Anda di halaman 1dari 6

STRATEGI MENINGKATKAN KOMPETENSI LITERASI MEMBACA

DALAM ASESMEN NASIONAL DI ERA MERDEKA BELAJAR

Ixsir Eliya, M.Pd.1


IAIN Bengkulu

Kebijakan baru tentang Merdeka Belajar dari Kementerian Pendidikan dan


Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI) yang diinisiasi oleh Menteri
Pendidikan Nasional, Nadiem Anwar Makarim menjadi hal yang sedang hangat
diperbincangkan. Esensi dari Konsep Merdeka Belajar adalah perbaikan sistem
pendidikan yang tidak hanya menjadikan generasi emas yang cerdas dan
berkarakter, tetapi juga mampu mengembangkan generasi yang literat yang
berdaya saing. Generasi literat yang diharapkan oleh bangsa Indonesia adalah
generasi yang mampu menerapkan setiap pengetahuan yang dimilikinya ke dalam
tiap aspek kehidupan sehingga pengetahuan yang sudah diperoleh melalui
membaca tidak hanya sebatas pengetahuan, tetapi mampu diimplementasikan
dengan melakukan inovasi-inovasi terbaru atas pemahaman yang dimiliki untuk
hal yang lebih bermakna. Hal itu dilakukan sebagai bagian dari usaha pendidikan
dalam menghasilkan peserta didik sebagai generasi berikutnya yang akan
memikul beban dan tanggung jawab untuk memajukan peradaban bangsa
sehingga Indonesia menjadi negara yang literat, unggul, dan berdaya saing.
Peran peserta didik sebagai generasi muda yang literat adalah sebagai
subjek dan inovator yang memiliki tugas utama melanjutkan perjuangan generasi
sebelumnya. Mengingat pentingnya tugas tersebut, peserta didik harus disiapkan
lebih dini dengan cara memberikan pendidikan yang berkualitas dan bermakna.
Pendidikan memiliki peran yang penting dalam hal ini dikarenakan pendidikan
adalah tempat tumbuh kembang kemampuan dan keterampilan yang dimiliki oleh
peserta didik. Pendidikan literasi pun demikian. Pendidikan literasi merupakan
salah satu usaha pemerintah untuk memajukan peradaban bangsa melalui generasi
yang literat. Pendidikan literasi ini menjadikan pengalaman membaca sebagai

1
Penulis lahir di Pemalang, 29 Maret 1991, penulis merupakan Dosen di IAIN Bengkulu
dalam bidang Pendidikan Bahasa Indonesia. Penulis menyelesaikan gelar sarjana dan magister di
Universitas Negeri Semarang Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (S-1) dan
Pendidikan Bahasa Indonesia (S-2).
bagian dari kemampuan yang harus dimiliki oleh peserta didik. Meski membaca
memiliki manfaat yang penting untuk membangun masyarakat yang literat dan
berperadaban, minat baca masyarakat Indonesia justru tergolong rendah.
Ada banyak faktor yang mempengaruhi rendahnya budaya literasi pada
peserta didik, yaitu 1) merebaknya budaya materialisme; 2) Menguatnya bentuk
pencitraan diri yang hanya fokus pada penampilan dan mode; 3) budaya
hedonisme, 4) kurangnya pembiasaan literasi di lingkungan sekolah, 5)
pembelajaran literasi kurang aplikatif dengan kehidupan sehari-hari, dan 6)
kurikulum di sekolah yang belum mendukung adanya pendidikan literasi. Faktor-
faktor tersebut sangat mempengaruhi rendahnya budaya literasi peserta didik
sehingga praktik literasi akan makin jauh dari kenyataan. Berdasarkan hal
tersebut, pemerintah melalui kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia (Kemendikbud RI) menginisiasi program Merdeka Belajar untuk dapat
menyiapkan manusia yang unggul di abad 21. Selain itu, program ini juga
disiapkan untuk menyiapkan peserta didik untuk menghadapi disrupsi di era
industri 4.0 dan society 5.0. Salah satu bagian kebijakan yang penting dari
Merdeka Belajar dan menjadi bahan perbincangan hangat adalah Asesmen
Kompetensi Minimum.
Asesmen dilakukan untuk mengukur tingkat kemampuan peserta didik
dalam hal literasi dan numerasi. Kedua hal tersebut menjadi bagian penting dari
Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) ini. Arah kebijakan ini sebenarnya
dilakukan mengacu pada Programme for International Student Assessment (PISA)
dan Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS), tetapi
penuh dengan kearifan lokal (Media Indonesia, 2019). AKM tersebut dilakukan
untuk dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam bidang literasi dan
numerasi agar sesuai dengan standar internasional yang berlaku. Dengan
memberlakukan kurikulum atau program pendidikan dengan standar
internasional, diharapkan pendidikan Indonesia akan menjadi lebih bermartabat.
AKM memang sudah ditentukan bahwa akan mengukur dua macam
literasi saja, yaitu literasi membaca dan literasi numerasi. Hal ini dikarenakan
kedua literasi tersebut merupakan suatu kompetensi yang harus dimiliki oleh
seluruh peserta didik yang akan berguna dalam semua aspek kehidupan. Dengan
adanya pengukuran terhadap kedua literasi tersebut, maka hasilnya akan dapat
dijadikan sebagai bahan evaluasi mengenai kondisi pembelajaran di Indonesia.
Dikutip dari e-book Lembar Tanya Jawab AKM yang disusun oleh Pusat
Asesmen dan Pembelajaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, rincian
komponen AKM untuk literasi membaca adalah pengukuran pada tingkat konten,
proses kognitif, dan konteks. Hasil AKM juga ditentukan berdasarkan empat
kelompok yang berbeda, yaitu 1) perlu intervensi khusus, 2) dasar, 3) cakap, dan
4) mahir.
Berdasarkan pengkategorian tersebut, peserta didik harus disiapkan sejak
dini untuk menghadapi AKM agar mendapatkan hasil yang maksimal dan sesuai
dengan batas standar yang telah ditetapkan. Adapun strategi yang dapat dilakukan
untuk menghadapi Asesmen Kompetensi Minimum dalam aspek literasi membaca
antara lain sebagai berikut.
1. Re-orientasi Kurikulum
Kurikulum tentang pembelajaran bahasa harus segera dilakukan orientasi baru.
Berdasarkan realita, pembelajaran pendidikan bahasa untuk menghadapi
tantangan di era disrupsi kurang mendapat perhatian sehingga banyak pendidik
yang kurang peduli terhadap inovasi pembelajaran yang harus dilakukan dalam
pembelajaran bahasa (Lida dan Eliya, 2019). Dalam belajar bahasa tidak
hanya mempelajari berbagai jenis teks melalui kegiatan membaca atau menulis
saja, tetapi juga mengembangkan dan membawa pengetahuan tersebut untuk
menjadi sesuatu yang berguna di masyarakat maupun kehidupannya.
Pembelajaran bahasa juga tidak hanya secara teoretis saja tentang genre teks
maupun strukturnya, tetapi juga harus lebih aplikatif dan bermakna.
2. Pemanfaatan Literasi Data dan Informasi
Kompetensi tentang literasi data dan informasi di Indonesia memang belum
maksimal dimanfaatkan. Padahal urgensi kompetensi literasi data dan
informasi harus menjadi perhatian. Pendidikan wajib mengasah peserta
didiknya untuk memilah dan mengolah data maupun informasi yang
dimilikinya.
3. Penerapan Literasi Digital
Dunia pendidikan sebagai pusat pengembangan keilmuan harus berada dalam
garda terdepan untuk menghadapi era digitalisasi (Alper, Meryl. 2013;
Kalantzis M., Cope B. 2008; Santori D, Smith C, 2018). Tantangan dan
peluang di era disrupsi sekarang ini sangat besar. Pendidikan harus
menyiapkan peserta didiknya untuk melek terhadap media dan teknologi
sehingga tidak akan gagap dalam digitalisasi yang makin merebak. Literasi
digital juga turut serta dalam merangsang perkembangan pengetahuan dan
meningkatkan keterampilan seseorang dalam menafsirkan teks media dan
menggunakan teknologi, serta kemampuan berinteraksi baik antara pengguna
dan teknologi maupun antara pengguna dan penerima konten (Restianty, 2018).
4. Pengembangan literasi manusia yang optimal
Era disrupsi sekarang ini menuntut sumber daya manusia makin berkualitas
untuk menghadapi tantangan zaman dan persaingan di dunia kerja (Eliya dan
Sodik, 2019). Untuk dapat menghasilkan manusia-manusia yang berkualitas,
adaptif, dan kompetitif tersebut sangat dibutuhkan penguatan karakter.
Anggresta (2019) memaparkan bahwa perlu sebuah perspektif baru bagi
pendidikan dalam menjawab tantangan era industry 4.0 sehingga dapat
menciptakan SDM yang berkarakteristik kepemimpinan (leadership),
bekerjasama (team work), kelincahan dan kematangan budaya (cultural
agility), dan kewirausaan (entrepreneurship). Menciptakan SDM yang
berkarakter tersebut harus dimulai sejak dini melalui pembiasaan-pembiasaan
yang baik di sekolah.
5. Kolaboratif, komunikatif, kreatif, dan inovatif
Menuju perbaikan pendidikan di Indonesia sangat dibutuhkan pola pikir
peserta didik yang nantinya dapat berkolaborasi, berkomunikasi, berkreativitas,
dan berinovasi. Hal tersebut dilakukan untuk dapat melatih peserta didik
berpikir kritis dalam menghadapi setiap permasalahan dan tantangan yang
dihadapinya. Solusi akan dapat mudah ditemukan dengan mengintegrasikan
antara realitas dengan pengetahuan yang dimiliki dengan cara kerja yang
sistematis, terukur, dan ilmiah. Melalui pembiasaan pola pikir dan cara kerja
tersebut akan dapat melatih peserta didik untuk bertanggungjawab atas beban
kerja yang dimiliki dan tanggap terhadap setiap masalah yang dihadapi.
Strategi-strategi yang tertulis di atas merupakan bagian dari usaha
penyelenggaraan pendidikan untuk menghadapi perubahan sistem
pembelajaran di era merdeka belajar. Harapannya, melalui usaha-usaha
tersebut dapat menghasilkan pendidikan yang dapat memajukan kualitas
pendidikan Indonesia dan mengangkat derajat masyarakat Indonesia di kancah
Internasional. Selain itu, kembali lagi pada tujuan utama adalah pendidikan
dapat menghasilkan generasi-generasi literat yang sadar akan perubahan
sehingga dapat memajukan peradaban bangsa. Melalui Program AKM yang
dicanangkan oleh pemerintah pun demikian, asesmen nasional dapat berjalan
dengan baik sehingga dapat mengukur dengan jelas tingkat kemajuan peserta
didik baik dilihat dari bidang literasi membaca maupun numerasi.

Daftar Pustaka
Alper, Meryl. (2013). “Developmentally appropriate New Media Literacies:
Supporting cultural competencies and social skills in early childhood
education”. Journal of Early Childhood Literacy. Volume: 13 issue: 2,
page(s): 175-196 June 1, 2013.
https://journals.sagepub.com/doi/full/10.1177/1468798411430101
Anggresta, Vella. (2019). “LITERASI MANUSIA UNTUK MENYIAPKAN
MAHASISWA YANG KOMPETITIF DI ERA INDUSTRI 4,0”. Faktor:
Jurnal Ilmiah Kependidikan. Vol 6, No 3 . Diakses di
https://journal.lppmunindra.ac.id/index.php/Faktor/article/view/4459
Eliya, Ixsir and Sodik, Achmad Ja'far (2019) PENGUATAN KEILMUAN
MAHASISWA MELALUI GERAKAN SADAR LITERASI DALAM
UPAYA MENANGKAL RADIKALISME DAN BERITA HOAKS DI
MEDIA SOSIAL. In: International Seminar on Islamic Studies, 28 Maret
2019, IAIN Bengkulu.
Kalantzis M., Cope B. (2008). “Language Education and Multiliteracies”. In:
Hornberger N.H. (eds) Encyclopedia of Language and Education. Springer,
Boston, MA.
Lida, Ulfah Mey dan Eliya, ixsir. (2019). PERAN STARTUP DIGITAL
“RUANGGURU” SEBAGAI METODE LONG DISTANCE LEARNING
DALAM PEMBELAJARAN BAHASA. Edulingua: Jurnal Linguistik
Terapan dan Pendidikan Bahasa Inggris. Vol 6, No 2 diakses pada
https://ejournal.unisnu.ac.id/JE/article/view/1150
Pusat Asesmen dan Pembelajaran, Badan Penelitian dan Pengembangan dan
Perbuk. (2021). Lembar Tanya Jawab Asesmen Nasional. Jakarta:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Pusat Asesmen dan Pembelajaran, Badan Penelitian dan Pengembangan dan
Perbuk. (2020). AKM dan Implikasinya pada Pembelajaran. Jakarta:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Restianty, Ajani. (2018). “Literasi Digital, Sebuah Tantangan baru dalam Literasi
Media”. GUNAHUMAS: Jurnal Kehumasan. Vol 1, No 1, diakses di
https://ejournal.upi.edu/index.php/gunahumas/article/view/28380/12849
Santori, Diane dan Smith, Carol A. (2018). Teaching and Learning with iPads to
Support Dialogic Construction of Multiliteracies. Middle School Journal. v49
n1 p24-31. https://eric.ed.gov/?q=multiliteracy+learning&id=EJ1165274

Anda mungkin juga menyukai