Anda di halaman 1dari 245

DAKWAH KOMUNITARIAN UMMATIC TRANSNASIONAL:

Studi Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya


di Indonesia

Edi Amin

PENERBIT
DAKWAH KOMUNITARIAN UMMATIC TRANSNASIONAL:
Studi Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya
di Indonesia

Copyright © 2017

ISBN
Cetakan Pertama April 2017

Penulis
Edi Amin

Hak Cipta Dilindungi Undang – Undang

Penerbit
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya bagi Allah SWT. yang telah memudahkan
seluruh proses dari penelitian yang telah saya lakukan dengan judul;
‚Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi Konsepsi
Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia.‛ S}alawa>t dan
Sala>m semoga tercurah kepada Rasulullah, dan seluruh pengikutnya
hingga akhir zaman.
Ucapan terimakasih kepada Ayah H. Sumadji Hadisusilo (al-
marhum), dan Ibundaku Hj. Paitun Fatonah, yang telah mendoakan
dan mendidik tanpa kenal lelah. Ucapan Terimakasih juga untuk
mertuaku Abah Hasan Al-Hasni di Gorontali dan Umi Fatma Al-
Hasni. Untaian kata terimakasih teruntuk istriku Vera al-Hasni dan
buah hati cinta kami Majid Fatih Al-Jamali, Syed Ahmad Rafi,
Muhammad Rayyan Maulana, dan Jihan Sayyidah An-Nafisah.
Ucapan terima kasih yang sangat mendalam penulis ucapkan
kepada kedua Promotor Prof. Dr. M. Yunan Yusuf, MA. dan Prof.
Andi Faisal Bakti, Ph. D. yang telah memberikan do’a dan
bimbingannya yang sangat berharga selama penelitian ini. Ucapan
terimakasih kepada Direktur Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Masykuri Abdillah, MA, Ketua Prodi
S-3, Prof. Dr. Didin Saepudin, MA, dan ketua prodi S-2 Dr. J.M.
Muslimin, MA. Kepada para Dosen, Staff dan Karyawan, yang ramah,
baik dan santun.
Terimakasih tak terhingga juga penulis sampaikan kepada KH.
DR. Didin sirajuddin AR.M.A., KH. DR. Abdul Mu’thi, M.A., ustad
Dr. H. Hasbullah, Abi Hasbi Sen, M.Hum., Dr. Izza Rohman, MA., M.
Husnul Abid, S.Ag. M.A., ustad Irwandi, Lc,. ustad Jamaluddin, Lc.,
ustad Totong Ma’ruf, S.TH.I., para T}ullab al-Nu>r, Sahabat Rahmat
Semesta Center dan LEMKA Jakarta yang telah memberi do’a,
dorongan dan menjadi teman diskusi yang hanggat. Terimakasih juga
kepada Civitas Akademika IAIN Sulthan Thaha Syaifuddin Jambi,
baik itu Rektor, Para Warek, Dekan dan para Wadek Fakultas
Ushuluddin IAIN Jambi yang telah memberikan semangat, do’a selama
proses perkuliahan.
Akhirnya, penulis berterimakasih kepada seluruh pihak hingga
disertasi ini dapat diselesaikan. Semoga Allah memberikan ganjaran
terbaik bagi mereka.
Jakarta, April 2017

Edi Amin
Abstrak

Kesimpulan disertasi ini membuktikan bahwa pemahaman dan


kepatuhan pada nilai-nilai yang terkandung dalam teks panduan gerakan,
dapat memantapkan gerakan tersebut dalam membangun komunitas.
Komunitarianisme global menekankan pentingnya panduan moral,
keterbukaan dan partisipasi masyarakat, meskipun nilai-nilai keyakinan
satu umat sangat dominan. Said Nursi, mencoba mendialogkan dan
menawarkan etika komunitarian yang bersumber dari ajaran Islam guna
melawan sektarianisme, fanatisme, kediktatoran, penindasan dan
menjawab problematika masyarakat modern yang kompleks.
Disertasi ini menguatkan teori komunitarian dengan berbasis
komunikasi yang telah dibangun oleh Hamid Mowlana dan L.J. Wilson
(1990); Majid Tehranian (1989); Andi Faisal Bakti (2004 dan 2010);
Emanuel Adler (2005); dan Amitai Etzioni (1993 dan 2004); Peter
Mandaville (2009) tentang gerakan Islam transnasional di Asia Selatan
yang bercorak filantropis dan organisasi dakwah; Metin Karabaşoğlu
(2003), tentang adanya hubungan antara teks dan komunitas. Disertasi ini
menolak pandangan R. J. Ravault (1992) bahwa gerakan keagamaan dan
sosial yang bercorak komunitarianisme adalah sektarianisme.
Sumber penelitian adalah karya Said Nursi dalam Risale-i Nur
yang terbit tahun 2013, buku, jurnal, hasil simposium, hasil musyawarah,
dokumentasi, dan seminar. Data juga digali melalui wawancara mendalam
dengan para penggurus Yayasan Nur Semesta dan murid-murid Nur
(T}ulla<b al-Nu<r) dan melalui observasi partisipan dari berbagai aktivitas
dakwah Nur. Analisis data menggunakan: 1) Analisis deskriptif, motode
ini mencakup penyelidikan terhadap apa yang dituturkan objek penelitian,
menganalisis dan mengklasifikasi data yang dikumpulkan; 2)
Etnometodologis, metode ini dijadikan sebagai pisau analisis yang
berusaha melihat dengan detail interaksi dan percakapan manusia, baik
dengan bahasa verbal maupun perilaku nonverbal. Analisis ini juga
melihat dengan detail bagaimana manusia mengatur dan mengorganisasi
peristiwa harian mereka. Peristiwa-peristiwa komunikasi tersebut
dikaitkan dengan upaya-upaya gerakan dakwah Nur dalam usahannya
membentuk komunitas Islam transnasional.

Kata Kunci: Dakwah, Komunitarian (Ummatic), Transnasional, Gerakan


Nur.
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR i
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI ii
ABSTRAK iii
TRANSLITERASI iv
DAFTAR ISI vi

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah (1)
B. Permasalahan (19)
C. Tujuan dan Pernyataan Penelitian (21)
D. Signifikansi Penelitian (21)
E. Penelitian Terdahulu yang Relevan (22)
F. Teori (24)
G. Metodologi (29)
H. Sistematika Penulisan (31)

BAB II PENDEKATAN KEUMATAN (COMMUNITARIAN/


UMMATIC APPROACH), KOMUNIKASI ISLAM
(DAKWAH), COMMUNITY DEVELOPMENT, DAN
GERAKAN ISLAM TRANSNASIONAL
A. Pendekatan Keumatan dalam Membangun Masyarakat
Bermoral dan Religius. (33)
B. Komunikasi Islam (Dakwah) dan Semangat Membangun
dan Membina Komunitas. (59)
C. Kebutuhan akan Pembinaan Komunitas. (47)
D. Peran Positif Gerakan Sosial Transnasional Islam. (61)

BAB III BIOGRAFI BEDIUZZAMAN SAID NURSI


A. Periode Awal Said Nursi (1876-1925): Aktivitas Sosial,
Politik dan Upaya Pencarian Identitas. (69)
B. Periode Kedua Said Nursi (1925-1950): Spiritualitas dan
Kepribadian Kolektif Sebagai Identitas. (83)
C. Periode Ketiga Said Nursi (1950-1960): Konsolidasi
Dakwah Nur dalam Membina Umat. (96)
BAB IV KONSEPSI DAKWAH KOMUNITARIAN SAID NURSI
A. Dakwah (Islamic Communication) yang Dibangun dan
Dibina Gerakan Dakwah Nur. (97)
A.1. Konsep Mura>salah sebagai Bentuk Tabli>gh. (99)
A.2. Usta>dhiyyah al-Qur’a>n sebagai Dasar Perubahan
(Taghyi>r). (103)
A.3. Shah}s} Ma‘nawi> sebagai Bentuk al-Amr bi al-Ma‘ru>f
wa al-Nahy ‘an al-Munkar. (106)
A.4. Al-fana>’ fi al-Ikhwa>n dalam Mewujudkan
Khairiyyah al-Ummah. (111)
B. Konsepsi Nilai-nilai Dakwah komunitarian sebagai
Gerakan Pembinaan Umat Berbasis Komunitas. (115)
B.1. Iman dan Tauhid (Faith and Monotheistic World
View). (124)
B.2. Pentingnya Komunitas (Primacy of Community).
(130)
B.3. Ikhlas dan Persaudaraan (Sincerity and
Brotherhood). (133)
B.4. Kemandirian (Self Reliance). (139)
B.5. Integrasi Nilai-Nilai Tradisional dan Modern
(Integration of Modernity and Tradition). (140)
B.6. Anti Kekerasan (Non-Violence). (142)
B.7. Partisipasi pada Demokrasi (Participatory
Democracy). (145)
B.8. Hemat dan Sederhana (Iqtis}a>d). (149)
C. Usaha Dakwah Nur dalam Pembinaan Umat (Community
Development). (153)

BAB V GERAKAN DAKWAH NUR DI INDONESIA MENUJU


KOMUNITARIAN GLOBAL
A. Yayasan Nur Semesta. (157)
A.1. Kemunculan dan Pertumbuhan. (157)
A.2. Aktivitas. (159)
B. Tokoh Gerakan Dakwah Nur di Indonesia. (161)
B.1. Tokoh Sentral. (161)
B.2. Tokoh Intelektual. (172)
C. Dershane Nur sebagai Jantung Gerakan. (175)
D. Usaha Penerjemahan dan Penerbitan karya Said Nursi
D.1. Penerjemahan Karya Nursi. (186)
D.2. Penerjemahan dan Penulisan Karya Tentang Said
Nursi. (190)
E. Pertemuan Lintas Negara. (195)
E.1. Musyawarah. (196)
E.2. Kegiatan Lokal, Nasional Hingga Internasional.
(197)

BAB VI PENUTUP
A.Kesimpulan (201)
B. Saran-saran (205)
C. Rekomendasi (206)

DAFTAR PUSTAKA (207)


GLOSARIUM (225)
INDEKS (233)
BIODATA PENULIS (237)
BAB I

A. Latar Belakang Masalah


Samuel P. Huntington dalam bukunya The Clash of
Civilizations and the Remaking of World Order menyatakan
akan terjadinya benturan beberapa peradaban, di antarannya
Barat dan Islam.1 Campur tangan politik Negara adidaya Barat
atas negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim, hingga
peristiwa 11 September 2001, seolah ikut menyulut benturan
Barat dan Islam. Intervensi berlebihan negara adidaya Barat
terhadap negara-negara Muslim menunjukkan hegemoni yang
kebablasan. Syafi’i Maarif menggambarkan kondisi ini dengan
menyatakan, ‚pertimbangan ekonomi dan politik kekuasaan
tampaknya telah menggantikan kedudukan agama sebagai
acuan moral tertinggi.‛2
Norma-norma moral dalam komunitas merupakan
panduan untuk dipatuhi, ketika ia ditinggalkan tentulah akan
menganggu stabilitas sosial. Inilah di antara yang
melatarbelakangi tumbuhnya gerakan komunitarian. Etzioni
ketika bertanya apakah komunitarianisme itu? Ia menjawab
pertanyaannya sendiri dengan menyatakan, ‚kami adalah
gerakan sosial yang bertujuan untuk menopang moral, sosial,
dan politik.‛3 Gerakan komunitarian adalah semangat dan
keperdulian pentingnya nilai-nilai etika dan moral pada suatu
komunitas yang dipedomani bersama. Kuntowijoyo misalnya
dengan mengutip QS. A<li ‘Imra>n (3): 110, menyatakan bahwa
perlunya keperdulian pada komunitas dalam pergulatan sejarah
dan peradaban.4
1
Lihat Samuel P. Huntington, The Clash of Civilizations and the
Remaking of World Order (New York: Simon & Schuster Paperbacks,
1996).
2
Ahmad Syafii Maarif, Islam dalam Bingkai Keindonesiaan dan
Kemanusiaan, Sebuah Refleksi Sejarah (Bandung: Mizan, 2009), Cet. I,
288.
3
Amitai Etzioni, The Spirit of Community, Rights,
Responsibilities, and The Communitarian Agenda (New York: Crown
Publishers, Inc., 1993), 247.
4
Kuntowijoyo, Identitas Politik Umat Islam (Bandung: Mizan,
1997), 37-38. Semangat ini juga tercermin dalam buku karangan Etzioni

1
Dalam QS. Al-H}ujura>t (49): 13, terdapat seruan bahwa
manusia merupakan makhluk sosial, baik berkelompok,
berbangsa-bangsa, maupun beragam suku. Dengan demikian,
maka komunikasi dan interaksi pun tidak dapat dihindari.
Begitu kompleksnya hubungan komunikasi antar manusia,
diperlukan etika yang mendasarinya, di antaranya yaitu saling
menghargai dan mengerti satu sama yang lain. Bagi Murtada
Mutahhari perbedaan suku, budaya, warna kulit, bentuk fisik,
watak atau karakter, adalah sebuah sunnatullah. Pihak yang
kuat tidak seharusnya menindas, sebab kemuliaan bukanlah
karena kekuatan, namun terletak pada ketaatan, ketakwaan dan
kesalehan individu.5
Tokoh seperti Said Nursi, berusaha menawarkan etika
komunitarian yang bersumber dari ajaran Islam untuk menjawab
problematika masyarakat modern. Modern banyak diidentikkan
dengan Westernisasi, Dawam Rahardjo menyatakan, ‛gagasan
modernisasi pada awalnya dipersepsikan sebagai westernisasi.
Persepsi itu adalah proses kemasyarakatan yang berorientasi
pada nilai-nilai kebudayaan Barat yang dianggap lebih maju.‛ 6
Rezim Mustafa Kemal Atatürk yang membawa semangat
modernisasi pada westernisasi terjebak pada sekulerisasi yang
‛kebablasan‛. Inilah yang mendorong tokoh seperti Nursi
mengobarkan spirit komunitarian yang berlandaskan ajaran
agama (Islam) hingga bisa disebut sebagai komunitarian
ummatic. Komunitarian ummatic mengacu pada proses
kemasyarakatan yang berorientasi pada nilai-nilai Islam. Cak
Nur sebagaimana diungkapkan Dawam, dengan mengutip John
Gardner, seorang cendekiawan yang menjabat sebagai Menteri

yang lain, From Empire to Community: a New Approach to International


Relations (New York: Palgrave Macmillan, 2004). Etzioni memaparkan
pentingnya etika moral yang disepakati bersama sebagai acuan komunitas
global yang ia sebut sebagai etika kelangsungan hidup ( survival ethics).
5
Lihat Murtada Mutahhari, Society and History, terj. Mahliqa
Qara’i (tt: Departement of Translation and Publication, Islamic Culture
and Relations Organization, 1997), 9.
6
M. Dawam Rahardjo, ‛Gerakan Islam Kultural Paramadina,
Fundamentalisme Agama dan Masa Depan Keislaman dan
Keindonesiaan, Titik Temu Jurnal Dialog Peradaban,‛ Vol. 7, No. 2,
Januari–Juni 2015, 27.

2
Kebudayaan dalam Kabinet John F. Kennedy menyatakan
bahwa semua peradaban besar dunia, selalu berbasis agama.7
Dalam konteks ini, nampaknya Nursi tidak berlebihan dengan
optimismenya jika masa depan adalah milik Islam.
Said Nursi (1877-1960)8 merupakan salah satu tokoh
kunci bagi pengembangan spiritualitas di Turki era modern. M.
Sait Özervarli menyatakan:
Said Nursi is one modern scholar deeply who engaged in
the revitalization of Islamic thought in modern
Ottoman/Turkish society, with perhaps a greater
acquaintance with social philosophy and theology
compared to others. To begin with, Nursi devoted his life
to the restoration of religious expression in the public
sphere, aiming to re-establish Islam as a live and practiced
religion in an age of criticism, positivistic scientism, and
radical secularism.9
Nursi hidup dalam tiga fase penting sejarah transisi di
Turki, yaitu masa penghapusan kekhalifahan Usmani 1924,

7
M. Dawam Rahardjo, ‛Gerakan Islam Kultural Paramadina,
Fundamentalisme Agama dan Masa Depan Keislaman dan
Keindonesiaan,‛ 27.
8
Penulis biografi Said Nursi yang cukup otoritatif adalah Şükran
Vahide dalam karyanya Islam in Modern Turkey, An Intellectual
Biography of Bediuzzaman Said Nursi (Albani: State University of New
York Press, 2005), yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
oleh Sugeng Haryanto dan Sukono dalam Biografi Intelektual
Bediuzzaman Said Nursi, Transformasi Dinasti Usmani Menjadi Republik
Turki (Jakarta: Anatolia Prenada Media Group, 2007). Selain Vahide
penulis lainnya adalah Ibrahim M. Abu Rabi’ (Ed), dalam Islam at the
Crossroads: On the Life and Thought of Bediuzzaman Said Nursi (New
York: SUNY Press, 2003). Penulis lainnya adalah Colin Turner dan Hasan
Horkuc, Said Nursi (London: I.B. Tauris & Oxford University Press,
2009). lihat Juga, Ih}sa>n Qa>sim Al-S}a>lih}i>, Naz}rah ‘A>mmah ‘An H}aya>t
Badi>‘ al-Zama>n Sa‘i>d Al-Nu>rsi>. Cairo: Sözler Publications, 2010. Bisa
dilihat pula Andrew Rippin (Ed.), The Islamic World (London:
Routledge, 2010), cet. II.
9
M. Sait Özervarli, ‚The Reconstruction of Islamic Social Thought
in the Modern Period: Nursi’s Approach to Religious Discourse in a
Changing Society,‛ Asian Journal of Social Science, (Leiden: BRILL,
2010), Vol. 38, No. 4, 534.

3
kemudian digantikan rezim sekuler (1925- 1950), dan pasca
1950 yang dipimpin Partai Demokrat. Tiga fase sejarah tersebut
ikut melatarbelakangi kehidupan dan pemikiran Nursi yang ia
bagi menjadi tiga fase pula: Said Nursi lama (the old Said
Nursi) (1876-1925), Said Nursi Baru (the new Said Nursi)
(1926-1950) dan Said Nursi ketiga (the third Said Nursi) pasca
1950 hingga 1960.10 Saat Tumbangnya partai Republik dan
digantikan partai Demokrat tidak serta merta sekulerisme
berhenti. Sisa rezim sekuler masih terus mengawasi dan
menghantui gerakan dakwah Nur yang bertujuan
mendakwahkan ajaran Risale-i Nur yang dikarang Said Nursi di
Turki saat itu.
Masa-masa transisi Turki diungkapkan Saritoprak dan
Griffith bahwa sejak masa reformasi Ottoman (Tanzimat),
Turki diliputi masalah politik, ekonomi dan sosial-budaya.
Kaum intelektual merasa trauma dengan jatuhnya peradaban
Islam. Puluhan problematika intelektual dan kenegaraan dibahas
berulang-ulang tanpa adanya solusi yang jelas. Selain persoalan
kenegaraan, masalah keagamaan juga menjadi beban.
Kehidupan sosial-keagamaan sepertinya sudah mati dan
terkubur bersama jatuhnya peradaban Islam. Pembangunan
demokrasi Turki berjalan di atas dasar-dasar yang masih rapuh,
dengan pilihan sistem partai tunggal atau sistem multi-partai.
Konflik sektarian, konflik keagamaan, krisis ekonomi,
kemiskinan, dan setumpuk masalah lainnya semakin
memperburuk kondisi soaial.11 Situasi ini juga masih Nursi
rasakan, ketika ia datang ke Istanbul pada 1907 untuk
mengusulkan proyek pendidikannya ke sultan.
Ketika dikeluarkannya maklumat perang pada tahun 1914,
Said Nursi mendaftar di dinas ketentaraan sebagai mufti

10
Lihat Şükran Vahide, Islam in Modern Turkey, An Intellectual
Biography of Bediuzzaman Said Nursi.
11
Zeki Saritoprak dan Griffith, ‚Fethullah Gülen and the ‚People of
the Book‟; A Voice from Turkey for Interfaith Dialogue‛,
http://www.fethullahGülen.org/press-room/islam-in-contemporary
turkey/2012-fethullah-Gülen-and-the-people-of-the-book-a-voice-from
turkey-for-interfaith-dialogue.html, diunduh 21 Januari 2013.

4
(petugas keagamaan) dan ikut mengangkat senjata. 12 Nursi
menunjukkan keberaniannya dalam setiap pertempuran yang
terjadi. Sebagai da’i dan cendekiwan, ia berorasi, berdialog,
menulis dan berusaha mendirikan pendidikan yang ideal sesuai
dengan konteks zamannya.13 Sebagian besar karya Nursi ditulis
di buih dan pengasingan selama kurang lebih dua puluh lima
tahun (1925-1950). Kumpulan tulisan tersebut diberi nama
Risale-i Nur yang berisi enam ribu lembar lebih karyanya.14
Risale-i Nur merupakan tafsir kontekstual al-Qur’an. Nursi
menulis Risale-i Nur dan menjadikan al-Qur’an sebagai
pembimbingnya, sebagaimana pernyataan Nursi:
Jangan engkau mencari sesuatu yang ada dalam tungku-
tungku anggur yang lezat yang tumbuh di batang kayu
yang layu. Aku seperti batang kayu yang layu itu yang
ditumbuhi anggur yang lezat. Andai saja suaraku dapat
menjangkau ke penjuru dunia, maka akan aku katakan
dengan segala daya dan upaya, bahwa kalimat-kalimat
yang indah menawan yang merupakan sesuatu yang hakiki
adalah bukan dari diriku sendiri, semua itu merupakan
pancaran sinar kebenaran al-Qur’an. Sungguh alangkah
indahnya kebenaran-kebenaran al-Qur’an itu, akan tetapi
saya tidak dapat mengungkapkannya. Sesungguhnya
keindahan-keindahan al-Qur’an yang hakiki itulah yang

12
Said Nursi, Ta‘liqa>t ‘ala> Burha>n al-Galanbawi> fi> al-Manfi>q
(Istanbul: Sözler Yayınevi, 1993), 92.
13
Sistem pendidikan yang dimaksud adalah memadukan unsur dan
konsep tradisional, modern (Barat) dan spiritual. Dimulai 1908, Nursi
membuat petisi berupa usulan reformasi pendidikan yang menekankan
tiga aspek pendidikan yaitu: sekolah madrasah (medrese), sekolah sekuler
baru (mekteb), dan model lembaga-lembaga sufi beserta disiplin ilmunya
(tekke). Integrasi ketiga sistem inilah yang inggin Nursi wujudkan dalam
kurikulum universitas yang ia gagas. Batu pertama Universitas ini
diletakkan 1914, sayang tidak lama kemudian pecah perang dunia I
melawan Rusia. Lihat Şükran Vahide, Islam in Modern Turkey.
14
Risa>lah al-Nu>r ditulis hingga tahun 1950 yang jumlahnya
mencapai 130 risalah. Semua risalah tersebut dikumpulkan dengan judul
Kulli>ya>t Rasa>’il al-Nu>r, yang memiliki empat seri utama, yaitu al-
Kalima>t, al-Maktu>ba>t, al-Lama’a>t, dan al-Shu’a>’at. Ustad Nursi sendiri
yang mengawasi sehingga semuannya selesai tercetak.

5
membuat indah perumpamaan-perumpamaan saya. Dan
tidaklah al-Qur’an itu memuji kalimat-kalimatku. Akan
tetapi kalimat-kalimatkulah yang memuji al-Qur’an.15
Sejak wafatnya Nursi (1960), upaya menyebarkan
pemikirannya terus bergulir.16 Tidak hanya di Turki, namun
sudah merambah dan mengglobal membentuk gerakan dakwah
transnasional. Sebagai gerakan Islam transnasional, gerakan
menyebarkan pemikiran Nursi membidik para akademisi, pelajar
dan mahasiswa serta masyarakat luas agar menyerap dan
mempraktikkan nilai-nilai Islam yang tertuang dalam karyanya.
Ajaran Nursi mengusung dan mempromosikan nilai-nilai Islam
yang bersifat universal, hingga gerakan dakwah Nur mudah
diterima di berbagai negara yang memiliki perbedaan suku,
budaya, dan agama.
Gerakan dakwah Nur17 merupakan gerakan civil society
non-politik,18 dan salah satu gerakan yang berpengaruh bagi

15
Bediuzzaman Said Nursi, Kulli>yya>t rasa>’il al-Nu>r, al-Matu>ba>t, terj. dan
penyunting Ih}sa>n Qa>sim al-S{a>lihi> (Al-Qa>hirah: Da>r Su>zlar Linnashr, 2013),
477.
16
Dalam penyebaran pemikiran Nursi, Syed Farid Alatas misalnya
mengusulkan pentingnya mensistematiskan dalam bentuk agenda studi
akademik yang disebut teologi sosial. Dari tujuh tema sentral pemikiran
Nursi yang diusulkan Alatas, disertasi ini dekat dengan fokus ‚ the role
that religion plays or should play in the future of Muslim societies …‛
Lihat Syed Farid Alatas, ‚An Agenda for Nursi Studies: Towards the
Construction of Social Theology‛, Asia Journal of Social Science, Vol.
38, No. 4, 2010, 523-531.
17
Serif Mardin menyebut gerakan tersebut dengan istilah Nurculuk
yang diambil dari dari nama pendiri dan pemimpin gerakan Bediuzzaman
Said Nursi (1876-1960), yang merupakan gerakan keagamaan modern.
Murid-murid Said Nursi di Turki dikenal sebagai Nurcu atau Nur,
pengikut Nursi, lihat Serif Mardin, ‚Nurculuk‛, dalan John. L. Esposito
(Ed.), The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World (Oxford:
University Press, 1995), 255-256. Selain istilah Nurcu, dikenal pula
istilah T>u} lla>b al-Nu>r, murid dari Risa>lah al-Nu>r, kumpulan kitab atau
buku karangan Nursi. Nur juga diyakini gerakan ini sebagai lambang
cahaya al-Qur’an, dan penulis mengunakan istilah gerakan dakwah Nur.
Lihat pula Resat Kasaba (Ed.), The Cambridge History of Turkey , Vol. 4
‚Turkey in the Modern World‛ (New York: Cambridge University Press,
2008), 384-385.

6
pondasi moralitas keagamaan, khususnya di Turki sebagai awal
kemunculan gerakan ini. Pengikut gerakan di Turki ini
mencapai dua hingga enam juta, yang memiliki jaringan politik,
media dan pemberdayaan pendidikan dalam masyarakat.19
Dalam konteks ke-Indonesiaan, gerakan ini, meminjam istilah
Komaruddin Hidayat dan Ahmad Gaus AF, lebih tepat sebagai
antitesis dari gerakan pro syariat dan gerakan Islam moderat,
yang diistilahkan dengan gerakan dakwah sufistik, walaupun
gerakan Nur tidak berafiliasi dengan ordo tarekat tertentu.20
Namun jika meminjam temuan Peter Mandaville, gerakan
tersebut lebih dekat kepada gerakan bercorak filantropis dan
organisasi dakwah (charitable organizations and dakwah
organizatons).21 Sedangkan M. Hakan Yavuz, mencirikan
gerakan Islam seperti dershane bertipologi sebagai sebuah
gerakan ‚society-oriented Islamic movements,‛ yang mana
18
Gerakan dakwah Nur tidak berafiliasi dengan partai politik
tertentu, bahkan ada ungkapan Nursi yang dijadikan prinsip oleh
pengikutnya: ‚aku berlindung kepada Allah dari godaan Setan dan
politik‛, lihat Zeki Saritoprak, ‚Bediuzzaman Said Nursi‛, dalam Andrew
Rippin (Ed.), The Islamic, 397.
19
Resat Kasaba (Ed.), The Cambridge History of Turkey, 385.
20
Mengingat Turki merupakan Negara yang tergolong subur bagi
tumbuh kembangnya tasawuf dengan beragam ordo sufinya. Lihat
Komaruddin Hidayat dan Ahmad Gaus AF, ‚Tipologi Gerakan Islam
Kontemporer di Indonesia,‛ dalam Komaruddin Hidayat dan Ahmad Gaus
AF. (ed), Islam Negara dan Civil Society, Gerakan dan Pemikiran Islam
Kontemporer (Jakarya: Paramadina, 2005), 488-490. Hal senada
diungkapkan Amin Abdullah, bahwa gerakan dakwah tersebut lebih
cocok disebut sebagai gerakan iman dan bukan organisasi sufi (tarekat),
lihat Amin Abdullah, ‚Nursi Movement and Muhammadiyah A Note On
Modern Islamic Thought in Turkey and Indonesia: Affinities and
Differences,‛ dalam Innovatio Journal for Religious Innovation Studies ,
Vol. 5, No. 9, Edisi Januari-Juni 2006, 5.
21
Peter Mandaville menyimpulkan bahwa gerakan transnasional di
Asia Selatan dan Tenggara kontemporer memiliki empat bentuk: ‚sufi
brotherhoods, renewalist/piestic movements, Islamist parties and groups,
charitable organizations and da’wa organizations‛, lihat Peter
Mandaville, ‚Transnational Islam in Asia: Background, Typology and
Conseptual Overview,‛ dalam Transnational Islam in South and Southest
Asia, Movements, Netwoks, and Conflict Dynamics (Washington: The
National Bureau of Asia Research, 2009), 2.

7
peran gerakan dakwah dapat mengubah sebuah masyarakat yang
dimulai dari kesadaran individu anggota jamaah.22 Dengan kata
lain perubahan dan transformasi dimulai dan berlangsung dari
diri manusia itu sendiri.23
Pemikiran Yavuz relevan dengan perjuangan Nursi. Pada
satu kesempatan, Nursi pernah mengusulkan kepada Sultan
Abdul Hamid II pada 1909 agar mendirikan sekolah-sekolah
yang mengintegrasikan ilmu-ilmu keislaman dan ilmu-ilmu
pengetahuan modern. Hal ini dimaksudkan untuk membangun
peradaban Turki yang maju. Walaupun usulan tersebut
wujudnya institusi, namun spirit yang hendak dibangun adalah
individu yang terdidik secara baik di sebuah sekolah yang
representatif. Mengenai argumentasi sintesis kreatif antara
kedua ilmu ini diungkapkan Nursi:
The religious sciences are the light of the conscience and
the modern sciences are the light of the reason; the truth
becomes manifest through the combining of the two. The
students’ endeavor will take flight on these two wings.
When they are seperated it gives rise to bigotry in the one,
and wiles and scepticism in the other.24
Nursi berpandangan bahwa pendidikan merupakan titik
tolak kebangkitan umat Islam dari kemerosotan moral,
kebodohan dan ketertinggalan zaman. Ide ini memengaruhi
berbagai pihak walaupun saat itu gagasannya tidak tercapai.25

22
Lihat M. Hakan Yavus, ‚Opportunity Spaces, Identity, and
Islamic Meaning in Turkey,‛ dalam Quintan Wiktorowicz (Ed), Islamic
Activism A Social Movement Theory Approach (USA: Indiana
University Press, 2004), 270-286. lihat pula Serif Mardin, Religion and
Social Change in Modern Turkey: The Case of Bediüzzaman Said Nursi
(Albany: SUNY Press, 1989).
23
Lihat Hamid Mowlana, Masyarakat Madani, Konsep, Sejarah dan
Agenda Politik, terj. Yusuf Bafagih & Imam Ghazali (Jakarta: Shadra
Press, 2010), 267-268.
24
Şükran Vahide, Islam in Modern Turkey, 45-46.
25
Tanpa putus asa Nursi mengajukan lagi ide pendidikannya
kepada Sultan Resad (1918), yang kemudian mengabulkan
permohonannya. Namun sayang karena terbentur perang dunia I proyek
tersebut terhenti, dan Nursi pun ikut berpartisipasi melawan Rusia, lihat

8
Tokoh seperti Fethullah Gülen dengan gerakannya, yang juga
berskala transnational dengan menyelenggarakan pendidikan-
pendidikan modern yang berskala internasional, merupakan
bentuk kongkrit pengaruh pemikiran Nursi. Tidak berlebihan
jika kiranya gerakan Gülen disebut oleh M. Hakan Yavuz
sebagai The Neo-Nur Movement,26 atau post-Islamisme
menurut Yilmaz dan Heryanto.27 Lebih lanjut Heryanto
mengungkapkan, ‛gerakan pendidikan Fethullah Gülen yang
sukses selama empat dekade terakhir, yang berkembang di
seluruh benua serta mendapat sambutan hangat di Indonesia.‛28
Nursi secara tidak langsung banyak memengaruhi Gülen.
Greg Barton, ketika mengulas gerakan Gülen di Australia
menyatakan bahwa gerakan Gülen, banyak terinspirasi model
dershane gerakan Nursi yang sudah lebih dahulu memulai
gerakannya sejak 1930. Aktivitas mingguan dershane adalah
membaca karya teks sang tokoh dengan tema-tema yang
terisnpirasi dari al-Qur’an.29 Dua komunitas Nur dan Gülen,

Zeki Saritoprak, ‚Bediuzzaman Said Nursi‛, dalam Andrew Rippin (Ed.),


The Islamic World, 397.
26
M. Hakan Yavuz, Islamic Political Identity in Turkey (New
York: Oxford University Press, 2003), 179-206. Penulis lain menyebut
bahwa Gulen merupakan gerakan di antara gerakan dalam komunitas Nur,
lihat Resat Kasaba (Ed.), The Cambridge History of Turkey , 385. Hasbi
zen mengatakan bahwa gerakan Gulen mempunyai corak, metode dan
artikulasi dakwah yang berbeda dengan arus utama gerakan Nur,
wawancara dengan Hasbi Sen, salah satu pendiri Yayasan Nur Semesta
Indonesia, 5 April 2013.
27
Lihat Ariel Heryanto, Identitas dan Kenikmatan, Politik Budaya
Layar Indonesia (Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 2015),
63. lihat pula Ihsan Yilmaz, ‚Beyond Post-Islamism: Transformation of
Turkish Islamism Toward ‘Civil Islam’ and Its Potential Influence in the
Muslim World‛, European Journal of Economic and Political Studies, 4
(1), 245-280.
28
Lihat Ariel Heryanto, Identitas dan Kenikmatan, Politik Budaya
Layar Indonesia, 63.
29
Lihat Greg Barton, ‚How The Hizmet Works: Islam, Dialogue
and the Gülen Movement in Australia, Conference Islam In The Age of
Global Challenges, Alternative Perspectives of The Gulen Movement
(Washingtown DC: Georgetown University, 2008), 120. Gerakan Gülen
juga dapat dijadikan model tandingan bagi ideologi ekstrimis, melalui

9
juga ikut berperan dalam menciptakan kehidupan politik yang
religius di Turki. Hal ini ditunjukkan atas dukungannya kepada
parpol AKP (Partai Keadilan dan Pembangunan) sebagai partai
penguasa yang telah membawa kemajuan perekonomian Turki
dengan pesat.30
Terkait ajaran yang dipromosikan gerakan dakwah Nur
yang dipandu oleh teks dalam Risale-i Nur, Andi.F. Bakti,
dalam penelitiannya di Marawi, Filipina mengungkapkan:
‚…the Resale-i Nur Institute which includes a dershane
(Turkish word for learning center) operated by teachers
from Turkey and local teacher trainees. Some of its
teachers were trained in Turkish dershanes for a few
months, but most were taught in local dershanes.
Dershanes are found in Manila, Cagayan de Oro, Iligan,
Zamboanga, Basilan, and Marawi City. In Marawi City
the dershanes are in the Al-Moshiera Apartments, in a

pendidikan dan dialog serta diskusi antar agama, lihat Mohamed Nawab
Mohamed Osman, ‚Towards a Middle Way Islam in Southeast Asia:
Contributions of the Gülen Movement‛, Jurnal Studia Islamika, Vol. 15,
No. 3, 2008, 444.
30
Lihat Vedi R Hadiz, ‚Demokrasi dan Politik Islam‛, Kompas, 13
September 2013. Walaupun disinyalir adanya perebutan kekuasaan antara
perdana menteri Turki Tayyip Erdogan dan Fethullah Gulen terkait isu
korupsi yang melibatkan keluarga pejabat pemerintahan, lihat ‚Erdogan
Dukung Pengadilan Ulang Perwira‛, Kompas, 7 Januari 2014. Ketidak
harmonisan hubungan Gulen dan Erdogan memuncak dengan terjadinya
tragedi Kudeta pada 15 Juli 2016, yang diduga dilakukan oleh Gulenist.
Lihat https://m.tempo.co. Hasbi menyatakan bahwa kemajuan bangsa
Turki saat, memungkinkan adanya pihak yang tidak suka dan berupaya
mengadu domba Gulen dan Erdogen yang berujung kudeta, wawancara
dengan Hasbi Sen pada 5 Agustus 2016. Dalam konteks dakwah Nur
kudeta tersebut berimplikasi terhadap program yang sudah dirancang, di
antarannya adalah tertundannya hajatan akbar rutin tiga tahunan,
Symposium Internasional di Turki yang membahas tentang Bediuzzaman
Said Nursi dari berbagai prespektif. Acara tersebut seyogyamya
diselenggarakan pada bulan Desember tahun 2016. Andi Faisal Bakti,
Muhbib Abdul Wahab, dan Zaprulkhan adalah utusan dari Indonesia yang
seharusnya mempresentasikan makalah dalam acara tersebut ikut
merasakan dampak dari situasi politik Turki pasca Kudeta. Wawancara
dengan Andi Faisal Bakti 23 September 2016.

10
dormitory in Mindanao State University, and in the
Philippines Muslim Teaching College (PMTC). In these
three dershanes, the members learn about the work of Said
Nursi (a 20th-century scholar), Risale-i Nur, which
espouses tolerance, moderation, respect for civilization,
peace and harmony among human beings…‛31
Sebagai gerakan keagamaan transnasional yang berpusat
di Turki, ia memiliki pola-pola persamaan dan perbedaan
dengan gerakan keagamaan lainnya. Pola-pola dakwah yang
dimaksud dalam tulisan ini terkait dengan konsep komunitas
Islam yang menekankan aspek kemanusian dan spiritualitas.
Aspek komunitas yang menjadi tekanan pemikiran Nursi adalah
tauhid.32 Hal tersebut relevan dengan dakwah Nabi Muhammad
di kota Mekah. Nabi Muhammad mendakwahkan ajaran tauhid
dengan penuh suka dan duka. Sebagaimana Nabi yang
menghadapi masyarakat jahiliyah, Nursi pun mendapat
rintangan yang cukup sulit dalam dakwahnya, yakni dari rezim
sekuler saat itu.
Dalam perspektif Nursi, problem manusia modern antara
lain disebabkan lemahnya iman dan tauhid. Harta, jabatan,
popularitas, status sosial, masih menjadi tuhan-tuhan kecil
hingga menutupi Tuhan yang sebenarnya. Saat Nursi berusaha
melawan rezim sekuler (1925-1950), karena ingin menjauhkan
agama dari kehidupan masyarakat, ia melakukannya tidak
dengan mengangkat senjata, Nursi menempuh jalan dakwah
damai (jihad of the word/cihād-i mānevī). Karena pengaruhnya

31
Andi Faisal Bakti, ‚Islamic Religious Learning Groups and Civil
Society: How Do Muslims Contribute to Civil Society in Japan and the
Philippines‛? Dalam Confluences and Challenges in Building the Asian
Community in The Early 21s,t, The Work of the 2008/2009 API Fellows
(The Nippon Foundation, 2009), 50.
32
Tema-tema tentang aqidah dan iman merupakan aspek penting
dalam karya-karya Nursi. Aspek pentingnya komunitas (jama>‘ah atau
ummah) dengan penekanan pada aspek iman dapat dilihat dalam
Bediuzzaman Said Nursi, Kulliya>t Rasa>il al-Nu>r, al-Mala>h}i>q Fi> fiqh
Da‘wah al-Nu>r, cet. VI, (Al-Qa>hirah: Da>r Su>zlar Linnashr, 2011), 94-95.
Dalam karya tersebut yang bersub judul ‚Zamān al-Jamā‘ah‛ ia
menekankan bahwa saat ini dan masa yang akan datang umat Islam
memerlukan solidaritas kolektif.

11
yang besar, maka rezim sekuler di bawah tokoh sentralnya,
Kemal merasa takut dan terus-menerus menekan, mengisolasi,
mengasingkan, dan memenjarakannya.
Dalam menjelaskan tauhid, Nursi banyak menggunakan
alam raya beserta isinya sebagai gambaran manifestasi ke-Esaan
Sang Pencipta. Pesan tauhid merupakan bangunan sentral dari
karya-karya Nursi. Rapuhnya tauhid manusia modern dengan
menjadikan materi, jabatan, dan kekuasaan sebagai tuhan-tuhan
menjadi kerisauan Nursi. Hal tersebut disebabkan karena
pemahaman tauhidnya masih bersifat umum, belum masuk pada
hakikat yang dalam, melihat Tuhan pada setiap bentangan alam
raya dan isinya. Lebih lanjut tentang pentingnya Risale-i Nur,
Nursi menulis:
Lain halnya dengan Risale-i Nur yang dianggap sebagai
mukjizat maknawi bagi al-Qur’an; Risale-i Nur adalah
penolong bagi rukun iman. Risale-i Nur tidak hanya
sebagai pemberi manfaat bagi keimanan yang murni saja,
bahkan merupakan peneguh dan yang mewujudkan serta
memelihara keimanan yang tertanam dalam hati, di
samping penyelamat iman dari berbagai syubhat dan
dugaan-dugaan kosong yang didukung oleh sejumlah dalil
argumentatif yang cukup banyak. Dengan demikian,
setiap orang yang mengkaji dengan seksama terhadap
Risale-i Nur akan berkesimpulan, bahwa Risale-i Nur
merupakan kitab yang sangat urgen untuk kehidupan
dewasa ini, sama urgennya dengan makanan pokok dan
obat-obatan.33
Saat ini yayasan yang concern mengembangkan pemikiran
Nursi di Indonesia adalah Yayasan Nur Semesta yang didirikan
pada tahun 2007. Yayasan Nur Semesta memiliki beragam
aktivitas, sebagai sentral kaderisasi anggotanya terkoordinir
lewat dershane. Kegiatan rutinitas dershane adalah membaca,
menelaah dan mendiskusikan dan menerjemahkan karya sang
tokoh. Gerakan menyebarkan pemikiran Nursi berkembang
pesat tidak hanya di Turki, namun juga telah merambah Asia
33
Bediuzzaman Said Nursi, Kulli>yya>t Rasa>’il al-Nu>r, al-Mala>ḥi>q Fi> fiqh
Da‘wah al-Nu>r, terj. dan Penyunting Ih}sa>n Qa>sim al-S{a>lihi> (Al-Qa>hirah: Da>r
Su>zlar Linnashr, 2013), 104.

12
dan Eropa. Di Asia, dakwah Nur juga berkembang dengan baik,
seperti di Vietnam, Kamboja, Indonesia, Malaysia, Thailand,
Jepang, dan juga di Filipina.
Sebagai sebuah gerakan, dakwah Nur memiliki tujuan
utama dan pola-pola gerakan terstruktur. Tujuan tersebut tidak
lain adalah semangat mengkontekstualisasikan ajaran al-Qur’an.
Dengan harapan, kontekstualisasi tersebut akan menghasilkan
umat atau komunitas yang terbaik (khair al-ummah). Konsep
komunitas dalam gerakan dakwah Nur perlu mendapat
perhatian sebagai sebuah konsep masyarakat Islam yang
diharapkan sentiasa relevan dengan kondisi zaman.34
Konsep komunitas35 di antaranya diperkenalkan oleh
sosiolog Ferdinand Tönnies (1855-1936).36 Tönnies membagi

34
Gerakan dakwah Nur disebut pula sebagai gerakan yang
berorientasi kepada teks (a text-oriented movement/ faith-based text
movements), karena diantara usaha dakwah gerakan ini adalah usahanya
menerjemahkan dan mencetak karya Nursi ke berbagai bahasa. Lihat
Metin Karabaşoğlu, ‚Text and Community: An Analysis of the Risale-i
Nur Movement‛, dalam Ibrahim M. Abu Rabi’ (Ed), Islam at the
Crossroads: On the Life and Thoudht of Bediuzzaman Said Nursi ,
(Albani: SUNY Press, 2003), 286-287. lihat pula Colin Turner dan Hasan
Horkuc, Said Nursi (London: I.B. Tauris & Oxford University Press,
2009), 90.
35
Konsep komunitas yang menekankan aspek kepentingan
kelompok berbanding individu, hingga melahirkan teori komunitarian
(communitarian) pada tahun 1980 digunakan oleh kelompok Marxist
untuk mengkritik teori politik liberal. Kelompok komunitarian meyakini
bahwa liberalisme menyebabkan lahirnya sifat individual, tidak perduli
dengan orang lain dalam sebuah kelompok. Lihat Donald M. Borchert
(Ed. In Chief), Encyclopedia of Philosophy, (New York: Thomson Gale,
2006), 368. Dalam perkembangannya, communitarianisme menjadi salah
satu tipologi dalam teori normatif hubungan internasional ( International
relations). Tehranian mulai dari tipologi realism, liberalism, Marxism,
communitarianism dan postmodern, lihat Majid Tehranian, Global
Communication and World Politics, Domination, Development, and
Discourse (New York: Lynne Rienner Publisher, 1999), 30-38.
36
Karya Ferdinand Tönnies yang memperkenalkan bentuk-bentuk
masyarakat adalah Community and society, atau dalam bahasa asli
Jermannya Gemeinschaft und Gesellschaft. Karya dalam bahasa Inggris
diterjemahkan oleh Charles P. Loomis, (East Lansing, Mich: The
Michigan State University Press, 1957), 223-233, kemudian diterbitkan

13
masyarakat dalam sistem dan budaya menjadi dua kategori yang
diistilahkannya dengan Gemeinschaft dan Gesellschaft.
Gemeinschaft lebih cenderung tradisional dengan ciri adanya
kehendak sosial yang masih kental kerukunannya, seperti
gotong royong, ikatan persaudaraan atau pertemanan yang kuat,
serta masih berpegang teguh dengat adat istiadat serta agama.
Bentuk Gemeinschaft terutama terdapat dalam ikatan keluarga,
kelompok kekerabatan, rukun tetangga dan lain sebagainya.
Sedangkan Gesellschaft terkesan lebih modern dengan adanya
kehendak atau kontrak sosial yang cenderung pada nilai-nilai
konfensi, adanya aturan yang mengikat, dan adanya opini publik
yang berkembang. Bentuknya terdapat pada organisasi
pedagang, organisasi suatu pabrik dan lainnya.
Perbedaan di antara keduannya adalah bahwa dalam
Gemeinschaft individu tetap bersatu meskipun banyak faktor
yang memengaruhi untuk berpecah, sedangkan dalam
Gesellschaft individu pada dasarnya terpisah meskipun banyak
faktor pemersatu.37 Said Nursi melihat perpecahan dalam
masyarakat disebabkan beberapa faktor, seperti sikap
individualisme, materialisme, serta lemahnya iman. Kelebihan
konsep Gemeinschaft dan Gesellschaft, diambil dengan
pendekatan integration of modernity and tradition, mengambil

ulang yang dieditori oleh Amitai Etzioni dan Eva Etzioni-Halevy dalam
buku yang berjudul Social change, Sources, Patterns and Consequences
(USA: Basic Book, 1973), Ed. II., 54-62. Gemeinschaft juga identik
dengan paguyuban atau ikatan asosiatif berdasarkan solidaritas dan
Gesellschaft cenderung identik dengan patembayan atau ikatan asosiatif
berdasarkan perjanjian atau kontrak, lihat Emanuel Adler,
Communitarian International Relations, The epistemic foundations of
International Relations (New York: Routledge, 2005), 6-7.
37
lihat Amitai Etzioni dan Eva Etzioni-Halevy, Social Change,
Sources, Patterns and Consequences (USA: Basic Book, 1973), Ed. II.,
61. lihat pula Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta:
Rajawali Press, 1999), Cet. XXVII, 448. lihat pula Kamanto Sunarto,
Pengantar Sosiologi, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, 2004), 133. lihat pula David Jary dan Julia Jary,
Collins Dictionary of Sociology (Great Britain: Harper Collins Publisher,
1991), 98.

14
yang positif dari tradisi dan menerima modernitas yang
mendukung kemajuan.
Usulan Said Nursi terkait pentingnya bentuk pendidikan
modern, pentingnya dakwah dengan kata-kata atau sebagai
jihad damai (jihad of the word/cihād-i mānevī), pentingnya
persatuan dan persaudaraan, pentingnya kemandirian,
pemerintahan yang bersih dan kokohnya iman, mengisyaratkan
bahwa ia menghendaki bentuk komunitas yang unggul.38
Komunitas yang disandarkan pada iman dan
pertanggungjawabannya dengan Tuhan. Kondisi yang mana
konsep Gemeinschaft dan Gesellschaft bersinergi dan menyatu.
Seperti konsep Nursi tentang penyatuan pendidikan modern
Barat yang cenderung sekuler dengan tanpa menghilangkan
konsep pendidikan Islam tradisional. Di Turki, para murid Nur
(T}ulla>b al-Nu>r) lebih banyak yang menempuh studi akademik di
tingkat strata satu ataupun pascasarjana pada jurusan umum,
khususnya bidang science dan teknologi.39 Dan di dershane,
mereka mendapat gemblengan spiritualitas dari membaca,
diskusi dan mengamalkan ajaran Said Nursi dalam karyanya
Risale-i Nur.
Bangunan komunitas yang unggul didasarkan pada
kestabilan keamanan, dan keamanan hanya dapat terjadi
manakala penduduknya saling terjalin hubungan persaudaraan.
Semangat persaudaraan inilah yang senantiasa Nursi sampaikan.
Bahkan risalah tentang ukhuwwah dan ikhlas karangan Nursi,
menjadi bacaan wajib sekali dalam seminggu di setiap dershane.
Gerakan dakwah Nur menekankan pentingnya solidaritas dan

38
Abdulaziz Sachedina menyebutkan bahwa Islam memiliki
kelengkapan secara sosial dan agama ideal yang dapat menginspirasi
bentuk-bentuk masyarakat pluralistik, institusi demokrasi dalam
percaturan global sebagai komunitas Muslim yang terbaik di abad ke-21
ini. Sachedina mengajak agar umat Muslim dapat merestorasi sejarah
awal Islam dalam kehidupan modern. Usaha Nursi atas proposal konsep
pendidikannya tidak lain merupakan upaya restorasi komunitas ( Ummah)
agar tidak terjebak pada tradisi dan merespon modernitas. Lihat
Abdulaziz Sachedina, The Islamic Roots of Democratic Pluralism (New
York: Oxford University Press, 2001), 139.
39
Lihat Thomas Riggs (Ed.), Worldmark Encyclopedia of Religious
Practices (New York: Thomson Gale, 2006), Vol. III, 482.

15
ukhuwwah di antara anggotannya. Konsep solidaritas atau
kohesi kelompok (as}abiah) telah digulirkan Ibn Khaldun sebagai
salah satu bentuk fundamental dalam membentuk kekuatan
sebuah negara atau komunitas. Khaldun menegaskan bahwa
gerakan keagamaan tidak akan berhasil tanpa solidaritas sosial.
Khaldun juga menegaskan bahwa pemerintah yang menerapkan
norma-norma ke-Tuhanan akan lebih unggul.40 Norma-norma
agama tersebut hendaklah bersifat inklusif, hingga dapat
memberikan kontribusi sebagaimana mestinya.41
Semanggat persaudaraan, solidaritas dan tantangan
komunitas (ummah)42 ini tentulah dimaksudkan Nursi bukan
hanya untuk jamaah Nur saja, melainkan seluruh umat.43 Pada

40
Lihat Ibn Khaldūn, The Muqaddimah, An Introduction to
History, Trans. Franz Rosenthal (from Arabic), (United Kingdom:
Princeton University Press, 1989), 127. lihat pula Hamid Mowlana,
Global Communication in Transition, The End of Diversity? (California:
Sage Publications, 1996), 116. lihat pula A. Cf. Cheddadi, ‚Le Pouvoir
Selon Ibn Khadūn‛, Annales E.S.P. (Paris), 1980, 3-4, dalam Mohammed
Arkoun, terj. Rahayu S. Hidayat, Nalar Islami dan Nalar Modern:
Berbagai Tantangan dan Jalan Baru (Jakarta: INIS, 1994).
41
Agama (Islam) yang inklusif sebagai gambaran masyarakat Islam
di Jawa pasca 1965 yang Bambang Pranowo gambarkan dan analogikan
sebagai kue lapis yang terdiri dari beberapa lapisan warna-warni.
Betapapun dominanya warna tertentu, tapi ia bukanlah keseluruhan dari
kue lapis tersebut. Sebaliknya, jika ada warna lain yang dianggap
dominan, merah misalnya, ia merupakan bagian tidak terpisahkan dari
kue lapis yang satu. Karena itu, tegas Bambang, jangan sekali-kali
memandang lapisan tersebut sebagai bukan ‛kue lapis‛ Islam. Lihat H.M.
Bambang Pranowo, ‛Runtuhnya Dikotomi Santri-Abangan, Refleksi atas
Perkembangan Islam Islam di Jawa Pasca 1965,‛ Pidato pengukuhan
Guru Besar dalam Ilmu Sosiologi Agama Pada Fakultas Ushuluddin IAIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2001, 34.
42
Konsep tentang komunitas (ummah), melampai batas-batas
nasional dan politik. Bahkan ia juga melampaui konsep sistem negara
bangsa, ia merupakan konsep politik agama dan hanya nampak manakala
umat Islam masih memeliharanya. Lihat Hamid Mowlana, Global
Communication, 148-149.
43
Senada dengan ungkapan tersebut, Amitai Etzioni
mengungkapkan dalam penutup bukunya: ‚Our Communitarian concern
may begin with ourselves and our families, but it rises inexorably to the
long-imagined community of humankind.‛ lihat Amitai Etzioni, The

16
tahun 1911, saat menyampaikan khutbah Damaskus di Masjid
Ummayyah, Nursi menyampaikan pesannya:
Melihat kondisi kawasan ini pada masa sekarang, saya
telah memetik pelajaran pada sekolah kehidupan sosial
manusia. Saya mengetahui bahwa di masa kini dan di
tempat ini terdapat enam penyakit yang membuat kita
berhenti di depan pintu abad pertengahan; saat orang-
orang asing (khuhusnya Eropa) terbang menuju masa
depan. Penyakit-penyakit tersebut adalah: Pertama,
bangkitnya rasa putus asa dan tidak berdaya dalam
kehidupan sosial; Kedua, matinya kebenaran dalam
kehidupan sosial dan politik; ketiga, cinta pada
permusuhan; keempat, tidak mengetahui adanya tali suci
yang menyatukan kaum mukmin; Kelima, despotisme
yang menyebar bagaikan penyakit yang menular; Keenam,
hanya melakukan usaha-usaha uang mendatangkan
keuntungan bagi diri sendiri.44
Poin ketiga dan keempat khutbah tersebut mengambarkan
semangat Said Nursi dalam menyemaikan persaudaraan dan
menyudahi perpecahan, permusuhan dan kerakusan. Konsep
Nursi tentang pentingnya persaudaraan masih relevan hingga
saat ini yang mana sebagian umat masih tercabik-cabik,
terpecah-pecah dan terkotak-kotak. Adapun poin keenam,
menunjukkan bahwa Nursi ingin mengikis sifat individual yang
berlebihan dan menganjurkan keperdulian kepada orang lain.
Pemikiran Nursi, sama dengan kemunculan komunitarian pada
era 1980 sebagai kritik terhadap liberalisme yang cenderung
individualistik. Komunitarian ummatic yang dibangun Nursi,
meminjam istilah Fachri Ali pada awal terbentuknya dakwah
Nur adalah the imagined communities45 sejak dini, yaitu

Spirit of Community, 266. Konsep pemikiran Nursi, mulanya juga


bersifat lokal di Turki, namun dengan berjalannya waktu menjadi
pemikiran yang menglobal, dengan ditunjang gerakan dakwah Nur itu.
44
Said Nursi, The Damascus Sermon, terj. Sukran Vahide (Istanbul:
Sozler Publications, 1996), New Edition, 26-27.
45
Istilah the imagined communities (komunitas terbayangkan)
adalah teori yang dikembangkan oleh Anderson yang menyatakan bahwa
sebelum terbentuknya sebuah bangsa, telah eksis sebuah ide yang

17
kembali pada ‛kepatuhan‛ pada nilai-nilai Islam pada era
‛modernizing ideology.‛46 Jika kita lihat dampak dakwah Nur di
era modern ini, dengan semakin majunya bangsa Turki, dan
perkembangan dakwah Nur sendiri, nampaknya optimisme dan
prediksi kemajuan Islam oleh Nursi, sedikit banyaknya telah
menunjukkan hasilnya. Ustadzi Hamzah menulis bahwa
kemajuan Turki sampai saat ini salah satunya ditopang oleh
kuatnya―gagasan ideal para pemikir bangsa itu dalam
membangun mentalitas bangsanya. Menurut Serif Mardin,
visiting professor dalam bidang social sciences di berbagai
universitas di USA dan Inggris, perubahan radikal struktur
pemikiran bangsa Turki sejak merdeka dari penjajahan Eropa
adalah hadirnya pemikiran tokoh, salah satunya Bediuzzaman
Said Nursi. Penelitian Mardin yang dilakukan berpuluh tahun
yang kemudian diterbitkan dengan judul Religion and Social
Change in Modern Turkey: the Case of Bediuzzaman Said Nursi
telah menunjukkan hal itu.47
Pemikiran dakwah Nursi, tidak lain ingin menciptakan
tatanan komunitas yang baik. Pemikiran yang tertuang dalam

membayangkan tendensi ke arah persatuan bangsa melalui beberapa


faktor pemersatu. Lihat Benedict Anderson, Imagined Communities:
Reflections On the Origin and Spread of Nationalism (London: Verso,
1992), 120. Terkait dengan hal tersebut, sejarah panjang bangsa Indonesia
hingga memperoleh kemerdekaannya pada tahun 1945 melalui perjuangan
yang panjang pula. Islam memberikan kontribusi yang besar, baik secara
sosial maupun kultural terwujudnya sejarah panjang tersebut. Bakti
menyatakan bahwa pembentukan Indonesia sebagai negara-bangsa
merupakan proses yang memakan waktu berabad-abad lamanya. Lihat
Andi Faisal Bakti, Nation Building, Kontribusi Komunikasi Lintas
Agama dan Budaya terhadap Kebangkitan Bangsa Indonesia (Jakarta:
Churia Press, 2006), xiii.
46
Facry mengistilahkan the imagined communities sejak awal
untuk Cak Nur (Nurcholish Madjid) yang mampu menyesuaikan diri
dengan arus modernizing ideology. Lebih lanjut lihat Fachry Ali,
‚Hipotesis Tentang Fase Perubahan Pemikiran Nurcholish Madjid,‛ Titik
Temu Jurnal Dialog Peradaban, Vol. 7, No. 2, Januari – Juni 2015, 25-26.
47
Ustadi Hamzah, Identitas dan Kemandirian Dalam Pemikiran
Said Nursi serta Signifikansinya bagi Kemajuan Sosial dan Ekonomi
Umat, dalam http://www.nursemesta.org, diakses pada 02/05/2016.

18
karya-karyanya menjadi pedoman bagi gerakan dakwah Nur.
Risale-i Nur tidak seperti umumnya karya tulis para ulama yang
hanya sejalan dengan langkah akal bersama dalil dan teorinya.
Risale-i Nur tidak bergerak sebagaimana lazimnya yang terjadi
di kalangan para wali sufi yang hanya bertumpu pada dhauq
(perasaan) hati dan pengalaman-pengalaman jiwa. Risale-i Nur
tidak demikian halnya, karena ia bergerak atas dasar kerjasama
yang serasi antara akal dan hati, antara jiwa dan raga. Dengan
demikian, Risale-i Nur mampu mendaki ketinggian yang tidak
dapat dijangkau oleh teori filsafat sekalipun. Dari sukses
pendakian tersebut, terungkaplah cahaya hakikat iman dan
berhasil ditelusuri sampai pada sumbernya yang selama ini
tertutup.48
Untuk melihat gerakan dakwah Nur lebih mendalam
dalam upaya membentuk komunitas yang unggul, penulis
mengambil objek gerakannya di Indonesia. Gerakan dakwah
Nur memiliki pola-pola dakwah yang khas dan unik. Bagaimana
pola-pola dan konsepsi komunikasi dakwah Said Nursi dan
gerakan dakwah Nur dalam membangun komunitas? Serta
bagaimana perkembangan dakwah Nur di Indonesia? Menjadi
pertanyaan menarik yang akan dijawab dalam disertasi ini.

B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Penelitian dalam disertasi ini adalah untuk
mengetahui konsepsi komunikasi gerakan dakwah Nur
sebagai gerakan yang berorientasi pada teks dengan
pendekatan teori komunitarian, komunikasi dan gerakan
sosial. Saat ini, dunia Muslim terus dihadapkan pada isu-isu
dan pesoalan anti demokrasi, kemiskinan, keterbelakangan,
pendidikan, HAM, perang antar Muslim, teroris, politik dan
ekonomi. Diperlukan bangunan komunitas yang unggul,
untuk meminimalisir dan mengikis segala problematika
umat di tengah terpaan modernitas yang muncul begitu
derasnya. Upaya ke arah perbaikan tentulah sudah dilakukan
48
Bediuzzaman Said Nursi, Kulli>yya>t Rasa>’il al-Nu>r, al-Mala>h}i>q Fi> fiqh
Da‘wah al-Nu>r, 105.

19
oleh berbagai pihak, baik pemerintah, organisasi masyarakat
(civil society), para cendekiawan, pemikir, ulama dan lain
sebagainya. Bediuzzaman Said Nursi, adalah salah seorang
ulama dan cendekiawan yang telah ikut berkontribusi bagi
perbaikan persoalan umat. Nursi mendedikasikan sepenuh
hidupnya untuk jalan dakwah hingga melahirkan karya
Risale-i Nur dengan jejaring gerakan dakwah Nur yang
semakin luas menembus seantero dunia saat ini.
Berdasarkan hal tersebut, maka berbagai pertanyaan
muncul sebagai identifikasi penelitian dalam disertasi ini, di
antarannya adalah: a. Bagaimanakah komunitas atau
masyarakat Muslim yang ideal, dan bagaimanakah pendapat
Said Nursi? b. Siapakah yang paling bertanggung jawab
dengan persoalan umat? c. Bagaimanakah masyarakat yang
ideal dalam Islam tersebut, dan bisakah ia relefan dengan
kondisi zaman, demokrasi dan konsep civil society? d. Apa
sajakah nilai-nilai yang terdapat dan dianut dalam
komunitas atau masyarakat yang ideal tersebut? e.
Bagaimanakah hubungan masyarakat Muslim dengan non
Muslim dewasa ini? f. Apakah kendala-kendala dalam
membentuk komunitas atau masyarakat Muslim khususnya
yang dialami gerakan dakwah Nur? g. Sejauhmanakah
peranan dan upaya gerakan dakwah Nur dalam menegakkan
komunitas Muslim dan sejauhmanakah ia
mengkomunikasikannya? h. Bagaimanakah respons
masyarakat terhadap gerakan Nur? Siapakah para Tokoh di
balik gerakan dakwah Nur? i. Apa saja kegiatan dan
aktivitas gerakan dakwah Nur? j. Apakah perbedaan dan
persamaan gerakan dakwah Nur dan gerakan dakwah
lainnya? k. Bagaimanakah upaya komunikasi gerakan
dakwah Nur dengan gerakan Islam lainnya dalam
membangun komunitas? l. Bagaimanakah metode dan
konsepsi gerakan dakwah Nur? m. Apakah kontribusi
gerakan dakwah Nur sebagai gerakan sosial-transnasional
Islam?

20
2. Pembatasan Masalah
Gerakan dakwah Nur sebagi gerakan Islam
transnasional yang memiliki tujuan untuk membentuk
komunitas Muslim telah menjangkau Negara-negara di
berbagai belahan dunia. Dalam penelitian ini, penulis
membatasinya di Indonesia, dengan harapan dapat melihat
sejauhmana konsep komunikasi dakwah transnasional Nur
dalam membangun komunitas. Selain itu penelitian ini juga
membatasi pada pemikiran Nursi terkait konsep komunitas
dalam karyanya, dan sejauhmana penerapannya pada
gerakan dakwah Nur.

3. Perumusan Masalah
Bagaimanakah konsepsi komunikasi dakwah
komunitarian transnasional Said Nursi dalam membangun
komunitas? Bagaimanakah penerapan konsepsi dakwah
komunitarian Said Nursi di Indonesia? Apa sajakah
pembangunan komunitas (community development) yang
telah dilakukan dakwah Nur di Indonesia?

C. Tujuan dan Pernyataan Penelitian


Selain menjawab rumusan masalah, penelitian ini
diharapkan memiliki konstribusi yang tidak hanya bersifat
akademik. Dalam penelitian ini pula diharapkan dapat memiliki
implikasi yang luas untuk dijadikan rujukan bagi aktivitas
dakwah yang moderat, ramah, mengedepankan dialog dan
tindakan persuasif. Oleh karena itu, disertasi ini menyatakan
bahwa wajah Islam dengan stigma teroris, menghendaki
orientasi pencitraan dan aktualisasi dakwah yang
mengedepankan nilai-nilai spiritualitas, soft power, semangat
kasih sayang, simpatik, dan emansipatif. Konsepsi Dakwah
tersebut akan digali dalam pemikiran Said Nursi dan gerakan
dakwahnya di Indonesia. Tujuan disertasi ini adalah
pembuktikan bahwa pemahaman dan kepatuhan pada nilai-nilai
yang terkandung dalam teks panduan gerakan, dapat
memantapkan gerakan tersebut dalam membangun komunitas.
Komunitarian ummatic global menekankan panduan moral,

21
keterbukaan dan partisipasi masyarakat, meskipun nilai-nilai
keyakinan satu umat sangat dominan. Said Nursi, mencoba
mendialogkan dan menawarkan etika komunitarian ummatic
yang bersumber dari ajaran Islam guna melawan sektarianisme,
fanatisme, kediktatoran, penindasan dan menjawab
problematika masyarakat modern yang kompleks.

D. Signifikansi Penelitian
1. Secara akademis, tulisan ini dapat memberikan kontribusi
mengenai konsep komunikasi global komunitarian
gerakan dakwah Nur sebagai gerakan Islam
transnasional yang mengedepankan nilai-nilai Islam
universal.
2. Dari perspektif sosial, penelitian ini dapat memberikan
informasi bahwa gerakan Islam tidak selalu ‚berbau‛
radikal, fundamental dan anarkis.
3. Dalam konteks kebijakan, dari disertasi ini, diharapkan
pengambil kebijakan dapat memetakan beragam
gerakan dakwah Islam, dan bagaimana membuat
kebijakan yang tepat.

F. Penelitian Terdahulu yang Relevan


Tinjauan pustaka dilakukan untuk mengetahui, sejauh
mana masalah penelitian ini pernah ditulis dan dibahas oleh
komunitas akademik lain. Kemudian akan ditinjau apa yang
akan ditulis, serta bagaimana pendekatan dan metode yang
digunakan, apakah persamaan dan perbedaan antara tulisan
sebelumnya dengan penelitian ini.
Penelitian tentang global komunitarian vs. sektarian
komunitarian, pernah ditulis Andi Faisal Bakti, dalam karya
disertasinya yang sudah dibukukan dengan judul
Communication and Family Planning in Islam in Indonesia,
Leiden-Jakarta: 2004, yang menyatakan bahwa pendekatan
komunitarian dapat berkontribusi bagi pembangunan,
komunikasi dan budaya, baik lokal, nasional, maupun global. 49
49
Bakti menekankan pentingnya global communitarian, dengan
mengutip Mowlana dan Wilson yang mengajukan sepuluh konsep definisi
pembangunan komunitas: Monotheistic world-view, ethics and an

22
Selain itu adalah Emanuel Adler dalam bukunya
Communitarian International Relations, The epistemic
foundations of International Relations., New York, Routledge.50
dalam karyanya itu, Adler menyatakan bahwa pendekatan
hubungan internasional komunitarian konstruktivis menekankan
interkoneksi evolusi antara konstruksi sosial pengetahuan dan
konstruksi realitas sosial. Persamaan dengan disertasi ini,
bahwa norma-norma dalam komunitas yang awalnya terdapat
dalam teks ditransformasi dalam sebuah kesadaran dan
membentuk gerakan dakwah Nur.
Penulis lain adalah Amitai Etzioni dalam bukunya From
Empire to Community: a New Approach to International
Relations, New York: Palgrave Macmillan.51 Etzioni
memaparkan pentingnya etika moral yang disepakati bersama
sebagai acuan komunitas global yang ia sebut sebagai etika
kelangsungan hidup (survival ethics). Posisi tulisan disertasi ini
ingin memberikan kontribusi bagi pembangunan etika

aesthetic spirituality, emancipation and elimination of oppression, value


and culture system, communication and dialogue, loyalty to the
individual/the community/ a global concept, anti-bloc position and self
reliance in local resources, integration of modernity and tradition,
populer participation, and negation of capitalism and socialism.
Tehranian, sebagaimana dikutip Andi Faisal Bakti mengusulkan delapan
poin dalam pembangunan komunitas: primacy of community, participatory
democracy; self-reliance; non violence; ecology; cultural pluralism,
social responsibility; and spiritual freedom. Persamaan dengan disertasi
ini adalah pada penekanan pemikiran Nursi yang dijadikan spirit gerakan
dakwah Nur menuju komunitarian global, yaitu aspek: monotheistic
world-view, participatory democracy, communication and dialogue,
modern-tradisional integration, self-reliance, brotherhood, and non-
violence. Lihat Andi Faisal Bakti, Communication and Family Planning In
Islam, South Sulawesi Muslim Perseptions of a global Development
Program (Jakarta-Leiden: INIS, 2004).
50
Lihat Emanuel Adler Communitarian International Relations,
The epistemic foundations of International Relations (New York:
Routledge, 2005)
51
Amitai Etzioni, From empire to community: a New Approach to
International Relations. New York: Palgrave Macmillan, 2004.

23
komunitarian global yang diterapkan dalam gerakan dakwah
Nur.
Sedangkan penulisan terkait Nursi telah ditulis
Zaprulkhan, karya Disertasi di UIN Yogyakarta yang membahas
hubungan pemikiran tasawuf Said Nursi dan dan Hamka.52
Walaupun tidak terkait dengan penelitian secara langsung,
namun penelitian Zaprul merupakan disertasi pertama di
Indonesia yang membahas pemikiran Said Nursi. Menariknya,
Zaprul membandingkan pemikiran Nursi dengan tokoh
Indonesia, Buya Hamka.
Selanjutnya adalah tulisan dengan judul: The Risale-i
Nur Movement: Is It A Sufi Order, A Political Society, or A
Community? Merupakan artikel yang disampaikan Ahmed
Akgunduz dalam simposium internasional di Istanbul pada
tahun 1995. Ahmed Akgunduz memaparkan gerakan dakwah
Nur dengan mengajukan pertanyaan, apakah ia sebagai gerakan
tarekat, sebuah masyarakat politis, atau sebuah jamaah.
Akgunduz menegaskan bahwa gerakan dakwah Nur (Risale-i
Nur) merupakan sebuah jamaah atau komunitas, yakni jamaah
yang diikat oleh persaudaraan sesama iman antara kaum
Muslim. Akgunduz memandang bahwa Nursi menganggap Al-
Qur’an sebagai jalan terbaik, sehingga Risale-i Nur dan gerakan
dakwah menyebarkannya tidak dapat dianggap sebagai orde
sufi, tarekat, atau aliran tasawuf.53
Kemudian tulisan Metin Karabaşoğlu, ‚Text and
Community: An Analysis of the Risale-i Nur Movement‛,
dalam buku Ibrahim M. Abu Rabi’, Islam at the Crossroads: On
the Life and Thoudht of Bediuzzaman Said Nursi. Karabaşoğlu
menyatakan bahwa gerakan dakwah Nur disebut sebagai
gerakan yang berorientasi kepada teks (a text-oriented
movement/ faith-based text movements), karena diantara usaha

52
Lihat Zaprulkhan, Pembaharuan Tasawuf Hamka dan said Nursi,
Disertasi Pascasarjana Universitas Islam Negeri sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2011.
53
Lihat Ahmed Akgunduz, ‚The Risale-i Nur Movement: Is It A
Sufi Order, A Political Society, Or A Community?‛ Artikel dalam
Simposium Ketiga di Istanbul 24-26 September 1995.

24
dakwah gerakan ini adalah usahanya menerjemahkan dan
mencetak karya Nursi ke berbagai bahasa.54

E. Teori
Saat ini ilmu dakwah sebagaimana ilmu komunikasi,
membutuhkan ilmu-ilmu bantu lain. Penelitian ini berusaha
menyandingkan dakwah dengan komunikasi dan sosiologi. Ilmu
komunikasi adalah ilmu yang bersifat interdisipliner dan
multidisipliner.55 Di antara teori komunikasi yang digunakan
dalam penulisan ini adalah teori yang telah dibangun oleh
Harold Laswell, Lee Thayer dan Rene Jean Ravault, Majid
Tehranian, Hamid Mowlana yang kemudian dielaborasi oleh
Andi Faisal Bakti menjadi komunikasi Islam.
Kemudian teori komunikasi Islam tersebut akan penulis
kolaborasikan dengan teori pembangunan komunitas
community development, dan pembinaan umat
(communitarian ummatic approach)56. Hamid Mawlana, Wilson

54
Metin Karabaşoğlu, ‚Text and Community: An Analysis of the
Risale-i Nur Movement,‛ dalam Ibrahim M. Abu Rabi’ (Ed). Islam at the
Crossroads: On the Life and Thought of Bediuzzaman Said Nursi, New
York, Albani: SUNY Press, 2003.
55
Dikatakan interdisipliner karena ilmu komunikasi memanfaatkan
ilmu-ilmu lain yang berada dalam rumpun ilmu sosial, salah satunya
adalah sosiologi. Dikatakan multidisipliner karena ilmu komunikasi
memanfaatkan ilmu-ilmu lain yang berada tidak hanya dalam rumpun
ilmu sosial, tetapi juga rumpun ilmu eksakta (seperti biologi, fisika,
matematika) dan ilmu humaniora. Lihat Nina W. Syam, Sosiologi
Sebagai Akar Ilmu Komunikasi (Bandung: Simbiosa Rekatama Media,
2012), 1.
56
Dalam perkembangannya, communitarianism menjadi salah satu
tipologi dalam teori normatif hubungan internasional ( International
relations). Tehranian membahas teori normative hubungan internasional
mulai dari tipologi realism, liberalism, Marxism, communitarianism dan
postmodern, lihat Majid Tehranian, Global Communication and World
Politics, 30-38. Imanuel Adler membahas dengan lebih spesifik dan
filosofis teori hubungan internasional yang ia sebut sebagai
Communitarian International Relations constructivist, yang menekankan
interkoneksi evolusi antara konstruksi sosial pengetahuan dan konstruksi
realitas sosial. Lihat Emanuel Adler, Communitarian International

25
dan Majid Tehranian menyebutkan bahwa komunitas ummatic
melampaui batas-batas politik (suatu negara) dan sistem negara
modern, karena konsepnya didasarkan pada politik agama
(religio political), yang mana penegakkanya ditentukan atas
nilai-nilai etika dan moral secara kolektif. Sepuluh aspek
karakteristik kommunitarian guna membangun komunitas yang
unggul menurut Hamid Mowlana dan Wilson adalah:
monotheistic world-view, ethics/aesthetic spirituality,
emancipation and elimination of oppression, value and culture
system, communication & dialogue, loyalty to the individual/
the community/ a global concept, anti-bloc position and self
reliance in local resources, integration of modernity and
traditiona, popular participation, and negation of capitalism &
socialism.57
Adapun delapan aspek karakteristik pembangunan
communitarian menurut Tehranian adalah: primacy of
community, participatory democracy, self-reliance, non-
violence, ecology, cultural pluralism; social responsibility, and
spiritual freedom.58 Bakti membahas konsep komunitarian
Tehranian, Mowlana dan Wilson dalam melihat persepsi
komunikasi masyarakat Sulawesi Selatan dalam program
Keluarga Berencana sebagai program pembangunan masyarakat

Relations, The epistemic foundations of International Relations (London


& New York: Routledge, 2005).
57
Hamid Mowlana and L. J. Wilson, “Development: A Field in
Search of Itself,” in Hamid Mowlana and L. J. Wilson, The Passing of
Modernity: Communication and The Transformation of society (White
Plains, N. Y.: Longman, 1990), 1-41. lihat pula Andi Faisal Bakti,
Communication and Family Planning In Islam, South Sulawesi Muslim
Perseptions of a Global Development Program (Jakarta-Leiden: INIS,
2004), 28.
58
Majid Tehranian, ‚Communication, Peace and Development: A
Comparative Perspective,” a paper presented at the Comparative Theory
Workshop of the Annual Conference of the International Communication
Association, San Fransisco, 25-29 Mei 1989. lihat F. Korzenny and S.
Douglas (eds.), International and Cultural Communication Annual
(Newbury Park: Sage Publications, 1989), Vol. 14. Lihat pula Andi Faisal
Bakti, Communication and Family Planning In Islam, South Sulawesi
Muslim Perseptions of a Global Development Program , 28.

26
global. Konsep komunitarian tersebut akan penulis
sederhanakan menjadi delapan guna melihat gerakan dakwah
Nur di Indonesia yang mengagendakan restorasi umat dalam
membangun peradaban Islam yang maju di masa depan.
Sebagai sebuah gerakan dakwah transnasional, jamaah
Nur relevan pula dengan pola-pola gerakan sosial. Dalam
gerakan sosial dikenal teori Resource Mobilization Theory
(RMT) atau Teori Mobilisasi Sumber Daya (TMSD) yang
dibangun Quintan Wiktorowicz. Teori ini menekankan bahwa
gerakan merupakan suatu tindakan rasional yang menghendaki
suatu manifestasi tindakan kolektif yang terorganisasi.59
Lebih detail Peter Mandaville melihat bahwa gerakan
transnasional di Asia Selatan dan Tenggara kontemporer
memiliki empat bentuk: ‚sufi brotherhoods, renewalist/piestic
movements, Islamist parties and groups, charitable
organizations and da’wa organizations‛. 60 Gerakan Nur, jika
dilihat menggunakan kategorisasi yang disampaikan
Mandaville, maka pada prinsipnya memiliki kesamaan, namun
sekaligus memiliki titik perbedaan yang lebih lanjut akan
dielaborasi dan dianalisis pada bab empat dan lima..

F. Metodologi
1. Jenis penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.
Apabila dilihat pula dari subject matternya, penelitian ini
termasuk tipologi penelitian sosial-budaya, yakni semacam
model penelitian yang memiliki konsen terhadap pemikiran-
pemikiran, nilai-nilai dan ide-ide budaya sebagai produk
berpikir manusia.61 Dengan demikian, secara umum dapat

59
Lihat Quintan Wiktorowicz (Ed), Islamic Activism A Social
Movement Theory Approach (USA: Indiana University Press, 2004), 8-
13.
60
lihat Peter Mandaville, ‚Trasnational Islam in Asia: Background,
Typology and Conseptual Overview‛, dalam Transnational Islam in
South and Southest Asia, Movements, Netwoks, and Conflict Dynamics
(Washington: The National Bureau of Asia Research, 2009), 2.
61
Lihat M. Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam Dalam Teori
dan Praktek (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1992), 37.

27
diidentifikasi bahwa penelitian ini merupakan penelitian
kualitatif yang berupaya mengkaji ide-ide atau gagasan
pemikiran Said Nursi terkait konsep dakwah62 dan
gerakannya.
2. Sumber data
Sumber utama penelitian adalah karya Said Nursi
dalam Risale-i Nur. Selain itu, buku, jurnal, disertasi, dan
dokumentasi, seminar terkait Said Nursi. Untuk
mengetahui gerakan dakwah Nur sumber data juga digali
melalui wawancara mendalam, dan observasi partisipan.
Wawancara mendalam dilakukan dengan para T{ulla>b al-Nu>r,
baik yang tinggal di dershane, seperti di Ciputat, Parung
Panjang, Depok dan Makasar, maupun tamu yang datang
dari Turki serta mereka yang mengikuti kajian. Selain itu
penulis mewawancarai ketua dan penasihat Yayasan Nur
Semesta Indonesia. Observasi partisipan dilakukan penulis
dalam kegiatan dan aktivitas gerakan dakwah Nur, baik
kegiatan mingguan yang sudah terjadwal rutin, maupun
kegiatan yang bersifat tidak rutin, seperti simposium,
seminar, musyawarah, bedah buku dan lain-lain. Dalam
bentuk etnometodologi penulis melakukan interaksi yang
akrab dan menyatu dengan pengurus, pengelola, panitia dan
pengarah simposium, musyawarah di berbagai kegiatan
seperti di Ciputat, Jakarta, filipina dan Turki.

3. Analisis data
Data-data penelitian akan dianalisis dengan
menggunakan beberapa pendekatan:
a. Deskriptif-analitis, motode ini mencakup beberapa
teknik analisa yang diantaranya ialah penyelidikan
yang menuturkan, menganalisa, dan mengklasifikasi
penyelidikan dengan teknik observasi dan
wawancara. Pelaksanaan metode deskriptif ini tidak
terbatas hanya pada pengumpulan dan penyusunan

62
Mengenai eksplorasi penelitian kualitatif secara detail dengan
berbagai metodenya, lihat Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian
Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2002).

28
data, tapi meliputi analisa, dan interpretasi tentang
arti data itu.63 Penerapan analisis diskripsi ini akan
diarahkan untuk memperoleh gambaran umum
tentang aktivitas gerakan dakwah Nur berdasarkan
fakta-fakta data lapangan, dan upaya-upaya
konsolidasi dalam membentuk jejaring gerakan yang
bertujuan menyelamatkan iman, menyatukan umat
berdasar pada cita-cita Islam.
b. Etnometodologi,64 metode ini dijadikan sebagai
pisau analisis untuk melihat interaksi dan
percakapan manusia, baik dengan bahasa verbal
maupun perilaku nonverbal atau observasi yang
cermat akan perilaku-perilaku kecil dalam situasi-
situasi nyata.65 Dalam studi etnometodologi, akan
dilihat dengan detail bagaimana manusia mengatur
dan mengorganisasi peristiwa harian mereka.66

63
Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, Dasar Metode
Teknik (Bandung: Tarsito, 1990), 139. lebih jauh analisa data kualitatif
dapat mengunakan analisa domain, analisis taksonomi, analisis
komponensial, analisis tema kultural, lihat Sugiono, Memahami
Penelitian Kualitatif (Bandung: CV Alvabeta, 2007), 102.
64
Analisis teori etnometodologi pernah dilakukan oleh Andi Faisal
Bakti dalam disertasinya. Bakti menyatakan bahwa etnometodologi
digunakan untuk menghasilkan tulisan dan penelitian yang sedekat
mungkin dengan perspektif sehari-hari dari orang yang terlibat dalam
suatu komunikasi. Lebih lanjut lihat Andi Faisal Bakti, Communication
and Family Planning In Islam, South Sulawesi Muslim Perseptions of a
global Development Program, 221-227. Selanjutnya pendekatan ini juga
pernah dilakukan Cicourel pada 1968 mengenai kebijakan yang berkenaan
dengan perilaku menyimpang pada kejahatan yang dilakukan anak-anak.
Studi ini menunjukkan bahwa kejahatan yang dilakukan anak-anak
berhubungan erat dengan latar belakang keluarga pelaku kejahatan.
Metode tersebut juga pernah digunakan Atkinson pada 1978 mengenai
bunuh diri dengan mengamati kejadian sehari-hari yang tercatat di kantor
polisi. Lihat I.B. Wirawan, Teori-teori Sosial dalam Tiga Paradigma,
Fakta Sosial, Definisi Sosial, dan Perilaku Sosial (Jakarta: Kencana,
2012), 157-158.
65
Lihat Stephen W. Littlejohn dan Karen Foss, Theories of Human
Communication (New York: Thomson Wadsworth, 2005), Ed. 8, 46.
66
Lihat Harold Garfinkel, Studies in Ethnomethodology (Englewood
Cliffs, NJ: Prentice-Hall, 1967).

29
Metode ini digunakan agar pembahasan tidak
terjebak pada pendekatan yang hanya bersifat
historis empiris semata, sehingga diperoleh
gambaran yang lebih utuh mengenai aktivitas
dakwah dershane, dengan mengamati makna-makna
verbal dan non verbal.

G. Sistematika Penulisan
Disertasi ini diklasifikasikan dalam enam bab yang
disusun secara sistematis dan merupakan satu kesatuan.
Dimulai dengan Bab I yang berisi pendahuluan yang meliputi:
latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan
signifikansi penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teoretik,
metode penelitian, serta sistematika pembahasan.
Dalam bab II, penulis mengkaji landasan teoritis penulisan
disertasi terkait pendekatan pembinaan umat (communitarian
approach), komunikasi Islam (dakwah), pembangunan
komunitas (community development) dan gerakan sosial
transnasional Islam yang terdiri dari empat sub bab. Sub bab
pertama membahas pendekatan pembinaan umat dalam
menbangun masyarakat yang bermoral dan religius. Sub bab
kedua membahas komunikasi Islam dan semangat membangun
komunitas. Dan sub bab ketiga mengkaji urgensi pembangunan
komunitas dan keempat mengulas gerakan sosial transnasional
Islam, berperan positif atau negatif.
Bab III membahas biografi Said Nursi, dalam pembahasan
bab ini akan dibahas tiga fase kehidupan Nursi. Pertama,
biografi periode awal Said Nursi (1876-1925), untuk melihat
sejarah kehidupannya dari mulai masa anak-anak hingga
aktivitasnya di pentas sosial dan politik. Kedua, pembahasan
biografi periode kedua Said Nursi (1925-1950), yaitu untuk
membahas kehidupan baru Nursi terkait dengan penulisan
Risale-i Nur dan kondisi spiritualitasnya sebagai identitas baru.
Ketiga, membahas periode Said Nursi akhir atau ketiga, untuk
melihat konsolidasi dakwah Nur dalam membina umat.
Bab IV membahas tiga pembahasan terkait konsepsi
dakwah komunitarian Said Nursi dan penerapannya di
Indonesia. Pertama, pembahasan mengenai konsepsi dakwah

30
yang dibangun dan dibina Said Nursi dan gerakan dakwahnya.
Dakwah tersebut terkait dengan aspek tabli>gh (information),
taghyi>r (change), amar makruf nahi mungkar/ al-amr bi al-
ma‘ru>f wa al-nahy ‘an al-munkar (development), khairiyyah al-
ummah/akhla>q (ethics) yang dilakukan gerakan dakwah Nur.
Kedua, konsepsi nilai-nilai dakwah Nur sebagai gerakan
pembinaan umat berbasis komunitas (communitarian ummatic
movement). Ketiga, usaha dakwah Nur dalam pembinaan umat
(community development).
Bab V membahas gerakan dakwah Nur menuju
komunitarian global yang terdiri dari lima sub bab. Pertama,
membahas Yayayasan Nur Semesta di Indonesia, yang
mencakup kemunculan, pertumbuhan dan aktivitasnya. Yayasan
Nur Semesta merupakan payung hukum pergerakan dakwah Nur
di Indonesia, hingga menjadikan pembahasan tentang pasang
surut perjalanan Yayasan dan aktivitasnya penting untuk
dibahas. Kedua, para tokoh gerakan dakwah Nur di Indonesia,
baik tokoh sentral maupun tokoh intelektual. Ketiga, dershane
Nur sebagai jantung gerakan. Keempat, penerjemahan dan
penerbitan. Usaha tersebut dimaksudkan agar karya Nursi dapat
diapresiasi oleh masyarakat luas tanpa adanya kendala bahasa.
Hasil terjemahan karya Nursi dan karya tentang Nursi akan
dibahas dengan rinci serta terkait penerbitannya. Kelima,
pembahasan mengenai pertemuan lintas negara. Pertemuan
terkait musyawarah dimaksudkan untuk membangun soliditas,
menyamakan persepsi, menyusun strategi dan mengevaluasi
serta melaporkan kerja dakwah di masing-masing negara peserta
musyawarah. Adapun pertemuan lintas negara terkait event
internasional diarahkan pada kegiatan dan pertemuan ilmiah
seperti seminar dan symposium yang telah dilaksanakan
gerakan dakwah Nur di Indonesia.
Bab VI merupakan kesimpulan dan penutup. Bab terakhir
ini akan menyajikan kesimpulan berupa jawaban-jawaban
berdasarkan uraian dan temuan yang telah dipaparkan
sebelumnya serta saran-saran untuk pengembangan penelitian
lebih lanjut secara konstruktif.

31
Tabel 1.1. Dakwah Komunitarian Transnasional: Studi Konsepsi
Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia

KERANGKA TEORITIKAL

Pendekatan Keumatan (Communitarian Ummatic Approach)


Teori Komunikasi Islam (Dakwah), Teori Community Development
dan Teori Mobilisasi Sumberdaya

Pendekatan Keumatan Teori Komunikasi Islam


(Andi Faisal Bakti 2004)
Community Development
1. Hamid Mowlana & - Tabli>gh (information) (Henderson & Ilona
L.J.Wilson (1990) 10 - Taqhyi>r (Change) Vercseg, 2010
characteristics - Takwi>n al-ummah/ Amar Makruf Nahi
Mungkar/ Development - Penguatan SDM
2. Majid Tehranian (1989) - Khairiyyah al-
8 Ummah/Civil
characteristics Societ/Akhlak/Ethics

Teori Resource Mobilization Theory


(Quintan Wiktorowicz, 2004)
-struktur peluang
-Framing
Struktur Mobilisasi

METODOLOGI PENELITIAN KUALITATIF

Observasi Partisipan Analisis Deskriptif Fenomenologis

PERNYATAAN PENELITIAN
- Bagaimana konsepsi komunikasi dakwah komunitarian
transnasional Said Nursi dalam membngun komunitas?
- Bagaimanakah penerapan konsepsi dakwah komunitarian Said
Nursi di Indonesia?
- Apa saja pembangunan komunitas yang telah dilakukan dakwah
nur di Indonesia

Komunitas global yang


Religious & Bermoral
32
BAB II

PENDEKATAN KEUMATAN (COMMUNITARIAN/


UMMATIC APPROACH), KOMUNIKASI ISLAM
(DAKWAH), COMMUNITY DEVELOPMENT, DAN
GERAKAN ISLAM TRANSNASIONAL

Dalam bab dua ini, penulis membahas empat sub bab.


Pertama, pendekatan keumatan yang digunakan untuk membaca
gerakan da‘wah Nur sebagai gerakan transnasional Islam yang
ingin menerapkan nilai-nilai moral dan spiritual dalam
membangun komunitas. Kedua, pembahasan mengenai teori
komunikasi Islam (daʻwah) yang meliputi tabli>gh
(information), taghyi>r (change), takwi>n al-ummah/ al-amr bi al-
ma‘ru>f wa al-nahy an munkar (development), dan khairiyyah
al-ummah/akhla>q (civil society/ethics). Teori komunikasi Islam
(daʻwah) digunakan untuk membaca karya-karya Imam
Bediuzzaman Said Nursi dan gerakannya, serta spirit Nursi
dalam membangun komunitas. Ketiga, membahas kebutuhan
akan pembinaan komunitas. Pembahasan ini diarahkan untuk
melihat pembinaan komunitas yang dilakukan gerakan dakwah
Nur. Keempat, penulis membahas tentang gerakan sosial
transnasional Islam. Teori gerakan sosial transnasional
digunakan untuk membaca daʻwah Nur sebagai sebuah gerakan
sosial Islam transnasional yang tentunya menggunakan
metode-metode dan strategi-strategi dalam pencapaian
kerjanya. Selain itu, untuk mengetahui posisi gerakan da‘wah
Nur dengan gerakan sosial transnasional lainnya.

A. Pendekatan Pembinaan Umat dalam Membangun


Masyarakat Bermoral dan Religius.
Kata ummah1 dalam al-Quran terulang sebanyak 64 kali,
51 dalam bentuk tunggal dan 13 kali dalam bentuk plural

1
Ummah merupakan salah satu konsep masyarakat atau komunitas
dalam Islam, selain itu dikenal pula istilah Qawm, H}izb, Fawj, Asba>t} dan
Qaba>‘ il, Ahl dan A<l. Ummah merupakan identitas sosial komunitas
Muslim, ia merupakan organisme agama, sosial dan budaya sebagai satu
kesatuan. Namun, ummah juga dapat berarti komunitas di luar Islam, ia

33
(jamak), yaitu umam. 47 ayat turun di Mekah dan 17 turun di
Madinah.2 Masyarakat atau komunitas (ummah) dalam konsep
Al-Quran memiliki beragam makna: mulai dari binatang yang
ada di bumi atau burung yang terbang dengan kedua sayapnya
(Q.S. al-An‘a>m/6: 38); Jin (Q.S. al-Ahq}a>f /46: 18); waktu (Q.S.
Yu>su>f /12: 45); Imam (Q.S. al-Nakhl/16: 120; Agama (Q.S. al-
Anbiya> /21: 92). Sedangkan dalam arti manusia, penggunaan
kata ummah mengandung beberapa pengertian seperti: setiap
generasi yang mana Nabi diutus kepada mereka (Q.S. al-Nakhl
/16: 36); Segolongan manusia yang menganut agama (Q.S. ‘A<li-
‘Imra>n/3: 110); Seluruh manusia ummah yang satu (Q.S. al-
Baqarah/2: 213); Masyarakat dengan tugas tertentu (Q.S. A<li-
‘Imra>n/3: 104.3 Pengertian yang beragam tentang makna
ummah memiliki kesamaan dalam arti kelompok atau
komunitas yang tidak terbatas hanya yang beragama Islam
(Q.S. al-Naml /27: 83).
Shari’ati memaknai ummah sebagai kumpulan manusia
yang memiliki tujuan, visi, misi yang sama dan menuju cita-
cita bersama serta didasarkan pada kepemimpinan yang
disepakati bersama.4 Ummah pada prinsipnya merupakan

tidak ekslusif bahkan mencakup seluruh lapisan kemanusian dengan


segala perbedaannya. Lihat Ibn Manzu>r, Lisa>n al-‘Arab al-Muhi}>th,
(Beirut: Da>r Lisa>n al-‘Arab, 1970), 102. Lihat C.A.O. Van
Nieuwenhuijze, The Ummah: An Analytic Approach, Source: Studia
Islamica, No. 10 (1959), 5-22, http://www.jstor.org/stable/1595124,
diakses pada 21 Agustus 2015. lihat pula George C. Decasa, SVD, The
Qur‘anic Concept of Umma, and Its Function in Philippine Muslim
Society (Roma: Editrice Pontificia Universita Gregoriana, 1999), 159-
168.
2
Lihat Muhammad Fua>d Abd al-Ba>qi, al-Mujam al-Mufahras li
alfa>z} al-Qur’a>n (Beirut: Da>r al-Fikr, 1986), 80. }Lihat pula George C.
Decasa, SVD, The Qur’anic Concept of Umma, 13. lihat juga Mohsin
Afzal Dar, Social Philosophy of Allama Muhammad Iqbal: Views on
Ummah and Islamic Society, Islam and Muslim Societies: A Social
science Journal, Vol. 6, No. 1, 2013, www.muslimsocieties.org. diunduh
24/08/2015.
3
Lihat Asrori S. Karni, Civil Society & Ummah, Sintesa Diskursif
‚Rumah‛ Demokrasi (Jakarta: Logos, 1999), 47-54.
4
Lihat Ali Shari‘ati, Ummah dan Imamah Suatu Tinjauan
Sosiologis (Bandung: Pustaka Hidayah, 1989), 50.

34
masyarakat terorganisasi yang secara kuat dan kokoh
melaksanakan tugas mulia, yaitu agar manusia berbuat baik dan
mencegah mereka berbuat kejahatan. Wilayah ummah secara
teritorial tidak dibatasi oleh sekat perbatasan politik, etnis,
kultur maupun kedaerahan.5 Tugas mencegah kemungkaran dan
kejahatan bukan saja tugas individu namun juga kolektif
masyarakat atau ummah itu sendiri. Ummah diharapkan
memiliki krektivitas dan kompetensi yang diletakkan di atas
landasan etis dan moral berdasar keimanan yang kokoh kepada
Allah SWT.6
Konsep Ummah menganjurkan komunitas yang berada
di dalamnya dalam keadaan aman, damai, tanpa adanya
dominasi mayoritas atas minoritas dan adanya kesepakatan
tertulis atau undang-undang yang disepakati bersama. Ummah
merupakan komunitas agama yang taat pada Tuhan dan kitab-
Nya, ia penuh keutamaan dan menjadi teladan.7 Konsep ummah
telah dibangun Nabi Muhammad sejak empat belas abad yang
lalu sebagai komunitas politik supra nasional yang saat ini telah
menjadi lima puluh bagian negara yang berdaulat.8
Ummah yang dibangun Nabi tidaklah eksklusif, ia bersifat
universal dan berlaku untuk seluruh manusia. Nabi Muhammad
SAW. menerapkan konsep ummah di Madinah dengan
disepakatinya piagam Madinah antar berbagai suku yang

5
Lihat Bahtiar Effendy, Islam dan Negara, Transformasi Pemikiran
dan Praktik Politik Islam di Indonesia (Jakarta: Paramadina, 1998), 13.
lihat pula Hamid Mowlana, Global Communication in Transition The
End of Diversity? (California: Sage Publications, 1996), 122.
6
Lihat M. Yunan Yusuf, Tafsir Al-Quran Juz XXVIII Juz Qad
Sami’allah, Bun-ya>nun Marshu>sh, Bangunan Kokoh Rapi (Jakarta:
Lentera hati, 2014), 21.
7
Lihat Frederick Mathewson Denny, ‚The Meaning of ‛Ummah‛
in the Quran,‛ Source: History of Religions, Vol. 15, No. 1 (Aug., 1975),
34-70. http://www.jstor.org/stable/1061854, akses pada tanggal 21
Agustus 2015. lihat pula M. Quraish Shihab, Haji dan Umrah bersama M.
Quraish Shihab, Hukum, Hikmah, dan Panduan Meraih Haji Mabrur
(Jakarta: Lentera Hati, 2012), 26-27.
8
Abdul Ghafur Muslim, ‚Survival of The Islamic Ummah,‛
Pakistan Journal of History & Culture, Vol.XXVII/2, 1,
http://www.nihcr.edu.pk (2006), diunduh 27 Juli 2015.

35
memiliki kepercayaan agama yang berbeda.9 Lebih jauh, dalam
analisis Watt, inisiatif Nabi Muhammad SAW. yang berusaha
mempersatukan penduduk Madinah menjadi satu umat
merupakan politik tipe baru. Watt menulis ‚…the people of
Madinah were now regarded as constituting a political unit, a
new type, an ummah or community.‛10
Penerapan konsep ummah yang dibangun Nabi berjalan
efektif. Semangat dan spirit ummah relevan dengan konsep
komunitarian yang berarti menekankan pentingnya aspek
komunitas dalam masyarakat.11 Pada era delapan puluhan, kritik
para komunitarian terhadap liberalisme karena cenderung
melindungi individu secara berlebihan, dan mengabaikan nilai-
nilai komunitas.12 Sandel menyimpulkan dengan singkat terkait
communitarian dengan menyatakan, ‛when politics goes well,
we can know a good in common that we cannot know alone.‛13
9
Ummah yang dibangun Nabi sungguh modern untuk masa itu,
sebagaimana pernyataan Bellah, ‚ remarkably modern... in the high
degree of commitment, involvement and participation expected from the
rank and file members of community‛. Lihat Robert N. Bellah, Beyond
belief: Essays on Religion in a Post-Traditional World (New York:
Harper & Row, 1970), 150-151.
10
W. Montgomery Watt, Islamic Political Thought (Edinburgh:
Edinburgh University Press, 1968), 94.
11
Komunitas yang jumlahnya lebih banyak tidak seharusnya
menekan komunitas lain yang jumlahnya lebih sedikit. Lihat Amitai
Etzioni, ‚The Responsive Community: A Communitarian Perspective‛,
American Sociological Review, Vol. 61, No. 1 (Feb., 1996), 1-11,
http://www.jstor.org/stable/2096403, diunduh 24 Februari 2015.
Komunitarian berusaha untuk membangun masyarakat agar manusia
berbudi luhur dan dapat menghormati tradisi, lihat Lihat Charles Heying,
Autonomy vs. Solidarity: Liberal, Totalitarian and Communitarian
Traditions, Source: Administrative Theory & Praxis, Vol. 21, No. 1
(Mar., 1999), pp. 39-50, Published by: M.E. Sharpe, Inc.Stable URL:
http://www.jstor.org/stable/25611326, diakses: 24/02/2015. lihat pula A.
Etzioni, The responsive communitarian platform: Rights and
responsibilities dalam A. Etzioni (Ed.), The Essential Communitarian
Reader, (Lanham, MD: Rowman and Littlefield, 1998), xxv-xxxvii.
12
Lihat Donald M. Borchert (Ed. In Chief), Encyclopedia of
Philosophy (New York: Thomson Gale, 2006), 368.
13
Michael Sandel, Liberalism and the Limits of Justice
(Cambridge: Cambridge University Press, 1982), 183.

36
Konsep komunitarian dalam hubungan internasional (lihat
tabel 2.1), menekankan aspek nilai-nilai moralitas dalam
membangun masyarakat. Di era modern, komunitas tertentu
mendedikasikan identitas kelompoknya dengan beragam
aktivitas, hingga membentuk komunitas global atau global
communitarianism. global communitarianism sering
dihadapkan dengan sectarian communitarianism (lihat tabel
2.2). Semangat komunikasi global communitarianism adalah
usahannya dalam mengikis individualisme, sektarianisme, dan
menekankan kebersamaan dalam konteks global. Komunikasi
komunitas dengan berbasis sektarian menekankan pada aspek
kebersamaan dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip lama
(tradisional).
Hubungan tersebut mirip seperti yang digambarkan oleh
sosiolog Ferdinand Tönnies, jika komunitarian sektarian identik
dengan Gemeinschaft yang cenderung tradisional dengan ciri
adanya kehendak sosial yang masih kental kerukunannya,
seperti gotong royong, ikatan persaudaraan atau pertemanan
yang kuat, serta masih berpegang teguh dengat adat istiadat
serta agama. Sedangkan komunitarian global memiliki
kesamaan dengan Gesellschaft yang terkesan lebih modern
dengan adanya kehendak atau kontrak sosial yang cenderung
pada nilai-nilai konfensi, adanya aturan yang mengikat, dan
adanya opini publik yang berkembang. Bentuknya terdapat
pada organisasi pedagang, organisasi di suatu pabrik dan
lainnya.14
Gesellschaft cenderung meninggalkan etika dan tradisi hal
ini tidak ditemui pada konsep Gemeinschaft, yang cenderung
kental dengan nilai-nilai etika. Gemeinschaft mirip state of
nature, yaitu suatu kumpulan individu yang belum terhimpun

14
lihat Ferdinand Tönnies, ‚From Community to Society‛, dalam
Amitai Etzioni dan Eva Etzioni-Halevy, Social change, Sources, Patterns
and Consequences (USA: Basic Book, 1973), Ed. II., 61. lihat pula
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Rajawali Press,
1999), Cet. XXVII, 448. lihat pula Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi
(Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,
2004), 133. lihat pula David Jary dan Julia Jary, Collins Dictionary of
Sociology (Great Britain: Harper Collins Publisher, 1991), 98.

37
seperti saat Nabi Muhammad belum menjadi Rasul.
Gesellschaft adalah masyarakat yang sudah tertata karena Nabi
sudah menerima wahyu dan menjadi masyarakat Madinah yang
mapan.15 Menurut Hodgson, umat Islam memiliki kemampuan
sebagai komunitas yang paling dapat menyatukan seluruh umat
manusia di bawah visi cita-citanya.16 Islam mendorong
kemajuan material dan spiritual sekaligus, tanpa
memisahkannya. Azra menyatakan bahwa diutusnya Nabi
Muhammad mengemban misi:
mengembangkan kehidupan manusia, menyucikan moral
mereka, dan membekali mereka dengan bekal-bekal yang
diperlukan menjalani kehidupan di dunia dan akhirat
kelak. Firman Allah: ‛Dan Kami tidak mengutus kamu,
melainkan kepada umat manusia seluruhnya, sebagai
pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan‛
(QS. Saba’ (34): 28). Juga ayat berikut: ‚Dan tiadalah
kami mengutusmu (Muhammad), melainkan untuk
(menjadi) rahmat bagi semesta alam‛ (QS. Al-Anbiya>’
(21): 107).17
Tabel 2.1 International Relations: A Typology of
Normative Theories, Tehranian 1999.18
Theory Major Proposition Axial Unit of Method
Principle Analysi ology
s

15
M. Dawam Rahardjo, Masyarakat Madani: Agama, Kelas
Menengah dan Perubahan Sosial (Jakarta: LP3ES, 1999), 96.
16
Lihat Marshall G.S. Hodgson, The Venture of Islam, (Chicago:
The University of Chicago Press, 1974), Jilid I, 71. Sebaliknya, sikap
pesimis disampaikan Tourine tentang penyatuan umat manusia, ‚ there
are no longer transcendent universal values that might unite all of
humanity,‛ sebagaimana narasi besar tentang modernitas, lihat A.
Tauraine, The Return of the Actor (Minneapolis: University of Minnesota
Press, 1988), 136. lihat pula David Holmes, Communication Theory,
Media, Technology, and Society (London: Sage Publications, 2005), 173.
17
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi di
Tengah Tantangan Milenium III (Jakarta: Kencana, 2014), 62.
18
Majid Tehranian, Global Communication and World Politics,
Domination, Development, and Discours (New York: Lynne Rienner
Publisher, 1999), 34.

38
Realism IR is a struggle for power Order Nation- Historic
and peace through balance state al
of power in a political method
environment devoid of
moral consensus and prone
to use of force, in such an
environment, national
interest and strength must
be the guiding stars.
Liberalis IR is a struggle for power, Freedom Nation- Historic
m peace, and freedom through statte, al
balance of power in a IGOs method,
political environment in Game
which increasing theory,
interdependencies have Simulat
created a need for the rule ion, etc.
of law and cooperation
through IGOs.
Marxism IR is a class struggle for Equality World Historic
equality between those who system, al and
own the means of TNCs, dialecti
production and those who TMCs, cal
don’t under the world Revolut material
capitalist system, the ionary ism
struggle has been waged and
between the bourgeoisie counterr
and the revolutionary evolutio
working classes, peasantry, nary,
and intelligentsia. As the States
highest stage of capitalism, and
imperialism has movem
transformed the struggle ents
into a global class war that
cuts across national
boundaries
Communi IR is a struggle for power, Communi Civil Eclectic
-tarianism peace, and community ty society and
through democratic TNCs multi-
cooperation and institution TMCs discipli-
building from local to NGOs nary
global in a political IGOs
environment of contesting States
power and moral claims
that need to be negotiated

39
through global
communication,
adjudication, or mediation
of conflicts without
recourse to violence.
Postmode IR is a struggle for Identity Culture Interpre
rnism hegemonic power through -tative
competing truth claims that
need to be understood
intertextually as
negotiations of knowledge
and power

Pendekatan keumatan dalam penulisan ini adalah upaya


membangun etika moral gerakan dakwah, yang mana nilai-nilai
etika komunitarian sektarian yang kental pada konsep
Gemeinschaft dan komunitarian global yang identik dengan
konsep Gesellschaft dapat dipertemukan.19 Etika tersebut digali

19
Kompromi konsep Gemeinschaft dan Gesellschaft dengan
mengambil aspek positif dari keduanya adalah sikap mencari jalan
tengah. Hal tersebut juga relevan dengan konsep ummah wasat}an,
menjadi penengah atau pertengahan atas problematika masyarakat yang
muncul. Al-wasat} juga bisa berarti paling baik atau bagus (Q.S. al-
Baqarah (2): 143). Upaya kompromi atas keduanya karena masing-masing
konsep memiliki kelebihan dan kekurangan hingga upaya mencari
kelebihan hendaklah dapat terealisasikan, lihat Andi Faisal Bakti,
Communication and Family Planning In Islam, South Sulawesi Muslim
Perseptions of a global Development Program (Jakarta-Leiden: INIS,
2004), 392. Senada dengan diskursus Gemeinschaft dan Gesellschaft,
konsep communitarian dan liberal pun masing masing punya kelebihan,
maka mencari kelebihan masing-masing jauh lebih baik berbanding terus
mencari titik lemah, lebih lanjut lihat Allen E. Buchanan, Assessing the
Communitarian Critique of Liberalism, Ethics, Vol. 99, No. 4 (Jul.,
1989), pp. 852-882, Published by: The University of Chicago Press Stable
URL: http://www.jstor.org/stable/2381237. diakses 02/10/2013 05:10.
Konsep perpaduan tersebut diistilahkan Yavuz dengan transformasi dari
‚a confessional Community (gemeinschaft) to a secular national society
(gesellschaft)‛. Lebih lanjut Yavuz menulis, ‚these consepts constitute a
map of meaning and provide strategies for dealing with modern
challenges by redefining Islamic folk concepts and practices to establish
new solidarity networks and everyday-life strategies for coping with new

40
melalui pemikiran Bediuzzaman Said Nursi dalam karyanya
yang senantiasa dijadikan spirit dan pedoman komunitas
gerakan da‘wah Nur. Spirit komunikasi pembinaan ummah yang
dikembangkan gerakan Nur yang awalnya berasal dari Turki
kemudian menjadi gerakan sosial Islam global transnasional.
Adapun upaya-upaya komunitas gerakan Nur tersebut
diantaranya adalah, membuka dershane baru, penerjemahan
karya Nursi ke berbagai bahasa dunia, bahkan hingga ke bahasa
penduduk lokal di suatu negara, mengorganisir kegiatan-
kegiatan yang bersekala regional maupun internasional,
seminar, simposium, bedah buku, dan lain-lain.
Tabel 2.2 Various elements of Ravault’s consepts of
communication and culture, which support Thayer’s
position, according to Bakti.20
CULTURE COMMUNICATION
Etre pense par sa culture Panser sa culture
Heriter la culture Acquerir la culture
Submission Egalitarian/ Emancipation
Adoration of scriptures Interpretation of scriptures
Textualist Contextualist
Gemeinschaft Gesellschaft
Reproduction Creation and trust in foreigners
Fundamentalism Rationalism/Secularization
Geographical immobility Geographical mobility
Je me souviens Deracinement
Paganism (Idol worshipping) Monotheism (Idol destruction)/
Humanism (God created by humans)
Imposition/Holy Negotiation
war/Proselytism)
Nationalism/Tribalism Universalism/Internationalism
Ortodoxy/Traditionalism Protestantism/Modernism
Sectarian Communitarianism Global Communitarianism
Cult./Lang./Competence/Inher Cult./Lang./Competence acquisition
itance
Dependency/Egoim Interdependency/Solidarity
Exclusivism Inclusivism

condition.‛ Lihat, M. Hakan Yavuz, Islamic Political Identity in Turkey


(New York: Oxford University Press, 2003), 151-152.
20
Lihat Andi Faisal Bakti, Communication and Family Planning In
Islam, South Sulawesi Muslim Perseptions of a Global Development
Program, 128.

41
Vernacular language Vehicular language
Parochialism Flexibility
Dari tabel di atas fungsi budaya dalam komunikasi adalah
upaya mengembangkan bentuk interaksi yang unik antara dua
orang atau dengan ratusan orang yang telah berlangsung ratusan
tahun.21 Sedangkan budaya sendiri merupakan kumpulan
nasehat atau petuah yang tidak jarang mengandung kekeliruan
yang telah diikuti dengan penuh kecintaan atau sebaliknya
keterpaksaan yang berasal dari peninggalan nenek moyang.
Budaya tersebut dianggap sesuatu yang bermakna. Sedangkan
komunikasi, adalah sesuatu yang dinegosiasikan dengan penuh
pertimbangan dalam masyarakat sebagai bentuk perilaku mulia
yang dapat diterima.22
Nilai kebaikan yang bersifat universal adalah produk
budaya dan merupakan konsep penopang penting bagi
peradaban manusia. Munculnya gerakan komunitarian pada era
1970, 1980, hingga 1990 di antaranya karena adanya keresahan
akademik yang mana masyarakat Amerika semakin jauh dari
nilai-nilai moral tersebut.23 Etzioni menyatakan:
…You may find some of the Communitarian ideas and
ideals discussed here engaging enough to move you to
explore and develop them further in conjunction with
others and to lead the way by organizing Communitarian
groups. If we are to enhance a richer set of values, the

21
Lihat L. Thayer, Communication and Communication systems,
In Organization, Management and Interpersonal Relations (Homewood:
Richard Irwing, 1968), 48. lihat pula Andi Faisal Bakti, Communication
and Family Planning In Islam, South Sulawesi Muslim Perseptions of a
global Development Program, 128.
22
Lihat Andi Faisal Bakti, Communication and Family Planning In
Islam, South Sulawesi Muslim Perseptions of a global Development
Program, 128. lihat pula R. J. Ravault, ‚Down to Earth Communication:
From Space Technologies and Global Economics to Petty Humans and
Their Parochial Cultures!‛ Canadian Journal of Communication, 17, 531-
543.
23
Lihat Amitai Etzioni, The Spirit of Community, Rights,
Responsibilities, and The Communitarian Agenda (New York: Crown
Publishers, Inc., 1993).

42
country needs groups of people concerned with bolstering
our families, schools, and neighborhoods---our
communities on the local and national levels---as the main
conduits of a moral revival… What America needs now is
a major social movement dedicated to enhancing social
responsibilities, public and private morality, and the
public interest. We need you, your friends, your neighbors,
and others we can reach to join with one another to forge
a Communitarian movement.24
Anjuran agar masyarakat (ummah) mematuhi nilai-nilai
kebaikan moral dan menjauhi kemungkaran terdapat dalam Al-
Qur’an (Q.S. A<li ‘Imra>n (3): 104), ‛Dalam ayat tersebut da‘wah
ila> al-khair didahulukan dari al-amru bi al-ma‘ru>f. Kata al-khair
diartikan lebih umum daripada al-ma‘ru>f, meskipun dari
penerjemahan biasa diterjemahkan sama, yaitu ’kebaikan.’ Oleh
sebab itu al-khair bermakna kebaikan yang bersifat universal,
seperti keadilan, kejujuran, kepedulian sosial dan lain-lain.25
Sedangkan menurut Bakti, al-ma‘ru>f adalah berarti kebaikan
yang bersifat lokal yang dapat berefek nasional, regional dan
global.26
Konsep ummah dalam Islam selalu menekankan
keterterbukaan (inklusif), universal dalam ajarannya, dan
melihat manusia sebagai komunitas yang tunggal. Ummah
menghindari sebisa mungkin konflik dan menekankan
kehidupan yang harmonis.27 Dalam membangun tata
masyarakat dunia, M. Yunan menyatakan bahwa Islam
berlandaskan nilai etika dan moral seperti, menjunjung tinggi
keadilan, menghormati persamaan, hak memperoleh

24
Lihat Amitai Etzioni, The Spirit of Community, Rights,
Responsibilities, 19-20.
25
Lihat Kementerian Agama RI, Tafsir Al-Quran Tematik: Etika
Berkeluarga, Bermasyarakat, dan Bepolitik (Jakarta: Lajnah Pentashihan
Mushaf Al-Quran, 2012), 293-294.
26
Wawancara dengan Andi Faisal Bakti, 23 Oktober 2016.
27
Abdul Ghafur Muslim, ‚Survival of The Islamic Ummah‛, 13.

43
kesempatan yang sama, menghargai kemitraan, dan mendukung
perdamaian abadi.28
Menurut Iqbal ummah hendaknya memiliki prinsip-
prinsip dasar seperti: tauhid, risalah (prophethood), dan
ukhuwah (brotherhood). Tauhid merupakan prinsip dasar dan
fundamental yang dapat menyatukan seluruh komunitas Muslim
dunia. Tauhid merupakan jalinan yang solid dan valid dari
masyarakat Muslim yang juga pernah dibangun Nabi sebagai
bukti kebenaran risalahnya. Prinsip ukhuwah (persaudaraan)
menekankan pentingnya komunikasi yang seimbang (two-way
communication), penuh kesetaraan, perdamaian. Ia juga
mengajarkan cinta dan persaudaraan antarumat dan berusaha
untuk mewujudkan kehendak Tuhan dalam semua bidang
kehidupan. Ukhuwah tidak mengajarkan dominasi material dan
kebanggaan kepadanya. Ukhuwah merupakan persaudaraan
yang kuat antar Muslim yang diikat oleh iman yang merupakan
pondasi spiritual dalam Islam. 29
Warna kulit, suku, bahasa, dan bangsa boleh berbeda,
namun karena ikatan ukhuwah/ta’aruf semua bisa mencair
dengan keyakinan bahwa yang mulia di hadapan Tuhan adalah
yang terbaik amal ibadah, ketaatan dan ketakwaannya, (Q.S.
Al-H}ujura>t (49): 13). Melalui konsep ukhuwah/ta’aruf,
masyarakat diharapkan memiliki partisipasi aktif dalam
berbagai kegiatan seperti pemberdayaan masyarakat yang akan
melahirkan kesadaran kolektif. Kesadaran kolektif dan
solidaritas sosial, merupakan semangat ukhuwah dalam
membangun masyarakat komunal seperti Indonesia.30

28
M. Yunan Yusuf, Tafsir Al-Quran Juz XXVII, Juz Qa>la Fama>
Khathbukum, H>}ikmah al-Ba>lighah (Hikmah yang Menghujam), (Jakarta:
Lentera hati, 2015), 42.
29
Mohsin Afzal Dar, Social Philosophy, 79-80. lihat pula Syed
Muhammad Naquib Al-Attas, Islam and Secularism (Kualalumpur:
International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC),
1993), 79-80.
30
Organisasi-organisi Masyarakat Sipil (OMS) memiliki peran
penting dalam masyarakat sebagai kontrol terhadap kekuasaan, namun
OMS kadang berjalan tidak sesuai yang diharapkan karena logika
pemberdayaan masyarakatnya masih menggunakan logika top-down.
Pemberdayaan hendaklah berasal dari bawah ( botton-up) atau berasal dari

44
Bangunan komunitas Islam tidak hanya menganjurkan
pentingnya mematuhi nilai-nilai etika, namun juga nilai-nilai
spiritualitas. Salah satu nilai spiritualitas yang paling pokok
adalah beriman kepada Allah SWT (Q.S. A<li ‘Imra>n (3): 110).
Pelaksanaan al-amr bi al-ma‘ru>f, dan al-nahy ‘an al-munkar,
dan tukminu>na bi al-Allah, yang menjadi kualitas khairu ummah
hendaklah berjalan dengan sistematis, dalam segala aspek
kehidupan kaum muslim baik secara individu maupun dalam
interaksi sosial.31
Demikianlah wujud masyarakat sebagai umat yang
terbaik, memiliki integritas moral, berkemajuan secara material
dan spiritual untuk memasuki zaman yang lebih utuh.32 Menurut
pandangan Dawam, khairu al-ummah adalah kumpulan orang
yang memiliki kesamaan budaya (a group of people who share a
common culture). Budaya tersebut memiliki orientasi kebajikan
(al-kair), memiliki mekanisme al-amr bi al-ma‘ru>f, dan al-nahy
‘an al-munkar, aturan, tatanan atau pemerintahan yang adil, dan
beriman kepada Allah. Dengan demikian, maka ummah yang
mengemban misi di atas dapat berbentuk negara atau civil
society (masyarakat warga).33 Penerapan konsep ummah
memerlukan partisipasi yang tulus dari semua warga negara
(masyarakat) untuk ikut bertanggung jawab dan
mengembangkannya, serta dibutuhkannya komitmen moral
kemasyarakatan atau ‛civic morality.‛34

kesadaran individu. Lebih lanjut lihat Rafif Pamenang Imawan, ‛Kisah


Dua Aktor Demokrasi, Menelisik Peran Organisasi Masyarakat Sipil di
Indonesia,‛ Prisma Majalah Pemikiran Sosial Ekonomi, Vol. 32, 2013,
28-37.
31
Lihat M. Yunan Yusuf, Tafsir Al-Quran Juz XXVIII Juz Qad
Sami’allah, Bun-ya>nun Marshu>sh, 5. lihat pula pidato pengukuhan Guru
Besar M. Yunan Yusuf, Internalisasi Etika Islam ke dalam Etika
Nasional: Agenda Pemikiran Islam Menuju Indonesia Baru , (naskah tidak
diterbitkan).
32
Nurcholish Madjid, Tradisi Islam, Peran dan Fungsinya dalam
Pembangunan di Indonesia (Jakarta: Paramadina, 1997), 88.
33
Lebih lanjut lihat M. Dawam Rahardjo, Masyarakat Madani:
Agama, Kelas menengah dan Perubahan Sosial, 122.
34
Lihat Nurcholish Madjid, ‛Kelangsungan dan Peningkatan
Pembangunan Bangsa dalam Era Reformasi,‛ Titik-Temu Jurnal Dialog

45
Model atau konsep pembinaan umat atau komunitas
(community development) atau bisa disebut pendekatan
keumatan (communitarian approach) memiliki persyaratan
nilai-nilai tertentu yang hendakya melekat menjadi karakter
pada suatu komunitas. Bakti misalnya berpendapat bahwa salah
satu syarat dalam komunitas yang baik ada kebebasan tanpa
paksaan, karena syarat membangun komunitas secara psikologi
dan sosiologi harus dibangun dalam suasana yang harmonis dan
damai.35 Selanjutnya terdapat sepuluh aspek karakteristik
kommunitarian guna membangun komunitas yang unggul
menurut Hamid Mowlana dan Wilson, yaitu: monotheistic
world-view, ethics/aesthetic spirituality, emancipation and
elimination of oppression, value and culture system,
communication & dialogue, loyalty to the individual/ the
community/ a global concept, anti-bloc position and self
reliance in local resources, integration of modernity and
traditiona, popular participation, and negation of capitalism &
socialism.36
Adapun delapan aspek karakteristik pembangunan
communitarian menurut Tehranian adalah: primacy of
community, participatory democracy, self-reliance, non-
violence, ecology, cultural pluralism; social responsibility, and
spiritual freedom.37 Karakteristik konsep-konsep komunitarian

Peradaban, Vol. 6, No. 1, Juli-Desember 2013,32-33. Awal tulisan


tersebut disampaikan pada Klub Kajian Agama (KKA) Paramadina di
Jakarta pada 18 September 1998.
35
Andi Faisal Bakti, Communication and Family Planning In Islam,
South Sulawesi Muslim Perseptions of a global Development Program,
369.
36
Hamid Mowlana and L. J. Wilson, ‚Development: A Field in
Search of Itself,‛ in Hamid Mowlana and L. J. Wilson, The Passing of
Modernity: Communication and The Transformation of society (White
Plains, N. Y.: Longman), 1-41. lihat pula Andi Faisal Bakti,
Communication and Family Planning In Islam, South Sulawesi Muslim
Perseptions of a Global Development Program (Jakarta-Leiden: INIS,
2004), 28.
37
Majid Tehranian, ‚Communication, Peace and Development: A
Comparative Perspective,‛ a paper presented at the Comparative Theory
Workshop of the Annual Conference of the International Communication

46
tersebut akan penulis sederhanakan menjadi delapan guna
melihat gerakan dakwah Nur di Indonesia yang mengagendakan
restorasi umat dalam membangun peradaban Islam yang maju di
masa depan. Konsep tersebut mencakup: Iman dan tauhid (faith
and monotheistic world view); Pentingnya komunitas (primacy
of community); Ikhlas dan persaudaraan (sincerity and
brotherhood); Kemandirian (self reliance); Integrasi nilai-nilai
tradisional dan modern (integration of modernity and
tradition); Anti kekerasan (non-violence); Partisipasi pada
demokrasi (participatory democracy); Hemat dan
38
kesederhanaan (iqtis}a<d).

B. Komunikasi Islam (Dakwah) dan Semangat Membangun


Komunitas
Komunikasi merupakan keperluan dasar manusia dalam
mengaktualisasikan hidup. Salah satu bentuk aktualisasi
komunikasi tersebut adalah ketersediaan media. Dalam konteks
komunikasi, media merupakan saluran (channel) yang mana
materi pesan akan disampaikan kepada penerima pesan
(komunikan). Organisasi, gerakan sosial, dan sarana pendidikan
dapat dikategorikan sebagai saluran komunikasi. Saluran
komunikasi yang baik terkait erat dengan pengirim pesan yang
baik, demikian pula penerima pesan, hingga respon yang
dihasilkan juga baik relevan dengan pesan yang disampaikan.

Association, San Fransisco, 25-29 Mei 1989. lihat F. Korzenny and S.


Douglas (eds.), International and Cultural Communication Annual
(Newbury Park: Sage Publications, 1989), Vol. 14. Lihat pula Andi Faisal
Bakti, Communication and Family Planning In Islam, South Sulawesi
Muslim Perseptions of a Global Development Program, 28.
38
Nilai hemat dan kesederhanaan merupakan karakter yang
menonjol dalam diri Nursi, ia pun menganjurkan murid-muridnya agar
bersikap demikian. Secara spesifik, Nursi juga menulis risalah tentang
penghematan dan kesederhanaan dalam koleksi Risa>lah al-Nu>r al-Lama>‘a>t
pada cahaya ke-19 Risa>lah al-Iqtis}a>d. Nursi mengkritik modernitas yang
sering identik dengan pemborosan dan pemubaziran. Oleh sebab itu
penulis menambahkan nilai tersebut dalam upaya membangun komunitas
yang baik dan unggul.

47
Dakwah39 yang merupakan ajakan atau seruan, adalah
merupakan bentuk komunikasi dalam Islam. Dakwah tidak akan
efektif jika ajakannya menjadi ejekan. Dibutuhkan ketrampilan
dalam dakwah seperti halnya komunikasi, dan diperlukan pula
penguasaannya pada media. Inilah sebabnya, terdapat akademisi
yang berusaha mensejajarkan dakwah dengan atau sebagai
komunikasi Islam. Fenomena ini dapat dilihat, misalnya dengan
berdirinya Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi di
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Andi Faisal Bakti adalah salah satu penggagas dakwah sebagai
Komunikasi Islam. Bakti mengungkapkan:
Adapun komunikasi Islam menitikberatkan akan adanya
unsur nilai ke-Islam-an dari komunikator kepada
komunikannya yang sesuai dengan al-Qur’an dan al-
Hadith. Dalam konteks tersebut, Tehranian (1988)
mengungkapkan bahwa dalam prespektif Islam
komunikasi haruslah dikembangkan melalui Islamic
World-View yang selanjutnya menjadi asas pembentukan
teori komunikasi Islam seperti aspek bahwa kekuasaan
mutlak hanyalah milik Allah, serta peranan institusi ulama
dan masjid sebagai penyambung komunikasi dan aspek
pengawasan syariah yang menjadi penunjang kehidupan
Muslim. Hal ini juga ditopang oleh Mowlana. Kedua
tokoh tersebut (Tehranian dan Mowlana adalah dua tokoh
sarjana yang berusaha mengintegrasikan antara Islam dan
komunikasi.40
Elemen Komunikasi Islam yang disejajarkan Bakti dengan
Komunikasi Sekuler atau komunikasi konvensional adalah
39
Secara umum definisi dakwah yang dikemukakan para ahli
mengarahkan pada kegiatan yang bertujuan positif yang teraktualisasi
lewat penguatan iman, ihsan dan amal. Ia juga dipahami sebagai upaya
memberikan solusi Islami terhadap berbagai persoalan kehidupan. Lihat
Andi Faisal Bakti & Venny Eka Meidasari, ‛Trendsetter Komunikasi di
Era Digital: Tantangan dan Peluang Pendidikan Komunikasi dan
Penyiaran Islam‛, Jurnal Komunikasi Islam, Vol. 02, No. 01, Juni 2012.
40
Lihat Andi Faisal Bakti dan Venny Eka Meidasari, ‛Trendsetter
Komunikasi di Era Digital: Tantangan dan Peluang Pendidikan
Komunikasi dan Penyiaran Islam‛, Jurnal Komunikasi Islam, Vol. 02, No.
01, Juni 2012, 4.

48
Tabli>gh, Taghyi>r, al-Amr bi al-Ma‘ru>f wa al-Nahy ‘an al-
Munkar, dan Akhla>q,41 sebagaimana dapat dilihat tabel 3
berikut:
Tabel 3, Teori Komunikasi Islam vis a vis Sekuler, Bakti
42
2010.
Islamic Seculer Note
Communication Communication
(Da‘wah)
Tabli>gh Information SMCR (Sender,
Message, Channel,
Receiver) - E (Effect),
UG (Uses and
Gratifications)–
Convergence – AR
(Active Reception)
Taghyi>r Change Modernization –
Dependency –
Multiplicity, Self-
Relience
Takwi<n al-Ummah, Development Diffusion of
Amar Makruf Nahi Innovation – Social
Mungkar Marketing –
(al-Amr bi al-Ma‘ru>f Participatory – Self
wa al-Nahy ‘an al- Help & Creativity
Munkar)
Khairiyah Al-Ummah Civil Society/Good State Sphere, Market
/Akhla>q Governance, Ethics Sphere, Public Sphere,
Private Sphere,
Wisdom

Teori informasi dalam komunikasi disejajarkan Bakti


dengan tabli>gh. Informasi merupakan elemen keempat dari

41
Lihat Andi Faisal Bakti, ‛The Contribution of Dakwah to
Communication Studies: Risale-i Nur Collection Perspective‛,
Symposium Paper di Istambul Oktober 2010. Dalam penyusunan teori
komunikasi Islam tersebut, tokoh dan akademisi seperti Majid Tehrenian
dan Hamid Mowlana ikut mempengaruhi pemikiran Bakti.
42
AF. Bakti, The Contribution of Dakwah to Communication
Studies: Risale-i Nur Collection Perspective, International Bediuzzaman
Symposium, Knowledge, Faith, Morality and the Future oh Humanity ,
(Istanbul: The Istanbul Foundation for Science and Culture, 2010), 196.

49
fungsi komunikasi.43 Dari informasi inilah seorang pengirim
pesan (da>‘i/sender) menyampaikan pesannya kepada penerima
pesan (mad‘u>/receiver). Tradisi penyampaian pesan tersebut
telah berjalan sepanjang sejarah peradaban Islam. Dalam tradisi
pendidikan Islam misalnya, dikenal istilah h}alaqah, yang mana
seorang guru beserta peserta didiknya biasa belajar setelah salat.
Dalam sistem h}alaqah guru lebih aktif dibanding dengan murid.
Sistem h}alaqah masih dapat kita jumpai saat ini di sebagian
pesantren yang tersebar di Nusantara, bahkan di Masjid Nabawi
praktik ini masih berlangsung.
Tabli>gh tegas Mowlana, harus memainkan peranan
penting bagi kehidupan sosial. Ia pada tingkat individu dan
sosial menjadi bersifat mendasar bagi berfungsinya ummah,
karena hal itu menopang dan mendorong hubungan yang
integral dan selaras antara Tuhan, individu dan masyarakat.44
Hubungan ketiganya tidak dapat terpisahkan, karena dapat
menyebabkan kepincangan, sebagaimana firman-Nya: ‛Mereka
diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika
mereka (berpegang) pada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian)
dengan manusia,‛ (Q.S. A>li ‘Imra>n (3): 112).
Islam sebagai agama dakwah menyampaikan pesan-pesan
agar manusia dapat mematuhi aturan yang digariskan Allah
SWT. Oleh sebab itu mencari informasi, menuntut ilmu dan
mencari kebenaran adalah hal yang dianjurkan dan memiliki
ketinggian nilai dan derajat dalam Islam. Dalam konteks ini,
Mowlana menyatakan:

43
Lihat Zulfahmi, Gerakan Damai Fethullah Gűlen Menghadapi
Kemiskinan dan Kekerasan di Turki (Kudus: Paradigma Institute, 2013),
37. Pernyataan Zulfahmi didasarkan pada pemikiran L. Thayer yang
menyatakan bahwa komunikasi memiliki empat elemen dasar yang
mengacu pada fungsi dari komunikasi, keempat elemen tersebut adalah:
fungsi instruksi atau komando, fungsi memengaruhi, fungsi integrasi, dan
fungsi informasi. Lebih lanjut lihat L. Thayer, Communication and
Communication System: In Organization, Management and Interpersonal
Relations (Homewood III: Richard Irwin Inc., 1968), 187.
44
Lihat Hamid Mowlana, ‚Theoretical Perspectives on Islam and
Communication,‛ Jurnal China Media Research, 3 (4), 2007, 27, (diunduh 22
November 2014).

50
… Berkenaan dengan ‛masyarakat informasi‛ yang
diperbincangkan Barat, perlu juga ditegaskan bahwa
dalam Islam, pencarian ilmu dan peningkatan informasi
diapresiasi sebagai derajat nilai yang paling tinggi. Pada
saat yang sama, potret masyarakat sebagai sebuah
kesatuan yang terceraikan terdapat dalam model sosial
Islam, yang mana tahap revolusi-revolusi ilmu dan
informasi di Abad Pertengahan justru terarah konsisten
dalam peradaban Islam; yakni tidak berdasarkan orientasi
nasionalisme, ekonomi, politik, atau kepentingan praktis.
Dalam Islam, idealitas dan realitas---yakni politik
sosial dan informasi---tumbuh berkembang secara
bergandengan dan tidak terpisahkan, karena kedua-duanya
bukanlah kekuatan yang berlainan apalagi berlawanan dan
saling meniadakan. Aspek inilah yang absen dalam sejarah
Barat dan menjadi salah satu penafsir krisis masyarakat
dalam pemikiran abad kuno dan abad pertengahan di
dataran Eropa.45
Lebih lanjut, Bakti mengkritik sistem pembelajaran
h}alaqah yang cenderung menggunakan komunikasi satu arah,
referensi pembelajaran yang minim dan cenderung daur ulang
keilmuan. Dibutuhkan pendekatan yang berbasis ilmu
pengetahuan (science) agar transformasi pesan atau materi
(message/ma>dah) bisa kontekstual. Model komunikasi SMCR
(Sender, Message, Channel, Receiver) yang muncul setelah
perang dunia II menghendaki adanya hubungan yang linier.
Kemudian muncul komunikasi model Effect, yang mana
pengaruh pesan dianggap lebih penting dari materi atau pesan
yang disampaikan oleh pengirim pesan (sender). Model Effect
dianggap masih lemah karena penerima pesan (receiver) dalam
kondisi yang pasif. Kemudian muncul model konvergensi, yang
memberi nilai kepada penerima pesan, namun inipun ternyata
masih memiliki kelemahan. Hingga muncul model komunikasi
penerimaan pesan aktif (Active Reception/AR) dalam model
Uses and Gratification untuk mengoreksi model SMCR dan

45
Hamid Mowlana, Masyarakat Madani, Konsep, Sejarah dan
Agenda Politik (Jakarta: Shadra Press, 2010), 73.

51
Effect. Menurut teori ini penerima pesan dalam kondisi aktif
memaknai dan mengelola pesan yang diterima. Model resepsi
aktif inilah yang perlu dikembangkan, hingga guru dan murid
bisa saja merancang berbagai penelitian hingga melahirkan
temuan baru.46
Model penerimaan pesan aktif (Active Reception/AR)
sejalan dengan konsep tabli>gh yang menyatakan bahwa sender
hanya sebagai penyampai pesan saja, bukan penentu komunikasi
(dakwah). Tradisi penyampaian pesan yang dikenal sebagai
tabli>gh (komunikasi sosial) menurut Hamid Mowlana terkait
pula dengan konsep ummah (masyarakat/komunitas Muslim).
Tabli>gh harus memainkan peranan penting bagi kehidupan
sosial. Ia pada tingkat individu dan sosial menjadi bersifat
mendasar bagi berfungsinya ummah, karena hal itu menopang
dan mendorong hubungan yang integral dan selaras antara
Tuhan, individu dan masyarakat.47
Dengan demikian komunitas Muslim bercirikan
dinamis, tidak statis. Komunitas Muslim menghendaki tatanan
masyarakat yang baik, bergerak maju pada perubahan yang
positif. Keberhasilan Nabi Muhammad dalam dakwah, karena
karena beliau bertabligh dengan cara terbaik. Itulah yang
menyebabkan Nabi di penghujung hayatnya merasa tenang,
tenteram dan siap untuk bertemu Tuhannya. Nabi adalah sosok
yang mampu mengontrol dirinya sendiri, dengan terus
melakukan instrospeksi diri dengan bertanya; ‛Apakah aku
mampu menyampaikan risalah sebagaimana seharusnya?
Apakah aku hidup untuk mewujudkan tujuan yang membuatku
diutus Allah kepada umat manusia?‛48
Tugas dakwah merupakan tanggung jawab seorang
Muslim untuk menyampaikan informasi yang terkandung dalam

46
Lihat Andi Faisal Bakti, The Contribution of Dakwah to
Communication Studies: Risale-i Nur Collection Perspective, 197-198.
47
Lihat Hamid Mowlana, ‚Theoretical Perspectives on Islam and
Communication‛, Jurnal China Media Research, 3 (4), 2007, 27, (diunduh 22
November 2014).
48
Lihat Muhammad Fethullah Gulen, Cahaya Abadi Muhammad
SAW. Kebanggaan Umat Manusia, terj. Fuad Saefuddin (Jakarta:
Republika Penerbit, 2012), 58.

52
Al-Qur’an dan al-Sunnah Nabi Muhammad. Sayangnya tidak
semua informasi dari al-Qur’an tersebut dapat diterima baik
oleh penerima pesan, sebagaimana diungkapkan M. Yunan:
Al-Qur’an mengulang dan menegaskan informasi tentang
hari kiamat. Suatu hari dimana seluruh makhluk dan alam
semesta dihancurkan sehancur-hancurnya. Sebuah
kehancuran total, yang bagi Allah adalah urusan kecil
saja. Tetapi sayang hari tersebut didustakan oleh orang-
orang kafir. Padahal sesudah kehancuran total alam
semesta itu terjadi, kemudian kelak manusia akan
memasuki kehidupan kedua di akhirat.49
Dakwah yang baik, manakala dapat berdampak positif
bagi perubahan individu atau komunitas. Perubahan
(change/taghyi>r) merupakan level kedua dari teori dakwah yang
digagas Bakti. Perubahan merupakan tujuan dalam dakwah.
Perubahan ke arah yang positif sesuai dengan norma dan kaedah
agama dalam membentuk umat yang unggul. Perubahan
monumental dalam konteks sejarah Islam yang dilakukan Nabi
Muhammad SAW. adalah perpindahanya (hijrah) dari kota
Mekah ke kota Madinah. Pasca hijrah Nabi Muhammad,
membangun kota Madinah sebagai pusat peradaban Islam yang
maju. Suasana yang kondusif bagi dakwah Islam pasca hijrah
tidak terlepas dari usaha Nabi dalam memimpin dan
mengkonsolidasi masyarakat Madinah saat itu.
Perubahan yang terjadi pada masyarakat Islam tidak
terlepas dari spirit ajarannya. Dalam setiap perubahan tersebut
juga terdapat berbagai konsekuensi, bahkan dapat berujung
‛krisis‛.50 Krisis tersebut disebabkan karena dalam setiap
perubahan ada nilai-nilai dalam masyarakat yang terkikis.51

49
M. Yunan Yusuf, Tafsi>r Al-Qur’a>n Juz Taba>rak, Khuluqun ‘az}}i>m
(Budi Pekerti Agung), (Jakarta: Lentera hati, 2013), 18.
50
Lihat Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan,
Membangun Tradisi dan Visi Baru Islam Indonesia (Jakarta: Paramadina,
2003), Cet. II, 86-88.
51
Dalam kondisi masyarakat yang terus berubah dengan berbagai
faktornya, Amrullah menyatakan bahwa seorang da’i hendaklah perlu
memahami perubahan-perubahan yang terjadi hingga metode dakwah
dapat disesuaikan dengan masyarakat yang berubah tersebut. Lebih lanjut

53
Terlebih jika nilai-nilai tersebut masih ingin dipertahankan oleh
kelompok tertentu. Seorang da’i ketika berdakwah hendaklah
menggunakan cara-cara persuasif, akomodatif dan
menggunakan pendekatan komunikasi antarbudaya agar
dakwahnya dapat diterima. Abdul Munir Mulkhan menyebut
pendekatan ini sebagai dakwah kultural.52 Lebih lanjut Mulkhan
menyatakan:
seluruh tahap perubahan sosial dari dakwah kultural
merupakan proses penyadaran batin, rasionalisasi dan
pragmatisasi. Rasionalisasi ialah pengembangan tradisi
sehingga berfungsi bagi pemecahan persoalan kehidupan
kongkret, sesuai ajaran Islam yang makbulah.
Pragmatisasi ialah fungsionalisasi tradisi dan institusi
bagi pemecahan berbagai persoalan kehidupan sosial
(pendidikan), ekonomi, budaya dan politik umat secara
pragmatis.53
Perubahan yang dikehendaki dari dakwah adalah
kesadaran diri (self buttom-up). Karena, menurut Bakti
perubahan yang banyak terjadi pada komunitas yang otoriter
termasuk beberapa komunitas Muslim masih bersifat top-down.
Pemahaman ini terkait dengan kemunculan awal teori
komunikasi terkait modernisasi (modernization) yang
merupakan akibat dominasi ilmu pengetahuan dan teknologi
Barat, sehingga bagi negara-negara dunia ketiga atau
berkembang agar mengikuti dan mengadopsi kemajuan Barat.

lihat Amrullah Ahmad (Ed.), Dakwah Islam dan Perubahan Sosial,


(Yogyakarta: PLP2M, 1985).
52
Menurut Mulkan dakwah kultural merupakan strategi perubahan
sosial bertahap sesuai konteksnya dalam membangun kehidupan Islami.
Lihat Abdul Munir Mulkhan, ‛Jejak Perubahan Sosial dan Kemanusiaan
Kiai Ahmad Dahlan,‛ (Jakarta: Kompas, 2010), 224-227.
53
Lihat Abdul Munir Mulkhan, Jejak Perubahan Sosial, 225.
Dakwah kultural atau Islam kultural adalah penekanannya pada aspek
kesalehan religius dalam arti yang luas, hingga menghadirkan Islam yang
simpatik dan subtantif. Lebih lanjut lihat Bahtiar Effendy, Islam dan
Negara,..., 46. lihat pula Donald K. Emmerson, ‛Islam and Regime in
Indonesia: Who’s Coopting Whom?‛, makalah disampaikan dalam
pertemuan tahunan American Political Science Association, Atlanta,
Georgia, USA, 31 Agustus 1989.

54
Model ini dapat berakibat tergerusnya budaya dan kearifan
lokal karena munculnya budaya baru dari Barat. Lalu munculah
model dependensi (dependency) yang mengoreksi kelemahan
model modernisasi sebagai pendekatan dalam komunikasi. Pada
era 1970 model dependensi memacu negara-negara dunia ketiga,
khususnya negara-negara Latino dan negara-negara Muslim,
serta negara-negara dalam rumpun Melayu agar memiliki
motivasi mensejajarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
Barat dengan jalan penguatan pebelajaran dan pendidikan.54
Kemudian muncul model multiplicity, yang menyatakan
bahwa perubahan bisa terjadi karena adanya aturan yang
berhubungan dengan faktor lain seperti budaya, politik, agama
dan ekonomi. Model ini menghendaki adanya komunikasi dua
arah (two-way communication), bekerjasama dengan pihak luar
memungkinkan untuk dijalin. Pada era 1980 model ini banyak
memengaruhi negara-negara rumpun Melayu dan menjalin
kerjasama dengan pihak luar dalam aspek ekonomi. Kemudian
muncul model uses and gratifications (manfaat dan kepuasan),
yang menyatakan bahwa perubahan tidaklah semata
mendatangkan manfaat dan keuntungan semata, namun juga
kepuasan. Perubahan menurut model ini bergantung pada
kesadaran dan kebutuhan masyarakat itu sendiri.55
Perubahan yang bersandar pada kesadaran diri (self
buttom-up) diharapkan mampu mendapatkan perubahan yang
positif yang tidak hanya berujung pada kepuasan, namun juga
kebahagiaan. Dengan kata lain taghyi>r bukan hanya bersifat
materi namun imateri. Materi tersebut dapat berupa ilmu
pengetahuan, teknologi pembangunan dan ekonomi, sedangkan
yang imateri adalah kepuasan, kebahagian dan spiritualitas.
Tidak jarang pembangunan dan pembinaan menuju
perubahan yang sejatinya berdampak positif, namun sebaliknya
berdampak negatif serta melahirkan manusia-manusia serakah,

54
Lihat Andi Faisal Bakti, The Contribution of Dakwah to
Communication Studies: Risale-i Nur Collection Perspective, 201-205.
55
Dengan mengutip QS. Al-Ra‘ad (13): 11, Bakti menegaskan
bahwa dalam komunikasi Islam perubahan dapat terjadi karena adanya
usaha dari individu dan atau masyarakat yang mau berusaha untuk
berubah. lihat , ‛The Contribution of Dakwah‛, 201-203.

55
sombong dan lalai. Dalam konteks ini Gulen menyatakan bahwa
apabila masyarakat adalah masyarakat yang baik dan
hubungannya dengan Sang Pencipta kuat, orang lain akan
menghormati kita. Contohnya adalah apa yang terjadi pada
Rasul Saw. dan sahabatnya, Abu Bakar ra. saat berada di gua.
Allah menjadi yang ketiga bila kita berdua, menjadi keempat
bila kita bertiga, menjadi yang kelima bila kita berempat,
menjadi yang keenam bila kita berlima, menjadi ketujuh bila
kita berenam, dan seterusnya. Itu karena Allah Swt.
menjanjikan kemenangan bagi kaum beriman.56
Konsep komunikasi Islam tidak berhenti pada terjadinya
perubahan saja. Penting menjaga stabilitas agar perubahan yang
terjadi semakin positif. Oleh sebab itu untuk menjagannya
diperlukan konsep pembangunan (development) yang utuh.
Konsep komunikasi development disejajarkan Bakti dengan
konsep takwi>n al-ummah/ amar ma‘ruf nahi mungkar (al-amr
bi al-ma‘ru>f wa al-nahy ‘an al-munkar).57 Konsep takwi>n al-
ummah/ amar ma’ruf nahi munkar merupakan usaha
merealisasikan kebaikan dan usaha menjauhi kemungkaran dan
kebatilan. Prinsip ini menurut Hamid Mowlana merupakan
penegasan tentang tanggung jawab individual dan kelompok
dalam menyiapkan generasi penerus untuk menerima ajaran-
ajaran Islam dan mengambil manfaat darinya. Tanggung jawab
dan bimbingan tersebut juga terkait dengan individu dan
lembaga-lembaga dalam penyiaran dakwah Islam. Termasuk di
dalamnya adalah institusi komunikasi sosial seperti pers, radio,
dan televisi. Masjid misalnya, yang awalnya sebagai tempat
ibadah, namun dalam sejarahnya telah memberikan kontribusi
yang besar bagi dakwah Islam sebagai pusat gerakan spiritual
dan kultural. Sebagian masyarakat Islam saat ini, sistem

56
Muhammad Fethullah Gulen, Islam Rahmatan Lil‘a>lami>n,
Menjawab Pertanyaan dan Kebutuhan Manusia, terj. Fauzi A. Bahreisy,
(Jakarta: Republika Penerbit, 2011), 290.
57
Dalam konteks ini Bakti merujuk ayat al-Qur’an surah A<li ‘Imra>n
(3) 104 , ‚Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf dan
mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang
beruntung.‛ Wawancara dengan Andi Faisal Bakti, 12 Agustus 2015.

56
komunikasi masa telah terintegrasi dengan baik dalam sistem
komunikasi sosial klasik dan tradisional dari Masjid, terutama
shalat Jum’at.58 Mereka melakukan ibadah dan mengadakan
kontak, konsolidasi, dan komunikasi.
Amar makruf nahi mungkar, ungkap M. Subhi Ibrahim
berada pada wilayah praktis, teknis dan operasional, maka
pemutus akhir yang memfatwakan mana yang sejalan dengan
khair dan mana yang bertentangan dengannya adalah hati
nurani. Karena itu, umat Islam hendaklah menjaga hatinya agar
tetap bercahaya sehingga mampu memberi terang, secara
individual dan sosial.59 Jika tidak mengindahkan peran hati
nurani, maka kebodohan telah menjatuhkan pelakunya pada
kezaliman jika ia melakukan perbuatan yang terlarang. Dalam
konteks ini Cak Nur (Nurcholish Madjid) menyatakan:
Maka hati orang yang tertutup dosa tidak akan bersifat
terang atau nurani (nu>ra>ni>), melainkan telah menjadi
bersifat gelap atau zulmani (z}ulma>ni>). Karena itu, ia tidak
lagi memiliki kepekaan fitri, sehingga tidak lagi insyaf
akan kebaikan, kebenaran dan kesucian. Dalam
masyarakat sudah tentu selalu ada orang yang berhati
zulmani, sehingga selalu diperlukan adanya amar makruf
nahi mungkar. Inilah letak amat pentingnya
melaksanakan amar makruf nahi mungkar sebagai
perintah Allah dalam kitab suci al-Qur’an itu.60
Takwi<n al-ummah/ Amar ma’ruf nahi mungkar yang
disejajarkan dengan development menurut Bakti berfokus pada
proses pembangunan negara maju yang diikuti oleh negara-
negara berkembang. Proses tersebut berarti juga

58
Lihat Hamid Mowlana, Global Communication in Transition,
The End of Didersity? (California: Sage Publications, 1996), 121-122.
59
M. Subhi-Ibrahim, Hati Nurani Sebagai Mufti Moral, Titik-Temu
Jurnal Dialog Peradaban, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014, 79.
60
Lihat Nurcholish Madjid, ‛Dakwah Khair, Amar Makruf, Nahi
Mungkar, Sebuah Telaah atas Beberapa Pengertian Dasar Tiga Tingkat
Perintah Tuhan‛, Titik Temu Jurnal Dialog Peradaban, Vol. 7, No. 1, Juli-
Desember 2014. tulisan awal tersebut berasal dari makalah yang
disampaikan pada Klub Kajian Agama (KKA) Paramadina di Jakarta
pada November 1995.

57
mempromosikan komunikasi untuk pembangunan
(communication for development) atau komunikasi yang
mengsupport pembangunan (development support
communication). Dimulai dengan teori penyebaran, penemuan
atau difusi teknologi (diffusion of innovation) dan diakhiri
dengan teori penerimanaan atau partisipasi aktif (active
reception). Active reception menekankan pentingnya
membangun self-help dan self-sufficiency, kemandirian individu
dan bangsa, swasembada dalam semua aspek kehidupan.61
Pembangunan yang utuh hingga melahirkan
kemandirian, memerlukan konsep etika guna acuan standar
moral.62 Konsep etika (akhla>q) sebagai perwujudan khairiyah al-
ummah hendaklah melandasi setiap aktivitas komunikasi.63
Komunikasi yang dilandasi akhla>q akan berdampak pada hasil
komunikasi yang baik dan positif. Akhla>q mendapat tekanan
dan prioritas penting dalam Islam. Ia hadir dalam setiap
aktivitas seorang Muslim, baik terbangun hingga saat tidur.
Akhla>q merupakan cerminan lahiriah dari iman. Bangunan
komunitas yang kokoh dan kuat dapat berlangsung dengan
praktik akhla>q yang baik. Hubungan yang harmonis dengan
ikatan akhla>q tidak hanya berlangsung dengan sesama anggota
masyarakat saja, namun diajarkan pula dengan Sang Pencipta.

61
Lihat Andi Faisal Bakti, The Contribution of Dakwah to
Communication Studies: Risale-i Nur Collection Perspective, 205-207.
lihat pula Andi Faisal Bakti, Communication and Family Planning In
Islam, 37-49.
62
Kemandirian yang berlandaskan etika diharapkan dapat
membentuk karakter kepribadian guna membangun komunitas yang
berkemajuan. Jika ada kesan bahwa ormas Islam besar seperti
Muhammadiyah atau NU menuntut jatah kekuasaan, haruslah dihindari,
sebab hal tersebut dapat merusak citra kemandiriannya. Lebih lanjut lihat
Zuly Qodir, ‛Revitalisasi Gerakan Masyarakat Sipil Kasus
Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama,‛ Prisma Majalah Pemikiran Sosial
Ekonomi, Vol. 32, 2013, 55.
63
Konsep Khairiyah al-Ummah Bakti merujuk pada ayat al-Qur’an
Surah A<li ‘Imra>n (3) 110, ‚Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang
makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.
Wawancara dengan Andi Faisal Bakti, 12 Agustus 2015.

58
Jika komunikasi hanya berjalan horizontal saja sesama manusia
(h}abl min al-na>s), dan renggang dengan Tuhan, maka seorang
Muslim dianggap gagal. Hubungan selaras hendaklah terjalin
dengan keduannya.
Bakti merumuskan konsep akhla>q dalam konteks
dakwah mencakup al-mauiz{ah, al-h}ikmah, ah}san al-muja>dalah,
al-kari>mah, la> fitnah, la> z}an, ta‘a>wun, musha>warah/shu>ra.
Konsep ta‘a>wun ia samakan dengan sikap kooperatif diantara
anggota komunitas. Sikap persamaan dan kesejajaran dalam
memutuskan persoalan (musha>warah/shura) sejajar dengan
konsep demokrasi yang diperkenalkan Barat. Sedangkan al-
h}ikmah Ia sejajarkan dengan ilmu, sains dan filsafat.64

C. Kebutuhan akan Pembinaan Komunitas (Community


Development)
Kemunculan teori pembangunan komunitas (community
development) disebabkan karena gagalnya Negara dalam
mengupayakan dan mensejahterkan masyakatnya (welfare
state). Di Indonesia misalnya, puncak dari protes gagalnya
negara muncul pada pertengahan tahun 1997 disertai dengan
krisis moneter. Sebagai indikasi kegagalan, di antarannya
adalah pengangguran yang meningkat, khususnya di usia
produktif, ketimpangan pendapatan, meningkatnya jumlah
penduduk miskin, dan lain sebagainya.65 Usaha negara dalam
membangun kesejahteraan tentulah tidak seperti membalikkan
tangan, itulah pentingnya komunitas yang ikut berkontribusi
bagi negara pada pengembangan kesejahrteraan material bahkan
spiritual.
Upaya–upaya komunitas tersebut biasa juga disebut
sebagai gerakan civil society. Henderson dan Vercseg
berpendapat bahwa pembangunan komunitas dapat menguatkan

64
Lihat Andi Faisal Bakti, The Contribution of Dakwah to
Communication Studies: Risale-i Nur Collection Perspective, 209-2012.
65
Lihat http://klik-only.blogspot.co.id/2011/01/pengertian-dasa-
community-development.html.

59
eksistensi civil society.66 sinergi antara pembangunan
komunitasdan civil society diharapkan dapat membantu
kehidupan sosial masyarakat yang lebih luas.67 Salah satu hal
penting dalam pembangunan adalah ketersediaan Sumber Daya
Manusia (SDM). Dalam konteks ini Bakti menyatakan:
Pembangunan berkelanjutan akan tercipta jika para pelaku
ekonomi dapat memelihara dan mengembangkan nilai
budaya produktif secara terus menerus. Pengembangan
budaya produktif ini akan dapat dicapai jika SDM
dikelola dalam iklim yang kondusif bagi para pekrja untuk
belajar secara terus-menerus, melakukan inovasi dalam
bekerja, dan selalu berorientasi pada kekaryaan.
Dalam kaitannya dengan proses pembangunan bangsa,
SDM merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
faktor produksi (pekerja yang dapat mendukung
produktivitas) di dalam suatu sistem produksi. Dengan
mendidik SDM melalui berbagai fasilitas yang seharusnya
disediakan oleh negara, SDM dapat memacu perubahan
dan produktivitas baik bagi dirinya sendiri maupun bagi
kelompok masyarakatnya. Dengan demikian , masyarakat
dapat mendayagunakan diri dalam menolong diri sendiri
(self help) untuk meningkatkan kesejahteraan diri mereka.
Bila hal ini dapat terwujud, maka dengan sendirinya,
kesejahteraan dari level bawah tersebut akan merambat
naik hingga ke level teratas (botton-up).68
Untuk terwudnya kemandirian SDM, lanjut Bakti, ‛perlu
dibentuk manusia dan masyarakat yang memiliki nilai dan sikap
yang tanggap terhadap perubahan, memiliki semangat untuk
melakukan inovasi dalam kegiatannya sehari-hari, dan dapat
menghargai karya anak bangsa yang berutu.‛ pendekatan

66
Henderson and Ilona Vercseg, Community Development and
Civil Society, Making connections in the European context (Great
Britain: The Policy Press University of Bristol, 2010), 5.
67
Henderson and Ilona Vercseg, Community Development and
Civil Society, 190.
68
Andi Faisal Bakti, ‚Relefansi Pemikiran Nurcholish Madjid
untuk Pembangunan Bangsa,‛ Titik Temu Jurnal Dialog Peradaban, Vol.
6, No. 1, Juli-Desember 2013, 44.

60
tersebut, Bakti istilahkan dengan pembangunan umat
(community development) yang relevan dengan ayat al-Qur’an,
pada Q.S. A>li ‘Imra>n (3): 104, dan Q.S. A>li ‘Imra>n (3): 110.
Intinya, tegas Bakti, ‛pembangunan manusia seutuhnya dalam
bingkai keumatan harus diarahkan kepada kualitas hidup berupa
kebaikan, keimanan, kearifan lokal, dan menjauhi kemungkaran
lokal.69
Pada prinsipnya community development dalam konteks
Islam dapat berarti ummatic community development, yang
mana Islam dan nilai-nilainya ikut berperan dalam
pembangunan dan pembinaan masyarakat. Community
development dalam konteks dakwah adalah memberi kontribusi
Sumber Daya Manusia (SDM) pada aspek pembinaan mental
dan spiritual.

D. Peran Positif Gerakan Sosial Transnasional Islam


Maraknya gerakan Islam di tanah air pasca jatuhnya rezim
Orde Baru,70 mengindikasikan semakin terbukannya kran
demokrasi. Perkembangan teknologi informasi juga ikut
memicu pertumbuhan gerakan Islam. Gerakan tersebut bercorak
lokal, nasional hingga transnasional. Tujuan gerakan sosial
Islam juga beragam, ada yang menekankan aspek ibadah ritual
dan penyucian jiwa, persatuan umat dan persaudaraan, akhlak,
penegakan khilafah, peningkatan kualitas pendidikan, dan
lainnya. Dengan demikian, suatu gerakan memerlukan strategi
agar dapat diterima dan mendapat simpati dari masyarakat.
Strategi inilah yang melahirkan pola-pola mobilisasi yang
beragam di antara gerakan Islam.
Tudingan miring juga menghampiri beberapa ormas dan
gerakan Islam terutama pasca 9/11. Misalnya, Fundamentalisme
disamakan dengan terorisme yang dapat menjadi ancaman

69
Andi Faisal Bakti, ‚Relefansi Pemikiran Nurcholish Madjid
untuk Pembangunan Bangsa,‛ 44-45.
70
Tepatnya pada tanggal 21 Mei 1998, rezim yang selama 32 tahun
berkuasa. Hal tersebut dipicu oleh krisis ekonomi yang melanda Asia
pada pertengahan 2007. lihat Noorhaidi Hasan, Laskar Jihad, Islam,
Militancy, and the Quest for Identity in Post-New Order (New York:
Cornell Southeast Asia Program, 2006), 1.

61
global. Setiap negara diharapkan dapat waspada dan
meningkatkan kontrol sosialnya. Pendekatan militeristik
terhadap aksi terorisme tidak sepenuhnya dapat menyelesaikan
masalah.71 Pendekatan militeristik tidak jarang menyisakan
duka dan trauma yang panjang. Perlu pendekatan integral-
holistik dalam penyelesaian setiap aksi terorisme.
Aksi kekerasan, hingga aksi teror yang sering dialamatkan
kepada Islam, ikut melahirkan dan menyuburkan gerakan Islam,
baik yang bercorak ‛keras‛, fundamental, moderat dan santun.
Kegagalan negara dalam memberikan layanan sosial,
pendidikan, kesehatan dan ekonomi ikut melatarbelakangi
tumbuhnya gerakan Islam. Pertanyaan pun sering dialamatkan
pada negara yang demokratis, namun tidak dapat
mensejahterakan masyarakat. 72
Dalam konteks sejarah, praktik gerakan sosial terkait
dakwah telah dilakukan Nabi Muhammad. Puncak keberhasilan
Nabi inilah model komunitas yang perlu diikuti. Saat berada di
Madinah, Nabi mulai menggalang solidaritas antar suku,
budaya, dan agama dalam sebuah ikatan bersama yang dikenal
dengan Piagam Madinah (Mi<tha>q al-Madi>nah) hingga
membentuk komunitas bangsa yang kuat. Gerakan dakwah Nabi
Muhammad, SAW. banyak menginspirasi kelompok-kelompok
gerakan Muslim dari rentang waktu yang panjang dengan corak
gerakan yang beragam. Sebut misalnya dalam teologi, mazhab,
tasawuf, dan gerakan lainnya menjadikan sosok Muhammad
sebagai inspirasi dengan interpretasi yang beragam atas
kehidupan, perlaku, sunnah dan al-Quran yang diwahyukan
kepadanya.
Gerakan Islam merupakan bentuk reaksi dari misi profetik
agama sekaligus dampak dari pengaruh kolonialisme,
sebagaimana pernyataan Carl W. Ernst:

71
Lihat Kayhan Delibas, ‚Conceptualizing Islamic Movements:
The Case of Turkey, International Political Science‛, Review/ Revue
internationale de science politique, Vol. 30, No. 1 (Jan., 2009), 89-103,
http://www.jstor.org/stable/20445177, (diunduh 28-02-2015).
72
Lihat Kayhan Delibas, ‚Conceptualizing Islamic Movements, 89-
103.

62
Pengaruh kolonialisme terhadap konsep Islam adalah
menata ulang prioritas dan identitas keagamaan di seluruh
dunia, karena adanya karakter kita-lawanmereka dalam
ideologikolonial. Melalui teknologi komunikasi baru yang
dihasilkan globalisasi, Islam menjadi lencana solidaritas
transnasional melawan penjajah Eropa. Pada abad ke-19,
nasionalisme menyebar sebagai konsep ‛komunitas
terbayang‛ (imagined community)73 yang dengannya
orang mengidentifikasi diri sebagai bagian dari
masyarakat teoritis yang menggabungkan mereka dengan
banyak orang asing. Analog dengan itu, para pengusung
konsep transnasional Islam lebih memprioritaskan
gagasan tersebut ketimbang masyarakat lokal sungguhan,
bagaimanapun aneka ragamnya etnis, budaya, dan bahasa
masyarakat itu.74
Dakwah yang memiliki subtansi mengajak manusia agar
berjalan sesuai dengan kehendak Allah, memiliki strategi terkait
keberhasilan gerakannya. Gerakan satu kelompok komunitas
dakwah yang memiliki tujuan tersebut dalam praktiknya
berinteraksi secara sosial dengan kelompok manusia lain untuk
menyampaikan pesan. Saat berinteraksi inilah, strategi dan
problematika dakwah muncul yang disebabkan oleh berbagai
faktor. Faktor tersebut di antarannya interpretasi dalam ajaran
atau doktrin.

73
Imagined Community adalah teori yang dikembangkan oleh
Anderson yang menyatakan bahwa sebelum terbentuknya sebuah bangsa,
telah eksis sebuah ide yang membayangkan tendensi ke arah persatuan
bangsa melalui beberapa faktor pemersatu. Lihat Benedict Anderson,
Imagined Communities: Reflections On the Origin and Spread of
Nationalism (London: Verso, 1992), 120. lihat pula Andi Faisal Bakti,
Nation Building, Kontribusi Komunikasi Lintas Agama dan Budaya
terhadap Kebangkitan Bangsa Indonesia (Jakarta: Churia Press, 2006),
xiii.
74
Carl W. Ernst, Pergulatan Islam di Dunia Kontemporer, terj.
Anna Farida, dll. ( Bandung: Mizan, 2016), 206. Buku tersebut
diterjemahkan dari Following Muhammad: Rethinking Islam in the
Contemporary World.

63
Allan G. Johnson mendefinisikan gerakan sosial (social
movement) gerakan perlawanan sosial.75 Gerakan sosial menjadi
suatu keharusan manakala suatu kelompok tertentu melakukan
penyimpangan kekuasaan. Dalam konteks dakwah, gerakan
perubahan menjadi penting manakala manusia jauh dari
pencipta-Nya atau berada dalam kondisi ketimpangan sosial.
Dengan demikian ciri dari gerakan sosial adalah kritik sosial.
Mario Diani, menyebutkan bahwa ada empat karakteristik
pokok dalam gerakan sosial. Pertama, dibutuhkannya jaringan
dan komunikasi yang kuat antara anggota kelompok dengan
menjaga kontinuitas, bentuk informal dan interaksi yang tidak
terstruktur. Kedua, adanya bentuk kepercayaan dan solidaritas
antar anggota kelompok. Ketiga, dibutuhkannya bentuk aksi
kolektif untuk meredam terjadinya konflik, dengan terus-
menerus memerhatikan berbagai tuntutan dan aksi yang
cenderung tidak konstitusional. keempat, adanya
kecenderungan tidak mengikuti prosedur yang telah ada, namun
mengikuti organisasi/kelompok keagamaan atau mengikuti
struktur yang telah ada.76 Sebagai gerakan sosial Islam, dakwah
Nur memiliki kesamaan dengan empat karakteristik gerakan
sosial yang disampaikan Diani. Rinciannya akan diulas di bab
keempat.
Peter Mandaville melihat bahwa gerakan transnasional di
Asia Selatan dan Tenggara kontemporer memiliki empat
bentuk: ‚sufi brotherhoods, renewalist/piestic movements,
Islamist parties and groups, charitable organizations and da’wa
organizations‛. 77 Gerakan dershane, jika dilihat menggunakan
kategorisasi yang disampaikan Mandaville, maka pada

75
Allan G. Johnson, The Blackwell Dictionary of Sociology A
User’s Guide to Sociological Language (Cambridge: Blackwell Publishers
Ltd, 1996), 262.
76
Mario Diani, ‚The Concept of Social Movement‛, dalam Kate
Nash, Reading in Contemporary Political Sociology (Blackwell: Oxford,
2000), 154-176.
77
lihat Peter Mandaville, ‚Trasnational Islam in Asia: Background,
Typology and Conseptual Overview‛, dalam Transnational Islam in
South and Southest Asia, Movements, Netwoks, and Conflict Dynamics
(Washington: The National Bureau of Asia Research, 2009), 2.

64
prinsipnya memiliki kesamaan, namun sekaligus memiliki titik
perbedaan. Rinciannya akan diulas di bab keempat. Yavuz
mengambarkan tipologi gerakan sosial Islam memiliki tujuan
vertikal dan horizontal, lihat tabel 4. Gerakan dakwah Nur
memiliki kecenderungan horizontal, yang identik dengan
dakwah kultural dan sebagai civil society.
Tabel 4. Tipology gerakan sosial Islam, Yavuz 200378
Reportoire of action (strategies and means)
Goal Legitimate Illegitimate
Vertical
State-oriented; Reformist: Participation in the
Elite vanguard; hope of controlling the state or
Social change shaping policies through
from above forming their own Islamic party
or in alliance with other parties
Target: education, legal system, Target: the state
social welfare
Outcome: accommodation Outcome:
confrontation
Horizontal
Society- Societal (everyday life-based Spiritual/Inward:
oriented; movements) Groups using the Withdraws from
Associational; media and communication political life to
identity- networks to develop discursive promote self-
oriented; social spaces for the construction of purification and
change from Islamic identity; seeking to use self-
below the market to create heaven on consciousness
earth; viewing Islam as a
cultural capital; use of
associational networks to
empower community
Target: media, economy, Target: religious
(private) education consciousness
Outcome: integration Outcome:
withdrawal

Lebih lanjut, Quintan Wiktorowicz mengemukakan teori


Resource Mobilization Theory (RMT) atau Teori Mobilisasi
Sumber Daya (TMSD) yang menekankan bahwa gerakan

78
M. Hakan Yavuz, Islamic Political Identity in Turkey (New
York: Oxford University Press), 2003, 28.

65
merupakan suatu tindakan rasional yang menghendaki suatu
manifestasi tindakan kolektif yang terorganisasi.79 Dengan
menekankan aspek mobilisasi untuk menjelaskan tujuan
transformasi sebuah gerakan, maka tiga konsep utama teori
gerakan sosial menjadi sangat penting: struktur peluang politik
(political opportunity structure), pembingkaian (framing), dan
struktur mobilisasi (mobilizing structure).80 Wiktorowicz,
menekankan pentingnya membaca peluang dan kesempatan
dalam aksi gerakan sosial. Setelah membaca peluang, ia
menekankan aspek pembingkaian (framing) ‛isu‛. Terakhir,
peluang dan pembingkain memerlukan aksi mobilisasi yang
terstruktur dan rasional. Pendekatan struktur peluang politik
(political opportunity structure), pembingkaian (framing), dan
struktur mobilisasi (mobilizing structure) jika digabungkan
menjadi gerakan yang terintegrasi atau disebut sebagai
pendekatan integrasi gerakan sosial.81 Teori gerakan sosial

79
Lihat Quintan Wiktorowicz (Ed), Islamic Activism A Social
Movement Theory Approach (USA: Indiana University Press, 2004), 8-
13. D iantara pendahulu teori ini adalah Mansur Olson, The Logic of
Collective Action ( Cmbridge: Harvard University Press, 1965); dan
Mayer N. Zald dan John D. McCarthy, ed., Social Movements in an
Organizational Society (New Brunswick: Transaction Books, 1987).
Lihat pula Noorhaidi Hassan, Islam Politik di Dunia Kontemporer,
Konsep, Genealogi dan Teori (Yogyakarta: Suka-Press, 2012).
80
Lihat Noorhaidi Hassan, Islam Politik di Dunia Kontemporer,
Konsep, Genealogi dan Teori, 130.
81
Lihat Burhanuddin Muhtadi, Dilema PKS Suara dan Syariah
(Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2012), 20-23. lihat pula Agus
Salim, ‛The Rise of Hizbut-Tahrir (1982-2004): Its Political Opportunity
Structure, Resource Mobilisation, and Collective Action Frames‛, tesis
Master, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006.

66
tersebut akan penulis gunakan untuk melihat dakwah Nur dalam
upaya penerapan nilai-nilai pembinaan keumatan, pembangunan
komunitas dan aktivitas dakwahnya.

67
68
BAB III

BIOGRAFI BEDIUZZAMAN SAID NURSI

Dalam bab ketiga ini, penulis membahas tiga pembahasan.


Pertama, biografi Said Nursi lama, yaitu untuk melihat sejarah
kehidupannya dari mulai masa anak-anak, riwayat pendidikan
hingga aktivitasnya di pentas sosial dan politik. Kedua,
pembahasan biografi Said Nursi baru, yaitu membahas fase
kehidupan baru Nursi terkait dengan penulisan Risale-i Nur,
konteks sosial dan politik, serta kondisi spiritualitasnya.
Ketiga, membahas Said Nursi ketiga yang terkait dengan
konsolidasi gerakan dakwah Nur.

A. Periode Awal Said Nursi (1876-1925): Aktivitas sosial,


Politik dan Upaya Pencarian Identitas.
Tentang sosok Nursi, Ibrahim M. Abu Rabi’ menyatakan
bahwa ia tampil sebagai seorang ulama dengan visi yang kuat
untuk menyatukan dunia Islam yang mulai terpecah. Kehidupan
Nursi adalah sebuah perjalanan sejarah perjuangan yang
melambangkan kehidupan, bukan hanya untuk kehidupan
bangsa Turki, melainkan kehidupan seluruh umat Islam di
zaman modern. Aktivitas, kehidupan dan karya-karya Nursi
memberikan wawasan luas dan gambaran yang mendalam
tetang masa sejarah pasca Tanzimat di Turki, keadaan sulit
yang dialami ulama tradisional, kegagalan gerakan reformasi
Islam pada abad ke–19 dan untuk memberikan solusi Islami.
Ditambah persolan westernisasi, landasan filsafat dan politik
yang memunculkan nasionalisme sekuler di Turki, penghapusan
kekhalifahan Utsmani pada tahun 1924, dan nasib agama di
Turki pada masa pemerintahan Mustafa Kemal, semakin
mempersulit gerakan dakwah.1

1
Ibrahim M. Abu Rabi’ dalam Şükran Vahide, Islam in Modern
Turkey, an Intellectual Biography of Bediuzzaman Said Nursi (New
York: Albany, 2005), xii.

69
Said Nursi (1877-1960) lahir di desa Nurs wilayah Turki
Timur dan meninggal di daerah Urfa.2 Ia anak ke empat dari
tujuh bersaudara, ibunya bernama Nuriye atau menurut penulis
biografi Badili bernama Nure atau Nura.3 Ayahnya bernama
Mirza, yang dikenal pula dengan sufi Mirza. Kakaknya yang
bernama Abdullah telah menginspirasi dan mendorong Nursi
giat dalam menuntut ilmu. Ia mulai mempelajari al-Quran saat
usianya sembilan tahun. Nursi kecil termotivasi dengan
keilmuan kakaknya yang dianggap berbeda dibanding pemuda
seusianya, ia merupakan guru pertama Nursi.4 Nursi membagi
masa hidupnya menjadi tiga fase, Said lama (Eski Said) dari
tahun 1876 hingga 1920, Said Baru (Yeni Said) dari 1920
hingga 1949 dan Said Ketiga dari tahun 1949 hingga
kematiannya 1960.
Nursi belajar dari madrasah (medrese) ke madrasah dan
dari guru ke guru lainnya saat usianya sepuluh tahun.5 Guru-
guru Nursi antara lain: Molla Abdullah (kakaknya), Mehmet
Emin (desa Tag), Seyyid Nur Muhammad (Syekh Naqsyabandi),
Syekh Abdurrahman Tagi (madrasah Tag), Syekh Emin Efendi
(Bitlis), Mir Hasan Wali (mukus), Syekh Muhammad Celali
(madrasah Beyazid). Di Madrasah Beyazid Nursi memperoleh
diplomanya, dan kemudian dikenal dengan sebutan Molla Said.

2
Ada dua pendapat tahun kelahirannya dari berbagai sumber
tertulis, 1876 atau 1877. Salah satu penulis biografi Nursi, Sukran Vahide
menulis bahwa ia lahir pada 1877 dengan pertimbangan lebih banyak
literatur yang menggunakannya. Lihat Şükran Vahide, Islam in Modern
Turkey, an Intellectual Biography of Bediuzzaman Said Nursi, (New
York: Albany, 2005). Lihat pula Bediuzzaman Said Nursi, kulli>ya>t rasa>’ili
al-Nu>r, Si>rah Dha>tiyah libadi>‘ al-Zama>n Sa‘i>d al-Nursi>, Terjemah dan
Penyunting Ih}sa>n Qa>sim al-S{alihi> (Cairo-Egypt: Sozler Publications,
2010), 28. lihat pula Colin Turner dan Hasan Horkuc, Said Nursi
(London: I.B. Tauris & Oxford University Press, 2009), 5.
3
Lihat A. Badilli, Bediuzzaman Said Nursi, Mufassal Tarihce-i
hayati, (Istanbul: N.P., 1998), Ed. 2, Vol. 3, 71-72. Abdulkadir Badilli
merupakan murid langsung Nursi, dan ia yang menulis biografi gurunya.
4
Lihat pula Şükran Vahide, Islam in Modern Turkey, 4.
5
Lihat Ian S. Markham dan Suendam Birinci Pirim, An
Introduction to Said Nursi, Life, Thought and Writings (Farnham
England: Ashgate, 2011), 7.

70
Awal studi Nursi dimulai di madrasah Molla Mehmet
Emin Efendi di desa Tag, dua jam perjalanan dari desanya Nurs.
Ia hanya beberapa saat belajar di madrasah tersebut. Nursi
merasa tidak puas dengan sistem pendidikan yang ada hingga
selama lima tahun ia pindah dari satu madrasah ke madrasah
lainnya. Kurang lebih setahun setelah belajar pada Molla
Mehmet Emin, ia kembali mendatangi guru lainnya Sayyid Nur
Muhammad sebagai seorang Syekh Naqshbandi> di desa Pirmis.6
Ia pernah belajar di madrasah Beyazid di bawah
bimbingan Syekh Muhammad Celali yang hanya berlangsung
selama tiga bulan. Di madrasah tersebut, Nursi mendapatkan
dasar-dasar yang kelak sebagai pembuka ilmu-ilmu lainnya.
Normalnya atau pada umumnya, seorang murid berada di
madrasah tersebut hingga lima belas atau duapuluh tahun.
Selama di Beyazid, Nursi menghabiskan sebagian besar
waktunya untuk belajar. Setelah belajar tiga bulan di sekolah
ini, ia memperoleh gelar diploma dari Syekh Celali, yang
kemudian ia dijuluki Molla Said. Kondisi belajar Nursi
digambarkan Vahide:
Selama belajar di Beyazid, Said menyelesaikan pelajaran-
pelajaran yang saat itu sedang berjalan di madrasah-
madrasah. Karya-karya yang dipelajari dipenuhi komentar,
komentar terhadap komentar, dan bahkan komentar
terhadap komentar-komentar tersebut serta paparan-
paparan yang lebih lanjut, sehingga dalam keadaan normal
seorang murid pada umumnya menyelesaikan pelajaran
tersebut dalam waktu lima belas atau dua puluh tahun.
Said Memulai dengan Molla Jami (Molla Cami) tentang
sintaksis bahasa Arab, karya Nur al-Din Abd al-Rahman
Jami (1417-1492 M), dan menyelesaikan sebuah buku
dalam pelajaran tersebut secara bergantian. Nursi
melakukan ini dengan mengabaikan semua komentar dan
paparan, dan memusatkan perhatian hanya bagian tertentu
dari tiap buku.7

6
Şükran Vahide, Islam in Modern Turkey, 6-7.
7
Lihat Hasbi Zen, Persatuan Kaum Muslimin dalam Pandangan
Said Nursi (11 Mei 2012), 2, naskah tidak diterbitkan. Sukran Vahide,
Islam in Modern Turkey, 10-12.

71
Nursi melakukan banyak diskusi dan perdebatan ilmiah
dengan para ulama di Siirt8, Bitlis, Cizre, Mardin, bahkan di
tempat-tempat yang ia singahi lainnya. Saat di Mardin Nursi
mulai bersentuhan dengan dunia politik. Dalam sebuah karya
yang berjudul Munazarat (perdebatan-perdebatan), yang
pertama kali diterbitkan pada 1913, Ia menulis:
Enam belas tahun sebelum Revolusi (Konstitusional)
tahun 1908, di Mardin saya menemui seseorang yang
membimbing saya menuju kebenaran; dia menunjukkan
kepada saya cara yang adil dan pantas dalam politik. Juga
pada saat itu, saya disadarkan oleh mimpi Kemal yang
Mashur.9
Atas desakan gubernur Bitlis, Omer Pasya, Nursi tinggal
dua tahun di rumahnya. Selain mengajari sang gubernur, Nursi
juga mendalami ilmunya. Dengan tekun Ia mempelajari empat
puluhan buku, seperti logika dan tata bahasa serta sintaksis
bahasa Arab serta ilmu-ilmu pokok seperti tafsir al-Quran, hadis
dan fiqih. Selain itu juga buku teologi (ilmu kalam) seperti
Matali’ dan Sharh al-Mawa>qif karya Jurjani, Fiqh Hanafi dan
Mirqa>t al-Wushu>l ila ‘ilm al-Ushu>l (karya Muhammad Ibn
Feramruz, 1480 W.)10
Pada kesempatan lain, ia mendapat undangan Hasan Pasya
dari Van. Berbeda dengan Bitlis, Van tidak memiliki ulama
yang mumpuni dan banyak. Di kota Van Nursi bermukim cukup
lama, hingga lima belasan tahun. Setelah tinggal dengan Hasan
Pasya kemudian ia tinggal dengan Gubernur terpilih Iskodrali
Tahir Pasya dalam jangka waktu yang cukup lama. Ia adalah
gubernur yang sangat disegani, dan memiliki keperdulian
8
Saat di Siirt reputasi Nursi semakin terbangun, ia berdebat dengan
ulama setempat. Di kota tersebut Nursi mendapat julukan Bediuzzaman
(keajaiban zaman) oleh Molla Fethullah Effendi. Lihat Sukran Vahide,
Islam in Modern Turkey, 13.
9
Said Nursi, Munazarat, (Istanbul: Yaninevi, 1977), 462. Kemal
yang disebutkan di sini adalah Namik Kemal, salah satu tokoh terkemuka
dari Gerakan Usmani Muda abad ke-19 yang tujuannya tercermin dalam
karya Ru’ya yang ditemukan Said Nursi saat itu. Lihat Serif Mardin,
Genesis of Young Ottomen Thought: A Studi in the Modernization of
Turkish Political Idea, (New York: Syracuse University Press, 2000).
10
lihat Şükran Vahide, Islam in Modern Turkey, 28.

72
dengan dunia pendidikan. Ia juga melihat potensi Nursi dan
terus mendukungnya hingga akhir hayatnya pada tahun 1913.
tentang perkembangan ilmunya di kota ini, Vahide menulis:
Said tidak memiliki guru untuk belajar; dia mengajari
dirinya sendiri dengan berpegang pada literatur yang
tersedia. Dia berkembang pesat, dipercepat dengan
penerapan praktik berdebatnya ke dalam bidang baru ini.
Dalam sebuah kesempatan dia berdiskusi tentang geografi
dengan seorang guru sekolah menengah. Diskusi itu
berkepanjangan, dan mereka memutuskan untuk
melanjutkan pada keesokan harinnya. Karena itulah,
dalam dua puluh empat jam, dia menghafalkan sebuah
buku geografi, dan ketika mereka bertemu lagi, dia
membungkam mulut sang guru geografi mengenai bidang
keilmuannya sendiri. Pada kesempatan kedua, dia
membungkam seorang guru kimia, setelah menguasai
prinsip-prinsip kimia anorganik dalam empat hari...
Kecepatan dan kecerdasan Molla Said yang cemerlang
tampak paling menonjol dalam bidang matematika. Dia
dapat menyelesaikan persoalan-persoalan paling sulit
secara mental dan nyaris dalam sekejap. Dia menulis
risalah mengenai persamaan aljabar, yang sayangnya
kemudian hilang saat terjadi kebakaran di Van. Tahir
pasya biasa mengadakan kontes-kontes pengetahuan dan
kompetisi-kompetisi perhitungan matematika. Apapun
kalkulasinya, Molla Said selalu bisa menemukan
penyelesaiannya pertama kali; dia selalu nomor satu
dalam kontes-kontes ini.11
Said terus berusaha menghapal buku-buku yang
didatangkan dari Eropa oleh Tahir Pasya. Sekitar sembilan
puluh buku ia berusaha menghafalnya.12 Pada suatu kesempatan
tatkala Tahir Pasya melewati kamar Nursi, ia mendengar suara
seperti orang sedang shalat dan berdoa, namun Nursi sedang

11
lihat Şükran Vahide, Islam in Modern Turkey, 32-33.
12
Said Nursi, Risale-i Nur Kulliyati Muellifi, Bediuzzaman Said
Nursi, Hayati, Mesleki, Tercume-i Hali, (Istanbul: Sozler Yayinevi,
1976), 46.

73
membaca dan menghafal buku. Bertahun-tahun kemudian ia
memberi tahu salah satu muridnya Mustafa Sungur:
Tahir Pasya memberikan satu kamar ketika aku tinggal di
kediamannya, dan setiap malam sebelum tidur aku biasa
menghabiskan sekitar tiga jam untuk mempelajari kembali
buku-buku yang telah kuhafal. Butuh waktu tiga bulan
mempelajari semuannya. Berkat rahmat Allah semua
karya itu menjadi tangga naik menuju kebenaran al-
Quran. Beberapa waktu kemudian, aku memanjat menuju
kebenaran-kebenaran tersebut dan aku melihat bahwa
setiap ayat al-Qur’an itu mencakup semesta. Maka
tidaklah perlu yang lain lagi; al-Qur’an saja sudah
mencukupi bagiku.13
Karya-karya Nursi lahir dari refleksi dan semangat Al-
Qur’an, yang ia maknai sesuai konteks zamannya. Secara tidak
langsung sebagian karyanya merupakan perlawanan dan kritik
sosial terhadap kekuasaan tiran dan otoritarian rezim sekuler
Kemal Atattruk di bawah partai yang didirikannya Republik.
Selama dua puluh lima tahun dalam penjara dan pengasingan
(1925-1950), tidak menyurutkan Nursi dalam menulis sebuah
maha karya yang saat ini terkumpul dalam koleksi Risale-i Nur
dalam bahasa Turki dan sudah diterjemahkan ke limapuluh lebih
bahasa dunia.14 Ada beberapa jilid lagi yang belum terkoleksi
karena pertimbangan tertentu.15
Kembali ke kota Van, gagasan Nursi tentang pendidikan
dimulai dari kota ini. Ia berkeinginan mendirikan sekolah yang

13
Mustafa Sungur, dalam Sahiner, Said Nursi ve Nurculuk
Hakkinda Aydinlar Konusuyor, (Istambul: Yeni AsyaYayinlari, 1979),
395.
14
Munculnya koleksi Risale-i Nur diawali pada tahun 1926-1929,
karya karya Nursi dalam kurun waktu tersebut diberi judul Sozler
(kalimat). Berikutnya pada 1929-1932 lahir karya Mektubat (kumpulan
surat), dan pada tahun 1932-1934 Lama’at, lihat Hasbi Zen, Persatuan
Kaum Muslimin dalam Pandangan Said Nursi, (11 Mei 2012), naskah
tidak diterbitkan.
15
Pertimbangan yang logis karena karya Nursi tersebut dianggap
bukan untuk konsumsi masyarakat umum, Jika dicetak seperti koleksi
Risale-i Nur dikhawatirkan akan memancing kontroversi. Wawancara dan
diskusi dalam kajian Risale-i Nur di dershane Kamis, 3 November 2013.

74
merupakan pengabungan unsur-unsur agama (madrasah dan
spiritualitas) dan pendidikan umum (Barat). Sekolah tersebut
dia sebut sebagai Medretuz Zehra, diambil dari nama
Universitas al-Azhar di Kairo. Karena diharapkan bisa memiliki
spirit seperti Azhar di wilayah Islam Timur. Universitas
tersebut diharapkan tidak hanya memerangi kebodohan, namun
juga dapat berfungsi sebagai solusi untuk permasalahan-
permasalahan sosial dan politik.16
Pada bulan November 1907, Nursi berangkat ke Istanbul
dalam rangka mencari bantuan dan dukungan resmi untuk
mendirikan universitas yang akan didirikannya, Medretuz
Zehra.17 Di Istanbul Nursi tinggal di Fatih, sebagai pusat
keagamaan di Istanbul. Nursi memilih kamar di gedung besar
yang disebut dengan Sekerci Han, yang berfungsi sebagai
penginapan bagi banyak tokoh cendekiawan terkemuka. Nursi
juga tidak segan untuk mengajak berdiskusi dan debat serta
mengajukan pertanyaan kepadanya para ahli dari madrasah dan
sekolah-sekolah sekuler. Di pintu kamarya, sebagaimana dikutip
dari Vahide, dia mengantungkan tulisan besar yang bertulis:
‚Here all questions are answered, all problems solved, but no
questions are asked.‛ 18
Saat salah seorang anggota utama Universitas al-Azhar di
Kairo yang pernah menjadi Mufti agung Mesir, Syekh
Muhammad Bakhit mengunjungi Istanbul. Seorang ulama
meminta Syekh Bakhit agar menemui Nursi. Lalu Syekh
bertanya padanya: ‚Apa pendapat Anda mengenai kemerdekaan

16
lihat Şükran Vahide, Islam in Modern Turkey, 34.
17
Pendidikan Medretuz Zehra yang dirancang Nursi merupakan
konsep pendidikan modern dengan penambahan pada keilmuan Islam
klasik dan spiritualitas. Nursi tidak pernah menentang sains modern,
bahkan Nursi berpendapat bahwa al-Quran tidak kontradiksi dengan
pengetahuan modern. Penemuan-penemuan ilmiah modern justru akan
semakin memperkuat keimanan. Lihat David Commins, ‚Religion and
Social Change in Modern Turkey: The Case of Bediuzzaman Said Nursi
by Serif Mardin‛, International Journal of Middle East Studies, Vol. 23,
No. 4 (Nov., 1991), 630-632, Published by: Cambridge University Press
Stable URL: http://www.jstor.org/stable/163892. Diakses 08/04/2014
05:37.
18
lihat Şükran Vahide, Islam in Modern Turkey, 39.

75
dan Negara Usmani, serta peradaban Eropa?‛ lalu Nursi
menjawab, ‛negara Usmani sedang mengandung Eropa dan
suatu hariakan melahirkan negara Eropa. Sedangkan Eropa
sedang mengandung Islam dan suatu hari akan melahirkan
negara Islam.‛ Lalu Syekh Bakhit memuji jawaban ini, ia
menyatakan ‛tidak ada yang bisa membantah pemuda ini. Saya
berpendapat sama. Tetapi hanya Bediuzzaman yang bisa
mengungkapkannya dengan begitu singkat tapi jelas dan
fasih.‛19
Saat di Istanbul Nursi merasakan masih bisa merasakan
hembusan reformasi tanzimat.20 Sejarah mencatat bahwa
Tanzimat tidak dapat menyelesaikan satupun masalah
kesultanan,21 tapi telah merubah jalan sejarah Turki, terutama
hal yang terkait dengan beberapa masalah yang menyebabkan
lahirnya gerakan konstitusional, yang mana para penganjurnya
mengajukan berbagai solusi alternatif. Pemikiran yang mereka
publikasikan sebagai solusi alternatif bagi krisis kesultanan
dipusatkan pada konsep kebebasan dan pemerintah yang
konstitusional. Anggota yang paling menonjol dari kelompok
tersebut adalah Namik Kemal dan kelompok tersebut terkenal
dengan istilah Usmani Muda. Namik Kemal memainkan peran
penting dalam menyusun konstitusi pertama, yang
diproklamasikan pada tanggal 23 Desember 1876. Manuver-
manuver politik ini dihentikan oleh Sultan Abdulhamid II

19
Lihat Ih}sa>n Qa>sim al_S}a>lih}iy, Naz}rah ‘A>mmah ‘An H}aya>h Badi>‘
al-Zama>n Sa‘i>d Al-Nu>rsi>, (Cairo: Sözler Publications, 2010), 23. lihat
pula Bediuzzaman Said Nursi, kulli>ya>t rasa>’ili al-Nu>r, Si>rah Dha>tiyah
libadi>‘ al-Zama>n Sa‘i>d al-Nursi>, 84.
20
Tanzimat adalah nama yang diberikan untuk periode 1839-1876
saat sultan-sultan Usmani dan para menteri utamanya berada dalam
situasi di bawah tekanan dan saran Eropa, mengenalkan serangkaian
reformasi yang bertujuan mengembalikan kekuasaan kesultanan yang
merosot tajam dan menyelamatkannya dari pendudukan Eropa. Lihat
Şükran Vahide, Islam in Modern Turkey, 33-34.
21
Sebagaimana pernyatan Harun Nasution: ‛Pembaharuan yang
diusahakan pemuka-pemuka Usmani Abad kedelapan belas tidak banyak
artinya. Usaha tersebut dilanjutkan pada abad kesembilan belas dan inilah
yang membawa kepada perubahan besar di Turki.‛ Lihat Harun Nasution,
Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya (Jakarta: UI-Press, 2002), 93.

76
(1876-1909). Setelah itu perjuangan menuju konstitusionalisme
berlanjut di bawah tanah.22
Pada tahun 1907 kelompok gerakan bawah tanah
revolusioner independen di dalam kesultanan menjalin
kerjasama dengan kelompok Ahmet Riza di Paris dan
memusatkan gerakannya di Makedonia. Kedua kelompok
tersebut selanjutnya menggunakan nama Committee of Union
and Progress (CUP) (Komite Persatuan dan Kemajuan) dan kuat
kedudukannya di antara perwira dan pejabat sipil inilah yang
memimpin Revolusi Konstitusional tahun 1908. Setidaknya di
sini CUP meyakini konstitusionalisme dan pemerintah
perwakilan sebagai syarat penting dalam melindungi keutuhan
kesultanan, terutama di tengah-tengah maraknya tuntutan
nasionalis.23
Awalnya Nursi berhubungan dan bekerjasama dengan
CUP. Ketika Nursi ditanya mengapa ia memisahkan diri? Maka
Nursi menjawab lewat tulisannya, ‛saya tidak memisahkan diri
darinya, sebagian anggotannyalah yang memisahkan diri. Saya
masih sejalan dengan Niyazi Bey dan Enwer bey, namun
beberapa orang memisahkan diri dari kami. Mereka
menyimpang dari jalan dan menuju rawa-rawa.‛
Mempertahankan keutuhan kesultanan adalah satu tujuan yang
membuat Nursi masih sepakat dengan CUP, dan Nursi
mengarahkan perhatian dan aktivitasnya ke arah itu.24
Nursi yang hidup sezaman dengan Sultan Abdulhamid II
di masa penghujung masa kesultanan Turki Usmani yang tidak
lama kemudian runtuh. CUP akhirnya berhasil menurunkan
Sultan Abdulhamid dan mengukuhkan Sultan Muhammad
Rashad (Mehmed Reshad) sebagai sultan dan selanjutnya
menyeret Turki Usmani dalam perang dunia I tanpa alasan
yang jelas. Hal inilah yang akhirnya memecah belah dan
menghancurkan Khilafah Usmaniyah. Para memimpin CUP
kemudian pergi ke luar negeri meninggalkan umat yang sedang
merasakan pahit getirnya akibat perang yang membuat negara-
negara Islam berada di bawah tekanan kekuatan tentara asing.
22
Lihat Şükran Vahide, Islam in Modern Turkey, 34-35.
23
Lihat Şükran Vahide, Islam in Modern Turkey, 36.
24
Lihat Şükran Vahide, Islam in Modern Turkey, 36-37.

77
Sultan Muhammad Wahiduddin kemudian datang ketika negara
kalah perang. Inggris, Yunani, Italia dan Armenia telah
menguasai beberapa wilayah Turki, bahkan Istanbul sendiri
berada di bawah pendudukan Inggris.25
Pada bulan Mei atau Juni 1908, Nursi menyerahkan
sebuah petisi yang berisi konsep dan gagasan pendidikannya ke
istana. Baru sebentar berada di Istanbul Nursi sudah menarik
banyak perhatian baik yang menguntungkan maupun yang
merugikan. Berikut petisi Yang disampaikan Nursi yang dimuat
oleh koran Sark ve Kurdistan Gazetesi (Surat Kabar Kurdistan
dan Timur):
Dalam rangka menyelaraskan dengan perkembangan
saudara-saudara kami di dunia yang beradab dan zaman
yang maju serta penuh kompetisi ini, maka
diperintahkanlah pendirian dan pembangunan sekolah-
sekolah di kota-kota dan desa-desa Kurdistan---hal ini
disambut dengan rasa syukur. Tetapi, hanya anak-anak
yang bisa berbahasa Turki saja yang dapat memetik
keuntungan dari sekolah-sekolah itu. Karena anak-anak
Kurdi yang belum mengerti bahasa Turki menganggap
satu-satunya sumber menimba pengetahuan adalah
madrasah-madrasah, dan para guru di mekteb-mekteb
(sekolah-sekolah sekuler yang baru) tidak menguasai
bahasa daerah, maka anak-anak itu tetap tidak
mendapatkan pendidikan. Perilaku tidak beradab serta
ketidakteraturan mereka karena kurangnya pendidikan itu
membuat bangsa Barat bergembira melihat kemalangan
kita. Terlebih lagi, karena orang-orang itu tetap dalam
keadaan primitif, tidak beradab dan suka begitu saja
meniru, maka mereka menjadi mangsa keraguan dan
kecurigaan. Seakan-akan, ketiga hal ini sedang
mempersiapkan pukulan telak kepada bangsa Kurdi di
masa yang akan datang. Hal ini menjadi sumber
kecemasan bagi mereka yang berwawasan

25
Buku Saku, Dunia Membaca Risalah Nur, (Istanbul: Sozler
Publications, t.t.), 1-3.

78
Untuk menanggulanginya: harus dibangun tiga lembaga
pendidikan di tiga tempat di Kurdistan untuk menjadi
contoh yang harus ditiru dan juga sebagai penyemangat
serta motivasi. Satu di Beritussebab, yang berada di
tengah-tengah suku Ertusi; satu lagi di tengah-tengah
suku Mutkan, Belkan dan Sasun; dan satu di Van sendiri,
yang berada di tengah-tengah suku Haydar dan Sipkan.
Sekolah-sekolah ini harus diperkenalkan dengan istilah
yang sudah akrab, yaitu madrasah, dan harus mengajarkan
ilmu-ilmu agama sekaligus ilmu-ilmu modern. Masing-
masing sekolah harus memiliki paling sedikit 50 murid,
dan sarana pendukugnya harus disediakan oleh pemerintah
yang mulia. Dan juga, revitalisasi sejumlah madrasah lain
akan menjadi cara yang efektif untuk menyelamatkan
masa depan Kurdistan---baik secara material, moral
maupun spiritual. Dengan begitu akan terbangun landasan
pendidikan, dan dengan menyerahkan pembaruan
kekuatan besar yang sedang diguncang konflik ini kepada
pemerintah, maka dari luar akan terlihat bahwa kekuatan
ini telah berkembang. Hal ini juga akan menunjukkan
bahwa mereka (bangsa Kurdi) benar-benar layak
mendapatkan keadilan dan mampu dijadikan bangsa
beradab, selain juga mampu menunjukkan kecakapan
alami mereka.26
Semangat Nursi dalam mengejar ketertinggalan umat
dalam berbagai aspek dituangkan dalam gagasannya dengan
pendirian sistem pendidikan yang kondusif dan ideal. Nursi
meyakini bahwa melalui pendidikan perubahan dapat segera
dicapai. Nursi melihat ketimpangan yang terjadi, khususnya
yang menimpa suku Kurdi saat itu, maka ia memberi solusi di
antarannya adalah melalui pendirian sekolah-sekolah di
kawasan Provinsi Turki Timur yang banyak di tempati suku
Kurdi.
Usulan Nursi tentang konsep pendidikanya mendapat
persetujuan dari sultan Mehmet Resad pada tahun 1911.

26
Bediuzzaman Said Nursi, ‚Nutuklar,‛ Asar-i Bedi’iyye, 366-
367, dalam Şükran Vahide, Islam in Modern Turkey, 42-43.

79
kemudian Nursi mengusulkan dana sembilan belas ribu lira
emas untuk membuka universitas yang dibutuhkan di wilayah
provinsi Timur. Perhonannya diterima dan dia diberi seribu lira
emas sebagai uang muka. Kemudian ia kembali ke Van, dan di
tepi Danau Van di Edremit, dia meletakkan batu pertama untuk
fondasi Medretuz Zehra. Sayangnya, sekolah ini tidak terwujud
karena perang Dunia I pecah hingga bangunan tersebut terhenti
dan tidak dilanjutkan lagi.27 Selanjutnya dikeluarkanlah surat
tertanggal 2 Agustus 1913, dari kantor perdana menteri
Kementrian Dalam Negeri, tepatnya dari Kementrian Yayasan
dan Wakaf yang berisi pemberitahuan kepada Gubernur bahwa
kementrian itu tidak mempunyai dana untuk melanjutkan
membiayai pembangunan unversitas tersebut.28
Pada tahun 1909 M. Nursi ikut merintis berdirinya
perkumpulan Ittih}a>d Muh}ammad (Persatuan Muhammad), yang
diresmikan seminggu sebelum pemberontakan militer di
Istanbul pada 31 Maret 1909. Persatuan Islam ikut mengkritik
dan melakukan pemberontakan terhadap Turki Muda dengan
tujuan membela Islam yang semakin tersudut karena pengaruh
pemikiran Barat. Pemberontakan dapat dihentikan dan Vahdeti,
salah satu pemimpinya tertangkap dan dihukum gantung pada
tanggal 19 Juli 1909 bersama dua belas orang lainnya.29 Nursi
pun sempat tertangkap dan diadili di Mahkamah Militer, dan
akhirnya dibebaskan karena Nursi tidak terbukti melakukan
pemberontakan.
Terkait aktivitas di perkumpulan Ittih}a>d Muh}ammad
(Persatuan Islam), Nursi menyatakan bahwa perkumpulan yang
mengatasnamakan Rasul hendaklah tidak dikuasai oleh
kelompok tertentu, dieksploitasi untuk tujuan-tujuan politis,
dan menjadi sumber pertikaian dan perpecahan. Sebaliknya,
ungkap Nursi, Serikat Muhammad merangkul semua orang yang

27
lihat Şükran Vahide, Islam in Modern Turkey, 115-117.
28
lihat Şükran Vahide, Islam in Modern Turkey, 108.
29
Lihat lihat Şükran Vahide, Islam in Modern Turkey, 71. Lihat
pula Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang,
1975), 123. lihat juga Serif Mardin, Religion and Social Change in
Modern Turkey, the Case of Bediuzzaman Said Nursi (New York:
Albany, 1989), 89.

80
beriman dan menjadi jalan untuk mengatasi perbedaan-
perbedaan yang telah berkembang di antara berbagai
perkumpulan dan partai politik pada masa pemerintahan CUP,
yang telah menyulut insiden atau pemberontakan pada 31 Maret
1909. Lebih lanjut pandangan Nursi dan harapannya pada
perkumpulan Ittih}a>d Muh}ammad, sebagaimana diungkapkan
Nursi yang dikutipVahide:
Cara serikat kita adalah cinta kepada cinta dan
permusuhan terhadap permusuhan; dengan kata lain,
menjaga cinta di antara kaum Muslim dan mengalahkan
kekuatan permusuhan... Landasan persatuan dan kemajuan
serta penguatan dan pembebasan dunia Islam adalah
pembaharuan moral, dan Nursi memandang Serikat
menjadi ujung tombak gerakan memperkuat moral
tersebut dengan cara memberi napas baru dalam
penafsiran syariat dan Sunnah Rasul. Dia menyatakan,
‛alasan kemerosotan kita dalam hal duniawi adalah
kegagalan kita menaati agama. Oleh sebab itu kita lebih
memerlukan perbaikan moral daripada reformasi
pemerintahan.30
Kritik tajam Nursi, terhadap kondisi masyarakat Muslim
yang menghambat perkembangan dunia Islam dituangkan dalam
sebuah khutbah yang dikenal dengan al-Khutbah al-Sha>miah.
Dia menguraikannya sebagai berikut:
Aku telah mempelajari sejumlah pelajaran di sekolah
kehidupan sosial manusia. Aku mengetahui di masa kini
dan di tempat ini terdapat enam penyakit yang membuat
kita brerhenti di depan pintu abad pertengahan; saat
orang-orang asing (khususnya Eropa) terbang menuju
masa depan. Penyakit-penyakit tersebut adalah: Pertama,
lahirnya keputusasaan yang sebab dan faktor pemicunya
ada pada kita; Kedua, pupusnya kejujuran dalam
kehidupan sosial dan politik; Ketiga, senang bermusuhan;
Keempat, mengabaikan ikatan cahaya yang menyatukan
kaum mukmin; Kelima, despotisme atau penindasan yang
30
Lihat Şükran Vahide, Islam in Modern Turkey, 67-68. lihat pula
Bediuzzaman Said Nursi, ‚Lemean-i Hakikat‛, Volkan, Nomor 102, 12
April 1909.

81
menyebar bagaikan penyakit yang menular; Keenam,
hanya melakukan usaha-usaha yang mendatangkan
keuntungan bagi diri sendiri.31
Kritik tersebut merupakan penyakit yang melanda umat
Islam, dan untuk mengobatinya, Nursi mengambilnya dari
apotik al-Qur’an yang mana ia menyerupai fakultas kedokteran
dalam kehidupan sosial kita. ‛Aku akan menjelaskannya lewat
enam kata. Sebab hanya cara itu yang kuketahui ampuh untuk
mengobati penyakit tersebut,‛32 tegas Nursi. Sebagai obat kata
pertama adalah harapan, lebih lanjut Nursi mengungkapkan:
Masa depan akan menjadi milik Islam dan hanya untuk
Islam serta kekuasaan hanya akan menjadi milik hakikat
al-Qur’an dan Iman. Karena itu, kita harus ridha dengan
takdir Ilahi serta pasrah kepada-Nya. Sebab, kita memiliki
masa depan yang cerah. Sementara bagi orang-orang asing
masa lalu yang kelam.33
Pada tahun 1914 saat diumumkan maklumat perang said
Nursi mendaftar di dinas ketentaraan sebagai mufti (petugas
keagamaan) dan ikut mengangkat senjata. Peperangan demi
peperangan terus terjadi, sampai akhirnya Nursi tertangkap
pada bulan maret 1916 oleh pasukan Rusia dan dijebloskan ke
penjara tawanan perang di provinsi Kosturma Rusia bagian
utara. Pada musim gugur 1918 Nursi mendapat kesempatan
melarikan diri, dan bisa sampai di Istanbul pada 20 Juni 1918. Ia
disambut layaknya seorang pahlawan. Nursi tidak diberi
kesempatan untuk beristirahat dengan cukup lama, karena pada
tanggal 12 Agustus 1918, Darul Hikmetil Islamiye, sebuah
dewan ahli atau akademi Islam didirikan dan Nursi ditunjuk
sebagai wakil dari dinas ketentaraan. Nursi menjadi anggota
Darul Hikmetil Islamiye selama empat tahun, karena akhirnya

31
Lihat Bediuzzaman Said Nursi, Kulli>yya>t Rasa>’il al-Nu>r, S}aiqal al-
Islam au A>tha>r Sa‘i>d al-Qadi>m, terj. dan penyunting Ih}sa>n Qa>sim al-S{ha>lihi>
(Al-Qa>hirah: Da>r Su>zlar Linnashr, 2013), 461-462.
32
Lihat Bediuzzaman Said Nursi, Kulli>yya>t Rasa>’il al-Nu>r, S}aiqal al-
Islam au A>tha>r Sa‘i>d al-Qadi>m, 462.
33
Lihat Bediuzzaman Said Nursi, Kulli>yya>t Rasa>’il al-Nu>r, S}aiqal al-
Islam au A>tha>r Sa‘i>d al-Qadi>m, 462.

82
ditutup pada bulan November 1922 ketika kesultanan
dihapuskan oleh pemerintah Ankara.34
Ketika menjadi anggota Darul Hikmetil Islamiye Nursi
pernah melakukan perang urat saraf terhadap otoritas Gereja
Inggris yang memberi kuesioner pertanyaan mengenai agama
Islam. Nursi membuat pamflet yang disebut Enam Langkah,
yang menunjukkan enam cara Inggris dan Yunani menabur
perselisihan dan pertikaian di kalangan masyarakat Muslim.
Pada bagian atas tulisan Nursi, ia mengutip ayat, ‛dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan‛ (Q.S. al-
Baqarah, (2): 168). Kemudian Nursi menggambarkan bahwa
mereka telah ‛mengubah pendapat para ulama Istanbul terhadap
Inggris dan sejalan dengan gerakan Nasional.‛35

B. Periode Said Nursi Kedua (1925-1950): Spiritualitas dan


Kepribadian Kolektif sebagai Identitas.
Pada awal tahun 1925 menjadi permulaan dari duapuluh
lima tahun pemerintahan despotisme yang absolut. Bagi
Mustafa Kemal, Turki hanya bisa dibangun kembali dan
mendapatkan tempatnya dalam peradaban dunia melalui
modernisasi yang cepat. Dalam pandanngan Kemal dan dan
pengikutnya yang telah terpengaruh Barat, Islam adalah simbol
keterbelakangan dan bertanggungjawab atas kejatuhan dan
kekalahan dinasti Ustmani. Proyek sekulerisasi muncul dan
mengerus agama beserta simbol-simbolnya.
Terkait pemikiran dan aktivitas Nursi Ibrahim M. Abu-
Rabi’ menyatakan bahwa Pemikiran Nursi, sebagaimana
diabadikan dalam tulisan-tulisannya pada masa pasca-Usmani,
secara mendasar bertentangan dengan pemikiran banyak
pemikir Islam pada masa itu. Para pemikir kontemporer seperti
Muhammad Iqbal, Allama Maududi, Hassan Banna, dan Sayyid
Qutub bisa dibilang turut menyokong kebangkitan kembali
‛Islam sebagai Politik,‛ dan bukan hanya ‛Islam sebagai Iman.‛
Setelah perang dunia Dunia I, Nursi tidak lagi tertarik kepada
politik sebagai sarana untuk menjaga Islam. Dia berpikir hal itu

34
Lihat Şükran Vahide, Islam in Modern Turkey, 111-155.
35
Lihat Şükran Vahide, Islam in Modern Turkey, 150.

83
mungkin dilakukan tanpa politik dan ‛orang-orang di dunia ini.‛
Dengan demikian bisa muncul argumen bahwasanya di Barat
Nursi tidak banyak menarik perhatian karena dia tidak
menyokong ‛Islam politis‛ perse. Bagaimanapun, tampaknya
ada ketertarikan baru terhadap karya Nursi, khususnya di
kalangan sarjana Barat yang tertarik dengan spiritualitas,
perbandingan agama, serta persoalan agama dan modernitas
secara umum.36
Nursi tampil sebagai tokoh yang menyerukan pentingnya
iman dan persaudaraan di tengah terpaan arus sekulerisasi yang
dihembuskan Kemal. Pada usia yang belum genap 45 tahun,
Nursi mengalami krisis spiritual, ia tidak merasa mendapat
limpahan cahaya dari ilmu pengetahuan yang digelutinya. Krisis
tersebut membuat Nursi menarik diri dari masyarakat dan
menyepi dari tempat-temat yang jauh, ia menyepi ke Yusa
Tepesi, sebuah bukit yang tinggi di sisi Asia dari Bosphorus di
dekat persimpangannya dengan laut Hitam. Selain tempat
tersebut, Nursi menempati sebuah rumah di Sariyer, di sisi
Eropa, sebuah rumah kayu tua, yang masih ada hingga saat ini.
Di tempat tersebutlah Nursi menemukan yang dicarinya. Nursi
membuka lembaran karya Abdul Qodir Jaelani, Futu>h} al-Ghaib
dan mendapat limpahan cahaya, sebagaimana pernyataan Nursi:
Wahai engkau yang malang! Sebagai anggota Darul
Hikmetil Islamiye, kamu seperti seorang dokter yang
menyembuhkan penyakit spiritual orang-orang Islam,
padahal kamulah yang sakit. Pertama-tama carilah dokter
untuk dirimu sendiri, kemudian cobalah menyembuhkan
yang lain. Maka saya berkata kepada Sheikh itu, ‛jadilah
dokter saya!‛ Dan saya angkat beliau menjadi dokter saya.
Saat membaca buku itu, seolah-olah buku tersebut
ditujukan kepada saya. Tetapi saya merasa penyakit yang
menimpa saya sungguh gawat, dan buku itu
menghancurkan kebanggaan saya dengan cara yang sangat
menakutkan. Saya mengalami operasi jiwa yang drastis.

36
Ibrahim M. Abu Rabi’ dalam Şükran Vahide, Islam in Modern
Turkey, an Intellectual Biography of Bediuzzaman Said Nursi , xiv.

84
Saya tidak tahan. Setelah membaca separuh buku itu, saya
tidak punya daya untuk menyelesaikannya. Saya letakkan
buku tersebut di rak. Lalu, seminggu kemudian, rasa sakit
dari operasi sudah reda, dan rasa senang
menggantikannya. Saya buka kembali buku itu dan
membacanyahingga habis; saya mendapat banyak
keuntungan dari karya guru pertama saya itu. Saya
menyimak doa-doa dan permohonannya, dan saya
mendapat keuntungan yang berlimpah37.
Karya lain yang yang ikut mengubah Said lama ke Said
baru adalah Maktu>ba>t, yang ditulis Shaikh Ah}mad al-Fa>ru>qi> al-
Sirhindi>, yang dikenal dengan al-Ima>m al-Rabba>ni>. Setelah
membuka dan membaca karya tersebut, Nursi menyatakan
bahwa mungkin aneh, namun di seluruh buku Maktu>ba>t kata
Bediuzzaman muncul dua kali. Nursi melihat di bagian kepala
surat tertulis; Surat kepada Mirza Bediuzzaman, dan nama ayah
saya adalah Mirza. ‛Maha Suci Allah!‛ seruku, surat-surat ini
ditujukan kepadanya. Pada saat itu Said lama juga dikenal
sebagai Badiuzzaman. Selain Badiuzzaman al-Hamadha>ni> yang
hidup pada abad keempat hijriah, saya tidak mengenal orang
terkenal lainnya dalam tiga ratus tahun ini yang memiliki nama
itu. Tetapi pada zaman sang Imam, ada orang yang bernama
Badiuzzaman, dan dia menulis surat kepada sang Imam dua
surat ini. Keadaan pikirannya pasti serupa denganku, karena aku
mendapati bahwa kata-kata ini adalah obat untuk sakitku.
Hanya saja, sang Imam terus menerus menganjurkan pada
banyak suratnya apa yang ditulis di dalam kedua surat ini,
yaitu: Pilihlah satu kiblat saja!‛ Maksudnya, pilihlah satu orang
saja untuk menjadi tuanmu dan ikutilah dia; jangan serahkan
dirimu kepada orang lain.38
Nursi berpikir mendalam, terlintas bahwa yang dimaksud
kiblat yang satu adalah Al-Quran. Ia adalah panduan yang
paling mulia, saya harus memegangnya dengan erat. Kemudian

37
Lihat Bediuzzaman Said Nursi, Kulli>ya>t rasa>’il al-Nu>r, al-Matu>ba>t, terj.
dan penyunting Ih}sa>n Qa>sim al-S{ha>lihi> (Al-Qa>hirah: Da>r Su>zlar Lin}n}ashr,
2013), 445.
38
Bediuzzaman Said Nursi, Kulli>ya>t Rasa>’il al-Nu>r, al-Matu>ba>t, 445-446.

85
untuk merampungkan proses transformasinya menjadi Said
Baru, melalui Maktu>ba>t karya Shaikh Ah}mad al-Sirhindi>, Nursi
memahami bahwa ia harus mengambil al-Quran sebagai satu-
satunya guru.39 Nursi pasca transformasi, metode yang
dipakainya adalah penyatuan antara pikiran dan hati.
Maksudnya melalui, bimbingan Al-Quran, Nursi menemukan
jalan menuju intisari hakikat dengan menggunakan pikiran
sekaligus hati.40 Cerminan pikiran Nursi tertuang dalam periode
awal Said Baru dalam karyanya al-Mathnawi> al-’Arabi> al-Nu>ri>,
yang ia gambarkan semacam benih untuk melahirkan Risale-i Nur.
al-Mathnawi> adalah persemaiannya dan Risale-i Nur adalah
tamannya.41
Said Baru telah meninggalkan aktivitas politik dan
waktunya dihabiskan untuk beribadah, dan menulis, namun
kondisi tersebut tidak menjadikan namanya tenggelam. Para
kepala suku dan para pemimpin masih berharap memperoleh
manfaat dari pengaruhnya yang besar di wilayah Tmur. Jadi, di
antara orang yang mengunjungi Nursi adalah para kepala dan
pemimpin suku, di samping juga tokoh agama, untuk bertanya
tentang berbagai persoalan yang belum ada solusinya. Pada
awal 1925 kekerasan menyebar luas, dan para kepala suku
berusaha memperoleh dukungan dari Nursi untuk melakukan
pemberontakan melawan pemerintah. Nursi meyakinkan mereka
dengan menentang pergerakan seperti itu. Sebagian pemimpin
menuruti harapannya, hingga saat pecahnya pemberontakan
pada tanggal 13 Februari 1925, ribuan nyawa terselamatkan.
Pemberontakan tersebut terkenal dengan nama Shaikh Said,
seorang Shaikh Naqshabandi>. Dampak dari pemberontakan
tersebut sangat luas, baik bagi Nursi yang nantinya dikirim ke
pengasingan, bagi daerah tersebut dan bagi masa depan bangsa
Turkisecara keseluruhan.42

39
Bediuzzaman Said Nursi, Kulli>ya>t Rasa>’il al-Nu>r, al-Matu>ba>t, 446.
40
Şükran Vahide, Islam in Modern Turkey, 167.
41
Bediuzzaman Said Nursi, Kulli>ya>t Rasa>’il al-Nu>r, al-Mathnawi> al-
’Arabi> al-Nu>ri>, terj. dan penyunting Ih}sa>n Qa>sim al-S{ha>lihi> (Al-Qa>hirah: Da>r
Su>zlar Lin}n}ashr, 2013), 48.
42
Şükran Vahide, Islam in Modern Turkey, 80.

86
Tulisan-tulisan Nursi menurut Vahide memiliki ciri
mudah dipahami oleh semua kalangan. Risale-i Nur bersifat
‛populis‛, yakni sebagaimana Said Lama telah berjuang agar
pesannya terdengar oleh rakyat biasa dan melibatkan mereka
dalam pergerakan-pergerakan besar saat itu, maka Said Baru
dalam perjuangan barunya juga berusaha mengarahkan rakyat
untuk menguatkan keimanan dan meningkatkan kesadaran
keagamaan mereka.43
Salah satu tempat pengasingan Nursi adalah Barla pada
awal tahun 1926. Di Barla Nursi menempati rumah dengan dua
kamar yang dahulunya berfungsi sebagai rumah pertemuan
warga desa. Rumah sederhana tersebut menjadi tempat tinggal
Nursi selama delapan tahun. Menurutnya tempat tersebut
adalah madrasah ‛Nur‛ yang pertama, atau awal mula gerakan
Nur.44 Nursi mempunyai sebuah anjungan atau rumah pohon
kecil yang dibuat di antara dahan-dahanya yang sangat besar.
Anjungan tersebut digunakannya pada musim semi dan musim
panas untuk bertafakur dan beribadah. Murid-murindnya dan
penduduk Barla mengatakan dia berada di sana sepanjang
malam, tidak berdiri dan juga tidak tidur. Di waktu subuh
burung-burung berterbangan dengan suara merdu kicauannya di
sekeliling pohon, seakan ditarik oleh suara permohonan dan
munajatnya.45
Sebagian besar Risale-i Nur ditulis di Barla, mula-mula ia
menulis risalah kebangkitan. Setelah itu I‘ja>z al-Qur’a>n
(Miraculousness of the Qur‘an), dan pada tahun 1929, Nursi
telah selesai memeriksa karyanya yang lain, Sözler (The Words/
al-Kalima>t). Kemudian karya Mektubat (The letters/ al-
Maktu>ba>t), buku kedua dari Risa>lah al-Nu>r.46 Barla memiliki
peran sejarah yang penting bagi penulisan, pengembangan dan
penyebaran Risa>lah al-Nu>r. Keterasingan tidak memadamkan

43
Şükran Vahide, Islam in Modern Turkey, 193-194.
44
Lihat Şükran Vahide, Toward an Intellectual Biography of Said
Nursi, dalam Ibrahim M. Abu-Rabi, (Ed). Islam at the Crossroads: On the
Life and Thought of Bediuzzaman Said Nursi, 20.
45
Şükran Vahide, Islam in Modern Turkey, 196.
46
Lihat Colin Turner dan Hasan Horkuc, Said Nursi, 26. lihat pula
Şükran Vahide, Islam in Modern Turkey, 204.

87
semangat Nursi untuk berjuang dan berdakwah melalui karya-
karnyanya agar umat dapat terselamatkan dari arus ateisme,
sekulerisme dan komunisme yang merebak seperti penyakit saat
itu.
Terdapat ribuan murid Nur, laki-laki maupun perempuan,
tua dan muda yang mendedikasikan diri untuk menyalin
salinan-salinannya. Lebih lanjut Vahide dengan mengutip
Sahiner menyatakan:
Di antara mereka, terdapat sebagian orang yang tidak
pernah keluar dari rumahnya selama tujuh atau delapan
tahun. Bahkan di desa Sav, yang menjadi terkenal sebagai
sekolah Nur, Risale-i Nur, benar-benar digandakan oleh
seribu pena. Hal ini berlangsung selama beberapa tahun.
Mesin pengganda pertama kali digunakan secara terus-
menerus di Inebolu pada tahun 1946-1947, dan tidak
sampai tahun 1956 seluruh koleksi Risale-i Nur berhasil
dicetak dengan percetakan modern.47
Risale-i Nur menyebar sejalan dengan penulisannya yang
intensif, terutama di wilayah Isparta. Nursi meninggalkan Barla
menuju Isparta pada tahun 1934, dan tinggal di sana kurang
lebih sembilan bulan. Di Isparta ia kembali menulis, dan
Lem‘alar (The Flashes/ al-Lama‘a>t) diselesaikannya di penjara
Eskisehir. Karya tersebut merupakan karya ketiga dalam koleksi
Risale-i Nur. Nursi ditangkap dua hari setelah tanggal 25 April
1935 yang mana pada tanggal tersebut, sejumlah murid Nursi
ditangkap terlebih dahulu. Peristiwa tersebut menggambarkan
tindakan pemerintah untuk mengurangi pengaruh para tokoh
agama dan aktivitasnya agar jauh dari masyarakat. Di penjara
Eskisehir pula, Nursi mulai menulis karya keempatnya, Şu’alar
(The Rays/ al-Shu’a>’a>t).48 Nursi menjalani hukumannya selama
sebelas bulan, dan dibebaskan pada bulan Maret 1936.
Dalam usia 59 tahun pasca menjalani hukumannya, Nursi
dikirim ke Kastamonu. Tahanan rumahnya di provinsi tersebut
berlangsung selama tujuh setengah tahun. Karena ketatnya

47
Şükran Vahide, Islam in Modern Turkey, 204-205. lihat pula
Sahiner, Bilinmeyen Taraflariyla Bediuzzaman Said Nursi (Istanbul: Yeni
Asya Yayinlari, 1988), 389-391.
48
Lihat Colin Turner dan Hasan Horkuc, Said Nursi, 27.

88
pengawasan, gerakannya menjadi lebih terbatas daripada saat di
Barla. Nursi terus melakukan komunikasi dengan murid-
muridnya melalui surat. Surat-surat tersebut dikumpulkan
bersama-sama dan membentuk Kastamonu Lahikasi (Surat-
surat Kastamonu). Surat-surat tersebut mengungkapkan banyak
hal kepada kita tentang perkara-perkara yang menjadi
kepeduliannya saat itu. Surat-surat tersebut merupakan
pencerahan, pelajaran, dan motivasi yang besar bagi murid-
muridnya yang sekarang berpisah jauh dengannya.
Korespondensi tersebut dilakukan secara rahasia dari desa ke
desa dan dari kota ke kota oleh ‛para tukang pos Nur‛ dengan
salinan-salinan yang dibuat di tengah jalan.49
Pada tahun 1944 Nursi dipindahkan dari Kastamonu menuju
Ankara, kemudian Isparta. Di Isparta Nursi dimasukkan ke penjara, dan
tidak sampai satu bulan ia dipindahkan ke penjara Denizli untuk diadili.
Menteri kehakiman di Ankara menentukan Denizli karena di tempat
tersebut pertama kalinya dilakukan penangkapan atas murid-murid
Nursi. Nursi pun melakukan pembelaan, di antarannya sebagai berikut:
Tuan-tuan! Komite pakar Ankara telah mengukuhkan jawaban
tegas kami kepada tuduhan membentuk komunitas politik,
sebuah dalih yang Anda buat dengan begitu gigih untuk
menyatakan bahwa kami bersalah sebagaimana diputuskan. Pada
saat merasa heran dan takjub dengan kegigihan Anda pada hal
ini, terlintas pula dalam benak saya bahwa persahabatan,
masyarakat yang penuh persaudaraan, jamaah, persatuan tulus
yang mengharapkan akhirat, dan persaudaraan adalah batu
fondasi paling penting bagi kehidupan masyarakat dan tali yang
mengikat erat semua kehidupan. Sekarang sebagian orang
memberi embel-embel nama ‛masyarakat politik,‛ meski tidak
ada unsur politis dalam hal itu. Pada murid-murid Risale-i Nur
yang mengajarkan kebenaran-kebenaran iman, yang paling
patut dipuji dan merupakan persahabatan yang tulus yang
dipusatkan pada pengajaran-pengajaran kebenaran Al-
Qur’an; wahana yang pasti menuju kebahagiaan di dunia
ini, dan di akhirat; dan merupakan kerja sama dan
solidaritas menghadapi hal-hal yang berbahaya bagi

49
Şükran Vahide, Islam in Modern Turkey, 227.

89
negara dan bangsa. Namun demikian, mereka telah
diperdaya dengan cara yang mengerikan, tidak
berperikemanusiaan...50
Situasi yang semakin sulit bagi Nursi dan murid-muridnya
di penjara, sementara menunggu nasib atas keputusan komite
pakar di Ankara yang memeriksa Risale-i Nur. Dalam situasi
tersebut, tepatnya pada 22 April 1944, komite yang bertugas
memeriksa Risale-i Nur menyampaikan laporan kepada
Pengadilan Tinggi Pidana Ankara. Dalam laporan tersebut yang
sampai ke tangan Nursi menyebutkan bahwa 90% Risale-i Nur
berisi tentang penjelasan ilmiah mengenai kebenaran iman dan
tidak ditemukan penyimpangan dari cara ilmiah dan prinsip-
prinsip agama. Nursi dan murid-murinya pun dibebaskan. Dan
beberapa waktu kemudian Nursi mendapat instruksi dari Ankara
untuk tinggal di Provinsi Afyon, yang akhirnya ia akan tinggal
di sana selama tujuh tahun, yaitu sampai Oktober 1951.51
Selama di Afyon Nursi dipenjara selama 20 bulan,
tepatnya pada Januari 1948-September 1949. Penjara ketiga ini,
seperti sebelumnya di penjara Eskisehir dan Denizli dijadikan
Nursi dan Murid-muridnya sebagai Madrasah Yusufiah
(medrese-i Yusufiye). Penjara berubah menjadi ‛madrasah,‛
menyalin Risale-i Nur,52 mengajar para napi lain meskipun
kondisinya jauh lebih kejam dari penjara sebelumnya.
Penangkapan Nursi sudah direncanakan sebelumnya, demikian
pernah disampaikan Mehmet Kayhan Kepala Penjara Afyon.
Nursi divonis penjara dengan ketetapan pengadilan pasal 163
Undang-undang pidana yaitu, ‛mengeksploitasi sentimen agama
dan menghasut orang-orang terhadap pemerintah.‛53

50
Şükran Vahide, Islam in Modern Turkey, 263-264. lihat pula
Bediuzzaman Said Nursi, From the Risale-i Nur Collection: 4, The Rays,
Terj. Şükran Vahide, (Istanbul: Sözler Nesriyat, 2013) ,312-313
51
Şükran Vahide, Islam in Modern Turkey, 260-261.
52
Di antara karya yang dihasilkan di penjara Afyon adalah El-
Hüccetü’z-Zehra, bagian ke-15 dari Risale-i Nur The Rays (al-Shu‘a>‘a>t),
lihat Colin Turner dan Hasan Horkuc, Said Nursi, 32.
53
Şükran Vahide, Islam in Modern Turkey , 285-301.

90
C. Periode Said Nursi ketiga (1950-1960): Konsolidasi
Dakwah Nur dalam Membina Umat
Saat umur Said Nursi semakin senja, usaha dakwah Nur
tidak semakin surut, namun sebaliknya semakin berkembang.
Upaya dakwah Nur dalam membangun dan membina umat di
antaranya diungkapkan Markham dan pirim:
The development and distribution of this way of
thinking and its implication for matters of faith
continued with the emergence of various publishing
houses, organizations, foundations, educational
institutions, press and media, publications and journals,
and academic studies. These developments included the
translation of the Risale-i Nur collection. Starting with
Arabic and English translations in 1990s, the majority
of the text has been translated into more than 35
languages including most European and Asian
languages, and African dialects.54
Kondisi sosial-politik bangsa Turki mengalami perubahan
saat kalahnya Partai Rakyat Republik dalam pemilu bulan Mei
1950 dan berkuasanya Partai Rakyat Demokrat di bawah
pimpinan Perdana Menteri Adnan Menderes.55 Berikut ucapan
surat telegram Nursi kepada presiden Baru Celal Bayar:
Kepada Celal Bayar, Presiden Republik Turki. Kami
mengucapkan selamat. Semoga Allah yang Mahakuasa
menganugerahkan keberhasilan bagi Anda selama
menjalankan bakti untuk Islam, negara dan bangsa. Atas
nama murid-murid Risa>lah al-Nu>r , sebagai salah satu di
antaranya, Said Nursi.

54
Ian S. Markham dan, Suendam Birinci Pirim, An Introduction to
Said Nursi, Life, Thought and Writings (Farnham England: Ashgate,
2011), 18.
55
Pada saat kemenangan Partai Demokrat tanggal 14 Mei tahun
1950, Nursi mengirimkan telegram yang berisi ucapan selamat atas nama
seluruh murid Nur kepada Presiden baru yaitu Celal Basyar. Sang
Presiden pun memberi balasan dengan mengucapkan terima kasih kepada
Nursi. Lihat, M. Ibrahim Abu-Rabi’, Islam at the Crossroads: On the Life
and Thought of Bediuzzaman Said Nursi, 24.

91
Atas surat itu dia mendapat jawaban:
Kepada Bediuzzaman Said Nursi, di Emirdag. Saya benar-
benar tersentuh atas ucapan selamat yang sangat ramah
dari Anda dan kami mengucapkan terima kasih. Celal
Bayar56
Dengan berakhirnya pemerintahan Republik yang
represif, dicabutlah pelarangan terhadap gerakan-gerakan Nursi.
Namun Nursi masih tetap menghadapi berbagai pengadilan
sebab meski pemerintahan telah berganti, birokrasi dan struktur
pemerintahan negara masih banyak dipegang para pendukung
rezim terdahulu. Dua faktor utama kegembiraan umat Islam
atas menangnya partai Demokrat adalah: Pertama, karena partai
Demokrat berhasil menggeser pemerintahan yang memusuhi
Islam. Kedua, karena partai Demokrat memberi keleluasaan
kepada Islam untuk beraktivitas dan mengembalikan azan syar’i
untuk berkumandang.57
Partai demokrat terdiri dari kelompok Islam tradisional
yang lahir sejak diberlakukan sistem politik multi partai pada
tahun 1945. Partai ini di antaranya dipelopori oleh organisasi
tarikat Naqsabandiyah dan Ti>ja>niyah yang dipimpin oleh Celal
Bayar dan Adnan Menderes. Dengan cepat partai ini mendapat
popularitas dan menjadi partai terbesar kedua setelah Partai
Republik sebelum Pemilu 1950. Pada pemilu 1946 partai ini
hanya memperoleh 61 kursi, sedangkan partai Republik
mendapat 396 kursi, namun pada pemilu 1950 partai Demokrat
mendapat 80% kursi 480 kursi dari total kursi 483. dengan
perolehan kursi sebesar itu, maka partai Demokrat bisa berperan
menentukan kebijakan negara.58

56
Lihat Bediuzzaman Said Nursi, Emirdag Lahikasi, (edisi 1959),
2: 16, sebaga dikutip Şükran Vahide, Islam in Modern Turkey, 309.
57
Ih}sa>n Qa>sim al-S}a>lih}iy, Naz}rah ‘A>mmah ‘An H}aya>h Badi>‘ al-
Zama>n Sa‘i>d Al-Nu>rsi> , 78.
58
Moh. Asor Yusuf, Persinggungan Islam dan Barat, Studi
Pandangan Bediuzzaman Said Nursi (Kediri: STAIN Kediri Press, 2009),
43. Untuk informasi tentang pemberlakuan multi partai bisa dilihat pada
Feroz Ahmad, The Making of Modern Turkey (London: Routledge,
1993), 102-120.

92
Pada tahun 1956, Nursi menyatakan untuk mendukung
Partai Demokrat karena pemerintah memperjuangkan Islam
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dan pada tahun
1757 Nursi meminta para pengikutnya untuk memilih Dr.
Tahsin Tola, calon parlemen dari partai Demokrat yang
belakangan menjadi editor biografi Nursi.59 Dukungan Nursi ke
partai Demokrat tidak lain adalah bertujuan untuk memudahkan
akses dakwah Nur yang mana pemerintah tidak ‛alergi‛ lagi
dengan Islam.
Tentang munculnya Said Nursi ketiga dan aktivitasnya,
dituliskan Vahide:
Munculnya Said Ketiga kira-kira berbarengan dengan
kekalahan Cumhuriyet Halk Partisi (Partai Rakyat
Republik) dalam pemilu pada bulan Mei 1950 dan Mulai
berkuasannya Partai Demokrat di bawah pimpinan Adnan
Menderes, meskipun sebenarnya selama di Penjara Afyon
Nursi menulis bahwa dia sudah ‛menduga‛ bahwa ‛Said
Ketiga‛ akan muncul. Di sini, Nursi mengacu kepada
terjadinya perkembangan batin atau ‛membukanya
kuncup‛ yang membangkitkan hasratnya untuk menarik
diri sepenuhnya dari urusan duniawi dan menyerahkan
segala urusan yang berkenaan dengan Risale-i Nur kepada
murid-murid utamanya. Namun dalam praktiknya, dia
tidak bisa melakukan ini, dan dengan pengorbanan yan
amat besar dia tetap mengatur kegiatan-kegiatan yang
berkenaan dengan Risale-i Nur. Dengan berakhirnya
pemerintahan Cumhuriyet Halk Partisi (Partai Rakyat
Republik) yang represif, dicabutlah pelarangan terhadap
gerakan-gerakan Nursi dan dia melewatkan sebagian besar
dari masa ini di Emirdag dan Isparta, namun sesekali dia
berkunjung ke Istanbul, Ankara, dan tempat-tempat lain
yang diperlukan untuk kegiatan-kegiatan terkait dengan
Risale-i Nur.

59
Serif Mardin, Religion and Social Change in Modern Turkey the
Case of Bediuzzaman Said Nursi (New York: Albany, 1989), 101.

93
Pada tahun 1956, setelah pengadilan afyon mencapai
keputusan final dan mencabut segala larangan terhadap
Risale-i Nur, generasi baru murid-murid Nur yang masih
muda segera mencetak dan menerbitkan seluruh koleksi
Risale-i Nur di penerbitan-penerbitan modern dengan
aksara baru... Dengan segala perkembangan ini, gerakan
Nur pun menjadi mapan sebagai sebuah gerakan terpadu
selama masa-masa tersebut. Beberapa perubahan dalam
kehidupan Nursi diarahkan pada upaya melatih murid-
murid Nur generasi baru yang akan menyetir gerakan Nur
setelah Nursi tidak lagi bisa melakukannya.60
Setelah dibebaskan dari penjara Afyon pada 20 September
1949 Nursi tinggal di Emirdag dan berusaha mengoreksi seluruh
kumpulan Risale-i Nur. Pada bulan Oktober 1951 Nursi
berkunjung ke Eskisehir dan dilanjutkan ke Istanbul pada bulan
januari 1952 untuk menghadiri pengadilan bersama salah satu
muridnya di Universitas Istanbul, Muhsin Alew, yang telah
mencetak Genclik Rehberi (Panduan bagi Generasi Muda)
sebanyak 2000 eksemplar. Nursi dituntut Pasal 163 Hukum
Pidana Genclik Rehberi yang dianggap sebagai ‛propaganda
keagamaan yang ditulis dengan tujuan menyesuaikan sistem
negara dengan ajaran-ajaran agama yang bertentangan dengan
prinsip-prinsip sekulerisme.‛
Di Istanbul Nursi banyak didatangi tamu, di antarannya
adalah Deputi Menteri pendidikan Pakistan, Sayyid Ali akbar
Shah, yang sedang melakukan kunjungan resmi ke Turki. Dia
mengunjungi Nursi atas saran dari Menteri Pendidikan Turki,
Taufik Ileri. Pertemuan ini berlangsung pada tanggal 15 januari
1951. Sali Oscan, seorang mahasiswa yang menjadi Murid Nur
diminta Nursi untuk bertindak sebagai penerjemah karena
mereka sama-sama mengerti nahasa Arab. Lebih lanjut Vahide
menyatakan:
...Kemudian dia (Nursi) menjelaskan tentang Risale-i Nur
dan metode kerjanya kepada si tamu, tetapi ketika diskusi
menjadi semakin kompleks, Salih Ozcan kesulitan

60
Şükran Vahide, Islam in Modern Turkey, 305-306.

94
menerjemahkannya. ‛pada saat itulah,‛ tulisnya, ‛ ustad
bangkit berlutut (di atas kasur tempat beliau duduk) dan
mulai berbicara dalam bahasa Arab dengan fasihnya. Saya
tidak pernah mendengar bahasa Arab sefasih itu
sebelumnaya.‛61
Selama tahun 1950-an, Murid-murid Nur semakin banyak
dan tersebar di berbagai belahan dunia, termasuk di Pakistan.
Nursi juga berkorespondensi dengan murid-murid Nur yang
berasal dari tempat-tempat yang jauh seperti Finlandia dan
Washington DC, serta sejumlah negara Islam. Beberapa Murid
Nur berusaha memperkenalkan Risale-i Nur hingga jauh dalam
membangun hubungan. Pada tahun 1954 Nursi mengirim
muridnya Muhsin Alew ke Jerman untuk mengusahakan
percetakan ‛al-Quran Huzrev‛ karena usaha mencetaknya di
Turki berulang kali tapi tidak berhasil. Muhsin Alew tetap
tinggal di Berlin sebagai perwakilan gerakan Nur.62
Nursi juga menerima kunjungan dari para sarjana serta
tokoh keagamaan dari dunia Islam. Terbentunya jaringan yang
merupakan tujuan akhirnya mulai terwujud, pembaruan dan
penguatan hubungan di antara kaum muslimin di Turki dan di
belahan dunia lainnya melalui Risale-i Nur. Atas izin Nursi,
salah seorang murid Nur Selahaddin Celebi pada tahun 1950
mengirim Risale-i Nur dengan judul Zulfikar ke imam masjid
Berlin. Dia juga mengirim ke Universitas al-Azhar Mesir, Duta
Besar Pakistan, dan Sri Paus di Roma. Sebagai balasan atas
kiriman yang terakhir, Nursi mendapat ucapan terima kasih
dari Vatikan tertanggal 22 Februari 1951.63
Spirit Nursi menyampaikan kebenaran yang diyakininya
dengan penuh konsisten telah membentuk gerakan dakwah
transnasional. Risale-i Nur dijadikan acuan teks dalam
memandu gerakan dakwah yang saat ini telah menglobal. Nursi
ingin memberi nilai-nilai pemandu atas modernitas, agar umat
tidak kebablasan. Menurut Nursi, modernitas adalah zamanya

61
Şükran Vahide, Islam in Modern Turkey, 315-316.
62
Lihat Şükran Vahide, Islam in Modern Turkey, 316.
63
Lihat Şükran Vahide, Islam in Modern Turkey, 316.

95
kolektifitas (jama>‘ah) dan Risale-i Nur merupakan sebuah
kepribadian kolektif yang terbentuk dari keikhlasan dan
pengorbanan diri Nursi dan murid-muridnya.64 Tanggung jawab
terhadap umat untuk menggapai kebahagiannya tergambar pula
dalam ungkapan Nursi:
Aku telah merasakan dan menyaksikan secara langsung,
bahkan aku memiliki seribu pengalaman bahwa hukum
syariah dan sunnah Nabi SAW. merupakan obat terbaik
dan paling mujarab untuk berbagai penyakit rohani,
mental dan kalbu. Terutama yang terkait dengan aspek
sosial kemasyarakatan. Masalah-masalah filsafat dan
hikmah tidak bisa menggantikan mereka. Lewat kesaksian
dan perasaan, aku nyatakan hal ini. Mereka yang
meragukan pernyataanku ini bisa menelaah kembali
bagian dari Risale-i Nur. Dengan mengikuti sunnah Nabi
SAW. Semampu mungkin, kita akan mendapatkan
keuntungan yang besar, kebahagiaan hidup yang abadi,
serta kesuksesan di dunia.65

64
Lihat Şükran Vahide, Islam in Modern Turkey, 335.
65
Bediuzzaman Said Nursi, Kulli>yya>t Rasa>’il al-Nu>r, al-Lama‘a>t, terj. dan
penyunting Ih}sa>n Qa>sim al-S{ha>lihi> (Al-Qa>hirah: Da>r Su>zlar Linnashr, 2013),
80-81.

96
BAB IV

KONSEPSI DAKWAH KOMUNITARIAN


TRANSNASIONAL SAID NURSI

Dalam bab keempat ini, penulis membahas tiga


pembahasan terkait gerakan konsepsi dakwah komunitarian
Said Nursi dan penerapannya di Indonesia. Pertama,
pembahasan mengenai konsepsi dakwah yang dibangun dan
dibina gerakan dakwah Nur. Dakwah tersebut terkait dengan
aspek Mura>salah sebagai bentuk Tabli>gh, Usta>dhiyyah al-
Qur’a>n sebagai dasar perubahan (Taghyi>r), Shah}s} Ma‘nawi>
sebagai bentuk Takwi>n al-Ummah dan al-Amr bi al-Ma‘ru>f wa
al-Nahy ‘an al-Munkar, al-fana>’ fi al-ikhwa>n dalam
mewujudkan Khairiyyah al-Ummah yang dilakukan gerakan
dakwah Nur. Kedua, konsepsi terkait nilai-nilai dakwah
komunitarian sebagai gerakan pembinaan umat berbasis
komunitas. Ketiga, membahas usaha dakwah Nur dalam
pembinaan umat (Community Development).

A. Dakwah (Islamic Communication) yang Dibangun Gerakan


Dakwah Nur
Sebagai gerakan sosial Islam, dakwah Nur mengupayakan
agar penerima dakwah (mad‘u>/receiver) dapat menyerap dan
mengaplikasikan nilai-nilai ajaran Islam yang terkandung dalam
kitab karangan Bediuzzaman Said Nursi Risale-i Nur. Nilai-
nilai tersebut hendaklah dimaknai dengan semangat dakwah
yang menghendaki keterpaduan antara hubungan horizontal dan
vertikal sekaligus. Sebagaimana diungkapkan Bakti:
Komunikasi Islam tentunya bukan hanya komunikasi
secara horizontal kepada sesama namun juga komunikasi
yang terjadi secara vertikal antara Pencipta yaitu Allah
S.W.T. dengan kita sebagai hamba-Nya. Para pemikir
Muslim telah mengembangkan berbagai teori komunikasi
yang menjadi komunikasi alternatif yang kemudian kita

97
sebut sebagai komunikasi Islam yang menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan dan fitrah penciptaan manusia.1
Dalam komunikasi Islam, tabli>gh (information) yang
disampaikan selain jelas dan positif diharapkan dapat membawa
perubahan bagi penerima pesan. Lebih jauh, tabli>gh berfungsi
sebagai transformasi sosial yang tujuannya adalah perubahan.
Perubahan yang baik memerlukan pembangunan dan pembinaan
yang berkesinambungan, kondisi yang kondusif serta upaya-
upaya kongkrit dan inovatif dalam membangun Sumber Daya
Manusia (SDM). Saat pembinaan dan pembangunan
berlangsung, umat memerlukan panduan, di sinilah fungsi etika
(akhla>q/ ethics) memainkan peran yang penting dalam menuju
masyarakat terbaik. Dalam dakwah Nur, teks panduan Risa>lah
al-Nu>r dan gerakannya, dapat dilihat dari perspektif teori
dakwah, yaitu: 1. Tabli>gh; 2. Taghyi>r; 3. tawi<<n al-ummah, al-
amr bi al-ma‘ru>f wa al-nahy ‘an al-munkar; Dan al-ummah al-
khairiyyah, akhla>q. Teori dakwah tersebut digunakan untuk
menggali pemikiran Said Nursi dan gerakannya di Indonesia.
Risale-i Nur karangan Said Nursi tersebut merupakan inspirasi,
acuan gerakan dan mewujud dalam perilaku para T}ulla>b al-Nu>r
(pembaca dan pengamal Risale-i Nur), khususnya dalam
konteks gerakan dakwahnya di Indonesia.
Diperlukan masyarakat yang baik guna membangun
peradaban yang gemilang dengan berdasarkan pada nilai-nilai
Islam. Selain itu dibutuhkan pula kemandirian, resepsi dan
partisipasi aktif dalam menyerap, mengimplementasikan setiap
proses pembangunan. Umat harus mampu dan bisa membantu
diri mereka sendiri (self-help-strategy)2 tanpa kehilangan fungsi
kemanusiaannya sebagai hamba. Islam selalu mendorong
kemajuan pembangunan dan keterlibatan manusia dalam urusan

1
Lihat Andi Faisal Bakti dan Venny Eka Meidasari, ‛Trensetter
Komunikasi di Era Digital: Tantangan dan Peluang Pendidikan
Komunikasi dan Penyiaran Islam‛, Jurnal Komunikasi Islam, Vol. 02, No.
01, Juni 2012, 4.
2
Lihat Andi Faisal Bakti, ‛Relefansi Pemikiran Nurcholish Madjid
untuk Pembangunan Bangsa,‛ Titik Temu Jurnal Dialog Peradaban, Vol.
6, No. 1, Juli-Desember 2013, 39.

98
duniawi.3 Lebih lanjut, bagaimana konstruksi dakwah Nur
terkait upayanya dalam membangun komunitas yang unggul
dalam perspektif teori dakwah di atas, akan diuraikan dalam sub
bab selanjutnya.
A.1. Konsep Mura>salah sebagai bentuk tabli>gh
Berawal dari kondisi masyarakat Turki yang
terpuruk dan mengenaskan dalam aspek sosial dan politik
pada masa pemerintahan rezim sekuler Mustafa Kemal
Atatürk, turut mengusik dan mendorong keterpanggilan
Said Nursi untuk memperbaiki kondisi tersebut. Spirit
memperbaiki dan membina ummah terlihat dari karya Said
Nursi dalam Risale-i Nur. Karena pentingnya Risale-i Nur
untuk dipedomani umat, maka Nursi berusaha merintis,
mengembangkan dan menggalakkan gerakan dakwah
membaca Risale-i Nur melalui sistem dershane. Lebih
lanjut, Nursi tidak hanya mengiginkan karyanya dibaca,
namun lebih penting lagi jika dipedomani dan menjadi
panduan manusia modern dalam membangun komunitas
dengan semangat tabli>gh.4
Dalam kondisi dan situasi yang sulit, Nursi terus
dimata-matai dan diintimidasi setiap saat oleh rezim
Mustafa Kemal. Dalam situasi tersebut Nursi tidak pernah
surut dalam dakwah. Ia terus berkarnya dan menuangkan

3
Lihat Isma’il R. Al-Faruqi dan Lois Lamya Al-Faruqi, Atlas
Budaya Islam, Menjelajah Khazanah Peradaban Gemilang , (Bandung:
Mizan, 1998), 217. Diterjemahkan dari The Cultural Atlas of Islam, (New
York: Macmillan Publishing Company, 1986).
4
Menurut Bakti, dalam ilmu dakwah dan komunikasi dikenal
empat level kesuksesan dalam berkomunikasi, yang pertama yaitu level
menyampaikan (tabli>gh) sebuah pesan kepada orang lain, dalam hal ini
targetnya adalah pemahaman dan pemaknaan. Lihat Andi Faisal Bakti,
‚Konstruksi Dakwah Islam Universal Melalui Haji,‛ dalam Dinamika dan
Perspektif Haji Indonesia (Jakarta: Kementerian Agama RI Direktorat
Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, 2010), 127. lihat pula Andi
Faisal Bakti, ‚The Contribution of Dakwah to Communication Studies:
Risale-i Nur Collection Perspective‛, International Bediuzzaman
Symposium, Knowledge, Faith, Morality and the Future oh Humanity
(Istanbul: The Istanbul Foundation for Science and Culture, 2010), 195-
213.

99
pemikirannya. Karya dalam bentuk surat-menyurat
(mura>salah) atau korespondensi dengan para muridnya yang
berisi pesan-pesan dakwah dituangkan dalam Risale-i Nur
dengan judul al-Mala>h}iq fi> fiqh da‘wah al-Nu>r. Pesan utama
dakwah dalam mura>salah tersebut adalah pentingnya iman
dan al-Qur’an untuk dapat dipedomani.5 Tema dan pesan
tersebut sejalan dengan Risale-i Nur.
Lebih jauh perhatian Nursi terhadap Risale-i Nur
diungkapkan Adib Ibrahim bahwa Nursi merupakan seorang
guru agung ketika menulis pemikiran-pemikiran atau
menjelaskannya kepada orang lain di sekitarnya. Ia berguru
dan duduk berhadapan laksana seorang murid di hadapan
gurunya, menelaahnya berulang-ulang dan senantiasa
merujuk karyanya. Dan dia selalu menghimbau para
muridnya agar senantiasa berpegang teguh dan mengambil
pelajaran dari Risale-i Nur. Sebaliknya ia melarang murid-
muridnya melirik dan memuja pribadinya.6
Nursi menekankan pentingnya aspek peribadatan
individu yang dapat berdampak pada keharmonisan
hubungan sosial. Pada setiap menit, bahkan setiap waktu,
ungkap Nursi, manusia membutuhkan Allah, dengannya
pula ruh bisa bernafas.7 Aspek tersebut relevan dengan
5
Lihat Ih}sa>n Qa>sim al-S}a>lih}i> pengantar penerjemah dalam
Bediuzzaman Said Nursi, Kulli>yya>t Rasa>’il al-Nu>r, al-Mala>ḥi>q Fi> fiqh Da‘wah
al-Nu>r, terj. dan penyunting Ih}sa>n Qa>sim al-S{a>lihi> (Al-Qa>hirah: Da>r Su>zlar
Linnashr, 2013), 8.
6
Adib Ibrahim Dabbag, catatan pendahuluan dari Risa>lah khusus
yang dikumpulkan oleh T}ulla>b al-Nu>r Zubair Kondoz Alab yang
kemudian diberi judul Khidmah Rahbari yang kemudian diterjemahkan ke
Bahasa Arab oleh Ih}sa>n Qa>sim al-S}a>lih}i> dengan judul, Kulliya>t Rasa>il al-
Nu>r, Murshid Ahl al-Qur’a>n Ila> H}aqa>’iq al-I>ma>n (Al-Qa>hirah: Da>r Su>zlar
lin}n}ashr, 2004), 7. Saat penerjemahan ke bahasa Arab inilah, penerjemah
Ih}sa>n Qa>sim meminta Adib Ibrahim Dabbag yang berkebangsaan Irak
untuk memberi sambutan. Buku tersebut juga telah diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia, dengan judul Murshid Ahlu al-Qur‘a>n Ila> H}aqa>iq
al-I>ma>n, terj. Hasanuddin Alimuddin, Mahkamah Mahdin & Syamsu
Alam Darwis, (Cairo: Sözler Publications, 2008).
7
Bediuzzaman Said Nursi, Kulliyya>t Rasa>’il al-Nu>r, al-Mathnawi>
al-‘Arabi> al-Nuri>. Terj. dan Penyunting Ih}sa>n Qa>sim al-S{ha>lihi> (Al-
Qa>hirah: Da>r Su>zlar lin}n}ashr, 2013), 234.

100
temuan Alexis Carrel sebagaimana dikutip Shari’ati bahwa
manakala doa dan tradisi beribadah mulai merosot dan
dilupakan dalam suatu masyarakat, maka bangsa dan
masyarakat itu tidak akan dapat bertahan dan akan
mengalami keruntuhan.8 Perhatian Nursi pada kemaslahatan
umat, ia kobarkan sepanjang hayatnya, untuk menjaga
keterpurukan manusia di zaman modern.
Ustad Said Nursi menekankan bahwa saat da‘i
menyampaikan pesan dakwah dan membimbing umat,
hendaklah tidak menjadikan hasil sebagai tujuan. Lebih
lanjut, Nursi memberikan bimbingan:
Sebagian teman bertambah semangat dan bertambah
rindu kepada Risale-i Nur saat melihat orang-orang
memberikan respon kepadanya. Mereka pun begitu
bersemangat. Namun, ketika orang-orang tidak
meresponnya, kekuatan jiwa mereka melemah dan
api kerinduan mereka padam. Hal ini tentu tidak
dibenarkan. Nabi Muhammad SAW. sebagai seorang
guru agung, teladan, dan pemimpin tertinggi semua
manusia telang menjadikan perintah Ilahi:
‛kewajiban Rasul hanyalah menyampaikan secara
jelas‛ (Q.S. An-Nu>r (24): 54), sebagai petunjuk dan
pembimbing Nabi. Karenannya, setiap kali kaum
yang lemah itu berpaling, beliau justru tambah
bersemangat dalam menyampaikan risalah. Sebab,
beliau yakin betul bahwa hidayah adalah urusan
Allah, sebagaimana ayat: ‛Sungguh, engkau
(Muhammad) tidak tidak dapat memberi petunjuk
kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah
memberi petunjuk kepada orang yang ia Dia
kehendaki‛ (Q.S. al-Qas}as} (28): 56). Oleh sebab itu,
Nabi tidak ikut campur dalam urusan Allah.9

8
Ali Shari’ati, Islam Mazhab Pemikiran dan Aksi, terj. M.S.
Nasrullah dan Afif Muhammad (Bandung: Mizan, 1995), 107.
9
Lihat Bediuzzaman Said Nursi, From the Risale-i Nur Collection,
The Flashes, Terj. Şükran Vahide (Istanbul: Sӧzler Nesriyat, 2013), 179-180. Lihat
pula Andi Faisal Bakti, The Contribution of Dakwah to Communication
Studies: Risale-i Nur Collection Perspective, International Bediuzzaman

101
Informasi positif yang disampaikan pengirim pesan
kepada penerima pesan diharapkan berdampak paralel dan
simetris dengan pesan yang diinformasikan. Namun jika
pengirim pesan atau pesan yang disampaikan ’meragukan,’
maka penerima pesan hendaklah bersikap kritis dengan
melakukan tabayyun (klarifikasi), demikian ungkap Bakti
dengan mengutip ayat: ‛jika seorang yang fasik datang
kepadamu dengan membawa suatu berita (informasi), maka
telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu
kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu
menyesali perbuatanmu itu‛ (Q.S. Al-H}ujura>t (49): 6).10
Ustad Nursi senantiasa mengingatkan tugas utama
murid-murid Nur adalah berkhidmah (hizmet) pada al-
Qur’an dan iman serta menekankan pentingnya kualitas
berbanding kuantitas. Nursi menegaskan, ‛kita semua
sangat memerhatikan isi dan cara tanpa melihat banyak dan
jumlahnya.‛11 Usaha dakwah Nur di Indonesia dalam
menyampaikan pesan-pesan Risale-i Nur untuk dipahami
dan diamalkan dilakukan dengan berbagai kegiatan, seperti:
kajian harian, mingguan, seminar, simposium, bedah buku,
program baca, penerjemahan, percetakan dan penyebaran
buku, dan membuka dershane baru.
Tema-tema yang dianggap penting dan mendesak
mendapat prioritas penerjemahan dan sosialisasi, seperti
tentang keihklasan dan persaudaraan. Keikhlasan dan
persaudaraan merupakan salah satu metode dakwah penting
dalam membangun masyarakat menurut Nursi. Untuk
kepentingan tersebut, buku yang diambil dari koleksi
Risale-i Nur yang kemudian diberi judul Menanamkan
Keikhlasan Merajut Persaudaraan, dibagikan secara cuma-

Symposium, Knowledge, Faith, Morality and the Future oh Humanity


(Istanbul: The Istambul Foundation for Science and Culture, 2010), 199-
200.
10
Lihat Andi Faisal Bakti, The Contribution of Dakwah to
Communication Studies: Risale-i Nur Collection Perspective,
International Bediuzzaman Symposium, 200.
11
Said Nursi, Murshid Ahl al-Qur’a>n Ila> H}aqa>’iq al-I>ma>n, 80.

102
cuma. Demikian pula Koleksi buku lainnya yang berjudul
Misteri Puasa, Hemat dan Syukur .
Informasi tentang dakwah Nur di Indonesia juga
bisa diakses melalui www.nursemesta.org yang memuat
berbagai informasi terkait gerakah dakwah Nur. Media
lainnya guna menyebarkan pemikiran Nursi yang dilakukan
dakwah Nur adalah kajian rutin mingguan di stasiun radio
Ras FM 95.5, setiap hari Rabu, atau bagi yang tidak dapat
sinyal dapat mengakses melalui streaming di
www.rasfmjakarta.com. Selain itu, informasi dan kajian
serta diskusi dilakukan gerakan dakwah Nur dengan
menggunakan grup WhatsApp (WA). Kajian di WA
dilakukan pada malam minggu pada pukul 20.00 WIB
hingga 21.00 WIB. Anggota grup berjumlah seratus delapan
lima anggota. Kajian melalui WA telah berjalan sejak 2015

A.2. Usta>dhiyyah al-Qur’a>n sebagai dasar perubahan


(Taghyi>r)
Taghyi>r yang dikehendaki Nursi adalah menjadikan
Al-Quran dan Sunnah Nabi sebagai acuan etika komunitas
Muslim yang tertuang dalam karnyanya Risale-i Nur.
Usta>dhiyyah al-Qur’a>n, yang bermakna al-Qur’an sebagai
guru utama, bukan berarti tidak menggunakan sunnah Nabi
Muhammad SAW. Nursi senantiasa mengajak umat untuk
menjadikan al-Qura’an sebagai acuan dan guru.
Nursi menekankan aspek tauhid dan iman sebagai
pondasi perubahan, kesadaran dan kebahagiaan. Nursi
menghendaki perubahan kearah yang positif, masyarakat
yang berkemajuan baik materi maupun spiritualitas. Nursi
terus berusaha agar umat bisa bangkit dan berubah dari
keterpurukan kehidupan sosial dan politik. Perubahan hanya
dapat terjadi dengan sikap proaktif dari masyarakat itu
sendiri. Bakti menyatakan bahwa dalam perspektif
komunikasi Islam situasi dan kondisi model transisi disebut
taghyi>r (change). Lebih lanjut Bakti mengutip al-Quran,
‛Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum
sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri‛
(Q.S. al-Ra‘d (13): 11). Dengan semangat perubahan ungkap

103
bakti, diharapkan dapat memperbaiki kondisi yang terjadi,
dapat menghasilkan temuan-temuan dan inovasi dalam
berbagai bidang, khususnya ilmu pengetahuan dan
teknologi. Bakti menyatakan pentingnya semangat inovasi
bagi para pelajar guna menghasilkan temuan-temuan baru
nantinya, sebagaimana diungkapkannya:
When using this approach in teaching, students
should be encouraged to gain new knowledge, but a
knowledge which is beneficial and satisfactory for
them. As the nafs/anfus/qalb (state of the mind of
psyche or heart) is the key to change according to
Islam, with freedom of choice as central for
students. In the course of their studies, students are
encouraged to choose by themselves topics of paper
or discussion or seminar, say for example in relation
to peace. Thus, students can be directed for example
to explain tawhid (the concept of Creator-Creature
unity with God as well as the ideas of qawm and
ummah (community) in the heart of sustainable
development for peace. Islamic communication
scholars now call this approach the ummatic
(communitarian) approach to change. Thus, the goal
is really to establish a community, which is strong
yet open to others, far remote from being sectarian
communitarian.12
Helmi salah seorang Murid Nur menyatakan bahwa,
kehidupannya mengalami perubahan yang positif setelah
mengenal, berinteraksi, membaca dan mengamalkan Risale-
i Nur. Lukman Helmi pernah tinggal di dershane selama dua
tahun 2011-2012, setelah itu ia tinggal di asrama Ma’had
‘Ali Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah di
jalan Legoso, kelurahan Pisangan, kecamatan Ciputat
Timur, Tangerang Selatan, Banten. Lebih lanjut Helmi
menyatakan, ‚nilai-nilai positif ketika tinggal di dershane,
saya terapkan saat tinggal di Ma’had ‘Ali, seperti shalat
12
Lihat Andi Faisal Bakti, The Contribution of Dakwah to
Communication Studies: Risale-i Nur Collection Perspective,
International Bediuzzaman Symposium, 204.

104
tepat waktu dan berjamaah, kemandirian, kebersamaan dan
hidup sederhana‛. Saya dijadikan panutan bagi teman-
teman lain di Ma’had,‛ kata Helmi yang saat itu mengambil
kuliah Jurusan Hubungan Internasional di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.13 Pengalaman serupa dialami pula
oleh penghuni dershane lainnya yang telah tinggal beberapa
tahun di sana dan kemudian tinggal dan membaur dengan
komunitas barunya.
Salah seorang peserta program baca yang mirip model
pesantren kilat dalam konteks Indonesia, Syaifuddin Zuhri
menyatakan bahwa anaknya mengalami perubahan yang
positif setelah mengikuti program tersebut. Lebih Lanjut ia
menyatakan:
Anak saya saat ini lebih tekun dalam shalat dan
berusaha tidak meninggalkannya. Ia memperoleh
pengalaman dan kesan yang mendalam saat mengikuti
program baca tersebut. Saya sangat bersyukur dengan
adanya perubahan positif yang terjadi pada anak saya
setelah mengikuti kegiatan yang diadakan Yayasan
Nur Semesta.14
Perubahan yang terjadi setelah berinteraksi dengan
dengan karya-karya Nursi merupakan bentuk nyata
bagaimana karya tersebut memiliki daya magnet bagi
pembacanya. Ustad Nursi sendiri hingga akhir hayatnya
berusaha untuk membina dan memajukan umat dalam
situasi politik yang sulit sekalipun. Ia mengiginkan agar
kondisi umat dapat terus berubah sesuai dinamika zaman.
Pada saat situasi mengancam kestabilan pemerintah dari
rongrongan yang dilakukan oposisi, Nursi pernah beberapa
kali mengusulkan agar Ayasovia kembali dibuka dan
dijadikan Masjid dan mengumumkan secara resmi bahwa
Risale-i Nur dan gerakannya tidak berbahaya dan tidak
terlarang. Usulan tersebut dimaksudkan Nursi sebagai
bentuk ketegasan pemerintah atas eksistensi Islam dan
dakwah Nur, guna membendung gelombang sekulerisme

13
Wawancara dengan Lukman Helmi pada 14 September 2015.
14
Wawancara dengan Syaifuddin Zuhri pada 26 November 2015.

105
yang mengerogoti pemerintahann dan sekaligus
dimaksudkan untuk mengangkat popularitas pemerintah.
Namun, sayangnya usulan tersebut tidak dipenuhi, hingga
akhirnya pemerintahan berhasil dikudeta pada tahun 1960.15

A.3. Shah}s} ma‘nawi> sebagai bentuk Takwi>n al-Ummah dan


al-amr bi al-ma‘ru>f wa al-nahy ‘an al-munkar
Takwi>n al-ummah dan al-amr bi al-ma‘ru>f wa al-
nahy ‘an al-munkar16 yang disejajarkan dengan
development atau pembangunan, dalam dakwah Nur
merupakan upaya dalam membangun komunitas unggul
yang berkemajuan dengan upaya transformasi teks Risale-i
Nur ke konteks (realitas sosial). Transformasi tersebut
membutuhkan energi dan spirit yang dikenal dengan
dakwah sebagai bentuk tanggung jawab individu dan
kelompok. Upaya ustad Nursi membentuk kelompok
(jama>‘ah) atau komunitas adalah usaha kongkrit dalam
upayanya membangun dan membina umat agar tidak
tergerus dengan kondisi zaman dengan berpegang teguh
pada nilai-nilai ajaran Islam.17
Jama>‘ah yang Nursi tekankan adalah komunitas
yang memiliki kepribadian kolektif maknawi (Shah}s}
ma‘nawi> ) yang diikat oleh iman, ikhlas dan persaudaraan,
serta nilai-nilai spirit Islam lainnya. Peluang dalam
menyebarkan Risale-i Nur selalu dilakukan oleh para T}ulla>b
al-Nu>r sebagai upaya transformasi membangun jama>‘ah
yang bertujuan untuk pembinaan dan perubahan menuju al-
ummah al-khairiyyah.

15
Lihat Şükran Vahide, Islam in Modern Turkey, An Intellectual
Biography of Bediuzzaman Said Nursi, 338.
16
Ayat yang seringkali dirujuk ketika berbicara amar makruf nahi
mungkar adalah surat A>li ‘Imra>n ayat 104.
17
Mowlana menegaskan amar makruf nahi munkar menuntut
prinsip adanya tanggung jawab individual dan kelompok dalam
menyiapkan generasi penerus untuk menerima ajaran-ajaran Islam dan
mengambil manfaat darinya. Lihat Hamid Mowlana, Global
Communication in Transition, The End of Diversity ? (California: Sage
Publications, 1996), 121-122.

106
Pada tahun 2002 Direktur Istanbul Foundation for
Science and Culture, Paris Kaya tidak menyia-nyiakan
kesempatan saat direktur Pascasarjana M. Shirozi
menawarkan agar diutus dua orang dari Turki untuk
melanjutkan studi di program pascasarjana tersebut. Saat itu
dikirimlah dua orang, di antaranya adalah Hasbi Sen.18
Dalam perkembangannya, Hasbi menjadi salah tokoh utama
gerakan dakwah Nur di Indonesia.
Pembangunan yang hendak dicapai dalam dakwah
Nur adalah kesadaran umat atas perintah Allah melalui
Rasulnya. Kebahagiaan hanya dapat diperoleh melalui
kesadaran untuk mengikuti ajaran Islam dengan tekun dan
konsisten. Upaya mengajak orang lain ke jalan Tuhan
merupakan tanggung jawab seorang Muslim, Mowlana
menyatakan, ‛Muslims have the responsibility of guiding
one another, and each generation has the responsibility of
guiding the next.‛19 Semangat tanggungjawab dakwah
tersebut yang menjadi spirit murid-murid Nur untuk
menyebarkan dan membina umat di berbagai Negara. Eyup
Aluçluer misalnya, seorang Vakif (Wa<kif) yang berasal dari
Turki ketika ditanya motif ke Indonesia, jawabannya adalah
karena motivasi dan semangat untuk hizmet membantu
Hasbi Sen dalam mengembangkan dakwah Nur di
Indonesia.20
Beragam upaya dilakukan dakwah Nur di Indonesia
guna mengupayakan proses pembentukan dan pembangunan
umat. Di antara upaya tersebut adalah membuka dershane-
dershane, memperluas kajian-kajian Risale-i Nur,
memperkuat jaringan, merekrut jamaah kajian, mencetak
karya-karya Nursi dalam bahasa Indonesia, melakukan
kajian akademik seperti seminar, simposyum, bedah buku,
dan lain-lain. Sejak tahun 2014 Yayasan Nur Semesta juga
mengirimkan putra bangsa Indonesia yang terpilih guna
mengikuti program dua tahun menghafal al-Qur’an di Turki.

18
Wawancara dengan Hasbi Sen 5 April 2016.
19
Hamid Mowlana, Global Communication in Transition, The End
of Diversity? (California: Sage Publications, 1996), 121.
20
Wawancara dengan Eyup Aluçluer 14 Oktober 2016.

107
Makna pembangunan yang seutuhnya selain
tercapainya kesejahteraan fisik (materi) adalah tercapainya
kebahagaiaan nonfisik (intelektual, mental, moral dan
spiritual).21 Nursi menegaskan bahwa Islam memiliki
potensi untuk menggapai kemajuan spiritual dan materiil.
Nursi optimis bahwa masa depan Islam secara fisik
(materiil) akan memimpin. ‛Sebab, di jantung sosok
maknawi dunia Islam terdapat lima kekuatan yang tidak
bisa dikalahkan. Ia begitu kuat dan kokoh.‛ Lebih lanjut
Nursi mengungkapkan lima kekuatan yang dimaksud:
Pertama, ‛hakikat Islam‛ yang merupakan guru bagi
seluruh kesempurnaan dan kemuliaan---di mana ia
menjadikan 350 juta muslim (sekarang 1,5 milyar)
laksana satu jiwa, serta menyiapkan sebuah
peradaban hakiki dan pengetahuan yang benar---
memiliki kekuatan yang tidak bisa dikalahkan oleh
kekuatan manapun. Kedua, ‛kebutuhan mendesak‛
yang merupakan guru hakiki bagi peradaban dan
industri yang dilengkapi oleh berbagai sarana dan
prinsip sempurna. Begitu pula ‛kemiskinan‛ yang
membinasakan kita. Nah kebutuhan dan kemiskinan
merupakan dua kekuatan yang tidak bisa dibungkam
dan dikalahkan. Ketiga, ‛kebebasan syar’i‛ yang
mengarahkan umat manusia kepada jalan persaingan
yang sehat menuju berbagai keluhuran dan tujuan
mulia di mana ia menghancurkan segala bentuk
tirani sekaligus menumbuhkan kesadaran mulia
dalam diri manusia; kesadaran yang berhias
sejumlah perasaan untuk bersaing, iri, bangkit secara
utuh, cenderung pada pembaruan dan kemajuan.
Kekuatan ketiga ini (kebebasan syar’i) bermakna
menghias diri dengan sejumlah derajat
kesempurnaan dan keinginan padanya sebagai hal
termulia yang paling layak dimiliki manusia.

21
Lihat Mulyadi Kartanegara, Etika: The Art of Living dalam
Menembus Batas Waktu, Panorama Filsafat Islam (Bandung: Mizan,
2002), 67-84.

108
Keempat, ‛heroisme Islam‛ yang disertai kasih
sayang. Maksudnya, sikap tidak rela diri ini hina di
hadapan kaum zalim dan tidak menghina pihak yang
terzalimi. Dengan kata lain, tidak menyanjung para
tirani serta tidak bersikap sombong terhadap
kalangan miskin. Ini merupakan salah satu prinsip
kebebasan syar’i yang sangat penting. Kelima,
‛kemuliaan Islam‛ yang menyuarakan penegakan
kalimat Allah. Pada masa kita sekarang, penegakan
kalimat Allah bergantung pada kemajuan materiil
dan masuk ke dalam arena peradaban hakiki. Tentu
saja, sosok maknawi dunia Islam di masa mendatang
akan memahami dan mewujudkan tuntutan iman
untuk menjaga kemuliaan Islam. Sebagaimana
kemajuan Islam di masa lalu adalah dengan
melenyapkan sikap fanatik musuh, menghancurkan
keangkuhannya, serta menangkal permusuhannya.
Semua itu terwujud dengan kekuatan senjata dan
pedang. Maka sekarang sebagai ganti dari senjata
dan pedang, musuh akan dikalahkan dan
dilumpuhkan lewat pedang maknawi dari peradaban
hakiki, kemajuan materiil, kebenaran, dan hakikat.22
Nursi melanjutkan bahwa yang dimaksudnya dengan
peradaban adalah berbagai sisi yang memberikan manfaat
dan kebaikan bagi umat manusia, bukan berbagai dosa dan
keburukannya. ‛Orang-orang yang bodoh, menganggap
keburukan tersebut sebagai sebuah kebaikan sehingga
menirunya dan merusak apa yang kita miliki,‛ tegas Nursi.
Nursi melanjutkan, ‛mereka menjadikan agama sebagai
sogokan untuk mendapatkan dunia. Namun ternyata mereka
tidak mendapatkannya dan tidak akan pernah mendapatkan
apa-apa.‛23
Pembangunan moral umat menuju peradaban yang
gemilang senantiasa menjadi fokus Nursi dalam karya-

22
Lihat Bediuzzaman Said Nursi, Kulli>yya>t Rasa>’il al-Nu>r, S}aiqal al-
Islam au A>tha>r Sa‘i>d al-Qadi>m, 369-370.
23
Bediuzzaman Said Nursi, Kulli>yya>t Rasa>’il al-Nu>r, S}aiqal al-Islam au
A>tha>r Sa‘i>d al-Qadi>m, 370.

109
karyanya. Hal tersebut dimaksudkan untuk membentengi
umat dari berbagai perubahan yang terus berjalan. Nursi
juga mendorong umat untuk maju secara materiil, namun
bukan menjadi materialistis. Hal tersebut nampak jelas
dalam upayanya dalam mendirikan pendidikan yang
berbasis ilmu pengetahuan dan sains modern, tanpa
meninggalkan agama.
Kondisi umat yang pekat karena agama dijauhkan
dari kehidupan masyarakat membutuhkan sosok yang berani
menyuarakan pentingnya agama dalam kehidupan
bermasyarakat. Nursi bangkit menyuarakan hakikat agama,
seraya membangunkan masyarakat yang ikut terbuai dengan
gelombang sekulerisme. Bagaimana usaha Nursi dalam
membangun peradaban, Fethullah Gülen menyatakan bahwa
Nursi memproklamirkan perang atas kebodohan,
kemiskinan, dan perpecahan. Ia mendobrak berbagai asumsi
dan ilusi yang membayangi masyarakat. Di samping
memproklamirkan perang terhadap atheisme dan
pengingkaran terhadap Tuhan, ia juga menenggelamkan
berbagai kebatilan dan khurafat serta menutup pintu
darinya. Keberanian Nursi sulit dicarikan tandingannya, ia
mendiagnosa sejumlah problem dan penyakit kronis, seraya
memberikan cara penyembuhan darinya.24
Pembangunan dan pembinaan umat yang
dimaksudkan Nursi adalah upayanya dalam melindungi dan
menumbuhkan ketahanan masyarakat dari berbagai
problematika yang muncul seiring perkembangan zaman.
Spirit karyanya dalam Risale-i Nur yang menjadi panduan,
mencerminkan usaha total Nursi dalam membangun
peradaban masyarakat yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Dalam melaksanakan amar makruf nahi mungkar, ungkap
Moqsith Ghazali diperlukan pula kearifan para penegak

24
Muhammad Fethullah Gülen, ‛Taqdi>m‛, dalam Kulli>yya>t rasa>’il al-
Nu>r, al-Lama‘a>t, 11.
11.

110
amar makruf nahi mungkar agar aktivitasnya tidak kian
menambah jumlah kemungkaran di tengah masyarakat.25
Pembangunan dan pembinaan umat lebih lanjut akan
dibahas dalam bab kelima, khususnya terkait kemandirian
sebagaimana diungkapkan Bakti bahwa pembangunan
memerlukan kemampuan untuk kemandirian individu dan
bangsa, swasembada dalam semua aspek kehidupan.26

A.4. Al-fana>’ fi al-ikhwa>n dalam mewujudkan khairiyyah al-


ummah
Modernitas dengan segala keunggulan dan
kekurangannya memerlukan panduan agar tidak
‘kebablasan.’ Fazlur Rahman mengusulkan suatu etika yang
bersumber dari al-Qur’an untuk memandu dan kritis
terhadap modernitas.27 Nilai-nilai kebaikan dalam usaha
mewujudkan komunitas yang unggul (khairiyyah al-ummah)
sebagaimana pernyataan Fazlur Rahman merupakan usaha
yang perlu dibangun dan dibina secara berkesinambungan.
Usaha dakwah Nur yang dipandu teks Risale-i Nur
merupakan bentuk kongkrit upaya untuk mencapai
masyarakat yang ideal tersebut, yang didasarkan pada
kepribadian kolektif maknawi (al-shakhs} al-ma‘nawi>).
25
Abd. Moqsith Ghazali, Tafsir atas Amar Makruf Nahi Mungkar
dalam Islam, Titik-Temu Jurnal Dialog Peradaban, Vol. 7, No. 1, Juli-
Desember 2014, 57.
26
Amar ma’ruf nahi mungkar yang disejajarkan dengan
development menurut Bakti berfokus pada proses pembangunan negara
maju yang diikuti oleh negara-negara berkembang. Proses tersebut
dimulai dengan teori penyebaran, penemuan atau difusi teknologi
(diffusion of innovation) dan diakhiri dengan teori penerimanaan atau
partisipasi aktif (active reception). Active reception menekankan
pentingnya membangun self-help dan self-sufficiency, kemandirian
individu dan bangsa, swasembada dalam semua aspek kehidupan. Lebih
lanjut lihat Andi Faisal Bakti, The Contribution of Dakwah to
Communication Studies: Risale-i Nur Collection Perspective, 205-207.
lihat pula Andi Faisal Bakti, Communication and Family Planning In
Islam, South Sulawesi Muslim Perseptions of a global Development
Program (Jakarta-Leiden: INIS, 2004), 37-49.
27
Lihat Fazlur Rahman, Metode dan Alternatif Neomodernisme
Islam, terj. Taufik Adnan Amal, (Bandung: Mizan, 1994), 67.

111
Ketika kepribadian kolektif dapat terbangun maka akan
muncul sikap dan sifat mementingkan orang lain, bahkan ia
dapat meleburkan dirinya pada diri orang lain (Al-fana>’ fi
al-ikhwa>n).
Menurut Nursi, tersebarnya akhlak tercela karena
bersumber dari sikap meninggalkan ajaran agama ( shari‘a>t).
Selama kiamat yang dijanjikan kepada manusia belum tiba,
maka siapapun mengharapkan rahmat dari Zat yang Maha
Pengasih dan Penyayang. Hal tersebut dimaksudkan agar
berbagai hakikat al-Qur’an menjadi media yang bisa
menyelamatkan umat manusia dari kejatuhan ke tingkat
yang paling rendah, serta menegakkan kedamaian yang
bersifat universal dan komprehensif.28
Nursi mengajak umat untuk memedomani al-Qur’an
hingga kehidupan yang penuh makna dapat tercapai. Nursi
membimbing murid-murid Nur agar organisasi dakwah yang
penuh berkah tersebut sembilan puluh sembilan persen
bukan diarahkan kepada politik. Akan tetapi berupa
perbaikan akhlak, sikap istiqamah, serta berbagai sifat mulia
lainnya. Sebab, sejumlah perkumpulan yang mengarah
kepadannya bisa dikatakan langka padahal urgensinya
sangat jelas. Hanya satu persen dari tujuannya yang terkait
dengan politik; yaitu membimbing para politisi. Kemudian
senjata mereka berupa argumen yang kuat dan meyakinkan.
Serta manhaj mereka adalah cinta kasih dan menumbuhkan
rasa cinta yang tertanam dalam benih persaudaraan yang
terdapat di antara kaum mukmin agar kelak menjadi pohon
Tuba penuh berkah.29
Nursi mengiginkan agar dakwah Nur bersih dari
intrik politik, baik itu yang berasal dari dalam gerakan
dakwah Nur, maupun dari luar. Keinginannya tersebut tidak
lain karena Ingin menjadikan agama sebagai pembimbing
bukan pendompleng atau penjilat guna kepentingan sesaat.
Dalam dakwah Nur tidak dikenal jenjang karir organisasi.

28
Bediuzzaman Said Nursi, Kulli>yya>t Rasa>’il al-Nu>r, S}aiqal al-Islam au
A>tha>r Sa‘i>d al-Qadi>m, 474.
29
Bediuzzaman Said Nursi, Kulli>yya>t Rasa>’il al-Nu>r, S}aiqal al-Islam au
A>tha>r Sa‘i>d al-Qadi>m, 503.

112
Hal tersebut dimaksudkan agar tidak terjadi persaingan
‛kursi‛ yang dapat menyebabkan perpecahan dan kebencian.
Totalitas dakwah diperlukan dalam pelaksanaan
amar makruf nahi munkar, sebagaimana masyarakat yang
dibangun Nabi Muhammad Saw. M. Yunan mengungkapkan
bahwa sejarah mencatat masyarakat Madinah pimpinan
Rasulullah itu adalah masyarakat plural, multietnik, bahkan
multi agama. Tradisi masyarakat egaliter dan partisipatif
tersebutlah yang dibangun oleh Nabi di kota Madinah. Nabi
sendiri turun tangan dan tampil di tengah masyarakat
dengan mengembangkan keberanian untuk memunculkan
pendapat banding terhadap kebijakan-kebijakan Nabi yang
bukan berasal dari wahyu. Bila kebijakan itu berasal dari
wahyu yang beliau terima dari Allah, mereka berkata,
‛sami‘na> wa at}a‘na> ‛ (kami dengar dan kami patuhi).
Tetapi, bila kebajikan itu berasal dari pemikiran Nabi
sendiri, mereka tanpa sungkan-sungkan, mengkritik
pendapat tersebut bila tidak sesuai dengan pertimbangan
akal sehat, dan Nabi sendiri tanpa beban apapun, menerima
pendapat banding masyarakat itu, dan kemudian
menjadikannya sebagai kebijakan baru.30
Keberhasilan Nabi dalam membangun masyarakat
Madinah didasarkan pada kebersamaan, persatuan serta
saling menghormati satu dengan lainnya. Totalitas dakwah
Nabi tercermin pula dalam upaya Nursi dalam merespon
perkembangan masyarakat Turki yang saat itu berada dalam
masa ’‛transisi,‛ politik yang berdampak pada ‛krisis‛
agama. Nursi terus mengobarkan semangat bahwa agama
harus dipegang erat. Ia mengingatkan para penulis dan
penceramah yang berdakwah lewat koran bahwa mereka
harus bersikap rendah hati serta bisa melihat kekurangan
yang ada. Mereka tidak boleh menyimpang dan menulis
sesuatu yang bertentangan dengan syiar Islam. Dari mana
mereka mendapat ijin dan dengan hak apa memperlihatkan
kekurangan agama, bahkan propaganda sesat yang
30
M. Yunan Yusuf, Tafsir Al-Qur’an Juz XXVIII Juz Qad
Sami’allah, Bun-ya>nun Marshu>sh}, Bangunan Kokoh Rapi (Jakarta:
Lentera hati, 2014), 7-8.

113
merugikan agama dan umat. Siapapun tidak boleh berbuat
zalim kepada orang lain, apalagi terhadap saudaranya.31
Lebih lanjut, pentingnya peranan akhlak dalam
mewujudkan umat terbaik dalam menyelamatkan kehidupan
dan lingkungan masyarakat dinyatakan M. Yunan Yusuf:
Akhlak dan moral itu pada hakikatnya adalah
kondisi jiwa yang menggerakkan seseorang untuk
meelakukan perbuatan. Perbuatan tersebut akan
lahir dalam bentuk kebajikan bila digerakkan oleh
akhlak dan moral terpuji. Sebaliknya akan lahir
perbuatan tercela bila seorang berbuat tanpa
mempertimbangkan akhlak dan moralnya. Profil
panutan untuk akhlak dan moral itu, tak lain dan tak
bukan, adalah dia yang menjadi penghulu para Nabi
dan Rasul, dan juga sebagai penutup para Nabi dan
Rasul, itulah dia Nabi Muhammad Saw. Yakni
seorang manusia pilihan yang menyandang gelar
khuluqun az}i>m. Itulah sebabnya beliau oleh Al-
Qur’an dinyatakan sebagai uswah h}asanah (teladan
yang baik).32
Senada dengan pernyataan Yunan Yusuf, Ali A.
Allawi menyatakan bahwa teks al-Qur’an tak pernah
berhenti memperingatkan dan mengingatkan manusia
bahwa ketundukannya pada perintah-perintah Tuhan harus
menjadi dasar etika kehidupan dan perilaku yang permanen,
baik etika pribadi sekaligus dasar bagi organisasi publik. Ini
adalah titik awal dari semua pengejawantahan Islam yang
otoritatif dan telah bertahan mengarungi perubahan-
perubahan ruang dan waktu.33

31
Bediuzzaman Said Nursi, Kulliyya>t Rasa>’il al-Nu>r, al-Mathnawi>
al-‘Arabi> al-Nuri>. Terj. dan Penyunting Ih}sa>n Qa>sim al-S{ha>lihi> (Al-
Qa>hirah: Da>r Su>zlar Linnashr, 2013), 186.
32
M. Yunan Yusuf, Tafsir Al-Qur’an Juz Tabarak, Khuluqun ‘Az}i>m
(Budi Pekerti Agung), 11.
33
Ali A. Allawi, Krisis Peradaban Islam, Antara Kebangkitan dan
Keruntuhan Total, terj. Pilar Muhammad Mochtar (Bandung: Mizan,
2015), 38. Buku tersebut merupakan terjemahan dari The Crisis of
Islamic Civilization (London: Yale University Press, 2009).

114
Akhlak atau etika34 merupakan nilai-nilai yang
hendaknya menyatu dalam pribadi seorang Muslim yang
akan tergambar dan tercermin dalam perilaku moralnya.
Apabila ia memiliki akhlak yang baik, maka akan tercermin
dalam perilakunya. Komunitarianisme memandang bahwa
moral yang dibuat dan disepakati oleh sebuah komunitas
memiliki kekuatan hukum yang tertinggi berbanding aturan
pemerintah.35 Jika akhlak menjadi panduan masyarakat
maka perwujudan umat terbaik diharapkan dapat pula
terwujud.
Tentulah sumber akhlak tersebut bersumber dari
nilai-nilai ajaran agama (Islam), sebagaimana penyataan
Quraish Shihab dalam berbagai kesempatan. Interaksi dalam
pergaulan saat tinggal di dershane membuat kesan yang
positif bagi para T}ulla>b al-Nu>r. Saling bahu membahu,
saling menghormati, berempati, dan kebersamaan dapat
mereka rasakan bersama.

B. Konsepsi Nilai-nilai Dakwah Komunitarian Dakwah Nur


sebagai Gerakan Pembinaan Umat Berbasis Komunitas
Beragam pandangan masyarakat muncul, seiring
maraknya gerakan Islam transnasional. Masyarakat ada yang
curiga, menolak, dan ada pula yang menerima, simpatik.
Tentulah respons dan pandangan tersebut diperoleh melalui
kesan dan persepsi masyarakat dalam melihat sepak terjang,

34
Dalam tradisi filsafat ‚etika‛ lazim dipahami sebagai suatu teori
ilmu pengetahuan yang mendiskusikan mengenai apa yang baik dan apa
yang buruk berkenaan dengan perilaku manusia. Persoalan etika muncul
ketika moralitas seseorang atau suatu masyarakat mulai ditinjau lagi
secara kritis. Sedangkan moralitas berkenaan berkenaan dengan tingkah
laku yang kongkrit, sedangkan etika bekerja pada level teori. Lihat Paul
W. Tailor, Problems of Moral Philosophy, (California: Deckenson
Publishing Compant Inc., 1992), 3.
35
In essence, moral judgements are best made at the community
lever rather than from the higher governing bodies. Lebih lanjut lihat
Karen Christensen and David Levinson, eds., ‚Communitarianism,‛
Encyclopedia of Community: From the Village to the Virtual World, Vol
1, A-D (Sage Publications, 2003), 224-228.

115
perilaku dan karakter gerakan Islam transnasional.
Kecenderungan negatif masyarakat Internasional terhadap
gerakan Islam transnasional didasarkan pada fakta bahwa
gerakan tersebut membahayakan, menebar teror, radikal, rigid
dan fundamental. Karena kecurigaan tersebut, Indonesia
termasuk negara yang subur bagi tumbuhnya persemaian
terorisme dan bagi gerakan Islam transnasional.
Julukan tersebut nampaknya bukan tanpa alasan,
melainkan berdasarkan sejumlah fakta. Terjadinya tragedi bom
di beberara tempat, seperti hotel JW Marriot dan hotel Ritz
Carlton Kuningan Jakarta (2009), Kuta dan Jimbaran Bali
(2005), dan Bom bunuh diri Thamrin, Sarinah, Jakarta (2016),
seakan menguatkan tuduhan tadi. Dalam hal ini, kelompok
gerakan Islam transnasional seperti Hizbut Tahrir, Salafi, Syiah,
Ikhwanul Muslimin, Wahabi, dan Jamaah Islamiyah (JI)36
menjadi sorotan dan seolah menjadi representasi Islam radikal
dan fundamental. Tentulah tuduhan ini tidak sepenuhnya benar.
Ditambah Pasca rezim Soeharto, dengan semakin terbukanya
kran demokrasi bermunculan pula organisasi kemasyarakatan
semacam Front Pembela Islam (FPI), Forum Komunikasi Ahlus
Sunnah wal Jama’ah (FKAWJ), Majelis Mujahidin Indonesia,
dan lain-lain yang dianggap bercorak radikal. Dalam konteks
kemunculan berbagai gerakan Islam pasca Soeharto, Bahtiar
Effendi menyatakan bahwa kemunculan gerakan Islam radikal
lebih tepat disebut dengan fenomena sesaat yang dapat muncul
di mana saja ketika kran kebebasan dibuka.37
Citra Islam yang negatif juga melanda sistem pendidikan
pesantren, yang dianggap menghasilkan produk teroris. Dalam
hal ini, Pesantren Ngruki di Solo dan Zaitun di Indramayu
menjadi sorotan internasional, karena terindikasi ikut menyemai
benih-benih radikalisasi. Dalam suatu kesempatan, Atho
Muzhar menyatakan, bahwa seharusnya pemerintah berlaku

36
Lebih jauh ulasan mengenai gerakan JI, baca Umar Abduh
(penyunting), Konspirasi Intelijen & Gerakan Islam Radikal, (Jakarta:
Center for Democracy and Social Justice Studies, 2003).
37
Lihat Bahtiar Effendy, ‚Islamic Militant Movement in Indonesia:
A Preliminary Accounts for its Socio-Religious and Political Aspects,‛
Studia Islamika, Vol. 11, No. 3, 2004, 395.

116
tegas jika ada pesantren yang terindikasi menyemai benih-benih
radikalisme.38 Secara tidak langsung, umat Islam dirugikan
dengan pencitraan Islam yang negatif, terlebih jika itu
menyangkut pendidikan khas Indonesia, pesantren.
Pertanyaannya kemudian, apakah semua gerakan Islam
transnasional ‚berbau‛ radikal. Jawabannya tentu tidak, karena
tidak semua gerakan Islam transnasional berkarakter seperti itu.
Gerakan Islam transnasional seperti Jamaah Tabligh (JT),
Tarekat-tarekat, dan dakwah Nur jauh dari karakter radikal,
bahkan sebaliknya penyebar kedamaian dan keharmonisan.
Gerakan dakwah Nur, mudah diterima ekspansinya karena ia
mengajarkan kebenaran dalil agama yang selaras dengan
modernitas dan bersifat universal.39 Semua manusia menyukai
kebenaran, perdamain dan kehidupan yang harmonis, jika ini
menjadi inti (core) dakwah, maka dengan sendirinya ia akan
mudah dalam beradaptatif.40
Gerakan Nur yang menjadi fokus penelitian adalah
jama’ah Okuzuler yang merupakan jama’ah tertua dalam
gerakan Nur. Tokoh utama jamaah tersebut adalah Mustafa
sunggur yang telah meninggal pada 2014 M. Ia salah seorang
murid Nursi yang dikadernya langsung. M. Hakan Yavuz
menulis menulis bahwa terdapat delapan jama’ah dengan
berbagai corak dakwah dalam dakwah Nur, seperti ditulis
Yavuz:
There are currently eight major Nur communities divided
along their political positions and utilization of
modernity. The scibers, Kurdog>lu Cemaati, Mehmet

38
Pernyataan tersebut disampaikan pada acara bedah buku
Pendidikan Berbasis Pesantren di Indonesia yang ditulis Arif Subhan di
hotel Millenium Tanah Abang Jakarta pada 26 Oktober 2012.
39
Sebagaimana pendapat Tibi bahwa dunia Islam telah
dipresentasikan sebagai pandangan yang dihasilkan dari universalitas
Islam seperti wahyu Tuhan yang terakhir, yang berlaku bagi seluruh
manusia. Konsep ummah dalam doktrin Islam tidak mengakui adanya
limitasi dan eksklusifitas. Lihat Bassam Tibi, Islam Kebudayaan dan
Perubahan Sosial, terj. Misbah Zulfa Ellizabet dan Zainal Abbas,
(Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999), 301.
40
Wawancara, pada Agustus 2012 dengan salah seorang T}ulla>b al-
Nu>r berkebangsaan Turki yang telah tinggal dan menetap di Australia.

117
Kirkinci, and Mustafa Sunggur represent a conservative
outlook in their interpretation of the writings of Nursi and
defensive attitude Yeni Nesil, Fethullah Gülen, and Yeni
Asya. The ethnic and radical group is represented by Med-
Zehra.41
Tradisi khas gerakan Nur adalah upaya menyebarkan
pemikiran Said Nursi melalui karyanya Risale-i Nur dengan cara
mencetak, menerjemahkan dan membacannya di dershane.
Melihat respons masyarakat pada gerakan ini sebenarnya dapat
tercermin dari pemikiran-pemikiran Nursi dalam konsep
dakwahnya. Pemikiran-pemikiran Nursi pada prinsipnya tidak
bertentangan dengan arus mainstream, dengan prinsip
membangun peradaban umat yang terbaik. Dalam konteks ini,
gerakan Nur cenderung adaptif saat melakukan ekspansi
dakwahnya.
Gerakan dakwah Nur, berusaha memberikan motivasi
yang kuat agar manusia menyadari sepenuhnya keberadaan
Sang Pencipta yang maha Tunggal. Risalah tersebut tidak hanya
menyentuh intelek-logika akal, namun ia juga menyentuh hati
dengan bukti-bukti ayat kauniyah. Risale-i Nur, menurut
seorang motivator yang ikut mempelajari Risale-i Nur
berkomentar bahwa dalam karya Nursi tersebut ada sumber
energi positif karena ia merupakan kontekstualisasi ajaran Al-
Quran.42 Terkait Nursi dan Risale-i Nur Asror Yusuf
menyatakan bahwa:
Nursi memandang bahwa jihad yang benar di masa
sekarang adalah jihad melalui tulisan atau pemikiran,
bukan secara fisik. Jihad yang relevan sekarang ini adalah

41
M. Hakan Yavuz, ‚Nur Study Cirles (Dershane) and the
Formation of New Religious Consciousness in Turkey‛, dalam, Ibrahim
M. Abu-Rabi’ (Ed), Islam at the Crossroads: On the Life and Thought of
Bediuzzaman Said Nursi (Albani: SUNY Press, 2003), 312.
42
Pernyataan ini sering disampaikan oleh ustad Rahmat yang
berprofesi sebagai motivator pada berbagai kesempatan, khususnya ketika
peneliti melakukan observasi di Turki bersama beliau kurang lebih lima
belas hari dari 20 Juni 2012 hingga 5 Juli 2012 saat kunjungan napak tilas
Said Nursi di berbagai kota seperti, Istanbul, Bursa, Ankara, Konya,
Isparta. Barla, dan Kayseri.

118
menevi jihad, jihad melalui tulisan. Karena itu, wajarlah
jika Nursi termasuk penulis yang produktif, dan meski
waktunya banyak dihabiskan dalam penjara, ia masih bisa
melakukan jihad dengan cara menulis. Karya Nursi,
Risale-i Nur , konon dua pertiganya ditulis dalam kurun
1925-1950, yang mana pada masa-masa ini hidup Nursi
banyak dihabiskan di penjara. Karya Risale-i Nur,
sebagian besar ditulis karena keprihatinan mendalam
terhadap dekadensi moral, sikap masyarakat yang pasif,
kritik terhadap ateisme akibat pengaruh materialisme dan
imperialisme Barat yang semakin menjauhkan masyarakat
dari keimanan dan mengaleinasinya dari spiritualitas.43
Tujuan utama dakwah adalah mengajak manusia untuk
kembali pada jalan Allah SWT. Dakwah memerlukan energi,
strategi dan inovasi guna keberhasilan misinya. Dakwah Nur
merupakan salah satu gerakan yang mengupayakan
penyelamatan iman dan moral umat di tengah terpaan
modernitas. Sebagai gerakan yang bertumpu pada teks untuk
menginspirasi dan menjadi spirit gerak dakwahnya, maka karya
ustad Said Nursi merupakan sumber rujukan dan panduan serta
inspirasi dakwah Nur. Terkait keberhasilan dakwah yang
dirintis Nursi, Turner dan Horkuc menyatakan:
‛Nursi was renowned as the founder of the most powerful
text-based faith movement in Turkey, with the number of
Nurcu students estimated at more than one and a half
million. Despite a life characterized by strife, hardship
and adversity, Nursi arguably changed the face of Turkish
Islam forever, leaving a body of work that continues to
inspire millions of people across the Muslim world and
beyond…‛44
Jutaan pengikut Nursi menjadikan Risale-i Nur sebagai
bacaan wajib setelah Al-Quran, yang mereka yakini dapat
membimbing spiritualistas dan moral. Komunitas dakwah Nur

43
Moh. Asror Yusuf, Persinggungan Islam dan Barat, Studi
Pandangan Bediuzzaman Said Nursi (Kediri: STAIN Kediri Press, 2009),
168.
44
Colin Turner dan Hasan Horkuc, Said Nursi (London: I.B. Tauris
& Oxford University Press, 2009), 44.

119
meyakini bahwa risalah yang dibaca dapat memberikan ilmu,
berkah dan bimbingan. Tujuan utama Nursi adalah membangun
soliditas dan integritas umat di tengah terpaan negatif dari
dampak modernitas. Nursi bukanlah hendak membangun negara
bangsa berdasarkan nilai-nilai nasionalisme atau sektarianisme
tapi berdasarkan nilai-nilai ummah (ummatic terms). Sebagai
contoh Nursi menggambarkan perjanjian Hudaibiyah yang
nampak tidak menguntungkan umat Islam, namun dibalik
peristiwa tersebut terdapat banyak hikmah. Walaupun secara
realitas persenjataan mereka telah masuk ke dalam sarungnya,
namun al-Qur’an yang mulia telah menghunus ’pedang berlian’
yang bersifat terang, membuka kalbu dan akal manusia. Sebab
dengan adanya perjanjian tersebut para kabilah itu berbaur.
Sifat keras kepala mereka itu pun lenyap oleh kemuliaan Islam
dan tirani kesukuan yang tercela hancur oleh cahaya al-Qur’an.
Sebagai contoh, ahli perang Khalid ibn al-Walid dan politikus
ulung Amru ibn al-Ash, yang tidak pernah mau menyerah,
ternyata mereka dikalahkan oleh pedang al-Qur’an yang
bersinar yang menjelma melalui perjanjian Hudaibiyah.
Sehingga kedua tokoh tersebut berjalan bersama menuju
Madinah al-Munawwarah untuk menyatakan masuk Islam,
penuh ketundukan dan kepatuhan.45
Nursi berharap kerja Risale-i Nur berdampak positif bagi
ummah dengan mengacu pada teks yang berdampak pada
individu dan komunitas, teks-individu-komunitas (text-
individual-community).46 Said Nursi merupakan sosok yang
memiliki perhatian pada berbagai persoalan yang menimpa
umat manusia, sekaligus memecahkannya. Terkait hal tersebut,
Gulen menyatakan:
Ia (Nursi) memberikan perhatian kepada sejumlah sebab
persoalan ekonomi dan faktor yang menyebabkan
kemiskinan. Ia mencari sejumlah solusi untuk berbagai hal

45
Bediuzzaman Said Nursi, Kulli>yya>t Rasa>’il al-Nu>r, al-Lama‘a>t, terj.
dan penyunting Ih}sa>n Qa>sim al-S{ha>lihi> (Al-Qa>hirah: Da>r Su>zlar Linnashr,
2013), 40.
46
Lihat Ibrahim M. Abu-Rabi’, ‚History, Politics, and Charisma in
Risale-i Nur‛, dalam Spiritual Dimension of Bediuzzaman Said Nursi’s
Risale-i Nur, (Albany: State University of New York Press, 2008), vii-x.

120
yang menyebabkan umat terpecah berikut cara mengobati
perbedaan diantara mereka. Ia selalu menegaskan
pentingnya persatuan dan kesatuan. Ia senantiasa bersama
umat. Ia tidak pernah meninggalkan mereka sedikitpun....
Bediuzzaman melihat bahwa sumber segala keburukan
dan penyimpangan ketika itu---sama seperti sekarang---
adalah kebodohan, kemiskinan dan perpecahan.47
Mardin sebagaimana dikutip Marcia menyatakan,
‛Mardin is describing the shift in Nursi’s focus from political
activism to individual transformation as a key element.‛
Transformasi ustad Nursi dari ‚old Said‛ ke ‚new Said‛
merupakan gambaran hijrahnya Nursi dari pentas politik dan
fokus pada perbaikan diri dengan penekanannya pada dakwah
kultural merupakan elemen kunci48, dalam keberhasilan
dakwahnya. Perbaikan dan transformasi diri Nursi dimaksudkan
sebagai titik awal untuk fokus pada penyelamatan peradaban
umat, melalui karyanya. Semua peradaban, ungkap Allawi,
merupakan keseimbangan antara individu dan kolektivitas
(kelompok), dan antara dunia lahir dengan dunia batin. Lebih
lanjut Allawi menyatakan, ‛pergeseran-pergeseran nilai penting
kedua hal mendasar inilah yang memberikan warna khas setiap
peradaban.‛49 Untuk membangun kembali keruntuhan

47
M. Fethullah Gulen dalam Badiuzzaman Said Nursi, Al-
Mathnawi An-Nu>ri, Menyibak Misteri Keesaan Ilahi, terj. Fauzi Bahreisy
(Jakarta: Anatolia, 2012), xi-xii.
48
Lihat Marcia K. Hermansen, ‛Faith Development and Spiritual
Maturation in the Works of Said Nursi, dalam Seventh International
Symposium on Bringing Faith, Meaning and Peace to Life in a
Multicultural World: The Risale-i Nur’s Approach, (Istanbul: Nesil,
Oktober 2004), 344. lihat pula Serif Mardin, Religion and Social Change
in Modern Turkey: The Case of Bediuzzaman Said Nursi (AlBany: SUNY
Press, 1989), 165. lihat M. Hakan Yavuz, ‚Print-Based Islamic Discourse
and Modernity: the Nur Movement‛, dalam Third International
Symposium on Bediuzzaman Said Nursi, (Istanbul: Sozler Publications,
1997), 324-350.
49
Ali A. Allawi, Krisis Peradaban Islam, Antara Kebangkitan dan
Keruntuhan Total, terj. Pilar Muhammad Mochtar (Bandung: Mizan,
2015), 24.

121
peradaban Islam, maka sebagaimana Nursi, Allawi juga
menekankan pentingya kembali ke ajaran agama, ia
menyatakan:
Kegelisahan tentang ketidakjelasan arah perjalanan
peradaban Islam, atau ke arah mana ia sedang didorong,
menjadi dasar berbagai proyek untuk ‛mereformasi‛ atau
‛merevitalisasi‛ Islam. Semua upaya ini terus berlanjut
sejak awal abad ke-19 hingga hari ini. Semua
mengandalkan perombakan Islam melalui sekulerisasi,
liberalisasi, menumbuhkan kesadaran sejarah, atau
meradikalisasi pemahaman Muslim tentang agamanya.
Semua usaha tersebut sampai sejauh ini gagal
menghentikan erosi atas vitalitas peradaban Islam. Kita
hanya dapat berkesimpulan bahwa regenerasi individu dan
masyarakat dalam Islam telah melampaui titik di mana
tak ada jalan kembali lagi atau bahwa akar-akarnya harus
dicari di tempat lain di luar rumusan-rumusan para
reformis Islam. Apa yang gagal disadari para reformis dan
pengkritik Islam ialah bahwa dimensi spiritual Islam
mengilhami peradaban tersebut secara menyeluruh. Oleh
sebab itu, hampir pasti bahwa revitalisasi Islam harus
dimulai dari titik awal berupa koneksi umat Muslim
dengan realitas ketuhanan yang menjadi inti ajaran Islam.
Pemahaman ulang tentang pengetahuan sakral ini
merupakan syarat penting untuk hal ini.50
Relefan dengan pendapat allawi, dalam rangka revitalisasi
peradaban Islam, Nursi berusaha menuangkan ide dan
pemikirannya terkait ajaran Islam dalam Risale-i Nur. Nilai-
nilai yang ditanamkan Nursi dan karyanya Risale-i Nur yang
dijadikan acuan bagi murid-murinya dalam membangun
komunitas berdasarkan nilai-nilai keumatan (ummatic) di
antarannya adalah: Iman dan tauhid (faith and monotheistic
world view); Pentingnya membangun komunitas (primacy of
community); Ikhlas dan Persaudaraan (sincerity and
brotherhood); Kemandirian (self reliance); Integrasi nilai-nilai

50
Ali A. Allawi, Krisis Peradaban Islam, Antara Kebangkitan dan
Keruntuhan, 37.

122
tradisional dan modern (integration of modernity and
tradition); Anti kekerasan (non-violence); Partisipasi pada
demokrasi (participatory democracy); hemat/sederhana
(frugality).51
Sebagai gerakan yang berorientasikan pada teks, maka
ideologi gerakan didasarkan pada spirit teks yang dijadikan
acuan gerakan. Teks Risale-i Nur, menjadi bacaan rutin murid-
murid Nur (T{ulla>b Al-Nu>r). Ia dibaca dan dikaji setiap waktu di
dershane-dershane. Buah dari membaca Risale-i Nur adalah
pengamalan dari pesan-pesan yang terkandung di dalamnya.52
Risalah tentang ukhuwah dan ikhlas menjadi bacaan wajib,
paling tidak satu kali dalam dua pekan di dershane. Risalah
tersebut dianggap penting dan berfungsi sebagai pedoman dan
panduan dalam gerakan dakwah Nur.53
Ukhuwwah yang bermakna persaudaraan adalah pengikat
persatuan dan kekompakan sesama T{ulla>b Al-Nu>r. Persatuan
dan kekompakan tersebut hendaklah didasari keikhlasan.
Dengan membaca risalah tersebut, maka T{ulla>b Al-Nu>r

51
Tujuh konsep tersebut disarikan dari Majid Tehranian, Hamid
Mowlana dan Wilson, dan Andi Faisal Bakti, dan ditambah satu lagi,
hingga delapan. Konsep kedelapan yaitu hemat/sederhana ( frugality).
Para ulama dan intelektual Muslim tidak selamanya memiliki pendapat
yang sama tentang konsep operasional dari nilai-nilai atau konsep-konsep
dasar dalam aspek kemasyarakatan. Masykuri Abdillah misalnya
mengusulkan nilai-nilai dasar etika-moral kemasyarakatan mencakup:
keadilan (al-‘ada>lah), kepercayaan dan akuntabilitas (al-ama>nah),
Persaudaraan (al-ukhuwwah) dan kemajemukan (al-ta‘addudiyyah),
persamaan (al-musa>wah), pemusyawaratan (al-shu>ra>), perdamaian (al-
silm). Lihat Masykuri Abdillah, Islam dan Dinamika Sosial, Politik di
Indonesia (Jakarta: PT. Gramedia, 2011), xvxviii.
52
Di Turki program baca Risale-i Nur juga diadakan pada akhir
pekan dan hari libur, tidak sedikit vila-vila di puncak-puncak pegunungan
dijadikan tempat program tersebut.
53
Dakwah Nur menekankan kesadaran individu untuk merubah
masyarakat, menghadirkan Islam yang kontekstual dan sesuai dengan
kehidupan modern. Lihat M. Hakan Yavuz, ‚Towards an Islamic
Liberalism?: The Nurcu Movement and Fethullah Gülen,‛ Source: Middle
East Journal, Vol. 53, No. 4 (Autumn, 1999), pp. 584-605, Published by:
Middle East InstituteStable URL: http://www.jstor.org/stable/4329392,
diakses 08/04/2014 05:34.

123
diingatkan kembali agar berpegang teguh pada nilai-nilai yang
terkandung dalam risalah tersebut. Teks menjadi sesuatu yang
penting dalam gerakan, ia menginspirasi setiap gerak dan
langkah T{ulla>b Al-Nu>r setiap waktu.54 Said Nursi sebagai
pengarang Risale-i Nur sendiri mengaku sebagai T{ulla>b Al-Nu>r,
dalam arti iapun membaca dan berusaha mengamalkan nilai-
nilai yang terkandung di dalamnya. Nursi dalam berbagai
kesempatan menyatakan bahwa membaca Risale-i Nur lebih
baik dan lebih penting dari pada bertemu dengannya secara
fisik.
B.1. Iman dan tauhid (faith and monotheistic world view)
Risale-i Nur karya Nursi sebagian besar berisi tentang
ajakan beriman dan bertauhid yaitu kesadaran manusia pada
ke-Esaan Sang Pencipta. Nursi menyatakan bahwa Risale-i
Nur tidak hanya merehabilitasi satu sisi dari kehancuran
total dan tidak pula sekedar memperbaiki rumah kecil yang
tinggal puing-puing saja. Risale-i Nur tidak hanya
mengobati hati dan luka segelintir orang dan tidak pula
hanya meluruskan pemikiran sekelompok orang yang
tersesat. Risale-i Nur memiliki efektifitas dalam mengobati
mental masyarakat luas yang cenderung menyimpang
karena dasar-dasar ajaran Islam yang telah diabaikan, oleh
karena syiar Islam yang telah memudar. Risale-i Nur benar-
benar dengan gigih berjuang untuk mengobati luka parah
dengan obat berupa mukjizat al-Qur’an dan iman.55
Tauhid merupakan pondasi penting bagi tegaknya
iman. Pondasi tauhid akan keropos, jika tidak dijaga dan
terus disibukkan dengan hiruk pikuknya dunia modern. Iman
54
Penulis saat observasi tahun 2012 di Turki melihat bagaimana
antusias Murid-murid Nur (T{ullla>b Al-Nu>r) dalam membaca dan
menelaah Risale-i Nur. Pada hari terakhir berada di Turki, tepatnya saat
akan meninggalkan kota Istanbul, seorang Murid Nur yang berprofesi
sebagai dokter dan menjadi manajer di sebuah rumah sakit
menyempatkan diri untuk menjamu rombongan makan pagi di ruangan
kerjanya. Ia menyampaikan pengalaman dan manfaat dalam membaca dan
mengamalkan Risale-i Nur yang sudah dijalaninya puluhan tahun.
55
Ihsa>n Qa>sim S}a>lih, Said Nursi, Pemikir dan Sufi Besar Abad 20,
Membebaskan Agama dari Dogmatisme dan Sekularisme, terj. Nabilah
Lubis, (Jakarta: Murai Kencana, 2003), 232.

124
dan tauhid merupakan salah satu fokus karya Nursi.56
Osman Bakar menyatakan, ‛menurut Islam, inti agama
adalah penerimaan doktrin dan pengamalan nyata tauhid
dalam semua domain kehidupan dan pemikiran manusia‛.57
Uraian tentang tauhid dipaparkannya secara panjang oleh
Nursi dalam karyanya Al-Mathnawi an-Nu>ri. Dalam
karyanya tersebut, Nursi membuka penjelasannya tentang
tauhid merujuk pada Al-Quran Surat al-Zuma>r: 62-63;
Ya>si>n: 83; Hu>d: 56.
Nursi membagi tauhid menjadi dua: pertama, tauhid
yang bersifat umum yaitu dengan berkata, ‚tiada sekutu
bagi-Nya. Alam ini bukan milik selain-Nya.‛ Dalam hal ini
kelalaian dan kesesatan masih bisa bercampur ke dalam
pemilik tauhid tersebut. Kedua, tauhid hakiki yaitu dengan
berkata, ‚dia adalah Allah semata. Kerajaan, alam, dan
segala sesuatu adalah miliknya.‛ Ia melihat berbagai tanda
kekuasaan-Nya pada segala sesuatu. Tauhid ini jauh dari
kesesatan manakala dapat menghayatinya dengan penuh

56
Sebagaimana diungkapkan Vahide, ‛belief or faith (ima>n) is the
central theme of the Risale-i Nur, and the renewal and strengthening of
belief its purpose and primary function. Nursi state this explicitly in
many places in the work. For example: ‚The Risale-i Nur’s function is to
strengthen and save belief. We are charged with serving (the cause of)
belief‛. Lihat Şükran Vahide, ‚A Survey of The Main Spiritual Themes
of The Risale-i Nur‛, dalam Ibrahim M. Abu Rabi‘ (Ed.), Spiritual
Dimensions of Bediuzzaman Said Nursi’s Risale-i Nur (New York: State
University of New York Press, Albany, 2008), 3. Lihat pula pernyataan
M. Sait Özervarli, …This was done in two major efforts: strengthening
Islamic beliefs and thought against the challenges of materialistic
thought; and secondly, addressing common people in order to create a
social public resistane against the marginalization of religion in Turkish
and Muslim society. Lihat M. Sait Özervarli The Reconstruction of
Islamic Social Thought in the Modern Period: Nursi’s Approach to
Religious Discourse in a Changing Society, Asian Journal of Social
Science, (Leiden: BRILL, 2010), Vol. 38, No. 4, 534.
57
Osman Bakar, Tauhid dan Sains: Perspektif Islam tentang Agama
dan Sains (Bandung: Pustaka Hidayah, 2008), 30.

125
iman.58 kekuasaan dan keagungan Allah mengharuskan
adanya sebab akibat yang terlihat secara kasat mata atau
bentuk lahir agar akal bisa melihat sentuhan tangan
kekuasaan-Nya terhadap berbagai problematika. Namun
demikian, tauhid dan kemuliaan-Nya tidak bisa dipengaruhi
oleh sebab akibat.59
Dengan kesadaran bahwa manusia ada penciptanya,
yaitu Tuhan Yang Maha Esa maka tentulah Ia menghendaki
tujuan penciptaan tersebut, pengabdian dan kepasrahan
(Islam). Inilah risalah yang dibawa mulai Nabi Adam,
hingga Nabi Muhammad SAW. Ia tidak menghendaki
persekutuan (perserikatan). Sikap tauhid akan melahirkan
kesadaran bahwa hidup memiliki tujuan yang tidak terbatas
hanya di dunia ini. Ismail Raji Al-Faruqi menegaskan bahwa
tidaklah mungkin ada dua Tuhan dengan mengutip Al-
Qur’an surat Al-Anbiya>’: 22. Islam mengenal konsep tiada
tuhan selain Allah (there is no god but God).60
Konsekuensi dalam bertauhid, manusia diberi fasilitas
Tuhan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan
sesamannya. Dalam konteks tersebut manusia hendaklah
menjalankan aktifitas komunikasinnya berdasarkan nilai-
nilai kebajikan moral, hal tersebut sebagaimana firman-Nya
dalam al Quran, Surat al-‘Imra>n: 104: ‚dan hendaklah di
antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah
yang mungkar. Dan merekalah orang-orang yang
beruntung.‛ Pengingkaran pada nilai-nilai moral pada
hakekatnya adalah merusak tatanan umat.61

58
Bediuzzaman Said Nursi, Kulliyya>t Rasa>il al-Nu>r, Al-Mathnawy>
al-‘Araby> Al-Nu>ry>>, terj. dan penyunting Ih}sa>n Qa>sim al-S{ha>lihi> (Al-
Qa>hirah: Da>r Su>zlar linnashr, 2013), 56.
59
Bediuzzaman Said Nursi, Al-Mathnawy> al-‘Araby> Al-Nu>ry>,
Kulliya>t Rasa>il al-Nu>r, al-Mathnawi> al-‘Arabi> al-Nuri>, 56.
60
Ismail Raji Al Faruqi, Al Tawhid: Its Implications for Thought
and Life (United States of America: International Institute of Islamic
Thought, 1982), 3.
61
Lihat Ismail Raji Al Faruqi, Al Tawhid: Its Implications for
Thought and Life, 3.

126
Menurut Fazlur Rahman, ajaran Al-Quran yang paling
mendasar adalah doktrin tentang monoteisme (tauhid).
Tanpa memahami monoteisme, kita sama sekali tidak akan
pernah bisa berlaku adil kepada al-Quran dan kepada Islam.
Al-Quran juga telah menggunakan tiga istilah kunci yang,
jika kita renungkan, akan terlihat memiliki arti yang hampir
identik. Istilah ima>n,--- dari akar kata a-m-n--- yang
memiliki arti pokok ‛keamanan, bebas dari bahaya, dan
damai.‛ Terma isla>m---yang akar katanya adalah s-l-m---
juga memiliki pengertian yang sama: ‛aman dan integral,
terlindung dari disintegrasi, dan kehancuran.‛ Terma ketiga,
taqwa, yang sangat mendasar bagi al-Quran di samping
kedua istilah di atas, memiliki akar kata w-q-y yang juga
berarti ‛melindungi dari bahaya, menjaga dari kemusnahan,
tersia-siakan atau disintegrasi.‛ Suatu refleksi dan analisis
terhadap ketiga istilah kunci ini, secara langsung
mengarahkan kita ke dalam ‛bawah sadar al-Quran‛
sebagaimana adanya. Ia memberikan kepada kita suatu
intipan ke dalam lapisan-lapisan makna terdalam, elan dasar
al-Quran. Spirit dasar al-Quran pada dasarnya ditujukan
untuk melindugi dan mengembangkan integritas para
individu dan kolektif. Hal apa saja yang akan membawa ke
arah yang kondusif bagi integritas tersebut akan dinilai
sebagai kebaikan; dan apa saja yang menghalangi integritas
dan membawa ke arah disintegrasi serta kemusnahan, akan
dinilai sebagai keburukan.62
Iman, dan tauhid laksana pondasi bagi sebuah
bangunan, jika pondasinya kuat, maka akan kuat sebuah
bangunan. Lebih lanjut Nursi menegaskan bahwa manusia
memiliki fakultas-fakultas intrinsik yang bersemayam
dalam kalbu, jiwa dan inteleknya yang diberikan Tuhan atas
karya agung-Nya, yaitu manusia. Potensi tersebut
hendaklah digunakan untuk untuk kebaikan manusia, jika
sebaliknya digunakan untuk orientasi yang sempit, material
semata, maka niscaya potensi-potensi tersebut akan rusak.

62
Lihat Fazlur Rahman, Metode dan Alternatif Neomodernisme
Islam, Terj. Taufik Adnan Amal, (Bandung: Mizan, 1994), 65-66.

127
Pada setiap ciptaan terdapat tanda yang secara khusus
menunjuk kepada Zat Pencipta segala sesuatu, lebih lanjut
Nursi menyatakan:
Lihatlah kehidupan, bagaimana sesuatu menjadi
segala sesuatu dan segala sesuatu menjadi sesuatu.
Ya, air yang diminum dengan izin Allah berubah
menjadi organ dan perangkat makhluk hidup sehingga
dengan perintah Allah sesuatu berubah menjadi segala
sesuatu. Demikian pula dengan berbagai jenis
makanan. Dengan ijin Allah, ia berubah menjadi
tubuh, daging, dan organ lainnya. Dengan demikian,
segala sesuatu berubah menjadi sesuatu dengan
perintah Allah. Organ yang memiliki akal, perasaan,
dan kalbu akan memahami bahwa proses membuat
sesuatu menjadi segala sesuatu dan sebaliknya
merupakan tanda khusus Zat Pencipta segala sesuatu,
Allah SWT.63
Saat kunjungan Faris Kaya, direktur Istanbul
Foundation for Science and Culture dan menyampaikan
Kajian Umum, ia menyatakan bahwa memperbaiki iman dan
moral individu dalam suatu masyarakat jauh lebih penting
dari berburu ‚kekuasaan,‛ bahkan kekuasaan tidak jarang
berubah menjadi racun, jika berada di tangan orang yang
tidak baik. ‛Jika suatu saat kekuasaan dapat diperoleh, saya
lebih memilih berada di luar kekuasaan,‛ tegas Faris Kaya.64
Peryataan tersebut merupakan jawaban singkat atas
pertanyaan dalam sesi diskusi yang mempertanyakan
tentang gerakan Nur dan hubungannya dengan politik
praktis yang dilontarkan ustad Mahfud. Jawaban tersebut
menegaskan bahwa tugas utama T}ulla>b al-Nu>r adalah
dakwah dalam memperbaiki kondisi umat dengan penguatan
aspek tauhid iman dan moral.65

63
Bediuzzaman Said Nursi, Kulliyya>t Rasa>’il al-Nu>r, al-Mathnawi>
al-‘Arabi> al-Nuri>, 56-57.
64
Kajian tersebut dilaksanakan pada 10 September 2015 di Asrama
Mahasiswa Kalimantan Selatan, Ciputat.
65
Dakwah Nur menggunakan tiga fase konsep dalam membangun
komunitas yang kuat dan unggul. Fase pertama adalah penyelamatan

128
Guna menjaga dan memperkuat iman dan tauhid, serta
spiritualitas, murid-murid Nur selain membaca Risale-i Nur,
dianjurkan pula untuk memperbanyak bacaan zikir,
khususnya setelah shalat fardhu (wajib). Kumpulan zikir
setelah shalat dikarang dan disusun langsung oleh ustad
Nursi dengan judul Tasbi>ha>t. Selain zikir setelah shalat,
murid-murid Nur juga dianjurkan untuk membaca zikir
(wirid) karangan Ustad Nursi lainnya, H}isb al-Haqa>’iq al-
Nu>riyyah.66
Untuk percepatan penguasaan terhadap Risale-i Nur
dan penguatan iman, tauhid dan spiritualitas, Yayasan Nur
Semesta mengadakan kegiatan rutin yang disebut Program
Baca. Kegiatan tersebut dilaksanakan tiga hingga tujuh
hari. Kegiatan Program Baca yaitu membaca,
mendiskusikan Risale-i Nur secara intensif, zikir dan shalat
malam (qiya>m al-lail). Haris Ali Ma’ruf menyatakan bahwa
Program Baca memberinya banyak manfaat, di antarannya
adalah semakin terbukannya wawasan dalam mempelajari
Islam dari kitab Risale-i Nur.67
Agung juga merasakan manfaat dari Program Baca,
iman, tauhid dan spiritualitasnya semakin mantap dengan
intensifnya jadwal, terutama dalam jadwal pelaksanaan
shalat malam. Agung merasakan imannya semakin baik

iman (inqadh al-i>ma>n) yang tahqi>qi> (teruji) dengan menjelaskan


kerancuan filsafat materialis yang menyebar di tengah umat. Fase kedua
revitalisasi dan penguatan simbol-simbol dan syiar-syiar Islam sebagai
identitas umat. Fase ketiga penerapan syariah dalam ranah publik.
66
Di dalamnya terdiri dari tujuh kategori: 1. Ayat-ayat pilihan; 2.
Jausan al-Kabi>r, bacaan doa, munajat, zikir dan wirid para wali dan Nabi;
3. Aura>d al-Qudsiyyah, kumpulan zikir dan wirid yang biasa diamalkan
oleh tarekat Naqsabandi dan pendiri tarekat tersebut Syeikh Naqsabandi,
terkait dengan bacaan tersebut Nursi menyatakan, ‛talaqqa>ha> darsan min
al-rasu>l fi> ‘a>lam al-ma‘na‛; 4.Tah}midiyyah, berisi pujian dan zikir; 5.
Muna>ja>t al-Qur’a>n ; 6. Dala>’il al-Nu>r, berisi shalawat pada Nabi, doa dan
zikir; 7. khula>sah al-khula>sah, tentang zikir dan tafakur alam yang biasa
dibaca Nursi 2 jam sebelum shalat subuh. Lihat Bediuzzaman Said Nursi,
H}isb al-Haqa>’iq al-Nu>riyyah, (Istanbul: Sözler, 2007).
67
Wawancara dengan Haris Ali Ma’ruf pada 24 Oktober 2016.

129
setelah mengikuti program tersebut.68 Antusias juga nampak
dari para peserta Program Baca yang dilaksanakan di
penghujung tahun 2016, tepatnya tanggal 10 hingga 12
Desember di daerah puncak Malino, Makassar. Peserta yang
hadir dalam acara tersebut adalah para pimpinan-pimpinan
cabang Bakti Huria Grup, yang dihadiri pula oleh direktur
Bakti Huria Andi Amri. Nampak peserta dengan antusianya
menanyakan dan berdiskusi dalam kajian Risale-i Nur saat
mengikuti Program Baca.69

B.2. Pentingnya komunitas (primacy of community)


Nursi menekankan pentingnya bangunan komunitas
berdasarkan nilai-nilai Islam. Komunitas yang baik akan
berdampak positif bagi terjalinnya komunikasi dengan
komunitas lainnya. Atau dengan kata lain, peradaban yang
baik akan terwujud mulai dari komunitas kecil yang terus
mengembangkan diri. Gerakan dakwah Nur sendiri tidak
menekankan aspek kuantitas anggotannya, namun lebih
pada aspek kualitas. Kualitas komunitas atau umat dalam
Al-Qur’an dinyatakan dengan ungkapan khair ummah,
dengan menjadikan iman sebagai kata kunci dan tolak ukur
aktivitas, sepak terjang, acuan moral, hingga peribadatan.
Sebaliknya, ungkap Jonathan Wolff, dengan menolak
pentingnya komunitas, berarti kita berjalan pada garis edar
yang akan menuju alienasi individual, dan pada akhirnya
dapat melepaskan diri dari masyarakat. Lebih lanjut Wolff
menyatakan:
Untuk mengatasi bahaya tersebut kita harus mengakui
pentingnya moralitas adat---sebuah ikatan yang
mengikat masyarakat secara bersama-sama. Kita harus
mengakui bahwa tidak seorangpun yang berharap

68
Agung adalah penghuni dershane putra di Ciputat yang termuda
saat ini (2016) dan masih duduk di bangku Madrasah Aliyah di Yayasan
Khazanah Kebajikan. Wawancara dengan Agung pada 5 September 2016.
69
Hal tersebut disampaikan oleh Ali Aydögan saat mengikuti
Program Baca di Malino. Ali merupakan seorang Wa>kif yang berasal dari
Turki yang saat ini sedang berhidmah di Malaysia. Wawancara dengan
Ali Aydögan pada 12 Desember 2016.

130
diberi hak untuk melakukan hal-hal yang dapat
merusak moralitas tersebut. Tentunya, kita tidak perlu
melihat moralitas adat sebagai sesuatu yang statis dan
tidak berubah---sebenarnya terdapat banyak
perdebatan mengenai hal ini. Namun demikian, ruang
bagi reformasi moral tersebut dibatasi oleh adat dan
tradisi masyarakat.70
Dalam Islam reformasi moral telah berjalan efektif
sejak Nabi Muhammad mendirikan komunitas di Madinah.
Sebagaimana reformasi yang dilakukan Nabi, dan generasi
penerusnya, maka komunitas yang berkualitas yang
berdasarkan iman menjadi tema sentral karya-karya Nursi,
bahkan dilakukannya tidak hanya sebatas wacana. Usulan
model pendidikan yang maju pernah digagasnya. Walau
hingga akhir hayatnya universitas yang Nursi impikan tidak
terwujud, namun keberadaan dershane dan murid-murid Nur
merupakan senilai dengan universitas tersebut. Lewat
dershane, komunitas yang unggul berdasarkan nilai-nilai
Islam diharapkan dapat tumbuh. Jika komunitas baik, maka
harapannya dengan sendirinya peradaban yang gemilang pun
lebih mudah tercapai.
Komunitas unggul dengan tujuan ‚persaudaraan dalam
iman‛, itulah diantara tujuan Risale-i Nur.71 Dengan
komunitas yang unggul sekali lagi peradaban yang unggul
pun dapat dengan sendirinya terwujud. Tidak ada pilihan
lain, ungkap Nursi bahwa modernitas menuntut kerja
kolektif, kebersamaan dan saling bahu membahu. Risale-i
Nur hendaklah dijadikan panduan untuk tegaknya
kolektifitas. Dalam konteks ini Bakti menyatakan bahwa
Risale-i Nur menjadikan al-Qur’an sebagai sumber
utamanya, di samping hadits dan sunnah Nabi SAW. Salah

70
Lihat Jonathan Wolff, Pengantar Filsafat Politik, terj. M. Nur
Prabowo Setyabudi (Bandung: Nusa Media, 2013), 212. Diterjemahkan
dari An Introduction to Political Philosophy (New York: Oxford
University Press, 2009).
71
Lihat Şükran Vahide, Islam in Modern Turkey, An Intellectual
Biography of Bediuzzaman Said Nursi (New York: State University,
2005), 368.

131
satu tujuannya adalah mempertahankan kebenaran Islam
dan menjaga ajarannya agar tidak terkontaminasi dengan
unsur kemusyrikan. Terutama sekali agar umat Islam tidak
terpengaruh dengan kilau dan gemerlap materi tanpa nafas
tauhid. Karena itu kitab tafsir ini meletakkan pondasi dan
menegakkan bangunan komunitas Islam (ummah al-
Isla>m).72
Nursi mengajak dan mendorong Murid-murid Nur
untuk bersikap mementingkan orang lain dan komunitas,
serta mengajarkan agar ada transformasi diri dengan
merubah ‛Ana>‛ (Saya) menjadi ‛Nah}nu‛ (Kita). Artinya
Nursi mendorong untuk meninggalkan sifat dan sikap ego
dan masuk dalam lingkaran sosok pribadi maknawi yang
terdapat dalam jama>‘ah (komunitas). Nursi memberikan
ilustrasi sebagaimana selamatnya ahli tarekat dari riya
dengan menggunakan perantara yang dapat menundukkan
nafsu amarah dan berpegang teguh pada kaidah: Pertama,
al-fana>’ fi> al-shaikh, artinya tidak memikirkan diri sendiri,
bahkan lupa diri dalam masalah manfaat duniawi dan rela
berkorban apa saja demi shaikh. Kedua, al-fana>’ fi al-rasu>l,
artinya tidak memikirkan diri sendiri bahkan lupa diri dalam
masalah manfaat duniawi dan rela berkurban demi
mewujudkan cinta Rasul. Ketiga, al-fana>’ fi al-ikhwa>n,
artinya tidak memikirkan diri sendiri, bahkan lupa diri
dalam masalah manfaat duniawi dan rela berkurban demi
persaudaraan dan dan jama>‘ah (komunitas).73
Nursi berusaha untuk memberikan teladan kepada
murid-muridnya, bahwa kepentingan orang lain harus
diutamakan sebagaimana diajarkan Risale-i Nur.
Kepribadian kolektif yang dicapai melalui keikhlasan
merupakan kunci keberhasilan dakwah Nur. Vahide menulis

72
Lihat Andi Faisal Bakti, Pengantar Edisi Bahasa Indonesia,
dalam Bediuzzaman Said Nursi, Dari Koleksi Risa>lah al-Nur Al-
Mathnawi An-Nu>ri Minyibak Misteri Keesaan Ilahi, Terj. Fauzi Bahreisy,
(Jakarta: Anatolia, 2012), xxxvi.
73
Bediuzzaman Said Nursi, Kulli>yya>t Rasa>’il al-Nu>r, Murshid Ahl al-Qur’a>n
ila> H}aqa>’iq al-I>ma>n, terj. dan penyunting Ih}sa>n Qa>sim al-S{a>lih}i> (Al-Qa>hirah:
Da>r Su>zlar Linnashr, 2013), 138-139.

132
bahwa kesadaran akan kepribadian kolektif (shakhs}
ma‘nawy>/collective personality) ini adalah salah satu ciri
khas Risale-i Nur dan murid-muridnya. Nursi sendiri
memberi contoh yang paling bagus dalam keikhlasannya
dan sikapnya yang mementingkan orang lain, selalu
mengedepankan kepribadian kolektifnya.74
Untuk menguatkan jama>‘ah (komunitas), dakwah Nur
mengadakan berbagai kegiatan yang bersifat rutin maupun
temporal. Kegiatan rutin adalah kajian mingguan Risale-i
Nur dalam bahasa Arab dan Indonesia, serta kajian harian
bagi yang tinggal di dershane. Adapun yang temporal adalah
kunjungan ke berbagai sekolah, pondok pesantren-pondok
pesantren, yayasan dan ormas-ormas Islam, program baca
(pesantren kilat), serta bedah buku, seminar dan simposium.
Pada prinsipnya semua program kerja Yayasan Nur Semesta
bertujuan untuk mengembangkan komunitas yang baik yang
didasarkan pada

B.3. Ikhlas dan persaudaraan (sincerity and brotherhood)


Bangunan komunitas yang unggul dapat diindikasikan
dengan adanya kestabilan keamanan. Keamanan dapat
terlaksana dan berjalan, manakala dalam masyarakat saling
terjalin hubungan persaudaraan dan saling menghargai.
Berbagai masalah yang terjadi di tengah masyarakat, jika
tidak disikapi dengan ketahanan dapat menyebabkan
perpecahan dan kerusuhan bahkan dapat berujung
kekerasan, peperangan dan pengusiran. Ketahanan tersebut
dapat diperoleh dari berbagai sumber, di antaranya adalah
pengamalan nilai-nilai agama, kearifan lokal (local wisdom),
nilai-nilai perekat budaya, kebersamaan dan saling
menghargai satu dengan lainnya dalam sebuah masyarakat.
Gerakan dakwah Nur menawarkan resep guna
meperkuat persaudaraan yang didasarkan pada iman dan
keikhlasan. Semangat persaudaraan senantiasa Nursi
sampaikan dalam meminimalisir terjadinya permusuhan dan
perpecahan umat. Risalah ukhuwwah dan ikhlas merupakan

74
Lihat Şükran Vahide, Islam in Modern Turkey, 240.

133
bacaan wajib sekali seminggu di setiap dershane. Gerakan
Nur menekankan pentingnya solidaritas dan ukhuwwah
(persaudaraan), khususnya di antara anggotannya.
Semanggat persaudaraan dan menjaga keikhlasan dan
solidaritas tentulah bukan hanya untuk jamaah Nur saja
melainkan seluruh umat. Taufik Abdullah
mengistilahkannya dengan integrasi umat atau keutuhan
sosial yang dibangun berdasar pada ketaatan religius yang
benar.75 Pada tahun 1911, saat menyampaikan ‚Khotbah
Damaskus‛ di Masjid Ummayyah, Nursi menyampaikan
pesannya:
Aku telah mempelajari sejumlah pelajaran di sekolah
kehidupan sosial manusi. Aku mengetahui bahwa di
masa kini dan di tempat ini terdapat enam penyakit
yang membuat kita berhenti di depan abad
pertengahan, saat orang-orang asing (khususnya
Eropa) terbang menuju masa depan. Penyakit-penyakit
tersebut adalah: Pertama, hidup dan bangkitnya rasa
putus asa dan tidak berdaya dalam kehidupan sosial;
Kedua, pupusnya kebenaran dalam kehidupan sosial
dan politik; ketiga, senang pada permusuhan;
keempat, mengabaikan sejumlah ikatan cahaya yang
menyatukan antar orang beriman; Kelima, despotisme
(penindasan) yang menyebar bagaikan penyakit yang
menular; Keenam, perhatian yang hanya tertuju pada
kepentingan pribadi.76
Poin ketiga dan keempat khutbah tersebut jelas
mengambarkan semangat Nursi dalam mengkritisi
kehidupan sosial yang penuh dengan permusuhan dan
mengabaikan ikatan agama. Nursi merumuskan bahwa obat
dari sikap permusuhan adalah cinta. Nursi mengungkapkan
bahwa tabiat cinta, yang menjadi jaminan kehidupan sosial
manusia serta yang menjadi faktor terwujudnya kebahagiaa,

75
Taufik Abdullah, Islam dan Masyarakat, Pantulan Sejarah
Indonesia (Jakarta: LP3ES, 1987), 244.
76
Bediuzzaman Said Nursi, Kulli>yya>t Rasa>’il al-Nu>r, S}aiqal al-Islam au
A>tha>r Sa‘i>d al-Qadi>m. Terj. dan penyunting Ih}sa>n Qa>sim al-S{a>lihi> (Al-
Qa>hirah: Da>r Su>zlar Linnashr, 2013), 461.

134
lebih layak dicintai. Sebaliknya tabiat permusuhan dan
kebencian yang menjadi perusak kehidupan sosial
merupakan sifat buruk dan berbahaya. Kasih sayang,
kecintaan dan persaudaraan merupakan tabiat dan ikatan
agama Islam. Orang yang hatinya senantiasa membawa
sikap permusushan lebih menyerupai seorang anak berwatak
buruk yang selalu menangis hanya karena hal sepele. Bisa
jadi sesuatu yang lebih kecil dari sayap lalat dapat
menyebabkan ia menangis. Atau, ia lebih menyerupai
seorang lelaki pesimis yang tidak akan berprasangka baik
selama masih bisa berprasangka buruk. Akhirnya ia
menutupi sepuluh kebaikan seseorang dengan satu
kebaikannya. Seperti diketahui bahwa hal ini sangat
menyalahi etika Islam yang menghendaki sikap adil dan
prasangka baik.77
Jika diamati, konsep Nursi tentang pentingnya
persaudaraan masih relefan hingga saat ini, yang mana
masih ditemukan konflik berdarah-darah yang disebabkan
karena perpecahan dan rakus akan kekuasaan. Persaudaraan
yang didasari keihklasan merupakan kunci keberhasilan,
khususnya dalam dakwah Nur. Resistensi Risale-i Nur yang
berhasil melawan begitu banyak orang kafir yang
menakutkan dan keras kepala timbul dari misteri keikhlasan
dan karena tidak menjadi alat untuk apapun selain
pengabdian kepada iman. Murid-murid tidak ikut campur
dalam urusan apapun di luar tugas-tugas mereka sendiri.
Mereka bekerja dengan keikhlasan sempurna dan murni
dengan mengatakan bahwa tugas kami adalah mengabdi.
Murid-murid sejati Risale-i Nur memandang pengabdian
kepada keimanan melebihi segala-galanya, bahkan
seandainya murid-murid Nur diberi jabatan spiritual, karena
keikhlasan, mereka lebih menyukai jabatan pengabdian.78
Dalam konsep dakwah Nur, persaudaraan dan
keikhlasan dapat melahirkan kepribadian kolektif

77
Bediuzzaman Said Nursi, Kulli>yya>t Rasa>’il al-Nu>r, S}aiqal al-Islam au
A>tha>r Sa‘i>d al-Qadi>m, 479.
78
Lihat Şükran Vahide, Islam in Modern Turkey, An Intellectual
Biography of Bediuzzaman Said Nursi, 243-244.

135
(collective personality /shakhs} ma‘nawy>) yang dibutuhkan
dalam membangun komunitas atau umat yang kuat. Risale-i
Nur, ungkap Vahide, merupakan media dalam membentuk
kepribadian kolektif yang tergambar dari kuatnya
keikhlasan pengorbanan diri Nursi dan murid-muridnya.
Nursi sendiri mengambarkan dirinya sebagai sebutir benih
yang kemudian ditumbuhkan Tuhan yang maha pengasih
menjadi pohon Risale-i Nur yang berbuah dan sangat
bermanfaat. ‛Dahulu, saya hanyalah sebutir benir, saya
masih terpendam dan belum kelihatan. Semua nilai sesuai
dengan Risale-i Nur, yaitu tafsir al-Qur’an yang benar dan
tidak menyimpang, dan dialah makna dari al-Qur’an.‛79
Secara khusus Nursi juga menulis risalah tentang
ikhlas. Dalam risalah tersebut Nursi berpesan kepada T}ulla>b
al-Nu>r dan pelayan al-Qur’an:
Kita semua merupakan bagian-bagian dan organ-organ
dalam satu tubuh yang layak disebut dengan insan
kamil (manusia sempurna). Kita semua berposisi
sebagai gerigi dan roda pabrik yang sedang merancang
kebahagiaan abadi di kehidupan yang kekal nanti. Kita
adalah para pelayan dan pekerja dalam sebuah perahu
Rabbani yang membawa umat Muhammad Saw ke
pantai keselamatan. Yaitu tempat kedamaian. Kalau
begitu, kita sangat membutuhkan adanya persatuan,
kerja sama, dan rahasia keikhlasan yang mengantarkan
pada kekuatan jiwa senilai seribu seratus sebelas
(1111) sebagai hasil kerja empat orang. Ya, jika tiga
huruf alif tidak bersatu, nilainya hanya tiga saja.
Tetapi manakala bersatu dan bekerjasama, nilainya
akan menjadi seratus sebelas (111). Demikianlah pula
dengan angka empat. Kalau masing-masing angka
empat ditulis secara terpisah, totalnya hanya
berjumlah enambelas (16). Tetapi jika angka-angka
tersebut menyatu lewat rahasia persaudaraan, serta
tujuan dan misi yang sama dalam satu baris, ia akan

79
Lihat Şükran Vahide, Islam in Modern Turkey, An Intellectual
Biography of Bediuzzaman Said Nursi, 337.

136
senilai empat ribu empat ratus empat puluh empat
(4444).80
Saat permulaan membahas tentang persaudaraan,
Nursi mengutip beberapa ayat al-Qur’an, seperti surat al-
H}ujura>t (49): 10, Sesungguhnya orang-orang mukmin itu
bersaudara. Oleh karena itu, damaikanlah kedua saudaramu
(yang sedang berselisih); surat Fus}s}ilat (41): 34, Tolaklah
(perbuatan buruk) dengan perbuatan yang lebih baik
sehingga orang yang ada permusuhan antara kamu dan dia
akan menjadi teman yang setia. Setelah itu Nursi
mengkritik penyebab pertikaian dan perpecahan dengan
mengungkapkan bahwa fanatisme, keras kepala, dan
kedengkian yang menyebabkan perpecahan, kebencian dan
permusuhan di antara orang-orang yang beriman adalah
suatu keburukan dan kezaliman. Sifat-sifat itu tidak dapat
dibenarkan dalam pandangan hakikat, hikmah, dan agama
Islam, yang merupakan representasi dari spirit kemanusiaan
yang agung. Di samping itu, sifat-sifat permusuhan bisa
menghancurkan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, dan
mental manusia. Bahkan, itu merupakan racun mematikan
bagi kehidupan seluruh umat manusia.81
Ajakan Nursi agar umat bisa bersatu terus ia
sampaikan. Nursi juga selalu berusaha mengokohkan
persaudaraan di antara para murid-murid Nur dan umat
Islam dan menjauhi perpecahan. Nursi menganjurkan agar
T}ulla>b al-Nu>r bisa menggunakan wasilah-wasilah yang
dapat membunuh nafsu amarah dan berpegang pada
beberapa tingkatan kaidah. Puncak dari tingkatan wasilah
kaidah itu adalah al-fana>’ fi> al-ikhwa>n, yang maknanya
adalah tidak memikirkan diri sendiri bahkan lupa diri dalam
masalah manfaat duniawi dan rela berkurban demi

80
Lihat Bediuzzaman Said Nursi, Kulli>yya>t Rasa>’il al-Nu>r, al-Lama‘a>t,
terj. dan penyunting Ih}sa>n Qa>sim al-S{a>lih}i> (Al-Qa>hirah: Da>r Su>zlar Linnashr,
2013), 223.
81
Bediuzzaman Said Nursi, Kulli>yya>t Rasa>’il al-Nu>r, al-Matu>ba>t, terj.
dan penyunting Ih}sa>n Qa>sim al-S{a>lihi> (Al-Qa>hirah: Da>r Su>zlar Linnashr,
2013), 324-325 .

137
persaudaraan dan jama’ah.82 Saat Nursi memuji para
jamaahnya, ia menyatakan bahwa Imam Ali r.a. dan Syeikh
Abdul Qadir al-Jailani dengan karamahnya telah memuji
murid-murid Nur berdasarkan rahasia keikhlasan. Jika
murid-murid Nur ingin agar para pahlawan maknawi seperti
mereka selalu menjadi penolong dan juga ustad, maka
milikilah sikap ikhlas yang sempurna melalui rahasia yang
sempurna pula dengan rahasia ayat al-Quran: ‛Mereka lebih
mengutamakan orang lain ketimbang diri mereka sendiri .‛
(QS. Al-H}asr (59): 9). Dengan kata lain, kalian harus
mengutamakan saudara-saudara kalian daripada diri kalian
sendiri dalam hal tingkatan, kedudukan, penghormatan,
perhatian, serta dalam hal materi yang nafsu manusia
biasannya tamak dan senang kepadanya.83
Rahasia keberhasilan dakwah Nur di antarannya
karena mengedepankan ikhlas dan persaudaraan. Ungkapan
demikian pernah disampaikan oleh Ustad Ih}sa>n Qa>sim al-
S}alihi> saat menjawab pertanyaan Kang Abik sapaan akrab
Habiburrahman El-Shirazy pada kajian umum Risale-i Nur
pada sepuluh September 2015. Dengan demikian ikhlas dan
persaudaraan merupakan salah satu kekuatan dalam
membentuk komunitas yang solid. Sistem perjalanan
dakwah Nur adalah persaudaraan, sehingga seseorang tidak
menganggap dirinya lebih tinggi dari yang lain dan tidak
berperilaku seperti seorang mursyid. Maqam persaudaraan
adalah sangat luas, tidak ada jalan di dalamnya saling iri,
dan jika memang diperlukan maka seseorang itu hendaklah
menjadi penolong terhadap saudarannya, menyempurnakan
kerja saudarannya, dan sebagai teman seperjuangannya.84

82
Bediuzzaman Said Nursi, Kulli>yya>t Rasa>’il al-Nu>r, Murshid Ahl al-Qur’a>n
ila> H}aqa>’iq al-I>ma>n, 139.
83
Lihat Bediuzzaman Said Nursi, Kulli>yya>t Rasa>’il al-Nu>r, al-Lama‘a>t,
224-225.
84
Bediuzzaman Said Nursi, Kulli>yya>t Rasa>’il al-Nu>r, Murshid Ahl al-Qur’a>n
ila> H}aqa>’iq al-I>ma>n,106.

138
B.4. Kemandirian (self reliance)
Kepercayaan diri, merupakan kunci awal kesuksesan.
Jika bangsa Turki mampu bangkit dari keterpurukan
ekonomi dalam sepuluh tahun terakhir, maka faktor
kepercayaan diri merupakan salah satu sebab utamanya.
Keputusasaan sebagai lawan dari kepercayaan diri dalam
perspektif doktrin Islam merupakan hal yang terlarang.
Namun Nursi sendiri menyaksikan bahwa sebagian umat
masih mengikuti jalan keputusasaan tersebut. Kemandirian
komunitas ungkap Bakti, dapat terwujud dengan adanya
pemberdayaan Sumber Daya Manusia (SDM) sehingga
masyarakat dapat menolong dirinya sendiri (self-help) untuk
meningkatkan kesejahteraan mereka.85 Kualitas SDM
dengan kata lain, ikut berkontribusi dan memainkan peran
penting bagi kesejahteraan suatu bangsa.
Kemandirian komunitas dapat terwujud dengan proses
pembangunan manusia seutuhnya yang berorientasi pada
pencapaian kebahagiaan dan kesejahteraan. Nursi
menekankan bahwa kemandirian akan lahir dari pemahaman
agama Islam yang benar. Islam, ungkap Nursi mendorong
kemajuan maknawi (spiritual) dan mendorong kemajuan
fisik (materiil).86
Saat berpesan dalam khutbah Syamiyah (damascus
seremon) 1911, Nursi mengutip ayat: ‚janganlah kalian
berputus asa dari rahmat Allah,‛ (QS. Al-Zumar (39): 53).
Poin dari pesan tersebut adalah tentang harapan dan
kepercayaan diri dan pentingnya kemandirian (self reliance).
Putus asa merupakan penyakit kronis bagi seluruh umat dan
bangsa. Ia seperti kanker. Putus asa juga merupakan
penghalang untuk bisa mencapai kesempurnaan dan
bertentangan dengan spirit hadith qudsi, ‛Aku (perlakukan
hambaku) sesuai dengan prasangka-nya terhadap-Ku.‛ (H.R.

85
Andi Faisal Bakti, ‚Relefansi Pemikiran Nurcholish Madjid
untuk Pembangunan Bangsa‛, Titik Temu Jurnal Dialog Peradaban, Vol.
6, No. 1, Juli-Desember 2013, 44.
86
Bediuzzaman Said Nursi, Kulli>yya>t Rasa>’il al-Nu>r, S}aiqal al-Islam au
A>tha>r Sa‘i>d al-Qadi>m, terj. dan penyunting Ih}sa>n Qa>sim al-S{ha>lihi> (Al-
Qa>hirah: Da>r Su>zlar Linnashr, 2013), 469.

139
Buhka>ri> dan Muslim). Putus asa adalah sikap para pengecut,
orang-orang bodoh, kaum papa. Ia bukan merupakan
kemuliaan Islam serta bukan watak bangsa Arab yang
dikenal memiliki sifat-sifat terpuji. Dunia Islam telah
banyak belajar dari keteguhan bangsa Arab. Harapan yang
besar agar bangsa Arab terbebas dari putus asa serta dapat
menjalin kerjasama dengan bangsa Turki untuk bersama-
sama meninggikan panji Al-Qur’an agar tetap berkibar di
seluruh penjuru negeri.87
Nursi berusaha ‛mendobrak‛ pintu putus asa dan
sebagai gantinya ia buka pintu kemandirian dan
kepercayaan diri guna membangun kemajuan umat.
Singkatnya kemandirian adalah pintu untuk meraih
kesuksesan di masa yang akan datang. Terkait dengan
kemandirian atau kepercayaan diri Michael Vatikiotis,
seorang wartawan internasional pernah menulis:
Gelombang baru kepercayaan diri sedang bergerak di
tengah mayoritas umat Islam Indonesia. Berseminya
keyakinan keagamaan telah terlihat di kalangan
generasi muda selama beberapa tahun belakangan,
bahkan tren-tren baru yang muncul mencakup
meningkatnya keberuntungan dan aktivita politik
umat Islam.88

B.5. Integrasi nilai-nilai tradisional dan modern (integration


of modernity and tradition)
Agama (Islam) dipandang oleh penganut paham
sekulerisme sebagai penghambat pembangunan dan
kemajuan bangsa. Sebagai penghambat maka agama beserta
simbolnya dilarang tampil di ruang publik. Ide sekuler
tersebut di antaranya dianut oleh Mustafa Kemal.
Sebaliknya, Nursi berusaha meyakinkan semua orang bahwa
Islam adalah agama yang tidak bertentangan dengan
modernitas apalagi menghambat pembangunan suatu

87
Bediuzzaman Said Nursi, Kulli>yya>t Rasa>’il al-Nu>r, S}aiqal al-Islam au
A>tha>r Sa‘i>d al-Qadi>m, 475.
88
Lihat Michael Vatikiotis, ‚Faith Wihout Fanatics‛, dalam Far
Eastern Economic Review, 14 Juni, 25.

140
bangsa. Islam tidak hanya mendukung modernitas, namun
juga memandunya agar tidak ’kebablasan’. Serif Mardin
menyatakan: ‛...the point that his ideas try to meet is the
endeavour of modern Muslims to find direction for
themselves in modern society.‛89
Pembangunan masyarakat yang tidak mendasarkan
pada nilai-nilai budaya, tidaklah dapat bertahan dengan
mulus, dibutuhkan interaksi, dialog dan karifan budaya yang
berkesinambungan. Azra mengungkapkan bahwa
perkembangan Islam di Indonesia juga tidak pernah terlepas
dari dinamika Islam di tempat-tempat lain, khususnya di
Timur Tengah.90 Hal saling memengaruhi tersebut,
senantiasa diperhatikan Nursi. Rancangan konsep
pendidikan Nursi tentang perpaduan antara yang modern
dan tradisional tampak jelas dalam sistem pendidikan yang
ia gagas. Hal tersebut ia maksudkan agar umat Islam bisa
mengikuti perkembangan zaman, khususnya perkembangan
ilmu pengetahuan dan sains modern Barat yang telah lebih
dahulu maju dengan pesat. Ia mengkritik sistem pendidikan
yang ada saat itu karena belum mencerminkan perpaduan
tersebut. Melalui perjalanan intelektualnya yang panjang,
Nursi berusaha mengintegrasikan sistem pendidikan
tradisional yang bercorak madrasah dengan sistem
pengajaran kitab-kitab klasik, dengan sistem pengajaran
tradisi kaum sufi (tekke) yang menekankan aspek
spiritualitas dan pengajaran ilmu pengetahuan modern
Barat. Nursi tidak mengecam jenis-jenis dari sistem belajar
tersebut. Nursi berusaha memajukan umat dari berbagai
ketertinggalan dengan mengedepankan pentingnya aspek
pendidikan yang tepat. Pengintegrasian ketiga sistem

89
Serif Mardin, ‛The Collective Memory and Consciousness‛,
dalam International Symposium The Reconstruction of Islamic Thought
in The Twentieth Century and Bediuzzaman Said Nursi, (Istanbul: Sozler
Publications, 1992)
90
Azyumardi Azra, ‚Pengantar: Santri-Abangan Revisited‛, dalam
Bambang Pranowo, Memahami Islam Jawa (Jakarta: Pustaka Alvabet,
2009), XIV.

141
tersebut bertujuan untuk menjadikan pendidikan yang
unggul guna kemajuan peradaban umat.
Proyek pendidikan Nursi ia komunikasikan dengan
pemerintah pada tahun 1907, saat ia berkunjung ke Istanbul.
Umurnya pada waktu itu 30 tahun, umur yang relatif masih
muda untuk sebuah ide yang besar. Pada bulan Mei 1908,
Nursi menyerahkan sebuah petisi yang menjelaskan
gagasan-gagasan reformasi pendidikannya ke Istana.
Walaupun pendidikan yang Nursi harapkan tidak
dapat terwujud, namun keberadaan dershane dianggap
sebagai representasi pendidikan yang ia gagas. Sistem
dershane yang dikembangkan di Turki maupun di Indonesia
adalah usaha membentengi moral umat dari berbagai hiruk
pikuk modernitas beserta segala problematikannya. Para
T}ulla>b al-Nu>r yang tinggal di dershane memiliki latar
belakang pendidikan yang beragam, dershane merupakan
wadah guna mengkader mereka agar dapat menyerap nilai-
nilai moral dalam Risale-i Nur.

B.6. Anti kekerasan (non-violence)


Sikap anarkis dan kekerasan adalah hal paling
dihindari Nursi. Ia senantiasan berpesan bahwa kekerasan
tidak akan pernah menyelesaikan masalah. Walaupun ia
memiliki murid yang tersebar luas di Turki, ia tidak pernah
memobilisasi untuk melawan pemerintah. Bahkan ketika ia
dipenjara, dianiaya dan dalam persidangan sekalipun, ia
tidak pernah berupaya unjuk kekuatan memobilisasi masa
apalagi menganjurkan kekerasan. Nursi menekankan hidup
harmonis dapat terjalin di tengah masyarakat. Saat
menghadapi orang-orang ateis atau menyikapi permusuhan
Nursi menyatakan bahwa janganlah menghadapi mereka
dengan keras. T}ulla>b al-Nu>r seharusnya memikirkan untuk
membela diri saja, dengan memperlihatkan semangat
perdamaian, dan menjawab dengan jelas titik-titik
sanggahan, karena sifat ego di zaman sekarang semakin
mengila. Dari sinilah muncul pertikaian dan permusuhan di

142
kalangan ahlul haq dan yang sangat diinginkan ahlul batil
dan kesesatan.91
Sikap teror dan kekerasan adalah musuh agama yang
menjunjung tinggi kemanusiaan. Juwono menyatakan
bahwa terdapat banyak orang-orang yang tidak berdosa
terbunuh karena kekejaman para teroris. Karena itu, tindak
kekerasan dan terorisme adalah musuh kemanusiaan dan
musuh semua umat beragama.92 Pada saat terjadi
pemberontakan pada 31 Maret 1909 terhadap rezim
penguasa oleh kelompok yang menamakan dirinya CUP
(committee of Union and Progress)93, Nursi tidak turut
ambil bagian dalam pemberontakan tersebut.
Untuk mengentikan kekerasan dan aksi-aksi terorisme
Bambang Pranowo mengajak seluruh komponen masyarakat
harus bekerjasama tidak hanya melakukan pencegahan, tapi
juga pendekatan persuasif dan dialog.94 Nursi tidak pernah
menggunakan cara-cara kekerasan dalam dakwah.
Konsistensi Nursi bahwa jihad yang terbaik menurutnya
adalah menevi jihad, jihad dengan kata-kata atau tulisan.
Saat Nursi diajak turut berpartisipasi dalam pemberontakan
oleh syaikh Said Naqsabandi terhadap rezim sekuler
Mustafa Kemal, Said Nursi menolaknya. Dalam suratnya,
dia menulis:
Sesungguhnya pemberontakan itu hanya menimbulkan
saling membunuh diantara saudara sesama Muslim
dan tidak jelas tujuannya. Umat Turki telah
menegakkan bendera Islam. Beribu-ribu, bahkan
berjuta-juta shuha>da>’ telah mengorbankan dirinya
91
Bediuzzaman Said Nursi, Kulli>yya>t rasa>’il al-Nu>r, Murshid Ahl al-Qur’a>n
ila> H}aqa>’iq al-I>ma>n, terj. dan penyunting Ih}sa>n Qa>sim al-S{a>lihi> (Al-Qa>hirah:
Da>r Su>zlar Linnashr, 2013), 212-213.
92
Juwono Sudarsono, ‚Kata Pengantar: Terorisme, Musuh Bersama
Umat Manusia‛, dalam M. Bambang Pranowo, Orang Jawa Jadi Teroris
(Jakarta: Pustaka Alvabet, 2011), XIV.
93
Kelompok ini telah mendesak Sultan Abdul Hamid diberhentikan
pada tanggal 27 April 1909, lihat Şükran Vahide, Islam in Modern
Turkey, An Intellectual Biography of Bediuzzaman Said Nursi, 75-85.
94
Bambang Pranowo, Orang Jawa Jadi Teroris (Jakarta: Pustaka
Alvabet, 2011), VI-VII.

143
demi agama Islam. Oleh karena itu janganlah
menghunus pedang untuk melawan pejuang-pejuang
Muslim sendiri. Dan saya juga tidak akan berbuat
demikian.95
Dakwah Nur pun demikian, selalu mengedepankan
sikap-sikap moderat sebagaimana pesan-pesan dalam
Risale-i Nur. Dakwah merupakan ajakan, maka sikap keras
justru akan kontraproduktif. Ia hendaklah mengedepankan
sikap empatik dan persuasif sebagaimana yang telah
dilakukan para Tulla>b al-Nu>r. Karena mengedepankan
sikap-sikap kelembutan tersebut, maka dakwah Nur menjadi
mudah beradaptasi dalam mengembangkan dakwahnya
diberbagai negara, bahkan di 2016 ini telah mencapai
seratus negara.96 Nursi mengecam kejahatan dan
permusuhan serta membandingkannya dengan kebaikan dan
cinta. dalam ungkapannya:
Dalam pandangan hakikat, kejahatan-kejahatan yang
menjadi sebab timbulnya permusuhan dan kebencian
bersifat padat, seperti tanah dan kejahan itu sendiri.
Benda padat tidak berpindah dan tidak memantul pada
yang lain, kecuali kejahatan yang ditiru seseorang dari
orang lain. Sedangkan kebaikan yang menjadi sebab
timbulnya rasa cinta bersifat halus, seperti cahaya dan
cinta itu sendiri. Dalam hal ini, cahaya dapat
berpindah dan memantul pada yang lain. Dari sinilah
terlahir suatu pepatah, ‛sahabat dari seorang sahabat
juga merupakan sahabat.‛ sebagaimana banyak orang

95
Surat ini disimpan dalam dokumen kemerdekaan Negara, arsip
Syaikh Said, Lihat Ihsan Qasim Shalih, Lumh}a>t min Haya>t Badiuzzaman
Said Nursi, 3, makalah disampaikan dalam Seminar Internasional
Tentang Pemikiran Said Nursi, 16 Agustus, 2000, di IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Lebih lanjut tentang pemberontakan tersebut lihat
pula Şükran Vahide, Islam in Modern Turkey, An Intellectual Biography
of Bediuzzaman Said Nursi, 180-182.
96
Pernyataan ini disampaikan Hasbi Sen pada kajian Ramadhan
dan buka bersama di dershane Ciputat pada 17 Juni 2016.

144
sering mendengung-dengungkan, ‛karena kebaikan
satu orang, seribu orang dimuliakan.‛.97
Gerakan dakwah Nur, bergerak berdasarkan upaya dan
usaha yang positif serta menghindari terjadinya
permusuhan, kerusuhan serta kekerasan. Berbeda dengan
banyak kelompok dan orang-orang tertentu yang salah
kaprah berjuang demi mencapai cita-cita Islam dengan cara
‛negatif‛ murid-murid Nur mengikuti metode ‛positif‛.
Karena itulah, pemerintahan Demokrat bersikap lunak
terhadap mereka, serta mengizinkan penerbitan Risale-i Nur
secara terbuka setelah karya tersebut dinyatakan bersih oleh
pengadilan Afyon pada tahun 1956 dan tidak menekan
gerakan tersebut. Berdasarkan hal tersebut Nursi terus
mendukung partai Demokrat, khususnya Perdana Menteri
Adnan Menderes, selama sepuluh tahun mereka berkuasa. 98

B.7. Partisipasi pada demokrasi (participatory democracy)


Sistem demokrasi merupakan keniscayaan negara
modern, yang mana keikutsertaan, keterlibatan dan
partisipasi masyarakat untuk menentukan para pimpinan
dan keterwakilannya di suatu negara. ‛Tak ada demokrasi
tanpa pemimpin, sebab demokrasi memang meniscayakan
berlangsungnya pertandingan kepemimpinan tanpa jeda
kapan pun,‛ ungkap M. Pabottingi.99 Sistem tersebut ikut
melahirkan negara-negara maju di Barat. Sebagian negara-
negara yang berpenduduk mayoritas Muslim pun ikut
mengadopsi sistem ini dengan beragam karakter dan
keunikannya. Di Indonesia dikenal dengan sistem demokrasi
Pancasila, yaitu demokrasi yang mendasarkan pada nilai-
nilai sila dalam pancasila. Di Barat muncul demokrasi

97
Bediuzzaman Said Nursi, Kulli>yya>t Rasa>’il al-Nu>r, al-Matu>ba>t, 327.
98
Lihat Şükran Vahide, Islam in Modern Turkey, An Intellectual
Biography of Bediuzzaman Said Nursi, 324.
99
Mokhtar Pabottingi, Kepemimpinan dan Demokrasi Kita, Akar-
akar Kebangkrutan Kepemimpinan di Era Reformasi dan Jalan Menuju
Kebangkitan, Prisma Majalah Pemikiran Sosial Ekonomi, Vol. 32, 2013,
3-4.

145
deliberatif yang memungkinkan agama diperhitungkan
dalam politik.100
Nursi sendiri bukanlah seorang yang anti demokrasi,
sebagai sebuah sistem modern ia tidak pernah mengritik
demokrasi. Kritik Nursi dialamatkan pada penguasa yang
tiran, di mana nilai-nilai agama yang seharusnya menjadi
nafas demokrasi justru dijauhkan atas nama pembangunan
bangsa Turki oleh rezim sekuler Mustafa Kemal Atatürk
(1925-1950).
Nursi menekankan aspek kestabilan keamanan dalam
masyarakat dengan selalu berpedoman pada jalan Tuhan.
Bagi komunitas atau partai, Nursi memberikan pesan:
Jika berkelompok atau berpartai demi kebenaran atas
nama Allah SWT., bisa saja menjadi tempat
berlindung untuk ahli haq, namun perpecahan yang
sering kita saksikan dilatar belakangi oleh

100
Ide demokrasi deliberatif muncul pada tahun 1980-an oleh
sejumlah pemikir seperti Bernard Manin, Joshua Cohen, dan Bruce
Achermann. Mereka mengembangkan demokrasi deliberatif itu
berdasarkan teori kritis dan teori tindakan komunikatif Habermas.
Habermas sendiri merekonstruksi demokrasi deliberatif ini dalam rangka
melengkapi kelemahan komplementer dalam sistem demokrasi yang
menganut leberalisme dan republikanisme/komunitarianisme. Liberalisme
mementingkan hak-hak asasi manusia, kebebasan individu, menempatkan
individu lebih utama, sehingga negara hanya berlaku sebagai ’polisi’
semata. Sementara republikanisme/komunitarianisme mengutamakan
kedaulatan rakyat, menganggap komunitas sebagai dasar keberadaan
individu, memprioritaskan kesamaan (equqlity), sehingga negara
cenderung menerima suara mayoritas rakyat sebagai basis legitimasinya.
Teori diskursus (deliberatif) Habermasmengambil elemen-elemen penting
dari kedua tradisi tersebut dan mengintegrasikan mereka ke dalam suatu
konsep prosedur deliberasi dan proses pembuatan keputusan. Demokrasi
deliberatif Habermas ingin menegaskan pentingnya prosedur komunikasi
untuk meraih legitiasi hukum dalam masyarakat modern yang kompleks
dan plural dewasa ini, setelah cara-cara legitimasi tradisional dianggap
tidak lagi memadai. Lihat Jürgen Habermas, Between Naturalism and
Religion (Cambridge: Polity Press, 2008), 286. lihat pula Gusti A.B.
Menoh, Agama dalam Ruang Publik, Hubungan antara Agama dan
Negara dalam Masyarakat Postsekuler Menurut Jurgen Habermas
(Yogyakarta: Kanisius, 2015).

146
kepentingan-kepentingan pribadi dan hawa nafsu
amarah. Sehingga ia menjadi tempat perlindungan
orang-orang yang mempunyai niat jahat, bahkan
sebagai markas orang-orang zhalim. Kezhaliman itu
sangat jelas dalam tingkah laku mereka, sekiranya
setan mendatangi salah seorang dari mereka untuk
membantu dan mendukung pendapatnya maka kamu
dapat melihat orang tersebut menyanjung dan
mengasihi setan itu, pada waktu yang sama jika
kelompok yang lain terdapat manusia seperti malaikat
maka kamu akan melihat orang tersebut melaknat dan
mencaci manusia yang seperti malaikat tadi, karena
berseberangan kelompok atau partai.101
Pada saat pemilihan umum bulan Oktober 1957 yang
sekali lagi dimenangkan partai demokrat, Nursi memberikan
dukungan dan menghimbau murid-murid Nur agar memilih
partai tersebut. Partai demokrat dianggap Nursi telah
memberikan ruang bagi agama, khusus perjuangan Risalah
Nur. Hal ini pun pernah ia sampaikan pada pemilihan umum
sebelumnya pada 1950.102 Nursi berpandangan bahwa ia
mendukung sepenuhnya pemerintah manakala dapat
menyerap aspirasi umat. Menang tipisnya partai demokrat
pada pemilu 1957 tersebut memancing reaksi yang keras
dari lawan politiknya Partai Republik yang didirikan Kemal
Atattruk pada gerakan dakwah Nur. Bahkan menurut
laporan, yang mengalahkannya adalah Nurcu (murid-murid
Nur).103

101
Bediuzzaman Said Nursi, Kulli>yya>t rasa>’il al-Nu>r, Murshid Ahl al-Qur’a>n
ila> H}aqa>’iq al-I>ma>n, 210.
102
Pasca kemenangan partai Demokrat, gerakan Nur mendapat
kemudahan dan situasi yang kondusif bagi konsolidasi dakwahnya. Para
murid Nur telah berkoalisi dalam sebuah gerakan dan kekuatan yang
signifikan di Turki. Lihat B. Toprak, ‛The Religious Right,‛ dalam
Khoury Hourani dan Wilson, Modern Midle East, 637-638. lihat pula
Şükran Vahide, Islam in Modern Turkey, An Intellectual Biography of
Bediuzzaman Said Nursi, 193.
103
N. Sahiner, Son Sahitler Bediuzzaman Said Nursi’yi Anlatiyor ,
(Istanbul: Yeni Asya Yayinlari, 1992), Vol. 5, 112.

147
Nursi tidak hanya mendukung demokrasi, namun ia
berusaha ikut memainkan peran yang signifikan dalam
kemajuan bangsanya. Namun, pikiran Nursi terkadang
disalahpahami oleh kelompok tertentu, karena pertimbangan
yang cenderung politis. Terkait hal tersebut, Recep Tayyib
Erdogan menyatakan bahwa ide Said Nursi tentang politik
adalah kritik terhadap politik itu sendiri. Said Nursi melihat
praktik politik yang kotor, jauh dari nilai-nilai moral, agama
dan sosial. Dalam situasi seperti itu, dibutuhkan sebuah
‛lompatan‛ berfikir yang kritis. Kondisi tersebut hanya bisa
diobati dengan iman, fikir dan ilmu pengetahuan.104
Hingga saat ini, murid-murid Nur dianjurkan untuk
ikut berpartisipasi pada proses demokrasi di Turki,
khususnya saat pemilu. Tradisi mereka akan memberikan
suara pada calon yang memiliki kepemimpinan yang baik,
dan komitment pada ajaran agama serta memiliki moral
yang baik pula. Para murid-murid Nur, sebagaimana Nursi
menginginkan pemimpin yang memiliki kepribadian al-
Qur’an, tanpa menyoal bentuk pemerintahan, sehingga
rakyatpun bisa menyontohnya. Vahide menyatakan bahwa
Nursi tidak bekerja melawan pemerintahdan tatanan yang
sudah mantap. Sebaliknya, dia melindungi stabilitas dan
tatanan sosial menghadapi dua aliran atau ‛malapetaka‛
luar yang sedang menghancurkan tatanan publik,
menghancurkan negara, dan menciptakan anarki. Nursi
ungkap Vahide, telah menulis sejumlah surat dan petisi
terbuka kepada para pejabat pemerintah dan departemen-
departemen pemerintah untuk memperingatkan pemerintah
akan bahaya tersebut. Salah satu surat tersebut ditujukan
kepada Hilmi Uran, Menteri Dalam Negeri yang menjabat
hingga Oktober 1946, lalu Sekretaris Jenderal Cumhuriyet
Halk Partisi (Partai Rakyat Republik). Dalam surat tersebut,

104
Recep Tayyib Erdogan, ‚A Treasury Yet To Be Discovered:
Said Nursi‛, dalam Third International Symposium on Bediuzzaman Said
Nursi, The Reconstruction of Islamic Thought in The Twentieth Century
and Bediuzzaman Said Nursi (Istanbul: Sözler Publications, 24-26
September 1995), 20.

148
Nursi mengambarkan dua aliran tersebut, menunjukkan sifat
Islam yang tidak terpisahkan dengan bangsa Turki. 105
Gerakan dakwah Nur yang dimotori Nursi merupakan
dakwah kultural non politis. Menurut Nursi dakwah tersebut
dapat berjalan efektif dengan semangat pengorbanan yang
didasarkan pada keikhlasan dan persaudaraan. Vahide
menyatakan, ‛Nursi menekankan bahwa persatuan Islam
yang bersifat non politis itu akan menjadi sumber kekuatan
bangsa Turki, khususnya untuk melawan komunisme dan
ateisme.‛106
B.8. Hemat/sederhana (frugality)
Lawan dari pemborosan adalah hemat. Dari kata
hemat dikenal pula istilah, hemat pangkal kaya. Sebuah
ungkapan sederhana yang jika direnungkan benar adanya.
Pemborosan dapat berimplikasi pada kehidupan sosial yang
luas. Sikap pemborosan dapat menyebabkan keserakahan,
bangsa yang kuat mengeksploitasi bangsa yang lemah, yang
kuat menindas yang lemah dan seterusnya.
Pemborosan dan berlebihan mendapat apresiasi yang
mendalam dalam ajaran Islam, Ustad Nursi ketika
membahas risalah tentang hidup hemat denga mengutip
ayat: Makanlah, minumlah, dan jangan berlebihan. (QS. Al-
A‘ra>f (7): 31). Nursi membahas risalah tersebut menjadi
tujuh nuktah. Pertama, menurut Nursi hidup boros
bertentangan dengan sikap syukur, serta meremehkan
nikmat yang diberikan Allah. Hidup hemat adalah wujud
rasa syukur dan bersifat maknawiyah. Ia merupakan
penghormatan terhadap rahmat Tuhan yang tersimpan
dalam karunia dan kebaikan-Nya. Sikap hemat merupakan
penyebab keberkahan dan ditambahkannya nikmat, sumber
kesehatan jasmani layaknya diet, sarana kehormatan yang
menyelamatkan manusia dari kehinaan meminta-minta,
sarana utama agar bisa merasakan kelezatan yang terdapat
dalam berbagai nikmat, serta menjadi perantara agar bisa

105
Lihat Şükran Vahide, Islam in Modern Turkey, An Intellectual
Biography of Bediuzzaman Said Nursi, 278-279.
106
Lihat Şükran Vahide, Islam in Modern Turkey, An Intellectual
Biography of Bediuzzaman Said Nursi, 325.

149
mencicipi segala kenikmatan yang tersembunyi dalam
karunia yang tampaknya tidak nikmat. Karena hidup boros
dan berlebihan berlawanan dengan hikmah-hikmah di atas,
maka ia memberikan dampak-dampak yang sebaliknya.107
Dalam nuktah pertama tersebut mengambarkan
hubungan hemat, syukur dan sikap hina meminta-minta
karena boros. Dalam pembahasan nuktah kedua, Nursi
menulis:
Hidup hemat dan qana’ah adalah dua hal yang sangat
sejalan dengan hikmah Ilahi. Keduanya menempatkan
alat pengecap di atas laksana petugas penjaga,
memposisikannya secara wajar, serta memberi upah
kepadanya sesuai dengan tugas yang ada. Adapun
hidup boros dan berlebihan bertentangan dengan
hikmah Ilahi. Karena itu orang yang boros akan cepat
mendapat penyakit. Sebab, perut akan berisi dengan
berbagai campuran berbahaya yang bisa
menghilangkan selera makan sebenarnya. Ia pun
makan dengan selera palsu yang muncul dari berbagai
jenis makanan yang menyebabkan kesulitan
pencernaan.108
Dalam nuktah kedua Nursi menghubungkan hemat,
sikap boros dan dampaknya bagi kesehatan. Jika sikap boros
tekait dengan konsumsi makanan yang berlebih, maka dapat
mendatangkan penyakit. Tidak dapat disangkal bahwa
untuk hidup kita perlu makan, tetapi bukan untuk makan
kita hidup. Agama tidak membenarkan untuk mengurangi
asupan makanan yang bergizi, karena itu dapat menghambat
fungsi biologis dan kewajiban ibadah kepada-Nya, tetapi itu
tidak berarti berlebih-lebihan dalam kadar dan ragam
makanan.109

107
Bediuzzaman Said Nursi, Kulli>yya>t Rasa>’il al-Nu>r, al-Lama‘a>t, 193-
194.
108
Bediuzzaman Said Nursi, Kulli>ya>t Rasa>’il al-Nu>r, al-Lama‘a>t, 194-
195.
109
M. Quraish Shihab, Menjemput Maut, Bekal Perjalanan Menuju
Allah SWT. (Jakarta: Lentera Hati, 2008), 87.

150
Dalam nuktah ketiga Nursi menghubungkan indera
pengecap tidak sekedar menjadi sensor melindungi tubuh
secara fisik, namun lebih dari itu ia juga bertugas
melindungi dan memelihara kalbu, jiwa dan akal. ‛Dengan
kata lain, kita bisa mempergunakan lisan ini untuk
bersyukur karena ia bisa memilah-milah di antara berbagai
makanan yang nikmat dan lezat‛, tulis Nursi.110
Dalam nuktah keempat Nursi mengungkapkan bahwa
orang yang hidup hemat tidak akan ditimpa oleh kemiskinan
dan kelaparan. Nursi membagi rezeki menjadi dua, pertama,
rezeki hakiki yang menjadi ketergantungan hidup seseorang.
Rezeki tersebut dijamin oleh Allah sesusi dengan ayat QS.
Al-Dha>riya>t (51): 58) dan QS. Hu>d (11): 6. Nursi
menyatakan bahwasetiap orang bisa memperoleh rezeki
tersebut jika ikhtiar buruk manusia tidak ikut campur, tidak
sampai mengorbankan agamanya, serta tidak menggadaikan
kehormatan dan kemuliaannya. Kedua, rezeki metaforis,
yaitu dengan menyalahgunakan berbagai kebutuhan yang
sebenarnya tidak penting tetapi kemudian berubah menjadi
kebutuhan pokok baginya, kemudian menjadi pecandu
akibat sifat taklid dan tidak bisa melepaskan diri darinya.
Rezeki ini berada diluar jaminan Tuhan, maka harga yang
harus dikeluarkan untuk memperoleh rezeki ini sangat
mahal, apalagi pada zaman kita sekarang ini. Harta tersebut
seringkali diperoleh dengan cara menggadaikan
kehormatannya. Bahkan meskipun dengan mencium kaki
orang. Lebih dari itu kadangkala harta yang buruk tersebut
harus dibayar dengan mengorbankan kesucian agamanya
padahal ia merupakan cahaya hidupnya yang kekal.111
Dalam nuktah kelima dan keenam Nursi menekankan
bahwa hemat tidaklah sama dengan pelit. Pelit ungkap
Nursi merupakan gabungan dari kerendahan, kebakhilan dan

110
Bediuzzaman Said Nursi, Kulli>ya>t Rasa>’il al-Nu>r, al-Lama‘a>t, 195-
196.
111
Bediuzzaman Said Nursi, Kulli>yya>t Rasa>’il al-Nu>r, al-Lama‘a>t, 196-
188.

151
ketamakan.112 Dalam nuktah ketujuh, sikap boros dan
berlebihan menimbulkan ketamakan, sementara ketamakan
akan melahirkan tiga hal: pertama, tidak pernah merasa
cukup, yang menyebabkan orang malas beramal dan
berusaha, seta membuatnya senantiasa mengeluh tidak mau
bersyukur. Kedua, malang dan merugi, sebab orang yang
tamak tidak akan pernah mencapai maksudnya, selalu
merasa sulit, tidak pernah merasa ditolong dan dibantu.
Ketiga, ketamakan merusak keikhlasan dan mengotori amal
ukhrawi.113
Saat menutup risalah ini, Nursi menyatakan bahwa
kondisi umat manusia pasca perang dunia kedua,
masyarakat dalam kondisi kelaparan, kerusakan dan
berbagai bentuk pemborosan di seluruh dunia. Kondisi
tersebut tentu saja maengharuskan mereka untuk hemat dan
hidup sederhana.114 Anjuran Nursi untuk hidup hemat dan
sederhana tidak lain agar umat manusia dapat menopang
hidunya dengan mandiri tanpa harus mengantungkan pada
orang atau bangsa lain. Himbauan Nursi juga mengandung
pesan, agar bangsa yang rakus serta kuat tidak
mencengkeram dan mengeksploitasi bangsa yang miskin
dan lemah.
Dershane yang dikembangkan dakwah Nur pun
mengajarkan hidup hemat, terutama pada pola makan dan
sikap hidup yang konsumtif. Sikap hemat sebagai prinsip
hidup mengajarkan sikap qanaah yang merupakan modal
manusia agar bersikap sederhana dan tidak meminta-minta
sebagaimana ajaran Nursi. Sebagaimana pengalaman yang
dialami Haris Ali Ma’ruf bahwa pola hidup sederhana
sangat membantu kehidupannya sebagai seorang
mahasiswa. Bediuzzaman Said Nursi dan karyanya dan

112
Bediuzzaman Said Nursi, Kulli>yya>t Rasa>’il al-Nu>r, al-Lama‘a>t, 199-
201.
113
Bediuzzaman Said Nursi, Kulli>yya>t Rasa>’il al-Nu>r, al-Lama‘a>t, 202-
205.
114
Bediuzzaman Said Nursi, Kulli>yya>t Rasa>’il al-Nu>r, al-Lama‘a>t, 205.

152
nilai-nilai positif yang didapatnya di dershane menginspirasi
Haris betapa pentingnya hidup hemat.115

C. Usaha Dakwah Nur dalam Pembinaan Umat (Community


Development)
Pembangunan atau pembinaan umat merupakan agenda
sentral dalam dakwah Nur. Semangat dakwah Nur dalam
menyebarkan pemikiran Nursi melalui karyanya Risale-i Nur
memiliki peran yang positif bagi pembinaan umat. Sebagaimana
dikutip Vahide, Nursi menunjukkan bahwa Islam telah
memainkan peran yang fundamental dan penting dalam
pembangunan peradaban modern. Lebih jauh sebagaimana
diungkapkan Nursi:
Saya tidak memungkiri bahwasanya ada banyak kebajikan
dalam peradaban (modern), tetapi hal tersebut bukanlah
milik agama Kristen atau milik Eropa, atau karya dari
abad ini. Sebaliknya, kebajikan-kebajikan itu adalah milik
bersama. Mereka adalah produk dari pemikiran umat
manusia yang digabungkan, hukum-hukum dari agama
wahyu, kebutuhan bawaan dan terutama produk dari
revolusi Islam yang dibawa oleh syariat Nabi
Muhammad.116
Risale-i Nur, di antarannya berisi penyelamatan umat dari
terpaan zaman modern, khususnya dalam aspek aqidah. Nursi
menyebut sebagai penyelamatan iman (inqa>dh al-i>ma>n).
Singkatnya, komunitas yang kuat membutuhkan pondasi iman
yang kuat pula. Jika pondasinya lemah, maka niscaya komunitas
tersebut akan lemah pula. Nursi pernah menolak berbagai
tawaran jabatan yang diberikan Kemal pada masa awal

115
Wawancara dengan Haris Ali Ma’ruf, Mahasiswa semester tiga
pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Jakarta
yang sudah tinggal di dershane sejak semester satu, pada 24 Oktober
2016.
116
lihat lihat Şükran Vahide, Islam in Modern Turkey, An
Intellectual Biography of Bediuzzaman Said Nursi, 158; lihat pula
Bediuzzaman Said Nursi, From the Risale-i Nur Collection, The Words,
On the Nature and Purposes of Man, Life and All Things, Terj. Şükran Vahide
(Istanbul: Sӧzler Nesriyat, 2013), 748.

153
pemerintahannya, karena ingin fokus pada penyelamatan iman
umat. Vahide menulis bahwa alasan penolakan Nursi utamanya
adalah bahwa ia sudah tahu jalan yang akan ditempuhnya dan ia
menyadari tidak akan bisa bekerja sama dengan rezim Mustafa
Kemal, yang kemudian terbukti sekuler. Sebagaimana
pernyataannya, ‛maka saya terpaksa meninggalkan jabatan-
jabatan yang sangat penting itu. Dengan anggapan bahwa tidak
ada yang bisa didapatkan dengan bekerjasama atau menanggapi
orang-orang itu, saya meninggalkan dunia, politik, serta
kehidupan sosial dan menghabiskan hidup untuk
117
menyelamatkan iman.‛
Dalam peningkatan iman tersebut, murid-murid Nur
membentuk berbagai program kegiatan dakwah, di antarannya
adalah program baca, mirip dengan pesantren kilat di Indonesia.
Program baca merupakan media efektif guna mengintensifkan
menelaah Risale-i Nur dengan harapan pesan-pesan yang ada di
dalamnya dapat ditransformasikan, diaktualisasikan, dan
dipraktikkan. Yayasan Nur Semesta, mengadakan program baca
pada saat liburan semester atau saat libur panjang. Menginggat
peserta program baca sebagian besar adalah mahasiswa. Dalam
tahun ini misalnya, pada tanggal dua puluh lima hingga dua
puluh tujuh Maret 2016 diselenggarakan program baca di
kawasan Bogor, tepatnya di Pesantren An-Nah}l, Leuwiliyang
Pemijahan, kec. Cibatok.
Dalam upaya pembinaan umat, Yayasan Nur Semesta juga
mendorong dan memfasilitasi beberapa T}ulla>b al-Nu>r dari
Indonesia untuk melanjutkan studi pada universitas
pascasarjana di Turki. Mereka adalah, Afifullah dan Ridho
mengenyam pendidikan S2 di universitas Erciyes di provinsi
Kayseri, Labib dan Abdul Ghafur di universitas Selcuk provinsi
Konya, dan M. Badri Habibi di universitas Fatih, Istanbul.
Abdul Ghafur yang telah lulus saat ini telah menjadi Dosen
tetap di Universitas Islam Negeri Malang.118
Sejak tahun 2014 Yayasan Nur Semesta juga
mengirimkan pelajar ke Turki untuk mengikuti program dua
117
Bediuzzaman Said Nursi, From the Risale-i Nur Collection, The
Rays. Terj. Şükran Vahide (Istanbul: Sӧzler Nesriyat, 2013), 381-382.
118
Wawancara dengan Hasbi Sen pada 9 Juni 2016.

154
tahun menghafal al-Qur’an. Seluruh kegiatan dakwah Nur,
terutama yang tersentral di dershane pada prinsipnya adalah
upaya kongkrit guna menumbuhkan aspek kebersamaan,
penguatan iman dan tauhid, kemandirian dan nilai-nilai
kabajikan lainnya. Aspek kebersamaan (jama>‘ah) merupakan hal
yang senantiasa dipesankan ustadz Nursi, sebagaimana
peryataannya, bahwa masa kini adalah masanya kebersamaan
(jama>‘ah). Sosok maknawiyah yang merupakan ruh jama>‘ah
lebih kuat dan lebih kokoh daripada sosok pribadi. Sosok
maknawiyah memantulkan ruh bersama (jama>‘ah). Jika ia lurus,
sinarnya akan lebih terang dan lebih cemerlang daripada sosok
pribadi. Namun jika rusak, kerusakannya akan menyebar lebih
dari itu. Kebaikan ataupun keburukan terbatas jika pada pribadi,
namun tidak akan terbatas dalam jama>‘ah.
Ungkapan yang menyatakan ‛bersama kita bisa‛
nampaknya bukan hal yang mustahil dalam konsep dakwah Nur.
Bersama kita bisa dijadikan pedoman kegiatan dan ruh dakwah
Nur yang dalam ungkapan Nursi disebut sebagai kepribadian
kolektif (collective personality/ shakhs} al-ma‘nawi>). Konsep
kepribadian kolektif (shakhs} al-ma‘nawi>), adalah upaya untuk
mengikis ego pribadi dan lebur (mencair) dalam kebersamaan
(jama>‘ah). Misteri dari tercapainya kepribadian kolektif (shakhs}
al-ma‘nawi>) terletak pada keikhlasan para Murid-murid Nur
dalam menjalankan aktivitas dakwahnya. Kepribadian kolektif
adalah upaya untuk membangun jamaah atau komunitas
berdasar nilai-nilai Islam.119 Lebih jauh tentang upaya
pembinaan umat akan dibahas lebih dalam dalam bab
selanjutnya.

119
Wawancara dengan Mahkamah Mahdin salah seorang T}ulla>b al-
Nu>r dan kandidat Doktor di Universitas Al-azhar Kairo Mesir pada 18
November 2016. Ia juga sahabat dekat Ustadz Hasanuddin Alimuddin
salah seorang tokoh gerakan dakwah Nur di Indonesia. Kedatangannya ke
Indonesia sebagai pendamping dan juru bicara Shaikh Amr Al-Wardani
direktur Da>r al-Ifta> al-Mis}riyyah_(Lembaga Fatwa Mesir) yang
seyogyanya menjadi saksi ahli bagi tersangka Ahok dalam kasus
penistaan agama yang dialamatkan ke Basuki Cahaya Purnama (Ahok).

155
156
BAB V

GERAKAN DAKWAH NUR DI INDONESIA MENUJU


KOMUNITARIAN GLOBAL

Dalam bab kelima ini penulis akan membahas tiga


pembahasan. Pembahasan pertama mengenai Yayayasan Nur
Semesta di Indonesia, yang mencakup kemunculan,
pertumbuhan dan aktivitasnya. Yayasan Nur Semesta
merupakan payung hukum pergerakan dakwah Nur di Indonesia,
hingga menjadikan pembahasan tentang pasang surut perjalanan
Yayasan dan aktivitasnya penting untuk dibahas. Kedua, para
tokoh gerakan dakwah Nur di Indonesia, baik tokoh sentral
maupun tokoh intelektual. Ketiga, dershane Nur sebagai
jantung gerakan. Keempat, penerjemahan dan penerbitan. Usaha
tersebut dimaksudkan agar karya Nursi dapat diapresiasi oleh
masyarakat luas tanpa adanya kendala bahasa. Hasil terjemahan
karya Nursi dan karya tentang Nursi akan dibahas dengan rinci
serta terkait penerbitannya. Kelima, pembahasan mengenai
pertemuan lintas negara. Pertemuan terkait musyawarah
dimaksudkan untuk membangun soliditas, menyamakan
persepsi, menyusun strategi dan mengevaluasi serta melaporkan
kerja dakwah di masing-masing negara peserta musyawarah.
Adapun pertemuan lintas negara terkait event internasional
diarahkan pada kegiatan dan pertemuan ilmiah seperti seminar
dan symposium yang telah dilaksanakan gerakan dakwah Nur di
Indonesia. Kelima pembahasan tersebut akan dielaborasi dengan
pendekatan teori Resource Mobilization Theory (RMT) atau
Teori Mobilisasi Sumber Daya (TMSD) yang menekankan
bahwa gerakan merupakan suatu tindakan rasional yang
menghendaki suatu manifestasi tindakan kolektif yang
terorganisasi.1

1
Lihat Quintan Wiktorowicz (Ed), Islamic Activism A Social
Movement Theory Approach (USA: Indiana University Press, 2004), 8-
13. D iantara pendahulu teori ini adalah Mansur Olson, The Logic of
Collective Action ( Cmbridge: Harvard University Press, 1965); dan
Mayer N. Zald dan John D. McCarthy, ed., Social Movements in an
Organizational Society (New Brunswick: Transaction Books, 1987).

157
A. Yayasan Nur Semesta
A.1. Kemunculan dan pertumbuhan
Yayasan Nur Semesta didirikan resmi pada dua
puluh sembilan Agustus 2007.2 Yayasan tersebut merupakan
wadah untuk mengembangkan pemikiran dan dakwah
Bediuzzaman Said Nursi di Indonesia. Berdirinya Yayasan
secara resmi menjadikan gerakan dakwah Nur memiliki
payung hukum guna pengembangkan dakwah yang lebih
efektif, krektif dan inovatif. Adapaun kepengurusan awal
Yayasan terdiri dari pembina, yaitu Prof. Dr. Sirozi, ketua
Drs. Muhbib Abdul Wahab, MA. Sebagai sekretaris Iis
Ishaq Soleh dan sekretaris Dhessy Erlisa, A.Md. Terakhir
dalam kepengurusan adalah pengawas, yaitu Dr. Nur
Rofi’ah. Setelah Yayasan berjalan selama lima tahun untuk
penyegaran kepengurusan, akta pendirian diperbaharui
dengan Akta Pernyataan Keputusan Rapat Yayasan Nur
Semesta, No. 02, tanggal 04 April 2012 dengan Notaris
Syaifuddin Zuhri, SH. MKN. Kepenggurusan yang baru
tersebut terdiri dari, pembina yang diketuai Prof. Dr.
Muhammad Sirozi, dengan anggota pembina Prof. Andi
Faisal Bakti dan Hasbi Sen, M. Hum. Sebagai ketua tidak
berubah Dr. Muhbib Abdul Wahab, MA. Adapun sekretaris
umum M. Labib Syauqi dan sekretaris Ishak Soleh. Sebagai
bendahara umum Abdul Harits Habibullah, dan bendahara
Dhessy Erlisa. Untuk pengawas masih sama Dr. Nur
Rofi’ah.
Untuk penyegaran kembali kepengurusan, pada
tahun 2016, berdasarkan akta No. 5, 10 Juni 2016 tentang
Akta Pernyataan Keputusan Pembina Yayasan Nur
Semesta, dirubahlah beberapa anggota kepenggurusan.
Pembina Yayasan Nur semesta, baik ketua maupun
anggotannya masih sama. Untuk ketua masih sama, Dr.
Muhbib Abdul Wahab, MA., dan ditambah wakil ketua,

Lihat pula Noorhaidi Hassan, Islam Politik di Dunia Kontemporer,


Konsep, Genealogi dan Teori (Yogyakarta: Suka-Press, 2012).
2
Sesuai dengan Akta Pendiran Yayasan “Yayasan Nur semesta”
oleh Notaris H. Syafruddin Roswan, S.H. No. 10.

158
Jamaluddin. Sekretaris Totong Makruf. Bendahara umum
Irwandi dan bendahara Dhessi Erlisa, dan sebagai pengawas
Syaifuddin Zuhri.
Dalam prespektif teori gerakan sosial, pendirian
yayasan atau lembaga lainnya yang berpayung hukum
merupakan bentuk framing budaya3 dan struktur peluang
(politik).4 Suatu gerakan memerlukan kelenturan dan
fleksibelitas agar bisa beradaptasi dengan budaya baru di
mana ia akan tumbuh, merekrut anggota guna eksistensinya.
Berdirinya Yayasan adalah bentuk kongkrit bagaimana
strategi memanfaatkan peluang yang mana gerakan dan
mobilisasi dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Perombakan kepengurusan yang terjadi juga menunjukkan
dinamisasi dan upaya agar gerakan dakwah Nur semakin
efektif dalam mengembangkan dakwahnya.
Pendekatan struktur peluang politik (political
opportunity structure), pembingkaian (framing), dan
struktur mobilisasi (mobilizing structure) jika digabungkan

3
David Snow dan Robert Benford sebagaimana dikutip Wictorowicz
mengidentifikasi tiga fungsi utama pembingkaian gerakan-gerakan sosial.
Pertama, gerakan sosial membangun bingkai-bingkai yang mendiagnosia
kondisi sebuah persoalan yang perlu ditangani. Kedua, gerakan memberikan
pemecahan terhadap persoalan tersebut, termasuk taktik dan strategi tertentu.
Ketiga, gerakan memberikan alasan-alasan dasar untuk memotivasi
tumbuhnya dukungan dan tindakan kolektif. Lihat Quintan Wiktorowicz,
(Ed.), Islamic Activism A Social Movement Theory Approach (USA:
Indiana University Press, 2004), 15-17.
4
Yaitu bagaimana gerakan mengambil strategi atau keuntungan dari
sebuah perubahan struktur yang terjadi, guna memudahkan gerak dan
mobilisasi. Lihat Glenn E. Robinson, Hamas as Social Movement, dalam
Quintan Wiktorowicz (Ed.), Islamic Activism A Social Movement Theory
Approach, 115. Perubahan strategi dakwah dengan mendirikan yayasan
dilakukan Hasbi dengan memperhitungkan dan mempersepsi segala
kemungkinan strategi gerakan dakwah Nur yang lebih efektif. Konsep
‚struktur peluang politik‛ menjelaskan bahwa kemunculan gerakan social
seringkali dipicu oleh perubahan besar yang terjadi dalam struktur politik.
Perubahan drastis semacam ini membuka banyak peluang yang menyediakan
keuntungan-keuntungan bagi aktor sosial untuk memprakarsai fase-fase
baru... Lebih lanjut lihat Noorhaidi Hasan, Islam Politik di Dunia
Kontemporer, Konsep, Geneologi dan Teori (Yogyakarta: Suka Press UIN
Sunan Kalijaga, 2012), 130-131.

159
menjadi gerakan yang terintegrasi atau disebut sebagai
pendekatan integrasi gerakan sosial.5 Berdasarkan perspektif
integrasi gerakan sosial tersebut, maka gerakan dakwah Nur
menunjukkan pola-pola sebagai berikut: Pertama, muncul
dari adanya kesempatan ekspansi dakwah dan terbukannya
peluang; Kedua, gerakan dakwah Nur menggunakan
pembingkaian dengan terus mengembangkan sayapnya
dengan menggunakan nilai-nilai, kepercayaan-kepercayaan
serta gagasan-gagasan yang bisa diterima oleh anggota atau
jamaahnya; Ketiga, berusaha memanfaatkan kesempatan
dan nilai-nilai tersebut untuk memobilisasi sumber daya dan
merekrut anggota, serta memperkuat sumber-sumber
jejaring organisasinya dalam mendukung keberlangsungan
gerakan dakwah tersebut
Jaringan dan keanggotaan adalah hal yang penting
dalam gerakan sosial. Terlebih, dakwah Nur yang terbilang
sebagai gerakan transnasional Islam. Yayasan Nur Semesta
berafiliasi dan bekerjasama dengan berbagai yayasan dan
organisasi baik di Indonesia, negara-negara di kawasan Asia
pasifik dan khususnya dari Turki. Di antara yayasan
tersebut bernama Sayyid Burhanuddin yang berpusat di kota
Kayseri. Yayasan tersebut merupakan pendonor dana
terbesar bagi Yayasan Nur Semesta.6 Dana tersebut
digunakan untuk operasional yayasan dan insentif bagi
kebutuhan hidup para wa>kif 7 serta untuk kegiatan sosial
lainnya. Saat ini yayasan beralamat tetap di Komplek
Perumahan Grand Cirendeu Ciputat, Tangerang Selatan,

5
Lihat Burhanuddin Muhtadi, Dilema PKS Suara dan Syariah (Jakarta:
Kepustakaan Populer Gramedia, 2012), 20-23. lihat pula Agus Salim, ‛The
Rise of Hizbut-Tahrir (1982-2004): Its Political Opportunity Structure,
Resource Mobilisation, and Collective Action Frames,‛ tesis Master, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006.
6
Sayyid Burhanuddin merupakan tokoh spiritual Turki dan guru dari
Jalaluddin Rumi. Wawancara dengan Hasbi Sen pada tanggal 19 Januari
2016.
7
Istilah wa>kif (vakif) digunakan gerakan dakwah Nur sebagai murid
nur yang mendedikasikan diri untuk mengabdikan diri, pelayanan umat atau
berkurban (hizmet). Wa>kif berperan sebagai kakak atau bapak asrama
dershane, yang bertanggung jawab pada kegiatan harian.

160
Banten yang juga berfungsi sebagai dershane8 putra.
Dershane tersebut merupakan pusat dan sebagai koordinasi
bagi dershane lainnya.
Berdirinya Yayasan Nur Semesta adalah inisiatif
dari Hasbi Zen, motor dan penanggung jawab yayasan. Ia
merangkul kalangan akademisi seperti Prof. Andi Faisal
Bakti, Ph.D., Prof. M. Sirozi, Ph.D., Dr. Muhbib Abdul
Wahab, Prof. Dr. Nabilah Lubis, dan Prof. Dr. Amani Lubis
untuk bergabung dan mendukung di Yayasan Nur Semesta.
Para akademisi tersebut ikut mendukung berbagai kegiatan,
khususnya dalam kegiatan ilmiah baik yang berskala
nasional hingga internasional.
Pada tahun 2012 Yayasan Nur Semesta membentuk
penerbitan Risalah Nur Press yang bertujuan untuk
efektifitas dan akselerasi penerbitan karya-karya terjemahan
Risale-i Nur ke dalam bahasa Indonesia. Setelah berdirinya
penerbitan, karya-karya Nursi dalam bahasa Indonesia
semakin meningkat jumlahnya. Melalui berbagai even
seperti pameran buku, bedah buku, seminar, dan simposium
karya-karya Nursi disebarkan dan dibaca secara lebih luas.

A.2. Aktivitas
Dakwah yang bertujuan mengajak manusia pada
jalan Tuhan, tentulah memiliki beragam cara. Cara atau
metode tersebut terkait dengan strategi dan aktivitas
dakwah agar mendapat respons yang baik dari penerima
dakwah (mad’u). Yayasan yang bergerak dalam dakwah ini
memiliki beragam aktivitas. Tujuan dari berbagai aktvitas
tersebuat adalah membentengi umat dari krisis iman dan
moral yang banyak menimpa masyarakat modern dengan
pendekatan teks.

8
Umumnya dershane di Turki didirikan di sekitar kampus-kampus
guna mengisi spiritualitas para pelajar khususnya mahasiswa. Namun
demikian dershane juga tidak dibatasi anggotannya hanya dari kalangan
kampus atau mahasiswa, bahkan peserta kajian Risale-i Nur dihadiri oleh
para pensiunan, pekerja kantor dan lain-lain. Wawancara dengan Hasbi Zen,
15 April 2015.

161
Aktivitas harian Yayasan tersentral di dershane
dengan beragam kegiatan dan aktivitas. Kegiatan dimulai
setelah bangun pagi, dengan melaksanakan shalat subuh
berjamaah yang dilanjutkan dengan zikir tasbih}a>t dan
pembacaan Risale-i Nur. Kurang lebih pukul tujuh pagi para
T{ulla>b Al-Nu>r makan pagi atau bersarapan. Makan pagi dan
makan malam dibuat dan disajikan oleh T{ulla>b Al-Nu>r
dengan sistem piket harian. Untuk makan siang, karena
sebagian besar adalah mahasiswa yang beraktivitas di
kampus, maka tidak diadakan makan bersama, kecuali di
hari libur. Menu yang disajikan sederhana namun beragam
dan cukup memenuhi kebutuhan gizi. Dana untuk konsumsi
tersebut diambilkan dari iuran bulanan penghuni dershane.
Dana iuran tersebut juga dipergunakan untuk pembayaran
listrik dan keamanan dan kebersihan lingkungan perumahan
Grand Cirendeu, Ciputat.
Kegiatan mulai efektif kembali saat shalat maghrib
yang dilanjutkan zikir tasbih}a>t pembacaan Risale-i Nur dan
makam malam. Setelah shalat isya, dilanjutkan zikir
tasbih}a>t dan pembacaan Risale-i Nur. Pada pukul sembilan
malam hingga pukul sepuluh para T{ulla>b Al-Nu>r
diwajibkan membaca dan mengkaji Risale-i Nur sendiri-
sendiri.
Aktivitas mingguan dershane adalah kajian Risale-i
Nur dalam bahasa Indonesia dan bahasa Arab. Kajian
Risale-i Nur dalam bahasa Indonesia dilaksanakan setelah
shalat isya di hari Kamis dan bahasa Arab di hari Senin.
Kajian tersebut tidak hanya dihadiri para T{ulla>b Al-Nu>r
yang tinggal di dershane, namun dari berbagai kalangan dan
masyarakat umum, kajian diakhiri dengan diskusi, ramah
tamah yang ditemani teh ala Turki sebagai ciri khasnya.
Ketersediaan teh menjadi saksi kehanggatan peserta kajian
saat saling berinteraksi. Teh yang dituang di gelas ala Turki,
menjadi semakin khas, dan tidak jarang peserta kajian
menambah. Terlebih ramuan teh yang disajikan unik dengan
dua teko tersusun dua yang berisi seduan teh dan air putih
yang panas mendidih.

162
Yayasan juga memiliki agenda rutin program baca
(pesantren kilat). Program baca biasanya diselenggarakan di
luar dershane guna mencari suasana yang lebih baru untuk
mengintefsifkan program baca. Beberapa kali program
tersebut diadakan di kawasan puncak Bogor. Program baca
diikuti oleh para T{ulla>b Al-Nu>r yang tinggal di dershane
maupun mereka yang aktif kajian. Program baca
dimaksudkan untuk mendalami pemikiran Nursi serta
menghayati perjuangannya agar dapat dihayati dan diikuti
atau diamalkan oleh para T{ulla>b Al-Nu>r.
Penerjemahan dan penerbitan Risale-i Nur
merupakan salah satu program penting Yayasan Nur
Semesta. Program tersebut bertujuan guna sosialisasi
Risale-i Nur agar tidak terkendala bahasa. Umumnya
penerjemahan dilakukan dari Risale-i Nur yang berbahasa
Arab. Untuk menghasilkan karya terjemahan yang baik,
triangulasi penerjemahan dilakukan dengan bahasa Turki
untuk proses editing yang dilakukan oleh Hasbi Sen. Editing
tersebut dimaksudkan untuk pengecekan kembali hasil
terjemahan dari bahasa Arab untuk merujuk bahasa asal
(Turki) agar makna terjemahan semakin akurat dan tidak
keluar dari makna teksnya. Ustad Irwandi juga ikut
membantu mengedit terjemahan dari bahasa Arab.

B. Tokoh Gerakan Dakwah Nur di Indonesia


Para tokoh dalam gerakan dakwah Nur di Indonesia
adalah mereka yang memiliki kontribusi bagi pengembangan
dakwah menyebarkan pemikiran ustad Bediuzzaman Said Nursi
dalam karyanya Risale-i Nur. Tokoh-tokoh tersebut terbagi
menjadi dua sub pembahasan, yaitu tokoh pergerakan atau
tokoh sentral dan tokoh intelektual. Pembahasan lebih lanjut
akan diuraikan dalam pembahasan selanjutnya.
B.1. Tokoh Sentral
Tradisi Islam mengenal sosok pemimpin sebagai
rujukan dan sandaran dalam berbagai problematika
kemasyarakatan. Mulai dari Nabi Muhammad hingga para
khalifah dijadikan sebagai pemimpin umat dan tokoh sentral
di jazirah Arab ketika itu. Sebagai tokoh sentral, ia

163
memiliki peran dan tanggung jawab dalam keberhasilan
dakwahnya. Dalam dakwah Nur, tokoh sentral pergerakan di
Indonesia adalah ustad Hasbi Sen yang datang ke Indonesia
sejak tahun 2002. Hasbi Sen berasal dari Turki, tepatnya
dari kota Kayseri. Melalui perjuangan dan kerja keras
dakwahnya, perkembangan dakwah Nur di Indonesia
berkembang dengan baik.9
Hasbi mengenal Risale-i Nur ketika masih di bangku
sekolah SMA pada tahun 1992. SMA Negeri tempat Hasbi
bersekolah memiliki sistem Asrama (boarding school), di
sanalah ia banyak berinterksi dan mengenal Risale-i Nur di
bawah bimbingan seorang Abi.10 Hasbi lahir tahun 16
Maret 1977. Setamat SMA tahun 1994, ia melanjutkan
kuliah di kota Kayseri dengan mengambil jurusan Ekonomi.
Saat menempuh kuliah SI tersebut, Hasbi tinggal di
dershane dan berinteraksi dengan Risale-i Nur dengan lebih
intensif. Selesai SI pada tahun 1999 hasbi mengabdi tinggal
di dershane selama satu tahun, pada tahun 2000.11
Pada tahun 2002 di bulan Januari, ketika diadakan
seminar Internasional tentang Pemikiran Said Nursi di
Pascasarjana IAIN Raden Fatah Palembang, terbukalah
sebuah kesempatan bagi Hasbi untuk melanjutkan kuliah S2
di Pascasarjana IAIN tersebut.12 Hasbi datang ke Palembang

9
Dari aspek penerjemahan misalnya, kualitas penerjemahan Risale-
i Nur ke dalam bahasa Indonesia menurut Jaehun lebih baik dari
penerjemahan ke dalam bahasa Malaysia dan digunakan dalam kajian di
dershane Malaysia. ‛Terjemahan Risale-i Nur dalam bahasa Indonesia
lebih mudah dipahami,‛ ungkapnya. Wawancara dengan Jaehun 3 Maret
2016. Jaehun berasal dari Turki adalah seorang Isna>f yang aktif dalam
bisnis, ia juga sering membantu Hasbi dalam dakwah Nur di Indonesia.
10
Istilah Abi dalam bahasa Turki berarti pembimbing/mentor
senior.
11
Wawancara dengan Hasbi Sen pada tanggal 19 Januari 2016.
12
Kesempatan tersebut terbuka ketika M. Sirozi, yang saat itu
menjadi salah satu pembicara pada seminar dan sekaligus direktur
Pascasarjana IAIN Raden Fattah Palembang membuka kesempatan
kepada Faris kaya (direktur Istanbul Foundation for Science and Culture)
agar mengirimkan dua T{ullab al-Nu>r untuk studi S2 di kampus tersebut
dan sekaligus dapat mensosialisasikan pemikiran Nursi.

164
tahun 2002 bersama M. Fatih, kemudian mengambil kursus
bahasa Indonesia. Hasbi memulai studi S2 pada tahun 2003
dengan mengambil jurusan Sejarah dan Peradaban Islam
yang ia selesaikan pada tahun 2007. Pada tahun 2005 Hasbi
menikah dengan wanita yang dikenalnya di kampus IAIN
Raden Fatah.13
Saat di Palembang Hasbi menempati rumah dinas
dosen yang kosong, dan menjadikannya sebagai dershane.
Tempat tinggal tersebut bersebelahan dengan rumah
Direktur Pascasarjana saat itu, Dr. M. Shirozi, yang
terkadang juga mengikuti kajian Risale-i Nur. Terkait M.
Shirozi Hasbi menyatakan: ‛beliau memiliki perhatian yang
besar bagi pengembangan dakwah menyebarkan karya Said
Nursi Risale-i Nur, ia tidak segan-segan membantu
penyediaan tempat kegiatan dan lain-lain jika kami
mengadakan kegiatan terkait Risale-i Nur.‛ 14 Hasbi sangat
terkesan kepada M. Shirozi, atas kebaikan dan perhatiannya,
terutama atas kebijakannya membebaskan biaya studi Hasbi
selama kuliah S2.
Untuk pertimbangan efektifitas dakwah dan setelah
terbukannya peluang,15 Hasbi memulai hijrah dari
Palembang ke Ciputat pada tahun 2006. Setibanya di
Jakarta Hasbi menemui Dekan Fakultas Ushuluddin, Prof.
Dr. Amsal Bachtiar, MA. Untuk bekerjasama membuka
Turkish Corner. Hasbi mulai mengembangkan kajian Risale-
i Nur dan membuat beberapa kegiatan seperti kursus bahasa
Turki, dan bedah buku saat berada di Turkish Corner pada
fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Saat bertugas di Turkish Corner inilah Hasbi
berkenalan dengan Dosen Tarbiyah, DR. Muhbib Abdul
Wahab sebagai Dosen pada Fakultas Tarbiyah UIN Syarif
Hidayatullah. Hasbi juga bertemu dengan Guru Besar

13
Wawancara dengan Hasbi Sen pada tanggal 19 Januari 2016.
14
Wawancara dengan Hasbi Sen pada tanggal 19 Januari 2016.
15
Peluang tersebut terbuka ketika seorang jurnalis
menginformasikan bahwa Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif
Hidayatullah, Amsal Bakhtiar bermaksud membuka Turkish Corner, dan
membutuhkan Sumber Daya Manusia yang tepat.

165
Komunikasi Andi Faisal Bakti yang saat itu menemuinya
guna mencari literatur tentang Turki dan Bediuzzaman Said
Nursi, serta karyanya Risale-i Nur. Literatur tersebut akan
dipergunakan Prof. Dr. Andi Faisal Bakti untuk menulis
makalah sebagai syarat keikutsertaan dalam simposium
internasional di Turki pada 2007.16 Untuk lebih
mengefektifkan dan mengembangkan Risale-i Nur Hasbi
pada tahun 2007 menginisiasi dan membidani berdirinnya
Yayasan Nur Semesta.17 Berdirinya Yayasan guna
kepentingan memudahkan gerak dan pengembangan
dakwah, baik dari sisi administratif maupun payung hukum.
Pada tahun 2013 Hasbi menggagas berdirinya
penerbitan Risalah Nur Press dan toko buku. Karya-karya
Said Nursi dalam bentuk terjemahan, atau dalam bahasa
Arab dan Inggris dapat ditemukan dan dibeli di toko
tersebut. Selain itu, Hasbi juga memediasi berbagai
kegiatan seperti seminar nasional, internasional, khususnya
jika melibatkan pembicara dari Turki dan Istanbul
Foundation For Science and Culture. Tidak jarang Hasbi
juga menjadi narasumber memperkenalkan pemikiran
Bediuzzaman Said Nursi kepada berbagai ormas, organisasi
masyarakat, sekolah-sekolah, pesantren-pesantren, dan lain-
lain. Pada tahun 2016 ini Hasbi juga menjadi narasumber di
radio Ras FM setiap pukul sembilan hingga sepuluh pagi
secara live.18 Hasbi juga rutin mengikuti berbagai kajian.
Pada setiap hari Minggu siang setelah shalat dhuhur
bersama komunitas orang-orang Turki yang tinggal di
Indonesia. Kajian Risale-i Nur dua minggu sekali dipandu
Hasbi di kantor pusat PUI (Persatuan Umat Islam) di
Pancoran. Segala kemajuan dakwah Nur di Indonesia tidak

16
Makalah Andi Faisal Bakti yang diterima panitia simposium
setelah melalui proses seleksi berjudul ”Justice and Human Relations in
Said Nursi’s Work As Seen From A Communication Perspective,” yang
dilaksanakan pada 18-20 November 2007 di Istanbul.
17
Wawancara dengan Hasbi Sen pada tanggal 19 Januari 2016.
18
Peluang untuk dakwah menyebarkan pemikiran Said Nursi
melalui radio diberikan oleh K.H. Abdul Rasyid yang merupakan adik dari
Tuti Alawiyah.

166
terlepas dari upaya dakwah yang dilakukan Hasbi dengan
penuh kegigihan tanpa mengenal lelah.
Tokoh sentral selanjutnya adalah ustad Hasanuddin
Alimuddin atau biasa disapa ustad Hasan. Ia berasal dari
Sulawesi Selatan, lahir pada 1 Juni 1975. Pada tahun 1987
Ia masuk pesantren Yasrib, dan selesai pada tahun 1993,
setelah lulus dari Madrasah Aliyah di Pesantren Yasrib,
Sopeng, Sulawesi Selatan ustad Hasan melanjutkan kuliah
di Universitas Al-Azhar, Kairo Mesir pada tahun 1993. Di
Kairo ia mulai mengenal dan aktif mengikuti kajian Risale-i
Nur pada tahun 2002. Waktu yang cukup panjang untuk
mengenal Risale-i Nur sejak kedatangannya di Mesir.19
Kajian Risale-i Nur yang bersifat kolektif telah
membuka peluang bagi ustad Hasan untuk mengajak
mahasiswa lain, khususnya yang berasal dari Sulawesi
Selatan untuk bergabung mengikuti kajian Risale-i Nur.
ustad Hasan juga membuka tempat pembelajaran dan
pengkaderan yang ia sebut sebagai Kelompok Belajar (KB).
ustad Hasan membuka KB setiap malam dan diakhiri hingga
pukul dua belas malam atau jam satu. dalam forum KB
tidak hanya Risale-i Nur yang dipelajari, namun juga
Bahasa Arab, Tafsir, Hadis dan lain-lain. Lewat KB inilah,
telah lahir kader-kader dakwah Nur.20
Pada tahun 2007 ustad Hasan pulang ke Indonesia.
Keinginannya kuat mendirikan pesantren dapat terlaksana
pada tahun 2012 yang diberi nama pesantren Nusantara
Beriman. Sebuah nama yang cukup unik, ketika ditanya
alasan pemberian nama pesantren, ia menyatakan bahwa
‛semangat dari nama pesantren Nusantara Beriman adalah
agar umat tidak terkotak-kotak dan saling terpecah.‛ Ustad
Hasan menyadari bahwa perpecahan adalah ancaman umat
dan membuatnya menjadi lemah. Nursi sendiri menekankan
pentingnya merajut ukhuwah (persaudaraan) dan
menanamkan keikhlasan dalam setiap hubungan. Inilah yang

19
Wawancara dengan ustad Hasanuddin Alimuddin pada tanggal 28
Januari 2016.
20
Wawancara dengan ustad Hasanuddin Alimuddin pada tanggal 28
Januari 2016.

167
nampaknya mendasari ustad Hasan untuk mendirikan
Pesantren Nusantara Beriman di sebuah lokasi yang dulunya
dianggap tempat yang ‛angker,‛ oleh masyarakat.21
Selain di pesantren, ustad Hasan juga mengajarkan
Risale-i Nur dengan berbahasa Arab di Masjid Raya
Ikhwanus Sofa kecamatan Poliang, Kab. Bombana,
Sulawesi Tenggara setiap pagi selesai shalat subuh.22 Selain
itu ustad Hasan juga aktif berdakwah di masyarakat hingga
ke daerah pedalaman dan tidak jarang harus menyeberang
sungai dan pulau. Saat berdakwah inilah ustad Hasan juga
memperkenalkan Risale-i Nur dan materi-materi
dakwahnya juga bersumber darinya.23
Menurut ustad Hasan dakwah Nur merupakan
dakwah yang relefan dengan konteks kekinian. Pada tahun
2004, saat itu ia masih tinggal di Mesir, ustad Hasan
menjadi pembimbing jamaah haji sebagai bagian dari usaha
yang ia lakukan. Ia pun berusaha memperkenalkan Risale-i
Nur ke para jamaah haji asal Indonesia. Tanggapannya
positif sembari berpesan agar ustad Hasan dapat pula
memperkenalkannya di Indonesia yang memiliki beragam
corak keislamannya. Jamaah berpesan kepada ustad Hasan
agar Risale-i Nur dapat memperkuat persatuan Islam
Nusantara di tengah perpecahan yang dipacu munculnya
beragam kelompok Islam yang dianggap radikal.24
Kontekstualisasi dakwah Nur lainnya menurut ustad Hasan
adalah karena Risale-i Nur memadukan antara hati dan
akal. Ia menegaskan ‛tarekat yang berkembang saat ini pada
umumnya hanya bermuara pada hati, dan ini sudah tidak
21
Wawancara dengan ustad Hasanuddin Alimuddin pada tanggal 28
Januari 2016.
22
Kajian Risale-i Nur setelah shalat subuh setiap hari dimulai sejak
2012. Sebelumnya kajian dilaksanakan diantara shalat maghrib dan Isya
sejak 2009. Perpindahan waktu tersebut disebabkan karena ustad Hasan
semakin sibuk dan ingin fokus pada pembinaan peasantren. Wawancara
dengan ustad Hasanuddin Alimuddin pada tanggal 28 Januari 2016.
23
Wawancara dengan ustad Hasanuddin Alimuddin pada tanggal 28
Januari 2016.
24
Wawancara dengan ustad Hasanuddin Alimuddin pada tanggal 28
Januari 2016.

168
relefan dengan zaman. Risale-i Nur mengajarkan tarekat
yang memadukan hati dan akal.‛ Pertemuan ustad Hasan
dengan Risale-i Nur telah mengakhiri petualangannnya
dalam mencari tarekat.25
Salah seorang anak ustad Hasan yang lahir di Kairo
21 Februari 2000, Raudhah Alifiah pada tahun 2015
mendapatkan beasiswa dari Turki, yaitu dari yayasan Mekke
Education Foundation di kota Isparta yang bekerjasama
dengan Yayasan Nur Semesta untuk menghafal Al-Quran.
Alifiah berangkat dengan tiga orang teman lainnya.26 Hal ini
menunjukkan bahwa, komunikasi antara murid-murid Nur
terjalin dengan baik. Komunikasi tersebut juga berfungsi
sebagai bagian dari memperkuat jejaring dakwah dan
pembinaan umat yang berkesinambungan.
Ustad Irwandi menjadi tokoh sentral selanjutnya.
Perkenalannya dengan Risale-i Nur ketika ia melanjutkan
jenjang studi S1 di Universitas Al-Azhar Mesir (2006-
2011). Ketika pertama tiba di Mesir, ia singgah di rumah
ustad Hasan. Ketika Irwandi dikonfirmasi hubungan dengan
ustad Hasan, ia menyatakan, "bahwa kami memiliki
hubungan emosional karena pesantren tempat kami
menimba ilmu didirikan oleh dua yang memiliki kedekatan
sebagai sahabat.‛27 A.G.H.M. Daud Ismail sebagai pendiri
pesantren Yatsrib dan A.G. Abdul Rahman Ambok Dalle
sebagai pendiri pesantren al-Irsyad DDI‛. Pesantren Irwandi

25
Sebelumnya ustad Hasan aktif sebagai pengamal tarekat aliran
Ba’lawi dan Syadziliyah. Wawancara dengan ustad Hasanuddin
Alimuddin pada tanggal 28 Januari 2016.
26
Dua diantarannya Alfan Abdurrahman dan Alfin Abdurrahim,
dan seorang perempuan yang bernama Miftah. Pad 2016 diberangkatkan
pula lima orang untuk program menghafal al-Qur’an (tah}fi>z}), yang salah
satunya adalah lulusan SMP (Sekolah Menengah Pertama) pesantren
ustad Hasan Nusantara Beriman.
27
Keduanya pernah menjadi murid A.G.H.M. As’ad di Madrasah
Arabiyah Islamiah (MAI) di Sengkang Wajo. Lebih lanjut lihat Andi
Faisal Bakti dan Tomang Malonggi, Bugis dan Islam: Kontribusi DDI
dalam Pengembangan Islam di Nusantara, dalam Andi Faisal Bakti (Ed),
Diaspora Bugis di Alam Melayu Nusantara (Makassar: Ininnawa, 2010),
296-297.

169
dikenal dengan nama pesantren Al-Irsyad DDI (Dewan
Dakwah Wa al-Irshad) Pattojo Kab. Sopeng, sedangkan
ustad Hasan alumni pesantren Yatsrib di kabupaten yang
sama.28
Peran Irwandi menjadi penting karena ia direkrut
menjadi Vakif (Wa>kif)29 di dershane putra Ciputat sejak
pulang dari Mesir 2012. Pengalamannya tinggal di dershane
Mesir dan kemampuan bahasa Arabnya, menjadikan Irwandi
sebagai salah satu mentor kajian Risale-i Nur dalam bahasa
Arab yang diadakan setiap hari senin setelah shalat Isya.
Irwandi, bersama ustad Jamal menjadi mentor kajian Risale-
i Nur dalam bahasa Arab sejak 2012. Kemampuan bahasa
Arab Irwandi diakuinya tidak semata-mata diperoleh dari
bangku kuliah, namun juga dari proses belajar atau
’gemblengan’ ustad Hasan di Kelomok Belajar (KB) yang
pernah didirikannya di Mesir.30
Irwandi juga memiliki kemampuan berbahasa Turki
aktif, hal ini dapat memediasi dan berkomunikasi dengan
tamu dan murid-murid Nur yang berasal dari Turki. Tidak
jarang Irwandi juga membantu mengedit terjemahan Risale-
i Nur dari bahasa Arab ke Bahasa Indonesia. Pada tahun
2015 bulan November Irwandi juga tercatat sebagai peserta
dalam forum internasional yang diadakan Istanbul
Foundation For Science and Culture untuk para penerjemah
dan editor Risale-i Nur dari berbagai negara. Forum
tersebut digunakan untuk konsolidasi, persamaan persepsi
dan memperdalam teknis penerjemahan Risale-i Nur.
Irwandi juga aktif sebagai mentor kajian Risale-i
Nur di Serpong sejak 2014. Kajian Risale-i Nur di Serpong
(BSD) saat ini bertempat di Mushala al-Ma’ruf yang diikuti
oleh para mahasiswa dari Perguruan Tinggi As-Sukriah dan
Universitas Suriah. Dalam dakwah Nur Irwandi menyatakan
bahwa keberadaan anggota jamaah adalah penting, namun
jangan sampai, anggota jamaah merasa terpaksa dalam
mengikuti setiap kegiatan. ‛Aktivitas apapun harus
28
Wawancara dengan Irwandi tanggal 15 Oktober 2015.
29
Seorang yang mendedikasikan diri dalam dakwah Nur.
30
Wawancara dengan Irwandi tanggal 15 Oktober 2015.

170
dilakukan dengan tulus, tanpa keterpaksaan,‛ ungkapnya.
Lebih lanjut ia menyatakan:
Kontribusi dakwah Nur sangat besar manfaatnya
bagi umat dalam pembinaan ruhani (ibadah), mental
dan akhlak, selama Risale-i Nur dibaca dan
dipedomani. Oleh sebab itu Risale-i Nur hendaklah
dibaca dan terus dibaca, bahkan Ustad Nursi pun
terus membaca karyanya sendiri dan menyatakan
bahwa dirinya adalah Murid dari Risale-i Nur.31
Tokoh sentral selanjutnya adalah ustad Jamaluddin
dan istrinya Nur Hasanah. Jamal lahir di Jambi 5 Mei 1986
merupakan keturunan Bugis yang lahir di provinsi Jambi.
Diusia sembilan tahun ia hijrah ke Makassar menimba ilmu
di Pondok Pesantren Yasrib, Kabupaten Sopeng. Selama
tujuh tahun di pesantren, ia menamatkan pendidikannya dan
melanjutkan ke Universitas Al-Azhar Kairo setelah lulus tes
beasiswa. Ia adalah Alumni Universitas Al-Azhar Kairo
jurusan Tafsir dan Ulumul Qur’an. Jamal aktif mengikuti
kajian Risa>lah al-Nu>r sejak menjadi mahasiswa di Mesir. Ia
tinggal selama sepuluh tahun di dershane di Mesir. Selama
di Mesir, ustad Jamal mempelajari Risale-i Nur metode
dakwahnya bersama ustad Abdul karim Baybara,32 dan
ustad Ahmad Mustafa Ates.33
Sepulang dari Mesir 2013, ia direkrut sebagai salah
seorang motor gerakan Nur yang kemudian menikahi Nur
Hasanah pada tahun 2013.34 Nur Hasanah merupakan

31
Wawancara dengan Irwandi tanggal 12 April 2016.
32
Ia merupakan penanggung Jawab gerakan Nur di Mesir dan
direktur penerbit Sozler Publications di Mesir. ia telah mengabdi pada
dakwah Nur kurang lebih selama 25 tahun di Mesir. Wawancara dengan
ustad Jamaluddin, 21 Januari 2016.
33
Selain Abdul Karim, ustad Ahmad juga penanggung jawab
dakwah internal seperti pembina kegiatan dan aktivitas dershane,
termasuk pembukaan dan pengkaderan pembina ( Wa>kif) dershane di
Mesir. Wawancara dengan ustad Jamaluddin, 21 Januari 2016.
34
Memutuskan menikah dengan Nurhasanah (Nura), karena Jamal
meyakini bahwa ia bersama Nura dapat berdakwah dalam satu misi yang
sama. Pernikahan tersebut juga merupakan jawaban atas do’a yang Jamal
panjatkan di Baitullah saat melaksanakan ibadah haji pada tahun 2009

171
penanggung jawab dershane putri sejak 2011 hingga saat ini
2016. Ustad Jamal pulang ke tanah air karena ingin
memperkuat Sumber Daya Manusia (SDM) dakwah Nur di
Indonesia. Berbekal pengalamannya tinggal di dershane
Mesir selama sepuluh tahun, Ustad Jamal dengan tekun
berpartisipasi dan aktif dalam mengembangkan dakwah
Nur.
Tidak lama setelah kedatangannya di tanah air,
bersama Hasbi dan Irwandi membentuk penerbitan Risalah
Nur Press yang berpusat di Ciputat, dan ia aktif
dipengeditan dan pemasaran karya Nursi Risale-i Nur baik
dalam bahasa Turki, Arab, Inggris, maupun hasil
penerjemahan ke bahasa Indonesia. Pada tahun 2015 ustad
Jamaluddin, difokuskan untuk pengembangan dan
pembinaan dershane, khususnya di Depok. Ia juga aktif
berdakwah di berbagai pesantren dengan mengkaji Risale-i
Nur bersama para santri seperti di pesantren An-Nur35 di
desa Babakan, Ciseeng Bogor.
Istri ustad Jamal, Nurhasanah (Nura) mendalami dan
mempelajari metode dakwah Risale-i Nur di dershane Turki
selama satu tahun pada tahun 2009-2010. sepulang dari
Turki Nura dipercaya untuk menjadi pembina dan
pembimbing (Wa>kifah) di dershane putri pertama di
Indonesia yang berpusat di Ciputat. Nura lahir di Makasar
pada 9 Mei 1987. Ia mengenal Risale-i Nur berawal ketika
selesai Madrasah Aliyah di Pesantren Yasrib Soppeng
Makasar pada tahun 2005. Nura aktif mengajar di Sekolah
Dasar Islam Terpadu dan Taman Kanak-kanak saat tinggal
di Karawang Jawa Barat. Setelah tiga tahun mengajar, pada
tahun 2009 ia diberangkatkan ke Turki yang dimediasi
Hasbi Sen karena semangatnya dalam mempelajari Risale-i
Nur.36
Selama lima tahun membina dershane putri di
Ciputat, kemudian melebarkan sayap di kampung

agar dipertemukan dengan jodoh yang memiliki visi dan misi yang sama
dalam dakwah. wawancara dengan ustad Jamaluddin, 21 Januari 2016.
35
Pesantren tersebut dipimpin oleh KH. Sobri Lubis.
36
Wawancara dengan Nurhasanah pada tanggal 21 Januari 2016.

172
halamannya, Makassar, dibukalah dershane putri baru,
tepatnya di Kabupaten Gowa pada tahun 2015. Nura ikut
aktif membina dershane di Gowa dengan pembina putri
(Waki>fah) Purwaningsih. Sebagai pembina yang sudah
menikah, bersama suaminya ustad Jamal, Nura juga aktif
mengadakan pemembinaan dan penyebaran Risale-i Nur di
luar dershane dan kunjungan-kunjungan ke pesantren-
pesantren, lembaga-lembaga pendidikan, majlis taklim, dan
lain sebagainya.37
Tokoh sentral lainnya adalah ustad Totong Ma’ruf
yang lahir 1990 di kota batik Pekalongan. Ma’ruf direkrut
menjadi salah satu motor gerakan dakwah Nur pada tahun
2013. Ia merupakan alumni Perbandingan Agama Fakultas
Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta lulus tahun
2013. Pada tahun 2013, bersama Irwandi ia memperdalam
Risale-i Nur dan metodenya di kota Kayseri, Turki. Awal
permulaan Ma’ruf mengenal Risale-i Nur pada tahun 2010
dan terus aktif mengikuti kajian. Pada tahun 2012 Ma’ruf
tinggal di dershane putra Ciputat.
Sepulang dari Turki, 2013 Ma’ruf dipercaya untuk
membuka dershane di kampung Ciparai, Parung Panjang,
Kabupaten Bogor. Ma’ruf juga membidani berdirinya TPQ
(Taman Pendidikan al-Quran) di kampung tersebut yang
sampai saat ini masih terus berjalan.38 Saat di TPQ ini,
Alfan dan Alfin mengasistensinya mengajar anak-anak, baru
setelah selesai mereka berdua belajar al-Qur’an dengan
Ma’ruf. Pada tahun 2015 Alfan dan Alfin selepas SMP
berkesempatan mendapatkan beasiswa menghapal Al-Quran
di Turki dari yayasan Mekke Education Foundation,
tepatnya di kota Isparta.39

37
Ia dikader di dershane putri di Ciputat selama tiga bulan sebelum
menjadi pembina (Wa>kifah) di dershane putri Makassar. Wawancara
dengan Nurhasanah pada tanggal 21 Januari 2016.
38
Saat ditinggal Ma’ruf pada tahun 2014, pengajaran TPQ
dilanjutkan oleh keluarga Alfan dan Alfin beserta kakak serta kedua
orang tuanya, Pak Jumantoro dan Isterinya.
39
Wawancara dengan Totong Ma’ruf, 18 April 2016.

173
Pada tahun 2014 ustad Ma’ruf dipercaya untuk
membuka dershane di Depok, dekat Universitas Indonesia.
Awal membuka dershane di Depok, ia dengan semangat
dakwahnya, terus mencari anggota kajian Risale-i Nur.
Setelah menikah pada tahun 2015, Ma’ruf berkonsenterasi
di Penerbitan Risalah Nur Press dan tetap rutin sebagai
pemandu kajian di Parung Panjang. Sejak 2014 kajian di
parung Panjang dipusatkan di rumah pak Jumantoro ayah
dari Alfan dan Alfin yang ia tempuh dengan kereta api
hingga stasiun Parung Panjang. Ketika ditanya tentang
efektivitas dakwah Nur, Ma’ruf menyatakan:
Dakwah Nur bisa dan mudah diterima oleh berbagai
kelompok karena berisikan ajaran Islam yang moderat.
Tidak ada kelompok yang merasa digurui apalagi
tersaingi dengan kehadiran dakwah Nur. Ia bisa
membaur seperti aliran air yang mencari tempat yang
lebih rendah. Di Indonesia dakwah Nur menjadi lebih
efektif dengan mengunakan instrumen media seperti
adanya IBF (Islamic Book Fair), kampus atau melalui
pendidikan, dan Masjid-masjid.40

B.2. Tokoh Intelektual


Tokoh Intelektual dalam dakwah Nur adalah mereka
yang berkontribusi dalam pengembangan menyebarkan
pemikiran Said Nursi, khususnya dalam lingkup akademisi.
Tokoh-tokoh tersebut antara lain: Andi Faisal bakti, guru
besar fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta; Nabilah Lubis, Dosen dan guru besar
pada fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta; Muhbib Abdul Wahab, Dosen
Fakultas Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Amani
Lubis, Dosen dan Guru besar fakultas Syariah UIN Syarif
Hiayatullah Jakarta, dan M. Sirozi, Dosen dan guru besar
besar Fakultas Tarbiyah UIN Raden Fattah Palembang.
Tokoh-tokoh tersebut memiliki peran strategis
dalam mengembangkan pemikiran Nursi dalam lingkup

40
Wawancara dengan Totong Ma’ruf, 18 April 2016.

174
akademis. Andi Faisal Bakti misalnya, ia telah menulis
beberapa artikel dan menjadi pembicara dalam konferensi,
symposium dan seminar mulai tingkat lokal, nasional
hingga internasional. Bakti berinteraksi dan mengenal
Risale-i Nur pada tahun 2007, tepatnya ketika Fauzan Saleh
Dosen IAIN Kediri, memberinya informasi tentang kegiatan
simposium interternasional di Turki terkait pemikiran
Bediuzzaman Said Nursi. Saat pencarian data terkait
kegiatan tersebut, Bakti bertemu dengan Hasbi Sen yang
saat itu aktif mengelola Turkish Corner di Fakultas
Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pada tahun yang sama 2007, setelah melalui proses
seleksi, makalah Bakti yang berjudul Justice and Human
Relations in Said Nursi’s Works as Seen From A
Communication Perspective, terpilih sebagai salah seorang
nara sumber dalam symposium tersebut. Bakti kembali
mengikuti symposium Internasional di Turki pada tahun
2010 dengan judul tulisan, The Contribution of Dakwah to
Communication: Risale-i Nur Collection Perspective.
Makalah di tahun 2010 ini juga menjadi salah satu teori
yang digunakan penulis dalam disertasi ini terkait Islamic
communication and secular perspectives. Sebagai bentuk
kontribusi dan partisipasi pada gerakan dakwah Nur, Bakti
memfasilitasi ruko yang dimilikinya di bilangan Ciputat
Mall untuk kajian mingguan Risale-i Nur pada tahun 2007-
2008. Tidak jarang Bakti juga mengikuti kajian Risale-i
Nur. Bakti inilah yang awal mula memperkenalkan penulis
dengan Hasbi Sen pada tahun 2007.
Saat symposium internasional di Turki pada tahun
2013, Bakti juga berpartisipasi sebagai salah seorang
pembicara. Saat itu ia diberi fasilitas untuk mengajak
koleganya, maka Bakti mengajak keponakannya Andi Amri
Bakti. Saat pulang dari Turki, Amri terinspirasi model
dershane yang dikunjunginnya saat berada di Turki. Setelah
komunikasi intensif terjalin antara Amri dan Hasbi, maka
didirikanlah dershane putra pertama di Makasar pada tahun
2014 awal, yang kemudian disusul dershane untuk wanita
kurang lebih satu tahun kemudian (2016). Setelah

175
pergulatannya dengan pemikiran ustad Nursi, Bakti
meyakini bahwa Risale-i Nur dapat membantu
mempersatukan dan mendamaikan umat Islam di muka
bumi.41 Hingga saat ini Bakti juga menjadi salah satu
pembina Yayasan Nur Semesta.
Tokoh selanjutnya Adalah Guru Besar Fakultas
Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, Nabilah Lubis, dan puterinya yang
juga Guru Besar pada Fakultas Syariah dan Hukum, Amani
Lubis. Saat diadakan seminar di IAIN Syarif Hidayatullah
Jakarta pada tahun 2001, Nabilah berkenalan dengan para
tokoh pergerakan Risa>lah al-Nu>r seperti Prof. Dr. Faris
Kaya (Direktur Istanbul Foundation for Science and
Culture), Ustad Ih}sa>n Qa>sim Al-S}alihi> (Penerjemah Risale-i
Nur dari bahasa Turki ke bahasa Arab). Melalui perkenalan
tersebut, terjalinlah komunikasi di antara mereka, hingga
pada tahun 2002, Nabilah sudah aktif sebagai pembicara di
beberapa seminar nasional maupun internasional. Ia pun
mendapat amanat untuk menerjemahkan biografi
Bediuzzaman Said Nursi yang dikarang Ihsan Qasim dari
bahasa Arab ke bahasa Indonesia. Terjemahan tersebut
diselesaikannya pada tahun 2003 dan diterbitkan oleh Murai
Kencana, Rajawali Group, Jakarta.42
Tokoh Intelektual selanjutnya adalah, Muhbib
Abdul Wahab, dosen pada Fakultas Tarbiyah UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Sejak berdirinnya Yayasan Nur
Semesta pada tahun 2007, Muhbib dipercaya sebagai ketua
Yayasan. Pada tahun 2013 dan 2016 makalah beliau
diterima sebagai salah satu pembicara pada symposium
Internasional di Istanbul Turki. Sebagaimana Bakti, Muhbib
juga meyakini bahwa Risale-i Nur dan para T}ulla>b al-Nu>r
ikut memainkan peranan yang penting bagi pengembagan
spiritualitas dan kemajuan bangsa Turki saat ini. Muhbib

41
Hal ini disampaikan Bakti pada saat membuka kegiatan
Musyawarah T}ullab al-Nu>r se-Asia Pasifik pada 30 Januari 2016.
42
Lihat Ih}sa>n Qa>sin Al-S{alihi>, Said Nursi Pemikir dan Sufi Besar
Abad 20, Membebaskan Agama dari Dogmatisme dan Sekulerisme, terj.
Nabilah Lubis (Jakarta: Kencana, 2003).

176
juga berharap Risale-i Nur dapat menjadi inspirasi dan
kekuatan bangsa Indonesia yang lebih berkemajuan di masa-
masa yang akan datang.43 Saat memberikan komentar dalam
buku saku Dunia Membaca Risalah Nur, Muhbib
menyatakan:
Said Nursi yang saya kenal dan baca sebagian
karyanya adalah tokoh spiritual dan pembaharu yang
fenomenal. Ia tidak hanya menjadi aset bagi
bangsanya Turki, melainkan juga bagi dunia Islam
dan dunia internasional. Pemikiran Islamnya sangat
mendalam, filosofis, inspiratif, dan moderat. Karya
master piece-nya, Risalah Nur, kini tidak hanya
menjadi buku referensi, melainkan mampu menjadi
magnet studi Islam bertaraf internasional yang patut
diapresiasi dan diteladani.44
Tokoh intelektual selanjutnya adalah Muhammad
Sirozi. Ia banyak memberikan dukungan dan fasilitas bagi
gerakan dakwah Nur di Indonesia. Sirozi merupakan tokoh
kunci masuknya dakwah Nur di Indonesia. Ia memfasilitasi
dan memberikan beasiswa kepada Hasbi Sen saat beliau
menjadi Direktur Pascasarjana di IAIN Raden Fatah
Palembang pada tahun 2001. Saat ini (2016), Sirozi
menjabat sebagai Rektor IAIN Raden Fatah Palembang.
Para T}ulla>b al-Nu>r meyakini bahwa keberhasilan Sirozi
hingga menjabat Rektor merupakan bagian dari keberkahan
Risale-i Nur. Hasbi Sen sendiri akhirnya menjadi motor
dalam mengembangkan dakwah Nur di Indonesia hingga
saat ini.

C. Dershane Nur Sebagai Jantung Gerakan


Dershane merupakan asrama sebagai pusat kaderisasi
dakwah Nur. Murid-murid Nur yang tinggal di dershane diikat
dengan nilai-nilai kekeluargaan, persaudaraan dan spiritualitas

43
Pernyataan Muhbib disampaikan saat memberikan sambutan
sebagai ketua Yayasan Nur Semesta pada musyawarah se-Asia Pasifik
para T}ulla>b al-Nu>r di Jakarta pada 30 Januari 2016.
44
Pernyataan Muhbib pada Dunia Membaca Risalah Nur (Istanbul:
Sözler Publications, nn), 44.

177
berdasar pada panduan dari kitab karya Said Nursi Risale-i Nur.
Dalam konteks ini Karabaşoğlu menyatakan:
Dershanes are the independent houses in which followers
of the movement gather and read the Risale-i. They also
serve as residences for some members of the movement,
that is, students, single people, and persons who have
devoted themselves to the service of belief. In my opinion,
basically the Nur community has been formed in the
‘house’, that is, family milieu, not in the dershane.
Although dershanes have great importance in the
movement, Nursi’s writings demonstrate that, in his view,
the family milieu takes precedence over them.45
Peter Mandaville melihat bahwa gerakan transnasional di
Asia Selatan dan Tenggara kontemporer memiliki empat
bentuk: ‚sufi brotherhoods, renewalist/piestic movements,
Islamist parties and groups, charitable organizations and da’wa
organizations.‛46 Gerakan dakwah Nur memalui sistem
dershane, jika dilihat menggunakan kategorisasi yang
disampaikan Mandaville, maka pada prinsipnya memiliki
kesamaan, namun sekaligus memiliki perbedaan. Pada kategori
pertama sufi brotherhoods, renewalist/piestic movements,
misalnya gerakan dershane menekankan aspek kesalehan
spiritual seperti yang ditekankan pada doktrin sufistik, namun
bukanlah merupakan sekte atau ordo sufi. Gerakan ini juga
menekankan pendekatan damai dalam menyampaikan pesan-
pesan dakwahnya.47 Pada kategori kedua Islamist parties and

45
Lihat Metin Karabaşoğlu, ‚Text and Community: An Analysis of
the Risale-i Nur Movement‛, dalam Ibrahim M. Abu Rabi’ (Ed). Islam at
the Crossroads: On the Life and Thought of Bediuzzaman Said Nursi ,
(New York, Albani: SUNY Press, 2003), 294.
46
lihat Peter Mandaville, ‚Trasnational Islam in Asia: Background,
Typology and Conseptual Overview‛, dalam Transnational Islam in
South and Southest Asia, Movements, Netwoks, and Conflict Dynamics
(Washington: The National Bureau of Asia Research, 2009), 2.
47
Sikap moderat dan damai gerakan dakwah Nur, relefan dengan
tulisan Azra yang menyatakan bahwa di Indonesia dan Asia Tenggara
Islam memiliki kekhasan dengan tidak memiliki masalah dengan
modernitas, demokrasi, hak asasi manusia, kesetaraan jender dan isu-isu
lain pada masa modern kontemporer. Lihat Azyumardi Azra, ‚Revisitasi

178
groups, gerakan ini memang menekankan gerakan mobilisasi
kelompok atau jamaah, namun perbedaannya bukanlah gerakan
yang menekankan aspek politik.48 Pada kategori ketiga dan
keempat charitable organizations and da’wa organizations,
gerakan dakwah Nur merupakan organisasi dakwah dan
organisasi filantropis. Dari bentuk dakwah Nur, maka ia bisa
dikategorikan sebagai gerakan sosial Islam transnasional yang
mendorong perbaikan moral dan spiritual dan mengedepankan
ukhuwwah dan jalan damai.
Yavuz mengambarkan tipologi gerakan sosial Islam
memiliki kecenderungan vertikal dan horizontal.49 Gerakan
dakwah Nur, dengan menjadikan dershane sebagai pusat
kaderisasi memiliki kecenderungan horizontal dan merupakan
dakwah kultural. Lebih lanjut kondisi tentang dakwah Nur dan
kondisi dershane diungkapkan Markham dan Pirim:
The Nur community is a text-based formation with a
strong emphasis on community. Nursi advised his
students to construct study circles to read, learn, and have
discussions of the Risale. Simultaneous to the
composition stage of the Risale, numerous study circles
and discussion groups were formed by scribs, readers, and
students of this text… Bringing people from different
professions and backgrounds together, a typical
community is composed of men and women of every age,

Islam Politik dan Islam Kultural di Indonesia,‛ Jurnal Indo-Islamika, Vol.


I, No. 2, 2012, 233-244.
48
Pada umumnya semua gerakan sosial membutuhkan mobilisasi
guna memperoleh anggota guna menyatukan pandangan, visi, dan tujuan
yang sama. Kebersamaan tersebut diistilahkan oleh Bayat sebagai
‚imagined solidarities‛, yaitu solidaritas terbayangkan, yang mana berada
bersama untuk mencapai kepentingan bersama. lihat Asef Bayat,
‚Islamism and Social Movement Theory‛, Source: Third World
Quarterly, Vol. 26, No. 6 (2005), pp. 891-908, Published by: Taylor &
Francis, Ltd. Stable URL: http://www.jstor.org/stable/4017816. diakses
08/04/2014.
49
M. Hakan Yavuz, Islamic Political Identity in Turkey (New
York: Oxford University Press), 2003, 28.

179
including elderly and children, all of whom actively
participate in various ways.50
Semua gerakan sosial membutuhkan tempat sebagai
kegiatan aktivitasnya guna aktualisasi, sosialisasi, dan
pengkaderan anggotannya. Dakwah Nur menjadikan dershane,51
awal mulanya sebagai tempat pengajaran Risale-i Nur untuk
menghindari pantauan polisi sebagai perpanjangan tangan
pemerintah yang represif. Dershane tidak ubahnya seperti
rumah, hingga tidak mengundang kecurigaan saat itu. Dershane
menjadi tempat yang tepat saat itu untuk pengajaran Risale-i
Nur, dan sistem tersebut masih dianggap relefan hingga saat ini.
Terdapat ribuan dershane yang tersebar di penjuru Turki saat
ini. Di sekeliling kampus dershane dijadikan asrama mahasiswa,
sekaligus tempat kajian Risale-i Nur. Mahasiswa di Turki yang
mengambil kuliah pada jurusan umum, mendapat bekal spiritual
di dershane. positif yang diperoleh saat pengkaderan di
dershane diharapkan dapat menerapkannya di berbagai
lingkungan atau komunitas nantinya. Nilai-nilai kekeluargaan
dan persaudaraan yang kental diperoleh di dershane memiliki
nilai keunikan tersendiri untuk diterapkan dilingkungan luar
dershane yang penuh hiruk pikuk dan segala dampak negatifnya
dari modernitas. Dengan kata lain, nilai-nilai dershane memiliki
ketahanan guna membimbing moral di tengah terpaan

50
Ian S. Markham dan, Suendam Birinci Pirim, An Introduction to
Said Nursi, Life, Thought and Writings (Farnham England: Ashgate,
2011), 17.
51
Dershane berasal dari bahasa Turki yang terdiri dari dua kata
yaitu ders yang berarti kajian dan hane yang berarti tempat, jadi dershane
berarti tempat kajian. Di Indonesia maknanya dekat dengan majlis taklim.
Di Turki dershane tersebut berupa flat-flat yang disewa dalam apartemen
yang lengkap dengan isinya, sehingga sewaktu-waktu siap untuk
menerima tamu dari daerah atau luar negeri. Lihat Percikan Cahaya,
Buletin Dwi Bulanan, Edisi Perdana, Oktober 2011. Awal mula model
dershane dibangun Nursi di Barla, tempat pengasingan pertamanya oleh
rezim Kemal Atatürk. Ustad Mahkamah sering pula menyebut dershane
dengan madrasah nuriyah. Ustad Mahkamah Mahdin merupakan sahabat
ustad Hasanuddin Alimuddin yang memiliki kontribusi besar bagi sumber
daya Manusia (SDM) gerakan dakwah Nur di Indonesia yang akan
dipaparkan lanjut di bab kelima.

180
modernitas dan segala problematikannya. Etzioni menyatakan
bahwa membina moralitas masyarakat dimulai dari komunitas
yang terkecil, yaitu keluarga. Sebagaimana pernyataannya:
To shore up the moral foundations of our society, we start
with the family. The family was always entrusted with
laying the foundations of moral educations. In the
renewed communities we envision, raising children is a
job not for mothers alone, but for both parents. There is
no contradiction between treting women and men as
equals and calling for greater attention to, investment in,
and, above all, a higher valuation of children. 52
Nursi sendiri menyatakan bahwa berkomunikasi dengan
putra-putri di rumah merupakan sebuah kenikmatan yang
melebihi ratusan kenikmatan bioskop.53 Seorang Suami harus
mencintai istrinya dengan penuh kasih sayang. Semua itu agar
cintanya tetap bersemi meskipun seorang istri akan menjadi
lemah dan sedikit demi sedikit akan beruban. Suami istri
bukanlah hanya pasangan hidup di dunia semata, melainkan
merupakan pasangan di kehidupan akhirat yang kekal. Oleh
sebab itu suami-istri harus saling mencintai dengan hormat.
Keluarga yang dibina dalam lingkungan peradaban modern
sangat rentan dan mudah rusak karena hubungan yang ada
dibangun di atas persahabatan yang bersifat sementara dan
untuk kemudian berpisah selamanya.54
Ikatan kekeluargaan merupakan sarana efektif untuk
mengembangkan gerakan sosial. Bagaimana hubungan
kekerabatan (kinship) saling memengaruhi satu anggota dengan
angota lainnya. Saat ini ikatan kekeluargaan (family networks)
merupakan modal sosial. Inilah di antara keberhasilan dakwah
Muhammadiyah lebih pesat di Kota Gede dibandingkan

52
Lihat Amitai Etzioni, The Spirit of Community, Rights,
Responsibilities, and The Communitarian Agenda (New York: Crown
Publishers, Inc., 1993), 248.
53
Bediuzzaman Said Nursi, Kulli>yya>t Rasa>’il al-Nu>r, al-Lama‘a>t, 286.
54
Bediuzzaman Said Nursi, Kulli>yya>t rasa>’il al-Nu>r, al-Lama‘a>t, 283.

181
Syarikat Islam, Budi Utomo, dan sebagainya.55 Sistem dershane
yang kental dengan nilai-nilai kekeluargaan merupakan modal
sosial penting bagi gerakan dakwah Nur.
Di usianya yang semakin senja saat itu, ustad Nursi juga
menyempatkan mengunjungi undangan murid-muridnya ke
berbagai dershane yang tersebar di penjuru Turki, seperti
Angkara, Konya dan Istanbul. Saat itu usianya mencapai 83
tahun, yaitu pada tahun 1959.56 Dershane merupakan bentuk
framing gerakan guna memudahkan dakwah Nur dalam
mengaktualisasikan gagasan, ide dan pemikiran ustad Nursi
yang tertuang dalam karyanya Risale-i Nur. Dalam konteks
Indonesia, dershane seperti layaknya pesantren, ada kitab
kuning, ustad atau kiai, dan santri.
Dershane pusat saat ini beralamat di perumahan Grand
Cirendeu, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten. Dershane
tersebut sudah menjadi milik tetap Yayasan sejak 2012, dengan
bantuan dana dari Yayasan dari kota Kayseri dan Istanbul.
Sebagai Abi atau kakak asrama adalah ustad Irwandi. Sebagai
dershane pusat, berfungsi pula sebagai pusat koordinasi antar
dershane dan sebagai rumah transit tamu baik yang datang dari
berbagai daerah dalam negeri maupun tamu dari luar negeri.
Kebanyakan tamu yang datang dari luar negeri berasal dari
Turki, baik T}ulla>b al-Nu>r yang menjadi Vakif (Wa>kif) maupun
T}ulla>b al-Nu>r dari kalangan pengusaha yang menjadi pendonor
dana (Isna>f). Ustad Said Inan, salah seorang Vakif yang datang
dari kota Kayseri, menyatakan bahwa kedatangan para Vakif
dan Isna>f ke Indonesia adalah untuk melihat langsung dan
memonitoring kegiatan dakwah Nur. ‛Hal ini penting dilakukan
untuk merasakan langsung bentuk kegiatan dakwah Nur yang
sedang berlangsung‛, katan ustad Inan.57

55
Lihat Hilman Latief, Menelaah Gerakan Modernis-Reformis
Islam melalui Kota Gede: Pembacaan Seorang Antropolog Jepang, (Book
Review), Studia Islamika, Vol. 20, No. 2, 2013, 386.
56
Colin Turner dan Hasan Horkuc, Said Nursi, (London: I.B. Tauris
and Oxford University Press, 2009), 38-39.
57
Observasi dan wawancara dengan Said Inan pada 21 April 2016
di dershane putra Ciputat. Ustad Inan datang bersama bersama Isna>f

182
Dershane untuk wanita menempati perumahan yang
disewa tahunan. Pada tanggal 7 Mei 2016, dershane pindah ke
rumah Prof. Nabilah Lubis di lantai dua di belakang SD
Pembangunan Ciputat. Pada tahun 2011 didirikan PUSKARIN
(Pusat Kajian Risalah Nur) untuk mengintensifkan program-
program di dershane wanita. Peresmian PUSKARIN dilakukan
oleh Prof. Dr. Nabilah Lubis pada 6 Maret 2011 yang
merupakan bagian dari Yayasan Nur Semesta, hadir pada acara
tersebut putri dari Nabilah, Prof. Dr. Amani Lubis yang
memaparkan tentang perkembangan dershane di Turki dan
optimisme beliau tentang perkembangan dershane di Indonesia
di masa mendatang.58
Kajian dalam bahasa Arab dilaksanakan setiap hari setiap
hari senin, yaitu setelah shalat Isya. Kajian dalam bahasa Arab
dipandu oleh Irwandi Abi dan Jamal Abi, yang merupakan
alumni dari Universitas Al-Azhar Mesir. Mereka berdua yang
telah mempelajari Risale-i Nur dalam bahasa Arab di dershane
ketika studinya di Mesir dalam kurun 2007-2011. Risale-i Nur
dalam bahasa Arab memiliki karakteristik kebahasaan yang
unik, diantarannya karena susunan bahasa yang tidak lazim.
Menurut penuturan Irwandi, dalam karya Isha>rah al-I’ja>z, Nursi
menulisnya langsung dari bahasa Arab, dan menggunakan
tatabahasa Arab yang baik dan tidak mudah untuk dipahami
karena ketinggian bahasanya.59 Dalam kajian bahasa Arab, pada
umumnya risalah yang dibaca adalah karya-karya Nursi yang
belum diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Kajian umum Risale-i Nur dalam bahasa Indonesia
diadakan setiap malam Jumat yang dipandu atau dimentori oleh
Hasbi Sen. Berbeda dengan dershane pusat Ciputat, di dershane
Depok, kajian diadakan setiap malam Rabu. Selain mengkaji
karya Nursi, hubungan yang erat dan hangat antar T{ulla>b al-Nu>r
terjalin saat kajian, dan kajian ditutup dengan meminum teh
turki. Dalam kajian, selalu dibuka sesi pertanyaan atau diskusi
guna mempertajam tema maupun untuk mendalami pemikiran

pengusaha makanan kwaci yang bernama Bunyamin dan Isna>f Ismail


yang merupakan penguasa makanan sejenis dodol yaitu lokum.
58
Percikan Cahaya, Buletin Dwi Bulanan, Edisi Oktober 2011.
59
Wawancara dengan Irwandi pada 23 Oktober 2012.

183
Ustad Nursi. Sebagian besar yang mengikuti kajian adalah
mahasiswa dan terkadang dihadiri pula oleh ketua Yayasan Nur
Semesta, Muhbib Abdul Wahab dan pembinan Yayasan guru
besar komunikasi Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Andi
Faisal Bakti, dengan kehadiran mereka maka diskusi semakin
intens dan hangat. Selain mendalami pemikiran Nursi, tidak
jarang diskusi melebar ke tema-tema lain terkait studi Islam dan
isu-isu kontemporer.
Latar belakang peserta kajian atau T}ulla>b al-Nu>r datang
dari berbagai aktivitas yang beragam, namun semuanya mencair
dalam suasana kajian. Kajian Risale-i Nur bersifat terbuka,
tidak dibatasi usia dan latar belakang sosial, hal tersebut relevan
dengan semangat Risale-i Nur untuk kontekstualisasi ajaran
Islam (al-Qur’an) yang sesuai dengan zamannya. Ada
pengacara, Pegawai Negeri Sipil (PNS), mahasiswa dari
berbagai perguruan tinggi, masyarakat umum, aktivis LSM,
motivator, ustad dan lain sebagainya yang hadir saat kajian.
Beberapa mahasiswa tinggal di dershane sebagai motor
dan kader gerakan dakwah Nur yang dipandu oleh seorang
kakak asrama, atau biasa disebut Abi dalam bahasa Turki.
Dershane juga berfungsi sebagai rumah singgah atau transit,
tidak jarang para tamu yang datang dari Turki, Mesir, Australia,
Filipina, Saudi Arabia, Malaysia dan lainnya yang singgah
beberapa saat di dershane untuk tujuan konsolidasi dakwah
Nur.
Setelah dershane Ciputat untuk putra dan putri, dershane
lainnya adalah di kampung Ciparai, Parung Panjang, Kabupaten
Bogor. Dershane tersebut dibuka pada tahun 2013, dan yang
bertanggung jawab saat itu adalah ustad Totong Ma’ruf. Saat
awal dibuka, kajian dershane Parung Panjang dipusatkan di
rumah yang disewa, namun setelah tahun 2014 ketika Ma’ruf
bertugas membuka dershane baru di Depok Kajian dipindahkan
di rumah Pak Jumantoro. Pak Jumantoro sebelumnya telah aktif
mengikuti kajian bersama kedua anak kembarnya Alfan dan
Alfin.60

60
Wawancara dengan Totong Ma’ruf, 27 April 2016.

184
Letak rumah Pak Jumantoro cukup strategis karena bisa
dicapai beberapa menit dengan berjalan kaki dari stasiun kereta
api Parung Panjang. Awal berdirinya dershane Parung Panjang
diinisiasi oleh Zulfahmi yang terinspirasi setelah kunjungannya
ke Turki pada 2012 untuk mengadakan research tesis masternya
di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.61 Saat
di Turki Zulfahmi mengunjunggi berbagai kota dan pindah dari
satu dershane ke dershane lainnya untuk melakukan penelitian.
Hal inilah yang cukup memotivasinya untuk ikut berkontribusi
dan berpartisipasi membuka dershane di Parung Panjang, dekat
dengan tempat tinggalnya.
Dershane keempat yang dibuka berlokasi di Depok Jawa
Barat, dekat kampus Universitas Indonesia pada tahun 2014.
Sebagai Abi dan penaggungjawab dershane adalah ustad Totong
Ma’ruf. Sama seperti awal membuka dershane di Parung
Panjang, Ma’ruf mencari anggota baru untuk mengikuti kajian
Risale-i Nur. Beberapa mahasiswa yang tinggal di dershane
tersebut berasal Universitas Indonesia. Sejak tahun 2015
sebagai Abi dan penanggung jawab dershane depok
diserahtugaskan kepada ustad Jamal.62
Dershane kelima yang dibuka adalah dershane putra di
Makassar Sulawesi Selatan tahun 2014 awal, tepatnya di jalan
Shaikh Yusuf dekat dengan kampus Universitas Islam Negeri
(UIN) Alauddin, Universitas Negeri Hasanuddin (UNHAS),
Universitas Islam Timur (UIT) Universitas Muslim Indonesia
(UMI), dan Universitas Muhammadiyah (UNISMU) Makassar.
Sebagai Abi atau kakak asrama dan penanggungjawab dershane
adalah Ustad Alwis yang dibantu Mahasiswa UNHAS Fahrul.
Saat kuliah S1 di Mesir Alwis di tahun yang sama dengan
Irwandi menyelesaikan kuliahnya pada tahun 2011. Saat di
Mesir Alwis mengenal Risale-i Nur dan aktif di kelompok
belajar yang digagas ustad Hasanuddin Alimuddin.63 Di bulan
November 2016 dikirim Muhammad Agung ke dershane pusat

61
Judul dari Tesis Master Zulfahmi kemudian dijadikan buku
dengan Judul Fethullah Gülen, Sang Inspirator Gerakan Damai
Masyarakat Sipil di Turki.
62
Wawancara dengan Totong Ma’ruf, 27 April 2016.
63
Wawancara dengan Irwandi, 20 April 2016.

185
di Ciputat untuk tinggal kurang lebih satu bulan guna dikader
untuk menggantikan ustad Alwis sebagai Abi. Fahrul salah satu
penghuni senior yang tadinya diproyeksikan menjadi Abi ditarik
ke Pesantren Nusantara Beriman di Sulawesi Tenggara milik
ustad Hasanuddin Alimuddin. Fahrul dan Muhammad Agung
Salmisake keduanya menggenal Risale-i Nur dari ustad
Hasanuddin dan aktif mengikuti kajian di kecamatan Poliang
Kabupaten Bombana Sulawesi Tenggara, sebelum melanjutkan
kuliah ke Makassar.64
Berdirinya dershane Makassar diawali oleh Andi Amri
Bakti (keponakan Andi Faisal Bakti), yang tertarik untuk
membuka dershane setelah terkesan atas kunjungannya pada
tahun 2013 bersama Andi faisal Bakti. Gayung bersambut,
setelah bertemu dengan Fahrul, Mahasiswa UNHAS yang
berkeingginan pula tinggal di dershane. Menginggat Fahrul
sudah mengenal Risale-i Nur dan sistem pengajarannya dari
ustad Hasan sebelum melanjutkan kuliah. Di Tahun 2015 Fahrul
sempat memperdalam Risale-i Nur dan metode dakwahnya di
Turki selama beberapa bulan dan cuti dari kuliahnya.65
Setahun kemudian pada 2015 berdiri dershane putri di
Sulawesi Selatan, tepatnya di Kabupaten Gowa. Sebagai Abla
atau kakak asrama putri adalah Waki>fah Purwaningsih.
Nurhasanah (Nura) sebagai Abla di dershane putri Ciputat ikut
aktif membina dershane di Gowa. Keberadaan dershane putri di
Gowa menunjukkan bahwa Sulawesi, khususnya Sulawesi
Selatan memiliki peran yang penting dalam dalam dakwah Nur.

D. Usaha Penerjemahan, Penerbitan karya Said Nursi dan Karya


Tentang Nursi.
Usaha strategis yang dilakukan gerakan dakwah Nur
adalah penerjemahan dan penerbitan karya-karya Nursi.
Penerjemahan dimaksudkan akan Risale-i Nur dapat dibaca
oleh kalangan luas tanpa terkendala bahasa. Pada tahun 1950
Risale-i Nur telah selesai penulisannya. Nursi sendiri
memandang penting usaha penerjemahan, baik dari bahasa
64
Wawancara dengan Muhammad Agung Salmisake, 11 November
2016.
65
Wawancara dengan Irwandi, 20 April 2016.

186
Turki ke bahasa Arab, guna penyebarannya kepada dunia Islam,
maupun penerjemahan bagian-bagian bahasa ke bahasa Turki.
Nursi sendiri menerjemahkan al-Khutbah al-Sha>miyah dari
bahasa Arab ke bahasa Turki pada tahun 1951.66
Saat ini Risale-i Nur telah diterjemahkan kelima puluh
bahasa dunia lebih. Di Indonesia Usaha publikasi buku-buku
Nursi juga dilakukan, mulai dari mendirikan penerbitan hingga
toko dan pemeran buku seperti di Islamic Book Fair (IBF).
Usaha-usaha tersebut menjadikan Risalah Nur semakin dikenal
oleh masyarakat luas. Risale-i Nur terdiri dari empat belas jilid
yang terdiri dari kuranga lebih 6000 lembar. Berikut bagian
Risale-i Nur karya Said Nursi adalah:
No. Judul Buku Tahun Penulisan & Bahasa
Penyebaran yang
Digunakan
1. Sözler 1926-1929 Turki
2. Mektubat 1929-1932 Turki
3. Lem’alar 1921-1932-1934 Turki
4. S}u’alar 1936-1940 Turki
5. Isha>ratul I‘ja>z 1916-1918 Arab
6. Al-Mathnawi> al-‘Arabi> 1922-1923 Arab dan
al-Nu>ri> Turki

7. Barla Lahikasi 1925-1930 Turki


8. Emirdag Lahikasi 1944-1949 Turki
9 Kastamonu Lahikasi 1936-19 Turki
10. Tarihce-I Hayati 1948-1950 Turki
11. Asa-yi Musa - Turki
12. Iman ve Kufur 1948-1950 Turki
Munavazeleri
13. Sikke-i Tasdik-i Gaybi 1948-1950 Turki
14. Muhakemat 1911 Turki
15. Qizil I>ja>z 1899 Arab
16 Ta‘liqa>t 1899 Arab
17 Sunuhat 1920 Turki

66
Lihat Şükran Vahide, Islam in Modern Turkey, An Intellectual
Biography of Bediuzzaman Said Nursi, 323. Terdapat dua karya Nursi
yang ia tulis dalam bahasa Arab, al-Mathnawi> al-‘Arabi> al-Nu>ri>, dan
Isha>ra>t al-I‘ja>z, inilah yang dianggap penting untuk diterjemahkan ke
bahasa Turki saat itu.

187
18 Munazarat 1911 Turki
19 Divan-i harbi örfi 1909-1911 Turki
20 Al-Khutbah al-Sha>miyah 1911 Arab
21 Hutuvat-i sitte 1920 Turki

D.1. Penerjemahan Karya Nursi


Karya terjemahan ustad Bediuzzaman Said Nursi,
Risale-i Nur ke bahasa Indonesia memiliki peran yang
penting untuk menyebarkan gagasan dan pemikirannya.
Saat diadakan Islamic Book Fair di Bandung (2011-2016),
di Jakarta (2012-2016), karya-karya terjemahan merupakan
karya andalan untuk disosialisasikan, dipajang dan
diperperjualbelikan. Lewat even tersebut karya-karya Nursi
semakin tersebar luas di Masyarakat. Untuk memperluas
ketersebaran buku, tidak jarang Yayasan berusaha
membagikan karya-karya terjemahan tertentu dalam bahasa
Indonesia karya Nursi secara cuma-cuma.
Penerjeman karya-karya Nursi menemukan
momentumnya melalui peran besar dua orang, yaitu ustad
Ih}sa>n Qa>sim al-S}a>lih}i> yang menerjemahkan karya Nursi
kedalam bahasa Arab dan Şükran Vahide/ Mary Weild yang
menerjemahkan ke bahasa Inggris. Dari karya kedua orang
tersebut, Risale-i Nur telah diterjemahkan ke berbagai
bahasa dunia, termasuk Indonesia. Dengan tersebarnya
karya terjemahan, maka semakin terbukalah berbagai
kegiatan ilmiah seperti seminar, simposium dan muktamar
di berbagai perguruan tinggi dan lembaga budaya di
berbagai penjuru dunia, di antarannya seperti di Yordania,
Mesir, Aljazair, India, Maroko, Chad, Yaman, Malaysia,
Indonesia, Filipina, Bosnia, Australia, Inggris, Argentina,
Jerman dan Amerika.67
Di antara penerjemah karya-karya Nursi dari bahasa
Arab ke Indonesia adalah Fauzi Faisal Bahreisy, Hasanuddin
Alimuddin, Zaprulkhan, Harun, Mahkamah Mahdin dan
Syamsu Alam Darwis. Sedangkan penerjemahan Risale-i

67
Lihat ‛Pendahuluan‛ dalam Bediuzzaman Said Nursi, Menanam
Keikhlasan Merajut Persaudaraan, terj. Fauzi Faishal Bahreysi dan
Mahkamah Mahdin (Jakarta: Yayasan Nur Semesta, 2012), 20-21.

188
Nur dari bahasa Inggris oleh Sugeng Haryanto, Sukono
Mukidi, Moh. Rudi Atmoko dan Joko Prayitno.
Penghargaan kepada para penerjemah Risale-i Nur,
diberikan Istanbul Foundation For Science and Culture
dengan mengundang para penerjemah untuk menghadiri
conferensi yang diadakan tahunan. Pada 2012 hadir pada
acara tersebut Fauzi Faishal Bahreysi yang didampingi oleh
Hasbi Sen. Pertemuan membahas tentang problematikan
dan metode penerjemahan Risale-i Nur.
Fauzi Faihal Bahreysi merupakan penerjemah
produktif Risale-i Nur dari bahasa Arab ke bahasa
Indonesia. Ia menyatakan bahwa menerjemahkan Risale-i
Nur memiliki keunikan tersendiri. ‛Pertama adalah aspek
kebahasaan atau gaya bahasa yang memerlukan adaptasi‛,
ungkapnya. ‛Kedua adalah isi dari Risale-i Nur yang
memiliki kedalaman makna dalam mengupas pembahasan,
hingga dibutuhkan dasar-dasar dan wawasan keislaman
yang luas. Ketiga penggunaan must}alah}a>t (istilah-istilah)
yang memerlukan penelaahan literatur maupun bertanya
tentang istilah.‛68
Yayasan Nur Semesta yang dimotori Hasbi Sen
terus melakukan upaya-upaya dan kegiatan-kegiatan
dakwah, penerjemahan Risale-i Nur merupakan salah satu
prioritas program. Puluhan buku terjemahan telah
dihasilkan, mulai dari buku-buku ukuran kecil, tipis atau
saku hingga yang tebal. Di antara buku terjemahan karya
Nursi yang berukuran kecil tipis atau saku adalah:

68
Pertemuan tiap minggu membahas progres dan konsultasi sering
diadakan antara Hasbi Sen dan Fauzi. Fauzi juga tidak segan-segan
bertanya, jika ada istilah-istilah baru kepada Hasbi. Hasbi akan merujuk
kitab asli yang berbahasa Turki untuk menjawab dan mengedit
terjemahan, hingga makna terjemahan semakin akurat. Wawancara
dengan Fauzi Faishal Bahreisy 30 Januari 2016.

189
No Judul Buku Penerbit & Tahun Penerjemah
Penerbitan
1 Mengokohkan Akidah Jakarta, Robbani Fauzi Faishal
Menggairahkan Ibadah Press Bahreisy
2 Risa>lah Bala>: Ila> Kulli Jakarta, Anatolia Hasanuddin
Mari>d wa Mubtala (Prenada Media Alimuddin &
Group), Harun
2007
3 Murshid Ahlul Quran Kairo, Sozler Hasanuddin
Ila> Haqa>iqil I<man Publications, 2008 Alimuddin,
Mahkamah
Mahdin &
Syamsu Alam
Darwis
4 Al-Ayat Al-Kubra Jakarta, Anatolia Zaprulkhan
Menemukan Tuhan (Prenada Media (editor)
Pada Wajah Alam Group),
Semesta 2009
5 Al-Ayat Al-Kubra Jakarta, Anatolia Fauzi Faishal
Menemukan Tuhan (Prenada Media Bahreisy
Pada Wajah Alam Group),
Semesta 2009
6 Risalah Mi’raj, Jakarta, Anatolia Fauzi Faishal
Urgensi, Hakikat, (Prenada Media Bahreisy
Hikmah dan Buahnya Group),
2010 dan dicetak
ulang pada 2016
Oleh Risalah Nur
Press
7 Risalah Kebangkitan, Jakarta, Anatolia Fauzi Faishal
Pengumpulan Makhluk (Prenada Media Bahreisy
di Padang Makhsar Group), 2011

8 Menanam Keikhlasan Yayasan Nur Fauzi Faishal


Merajut Persaudaraan Semesta, 2012 Bahreisy
9 Risalah Ramadhan Jakarta, Risalah Fauzi Faishal
Nur Press, 2013 Bahreisy
10 Iman Kunci Jakarta, Risalah Fauzi Faishal
Kesempurnaan Nur Press, 2013 Bahreisy
11 Khutbah Syamiyah Jakarta, Risalah Fauzi Faishal
Manifesto Kebangkitan Nur Press, 2014 Bahreisy
Umat Islam
12 Kumpulan Mukjizat Jakarta, Risalah Fauzi Faishal

190
Nabi Muhammad SAW Nur Press, 2014 Bahreisy

13 Nasihat Spiritual: Jakarta, Risalah Fauzi Faishal


Mengokohkan Akidah Nur Press, 2014 Bahreisy
Mengairahkan Ibadah
14 Mukjizat Al-Quran: Jakarta, Risalah Fauzi Faishal
Ditinjau dari 40 Aspek Nur Press, 2014 Bahreisy
Kemukjizatan
15 Tuntunan Bagi Jakarta, Risalah Fauzi Faishal
Perempuan Nur Press, 2014 Bahreisy

16 Tuntunan Generasi Jakarta, Risalah Fauzi Faishal


Muda Nur Press, 2014 Bahreisy

17 Terapi Maknawi Jakarta, Risalah Fauzi Faishal


dengan Resep Qur’ani Nur Press, 2014 Bahreisy

18 Risalah Kebangkitan Jakarta, Risalah Fauzi Faishal


Nur Press, 2015 Bahreisy
19 Sunnah Nabi, Pedoman Jakarta, Risalah Fauzi Faishal
Hidup Muslim Sejati Nur Press, 2016 Bahreisy

20 Misteri Puasa, Hemat Jakarta, Risalah Fauzi Faishal


dan Syukur Nur Press, 2016 Bahreisy

Adapun buku terjemahan yang tebal atau karya utuh


sesuai Judul-judul Risa>lah al-Nu>r adalah:

No Judul Buku Tahun Penerjemah


Penerbitan&
Penerbit
1 Al-Kalimat Jilid I 2011 Fauzi Faishal
Anatolia Bahreisy
(Prenada Media
Group)

191
2 a. Sinar yang Jakarta, PT. Raja Sugeng
Mengungkap Sang Grafindo Hariyanto,
Cahaya Persada, 2003 Sukono
Mukidi, &
Jakarta, Moh. Rudi
Anatolia Atmoko.
b. Al-Matsnawi An-Nuri (Prenada Media
Menyibak Misteri Group), 2012
Keesaan Ilahi Fauzi Faishal
Bahreisy

3 a. Menikmati Takdir Jakarta, PT. Raja Fauzi Faishal


Langit (Lama’at) Grafindo Bahreisy &
Persada, 2003 Joko Prayitno
Jakarta, Robbani
Press, 2010
b.Al-Lama’at: Menikmati Jakarta Fauzi Faishal
Hidangan Langit Risalah Nur Bahreisy &
Press, 2014 Joko Prayitno

c.Al-Lama’at: Fauzi Faishal


Membumikan Inspirasi Bahreisy &
Ilahi Joko Prayitno

D.2. Penerjemahan dan Penulisan Karya Tentang Said Nursi


Penerjemahan karya tentang Nursi dari bahasa asing
ke bahasa Indonesia, misalnya karya tentang biografi Nursi
yang ditulis Şükran Vahide. Penerjemahan ini juga
dimaksudkan agar pemikiran Nursi mudah dikenal dan
disosialisasikan di Indonesia. Sedangkan Penulisan karya
tentang Said Nursi dibatasi oleh para penulis dari Indonesia
yang menggunakan bahasa Indonesia, bahasa Inggris dan
Arab dalam menulis tentang Said Nursi dari berbagai
perspektif. Karya tersebut berupa disertasi, tesis, buku,
artikel maupun Novel.
Karya-karya tersebut ikut memiliki kontribusi bagi
pengembangan dakwah Nur di Indonesia dalam
memperkenalkan ajaran-ajaran Nursi dalam Risale-i Nur.
Karya novel yang ditulis Habiburrahman El Shirazi

192
misalnya, Api Tauhid telah terbit sebanyak sepuluh kali di
tahun 2015. Tentu hal tersebut berdampak pada para
pembacanya dalam mengenal Risale-i Nur dari akarnya,
serta prinsip-prinsip hidup Bediuzzaman Said Nursi.
Habiburrahman menulis dalam pendahuluan novelnya:
Pemikiran Al-‘Alla>mah Bediuzzaman Said Nursi
tentang tafsir al-Qur’an, tentang kaidah memahami
hadits, tentang penyakit umat dan obatnya, tentang
fikih dakwah, dan bahkan tentang peradaban
Qur’ani, menjadi pembahasan para guru besar di Al-
Azhar University. Tokoh yang begitu disiplin
menjaga diri dari yang syubhat. Yang sejak kecil
hingga tua sangat tsabat dan teguh menjaga
pandangan matanya dari yang tidak halal. Tokoh
yang sangat sayang kepada makhluk Allah, bahkan
kepada semut, kecoa, dan tikus sekalipun. Tokoh
yang sangat teguh memperjuangkan agama-Nya
dengan cara yang indah, penuh cinta, dan damai.
Yaitu jalan-jalan cahaya yang tidak memberikan
paksaan sama sekali. Tetapi cahaya, sekecil apapun,
akan tetap mampu menyibak kegelapan.69
Dari Novel tersebut, sosialisasi memperkenalkan
pemikiran Bediuzzaman Said Nursi semakin luas di
Indonesia. Sayyid misalnya, seorang peserta kajian Risale-
i Nur menyatakan bahwa ia mengenal Bediuzzaman Said
Nursi dari novel Api Tauhid, Cahaya Cinta Sang
Mujaddid yang dikarang Habiburrahman El Shirazy.
Sayyid tertarik untuk mengetahui lebih jauh sosok Said
Nursi dan lewat pencarian tersebut ia kemudian
menemukan Yayasan Nur Semesta dan aktif dalam
mengikuti kajian. Saat ditanya tentang kesan dari novel
tersebut, Sayyid menjawab bahwa cara dakwah
Bediuzzaman begitu mengesankan. Said Nursi berdakwah
dengan cara yang santun, jauh dari sikap keras dan
arogan.70
69
Lihat Habiburrahman El Shirazy, Api Tauhid, Cahaya
Keagungan Cinta Sang Mujaddid (Jakarta: Republika, 2015), xv-xvi.
70
Wawancara dengan Sayyid pada 13 Oktober 2016.

193
Di antara karya terjemahan dan karya tentang Nursi
adalah sebagai berikut:

No Judul Karya Penerbit/Penyeleng Penulis/penerj


gara dan tahun emah

1 Said Nursi, Pemikir dan Jakarta, Kencana, Ihsan Qasim


Sufi Besar Abad 20, PT. Raja Grafindio Salih/ Nabilah
Membebaskan Agama Persada, 2003 Lubis
dari Dogmatisme dan
Sekulerisme
2 Understanding Muslim IAIN Palembang, Muhammad
Internal Conflicts: International Sirozi
Some Inspirations from symposium, 25 Juli
Bediuzzaman Said 2004.
Nursi
3 Said Nursi’s Thought Istanbul, The Jurfri Suyuthi
on Community Istanbul Pulungan
Development Foundation for
Science and
Culture, 2004
(seventh
International
Symposium on
Bediuzzaman Said
Nursi)
4 Bediuzzaman Said Al-Ja>mi‘ah, Vol. Machasin
Nursi and The Sufi 43, No. 1, 2005
Tradition
5 ‚Nursi Movement and Jambi, Innovatio Amin
Muhammadiyah A Journal for Abdullah
Note On Modern Religious
Islamic Thought in Innovation
Turkey and Indonesia: Studies, Vol. 5,
Affinities and No. 9, Edisi
Differences‛ Januari-Juni 2006
6 Biografi Intelektual Jakarta, Sukran
Bediuzzaman Said Anatolia Vahide/
Nursi, Transformasi (Prenada Media Sugeng
Dinasti Usmani Group), 2007 Haryanto
Menjadi Republik dan Sukono
Turki

194
7 Modernisasi Bukan Jakarta, Anatolia Nur Rofiah
Westernisasi, dalam (Prenada Media
pendahuluan buku Group), 2007
Biografi Intelektual
Bediuzzaman Said
Nursi, Transformasi
Dinasti Usmani
Menjadi Republik
Turki
7 Persinggungan Islam Kediri, STAIN Moh. Asror
dan Barat, Studi Kediri Press, 2009 Yusuf
Pandangan
Bediuzzaman Said
Nursi
8 Justice and Human Istanbul, The Andi Faisal
Relations in Said Istanbul Bakti
Nursi’s Work As Seen Foundation for
From A Science and
Communication Culture, 2007
Perspective
9 The Contribution of Istanbul, The Andi Faisal
Dakwah to Istanbul Bakti
Communication Foundation for
Studies: Risale-i Nur Science and
Collection Perspective Culture, 2010
10 Prophetic Istanbul, The Andi Faisal
Communication Istanbul Bakti
Strategies: Risale-I Nur Foundation for
Perspective Science and
Culture, 2013
11 Pengantar Edisi Bahasa Jakarta, Anatolia Andi Faisal
Indonesia buku (Prenada Media Bakti
terjemahan karya Said Group), 2011
Nursi yang berjudul Al-
Matsnawi An-Nuri,
Menyibak Misteri
Keesaan Ilahi
12 Reorientasi Hidup Jakarta, Anatolia Muhbib Abdul
Bermakna Menurut (Prenada Media Wahab
Rasa<’il al-Nu<r, Group), 2011
pendahuluan dalam
karya Nursi yang
diterjemahkan dengan
judul Al-Kalimat

195
13 Komparasi Yogyakarta, Zaprulkhan
Pembaharuan Tasawuf Disertasi UIN
Hamka dan Said Nursi Sunan Kalijaga,
2011
14 Pendidikan Akhlak Cirebon, Tesis S2 Hisyam Nur
Menurut Said Nursi IAIN Syekh
Nurjati, 2012
15 Perkembangan Gorontalo, Farabi, Zaprulkhan
Kepribadian Secara Jurnal Pemikiran
Spiritual Konstruktif Bidang
dalam Perspektif Filsafat dan
Bediuzzaman Said Dakwah, IAIN
Nursi Sultan Amai
Gorontalo,
2015
16 Api Tauhid Cet I-X Habiburrahma
2015 n El Shirazy
17 Peace Building in Jakarta, Hasbi sen, M.
Multicultural World: symposium di Hum.
Said Nursi’s Universitas
Perspective in Risale-I Pancasila 2015.
Nur www.nursemesta.o
rg
18 Significance of The Istanbul, The Zaprulkhan
Practices of the Prophet Istanbul
(Sunna) for Modern Foundation for
People Study of The Science and
Thought of Culture, 2016.
BAdiuzzaman Said
Nursi
19 Love, Sincerity, and www.nursemesta.o Ustadzi
Brotherhood: Etika rg Hamzah
Relasi Antar Agama 2016
dalam Islam untuk
Menciptakan
Perdamaian Menurut
Said Nursi
20 Harfi Logic: Metode www.nursemesta.o Ustadzi
Tafsir al-Quran dalam rg Hamzah
Risalah Nur 2016
21 Badiuzzaman Said www.nursemesta.o Ustadzi
Nursi dan gagasan rg Hamzah
Pembaruan Pemikiran 2016

196
Islam

E. Pertemuan Lintas Negara


Untuk keberhasilan gerakan dakwah, berbagai usaha
dilakukan, selain penerjemahan dan kajian Risale-i Nur, hal lain
yang dilakukan gerakan dakwah Nur adalah Musyawarah
tahunan, baik yang bersekup regional maupun internasional;
serta berbagai kegiatan yang bersekup nasional hingga
internasional. Musyawarah adalah ajang pertemuan rutin guna
menyamakan misi, visi, strategi gerakan, mengevaluasi dan
melaporkan perkembangan gerakan dakwah Nur di masing-
masing daerah dan negara. Musyawarah juga dimaksudkan
untuk menjaga kesinambungan gerakan dakwah serta
merancang agenda strategi gerakan dakwah Nur ke depan.
Kajian-kajian serta pertemuan-pertemuan ilmiah dan
musyawarah diarahkan untuk konsolidasi, memperdalam dan
mensolidkan komunitas jamaah Nur. Jamaah Nur senantiasa
menjadikan teks Risale-i Nur sebagai acuan, standar dan
inspirasi gerakan. Untuk membedakan gerakan dakwah Nur dan
gerakan Islam transnasional lainnya dapat pula dilihat dan dikaji
dari spirit teks masing-masing gerakan. Komunitas jamaah Nur
memiliki keunikan tersendiri berbanding gerakan Islam
transnasional lainnya, baik seperti Jamaah Tabligh, tarekat,
dakwah Salafi, dan Hizbut Tahrir.71

71
Komunitas-komunitas yang mengusung pendirian ‛kesunyian
apolitis‛ di antaranya adalah gerakan dakwah salaf al-s}a>lih (para
pendahulu yang saleh). Mereka mirip dengan yang disebut Oliver Roy
sebagai neofundamentalisme, yang ia definisikan sebagai gerakan Islam
nonrevolusioner yang berupaya mengislamkan lagi masyarakat di tingkat
bawah tanpa harus dalam bentuk negara Islam. Noorhaidi dengan
mengutip Roy lebih lanjut menyatakan: ‛dalam analisisnya, ia
menganggap bahwa fenomena ini muncul dari kegagalan Islamisme, suatu
gerakan Islam politik modern yang mengaku menciptakan kembali
masyarakat Muslim sejati dengan menciptakan suatu tatanan Islam baru
melalui aksi politik yang militan dan revolusioner.‛ Lihat Oliver Roy,
The Failure of Political Islam, terj. Carol Volk (Cambridge: MA.:
Harvard University Press, 1996), 25. lebih lanjut lihat Noorhaidi Hasan,

197
E.1. Musyawarah
Musyawarah guna melakukan konsolidasi,
penguatan visi dan misi gerakan dakwah Nur senantiasa
diadakan secara rutin setiap satu tahun. Negara
penyelenggara musyawarah bergantian. Sejak berdirinya
yayasan Nursemesta pada 2007, telah dua kali
diselenggarakan musyawarah se-Asia pasifik di Indonesia,
yaitu pada 2011 dan 2016. Pada Musyawarah se-Asia
pasifik pada tahun 2016 yang diadakan di Indonesia pada 30
Januari hingga 1 Februari, bertempat di gedung pusat TIK
nasional, kementrian Kominfo Ciputat Tangerang Selatan,
Banten. Pada acara tersebut dihadiri oleh 63 utusan dari
berbagai negara, antara lain: Turki, Australia, Vietnam,
Filipina, Jepang, Malaysia, dan Thailand. Sedangkan utusan
dari Indonesia adalah para penggiat dakwah Nur, seperti:
Hasbi Sen (penanggung jawab), Irwandi, Jamaluddin,
Totong Ma’ruf, Hasanuddin Alimuddin (Sulawesi
Tenggara), Taslim (Sulawesi Selatan), Alwis (Sulawesi
Selatan), Safaruddin (Jambi), dan Romi (Jambi).
Peserta musyawarah dari masing-masing negara
mempresentasikan dan melaporkan perkembangan di
masing-masing negara mereka dengan segala capaian,
tantangan dan keunikan dakwahnya. Di Indonesia tentu
medan dan peta dakwahnya berbeda dengan negara lain,
seperti Filipina, Thailand, Malaysia, Singgapura, Jepang,
ataupun Australia. Mereka dalam forum musyawarah saling
bertukar pikiran dengan pengalamannya masing-masing.
M. Riza dari Filipina misalnya, telah melakukan
langkah-langkah strategis penyebaran dakwah Nur dengan
melakukan kerjasama penerjemahkan Risale-i Nur ke salah
satu bahasa daerah masyarakat Filipina. Dalam pendahuluan
penenerjemahan Risale-i Nur dengan judul al-Kalima>t (The
Words) ke bahasa Maranao ditulis:

Laskar Jihad, Islam, Militansi, dan pencarian Identitas di Indonesia


Pasca-Orde Baru (Jakarta: LP3ES & KITLV, 2008), 31-32.

198
This book is the translation of 22nd Words, which is
about existence and Unity of Allah and many others
issues on true faith, certainty of belief and namesof
Allah from Risale-i Nur Collection by Bediuzzaman
Said Nursi, translated by Alim Alinor Guro
UMPARA from Arabic to the language of Maranou
People in Mindanao, Philippines and edited by Dr.
Noralin Mangondatu Shareif-Ador.72
Peta dakwah di Filipina mempunyai tantangan
tersendiri, selain mayoritas penduduknya non Muslim,
gerakan Islam menyuarakan kemerdekaannya di kepulauan
Mindanau juga ikut menjadi warna dakwah tersendiri bagi
dakwah Nur. Di Filipina, citra Islam sebagai agama yang
keras dan pemberontak lebih dominan dari wajah Islam yang
teduh dan damai. Dakwah Nur menawarkan Islam yang
teduh dan damai sesuai dengan misi profetiknya yang
rah}mah li al-‘a>lami>n .
Musyawarah selain guna menyatukan misi dan visi,
laporan kerja dakwah di masing-masing negara, adalah
merupakan forum silaturrahmi guna memotivasi dakwah
Nur agar lebih inovatif, kreaktif, dan konstruktif di masa
mendatang. Gerakan dakwah Nur terus berupaya agar
Risale-i Nur dapat tersebar luas guna pembangunan
spiritualitas sebagai modal kemajuan peradaban Islam.
Langkah-langkah strategis terus diupayakan dalam usaha
tersebut, di antarannya adalah melalui forum musyawarah
yang berjalan rutin setiap tahun.

E.2. Kegiatan Lokal, Nasional, Hingga Internasional


Kegiatan untuk menyebarkan pemikiran Said Nursi
digelar dalam berbagai program. Baik dalam konteks lokal
hingga global di Indonesia. Kegiatan yang bersifat lokal
memiliki jangkauan terbatas, seperti kajian-kajian rutin
Risale-i Nur, bedah buku, dan pameran buku. Adapun
72
lihat Bediuzzaman Said Nursi, Ped Ko Kuliyat Risale-i Nur, So
Kathoro A Ikadowapolo Ago Dowa (Giyankai a Kathoro na Osayan
Makapantag ko Dowa a Pangkatan), terj. Alinor Guro Umpara (Cagayan
De Oro City, Philippines: Risale-I Nur Institute, 2009).

199
kegiatan dalam konteks nasional merupakan kegiatan dalam
bentuk seminar dan musyawarah serta kegiatan-kegiatan
lainnya yang memiliki jangkauan nasional. Kegiatan
internasional yang dimaksud karena memiliki jangkauan
atau melibatkan partisipasi peserta dan pembicara dari luar
negeri. Kegiatan tersebut berupa simposium, seminar,
musyawarah dan lain-lain.
Konferensi internasional pernah dilakukan pada
tahun 2002 di IAIN Raden Fatah pada 11 Desember yang
bertema Modern Islamic Thought: Exploring The Thought
of Bediuzzaman Said Nursi and His Counterparts in
Indonesia. Salah satu narasumbernya adalah Amin Abdullah
yang mempresentasikan paper yang berjudul Nursi
Movement and Muhammadiyah a Note on Modern Islamic
Thought.73 Di tahun 2001, IAIN Syarif Hidayatullah juga
menggelar seminar internasional yang dihadiri oleh para
tokoh Turki yang aktif dalam gerakan Nur, seperti Direktur
Istanbul Foundation For Science and Culture Prof. Faris
Kaya, Muhammad Ali dan Ihsan Qasim, penerjemah Risale-
i Nur ke dalam bahasa Arab .
Untuk mengembangkan pemikiran Said Nursi,
gerakan Nur menyelenggarakan berbagai konferensi atau
symposium, seminar dan bedah buku serta kegiatan
akademis lainnya. Dalam penyelenggaraan konferensi
Yayasan Nur Semesta bekerjasama dengan Universitas
tertentu dan Yayasan Istanbul Foundation For Science and
Culture yang berkedudukan di Istanbul. Kegiatan tersebut
mulai sejak tahun 2001.
Pada tahun 2001 diadakan symposium Internasional di
IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, pada 11-12 Agustus
dengan tema Modern Islamic Thought and the Views of
Said Nursi. Kemudian pada tahun 2002, 8-9 Januari
diadakan symposium 3 di IAIN Sunan Ampel Surabaya,
dengan tema Modern Islamic Thought: Said Nursi's Views
and His Indonesian Contemporaries. Pada tahun 2004
73
Tulisan tersebut dipublikasikan pula pada jurnal Innovatio,
Journal for Religious Innovation Studies, Vol. 5, No. 9, Edisi Januari-Juni
2006.

200
diadakan lagi Symposium Internasional di IAIN Palembang
pada 25 Juli dengan tema Faith, Peace, and Globalization:
The Risale-i Nur's Perspective
Yayasan Nur semesta pada tahun 2009
menyelenggarakan pula konferensi internasional di
Universitas Muhammadiyah Jakarta pada 23 Juli 2009
dengan tema Peace in Islam: Said Nursi's Thoughts on
Social Harmony, Education Revivalism. Kemudian
diselenggarakan pula di STAIN Syaikh Abdurrahman
Siddik Bangka Belitung pada 26 Juli di tahun yang sama.
Para Nara Sumber yang hadir seperti Prof. Faris Kaya, dari
Istanbul Foundatioan for Science and Culture, dan Prof.
Bilal Kuspinar Insititute of Islamic Studies at McGill
University, Canada, hadir dalam kedua acara tersebut.74
Selanjutnya pada 2012 bulan Desember diadakan pula dua
simposium Internasional di IAIN Palembang dan UIN
Bandung.
Pada tahun 2014, tepatnya 17 April diselenggarakan
pula simposium internasional yang dibuka oleh salah satu
kandidat wakil presiden saat itu Yusuf Kalla. Simposium
tersebut diselenggarakan atas kerjasama Istanbul
Foundation For Sciene and Culture, Fakultas Ilmu
Komunikasi Universitas Pancasila, ICMI, Asosiadi Dosen
Indonesia (ADI) dan Kementrian Agama RI. Kegiatan
tersebut diselenggarakan di ruang auditorium wisma
Syahida Inn, Jl. Kertamukti no. 5 Ciputat Tanggerang
Selatan Banten dengan tema The Attainment of Justice,
Prosperity, and Peace in Pluralism for Revitalization of
Civilization: The Risale-i Nur Perspective. Dalam kegiatan
simposium tersebut, tentunya memiliki dampak yang luas
bagi pengembangan dakwah Nur.
Kegiatan beskala internasional kembali
diselenggarakan pada 18 November 2016 yaitu seminar
internasional yang diselenggarakan oleh LIPI (Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia) dengan tema Indonesia and
Turkey: Science, Secularism and Contemporary Politics.

74
Lihat http://www.nursistudies.com, diakses pada 2 Juni 2013.

201
Hadir dua pembicara dari Turki, Faris Kaya dan Yunus Ali
Çengel. Pemikiran Nursi menarik dikaji, ungkap Najib
Burhani yang menjadi moderator di acara tersebut.
Pemikiran Nursi kuat dari aspek sains, tapi juga religius.
Yang menarik pula Nursi menampilkan religiusitas di
negara sekuler.75
Kegiatan berangkai seminar internasional
diselenggarakan pula di Kampus Universitas Al-Azhar
Indonesia (UAI) yang bekerjasama dengan ICMI dan
Istanbul Foundation for Science and Culture di Jakarta pada
19 November 2016. Tema yang diusung relevan dengan
kondisi menjelang pilkada, khususnya di DKI, yaitu
Wisdom in Leadership Risalah Nur Perspective. Rektor UAI
berharap agar dalam seminar tersebut memiliki kontribusi
bagi ide untuk menciptakan lingkungan yang kondusif
untuk tercapainya kesatuan umat dan masyarakat global di
seluruh dunia.76
Selain kegiatan-kegiatan yang berskala besar
tersebut, diskusi, bedah buku, serta memperkenalkan tokoh
Said Nursi juga Sering digelar. Kegiatan seminar,
simposium juga banyak melibatkan kalangan akademisi dari
berbagai kalangan dan latar belakang keilmuan yang
beragam. Dalam konteks ini, Risale-i Nur diperkenalkan
dan dibahas secara ilmiah oleh para akademisi dengan
harapan dapat menjadi agen sosial perubahan umat. Hal ini
juga bisa dipahami bahwa gerakan Nur menghendaki peran
penting pendidikan sebagai gerbang membangun peradaban
Islam masa depan yang gemilang.

75
Lihat “LIPI Membaca Wajah Lain Turki”, Kompas 19 November
2016. lihat pula https//www.pressreader.com, diakses 28 November 2016.
76
Lihat ”ICMI-UAI Selenggarakan Seminar International tentang
”Wisdom in Leadhersip”. Lebih lanjut lihat www.icmi.or.id.

202
203
BAB VI

PENUTUP

Pada bab penutup yang merupakan rangkaian bab akhir,


penulis akan menyimpulkan pembahasan-pembahasan
sebelumnya. Dalam kesimpulan, penulis berusaha menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam perumusan
masalah. Selain kesimpulan, penulis juga memberikan saran-
saran dan rekomendasi terkait gerakan dakwah komunitarian
transnasional.
A. Kesimpulan
Setelah membahas kajian dakwah komunitarian
transnasional dengan konsepsi dakwah Said Nursi dan gerakan
dakwah Nur di Indonesia, maka gerakan tersebut menjadikan
teks Risale-i Nur sebagai acuan dan panduan dakwahnya.
Semakin patuh pada nilai-nilai kebajikan yang terkandung
dalam teks panduan gerakan, maka semakin baik gerakan
tersebut dalam membangun komunitas. Adapun kesimpulan
rinciannya sebagai berikut:
A.1. Konsepsi dakwah komunitarian Said Nursi dan
penerapannya di Indonesia mencakup aspek: a.
Konsep Mura>salah sebagai bentuk Tabli>gh
(Information) yang menekankan pentingya informasi
sebagai pesan dakwah dimaknai gerakan ini sebagai
upaya menyebarkan dan menyosialisasikan Risale-i
Nur ke berbagai lapisan masyarakat. Mura>salah
dilakukan Said Nursi dalam usaha pemahaman Risale-
i Nur di tengah rezim yang represif saat itu. Usaha
dakwah Nur di Indonesia dalam menyampaikan pesan-
pesan dilakukan dengan berbagai kegiatan, seperti:
kajian mingguan, seminar, symposium, bedar buku,
program baca (pesantren kilat), penerjemahan,
partisipan pada pameran buku dan juga Islamic Book
Fair (IBF), dakwah melalui radio, percetakan dan
penyebaran buku, dan membuka dershane-dershane; b.
Konsep Usta>dhiyyah al-Qur’a>n sebagai dasar
perubahan (Taghyi>r), yaitu usaha dakwah agar terjadi

203
perubahan ke arah yang positif setelah menerima
informasi berdasarkan spirit Al-Qur’an dan Sunnah.
Siapapun yang mendapat informasi dan menelaah
Risale-i Nur, khususnya para Murid Nur (T}ulla>b al-
Nu>r) diharapkan dapat berubah dan bertransformasi
diri. T}ulla>b al-Nu>r yang tinggal di dershane pusat di
Ciputat dan dershane-dershane lainnya berusaha
menerapkan etika al-Qur’an sebagaimana yang
dipesankan dalam tafsir Risale-i Nur dan membentuk
pribadi yang mandiri, tekun dalam beribadah, kompak
dalam kebersamaan, dan lain-lain; c. Shah}s} Ma‘nawi>
sebagai bentuk Takwi>n al-Ummah dan al-Amr bi al-
Ma‘ru>f wa al-Nahy ‘an al-Munkar (Development),
yaitu usaha dakwah Nur dalam membangun
komunitas unggul yang berkemajuan dengan upaya
transformasi teks Risale-i Nur ke konteks (realitas
sosial). Pembangunan yang hendak dicapai dalam
dakwah Nur adalah kesadaran umat atas perintah
Allah melalui Rasulnya. Dalam mengupayakan
Takwi>n al-Ummah, rutinitas kajian Risale-i Nur
diadakan setiap hari bagi mereka yang tinggal di
dershane. Kajian mingguan bak dalam bahasa Arab
maupun bahasa Indonesia. Selain itu Yayasan Nur
Semesta juga menjalin kerjasama dengan berbagai
pihak dalam upaya Takwi<n al-Ummah; d. Konsep al-
Khairiyyah al-Ummah/ masyarakat madani/ Civil
Society, Akhla>q (Ethics) baik merupakan syarat
tercapainya Khairiyyah al-Ummah. Dalam konteks
tersebut dakwah Nur di Indonesia mengajak umat
untuk memedomani sumber ajaran al-Qur’an dan
tafsirnya Risale-i Nur hingga kehidupan yang penuh
makna dapat tercapai. Pengkaderan dengan sistem
dershane merupakan cara yang tepat dalam upaya
membentuk pribadi yang berakhlak mulia.
Adapun nilai-nilai dakwah komunitarian yang dibina
gerakan dakwah Nur di Indonesia, mencakup: a. Iman
dan tauhid (Faith and Monotheistic World View).
Iman dan tauhid merupakan salah satu fokus karya

204
Nursi. Usaha dalam menjaga dan memperkuat iman
dan tauhid, serta spiritualitas, murid-murid Nur di
Indonesia selain membaca Risale-i Nur, dianjurkan
pula untuk memperbanyak bacaan zikir Tasbi>ha>t dan
H}isb al-Haqa>’iq al-Nu>riyyah. Untuk percepatan
penguasaan terhadap Risale-i Nur dan penguatan
iman, tauhid dan spiritualitas Yayasan Nursemesta
mengadakan kegiatan rutin yang disebut Program
Baca; b. Pentingnya komunitas (Primacy of
Community). Kesadaran akan kepribadian kolektif
(Shakhs} Ma‘nawy>/Collective Personality) merupakan
salah satu ciri khas Risale-i Nur dan murid-muridnya.
Untuk menguatkan jama>‘ah (komunitas), dakwah Nur
mengadakan berbagai kegiatan kajian Risale-i Nur
yang bersifat rutin maupun temporal, menjalin
kerjasama dengan berbagai ormas, kampus, masjid,
sekolah, dan lain-lain; c. Ikhlas dan Persaudaraan
(Sincerity and Brotherhood). Dalam konsep dakwah
Nur, keikhlasan dapat melahirkan kepribadian kolektif
(Collective Personality/ Shakhs} Ma‘nawy>) yang
dibutuhkan dalam membangun komunitas atau umat
yang unggul. Risalah ukhuwwah dan ikhlas
merupakan bacaan wajib sekali seminggu di setiap
dershane. Para T{ulla>b al-Nu>r dikader untuk memiliki
sikap hizmet/ khidmah/ pelayanan dan pengabdian
guna menjadi kader dakwah yang senantiasa tertanam
dalam hatinya sifat ikhlas dan menjauhi permusuhan;
d. Kemandirian (Self Reliance). Kemandirian
komunitas dapat terwujud dengan proses
pembangunan manusia seutuhnya yang berorientasi
pada pencapaian kebahagiaan dan kesejahteraan.
Nilai-nilai kemandirian diajarkan di dershane dengan
beragam aktivitas harian, mulai dari piket harian
berupa masak, mencuci pakaian, kebersihan asrama,
dan lain-lain; e. Integrasi nilai-nilai tradisional dan
modern (Integration of Modernity and Tradition).
Konsep Nursi tentang perpaduan antara yang modern
dan tradisional tampak jelas dalam sistem pendidikan

205
yang ia gagas. Walaupun pendidikan yang Nursi
harapkan tidak dapat terwujud, namun keberadaan
dershane dianggap sebagai representasi pendidikan
yang digagasnya. Para T}ulla>b al-Nu>r yang tinggal di
dershane memiliki latar belakang pendidikan yang
beragam, baik jurusan agama maupun umum. Ada
pula yang masih duduk di bangku Madrasah aliyah.
Mereka berbaur dalam kebersamaan tanpa
mendikotomikan keilmuanya masing-masing, bahkan
mereka bisa sharing dan saling belajar dan bertukar
pengalaman satu dengan yang lain; f. Anti kekerasan
(Non-Violence). Tindakan anarkis dan kekerasan
adalah hal paling dihindari dakwah Nur. Nursi
menekankan hidup harmonis dapat terjalin di tengah
masyarakat. Dakwah Nur selalu mengedepankan
sikap-sikap moderat, sebagaimana pesan-pesan dalam
Risale-i Nur. Hasbi Sen selalu menginggatkan bahwa
pentingnya menjaga keharmonisan dengan
meminimalisir berita-berita provokatif yang beredar di
grup whatsapp; g. Partisipasi pada demokrasi
(Participatory Democracy). Nursi bukanlah seorang
yang anti demokrasi, sebagai sebuah sistem modern ia
tidak pernah mengritik demokrasi. Kritik Nursi
dialamatkan pada penguasa yang tiran, di mana nilai-
nilai agama yang seharusnya menjadi nafas demokrasi
justru dijauhkan atas nama pembangunan bangsa.
Dalam konteks Indonesia komunitas Nur senantiasa
berpartisipasi dan pro aktif dalam merespons sikap
pemerintah; h. Hemat/kesederhanaan (Frugality).
Pemborosan dapat berimplikasi pada kehidupan sosial
yang luas. Sikap pemborosan dapat menyebabkan
keserakahan, hingga bangsa yang kuat
mengeksploitasi bangsa yang lemah, yang kuat
menindas yang lemah dan seterusnya. Anjuran Nursi
untuk hidup hemat dan sederhana tidak lain agar umat
manusia dapat menopang hidupnya dengan mandiri
tanpa harus menggantungkan pada orang atau bangsa

206
lain. Nilai-nilai tersebut, juga tergambar dalam diri
para T{ullab al-Nu<r dan perilaku kesehariannya.
A.2. Dakwah Nur sebagai gerakan sosial Islam
menggunakan pola-pola mobilisasi gerakan sosial
yang mencakup: a. Pendekatan struktur peluang atau
kesempatan politik (Political Opportunity Structure),
mulai dari kedatangan Hasbi ke Indonesia untuk
melanjutkan kuliah S2, hingga pendirian Yayasan Nur
Semesta. Peluang tersebut dimanfaatkan gerakan
dakwah dengan baik; b. Pembingkaian (Framing).
Konsep-konsep seperti hizmet (pengabdian), Vakif
(wakif), iman, ukhuwwah, ikhlas, dan sebagainya
merupakan framing agar dakwah Nur dapat dapat
diterima, beradaptasi dan memobilisasi anggota; c.
Struktur mobilisasi (Mobilizing Structure).
Keberadaan tokoh sentral dan intelektual, dana,
mendukung dakwah Nur ddengan sistem pengkaderan
dershane dan kegiatan-kegiatan dakwah lainnya.
A.3. Pembangunan atau pembinaan umat merupakan agenda
sentral dalam dakwah Nur. Seluruh kegiatan dakwah
Nur, terutama yang tersentral di dershane pada
prinsipnya adalah upaya kongkrit guna menumbuhkan
aspek kebersamaan, penguatan iman dan tauhid,
kemandirian dan nilai-nilai kabajikan lainnya. Dalam
upaya pembinaan umat, Yayasan Nur Semesta juga
memfasilitasi beberapa T}ulla>b al-Nu>r dari Indonesia
untuk melanjutkan studi pada universitas pascasarjana
di Turki dan mengirimkan para pelajar untuk
mengikuti program menghafal Al-Qur’an.
B. Saran-Saran
Penelitian Disertasi ini masih menyisakan beberapa hal
yang perlu diteliti dengan mendalam tentang dakwah
komunitarian ummatic transnasional. Dakwah dengan mengacu
pada teks sebagai inspirasi, motivasi dan panduan perlu
mendapat apresiasi dan respon yang luas, mengingat tantangan
dakwah yang semakin kompleks. Jika teks yang menjadi acuan
baik, maka tentulah akan berdampak positif, namun sebaliknya

207
jika teks yang menjadi acuan tidak baik hasilnya pun dapat
berdampak negatif.
Dakwah yang efektif bukanlah dakwah yang
mengedepankan kekerasan, paksaan atau propaganda yang
kontraproduktif. Semangat dakwah hendaklah dilandaskan pada
upaya pemberdayaan umat dalam meraih prestasi, menciptakan
inovasi yang tidak mengesampingkan nilai etis.

C. Rekomendasi
Dakwah sebagai komunikasi yang tidak mengenal batas
adalah upaya membangun peradaban yang berkemajuan, baik
pada aspek material maupun spiritual. Dakwah yang konstruktif
dapat memberikan kontribusi bagi perdamaian masyarakat
dunia untuk saling menghargai, menghormati, bersinergi, dan
bertransformasi dengan mengedepankan nilai-nilai kebajikan
universal. Akhirnya, peneliti merekomendasikan penelitian-
penelitian terkait upaya dakwah yang rahmatan lil’alamin guna
memberikan kontribusi bagi pengembangan dan pembangunan
citra Islam yang positif, damai, inovatif dan konstruktif di mata
dunia.

208
DAFTAR PUSTAKA
Buku

Abdillah, Masykuri. Islam dan Dinamika Sosial, Politik di


Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia, 2011.
Abduh, Umar (penyunting). Konspirasi Intelijen & Gerakan
Islam Radikal. Jakarta: Center for Democracy and
Social Justice Studies, 2003.
Abdullah, Taufik. Islam dan Masyarakat, Pantulan Sejarah
Indonesia. Jakarta: LP3ES, 1987.
Abu-Rabi’, Ibrahim M., (Ed). Islam at the Crossroads: On the
Life and Thought of Bediuzzaman Said Nursi. Albani:
SUNY Press, 2003.
-------. ‚History, Politics, and Charisma in Risale-i Nur,‛ dalam
Spiritual Dimension of Bediuzzaman Said Nursi’s
Risale-i Nur, Albany: State University of New York
Press, 2008.
Adler, Emanuel. Communitarian International Relations, The
epistemic foundations of International Relations. New
York: Routledge, 2005.
Allawi, Ali A. Krisis Peradaban Islam, Antara Kebangkitan dan
Keruntuhan Total. Terj. Pilar Muhammad Mochtar.
Bandung: Mizan, 2015.
Anderson, Benedict. Imagined Communities: Reflections On
the Origin and Spread of Nationalism. London: Verso,
1992.
Al-Attas, Syed Muhammad Naquib. Islam and Secularism.
Kualalumpur: International Institute of Islamic Thought
and Civilization (ISTAC), 1993.
Arkoun, Mohammed. Terj. Rahayu S. Hidayat. Nalar Islami dan
Nalar Modern: Berbagai Tantangan dan Jalan Baru.
Jakarta: INIS.
Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi di
Tengah Tantangan Milenium III. Jakarta: Kencana,
2014.
-------. ‚Pengantar: Santri-Abangan Revisited‛, dalam Bambang
Pranowo, Memahami Islam Jawa. Jakarta: Pustaka
Alvabet, 2009.

209
Bakar, Osman. Tauhid dan Sains: Perspektif Islam tentang
Agama dan Sains. Bandung: Pustaka Hidayah, 2008.
Bakti, Andi Faisal. ‚Islamic Religious Learning Groups and
Civil Society: How Do Muslims Contribute to Civil
Society in Japan and the Philippines‛? Confluences and
Challenges in Building the Asian Community in The
Early 21s,t. The Work of the 2008/2009 API Fellows,
The Nippon Foundation, 2009.
--------. The Contribution of Dakwah to Communication
Studies: Risale-i Nur Collection Perspective,
International Bediuzzaman Symposium, Knowledge,
Faith, Morality and the Future of Humanity, Istanbul:
The Istanbul Foundation for Science and Culture, 2010.
--------. Communication and Family Planning In Islam, South
Sulawesi Muslim Perseptions of a global Development
Program. Jakarta-Leiden: INIS, 2004.
--------. Nation Building, Kontribusi Komunikasi Lintas Agama
dan Budaya terhadap Kebangkitan Bangsa Indonesia.
Jakarta: Churia Press, 2006.
-------. Konstruksi Dakwah Islam Universal Melalui Haji, dalam
Dinamika dan Perspektif Haji Indonesia. Jakarta:
Kementerian Agama RI Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umrah, 2010.
-------. ‛Pengantar Edisi Bahasa Indonesia,‛ dalam Bediuzzaman
Said Nursi, Dari Koleksi Risa>lah al-Nur Al-Mathnawi
An-Nu>ri Minyibak Misteri Keesaan Ilahi, Terj. Fauzi
Bahreisy. Jakarta: Anatolia, 2012.
------- dan Mallongi, Tomang, “Bugis dan Islam: Kontribusi
DDI dalam Pengembangan Islam di Nusantara,” dalam
Andi Faisal Bakti (Ed), Diaspora Bugis di Alam Melayu
Nusantara. Makassar: Ininnawa, 2010.
Al-Ba>qi, Muhammad Fua>d Abd. al-Mu‘jam al-Mufahras Li al-
Fa>z} al-Qur’a>n. Beirut: Da>r al-Fikr, 1986.
Barton, Greg. ‚How The Hizmet Works: Islam, Dialogue and
the Gülen Movement in Australia, Conference Islam In
The Age lof Global Challenges, Alternative
Perspectives of The Gulen Movement. Washingtown
DC: Georgetown University, 2008.

210
Bellah, Robert N. Beyond belief: Essays on Religion in a Post-
Traditional World. New York: Harper & Row, 1970.
Borchert, Donald M., Ed. In Chief. Encyclopedia of Philosophy.
New York: Thomson Gale, 2006.
Canard, M. ‚Da’wa‛. Encyclopedia of Islam, Leyden: E.J. Brill,
1965, Edisi baru.
Christensen and David Levinson, eds. ‚Communitarianism,‛
Encyclopedia of Community: From the Village to the
Virtual World, Vol 1, A-D. Sage Publications, 2003.
Dabbag, Adib Ibrahim. Pendahuluan dalam Bediuzzaman Said
Nursi. Kulliya>t Rasa>’il al-Nu>r, Murshid Ahl al-Qur’an
Ila> H}aqa>’iq al-I>ma>n. Al-Qa>hirah: Da>r Su>zlar lin}n}ashr,
2004.
Decasa, George C., SVD. The Qur’anic Concept of Umma, and
Its Function in Philippine Muslim Society. Roma:
Editrice Pontificia Universita Gregoriana, 1999.
Effendy, Bahtiar. Islam dan Negara, Transformasi Pemikiran
dan Praktik Politik Islam di Indonesia. Jakarta:
Paramadina, 1998.
Eickelman, Dale F. dan Piscatori, James. Ekspresi Politik
Muslim. Terj. Rofik Suhud, Bandung: Mizan, 1998.
Etzioni, Amitai dan Etzioni-Halevy, Eva. Social change,
Sources, Patterns and Consequences. USA: Basic Book,
1973, Ed. II.
Etzioni, Amitai, The Spirit of Community, Rights,
Responsibilities, and The Communitarian Agenda. New
York: Crown Publishers, Inc., 1993.
--------, From empire to community: a New Approach to
International Relations. New York: Palgrave
Macmillan, 2004.
Al-Faruqi, Isma’il R. dan Lois Lamya Al-Faruqi. Atlas Budaya
Islam, Menjelajah Khazanah Peradaban Gemilang.
Bandung: Mizan, 1998.
Al-Faruqi, Isma’il R. Al Tawhid: Its Implications for Thought
and Life. United States of America: International
Institute of Islamic Thought, 1982.

211
Gülen, Muhammad Fethullah. ‚sekapur Sirih‛, terj. Fauzi
Bahreisy. Al-Matsnawi An-Nuri, Menyibak Misteri
Keesaan Ilahi. Jakarta: Anatolia, tt.
-------. ‛Taqdi>m‛, dalam Kulli>yya>t Rasa>’il al-Nu>r, al-Lama‘a>t. Terj.
dan penyunting Ih}sa>n Qa>sim al-S{ha>lihi>. Al-Qa>hirah: Da>r
Su>zlar Linnashr, 2013.
-------. Cahaya Abadi Muhammad SAW. Kebanggaan Umat
Manusia. Terj. Fuad Saefuddin. Jakarta: Republika
Penerbit, 2012.
-------. Islam Rah}matan Lil‘a>lami>n, Menjawab Pertanyaan dan
Kebutuhan Manusia. Terj. Fauzi A. Bahreisy. Jakarta:
Republika Penerbit, 2011.
Habermas, Jürgen, Between Naturalism and Religion.
Cambridge: Polity Press, 2008.
Hasan, Noorhaidi. Islam Politik di dunia Kontemporer, Konsep,
Genealogi, dan Teori. Yogyakarta: SUKA-Press UIN
Sunan Kalijaga, 2012.
-------. Laskar Jihad, Islam, Militancy, and the Quest for
Identity in Post-New Order. New York: Cornell
Southeast Asia Program, 2006.
-------. Laskar Jihad, Islam, Militansi, dan pencarian Identitas di
Indonesia Pasca-Orde Baru. Jakarta: LP3ES & KITLV,
2008.
Henderson dan Vercseg, Ilona. Community Development and
Civil Society, Making connections in the European
context. Great Britain: The Policy Press University of
Bristol, 2010.
Hermansen, Marcia K. ‛Faith Development and Spiritual
Maturation in the Works of Said Nursi, dalam Seventh
International Symposium on Bringing Faith, Meaning
and Peace to Life in a Multicultural World: The Risale-i
Nur’s Approach. Istanbul: Nesil, Oktober 2004.
Heryanto, Ariel. Identitas dan Kenikmatan, Politik Budaya
Layar Indonesia. Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer
Gramedia), 2015.
Hidayat, Komaruddin dan AF, Ahmad Gaus. (ed). Islam Negara
dan Civil Society, Gerakan dan Pemikiran Islam
Kontemporer. Jakarya: Paramadina, 2005.

212
Hodgson, Marshall G.S. The Venture of Islam. Chicago: The
University of Chicago Press, 1974, Jilid I.
Holmes, David. Communication Theory, Media, Technology,
and Society. London: Sage Publications, 2005.
Jary, David dan Jary, Julia. Collins Dictionary of Sociology.
Great Britain: Harper Collins Publisher, 1991.
Johnson, Allan G. The Blackwell Dictionary of Sociology A
User’s Guide to Sociological Language. Cambridge:
Blackwell Publishers Ltd, 1996.
Karabaşoğlu, Metin. ‚Text and Community: An Analysis of the
Risale-i Nur Movement‛, dalam Ibrahim M. Abu Rabi’
(Ed). Islam at the Crossroads: On the Life and Thought
of Bediuzzaman Said Nursi, New York, Albani: SUNY
Press, 2003.
Kartanegara, Mulyadi. Etika: The Art of Living dalam
Menembus Batas Waktu, Panorama Filsafat Islam.
Bandung: Mizan, 2002.
Kasaba, Resat (Ed.). The Cambridge History of Turkey. Vol. 4
‚Turkey in the Modern World‛. New York: Cambridge
University Press, 2008.
Kementrian Agama RI, Tafsir Al-Quran Tematik: Etika
Berkeluarga, Bermasyarakat, dan Bepolitik. Jakarta:
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran, 2012.
Khadūn, Ibn. The Muqaddimah, An Introduction to Hostory.
Trans. Franz Rosenthal (from Arabic). London:
Princeton University Press, 1989, IX.
Kuntowijoyo. Identitas Politik Umat Islam. Bandung: Mizan,
1997.
Littlejohn, Stephen W. & Foss, Karen A. Theories of Human
Communication. New York: Thomson Wadsworth,
2005, Ed. 8.
Maarif, Ahmad Syafii. Islam dalam Bingkai Keindonesiaan dan
Kemanusiaan, Sebuah Refleksi Sejarah. Bandung:
Mizan, 2009.
Madjid, Nurcholish. Islam Agama Kemanusiaan, Membangun
Tradisi dan Visi Baru Islam Indonesia. Jakarta:
Paramadina, 2003.

213
Madjid, Nurcholish. Tradisi Islam, Peran dan Fungsinya dalam
Pembangunan di Indonesia. Jakarta: Paramadina, 1997.
Mah}fu>z}, Shaikh ‘Ali>. Hida>yah al-Murshidi>n ila> T}uru>q al-Wa‘az}
wa al-Khit}aba>h. Beirut: Da>r al-Ma‘arif, tt.
Manzu>r, Ibn. Lisa>n al-ʻArab al-Muhi}>t}. Beirut: Da>r Lisa>n al-
ʻArab, 1970.
Mardin, Serif. ‚Nurculuk‛, dalan John. L. Esposito (Ed.), The
Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World.
Oxford: University Press, 1995.
-------. ‛The Collective Memory and Consciousness‛, dalam
International Symposium The Reconstruction of Islamic
Thought in The Twentieth Century and Bediuzzaman
Said Nursi. Istanbul: Sozler Publications, 1992.
-------. Religion and Social Change in Modern Turkey the Case
of Bediuzzaman Said Nursi. New York: Albany, 1989.
Markham, Ian S. dan Pirim, Suendam Birinci. An Introduction
to Said Nursi, Life, Thought and Writings. Farnham
England: Ashgate, 2011.
Menoh, Gusti A.B. Agama dalam Ruang Publik, Hubungan
antara Agama dan Negara dalam Masyarakat
Postsekuler Menurut Jurgen Habermas. Yogyakarta:
Kanisius, 2015.
Mowlana, Hamid. Masyarakat Madani, Konsep, Sejarah dan
Agenda Politik. Jakarta: Shadra Press, 2010.
--------. Global Communication in Transition, The End of
Diversity?. California: Sage Publications, 1996.
Mowlana, Hamid and L. J. Wilson. “Development: A Field in
Search of Itself,” in Hamid Mowlana and L. J. Wilson,
The Passing of Modernity: Communication and The
Transformation of society. White Plains, N. Y.:
Longman, 1989.
Mubarok, Achmad. Psikologi Dakwah. Jakarta: Pustaka Firdaus,
2001.
Mudzhar, M. Atho. Pendekatan Studi Islam Dalam Teori dan
Praktek. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1992.
Muhadjir, Noeng. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Yogyakarta: Rake Sarasin, 2002.

214
Muhtadi, Burhanuddin. Dilema PKS Suara dan Syariah. Jakarta:
Kepustakaan Populer Gramedia, 2012.
Mutahhari, Murtada, Society and History. Terj. Mahliqa Qara’i.
tt: Departement of Translation and Publication, Islamic
Culture and Relations Organization, 1997.
Nasution, Harun. Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya.
Jakarta: UI-Press, 2002.
Nursi, Bediuzzaman Said. From the Risale-i Nur Collection,
The Words, On the Nature and Purposes of Man, Life and All
Things. Terj. Şükran Vahide. Istanbul: Sӧzler Nesriyat, 2013.
--------. From the Risale-i Nur Collection, Letters 1928-1932. Terj.
Şükran Vahide, Ed. II. Istanbul: Sӧzler Nesriyat, 1997.
--------. From the Risale-i Nur Collection, The Flashes. Terj.
Şükran Vahide, New Edition. Istanbul: Sӧzler Nesriyat, 2013.
-------. From the Risale-i Nur Collection: 4, The Rays. Terj.
Şükran Vahide. Istanbul: Sӧzler Nesriyat, 2013.
--------. Kulli>yya>t Rasa>’il al-Nu>r, al-Mala>ḥi>q Fi> fiqh Da‘wah al-Nu>r.
Terj. dan Penyunting Ih}sa>n Qa>sim al-S{a>lihi>. Al-Qa>hirah:
Da>r Su>zlar Linnashr, 2013.
-------. Ta’liqa>t ‘ala> Burha>n al-Galanbawi> fi> al-Manfi>q. Istanbul:
Sözler Yayınevi, 1993.
-------. Kulliyya>t Rasa>’il al-Nu>r, al-Mathnawi> al-‘Arabi> al-Nuri>.
Terj. dan Penyunting Ih}sa>n Qa>sim al-S{a>lih}i>. Al-Qa>hirah:
Da>r Su>zlar Linnashr, 2013.
-------. The Damascus Sermon. Terj. Şükran Vahide. Istanbul:
Sozler Publications, 1996, New Edition.
-------. Kulli>yya>t Rasa>’il al-Nu>r, Si>rah Dha>tiyah libadi> al-Zama>n
Sai>d al-Nursi>. Terj. dan Penyunting Ih}sa>n Qa>sim al-
S{a>lih}i>. Al-Qa>hirah: Da>r Su>zlar Linnashr, 2013.
-------. Kulli>yya>t Rasa>’il al-Nu>r, al-Matu>ba>t. Terj. dan penyunting
Ih}sa>n Qa>sim al-S{a>lih}i.> Al-Qa>hirah: Da>r Su>zlar Linnashr,
2013.
-------. Kulli>yya>t Rasa>’il al-Nu>r, al-Lama‘a>t. Terj. dan penyunting
Ih}sa>n Qa>sim al-S{a>lih}i.> Al-Qa>hirah: Da>r Su>zlar Linnashr,
2013.
-------. Kulliyya>t Rasa>il al-Nu>r, Murshid Ahl al-Qur‘an Ila>
H}aqa>’iq al-I>ma>n. Al-Qa>hirah: Da>r Su>zlar lin}n}ashr, 2004.

215
-------. Kulli>yya>t Rasa>’il al-Nu>r, S}aiqal al-Islam au A>tha>r Sa‘i>d al-
Qadi>m. Terj. dan penyunting Ih}sa>n Qa>sim al-S{a>lih}i>. Al-
Qa>hirah: Da>r Su>zlar Linnashr, 2013.
-------. H}isb al-Haqa>’iq al-Nu>riyyah. Istanbul: Sözler, 2007.
-------. Ped Ko Kuliyat Risale-i Nur, So Kathoro A Ikadowapolo
Ago Dowa (Giyankai a Kathoro na Osayan Makapantag
ko Dowa a Pangkatan). Terj. Alinor Guro Umpara.
Cagayan De Oro City, Philippines: Risale-i Nur
Institute, 2009.
-------. Menanam Keikhlasan Merajut Persaudaraan. Terj. Fauzi
Faishal Bahreysi dan Mahkamah Mahdi. Jakarta:
Yayasan Nur Semesta, 2012.
Pranowo, Bambang. Orang Jawa Jadi Teroris. Jakarta: Pustaka
Alvabet, 2011. VI-VII.
Al-Qaht}awi, Sa‘i>d bin Musfir bin Mufrih}. Al-Da‘wah Ila Al-
Alla>h. Makkah Al-Mukarramah: Da>r T}aybah Al-
Khadra>u, 1423 H.
Rahardjo, M. Dawam. Masyarakat Madani: Agama, Kelas
Menengah dan Perubahan Sosial. Jakarta: LP3ES, 1999.
Rahman, Fazlur. Metode dan Alternatif Neomodernisme Islam.
Terj. Taufik Adnan Amal. Bandung: Mizan, 1994.
Riggs, Thomas (Ed.). Worldmark Encyclopedia of Religious
Practices. USA: Thomson Gale, 2006, Vol. III.
Rippin, Andrew (Ed.). The Islamic World. London: Routledge,
2010, Cet. II.
Robinson, Glenn E. Hamas as Social Movement, dalam
Quintan Wiktorowicz (Ed.), Islamic Activism A Social
Movement Theory Approach. USA: Indiana University
Press, 2004.
Roy, Oliver. The Failure of Political Islam. Terj. Carol Volk.
Cambridge: MA.: Harvard University Press, 1996.
Sachedina, Abdulaziz. The Islamic Roots of Democratic
Pluralism. New York: Oxford University Press, 2001.
Sandel, Michael. Liberalism and the Limits of Justice.
Cambridge: Cambridge University Press, 1982.
Salim, Agus, ‛The Rise of Hizbut-Tahrir (1982-2004): Its
Political Opportunity Structure, Resource Mobilisation,

216
and Collective action Frames‛, tesis Master, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2006.
Saritoprak, Zeki. Bediuzzaman Said Nursi, dalam The Islamic
World. Andrew Rippin (Ed.). London and New York:
Routledge, 2010.
Sözler Publications. Dunia Membaca Risalah Nur. Istanbul:
Sözler Publications, nn.
El Shirazy, Habiburrahman Api Tauhid, Cahaya Keagungan
Cinta Sang Mujaddid. Jakarta: Republika, 2015.
Al-S}al> ih}i>, Ih}sa>n Qa>sim. Naz}rah ‘A>mmah ‘An H}aya>h Badi>‘ al-
Zama>n Sa‘i>d Al-Nu>rsi>. Cairo: Sözler Publications, 2010.
-------. Said Nursi, Pemikir dan Sufi Besar Abad 20,
Membebaskan Agama dari Dogmatisme dan
Sekularisme. Terj. Nabilah Lubis. Jakarta: Murai
Kencana, 2003.
Shihab, M. Quraish. Haji dan Umrah bersama M. Quraish
Shihab, Hukum, Hikmah, dan Panduan Meraih Haji
Mabrur. Jakarta: Lentera Hati, 2012.
-------. Menjemput Maut, Bekal Perjalanan Menuju Allah SWT.
Jakarta: Lentera Hati, 2008.
Spradley, James P. Metode Etnografi, terj. Misbah Zulfa
Elizabeth. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1997, Cet. I.
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta:
Rajawali Press, 1999, Cet. XXVII
Sudarsono, Juwono. ‚Kata Pengantar: Terorisme, Musuh
Bersama Umat Manusia‛, dalam M. Bambang Pranowo,
Orang Jawa Jadi Teroris. Jakarta: Pustaka Alvabet, 2011.
Sugiono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV
Alvabeta, 2007.
Sungur, Mustafa. Dalam Sahiner, Said Nursi ve Nurculuk
Hakkinda Aydinlar Konusuyor. Istambul: Yeni Asya
Yayinlari, 1979.
Sunarto, Kamanto. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004.
Surakhmad, Winarno. Pengantar Penelitian Ilmiah, Dasar
Metode Teknik. Bandung: Tarsito, 1990.
Sutopo. Pengantar Penelitian Kualitataif. Surakarta: Pusat
Penelitan Sebelas Maret, tt.

217
Syam, Nina W. Sosiologi Sebagai Akar Ilmu Komunikasi.
Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2012.
Tailor, Paul W. Problems of Moral Philosophy. California:
Deckenson Publishing Compant Inc., 1992.
Tauraine, A. The Return of the Actor. Minneapolis: University
of Minnesota Press, 1988.
Tehranian, Majid. Global Communication and World Politics,
Domination, Development, and Discourse. New York:
Lynne Rienner Publisher, 1999.
Thayer, L. Communication and Communication systems, In
Organization, Management and Interpersonal Relations.
Homewood: Richard Irwing, 1968.
Tibi, Bassam. Islam Kebudayaan dan Perubahan Sosial. Terj.
Misbah Zulfa Ellizabet dan Zainal Abbas. Yogyakarta:
Tiara Wacana, 1999.
Toennies, Ferdinand. ‚From Community to Society‛, dalam
Amitai Etzioni dan Eva Etzioni-Halevy, Social change,
Sources, Patterns and Consequences (USA: Basic Book,
1973), Ed. II., 61.
Turner, Colin dan Horkuc, Hasan. Said Nursi. London: I.B.
Tauris & Oxford University Press, 2009.
Vahide, Şükran. Islam in Modern Turkey, An Intellectual
Biography of Bediuzzaman Said Nursi. New York: State
University, 2005.
-------. A Survey of The Main Spiritual Themes of The Risale-I
Nur, dalam Ibrahim M. Abu Rabi‘ (Ed.), Spiritual
Dimensions of Bediuzzaman Said Nursi’s Risale-i Nur.
New York: State University of New York Press,
Albany, 2008.
Watt, W. Montgomery. Islamic Political Thought. Edinburgh:
Edinburgh University Press, 1968.
West, Richard & Turner, Lynn H. Terj. Maria Natalia
Damayanti Maer. Pengantar Teori Komunikasi, Analisis
dan Aplikasi, Introducing Communication Theory:
Analysis and Application. Jakarta: Salemba Humanika,
2008.

218
Wiktorowicz, Quintan (Ed.). Islamic Activism A Social
Movement Theory Approach. USA: Indiana University
Press, 2004.
Wirawan, I.B. Teori-teori Sosial dalam Tiga Paradigma,
Fakta Sosial, Definisi Sosial, dan Perilaku Sosial.
Jakarta: Kencana, 2012.
Wolff, Jonathan. Pengantar Filsafat Politik. Terj. M. Nur
Prabowo Setyabudi. Bandung: Nusa Media, 2013.
Yavuz, M. Hakan. Islamic Political Identity in Turkey. New
York: Oxford University Press, 2003.
-------. ‚Opportunity Spaces, Identity, and Islamic Meaning in
Turkey‛. Dalam Quintan Wiktorowicz (Ed), Islamic
Activism A Social Movement Theory Approach. New
York: Indiana University Press, 2004.
-------. Nur Study Cirles (Dershanes) and the Formation of New
Religious Consciousness in Turkey, dalam Ibrahim M.
Abu-Rabi’ (Ed). Islam at the Crossroads: On the Life
and Thought of Bediuzzaman Said Nursi. Albani:
SUNY Press, 2003.
Yusuf, M. Tafsir Al-Qur’an Juz Tabarak, Khuluqun ‘azhim
(Budi Pekerti Agung). Jakarta: Lentera hati, 2013.
-------. Tafsir Al-Quran Juz XXVIII Juz Qad Sami’allah, Bun-
ya>nun Mars}u>sh, Bangunan Kokoh Rapi. Jakarta: Lentera
hati, 2014.
-------. M. Yunan. Tafsir Al-Quran Juz XXVII, Juz Qa>la Fama>
Khathbukum, H}ikmatun Ba>lighah (Hikmah yang
Menghujam). Jakarta: Lentera hati, 2015.
Yusuf, Moh. Asror. Persinggungan Islam dan Barat, Studi
Pandangan Bediuzzaman Said Nursi. Kediri: STAIN
Kediri Press, 2009.
Al-Zuh}ayli>>, Wahbah. Tafsi>r al-Muni>r, fi> al-Aqi>dah wa al-
Shari>‘ah wa al-Manha>j. Damaskus: Da>r al-Fikr, 2010.

219
Artikel dan Jurnal

Ali, Fachry. ‚Hipotesis Tentang Fase Perubahan Pemikiran


Nurcholish Madjid, Titik Temu Jurnal Dialog Peradaban.‛
Vol. 7, No. 2, Januari – Juni 2015.
Amin Abdullah. ‚Nursi Movement and Muhammadiyah A Note
On Modern Islamic Thought in Turkey and Indonesia:
Affinities and Differences‛, dalam Innovatio Journal for
Religious Innovation Studies, Vol. 5, No. 9, Edisi Januari-
Juni 2006, 5.
Amitai, Etzioni. ‚The responsive communitarian platform:
Rights and responsibilities dalam A. Etzioni (Ed.), The
Essential Communitarian Reader.‛ Lanham, MD:
Rowman and Littlefield, 1998. xxv-xxxvii.
Amitai Etzioni, ‚The Responsive Community: A
Communitarian Perspective‛, American Sociological
Review, Vol. 61, No. 1 (Feb., 1996), 1-11,
http://www.jstor.org/stable/2096403, (diunduh 24
Februari 2015).
Akgunduz, Ahmed, ‚The Risale-i Nur Movement: is it A Sufi
Order, A Political Society, or A Community?‛, Artikel
dalam Simposium Ketiga di Istanbul 24-26 September
1995.
Alatas, Syed Farid. ‚An Agenda for Nursi Studies: Towards the
Construction of Social Theology.‛ Asian Journal of Social
Science, Leiden: BRILL, 2010, Vol. 38, No. 4, 523-531.
Azra, Azyumardi. ‚Revisitasi Islam Politik dan Islam Kultural
di Indonesia.‛ Jurnal Indo-Islamika, Vol. I, No. 2, 2012,
233-244.
Bakti, Andi Faisal & Venny Eka Meidasari. ‛Trensetter
Komunikasi di Era Digital: Tantangan dan Peluang
Pendidikan Komunikasi dan Penyiaran Islam.‛ Jurnal
Komunikasi Islam, Vol. 02, No. 01, Juni 2012.
-------. Relevansi Pemikiran Nurcholish Madjid untuk
Pembangunan Bangsa. Titik Temu Jurnal Dialog
Peradaban, Vol. 6, No. 1, Juli-Desember 2013.

220
-------. ‛The Contribution of Dakwah to Communication
Studies: Risale-i Nur Collection Perspective.‛ Symposium
Paper di Istanbul Oktober 2010.
-------. ‚Islamic Religious Learning Groups and Civil Society:
How Do Muslims Contribute to Civil Society in Japan
and the Philippines?‛ Dalam Confluences and Challenges
in Building the Asian Community in The Early 21s,t, The
Work of the 2008/2009 API Fellows (The Nippon
Foundation, 2009), 50.
Bayat, Asef. ‚Islamism and Social Movement Theory.‛ Source:
Third World Quarterly, Vol. 26, No. 6 (2005), pp. 891-
908, Published by: Taylor & Francis, Ltd.Stable URL:
http://www.jstor.org/stable/4017816 (diakses 08 April
2014)
Barton, Greg. ‚How The Hizmet Works: Islam, Dialogue and
the Gülen Movement in Australia, Conference Islam In
The Age of Global Challenges, Alternative Perspectives
of The Gulen Movement.‛ Washingtown DC: Georgetown
University, 2008, 120.
Buchanan, Allen E., ‚Assessing the Communitarian Critique of
Liberalism.‛ Ethics, Vol. 99, No. 4 (Jul., 1989), pp. 852-
882, Published by: The University of Chicago Press Stable
URL: http://www.jstor.org/stable/2381237 (diakses
02/10/2013)
Delibas, Kayhan. ‚Conceptualizing Islamic Movements: The
Case of Turkey, International Political Science.‛ Review/
Revue internationale de science politique, Vol. 30, No. 1
(Jan., 2009), 89-103,
http://www.jstor.org/stable/20445177, (diakses 28
Februari 2015).
Denny, Frederick Mathewson. ‚The Meaning of ‛Ummah.‛ In
the Quran, Source: History of Religions.‛ Vol. 15, No. 1
(Aug., 1975), 34-70. http://www.jstor.org/stable/1061854
(diakses 21 Agustus 2015).
Effendy, Bahtiar. ‚Islamic Militant Movement in Indonesia: A
Preliminary Accounts for its Socio-Religious and
Political Aspects.‛ Studia Islamika, Vol. 11, No. 3,
2004.

221
Ghazali, Abd. Moqsith. ‚Tafsir atas Amar Makruf Nahi
Mungkar dalam Islam.‛ Titik-Temu Jurnal Dialog
Peradaban, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014.
Hadiz, Vedi R. ‚Demokrasi dan Politik Islam‛. Kompas, 13
September 2013.
Hamzah, Ustadi. ‚Identitas dan Kemandirian Dalam Pemikiran
Said Nursi serta Signifikansinya bagi Kemajuan Sosial
dan Ekonomi Umat.‛ Dalam http://www.nursemesta.org
(diakses 02 Mei 2016).
Heying, Charles. ‚Autonomy vs. Solidarity: Liberal,
Totalitarian and Communitarian Traditions.‛ Source:
Administrative Theory & Praxis.‛ Vol. 21, No. 1 (Mar.,
1999), pp. 39-50, Published by: M.E. Sharpe, Inc.Stable
URL: http://www.jstor.org/stable/25611326 (diakses 24
Februari 2015).
Imawan, Rafif Pamenang. ‛Kisah Dua Aktor Demokrasi,
Menelisik Peran Organisasi Masyarakat Sipil di
Indonesia.‛ Prisma Majalah Pemikiran Sosial Ekonomi,
Vol. 32, 2013, 28-37.
Latief, Lihat Hilman. Menelaah Gerakan Modernis-Reformis
Islam melalui Kota Gede: Pembacaan Seorang Antropolog
Jepang. (Book Review). Studia Islamika, Vol. 20, No. 2,
2013, 386.
Lotz, Jim. ‚Introduction: Is Community Development
Necessary?‛ Source: Anthropologica, New Series, Vol. 9,
No. 2, Développement Communautaire au Canada
(Dévelopement socio-économique)/ Community
Development in Canada (Socio-Economic Development)
(1967), pp. 3-14 Published by: Canadian Anthropology
Society Stable URL:
http://www.jstor.org/stable/25604740 (diakses 27 Januari
2016).
Madjid, Nurcholish. ‚Kelangsungan dan Peningkatan
Pembangunan Bangsa dalam Era Reformasi.‛ Titik-Temu
Jurnal Dialog Peradaban, Vol. 6, No. 1, Juli-Desember
2013. Awal tulisan disampaikan pada Klub Kajian Agama
(KKA) Paramadina di Jakarta pada 18 September 1998.

222
Mandaville, Peter. ‚Transnational Islam in Asia: Background,
Typology and Conseptual Overview.‛ Dalam
Transnational Islam in South and Southest Asia,
Movements, Netwoks, and Conflict Dynamics.
Washington: The National Bureau of Asia Research,
2009, 2.
Muslim, Abdul Ghafur. ‚Survival of The Islamic Ummah.‛
Pakistan Journal of History & Culture, Vol.XXVII/2, 1,
http://www.nihcr.edu.pk (2006) (diakses 27 Juli 2015).
Mowlana, Hamid. ‚Theoretical Perspectives on Islam and
Communication‛, Jurnal China Media Research, 3 (4), 2007,
27 (diakses 22 November 2014).
Nieuwenhuijze, C.A.O. Van. ‚The Ummah: An Analytic
Approach.‛ Source: Studia Islamica, No. 10 (1959), 5-22,
http://www.jstor.org/stable/1595124 (diakses pada 21
Agustus 2015).
Osman, Mohamed Nawab Mohamed. ‚Towards a Middle Way
Islam in Southeast Asia: Contributions of the Gülen
Movement.‛ Jurnal Studia Islamika. Vol. 15, No. 3,
2008, 444.
Özervarli, M. Sait. ‚The Reconstruction of Islamic Social
Thought in the Modern Period: Nursi’s Approach to
Religious Discourse in a Changing Society.‛ Asian
Journal of Social Science, Leiden: BRILL, 2010, Vol. 38,
No. 4, 534.
Pabottingi, Mokhtar. ‚Kepemimpinan dan Demokrasi Kita,
Akar-akar Kebangkrutan Kepemimpinan di Era Reformasi
dan Jalan Menuju Kebangkitan.‛ Prisma Majalah
Pemikiran Sosial Ekonomi, Vol. 32, 2013.
Pranowo H.M. Bambang. ‚Runtuhnya Dikotomi Santri-
Abangan, Refleksi atas Perkembangan Islam Islam di
Jawa Pasca 1965.‛ Pidato pengukuhan Guru Besar dalam
Ilmu Sosiologi Agama Pada Fakultas Ushuluddin IAIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2001.
Qodir, Zuly. ‛Revitalisasi Gerakan Masyarakat Sipil Kasus
Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama.‛ Prisma Majalah
Pemikiran Sosial Ekonomi. Vol. 32, 2013, 55.

223
Rahardjo, M. Dawam. ‛Gerakan Islam Kultural Paramadina,
Fundamentalisme Agama dan Masa Depan Keislaman dan
Keindonesiaan.‛ Titik Temu Jurnal Dialog Peradaban.
Vol. 7, No. 2, Januari – Juni 2015.
Ravault, R. J., ‚Down to Earth Communication: From Space
Technologies and Global Economics to Petty Humans and
Their Parochial Cultures!‛ Canadian Journal of
Communication, 1992, 17, 531-543.
Thohari, Hajriyanto Y. ‛Ayyam Al-A’rab Abad XXI.‛
Republika, 19 Februari 2016.
Saritoprak, Zeki. ‚Bediuzzaman Said Nursi‛, dalam Rippin,
Andrew (Ed.). The Islamic World. London: Routledge,
2010.
-------. Saritoprak dan Griffith. ‚Fethullah Gülen and the
‚People of the Book‟; A Voice from Turkey for Interfaith
Dialogue‛, http://www.fethullahGülen.org/press-
room/islam-in-contemporary turkey/2012-fethullah-
Gülen-and-the-people-of-the-book-a-voice-from-turkey-
for-interfaith-dialogue.html (diakses 21 Januari 2013).
S}a>lih}i>, Ih}sa>n Qa>sim, ‚Lumh}a>t min H}aya>t Badiuzzaman Said
Nursi.‛ Makalah disampaikan dalam Seminar
Internasional Tentang Pemikiran Said Nursi, 16 Agustus,
2000, di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Subhi-Ibrahim M. ‚Hati Nurani Sebagai Mufti Moral.‛ Titik-
Temu Jurnal Dialog Peradaban.‛ Vol. 7, No. 1, Juli-
Desember 2014.
Vatikiotis, Michael. ‚Faith Wihout Fanatics.‛ Dalam Far
Eastern Economic Review, 14 Juni, 25-30.
Yavuz, M. Hakan. ‚Towards an Islamic Liberalism?: The Nurcu
Movement and Fethullah Gülen.‛ Source: Middle East
Journal, Vol. 53, No. 4 (Autumn, 1999), pp. 584-605,
Published by: Middle East InstituteStable URL:
http://www.jstor.org/stable/4329392 (diakses 08 April
2014)
Yilmaz, Ihsan. ‚Beyond Post-Islamism: Transformation of
Turkish Islamism Toward ‘Civil Islam’ and Its Potential
Influence in the Muslim World.‛ European Journal of
Economic and Political Studies, 4 (1), 245-280

224
WAWANCARA

Wawancara dengan Hasbi Sen pada 5 April 2013.


Wawancara dengan Lukman Helmi pada 14 Januari 2014.
Wawancara dengan Habiburrahman El Shirazy, 14 Maret 2014.
Wawancara dengan Agung, 5 September 2015.
Wawancara dengan Hasbi Sen pada 5 Agustus 2016.
Wawancara dengan Irwandi tanggal 15 Oktober 2015.
Wawancara dengan Hasbi Sen pada 9 Juni 2016.
Wawancara dengan Hasbi Sen pada tanggal 19 Januari 2016.
Wawancara dengan Andi Faisal Bakti, 23 Oktober 2016.
Wawancara dengan Andi Faisal Bakti, 12 Agustus 2015.
Wawancara dengan Hasanuddin Alimuddin, 28 Januari 2016.
Wawancara dengan Fauzi Faishal Bahreisy, 30 Januari 2016.
Wawancara dengan Sayyid pada 13 Oktober 2016.
Wawancara dengan Haris Ali Ma’ruf, 24 Oktober 2016.
Wawancara dengan Mahkamah Mahdin pada 18 November
2016.
Wawancara dengan Muhammad Agung Salmisake, 18
November 2016.
Wawancara dengan Irwandi tanggal 12 April 2016.
Wawancara dengan Nurhasanah pada tanggal 21 Januari 2016.
Wawancara dengan Jamaluddin, 21 Januari 2016.
Wawancara dengan Jaehun 3 Maret 2016.
Wawancara dengan Totong Ma’ruf, 27 April 2016.
Wawancara dengan Said Inan pada 21 April 2016.
Wawancara dengan Eyup Aluçluer 14 Oktober 2016
Wawancara dengan Ali Aydögan pada 12 Desember 2016.

225
226
GLOSARIUM

Active- reception : Teori penerimaan pesan aktif merupakan


koreksi atas teori SMCR, Effect,
Modernism, dependency, diffusion of
innovation, dan social marketing.
Menurut teori ini penerima pesan dalam
kondisi aktif memaknai dan mengelola
pesan yang diterima.
Akhlak : Tingkah laku, perangai atau tabiat yang
didasarkan pada nilai-nilai agama
(Islam).
Etnometodologi : diperkenalkan pertama kali oleh Harold
Garfinkel (1967). Etnometodologi
mempelajari realitas sosial atas interaksi
yang berlangsung sehari-hari.
Fenomenologi : Memandang objek ilmu tidak terbatas
pada tingkat empirik semata, akan tetapi
mencakup pula fenomena yang meliputi
persepsi, pemikiran, kemauan dan
keyakinan subjek tentang sesuatu di luar
subjek (transenden).
Civil Society : Masyarakat Sipil yang turut menyokong
kemajuan peradaban. Sering pula
diistilahkan masyarakat madani, dapat
berwujud ormas yang brdimendi budaya
jika berhubungan dengan nilai-nilai
keberadaban. Ia juga biasa disebut
masyarakat madani.
Community
Development : Pembangunan komunitas dari berbagai
aspeknya seperti kesejahteraan, baik oleh
negara maupun ormas atau civil society
melalui perbagai program dan tahapan.
Dershane : Tempat untuk mengkaji Risa<lah al-Nu<r.
Tempat tersebut biasannya sekaligus
sebagai asrama baik pelajar maupun

227
mahasiswa yang dimonitoring oleh
kakak asrama.
Etika : Lazim dipahami sebagai suatu teori ilmu
pengetahuan yang mendiskusikan
mengenai apa yang baik dan apa yang
buruk berkenaan dengan perilaku
manusia. Persoalan etika muncul ketika
moralitas seseorang atau suatu
masyarakat mulai ditinjau lagi secara
kritis.
Da<‘i : Orang yang melakukan kegiatan, ajakan
atau seruan dakwah.
Dakwah : Merupakan komunikasi Islam, yaitu
ajakan atau seruan kepada Islam.
Dershane : Berasal dari bahasa Turki yang terdiri
dari dua kata yaitu ders yang berarti
kajian dan hane yang berarti tempat,
jadi dershane berarti tempat kajian. Di
Indonesia maknanya dekat dengan
majlis taklim. Di Turki dershane
tersebut berupa flat-flat yang disewa
dalam apartemen yang lengkap dengan
isinya, sehingga sewaktu-waktu siap
untuk menerima tamu dari daerah atau
luar negeri.
H}alaqah : Sistem mengajar yang mana murid tanpa
menggunakan kursi dan meja yang
biasannya disampaikan setelah shalat.
Hizmet : Dedikasi diri sebagai bentuk perjuangan,
kesetiaan, pelayanan dan pengabdian
pada agama dan bangsa.
Isna>f : Istilah yang digunakan Komunitas Nur
untuk merujuk pada pendonor dana
dalam dakwah Nur.
Khairiyyah
al-Ummah : Umat terbaik karena telah menjalankan
nilai-nilai dan ajaran-ajaran agama
(Islam).

228
Komunitarian : Komunitas yang memiliki perhatian
terhadap kebajikan moral dan menolak
otonomi individu yang berlebihan.
Mad‘u> : Mitra atau sasaran atau penerima
dakwah. Dalam konteks komunikasi
mad‘u adalah receiver penerima pesan.
Metodologi : Cara yang digunakan untuk memperoleh
kebenaran menggunakan penelusuran
dengan tata cara tertentu ilmiah,
tergantung realitas yang dikaji.
Moralitas : Berkenaan berkenaan dengan tingkah
laku yang kongkrit, sedangkan etika
bekerja pada level teori.
Persuasif : Pendekatan dakwah yang memperhatikan
aspek psikologi, sosial dan kultural
masyarakat.
Tabli<gh : Salah satu bagian dari dakwah yang
menekankan aspek penyampaian
(informasi) kerisalah ajaran Islam,
targetnya adalah pemahaman.
Taghyi<r : Perubahan yang terjadi setelah menerima
seruan dakwah. Perubahan tersebut
bersifat positif.
Takwi<n al-Ummah : Upaya pembangunan komunitas yang
inovatif dan kreaktif dengan spirit nilai-
nilai agama (Islam).
Tasbih}a>t : Zikir setelah melaksanakan shalat-shalat
wajib. Istilah tasbih}a>t merujuk pada
buku saku karangan Said Nursi yang
diamalkan oleh jamaah Nur setelah
shalat. Dimulai dari zikir untuk shalat
subuh dan diakhiri dengan zikir pada
shalat isya. Masing-masing bacaan zikir
memiliki perbedaan dan persamaan
dalam setiap shalat.
T}ullab al-Nu>r : Para pengkaji, murid, dan pengamal
karya Bediuzzaman Said Nursi, Risa>lah
al-Nu>r

229
Transnasional : Lintas negara
Ummah : Umat, manusia, hewan, komunitas yang
beriman, dan organisasi.
Ummatic : Teori tetang nilai-nilai positif keumatan
Vakif : bahasa Turki, bahasa Arabnya wa>kif
adalah istilah dalam gerakan Nur untuk
merujuk orang yang mendedikasikan diri
dalam pengorbanan, perjuangan,
kesetiaan, pelayanan dan pengabdian
pada pengembangan dakwah
menyebarkan Risale-i Nur karangan
Bediuzzaman Said Nursi. Vakif tinggal
di dershane dan tidak menikah dengan
motif pengabdian total.
Yayasan
Nur Semesta : Yayasan yang menjadi payung hukum
gerakan dakwah Nur untuk menyebarkan
pemikiran ulama Turki Bediuzzaman
Said Nursi (1876-1960) yang berdiri
pada tahun 2007.

230
INDEKS

Abla, 202
Abdillah, Masykuri, 122 Da‘i, 110
Abu Rabi’, Ibrahim M., 3, Dakwah, 37
15, 28, 75, 76, 92, 193 Demokrasi, 12, 38, 50,
Amitai Etzioni, 1, 16, 17, 158, 227
19, 27, 40, 42, 47, 48, Dershane, 9, 11, 12, 15,
196 18, 32, 33, 35, 45, 71,
Atatürk, Mustafa Kemal , 81, 108, 111, 113, 116,
3 125, 128, 133, 141, 142,
Azra, Azyumardi, 43, 144, 145, 154, 156, 165,
153, 193 167, 170, 174, 175, 176,
Bakti, Andi Faisal, 12, 13, 177, 178, 184, 185, 186,
21, 26, 29, 30, 45, 46, 187, 188, 190, 192, 193,
47, 48, 51, 52, 53, 54, 194, 195, 197, 198, 199,
58, 61, 62, 64, 65, 67, 200, 201, 202, 224, 226,
70, 106, 107, 108, 110, 228
111, 113, 120, 133, 143, Diffusion of innovation,
151, 171, 174, 179, 183, 64
189, 199, 201, 212, 213 Eropa, 15, 20, 21, 57, 69,
Barat, 1, 2, 5, 18, 56, 61, 80, 82, 83, 89, 92, 145,
65, 81, 85, 87, 91, 101, 166
129, 153, 158, 187, 200, Framing, 227
212 Gemeinschaft, 16, 17, 18,
Barla, 95, 96, 97, 128, 41, 42, 45, 46
195, 203 Gesellschaft, 16, 17, 18,
Civil society, 8, 23, 37, 41, 42, 45, 46
51, 66, 71 Global
Community, 1, 2, 13, 15, communitarianism, 41
16, 19, 27, 28, 40, 42, Gülen, Fethullah, 5, 10,
44, 45, 47, 48, 65, 66, 11, 62, 119, 127, 134,
67, 69, 125, 165, 193, 200
196, 211 hizmet, 111, 116, 174,
Community development, 226, 227
67 Huntington, Samuel P., 1
Cumhuriyet Halk Partisi, Hidayat, Komaruddin, 8
102, 161 Ikhlas, 52, 133, 144, 225

231
Islam, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 197, 205, 211, 212, 214,
9, 10, 11, 12, 13, 15, 17, 218, 219, 220
18, 19, 21, 23, 24, 25, Jama>‘ah, 225
26, 27, 28, 29, 30, 31, Khairiyyah al-ummah, 37,
32, 33, 34, 37, 38, 39, 224
42, 43, 45, 46, 47, 48, Khidmah, 109, 226
49, 50, 51, 52, 53, 54, Komunikasi, 21, 29, 41,
55, 56, 58, 59, 60, 61, 53, 54, 55, 65, 70, 106,
62, 63, 64, 65, 67, 68, 126, 179, 183, 189, 220
69, 70, 71, 72, 73, 75, Komunitarian, 1, 3, 20,
76, 77, 78, 79, 80, 81, 25, 40
82, 83, 84, 85, 86, 87, Kuntowijoyo, 2
88, 89, 90, 91, 92, 94, Maarif, Ahmad Syafii, 1
95, 96, 97, 98, 99, 100, Menevi jihad, 128, 155
101, 103, 104, 105, 106, Mobilizing structure, 73,
107, 108, 109, 112, 113, 173, 227
115, 116, 117, 118, 119, Modern, 2, 4, 5, 8, 9, 10,
120, 121, 122, 123, 124, 13, 14, 16, 17, 21, 25,
125, 126, 127, 129, 130, 26, 30, 40, 41, 45, 52,
132, 133, 134, 135, 136, 75, 82, 86, 96, 103, 108,
137, 138, 139, 140, 141, 109, 119, 133, 134, 135,
142, 143, 144, 145, 146, 152, 153, 157, 158, 166,
147, 149, 150, 151, 152, 175, 193, 196, 215, 226
153, 155, 156, 157, 160, Moral, 1, 63, 124
161, 162, 166, 167, 168, Muhammadiyah, 9, 64,
171, 172, 173, 177, 178, 165, 197, 201, 211, 218,
180, 182, 183, 187, 188, 219
190, 192, 193, 194, 197, Muslim, 1, 7, 11, 12, 17,
199, 201, 202, 207, 212, 23, 24, 26, 28, 30, 37,
214, 215, 217, 219, 227, 38, 40, 45, 46, 47, 49,
229 51, 52, 54, 58, 59, 60,
Istanbul, 5, 20, 28, 55, 76, 65, 69, 88, 90, 106, 112,
78, 80, 82, 83, 85, 87, 116, 120, 124, 129, 132,
90, 91, 96, 98, 102, 103, 133, 136, 151, 156, 158,
108, 110, 116, 128, 131, 201, 207, 211, 215, 217
134, 139, 140, 153, 154, Kemal Ataturk, 108, 159
160, 166, 167, 178, 179, Nursi, Bediuzzaman Said,
180, 184, 190, 191, 192, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 9, 10, 11,

232
12, 13, 14, 15, 17 18, 176, 177, 178, 179, 180,
22, 24, 25, 32, 34, 75, 181, 182, 183, 184, 185,
76, 77, 78, 80, 81, 91, 186, 187, 188, 189, 190,
95, 96, 97, 99, 100, 102, 191, 192, 193, 195, 197,
105, 107, 108, 110, 111, 198, 199, 200, 201, 202,
128, 129, 130, 131, 134, 204, 205, 206, 209, 210,
135, 155, 156, 160, 166, 212, 215, 216, 217, 218,
178, 179, 180, 189, 191, 219, 220, 221, 223, 224,
192, 195, 197, 202, 203, 225
208, 209, 210, 211, 212, Sectarian
213, 214, 218, 219, 221, Communitarianism, 46
223 Sekuler, 54, 55
Peradaban, 3, 21, 51, 63, Self reliance, 26, 30, 51,
64, 67, 107, 120, 124, 52, 133, 150, 151, 226
132, 151, 166, 178 Al-Shakhs} al-ma‘nawi,
Persaudaraan, 111, 133, 121
144, 147, 205, 207, 225 Self-help, 64, 107, 120,
Political opportunity 150
structure, 227 T{ulla>b Al-Nu>r, 133, 134,
Al-Quran, 6, 28, 48, 59, 175, 176
81, 98, 122, 124, 137, Tabli>gh, 37, 54, 55, 56,
141, 151, 228 58, 107, 108, 223
Rahadjo, Dawam, 2 Taghyi>r, 34, 37, 59, 62,
Ravault, Rene Jean, 29 106, 112, 224
Resource Mobilization Tasbi>ha>t, 140, 225
Theory, 31, 72, 170 Tauhid, 49, 135, 136, 209,
Risale-i Nur, 4, 6, 13, 14, 210, 214, 225
15, 18, 22, 23, 28, 32, Tradisional, 152
34, 54, 55, 58, 61, 64, Transnasional, 68, 126
65, 75, 80, 81, 94, 95, Turki, 3, 4, 5, 7, 8, 10, 11,
96, 98, 99, 100, 102, 12, 13, 15, 18, 19, 21,
103, 104, 105, 106, 107, 32, 45, 55, 75, 76, 81,
108, 110, 111, 112, 113, 83, 84, 85, 87, 91, 100,
114, 115, 120, 121, 128, 103, 104, 108, 116, 117,
129, 130, 131, 133, 134, 123, 127, 128, 134, 141,
135, 140, 141, 142, 144, 150, 151, 154, 156, 159,
147, 150, 154, 156, 157, 160, 161, 167, 173, 174,
165, 166, 167, 174, 175, 176, 177, 179, 180, 183,

233
184, 186, 187, 189, 190, 98, 99, 100, 103, 104,
191, 195, 197, 198, 199, 105, 110, 115, 135, 142,
200, 202, 203, 204, 205, 144, 147, 155, 156, 157,
211, 212, 216, 218, 220, 160, 161, 166, 167, 202,
228 204, 208
Ukhuwwah, 18, 133, 145, Yayasan Nur Semesta, 11,
225, 227 15, 32, 35, 114, 116,
Ummah, 13, 15, 19, 35, 140, 144, 167, 170, 171,
37, 38, 39, 40, 45, 48, 172, 173, 174, 176, 179,
49, 50, 56, 58, 62, 64, 183, 190, 191, 198, 199,
65, 106, 107, 108, 113, 205, 206, 207, 210, 218,
115, 121, 123, 127, 130, 224, 227, 228
141, 143, 224 Yavuz, M. Hakan, 9, 10,
Ummatic, 3, 125 45, 72, 127, 131, 134,
Vahide, Sükran, 3, 4, 6, 194
10, 76, 77, 79, 80, 82, Yusuf, M. Yunan, 39, 49,
83, 84, 86, 87, 88, 90, 50, 59, 122, 123, 124
91, 92, 94, 95, 96, 97,

234
BIODATA

Nama : Edi Amin, S.Ag. MA.


Tempat tanggal lahir : Pringsewu, 08 September 1976.
Status Perkawinan : Kawin
Email : ediamin76@gmail.com.
Telp/fax : Hp. 08128017335
Pekerjaan : Dosen tetap Dakwah dan Komunikasi IAIN Sulthan
Thaha Syaifuddin Jambi Fakultas Ushuluddin.
Pendidikan
1. SDN Pringkumpul
2. MTS Pondok Modern Assalam Solo
3. MAPK (Madrasah Aliyah Program Khusus) Tanjungkarang, Bandar
Lampung.
4. SI Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,
fakultas Bahasa dan Sastra Arab.
5. S2 Pascasarjana, UIN Syarif Hudayatullah Jakarta Konsentrasi Dakwah
dan Komunikasi 2000-2004
6. S3 Pascasarjana, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Konsentrasi Dakwah dan
Komunikasi (2011-sekarang)

Karya Seni/Buku/Artikel
1. Kaligrafi Masjid Agung “Baiturrahim” Gorontalo (TIM) (2000)
2. Kaligrafi Masjid Pesantren Hubullah Gorontalo (2002)
3. Kaligrafi Masjid Al-Mizan, Kejati Gorontalo (2005)
4. Kaligrafi Masjid Departemen koperasi Kuningan (1999)
5. Kaligrafi pada Masjid Ramadhan Perum Pinang Merah Kota Jambi (2010)
6. Kaligrafi Masjid PT. WKS, Jambi (2011)
7. Kaligrafi Langgar Rahmat, Lorong Murni Kota Jambi (2011)
8. Mushala Bapak Rahmat Gobel (mantan Menteri Perdagangan/Presdir
Panasonic Gobel) di Kalibata (2015)
9. Kaligrafi Masjid PT Nasional Panasonic Gobel “healtt care” kawasan
industri Cibitung (2015), dll.
10. Pameran Lukisan Kaligrafi di Bait Al-Quran TMII Jakarta (2011)
11. Pameran Lukisan Kaligrafi di Bank Mega Mampang Jakarta (2007)
12. Pameran Lukisan Kaligrafi pada International Seminar on “Islamic Law In
Southeast Asia: Opportunity and Challange”, UIN Jakarta (2007)
13. Dekorasi dan Kaligrafi Stand IAIN Sulthan Thaha Syaifuddin Pada Jambi
Expo (2011)

235
14. Kontributor Buku Metode Dakwah, Prenada Media Jakarta (2003)
15. Kontributor Buku Deradikalisasi Pemahaman Al-Quran dan Hadis,
Prenada Media (2012)
16. penelitian “perubahan sosial dan Perlindungan Napi Anak di Jambi” Puslit
IAIN STS Jambi (2010)
17. Penelitian “Media dan Dakwah, Analisis Semiotik Film Sang Pencerah”
(2010), Puslit IAIN STS Jambi
18. Penelitian “Jamaah Tabligh dan Dakwah Rahmatan lil’alamin di kota
Jambi”, Puslit IAIN STS Jambi (2011)
Aktivitas/Prestasi:
1. Juara II Tingkat Nasional pada MTQ Cab. Kaligrafi Dekorasi di
Kalimantan tengah/ Palngkaraya (2003).
2. Pengajar di Lembaga Kaligrafi Al Quran (LEMKA) Jakarta dan Pesantren
Kaligrafi Sukabumi (1999-sekarang).
3. Narasumber “Khazanah Islami Jambi TV”, (2010-2016).
4. Nominasi Lomba Pemahaman Al Quran tiga Bahasa Tingkat Nasional
(Arab, Inggris & Indonesia), RCTI-Gontor Ponorogo organizer (1995)
5. Bendahara Rahmat Semesta Center
6. Bendahara pada PRM Pondok Cabe Ilir dan Penggurus PDM Tangsel
7. penulis Artikel/opini/resensi di harian nasional dan daerah
8. Penggurus IPQAH (Ikatan Persaudaraan Qori-Qoriah Hafidz Hafidzah)
kota Jambi (2010-Sekarang)
9. Dewan Hakim Cabang Kaligrafi pada MTQ Tingkat Kota Jambi 2011-
Sekarang.
10. Dewan Hakim pada Adab Expo di UIN Jakarta 2013
11. Pembicara pada International Graduate Conference on Nursi Studies, di
Istanbul Turki, sponsor Istanbul Foundation for Science and Culture
2012.
12. Pembicara pada International Symposium on Civilitation di Jakarta “The
Attainment of Justice, Prosperity, and Peace in Pluralism for
Revitalization of Civilization: The Risale-i Nur Communication
Perspective” Jakarta, (2014).

236

Anda mungkin juga menyukai