Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

TENTANG MASALAH DAN PEMELIHARAAN KEUTUHAN EKOSISTEM, KEANEKARAGAMAN STABILITAS


DAN EVOLUSI

Tugas ini diselesaikan untuk memenuhi tugas mata kuliah komunikasi pembangunan

Dosen Pengampuh : Erni Suyani,MA

Disusun Oleh :

IDRIS MAULANA (20231010)

PRODI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS DHARMAWANGSA MEDAN

T.A 2022

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas makalah yang ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah
ini adalah untuk memenuhi tugasyang telah diberikan oleh Erni Suyani,MA. Saya mengucapkan
terima kasih kepada dosen yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan
serta wawasan yang sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan tentang MASALAH DAN PEMELIHARAAN KEUTUHAN EKOSISTEM,
KEANEKARAGAMAN STABILITAS DAN EVOLUSI

bagi para pembaca dan juga bagi penulis.Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telahmembagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.Saya
menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Olehkarena itu, kritik dan saran
yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaanmakalah ini

I. PENDAHULUAN keanekaragaman hayati bersifat multidimensi. Hal ini digambarkan oleh beragamnya
definisi/pengertian yang telah di kemukakan. Kesamaan diantara berbagai pengertian yang telah di
kemukakan. Kesamaan di antara berbagai pengertian keanekaragaman hayati adalah tiga komponen
prinsip, yaitu ekosistem, jenis, dan gen. Tiga komponen prinsip ini juga diacu di dalam pengertian
keanekaragaman hayati menurut konvensi keanekaragaman hayati. Pengertian menurut konvensi ini
adalah : Keanekaragaman hayati ialah keanekaragaman di dalam makhluk hidup dari semua sumber,
termasuk diantaranya, daratan, lautan dan ekosistem perairan lain serta kompleks-kompleks ekologi
yang merupakan bagian dari keanekaragamannya; mencakup keanekaragaman di dalam jenis, antar
jenis dan ekosistem Dalam pengertian lain; keanekaragaman hayati merujuk pada keanekaragaman
semua jenis tumbuhan, hewan dan jasad renik (mikroorganisms), serta proses ekosistem dan ekologis
dimana mereka menjadi bagiannya. Keanekaragaman genetik (didalam jenis) mencakup keseluruhan
informasi genetik sebagai pembawa sifat keturunan dari semua makhluk hidup yang ada.
Keanekaragaman jenis berkaitan dengan keragaman organisme atau jenis yang mempunyai ekspresi
genetis tertentu. Sementara itu, keanekaragaman ekosistem merujuk pada keragaman habitat, yaitu
tempat berbagai jenis makhluk hidup melangsungkan kehidupannya dan berinteraksi dengan faktor
abiotik dan biotik lainnya. Keanekaragaman hayati lebih dari sekedar jumlah jenis-jenis flora dan fauna.
Kawasan hutan Indonesia dan ekosistem daratan lainnya mewadahi keanekaragaman hayati yang sangat
besar. Dari segi keanekaragaman jenis, Indonesia mempunyai kekayaan jenis-jenis palem yang terbesar
di dunia, lebih dari 400 jenis kayu dipterocarp (jenis kayu komersial terbesar di Asia Tenggara) dan
kurang lebih 25 ribu tumbuh-tumbuhan berbunga serta beranekaragam fauna. Indonesia menduduki
tempat pertama didunia dalam kekayaan jenis mamalia (515 jenis, 36 % diantaranya endemik),
menduduki tempat pertama juga dalam kekayaan jenis kupu-kupu swallowtail (121 jenis, 44 % di
antaranya endemik), menduduki tempat ketiga dalam kekayaan jenis reptil (lebih dari 600 jenis),
menduduki tempat keempat dalam kekayaan jenis burung (1519 jenis, 28 % diantaranya endemik),
menduduki tempat kelima dalam kekayaan jenis amfibi (lebih dari 270 jenis) dan menduduki tempat
ketujuh dalam kekayaan flora berbunga. Kawasan peraiaran teritorial Indonesia yang luas dan kekayaan
lautan Hindia dan pasifik barat lebih lanjut lagi menambah kekayaan keanekaragaman hayati. Indonesia
mempunyai habitat pesisir dan lautan yang kaya. Sistem terumbu karang yang ekstensif di lautan yang
jernih sekitar Sulawesi dan Maluku termasuk diantara ekosistem terumbu karang yang terkaya di dunia.
Sebagian dari kekayaan keanekaragaman hayati Indonesia telah di manfaatkan dan memberikan nilai
secara ekonomis. Sejumlah tanaman pertanian yang mempunyai nilai penting secara nasional maupun
global berasal dari Indonesia, termasuk merica hitam, cengkih, tebu, beberapa jenis citrus dan sejumlah
buah-buahan tropis lainnya. Lebih dari 6000 jenis tanaman dan hewan dimanfaatkan oleh masyarakat
Indonesia untuk memenuhi kebutuhan harian, baik di panen secara langsung dari alam maupun
dibudidayakan. Tujuh ribu jenis ikan marine maupun air tawar adalah sumber protein utama masyarakat
Indonesia. Pertanian dan perikanan adalah penopang perokonomian negara, yang menyediakan
kebutuhan pangan, sandang, papan, obat-obatan dan enersi, serta peralatan. Keanekargaman hayati
Indonesia adalah sumber daya yang penting bagi pembangunan nasional. Sifatnya yang mampu
memperbaiki diri merupakan keunggulan utama untuk dapat di manfaatkan secara berkelanjutan.
Sejumlah besar sektor perekonomian nasional tergantung secara langsung ataupun tak langsung dengan
keanekaragaman flora-fauna, ekosistem alami dan fungsi-fungsi lingkungan yang dihasilkannya.
Konservasi keanekaragaman hayati, dengan demikian sangat penting dan menentukan bagi
keberlanjutan sektor-sekrtor seperti kehutunan, pertanian, dan perikanan, kesehatan, ilmu
pengetahuan, industri dan kepariwisataan, serta sektor-sektor lain yang terkait dengan sektor tersebut.
II. KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN KESEJAHTERAAN MANUSIA 1. Interaksi Manusia dan
Keanekaragaman Hayati Manusia tergantung kepada keanekaragaman hayati untuk pangan, enersi,
papan, obat-obatan, inspirasi dan banyak lagi kebutuhan lain. Keanekaragaman hayati dan manusia
telah mempunyai keterkaitan yang erat dan saling mendukung selama puluhan ribu tahun. Sumber daya
hayati untuk pemenuhan kebutuhan hidup mempunyai karakter penting yaitu bersifat renewable, paling
tidak jika dikelola dengan bijaksana. Cara masyarakat memanfaatkan keanekaragaman hayati
menentukan kelestarian sumber daya ini, dan cara masyarakat mengelolanya akan menentukan
produktivitas sumber daya yang penting ini dan kelestarian fungsi-fungsi ekologisnya. Kegiatan manusia
telah membantu terciptanya keanekaragaman jenis dan plasma nutfah, dan telah meningkatkan
komunitas hayati di dalam lingkungan yang tertentu melalui praktik pengelolaan sumber daya dan
melalui domestikasi tumbuhan dan satwa. Disisi lain manusia juga telah menyebabkan menurunnya
mutu keanekaragaman hayati beserta fungsi-fungsi ekologis yang di hasilkannya. Menurunnya mutu
keanekaragaman hayati ini dapat dilihat dari laju kepunahan jenis dan viabilitas jenis-jenis yang masih
bertahan. Hubungan manusia dengan keanekaragaman hayati dapat di gambarkan dalam diagram siklus
interaksi. Dari sudut pandang antroposentris, interaksi dimulai dari faktor-faktor pendorong hubungan
yang ada di masyarakat, seperti untuk pemenuhan kebutuhan, inspirasi dan fungsi-fungsi ekologis
sebagai pendukung kehidupan. Faktor pendorong ini akan mempengaruhi dampak kegiatan manusia
pada keanekaragaman hayati. Meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan hidupnya akan
meningkatkan dampak kegiatan manusia pada keanekaragaman hayati; dampak tersebut kemudian
akan mempengaruhi kondisi dan dinamika keanekaragaman hayati, yang kemudian mempengaruhi nilai-
nilai dan fungsi keanekaragaman hayati dan pada akhirnya akan mempengaruhi pula ketersediaan dan
kualitas keanekaragaman hayati dalam memenuhi kebutuhan manusia dan juga dalam menjamin
kelestariannya. Sementara itu, kondisi dan dinamika, nilai-nilai dan dampak kegiatan manusia pada
keanekaragaman hayati dapat pula diupayakan melalui peningkatan kesadaran masyarakat untuk
menjadi faktor pendorong bagi berubahnya pola konsumsi efisiensi pemanfaatan sumber daya dan
apresiasi masyarakat. Peningkatan kesadaran dan apresiasi akan mempengaruhi pula dampak kegiatan
manusia, kondisi dan dinamika dan cara penilaian fungsi-fungsi keanekaragaman hayati melalui upaya-
upaya tertentu dalam pengelolaan pendidikan dan lain sebagainya. 2. Manfaat keanekaragaman Hayati
bagi Manusia Tumbuhan, hewan dan mikroorganisme penghuni planit biru ini, saling berinteraksi
didalam lingkungan fisik suatu ekosistem, merupakan fondasi bagi pembangunan berkelanjutan. Sumber
daya hayati dari kekayaan kehidupan ini mendukung kehidupan manusia dan memperkaya aspirasi serta
memungkinkan manusia untuk beradaptasi dengan peningkatan kebutuhan hidupnya serta perubahan
lingkunganya. Erosi keanekaragaman plasmanutfah, jenis, dan ekosistem yang berlangsung secara tetap
akan menghambat kemajuan dalam proses masyarkat yang sejahtera secara berkelanjutan. Erosi
keanekargaman hayati ini merupakan indikasi dari ketidakseimbangan antara peningkatan kebutuhan
manusia dan kapasitas alam. Pada saat manusia memasuki revolusi industri, ada kurang lebih 850 juta
jenis flora-fauna yang bersama-sama menghuni bumi. Pada saat ini, dengan populasi manusia sekitar
enam kali, dan dengan tingkat konsumsi sumber daya yang berlipat jauh lebih besar, peningkatan
kapasitas alam melalui upaya budi daya dan pengelolaan sumber daya tidak mampu mengikuti
peningkatan pertumbuhan populasi dan kebutuhan hidupnya. Dari komponen-komponen
keanekaragaman hayati, baik diperoleh langsung dari alam maupun melalui budi-daya, umat manusia
memperoleh semua bahan pangan dan sejumlah besar obat-obatan, serat bahan baku industi.
Sumbangan perekonomian dari pemanenan komponen keanekaragaman hayati dari alam saja telah
mennyumbang empat setengah persen GDP Amerika, atau bernilai 87 milyar dollar pada akhir tahun
1970. Perikanan lepas pantai, yang berasal dari jenis-jenis non budi daya telah menyumbang sekitar 100
juta ton bahan pangan. Pada beberapa negara berkembang masyarakat masih mencari bahan
kebutuhan pangan pokok mereka dari alam. Umbi-umbian, dan sagu di Irian jaya, dan beberapa sumber
karbohidrat utama di beberapa negara masih diperoleh langsung dari alam . Nilai komponen
keanekaragaman hayati yang dibudidayakan jauh lebih besar lagi. Pertanian menyumbang sekitar 32
persen dari GDP negara-negara berkembang. Perdagangan produk pertanian pada tahun 1989 mencapai
3 triliyun dolar. Komponen keanekaragaman hayati juga penting bagi kesehatan manusia. Sebelum
industri sintesa muncul, semua bahan obat-obatan diperoleh dari alam, dan bahkan sekarang bahan-
bahan alami ini masih vital. Obat-obatan tradisional mendukung pemeliharaan kesehatan bagi sekitar 80
% penduduk negara berkembang, atau lebih dari tiga milyar jiwa secara keseluruhan. Pengobatan
tradisional saat ini di dorong perkembangannya oleh Badan Kesehatan Dunia WHO, dan juga di banyak
negara,termasuk negara maju. Demikian juga untuk pengobatan modern, seperempat dari resep obat-
obatan yang di berikan Amerika Serikat mengandung bahan aktif yang diekstraksi dari tumbuh-
tumbuhan dan hewan, dan lebih dari 3000 antibiotik, termasuk penisilin dan tetrasiklin, diperoleh dari
mikroorganisma. Siklosporin, di kembangkan dari suatu kapang tanah, merupakan penemuan
revolusioner bagi transplantasi jaringan manusia, seperti untuk jantung dan ginjal, karena mampu
menekan efek penolakan tubuh atas organ baru. Aspirin dan banyak obat-obatan lainnya yang sekarang
mampu disintesakan kimiawi, pertama kali diekstraksi dari tumbuhan liar. Senyawa-senyawa yang
diekstraksi dari tumbuhan, mikroba dan hewan merupakan komponen dalam perumusan 20 obat-
obatan terlaris di Amerika yang mencapai angka perdagangan sebesar 6 milyar dolar pada tahun 1988.
Komponen keanekaragaman hayati juga mempunyai fungsi sebagai komoditi pariwisata,. Diseluruh
dunia, pariwisata alam menghasilkan sekitar 2 hingga 12 milyar dolar pendapatan setiap tahun. Selain
fungsi ekonomi seperti tersebut diatas, keanekeragaman hayati mempunyai fungsi sosial dan ekologis.
Fungsi sosial keanekaragaman hayati adalah memberikan kesempatan atau lapangan kerja, bagian dari
elemen spiritual masyarakat yang membentuk budaya setempat, serta membentuk jati diri masyarakat.
Nilai spiritual dan aspirasi dari fungsi sosial ini juga mempengaruhi atau meningkatkan kesehatan jiwa
masyarakat. Fungsi ekologis keanekaragaman hayati berkaitan dengan proses-proses ekologis keaneka
ragaman hayati, yaitu proses pertumbuhan, perkembangbiakan, dan evolusi. Tumbuhan menghasilkan
oksigen dan menyaring polutan udara, memberikan mutu udara yang diperukan untuk pernafasan
manusia serta makhlluk hidup lainnya. Proses mikroorganisme tanah memperbaiki kondisi kimiawi dan
biologis tanah, struktur tanah serta kesuburan tanah secara umum, serta proses-proses lainnya
mendukung kehidupan manusia dalam hal memberikan kualitas kehidupan yang lebih baik. Fungsi, jasa
dan produk komponen keanekaragaman hayati diatas, serta besarnya nilai ekonomi yang dihasilkan
tidak akan dapat diperoleh secara lestari jika sumber dayanya sendiri tidak dikelola secara lestari. Dari
gambaran di atas, dapat di ketahui bahwa keanekaragaman hayati berperan sangat penting dan vital
untuk menjamin kehidupan dan kesejahteraan umat manusia. Mulai dari mutu udara, mutu air, mutu
tanah, dan mutu lingkungan secara keseluruhan, hingga untuk pemenuhan kebutuhan dasar manusia,
semuanya tergantung secara langsung maupun tak langsung pada keanekaragaman hayati. III. STRATEGI
NASIONAL PENGELOLAAN KEANEKARAGAMAN HAYATI Keanekaragaman hayati Indonesia telah
dimanfaatkan, baik secara langsung dari alam, maupun melalui kegiatan budi daya. Namun demikian
masih banyak yang perlu di gali potensinya, dan masih banyak lagi kegiatan pemanfaatan yang harus di
benahi, untuk menjadikan kekayaan nasional ini sebagai aset pembangunan yang berkelanjutan. Untuk
itu pengetahuan yang mendasar mengenai besar dan sifat kekayaan nasional ini perlu ditingkatkan
dengan memanfaatkan pengetahuan tradisional maupun teknologi yang sesuai sebagai dasar
pengembangan pemanfaatan secara lestari. Sebagaimana adat dan kebudaya yang telah berkembang
selama berabad-abad, pendududk Indonesia telah memanfaatkan kekayaan keanekaragaman hayati
yang terdapat di seluruh kepulauan Indonesia. Pembiakan jenis-jenis lokal dari domba, sapi, ayam dan
bebek, serta penggunaan sistem-sistem tradisional hutan-kebun dengan memanfaatkan tanaman-
tanaman komersial setempat seperti jambu mete, cengkeh, kelapa dan berbagai tanaman penghasil
serat, rempah-rempah dan obat-obatan. Tanaman-tanaman seperti tebu, rambutan, pisang, durian
cengkeh dan kacang mete memang merupakan jenis-jenis asli dan telah dikembangkan oleh penduduk.
Indonesia merupakan salah satu pusat keanekaragaman hayati di dunia yang merupakan sumber
kehidupan masyarakat dan aset negara, maka dalam menjalankan kegiatan pembangunan perlu
memperhatikan perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan berkelanjutan sumber daya ini. Dalam
rangka pelaksanaan pembangunan nasional diperlukan kebijaksaan dan langkah-langkah yang
terkoordinasi untuk menangani masalah pengelolaan keanekaragaman hayati bagi keperluan
pembangunan. Hal ini mengingat pengelolaan keanekargaman hayati berada pada sektor maupun
instansi yang terpisah. Kondisi ini tidak terlepas kemungkinan adanya tumpang-tindih kepentingan
pengelolaan keanekaragaman hayati yang dapat menyebabkan tidak tercapainya tujuan dan sasaran
pembangunan. Untuk mengelola keanekaragaman hayati Indonesia diperlukan strategi nasional sebagai
alat bantu agar semua pihak dalam melaksanakan tugasnya mengupayakan perlindungan, pengawetan
dan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati. Strategi Nasional Pengelolaan Keanekargaman
Hayati beserta Rencana Aksi Keaneakaragaman Hayati telah diterbitkan pada tahun 1993. Dalam
Strategi Nasional ini asas yang dianut adalah pemanfaatan ilmu dan teknologi,
diversifikasi/penganekaragaman pemanfaatan, dan keterpaduan pengelolaan. Disadari bahwa
pengelolaan keanekaragaman hayati tidak hanya terletak pada tanggung jawab pemerintah, tetapi
semua pihak memiliki kepentingan dan kewajiban. Pihak pemerintah berkewajiban mengembangkan
peraturan perundang-undangan pemanfaatan dan pelestariannya serta melaksanakan bagian yang
menjadi kepentingan nasioanal atau umum. Asas keterpaduan dalam Strategi Nasional ini juga
mengandung kewajiban bagi pemerintah untuk dapat menyelenggarakan koordinasi yang mantap dalam
menselaraskan tugas dan kewajiban semua pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan
keanekaregaman hayati. Strategi Nasional juga mendorong untuk meningkatkan kerja sama
internasional di bidang pengelolaan keanekaragaman hayati. Dalam kerja sama internasional ini
Indonesia menganut asas bahwa keanekaragaman hayati merupakan sumber daya terbarukan yang di
perlukan dalam meningkatkan harkat kemanusiaan. Dalam pengelolaannya setiap negara mempunyai
hak berdaulat untuk memanfaatkan sumber daya keanekaragaman hayati untuk menunjang
pembangunan nasional. Salah satu wujud kerja sama internasional dalam pengelolaan keanekaragaman
hayati ini, Dalam KTT Bumi tahun 1992 di Rio de Janerio Indonesia telah menandatangani konvensi
keanekaragaman hayati dan meratifikasi konvensi ini dalam Undang-Undang nomor 5 tahun 1994.
Dengan konvensi ini Indonesia telah menjadi pihak konvensi. IV.PENGELOLAAN KEANEKARAGAMAN
HAYATI DALAM KESERASIAN LINGKUNGAN 1. Pengelolaan Keanekaragaman Hayati Berbasis bioregional
Di seluruh belahan dunia, perhatian pada permasalahan lingkungan terus meningkat. Perhatian ini
adalah wujud keprihatinan mengenai keadaan lingkungan lokal maupun global dan perkiraan akan
kecenderungan masa datang. Kepedulian masyarakat didasarkan pada realisasi bahwa kondisi sistem
hayati dunia adalah fundamental bagi umat manusia dan bahwa pengaruh / dampak kegiatan kita pada
sistem ini semakin meningkat secara eksponensial. Selama dekade terakhir, kepedulian dan perhatian ini
difokuskan pada permasalahan keanekaragaman hayati. Konsep ilmiah dan sosial, permasalahan di
seputar keanekaragaman hayati ini begitu kompleks dan sering kali disertai pengertian yang kurang
cukup serta cara pandang yang terlalu sempit. Apakah kita menghadapi krisis keanekaragaman hayati
global ?, ataukah kita berada pada tengah-tengah krisis tersebut ?, tak satupun jawaban yang dapat
memberikan gambaran yang sebenarnya. Estimasi terakhir menunjukan bahwa lebih dari setengah
permukaan bumi yang menunjang komunitas makhluk hidup telah terkena dampak kegiatan manusia.
Diperkirakan pula bahwa kita sekarang pada masa kepunahan masal jenis-jenis makhluk hidup.
Keprihatinan ini bertambah lagi dengan adanya kesadaran bahwa pengetahuan kita tentang keragaman
dan keanekaan jenis tumbuhan, hewan, jasad renik dan ekosistem dimana mereka berada dan
berinteraksi benar-benar kurang lengkap. Pengertian pembangunan semesta pada beberapa dekade
yang lalu tidak menganut azas keseimbangan. Pembangunan lebih menitik beratkan pada aspek
ekonomi, dimana eksploitasi sumber daya alam tidak di imbangi dengan rehabilitasi dan upaya
pengawetan. Dengan adanya kesadaran akan dampak kerusakan yang di timbulkan dari kegiatan
pemanfaatan yang tidak berwawasan lingkungan, pemahaman kedudukan manusia pada keseluruhan
biosfer telah mengalami pergeseran. Manusia bukan lagi menganggap dirinya diluar ekosistem,
melainkan merupakan bagian dari ekosistem tersebut. Pengertian keanekaragaman hayati menjadi lebih
luas lagi dengan melibatkan komponen manusia dengan segala kebudayaan dan sistem sosial
ekonominya. Bahkan jika seluruh ekosistem alam yang tersisa dapat dilindungi dari pengaruh
pembangunan, ekosistem yang tersisa ini tidak cukup untuk memelihara keanekaragaman hayati.
Keaslian yang tersisa tidak cukup besar untuk memenuhi kebutuhan habitat bagi seluruh spesies atau
untuk memenuhi fungsi ekologis yang penting. Jelas bahwa keberhasilan konservasi keanekaragaman
hayati akan tergantung pada kemampuan pengelolaan seluruh lanskap untuk meminimalkan kepunahan
keanekaragma hayati. Kebutuhan manusia dan kegiatannya harus di selaraskan dengan pemeliharaan
keanekaragaman hayati, dan kawasan konservasi harus dipadukan dengan lingkungan alam dan buatan
sekitarnya. Kebun, hutan, areal peternakan, perikanan dan pemukiman perencananya harus segaris
dengan projek restorasi lahan, rehabilitasi dan perlindungan kawasan, serta upaya konservasi lainnya.
Skala upaya-upaya tersebut harus disesuaikan dengan proses-proses ekologis dan kebutuhan serta
persepsi masyarakat setempat. Pendekatan keterpaduan ini di sebut dengan pengelolaan bioregional. 2.
Konsep dan Pengertian bioregional Kawasan bioregional adalah kawasan daratan dan perairan yang
batas-batasnya tidak di tentukan oleh batas-batas politik, malainkan oleh batas geografis kelompok
masyarakat dan sistem ekologis tertentu. Kawasan ini harus cukup besar / luas untuk menjaga integritas
komunitas hayati, habitat dan ekosistem, untuk dapat mendukung proses-proses ekologis yang vital,
seperti siklus nutrisi dan penguraian limbah, migrasi alami dan aliran air dan energi, untuk memenuhi
kebutuhan habitat spesies-spesies kunci dan indikator, dan untuk mewadahi masyarakat yang terlibat
dalam pengelolaan, pemanfaatan dan pemahaman sumber daya hayati. Luasan kawasan bioregional ini
juga dibatasi oleh masyarakat setempat. Kawasan ini harus memiliki identitas kultural yang unik dimana
masyarakat setempat mampu memanfaatkannya secara subsisten berdasarkan ulayat. Hak ulayat ini
bukan berarti hak yang absolut, melainkan lebih berarti bahwa kebutuhan hidup, hak-hak dan
kepentingan masyarakat lokal seyogyanya menjadi titik permulaan dan kriteria untuk pembangunan dan
konservasi regional, serta dalam kerangka kegiatan dimana kepentingan baik negara, swasta dan
peminat lainnya dapat diakomodasi. Di dalam suatu bioregion terdapat mosaik pemanfaatan lahan dan
perairan. Setiap petak penyusun mosaik tersebut menyediakan habitat dimana berbagai jenis mampu
memepertahankan diri dan berkembang biak, serta setiap petak tersebut juga mempunyai hubungan
tertentu dengan suatu wilayah pemukiman manusia. Semua komponen mosaik tersebut interaktif,
seperti halnya pengelolaan suatu DAS akan mempengaruhi habitat sistem sungai,
perkebunan/pertanian, kegiatan perikanan, kondisi muara sungai dan terumbu karang. Komponen-
komponen tersebut juga harus bersifat dinamis; dimana perubahan dari waktu ke waktu seperti
perubahan aliran sungai, regenerasi masa bero dan tanam di lahan pertanian, dan sebagainya telah
diantisipasi dalam pengelolaannya. Sifat kedinamisan ini memberi kemampuan bioregion yang di kelola
dengan baik, ketahanan dan fleksibilitas untuk beradaptasi pada evolusi dan pengaruh kegiatan manusia
(baik terhadap perubahan iklim maupun perubahan pasar/komoditas). Didalam kerangka ekologis dan
sosial, pemerintahan, masyarakat, serta pihak swasta berbagi tanggung jawab untuk mengkoordinasikan
penataan pemanfaatan lahan baik untuk lahan ulayat dan lahan milik serta untuk menentukan dan
melaksanakan pilihan-pilihan pembangunan yang mampu menjamin pemenuhan kebutuhan manusia
secara berkelanjutan. Adanya saling membutuhkan ini membentuk keterpaduan kelembagaan dan kerja
sama sosial. Dialog diantara berbagai kepentingan, perencanaan partisipatif, dan kelembagaan yang
cukup fleksibel sangat menentukan keberhasilan pengelolaan bioregion. Perangkat dan teknologi
konservasi dalam jangkauan yang cukup luas harus juga diperhatikan, diantaranya pengelolaan kawasan
yang dilindungi, teknologi konservasi ex situ, rehabilitasi lanskap, serta pengelolaan secara
berkelanjutan sumber daya kehutanan, pertanian, dan perikanan. Konsep suaka biosfer seperti yang
telah dimunculkan oleh MAB (Man and Biosphere Programme) pada tahun 1979, merupakan model
pertama yang dapat digunakan sebagai titik awal pengelolaan bioregional. Dalam model kawasan suaka
ini, suatu area kawasan lindung sebagai pusat biosphere dikelilingi oleh zona penyangga dan kemudian
kawasan peralihan. Pemanfaatan yang diperkenankan dalam zona penyangga di batasi pada kegiatan
yang sesuai dengan fungsi perlindungan kawasan inti, seperti penelitian, pendidikan, rekreasi dan
kepariwisataan, sedangkan kegiatan konservasi ex situ, pembangunan pertanian dan kehutanan
diperkenankan di zona/kawasan peralihan. Dalam zona peralihan ini pemukiman dan kegiatan budi-daya
secara tradisional diperkenankan. Namun dalam skala pertanian yang besar hanya diperkenankan
dilaksanakan di daerah budi daya, yaitu di luar zona peralihan. Beberapa negara telah mulai
menjembatani konsep biosfer ini dengan penerapannya melalui beberapa peraturan perundangan.
Indonesia, sebagai contoh, dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 mengenai konservasi Sumber
Daya Alam hayati dan ekosistemnya, menetapkan bahwa suaka biosfer ini adalah salah satu kategori
kawasan konservasi yang diakui secara legal. 3. Dinamika dan Elemen bioregional Bioregional memiliki
keunggulan ekologi, ekonomi dan sosial budaya yang jelas. Pengelolaan keanekaragaman hayati dan
pembangunan daerah melalui konsep bioregional ini memberikan skala pembangunan dalam ruang dan
sosial yang wajar dan manusia bagi sebagian besar masyarakat. Peralihan dari konsep pembangunan
yang konservatif dan konsep bioregional membutuhkan penyelarasan faktor sosial yang cukup besar.
Masyarakat di harapkan dapat memulai pengembangan jati diri dalam pencapaian tujuan dan sasaran
pembangunan berdasar keunggulan daerah yang dimilikinya; keunggulan tersebut adalah kearifan
setempat dalam pengelolaan lingkunagan, komponen keanekaragaman hayati yang khas dan
mempunyai potensi pasar, dan berbagai kondisi yang menguntungkan dalam bioregionalnya. Tiga
masalah utama dalam pengembangan perekonomian berdasar jati diri daerah adalah : a). Pendekatan
bioregional membutuhkan kemauan politik daerah dan pusat untuk desentralisasi, membuka peluang
lebih besar untuk akses dan kesetaraan dan penanganan atau tindakan kelembagaan bagi sebagian
besar sektor pembangunan. Pada saat ini, perencanaan dan pengelolaan sumber daya masih dirasa
terlalu tersentralisasi, pembagian dan spesialisasi sektoral masih terlalu besar, dan sebagian besar
peraturan perundangan dan struktur administratif belum dapat mendukung konsep ini ; b).Berbagai
pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan pembangunan berbasis bioregion mempunyai
kekuasaan, akses dan pemilikan informasi yang tidak setara, sehingga masing-masing aktor ini tidak
dapat berpartisipasi secara efektif dan merata ; c).Pemerintah daerah atau sektor terkait belum
mengembangkan studi mengenai potensi komponen keanekaragaman hayati unggulan yang dapat
merupakan jati diri daerah dalam arti mampu dikembangkan sebagai komoditi unggulan bagi
perekonomian daerah, atau merupakan ciri khas daerah yang mampu dikembangkan budi dayanya
untuk memperoleh nilai ekonomi. Sebagai penjelasan dari pendekatan konsep pembangunan
bioregional dapat digambarkan dalam elemen dan dinamika bioregion sebagai berikut : 1. Bioregional
development plan berpusat pada kawasan-kawasan lindung dan atau kawasan konservasi yang sudah
ada sebagai inti bioregion, dimana fungsi-fungsi ekologis dan pengawetan plasmanutfah dilaksanakan
dengan ketat; kawasan ini dikelilingi oleh suatu ozon penyangga yang berfungsi untuk penelitian,
pendidikan, perlindungan dan kegiatan ekstraksi secara sangat terbatas. Di sebelah luar dari zona
penyangga ini terdapat zona peralihan dimana kegiatan ekstraksi dalam bentuk hutan produksi terbatas
dan pertanian/peternakan terbatas dapat dilaksanakan. Di luar zona ini, terdapat kawasan
produksi/budi-daya dan pemukiman. Dari segi pengembangan dan ketahanan komoditas, zona inti
bioregion yang dikelola sebagai pusat konservasi yang dimaksud dapat di kembangkan atau ditetapkan
dari hasil studi pusat keanekaragaman hayati unggulan. 2. Daerah aliran sungai (DAS) dikelola secara
keseluruhan, mulai dari mata air di daerah pegunungan hingga kelautan, serta melintasi berbagai tata
guna lahan dari kawasan lindung di daerah pegunungan hingga ke perikanan tambak di daerah muara
sungai. 3. Lahan-lahan kritis di rehabilitasi hingga mempunyai berbagai nilai pemanfaatan, termasuk
untuk konservasi air dan tanah, perlindungan kawasan pesisir, produksi kayu, pertanian, peternakan,
dan perluasan kawasan lindung. 4. Kawasan pesisir dan lautan dikelola untuk mengkonservasi terumbu
karang dan kunci, mangrove, pantai dan elemen lainnya, menjaga produktivitas perikanan laut, serta
mendukung pembangunan perekonomian masyarakat setempat melalui pengembangan pariwisata alam
yang di tata secara hati-hati. 5. Dataran penggembalaan dikelola dalam batas-batas daya dukungnya
untuk memelihara flora-fauna asli, mengembangkan ternak, dan menjamin pemenuhan kebutuhan
hidup masyarakat peternak, atau petani nomad. Dalam menjaga daya dukung kawasan diutamakan
untuk mengembangkan ternak asli daerah dan apabila akan dikembangkan ternak dari luar, harus
disesuaikan dengan kondisi setempat. 6. Lahan-lahan pertanian dikelola untuk mengoptimalkan
produktivitas jangka panjang dan ikut melestarikan keanekaragaman hayati dengan mengurangi bahan
kimiawi sistesis untuk pemupukan dan pengendalian hama-penyakit, memanfaatkan sebesar mungkin
jenis-jenis unggulan lokal sebelum memutuskan menggunakan bibit eksotik, serta melakukan
penanaman pohon-pohonan, pembatas lahan, perindang jalan dan hutan masyarakat dalam
membentuk lanskap kawasan pertanian. Kembangkan juga agroforestydi dalam pemanfaatan zona
peralihan. 7. Suatu rangkaian kelembagaan berbasis masyarakat sebagai pendukung konservasi
keanekaragaman hayati termasuk penyimpanan benih (seedbank), pelayanan penyuluhan pertanian,
serta stasiun penelitian, inventarisasi dan pemantauan keanekaragaman hayati perlu dikembangkan
bersama-sama dalam bioregion tertentu. 8. Kawasan perkotaan yang besar dalam suatu bioregion
menyediakan serangkaian lembaga pendukung. Termasuk dalam hal ini adalah kebun binatang,
akuarium, dan kebun raya yang dapat dimanfaatkan untuk mengawektan (secara terbatas) jenis-jenis
yang terancam kepunahan dan mendidik masyarakat; sekolah-sekolah dan tempat ibadah, serta media
massa untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat; lembaga swadaya masyarakat dapat
membantu menyediakan dukungan dan informasi baik bagi pemerintah maupun masyarakat; serta
pusat informasi keanekaragaman hayati yang berperan sebagai focal point untuk dialog bioregional,
pertukaran informasi dan kegiatan kolektif. v. PENUTUP Seperti anggota komunitas makhluk hidup
lainnya, manusia tergantung pada lingkungannya. Dengan kelengkapan akal budinya yang jauh lebih
unggul dari makhluk hidup lain, manusia tidak hanya beradaptasi dan berevolusi secara pasif namun,
namun mampu mengubah lingkungannya agar lebih menguntungkan dan sesuai denngan kebutuhan
hidupnya. Sesuai dengan perkembangan kebudayaannya, sejarah interaksi manusia dimulai dari
tahap/fase pengumpul atau pemburu, fase pertanian, fase pembentukan kawasan permukiman, hingga
fase modern dengan konsumsi energi tinggi. Pada setiap fase interaksi ini, bentuk hubungan pengaruh
dan mempengaruhi berubah sesuai dengan tekhnologi dan kapasitas yang dikembangkannya. Manusia
tidak lagi tergantung dengan sumber daya yang ada di alam, namun dengan kelebihan inovasinya mulai
mampu membudidayakan, meningkatkan produktivitas komponen keanekaragaman hayati dan
menekan faktor-faktor yang tidak mennguntungkan produksi. Dengan semakin meningkatnya populasi
dan kebutuhan hidupnya, serta dengan perkembangan industrialisasi, dampak kegiatan manusia pada
kondisi dan dinamika keanekaragaman hayati semakin besar. Kebutuhan yang meningkat sering kali
menyebabkan kurang diindahkannya pertimbangan lingkungan; pemanenan hasil alam berupa hasil
hutan dan perikanan sering kali hanya mempertimbangkan pemenuhan bahan baku industri dan
kebutuhan masyarakat dalam jangka pendek. Pertanian tradisional yang lebih mempertahankan
keanekaragaman hayati digantikan dengan pertanian berinput tinggi, dengan keanekaragaman hayati
rendah dan intensiv. Pertanian intensiv sering kali tidak mempertahankan penggalian bibit lokal demi
untuk memenuhi pasaran global. Akibat yang segera tampak adalah degradasi lahan, terutama
penurunan produktivitas lahan, penggundulan hutan dan meningkatnya kasus-kasus bencana alam.
Dalam jangka panjang, dampak yang akan muncul adalah kejenuhan lingkungan, akibat tertekannya
daya dukung lingkungan dan meningkatnya kerusakan lahan dan fungsiekologis keanekaragaman hayai.
Bila hal ini terus berlanjut maka ketiga fungsi keanekaragaman hayati akan rusak dan manusia sendiri
yang harus menerima akibatnya. Esensi dari pendekatan bioreginal adalah untuk mewadahi dan
melibatkan konservasi keanekaragaman hayati dalam pemanfaatan sumber daya lahan dan sumber
daya alam lainnya, termasuk yang utama ditujukan untuk produksi ekonomi. Dengan demikian,
pendekatan bioregional development plan adalah upaya memadukan tujuan konservasi
keanekaragaman hayati dalam pengelolaan hutan, pertanian, perternakan, perikanan dan
pengembangan kawasan pemukiman/perkotaan, serta dalam pembangunan dilahan basah dan semua
lanskap. Teknik dan strategi konservasi keanekaragaman hayati pada berbagai bentukan lanskap
tersebut diatas sebenarnya sudah ada, namun perlu ditingkatkan lagi dan dilaksanakan secara lebih
terpadu dan luas. Pemanfaatan keanekaragaman hayati unggulan daerah dalam konsep bioregional ini
sebenarnya menguntungkan secara ekonomi dan ekologis. Pemanfaatan jenis-jenis asli/setempat akan
membantu pemeliharaan keanekaragaman setempat dan meningkatkan efisiensi pemeliharaan, karena
sangat sedikit membutuhkan input kapital dalam proses produksi (pupuk, pertisida, dll.).

Keanekaragaman Hayati, Mengapa Harus Lestari?

Pertanyaan ini selalu saja muncul ketika berbicara mengenai keanekaragaman hayati atau yang biasa
disingkat dengan kehati. Apakah urgensi kehati dalam kehidupan ini? Begitu pentingkah kehati ini,
sehingga perlu dilestarikanya? Apa akibatnya ketika kehati ini tidak lestari? Pertanyaan-pertanyaan
tersebut terlontar dari berbagai kalangan, bukan saja dari kalangan masyarakat awam. Pertanyaan akan
semakin banyak dilontarkan terutama jika sudah bersinggungan dengan subyektifitas kepentingan
ekonomi. Pertanyaan senada juga akan ditemui ketika pembicaraan kehati bertema tentang organisme
hayati yang belum banyak dimengerti manfaatnya secara ekonomi.

Kesimpulan dari berbagai pertanyaan tentang kehati ini ternyata selalu bermuara pada kepentingan
ekonomi. Kehati akan selalu menjadi korban pada saat bernilai ekonomi tinggi dan tidak bernilai pada
saat belum diketahui nilai ekonominya. Pada organisme yang bernilai ekonomi tinggi terancam dengan
over eksploitasi sedangkan pada organisme yang tidak bernilai atau belum diketahui nilai ekonominya
terancam dengan eradikasi.

Dalam kerangka upaya pelestarian sumber daya kehati, menyajikan jawaban terhadap berbagai
pertanyaan tersebut sangatlah penting, tentunya adalah jawaban yang dapat mengeliminir sikap negatif
dan menumbuhkan sikap positif terhadap upaya pelestarian kehati, yaitu berupa informasi tentang arti
pentingnya kehati secara komprehensif dari aspek ekonomi, lingkungan dan sosial begitu juga akibat
buruk yang harus diterima jika kehati terabaikan. Berikut ini sekelumit informasi tentang pentingnya
pelestarian kehati.

JIKA KEHATI LESTARI

Jika sumber daya kehati lestari, manfaat apakah yang akan didapatkan dalam kehidupan ini? Secara
umum sumber daya kehati mempunyai tiga manfaat besar, yaitu; manfaat ekonomi, sosial dan
lingkungan. Ketiga jenis manfaat ini muaranya adalah pada peningkatan taraf hidup manusia, makhluk
Tuhan yang paling banyak jenis kebutuhan hidupnya.

1. Manfaat Ekonomi

Manfaat ini merupakan jenis manfaat yang paling mudah difahami dan disadari manusia. Manfaat
ekonomi ini berupa pemenuhan kebutuhan secara ekonomi antara lain:; pangan, sandang, papan dan
industri. Terhadap kepentingan pangan, kehati memenuhi kebutuhan bahan pangan yang meliputi;
berbagai jenis bahan makanan pokok, ternak, perikanan, buah-buahan dan sayuran. Dalam kepentingan
papan, kehati memenuhi kebutuhan bahan bangunan berupa berbagai jenis kayu. Untuk kepentingan
sandang, kehati memenuhi kebutuhan berbagai serat untuk.pembuatan pakaian. Sedangkan untuk
kepentingan industri kehati memenuhi kebutuhan bahan baku industri, seperti; olahan pangan, olahan
kebutuhan sandang, industri minyak atsiri, industri kertas, industri energi, industri transportasi dan
masih banyak lagi.

2. Manfaat Lingkungan (Ekologi)

Manfaat secara ekologi adalah jenis manfaat keberadaan kehati yang cenderung diabaikan dan luput
dari pemahaman manusia, sementara manfaat secara ekologi ini adalah manfaat yang tidak kalah
pentingnya dengan manfaat ekonomi, bahkan manfaat ini adalah menjadi prasarat untuk terwujudnya
manfaat yang lain termasuk manfaat ekonomi. Beberapa manfaat secara ekologi adalah sebagai berikut:

a. Menekan ledakan hama dan penyakit tanaman


Sumber hama dan penyakit tanaman adalah unsur hayati sebagai bagian dari kehati. Organisme ini
menjelma menjadi hama maupun penyakit ketika mereka berada jumlah populasi yang tidak seimbang
dengan persediaan pakan ataupun predatornya. Misalnya, populasinya terlalu besar melebihi daya
dukung populasi organisme sumber pakan mereka, dalam kondisi seperti ini, mereka akan menjadi
hama maupun penyakit bagi organisme sumber pakanya.

Dalam kondisi kehati yang optimal, setiap organisme penyusun hayati jumlah populasinya akan saling
dikontrol dalam mekanisme rantai makanan. Mekanisme ini terbentuk karena setiap organisme hidup
berada pada sebuah sistem keseimbangan interaksi antar unsur organisme dalam sebuah lingkungan
kehidupan, seluruh unsur hayati memperoleh kesempatan yang sama untuk menjalani kehidupannya
dan mendapatkan fasilitas kebutuhan hidupnya.

Contohnya, kera ekor panjang (Macaca fascicularis), yang populasinya berkembang tidak terkendali,
cenderung menjadi hama bagi tanaman-tanaman yang dibudidayakan manusia (kebun, pekarangan, dan
lain-lain).

JIKA KEHATI TIDAK LESTARI

Jika kehati tidak lestari atau terusik eksistensinya apakah yang akan terjadi? Secara umum jika kehati
terganggu maka yang akan terjadi adalah ketidak stabilan atau gangguan terhadap aspek ekonomi,
aspek ekologi, aspek sosial dan budaya.

1. Aspek Ekonomi

Aspek ekonomi yang sensitif terhadap terjadinya kerusakan sumber daya kehati antara lain;
produktifitas komoditas agro yang meliputi pertanian pangan, perkebunan, peternakan dan perikanan.
Penyebab utama terhadap kasus ini adalah munculnya berbagai jenis hama dan penyakit tanaman dan
ternak. Serta perikanan yang disebabkan oleh terganggunya keseimbangan alam. Bentuk akibat lainya
adalah penurunan produktifitas komoditas agrikultur yang disebabkan terbatasnya materi genetik untuk
kepentingan pemuliaan tanaman, ternak dan perikanan

2. Aspek Ekologi
Aspek ekologi adalah aspek yang paling terkena akibat langsung dari terjadinya kerusakan sumber daya
hayati. Bentuk gangguan ekologis yang disebabkan oleh kerusakan sumber daya kehati ini antara lain;
terganggunya keseimbangan alam dan penurunan kualitas lingkungan hidup. Terganggunya
keseimbangan alam ini terjadi sebagai akibat terusiknya sistim kontrol secara alami pada sebuah
ekosistem yang disebabkan oleh menurunnya atau bahkan punahnya suatu populasi hayati tertentu,
sementara semua populasi hayati mempunyai peranan yang sama pentingnya dalam sebuah ekosistem.

Bentuk penurunan kualitas lingkungan yang diakibatkan oleh terganggunya sumber daya hayati adalah;
penurunan kualitas udara dan kualitas perairan yang disebabkan oleh pencemaran serta penurunan
kualitas lahan.

3. Aspek Sosial Budaya

Akibat pada aspek sosial dan budaya dari terjadinya gangguan pada sumber daya hayati adalah
merupakan puncak dari seluruh akibat yang terjadi dari aspek ekonomi dan ekologi. Bentuk akibat dari
aspek sosial dan budaya antara lain: kekurangan pangan, kekurangan energi, kekurangan bahan
sandang, penurunan kualitas kesehatan lingkungan, peningkatan sumber penyebab penyakit dan
peningkatan aktitas distrukti atau kejahatan manusia.

PENUTUP3.1 Kesimpulan

Keanekaragaman hayati menyediakan makanan, serat, obat-obatan, airbersih, dan banyak produk dan
layanan lain yang kita andalkan setiap hari. Namunhampir sepertiga dari spesies asli di Amerika Serikat
beresiko menghilang. UUspesies yang terancam punah telah terbukti menjadi salah satu alat paling kuat
yangkita miliki untuk perlindungan lingkungan. Karena efektivitasnya, tindakan itu sendiriterancam
punah; lawan telah berhasil membatasi ruang lingkupnya, dan telahmengancam untuk
menghilangkannya sama sekali. Meski begitu, tindakan tersebuttetap menjadi landasan perlindungan
lingkungan paling dasar kami. Ini telahmemberikan harapan baru untuk bertahan hidup bagi banyak
spesies yang berada diambang kepunahan, kurang dari 1 persen spesies yang terdaftar di bawah ESA
telahpunah sejak 1973, sedangkan 10 persen dari kandidat spesies yang masih menungguuntuk didaftar
telah mengalami nasib itu.Untuk beberapa spesies, seperti burung hantu tutul utara,
programperlindungan dan pemulihan sulit dilakukan ketika habitat kritis tempat merekabergantung
sebagian besar telah terdegradasi atau dihancurkan. Perlindungankeanekaragaman hayati telah jauh
melampaui maksud dari pembentuk asli daritindakan ini 30 tahun yang lalu. Mengingat ancaman serius
yang dihadapi lingkungankita saat ini termasuk polusi, perusakan habitat, spesies invasif, dan perubahan
iklimglobal, diperlukan evaluasi kembali spesies mana yang akan dilindungi, danbagaimana akan
melindunginya. Jelas bahwa perlu dikhawatir tentang organisme laintempat kita bergantung pada
sejumlah layanan ekologi, dan dengan siapa kita berbagiplanet ini. Dalam dua bab berikutnya, kita akan
melihat program yang berfungsi untukmelindungi dan memulihkan seluruh komunitas dan lanskap.

3.2 Saran

Adapun saran yang disampaikan yaitu perlunya upaya menyelamatkanspesies langka bukan hanya dari
kalangan pemerintah dan akademisi, tetapi darisemua kalangan masyarakat harus bertanggung jawab
sebagai akibat dari kerusakanlingkungan dan sebaiknya adanya kolaborasi terstruktur berupa kebijakan
antarapemerintah, akademisi, dan

masyarakat untuk pengelolaan lingkungan, dalam upayapenyelamatan keanekaragaman hayati di


Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

IUCN Red List, 2020,

Regional Red List Assessment

https://www.iucnredlist.org/about/regionaldiakses pada tanggal 31 Maret 2020.Kementerian


Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), 2018,

Jenis Tumbuhan danSatwa yang Dilindungi.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan

NOMOR P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018.

Republik Indonesia

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). 2016.

IndonesianBiodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP) 2015-2020

. Republik Indonesia.LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia). 2014.

Kekinian KeanekaragamanHayati Indonesia.

Kerjasama Kementerian PPN/BAPPENAS, KLH dan LIPI.Lipi Press. Bogor.William, P, Cunningham and
Marry Ann Cunningham. 2012.
Environmental Science: A Global Concern

(Twelfth Edition).

McGraw-Hill. New York.William, P, Cunningham and Marry Ann Cunningham. 2013.

Principles OfEnvironmental Science: Inquiry & Applications, Seventh Edition.

McGraw-Hill.New York.Yoshua Aristides, Agus Purnomo, Fx. Adji Samekto. 2016.

Perlindungan SatwaLangka Di Indonesia Dari Perspektif Convention On International Trade


InEndangered Species Of Flora And Fauna (Cites).

Diponegoro Law Journal,(

):4.

Anda mungkin juga menyukai