Disusu Oleh :
A. LATAR BELAKANG
Komunikasi politik dalam rangka kampanye pemilihan presiden Indonesia 2019 dilakukan secara massal
di berbagai media baik cetak, elektronik, maupun melalui media sosial. Bentuk-bentuk komunikasi
politik dalam mempengaruhi opini publik tidak hanya melalui kampanye politik melainkan juga melalui
propaganda dan politik pasca-kebenaran . Propaganda ini dilakukan sebagai upaya sadar atau tidak
sadar dengan cara berdasarkan pendapat, persepsi dan perilaku kelompok sasaran.
The post-truth politik menggambarkan situasi yang berkaitan dengan keadaan masyarakat di mana
fakta-fakta objektif kurang berpengaruh dalam membentuk opini publik dibanding emosi dan
kepercayaan seseorang. Era Post-truth saat ini dibentuk oleh perkembangan teknologi yang
memungkinkan setiap orang menemukan kebenaran menurut pengalamannya sendiri. Bahkan post-
truth secara khusus sering disamakan dengan propaganda dan disinformasi sehingga post-truth sering
Propaganda sebagai wujud komunikasi politik yang digunakan dalam menyebarluaskan pesan yang telah
dirancang sedemikian rupa untuk mempengaruhi opini khalayak dalam pemilihan presiden Indonesia
2019. Pesan-pesan propaganda yang dirancang tidak semuanya sesuai dengan fakta, namun seringkali
berisi hoax atau disinformasi yang tidak sesuai dengan fakta sebenarnya. Hal ini didasarkan pada
pemahaman bahwa sasaran propaganda pada dasarnya bukan nalar dan argumen audiens melainkan
emosi khalayak. Propaganda melalui media sosial dianggap sebagai propaganda horizontal, karena
aktivitas ini tidak hanya didominasi oleh elit kepentingan maupun kelompok besar saja tetapi menyebar
B. PEMBAHASAN
Beberapa isu-isu negatif yang terjadi diindonesia kini melibatkan propaganda seperti halnya dengan
Pemilihan Presiden Indonesia 2019: Propaganda di Era Post-Truth.
Isu-isu negatif yang disebarluaskan melalui media sosial twitter digunakan untuk mempengaruhi opini
publik. Isu-isu negatif ini menurut pandangan Lasswell merupakan propaganda dalam bentuk cerita,
rumor dan mitos untuk mengontrol opini publik. Propaganda semacam ini, nampak dilakukan secara
sengaja dan sistematis oleh para propagandis dengan menggunakan semua saluran media komunikasi
Pada konteks pemilihan presiden Indonesia 2019, kedua kandidat sama-sama diterpa propaganda dan
pesan post-truth yang selalu negatif. Propaganda bisa terjadi pada banyak isu dan banyak level. Jokowi
yang digambarkan sebagai seorang pembohong merupakan propaganda yang jahat, tetapi kondisi itu
tidak cukup untuk mewakili post-truth era. Sama seperti isu Prabowo yang melanggar hak asasi manusia
di masa lalu, juga tidak cukup dikategorikan sebagai post-truth karena isu tersebut berkaitan dengan
hukum yang bisa dibuktikan ketika ada political will dari lembaga penegak hukum.
Isu-isu negatif yang menerpa calon presiden baik Jokowi maupun Prabowo merupakan bagian dari
agenda propaganda yang dilakukan oleh pihak lain. Salah satu tujuan propaganda ini adalah
menciptakan mitos di masyarakat agar banyak orang menyakini tanpa perlu membuktikannya. Mitos
Analisis pada media sosial Twitter mengungkap isu-isu yang menjadi sentral perputaran hoax, fake news,
dan disinformasi dalam rangka propaganda. Isu ini menyerang kedua pihak, baik Jokowi maupun
Prabowo. Calon presiden Joko Widodo diterpa oleh enam isu negatif untuk merusak popularitas dan
elektabilitasnya. Isu-isu tersebut adalah anti islam dan ulama, komunis, pro China, lemah
kepemimpinan, pembohong, dan suka klaim. Semua isu tersebut dikategorikan sebagai propaganda
politik yang menyerang emosi warganet karena tidak dilandasi bukti yang kuat.
Sedangkan isu negatif yang menerpa Prabowo Subianto adalah seperti dianggap sebagai seorang
pelanggar Hak Asasi Manusia, pemarah, diragukan agamanya, pro khilafah, kurang pengalaman, dan
penyebar hoax. Isu-isu negatif ini juga merupakan bagian propaganda yang dilakukan oleh lawan
politiknya di media sosial. Di antara enam isu tersebut, sebagian besar mengacu pada propaganda
KESIMPULAN
Media sosial Twitter menjadi ruang publik baru untuk menyebarkan pesan propaganda dan
post-truth dengan isu-isu negatif berkaitan dengan calon presiden baik Jokowi maupun
Prabowo. Jokowi diterpa negatif agar popularitasnya turun, yaitu anti islam dan ulama,
komunis, pro China, lemah kepemimpinan, pembohong, dan suka klaim. Diantara enam isu
tersebut, isu Jokowi dituduh komunis merupakan contoh paling penting untuk menggambarkan
propaganda di masa post-truth karena propaganda ini tidak diimbangi dengan data dan fakta.
Prabowo Subianto juga diterpa enam isu negatif yaitu pelanggar hak asasi manusia, pemarah,
diragukan agamanya, pro khilafah, kurang pengalaman, dan penyebar hoax. Prabowo yang
diisukan pro khilafah menjadi contoh paling penting tentang propaganda yang menggunakan
Fenomena maraknya propaganda dengan pesan politik yang penuh dengan kebohongan namun
diyakini sebagai kebenaran inilah yang dianggap sebagai era post-truth. Isu-isu negatif ini
merupakan propaganda dalam bentuk cerita, rumor, dan mitos yang dimanipulasi untuk
mempengaruhi opini publik di media sosial. Sebagian masyarakat mempercayai ini sebagai
kebenaran karena didasarkan keyakinan secara emosional bukan dari melihat fakta secara
rasional.
DAFTAR PUSTAKA
http://jurnal.umt.ac.id/index.php/nyimak/article/view/3882