dalam melihat
dunia nyata, dan perlu untuk dilindungi apabila kita menghendaki untuk melihat secara benar.
Pada bentuknya, logika bekerja luar dalam, dan mengambil sebagian informasi dan impresi
empiris dari dunia luar. Hal ini merupakan kombinasi antara keduanya, yakni luar dan dalam
untuk bagi manusia dalam melihat gambaran yang lebih penuh dari fungsi akal yang dihadapkan
dengan realita ( Sandimula, 2019)

Akal bukan merupakan organ materi, bukan pula salah satu dari indera fisik yang ada,
wujudnya berada pada benak yang merupakan alam ideal yang abstrak, bukan alam material
yang konkrit. Akal menempati posisi yang lebih tinggi sebagai alat untuk mengetahui di atas
instrumen inderawi.

Akal pada dasarnya mampu melakukan dua fungsi, analisa logika dan pengetahuan intuisi
tanpa kontradiksi, yaitu fungsi kognitif dan intuitif secara bersamaan. Akal juga berperan
memandu kecenderungan kita berdasarkan pilihan moral. Para ahli filsafat dalam tradisi
intelektual Islam kontemporer mempertegas perbedaan antara meneliti dan merasa . Dua model
berpikir ini saling melengkapi dan membantu kita untuk menyingkap tabir mengenai realitas
yang memang pada kenyataannya memerlukan pendekatan yang bersifat multi dimensi.

Anda mungkin juga menyukai