Anda di halaman 1dari 7

PERAN AKTIF PEREMPUAN DI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

TERHADAP PEMBANGUNAN DESA


(Studi kasus pembangunan yang ramah terhadap perempuan di Gampong Jawa
Kec. Kuta Raja Kota Banda Aceh

Proposal

Disusun Oleh :

MUDA AGUNG MAULANA

MAHASISWA ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU PEMERINTAHAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY BANDA ACEH

2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak
tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. UU Desa No. 6 tahun 2014 pasal 1 ayat 4 menyatakan bahwa
desa dilaksanakan oleh pemerintah desa dan juga Badan Permusyawaratan Desa.
Pemerintah desa terdiri dari kepala desa yang dibantu oleh perangkat desa dalam
penyelenggaraan pemerintah desa dan kepentingan masyarakat.1

Badan Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disingkat BPD atau yang


disebut dengan nama lain adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan
yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan
wilayah dan ditetapkan secara demokratis. Dalam Permendagri No.110/2016 Badan
Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi, membahas dan menyepakati Rancangan
Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi
masyarakat Desa, dan melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa. Selain itu BPD
Didirikannya dengan beberapa tujuan antara lain yaitu: Memberikan pedoman pada
anggota masyarakat bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap sesuai
dengan kedudukannya menghadapi masalah dalam masyarakat yang menyangkut
kebutuhan masyarakat. Menjaga keutuhan masyarakat. Memberikan pedoman kepada
masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial. Artinya sistem
pengawasan masyarakat terhadap tingkah laku anggotannya. Sebagai wahana
demokrasi di desa, anggota BPD dipilih dari dan oleh penduduk desa yang telah

1
UU Desa No. 6 tahun 2014 pasal 1 ayat 4 tentang Badan Permusyawaratan Desa
memenuhi persyaratan. Sedangkan pimpinan BPD dipih dari dan oleh anggota BPD
sendiri.2

Seperti yang Fungsinya dan mewujudkan demokrasi maka Badan


Permusyawaratan Desa perlu melibatkan seluruh lapisan masyarakat di desa tersebut
dalam pengambilan kebijakan termasuk keterlibatan perempuan dalam
mempengaruhi proses terjadinya pengambilan keputusan, dalam hal ini perempuan
tidak hanya ikut sebatas memberikan saran dan informasi dalam pembentukan
kebijakan atau hanya berpartisipasi dalam perkumpulan-perkumpulan desa dalam
membuat kebijakan, namun perempuan juga turut andil dalam mempengaruhi
pembuatan kebijakan dan menentukan arah kebijakan yang sama dengan laki-laki,
dimana dalam lingkungan desa masih memiliki budaya patriarki yang masih sangat
tinggi dan dengan kontrol patriarki yang sangat tinggi menyebabkan perempuan
sangat terpuruk secara ekonomi dan sosial.3

Pada dasarnya perempuan sendiri juga ikut ambil bagian dalam gerakan
melawan ketidakadilan, terutama dalam pergerakan perempuan untuk mendapatkan
hak-hak yang sama dengan apa yang dimiliki kaum pria, yang terbentuk menjadi
suatu gerakan feminism yang didefinisikan dalam dua keyakinan mendasar tentang
perempuan tidak diuntungkan karena jenis kelaminnya, dan ketidak beruntungan ini
dapat dan harus dihilangkan. Dalam pandangan ini kaum perempuan terutama feminis
menyoroti perbedaan jenis kelamin sebagai alat politis yang dapat memberikan
keuntungan-keuntungan bagi kaum pria dalam partisipasi dalam kebijakan publik dan
menekan perempuan dalam kebijakan publik. Keterlibatan perempuan dalam
pengambilan keputusan dan pembangunan desa diperjelas dalam Undang-undang No
6 tahun 2014 tentang desa pasal 58 ayat 1, dan diperjelas dalam Permendagri Nomor
110 Tahun 2016 Tentang BPD dengan tujuan untuk memberikan kepastian hukum
2
Ibid
3
Dimas Luqmanul Hakim, Peran Perempuan Di Badan Permusyawaratan Desa Dalam
Pembangunan Desa Di Desa Gunung Tumpeng Kec. Jurnal Departemen Politik dan Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Diponegoro 2019
terhadap BPD sebagai lembaga di Desa yang melaksanakan fungsi Pemerintahan
Desa.4

Budaya patriarki dalam masyarakat memiliki kekuatan yang sangat kuat


dimana laki-laki dapat memperoleh hak-hak lebih dalam menyampaikan pendapat
dan partisipasi dalam politik, dan perempuan yang dianggap lemah hanya dijadikan
sebagai makhluk ke-dua yang ditempatkan dalam ranah privat, dimana perempuan
tidak dapat memiliki hak-hak yang diterima oleh laki-laki. Perempuan cenderung
dipinggirkan dalam dunia politik dan pengambilan keputusan, dimana kebijakan
tersebut juga akan dirasakan oleh para perempuan juga, namun karena budaya
patriarki yang masih kuat menjadikan partisipasi perempuan menjadi sangat kecil dan
tidak memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan politik dan pengambilan
kebijakan.5

Keterlibatan perempuan dalam pembuatan kebijakan dan politik sangat


diperlukan demi memperoleh keseimbangan dalam menyerap aspirasi masyarakat
agar aspirasi seluruh masyarakat dapat ditampung keseluruhan dan mewakili seluruh
lapisan masyarakat. Dewasa ini kita melihat tingkat Pendidikan perempuan juga tidak
kalah dengan kaum laki-laki dimana banyak perempuan yang dapat merasakan
Pendidikan higga perguruan tinggi, yang artinya kualitas perempuan dalam
pembuatan kebijakan juga setara dengan laki-laki. Maka partisipasi perempuan
diperlukan demi keseimbangan aspirasi dalam proses pembuatan kebijakan yang
diputuskan untuk pembangunan desa, agar proses pembangunan menjadi efisien
sesuai kebutuhan seluruh masyarakat.6 Oleh karena itu diperlukannya strategi yang
siap oleh perempuan agar perempuan punya kedudukan yang sama dalam
pembangunan.

4
Undang-undang No 6 tahun 2014 tentang desa
5
Diakses pada website resmi Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak
Republik Indonesia melalui https://www.kemenpppa.go.id. Pada tanggal 9 September 2022
6
ibid
Keterlibatan Perempuan dalam proses pembuatan kebijakan dan
pembangunan serta politik terutama dalam Desa dapat terakomodasi didalam BPD
yang mana tiap-tiap BPD harus ada keterwakilan perempuan paling sedikit satu, hal
ini menjadi kesempatan bagi perempuan dalam memberikan masukan dan aspirasi
kepada Pemerintahan desa sesuai dengan fungsi yang dimiliki oleh BPD meliputi
Penyusunan peraturan desa, Menampung aspirasi masyarakat desa, dan pengawasan
terhadap kinerja Pemerintah Desa, terutama peran perempuan yang masuk dalam
anggota BPD dalam melakukan fungsi-fungsi yang dimiliki BPD. Penyusunan
peraturan desa yang berpihak pada perempuan dan anak, dan dapat melindungi dan
menjadikan perempuan memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam
berbagai bidang, seperti : pendidikan, politik, dan kesehatan. 7

Perempuan juga dapat menjadi penampung aspirasi yang baik, dimana


aspirasi yang sebelumnya tidak dapat ditampung atau tidak diperhatikan dapat
ditampung oleh anggota perempuan, yang mana sama-sama dapat mendengarkan dan
memahami aspirasi dari sesama perempuan. Pengawasan yang dilakukan BPD
kepada pemerintah desa dalam melaksanakan kerja pemerintahan terutama program-
program pemerintah yang berkaitan dengan pemberdayaan perempuan, dan berbagai
bentuk dorongan untuk menjalankan program desa yang berpihak kepada perempuan
dan anak, serta melakukan pengawasan keuangan desa demi terwujudnya
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan sarana dan prasarana desa
yang dapat menumbuhkan perkembangan ekonomi lokal desa.8

Keberadaan semua unsur warga Desa dalam pengambilan keputusan


diharapkan mampu menghadirkan peraturan dan kebijakan sesuai dengan
kebutuhanwarga. Mengutip model partisipasi Cornwall, partisipasi perempuan
tidakcukup bersifat consultative, dimana perempuan hanya menjadi pihak yang di
7
ibid
8
Dimas Luqmanul Hakim, Peran Perempuan Di Badan Permusyawaratan Desa Dalam
Pembangunan Desa Di Desa Gunung Tumpeng Kec. Departemen Politik dan Pemerintahan Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Diponegoro 2019
mintaiketerangan dan informasi mengenai sesuatu hal yang berhubungan dengan
kebijakantertentu, tidak cukup pula dengan model partisipasi kehadiran, dimana
perempuanhanya hadir dalam diskusi-diskusi dan rapat-rapat yang membicarakan
kebijakan-kebijakan publik tanpa dapat mempengaruhi kebijakan. Dalam konteks
keberadaanBadan Permusyawaratan Desa (BPD), perempuan perlu memiliki wakil
permanendalam perumusan dan penentuan kebijakan publik, model ini disebut
sebagairepresentasi, juga mampu memengaruhi proses dan substansi kebijakan
publik,disebut sebagai partisipasi influence.9

Kecamatan Kuta Raja Kota Banda Aceeh merupakan kecamatan yang


memiliki Jumlah BPD yaitu 40 anggota dari 6 desa, yang terdiri dari 29 BPD laki-
laki dan 11 BPD perempuan dengan representasi 13% keterwakilan perempuan.
Adapun jumlah BPD di Gampong Jawa sebanyak 10 orang dengan rincian laki laki
sebanyak 6 orang dan perempuan sebanyak 4 orang .10

Representasi prosentase keterwakilan perempuan di masing-masing desa di


Kecamatan Kuta Raja memiliki variasi berbeda-beda, ada yang sangat rendah hingga
yang tertinggi, hal ini menjadikan pengaruh perempuan yang ada di dalam BPD di
masing-masing desa memiliki pengaruh yang beragam juga, hal tersebut yang
membuat peneliti tertarik untuk mengungkap lebih dalam tentang peran aktif
perempuan dan pengaruh perempuan yang ada dalam BPD terhadap pembangunan
desa yang ramah perempuan, dengan memilih gampong Jawa k yang memiliki
prosentase keterwakilan perempuan yang tinggi. Berdasarkan paparan latar belakang
diatas, peneliti mengangkat konsep tersebut sebagai bahan penelitian skripsi dengan

1.2. Rumusan Masalah


9
ibid
10
Badan Pusat Statistik Banda Aceh
1. Bagaimana peran aktif perempuan di lembaga BPD terhadap pembangunan
desa yang ramah perempuan ? ?
2. Apakah Peran Perempuan di desa tersebut dalam BPD dapat mempengaruhi
pembangunan desa ?

Anda mungkin juga menyukai