Anda di halaman 1dari 2

Nama: Dewi Ruminingsih

NIM: 030040772

Menurut ketentuan Pasal 143 KUHAP, Penuntut Umum membuat surat dakwaan yang diberi
tanggal dan ditandatangani serta berisi uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai
tindak pidana yang didakwakan dengan menyebut waktu dan tempat tindak pidana itu
dilakukan, surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan tersebut maka batal demi hukum,
berikan analisa saudara mengenai bagaimana kualifikasi dakwaan yang berisi uraian secara
cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebut waktu
dan tempat tindak pidana itu dilakukan?
Jawaban:

Dengan memperhatikan ketentuan undang-undang mengenai syarat-syarat surat


dakwaan maupun pengalaman praktek, dapat dikatakan bahwa surat dakwaan adalah
suatu surat atau akte (dalam bahasa Belanda disebut “acte van verwizing”)
yang memuat uraian perbuatan atau fakta-fakta yang terjadi, uraian mana akan
menggambarkan atau, menjelaskan unsur-unsur yuridis dari pasal-pasal tindak pidana
(delik) yang dilanggar.
 
Pasal 143 KUHAP mengatur mengenai surat dakwaan yang berbunyi:
 

1. Penuntut umum melimpahkan perkara ke pengadilan negeri dengan permintaan


agar segera mengadili perkara tersebut disertai dengan surat dakwaan;
2. Penuntut umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani
serta berisi:
a. nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,
kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka;
b. uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana
yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak
pidana itu dilakukan.
3. Surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) huruf b batal demi hukum;
4. Turunan surat pelimpahan perkara beserta surat dakwaan disampaikan kepada
tersangka atau kuasanya atau penasihat hukumnya dan penyidik, pada saat
yang bersamaan dengan penyampaian surat pelimpahan perkara tersebut ke
pengadilan negeri.

Surat dakwaan merupakan mahkota dari jaksa penuntut umum. Jaksa dalam membuat surat
dakwaan harus sesuai dengan apa yang telah diatur oleh Pasal 143 ayat 2 uu no 8 tahun 1981
tentang hukum acara pidana. Di dalam pasal 143 ayat 2 huruf a diatur mengenai syarat formil
dari surat dakwaan yang mengatur mengenai pencantuman mengenai identitas terdakwa
hingga pekerjaan terdakwa. Sedangkan dalam pasal satu 143 ayat 2 huruf b diatur mengenai
syarat materil yang meliputi uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana
yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dakn tempat tindak pidana tersebut dilakukan.
Namun kalau diteliti secara cermat dalam KUHAP tersebut mengenai bagaimana merumuskan
atau menguraikan surat dakwaan yang ideal belumlah ditentukan secara eksplisit dalam kuhap
tersebut. Inilah salah satu alasan mengapa kemudian penulis ingin menganalisis mengenai surat
dakwaan yang cermat, jelas dan lengkap yang dibuat oleh jaksa penuntut umum, serta
menganalisis implikasi yuridis dari surat dakwaan yang tidak cermat, tidak jelas, dan tidak
lengkap terhadap kelanjutan pokok perkara. Penelitian yang penulis gunakan dalam
menganalisis apa yang telah diuraikan diatas adalah metode penelitian yuridis normatif.
Dalam praktek peradilan diindonesia banyak contoh-contoh surat dakwaan yang cermat, jelas,
dan lengkap yang dibuat oleh jaksa penuntut umum. Namun tidak jarang surat dakwaan yang
dibuat oleh jaksa penuntut umum tersebut batal demi hukum karena tidak cermat, tidak jelas,
dan tidak lengkap. Surat dakwaan dapat dikatakan cermat, jelas dan lengkap apabila
menguraikan dan memberi gambaran secara secara utuh tentang, tindak pidana yang dilakukan,
siapa yang melakukan tindak pidana tersebut, dimana tindak pidana dilakukan, bilamana/kapan
tindak pidana dilakukan, bagaimana tindak pidana dilakuka, akibat apa yang ditimbulkan tindak
pidana tersebut (delik materil), apakah yang mendorong terdakwa melakukan tindak pidana
tersebut (delik-delik tertentu), ketentuan-ketentuan pidana yang diterapkan. Implikasi surat
dakwaan yang tidak cermat, jelas dan lengkap terhadap kelanjutan pokok perkara adalah
perkara tidak dilanjutkan terhadap proses selanjutnya apabila keberatan dari penasihat hukum
diterima oleh hakim, sebaliknya dalam hal tidak diterima atau hakim berpendapat hal tersebut
baru dapat diputus setelah selesai pemeriksaan, maka sidang tetap dilanjutkan”.

Anda mungkin juga menyukai