Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam hidup sehari-hari, manusia tidak terpisah dengan makhluk
lainnya baik hewan, tumbuhan maupun benda-benda mikroskopik seperti
debu, tungau, serbuk bunga sampai berbagai makanan yang kita konsumsi
sehari-hari seperti susu, telur, kacang-kacangan dan seafood.
Alergi merupakan suatu reaksi abnormal yang terjadi di tubuh akibat
masuknya suatu zat asing. Zat asing yang dinamakan alergen tersebut masuk
ke dalam tubuh melalui saluran nafas (inhalan) seperti debu, tungau, serbuk
bunga. Alergen juga dapat masuk melalui saluran percernaan (ingestan)
seperti susu, telur, kacang-kacangan dan seafood. Di samping itu juga dikenal
alergen kontak yang menempel pada kulit seperti komestik dan perhiasan.
Saat alergen masuk ke dalam tubuh, sistem imunitas atau kekebalan
tubuh bereaksi secara berlebihan dengan membuat antibodi yang disebut
Imunoglobulin E. Imunoglobulin E tersebut kemudian menempel pada sel
mast (mast cell). Pada tahap berikutnya, alergen akan mengikat
Imunoglobulin E yang sudah menempel pada sel mast. Ikatan tersebut
memicu pelepasan senyawa Histamin dalam darah. Peningkatan Histamin
menstimulasi rasa gatal melalui mediasi ujung saraf sensorik. Senyawa
Histamin yang teramat banyak juga bisa disebabkan oleh stress dan depresi.
Pengobatan gatal-gatal karena alergi dilakukan dengan jalan
pemberian obat antihistamin yang banyak dijual secara bebas. Sesungguhnya
pemakaian obat antihistamin hanya menghilangkan gejala alergi dan
menghindari serangan yang lebih besar di masa mendatang, tidak
menyembuhkan alergi. Jika penderita kontak lagi dengan alergen, maka alergi
akan muncul kembali.

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut :
1. Apa pengertian dari antihistamin ?
2. Apa saja penggolongan antihistamin ?
3. Bagaimana cara kerja antihistamin dalam tubuh ?
4. Apa saja obat-obatan antihistamin ?
5. Bagaimana indikasi, kontraindikasi dan efek samping antihistamin ?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian antihistamin
2. Untuk mengetahui penggolongan antihistamin
3. Untuk mengetahui cara kerja antihistamin dalam tubuh
4. Untuk mengetahui macam-macam obat antihistamin
5. Untuk mengetahui indikasi, kontraindikasi dan efek samping antihistamin

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Antihistamin adalah zat zat yang dapat mengurangi atau menghalagi efek
histamin terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor histamin
(penghambatan saingan) pada awalnya hanya di kenal 1 tipe
antihistaminikum, tetapi setelah ditemukannya jenis reseptor kusus pada
tahun 1972, yang disebut reseptor H2, maka secara farmakologis reseptor
histamine dapat di bagi dalam 2 tipe yaitu reseptor H1 dan reseptor H2 (Hoan
Tjai, 2006).
Antihistamin (antagonis histamin) adalah zat yang mampu mencegah
penglepasan atau kerja histamin. Istilah antihistamin dapat digunakan untuk
menjelaskan antagonis histamin yang mana pun, namun seringkali istilah ini
digunakan untuk merujuk kepada antihistamin klasik yang bekerja pada
reseptor histamin H1.
Antihistamin ini biasanya digunakan untuk mengobati reaksi alergi, yang
disebabkan oleh tanggapan berlebihan tubuh terhadap alergen (penyebab
alergi), seperti serbuk sari tanaman. Reaksi alergi ini menunjukkan pelepasan
histamin dalam jumlah signifikan di tubuh.
Antihistamin adalah obat atau komponen obat yang berfungsi untuk
menghalangi kerja zat histamin dan dipakai khususnya untuk mengobati
alergi. Antihistamin biasa digunakan untuk mengobati rhinitis, alergi
musiman, reaksi alergi akibat sengatan serangga, pruritus dengan gejala gatal,
dan urtikaria atau biduran, alergi mata, dan alergi makanan. Selain itu,
antihistamin juga bisa digunakan sebagai obat darurat untuk mengatasi
anafilaksis (anafilaktik) atau reaksi alergi yang tergolong berat dan
mematikan. Tidak hanya alergi, antihistamin juga kerap digunakan untuk
mengatasi gejala mual atau muntah yang biasanya diakibatkan oleh mabuk
kendaraan.

3
Tentang Antihistamin
Golongan Antialergi
Kategori Obat resep
Manfaat Mengatasi reaksi-reaksi akibat alergi, seperti gatal-
gatal, bersin-bersin, pilek, mata bengkak akibat
paparan debu, gigitan serangga, makanan, dan
cuaca.

Mengatasi mual dan muntah.

Dikonsumsi oleh Dewasa dan anak-anak (batasan usia anak berbeda-


beda untuk tiap jenis obat)
Bentuk obat Tablet, kapsul, krim atau gel, dan cairan yang
dihirup

2.2 Penggolongan Antihistamin


Antihistamin dapat digolongkan menurut struktur kimianya sebagai
berikut  :
1. Persenyawaan-persenyawaan aminoalkileter (dalam rumus umum
X = O) difenhidramin dan turunan-turunannya; klorfenoksamin
(Systral), karbinoksamin (Rhinopront), feniltoloksamin dalam
Codipront. Persenyawaan-persenyawaan ini memiliki daya kerja
seperti atropin dan bekerja depresif terhadap susunan saraf pusat.
Efek sampingannya: mulut kering, gangguan penglihatan dan
perasaan mengantuk.
2. Persenyawaan-persenyawaan alkilendiamin (X = N) tripelenamin,
antazolin, klemizol dan mepiramin. Kegiatan depresif dari
persenyawaan ini terhadap susunan saraf pusat hanya lemah. Efek
sampingannya: gangguan lambung usus dan perasaan lesu.
3. Persenyawaan-persenyawaan alkilamin (X = C) feniramin dan
turunan-turunannya, tripolidin.   Didalam kelompok

4
antihistaminika ini terdapat zat-zat yang memiliki kegiatan
merangsang maupun depresif terhadap susunan saraf pusat.
4. Persenyawaan-persenyawaan piperazin: siklizin dan turunan-
turunannya, sinarizin. Pada percobaan binatang beberapa
persenyawaan dari kelompok ini ternyata memiliki kegiatan
teratogen, yang berkaitan dengan struktur siklis etilaminnya.
Walaupun sifat teratogen ini tidak dapat dibuktikan pada manusia,
namun sebaiknya obat-obat demikian tidak diberikan pada wanita
hamil.
Sebelumnya antihistamin dikelompokkan menjadi 6 grup berdasarkan
struktur kimia, yakni etanolamin, etilendiamin, alkilamin, piperazin,
piperidin, dan fenotiazin. Penemuan antihistamin baru yang ternyata kurang
bersifat sedatif, akhirnya menggeser popularitas penggolongan ini.
Antihistamin kemudian lebih dikenal dengan penggolongan baru atas dasar
efek sedatif yang ditimbulkan, yakni generasi pertama, kedua, dan ketiga.
Generasi pertama dan kedua berbeda dalam dua hal yang signifikan.
Generasi pertama lebih menyebabkan sedasi dan menimbulkan efek
antikolinergik yang lebih nyata. Hal ini dikarenakan generasi pertama kurang
selektif dan mampu berpenetrasi pada sistem saraf pusat (SSP) lebih besar
dibanding generasi kedua. Sementara itu, generasi kedua lebih banyak dan
lebih kuat terikat dengan protein plasma, sehingga mengurangi
kemampuannya melintasi otak.
Sedangkan generasi ketiga merupakan derivat dari generasi kedua, berupa 
metabolit (desloratadine dan fexofenadine)  dan enansiomer (levocetirizine).
Pencarian generasi ketiga ini dimaksudkan untuk memperoleh profil
antihistamin yang lebih baik dengan efikasi tinggi serta efek samping lebih
minimal. Faktanya, fexofenadine memang memiliki risiko aritmia jantung
yang lebih rendah dibandingkan obat induknya, terfenadine. Demikian juga
dengan levocetirizine atau desloratadine, tampak juga lebih baik
dibandingkan dengan cetrizine atau loratadine.

5
Pengelompokan berdasarkan sasaran kerjanya terhadap reseptor histamine:
 Antagonis Reseptor Histamin H1
Secara klinis digunakan untuk mengobati alergi. Contoh obatnya
adalah: difenhidramina,loratadina, desloratadina, meclizine, quetiapine (kh
asiat antihistamin merupakan efek samping dari obat antipsikotik ini),
dan prometazina.
 Antagonis Reseptor Histamin H2
Reseptor histamin H2 ditemukan di sel-sel parietal. Kinerjanya adalah
meningkatkan sekresi asam lambung. Dengan demikian antagonis reseptor
H2 (antihistamin H2) dapat digunakan untuk mengurangi sekresi asam
lambung, serta dapat pula dimanfaatkan untuk menangani peptic ulcer dan
penyakit refluks gastroesofagus. Contoh obatnya
adalah simetidina, famotidina, ranitidina,nizatidina, roxatidina,dan lafutidi
na.
 Antagonis Reseptor Histamin H3
Antagonis H3 memiliki khasiat sebagai stimulan dan memperkuat
kemampuan kognitif. Penggunaannya sedang diteliti untuk mengobati
penyakit Alzheimer's, dan schizophrenia. Contoh obatnya
adalah ciproxifan, dan clobenpropit.
 Antagonis Reseptor Histamin H4
Memiliki khasiat imunomodulator, sedang diteliti khasiatnya sebagai
antiinflamasi dan analgesik. Contohnya adalah tioperamida.
Beberapa obat lainnya juga memiliki khasiat antihistamin. Contohnya
adalah obat antidepresan trisiklik dan antipsikotik. Prometazina adalah obat
yang awalnya ditujukan sebagai antipsikotik, namun kini digunakan sebagai
antihistamin. Senyawa-senyawa lain seperti cromoglicate dan nedocromil,
mampu mencegah penglepasan histamin dengan cara menstabilkan sel mast,
sehingga mencegah degranulasinya.

6
2.3 Cara kerja antihistamin dalam tubuh
Antihistamin bekerja dengan cara memblokir zat histamin yang diproduksi
tubuh. Sebenarnya zat histamin berfungsi melawan virus atau bakteri yang
masuk ke tubuh. Ketika histamin melakukan perlawanan, tubuh akan
mengalami peradangan. Namun pada orang yang mengalami alergi, kinerja
histamin menjadi kacau karena zat kimia ini tidak lagi bisa membedakan
objek yang berbahaya dan objek yang tidak berbahaya bagi tubuh, misalnya
debu, bulu binatang, atau makanan. Alhasil, tubuh tetap mengalami
peradangan atau reaksi alergi ketika objek tidak berbahaya itu masuk ke
tubuh.
Pemberian antihistamin H1 secara oral bisa diabsorpsi dengan baik dan
mencapai konsentrasi puncak plasma rata-rata dalam 2 jam. Ikatan dengan
protein plasma berkisar antara 78-99%. Sebagian besar antihistamin H1
dimetabolisme melalui hepatic microsomal mixed-function oxygenase
system. Konsentrasi plasma yang relatif rendah setelah pemberian dosis
tunggal menunjukkan kemungkinan terjadi efek lintas pertama oleh hati.
Waktu paruh antihistamin H1 sangat bervariasi. Klorfeniramin memiliki
waktu paruh cukup panjang sekitar 24 jam, sedang akrivastin hanya 2 jam.
Waktu paruh metabolit aktif juga sangat berbeda jauh dengan obat induknya,
seperti  astemizole 1,1 hari sementara metabolit aktifnya, N-
desmethylastemizole, memiliki waktu paruh 9,5 hari. Hal inilah yang
mungkin menjelaskan kenapa efek antihistamin H1 rata-rata masih eksis
meski kadarnya dalam darah sudah tidak terdeteksi lagi. Waktu paruh
beberapa antihistamin H1 menjadi lebih pendek pada anak dan jadi lebih
panjang pada orang tua, pasien disfungsi hati, dan pasien yang menerima 
ketokonazol, eritromisin, atau penghambat  microsomal oxygenase lainnya.

2.4 Macam-macam obat antihistamin

7
Nama obat antihistamin Dosis

Acrivastine Dosis untuk kelompok usia 12-65 tahun adalah 8 mg


sebanyak satu kali sehari. Jika diperlukan, dosis bisa
ditingkatkan menjadi tiga kali sehari.

Alimemazine Dosis untuk dewasa adalah 10 mg sebanyak dua


hingga tiga kali sehari. Untuk lansia, dosis tetap 10
mg, namun harus diturunkan menjadi satu kali
hingga dua kali sehari. Untuk anak-anak usia 2
tahun ke atas disarankan menggunakan bentuk sirop
dengan dosis 1,7-3,3 ml sebanyak tiga hingga empat
kali sehari.

Azatadine Dosis untuk dewasa adalah 1-2 mg sebanyak dua


hingga tiga kali sehari. Dosis untuk anak usia 12
tahun ke atas adalah 0,5-1 mg sebanyak dua kali
sehari. Dokter akan memberi dosis untuk anak usia
4-12 tahun sesuai berat badan masing-masing
pasien.

Brompheniramine Dosis untuk anak usia di atas 12 tahun adalah 4 mg


sebanyak 4-6 kali sehari. Dosis untuk anak usia 6-12
tahun adalah 2 mg sebanyak 4-6 kali sehari.
Sedangkan dosis untuk anak-anak usia 4-6 tahun
adalah 1 mg sebanyak 4-6 kali sehari.

Cetirizine Dosis untuk anak usia 12 tahun ke atas sampai


dewasa (serta lansia yang tidak memiliki masalah
pada ginjal) adalah 10 mg sebanyak satu kali sehari.
Sedangkan dosis untuk anak usia 6-12 tahun adalah
5 mg sebanyak dua kali sehari.

Chlorphenamine Dosis untuk anak usia 12 tahun ke atas adalah 4 mg

8
sebanyak 4-6 kali sehari. Sedangkan dosis untuk
anak usia 6-12 tahun dan lansia adalah 2 mg
sebanyak 4-6 kali sehari.

Clemastine Dosis untuk dewasa adalah 1 mg sebanyak dua kali


sehari. Untuk anak usia 6-12 tahun adalah 0,5-1 mg
sebanyak dua kali sehari. Untuk anak usia 3-6 tahun
adalah 0,5 mg sebanyak dua kali sehari. Sedangkan
untuk anak usia 1-3 tahun adalah 0,25-0,5 mg
sebanyak dua kali sehari.

Cyproheptadine Dosis untuk anak usia 14 tahun ke atas adalah 4 mg


sebanyak tiga kali sehari. Untuk anak usia 6-14
tahun adalah 4 mg sebanyak 2-3 kali sehari.
Sedangkan untuk anak usia 4-6 tahun adalah 2 mg
sebanyak 2-3 kali sehari.

Desloratadine Dosis untuk anak usia 12 tahun ke atas adalah 5 mg


sebanyak satu kali sehari. Dokter akan memberi
dosis untuk anak usia 4-12 tahun sesuai berat badan
masing-masing pasien.

Dexchlorpheniramine Dosis untuk anak usia 12 tahun ke atas adalah 2 mg


sebanyak 4-6 kali sehari. Untuk anak usia 5-12
tahun adalah 1 mg sebanyak 4-6 kali sehari.
Sedangkan untuk anak usia 4-5 tahun adalah 0,5 mg
sebanyak 4-6 kali sehari.

Dimenhydrinate Dosis untuk anak usia 12 tahun ke atas adalah 50-


100 mg sebanyak 4-6 kali sehari. Untuk anak usia 6-
11 tahun adalah 25-50 mg sebanyak 3-4 kali sehari.
Sedangkan untuk anak usia 2-5 tahun adalah 12,5-25
mg sebanyak 3-4 kali sehari.

9
Diphenhydramine Dosis untuk anak usia 16 tahun ke atas dan lansia
yang tidak memiliki penyakit pikun adalah 50 mg
sebanyak satu kali sehari.

Doxylamine Dosis untuk anak usia 12 tahun ke atas adalah 25-50


mg sebanyak 4-6 kali sehari. Untuk anak usia 6-12
tahun adalah 12,5-25 mg sebanyak 4-6 kali sehari.
Dokter akan memberi dosis untuk anak usia 4-6
tahun sesuai berat badan masing-masing pasien.

Fexofenadine Dosis untuk anak usia 12 tahun ke atas adalah 120


mg sebanyak satu kali sehari.

Hydroxyzine Dosis untuk orang dewasa adalah 25 mg per hari.


Jika diperlukan, dosis bisa ditingkatkan menjadi 25
mg sebanyak 3-4 kali sehari. Dokter akan
menyesuaikan dosis untuk bayi antara usia enam
bulan sampai enam tahun dengan berat badan
masing-masing pasien.

Ketotifen Dosis untuk anak usia tiga tahun ke atas adalah 1


kali tetes pada mata yang mengalami peradangan.
Penetesan harus dilakukan dua kali dalam sehari.

Levocetirizine Dosis untuk anak usia lima tahun ke atas adalah 5


mg sebanyak satu kali sehari.

Loratadine Dosis untuk anak usia 12 tahun ke atas adalah 10 mg


sebanyak satu kali sehari. Dokter akan memberi
dosis untuk anak usia 2-12 tahun sesuai berat badan
masing-masing pasien.

Mizolastine Dosis untuk anak usia 12 tahun ke atas dan lansia


adalah 10 mg sebanyak satu kali sehari.

10
Phenindamine Dosis untuk anak usia 12 tahun ke atas adalah 25 mg
sebanyak 4-6 kali sehari. Untuk anak usia 6-12
tahun adalah 12,5 mg sebanyak 4-6 kali sehari.
Dokter akan memberi dosis untuk anak usia 4-6
tahun sesuai berat badan masing-masing pasien.

Promethazine Dosis untuk anak usia 10 tahun ke atas sampai


dewasa adalah 10 mg sebanyak dua kali sehari. Jika
diperlukan dosis bisa ditingkatkan menjadi 20 mg
sebanyak tiga kali sehari. Untuk dosis anak usia 5-
10 tahun adalah 10-20 mg per hari. Dokter akan
memberi dosis untuk anak usia 2-5 tahun sesuai
berat badan masing-masing pasien.

2.5 Indikasi, kontraindikasi dan efek samping antihistamin


 Indikasi
Antihistamin generasi pertama di-approve untuk mengatasi
hipersensitifitas, reaksi tipe I yang mencakup rhinitis alergi musiman atau
tahunan, rhinitis vasomotor, alergi konjunktivitas, dan urtikaria. Agen ini
juga bisa digunakan sebagai terapi anafilaksis adjuvan. Difenhidramin,
hidroksizin, dan prometazin memiliki indikasi lain disamping untuk reaksi
alergi. Difenhidramin digunakan sebagai antitusif, sleep aid, anti-
parkinsonism atau motion sickness. Hidroksizin bisa digunakan sebagai
pre-medikasi atau sesudah anestesi umum, analgesik adjuvan pada pre-
operasi atau prepartum, dan sebagai anti-emetik. Prometazin digunakan
untuk motion sickness, pre- dan postoperative atau obstetric sedation.
 Kontraindikasi
Antihistamin generasi pertama: hipersensitif terhadap antihistamin
khusus atau terkait secara struktural, bayi baru lahir atau premature, ibu
menyusui, narrow-angle glaucoma, stenosing peptic ulcer, hipertropi
prostat simptomatik, bladder neck obstruction,

11
penyumbatan pyloroduodenal, gejala saluran napas atas (termasuk asma),
pasien yang menggunakan monoamine oxidase inhibitor (MAOI), dan 
pasien tua. Antihistamin generasi kedua dan ketiga : hipersensitif terhadap
antihistamin khusus atau terkait secara struktural.
 Efek samping
Sama seperti obat-obat lain, antihistamin juga berpotensi menyebabkan
efek samping. Beberapa efek samping yang mungkin umum terjadi setelah
mengkonsumsi obat antialergi ini adalah:
 Mengantuk
 Mulut kering atau disfagia
 Pusing
 Sakit kepala
 Nyeri perut
 Sulit buang air kecil
 Mudah marah
 Penglihatan kabur
 Bagi wanita hamil atau sedang menyusui, sesuaikan jenis dan dosis
antihistamin dengan anjuran dokter.
 Bagi anak-anak, penggunaan tiap-tiap jenis obat antihistamin berbeda-
beda dan disesuaikan dengan usia.
 Harap berhati-hati bagi penderita gangguan ginjal, gangguan hati,
tukak lambung, obstruksi usus, infeksi saluran kemih, pembengkakan
prostat, dan glaukoma.
 Apabila Anda diresepkan obat antihistamin golongan pertama, hindari
mengonsumsi zat alkohol atau minuman beralkohol karena dapat
memperparah efek rasa kantuk.
 Jangan menggunakan antihistamin bersamaan dengan obat-obatan
lainnya termasuk produk herba tanpa petunjuk dari dokter karena
dikhawatirkan dapat menyebabkan efek samping yang membahayakan
(misalnya dosis yang berubah menjadi sangat tinggi apabila kita

12
mengonsumsi salah satu jenis antihistamin berbarengan dengan
dekongestan, parasetamol, atau jenis antihistamin lainnya).
 Jika terjadi reaksi alergi atau overdosis saat menggunakan suatu jenis
obat antihistamin, segera temui dokter.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

13
Antihistamin (antagonis histamin) adalah zat yang mampu mencegah
penglepasan atau kerja histamin. Istilah antihistamin dapat digunakan untuk
menjelaskan antagonis histamin yang mana pun, namun seringkali istilah ini
digunakan untuk merujuk kepada antihistamin klasik yang bekerja pada reseptor
histamin H1. Antihistamin ini biasanya digunakan untuk mengobati reaksi alergi,
yang disebabkan oleh tanggapan berlebihan tubuh terhadap alergen (penyebab
alergi), seperti serbuk sari tanaman. Reaksi alergi ini menunjukkan penglepasan
histamin dalam jumlah signifikan di tubuh.

3.2. Saran
Kita harus lebih mampu belajar dalam kehidupan keperawatan yang luas,
agar kita mendapatkan wawasan yang luas, pada dasarnya kita harus ditengah-
tengah masyarakat, oleh karena itu jangan lupa masalah yang timbul dalam
keperawatan kita sebagai bahan untuk mengasah kita untuk memecahakan suatu
masalah, dan kita harus bisa menyelesaikan masalah itu dengan sesegera
mungkin.

DAFTAR PUSTAKA

Tan, Hoan Tjai.  2007. Obat-obat Penting..Jakarta: PT. Gramedia

14
Sukandar, Elin Yulinah, 2008. ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT. ISFI

Brooks, Geo F. Butel, Janet S. Morse, Stephen A. 2005. Mikrobiologi Kedokteran

Edisi 21. Jakarta: Salemba Medika.

Anang Endaryanto, Ariyanto Harsono, 2011. Prospek Probiotik dalam

pencegahan alergi melalui induksi aktif toleransi imunologis: Divisi

Alergi Imunologi: Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK-Unair/RSU

Dr.Soetomo  Surabaya

http://www.alodokter.com/antihistamin

15

Anda mungkin juga menyukai