Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH

Propaganda Dan Rekaya Media Sosial


(Makalah ini di selesaikan untuk memenuhi tugas mata kuliah Propaganda)

Disusu Oleh :

 Idris Maulana (20231010)


 Putri Nabila Reizky (20231012)
Rahma Hidayati {20231901)
 Shyakila Regina Purba (20231904)

PRODI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS DHARMAWANGSA
2022

A. LATAR BELAKANG
Komunikasi politik dalam rangka kampanye pemilihan presiden Indonesia 2019 dilakukan secara massal

di berbagai media baik cetak, elektronik, maupun melalui media sosial. Bentuk-bentuk komunikasi

politik dalam mempengaruhi opini publik tidak hanya melalui kampanye politik melainkan juga melalui

propaganda dan politik pasca-kebenaran . Propaganda ini dilakukan sebagai upaya sadar atau tidak

sadar dengan cara berdasarkan pendapat, persepsi dan perilaku kelompok sasaran.

The post-truth politik menggambarkan situasi yang berkaitan dengan keadaan masyarakat di mana

fakta-fakta objektif kurang berpengaruh dalam membentuk opini publik dibanding emosi dan

kepercayaan seseorang. Era Post-truth saat ini dibentuk oleh perkembangan teknologi yang

memungkinkan setiap orang menemukan kebenaran menurut pengalamannya sendiri. Bahkan post-

truth secara khusus sering disamakan dengan propaganda dan disinformasi sehingga post-truth sering

digunakan untuk menyebut pola kampanye dalam banyak pemilihan umum.

Propaganda sebagai wujud komunikasi politik yang digunakan dalam menyebarluaskan pesan yang telah

dirancang sedemikian rupa untuk mempengaruhi opini khalayak dalam pemilihan presiden Indonesia

2019. Pesan-pesan propaganda yang dirancang tidak semuanya sesuai dengan fakta, namun seringkali

berisi hoax atau disinformasi yang tidak sesuai dengan fakta sebenarnya. Hal ini didasarkan pada

pemahaman bahwa sasaran propaganda pada dasarnya bukan nalar dan argumen audiens melainkan

emosi khalayak. Propaganda melalui media sosial dianggap sebagai propaganda horizontal, karena

aktivitas ini tidak hanya didominasi oleh elit kepentingan maupun kelompok besar saja tetapi menyebar

termasuk kelompok kecil.

B. PEMBAHASAN
Beberapa isu-isu negatif yang terjadi diindonesia kini melibatkan propaganda seperti halnya dengan
Pemilihan Presiden Indonesia 2019: Propaganda di Era Post-Truth.

Isu-isu negatif yang disebarluaskan melalui media sosial twitter digunakan untuk mempengaruhi opini

publik. Isu-isu negatif ini menurut pandangan Lasswell merupakan propaganda dalam bentuk cerita,

rumor dan mitos untuk mengontrol opini publik. Propaganda semacam ini, nampak dilakukan secara

sengaja dan sistematis oleh para propagandis dengan menggunakan semua saluran media komunikasi

terutama media sosial.

Pada konteks pemilihan presiden Indonesia 2019, kedua kandidat sama-sama diterpa propaganda dan

pesan post-truth yang selalu negatif. Propaganda bisa terjadi pada banyak isu dan banyak level. Jokowi

yang digambarkan sebagai seorang pembohong merupakan propaganda yang jahat, tetapi kondisi itu

tidak cukup untuk mewakili post-truth era. Sama seperti isu Prabowo yang melanggar hak asasi manusia

di masa lalu, juga tidak cukup dikategorikan sebagai post-truth karena isu tersebut berkaitan dengan

hukum yang bisa dibuktikan ketika ada political will dari lembaga penegak hukum.

Isu-isu negatif yang menerpa calon presiden baik Jokowi maupun Prabowo merupakan bagian dari

agenda propaganda yang dilakukan oleh pihak lain. Salah satu tujuan propaganda ini adalah

menciptakan mitos di masyarakat agar banyak orang menyakini tanpa perlu membuktikannya. Mitos

dalam konteks propaganda menjadi aspek sentral dalam persuasi politik.

Analisis pada media sosial Twitter mengungkap isu-isu yang menjadi sentral perputaran hoax, fake news,

dan disinformasi dalam rangka propaganda. Isu ini menyerang kedua pihak, baik Jokowi maupun

Prabowo. Calon presiden Joko Widodo diterpa oleh enam isu negatif untuk merusak popularitas dan

elektabilitasnya. Isu-isu tersebut adalah anti islam dan ulama, komunis, pro China, lemah

kepemimpinan, pembohong, dan suka klaim. Semua isu tersebut dikategorikan sebagai propaganda

politik yang menyerang emosi warganet karena tidak dilandasi bukti yang kuat.
Sedangkan isu negatif yang menerpa Prabowo Subianto adalah seperti dianggap sebagai seorang

pelanggar Hak Asasi Manusia, pemarah, diragukan agamanya, pro khilafah, kurang pengalaman, dan

penyebar hoax. Isu-isu negatif ini juga merupakan bagian propaganda yang dilakukan oleh lawan

politiknya di media sosial. Di antara enam isu tersebut, sebagian besar mengacu pada propaganda

umum yang banyak dilakukan politisi sebelum post-truth era.

KESIMPULAN
Media sosial Twitter menjadi ruang publik baru untuk menyebarkan pesan propaganda dan

post-truth dengan isu-isu negatif berkaitan dengan calon presiden baik Jokowi maupun

Prabowo. Jokowi diterpa negatif agar popularitasnya turun, yaitu anti islam dan ulama,

komunis, pro China, lemah kepemimpinan, pembohong, dan suka klaim. Diantara enam isu

tersebut, isu Jokowi dituduh komunis merupakan contoh paling penting untuk menggambarkan

propaganda di masa post-truth karena propaganda ini tidak diimbangi dengan data dan fakta.

Prabowo Subianto juga diterpa enam isu negatif yaitu pelanggar hak asasi manusia, pemarah,

diragukan agamanya, pro khilafah, kurang pengalaman, dan penyebar hoax. Prabowo yang

diisukan pro khilafah menjadi contoh paling penting tentang propaganda yang menggunakan

emosi warganet (post-truth).

Fenomena maraknya propaganda dengan pesan politik yang penuh dengan kebohongan namun

diyakini sebagai kebenaran inilah yang dianggap sebagai era post-truth. Isu-isu negatif ini

merupakan propaganda dalam bentuk cerita, rumor, dan mitos yang dimanipulasi untuk

mempengaruhi opini publik di media sosial. Sebagian masyarakat mempercayai ini sebagai

kebenaran karena didasarkan keyakinan secara emosional bukan dari melihat fakta secara

rasional.

DAFTAR PUSTAKA
http://jurnal.umt.ac.id/index.php/nyimak/article/view/3882

Anda mungkin juga menyukai