PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut :
1. Apa pengertian dari antihistamin ?
2. Apa saja penggolongan antihistamin ?
3. Bagaimana cara kerja antihistamin dalam tubuh ?
4. Apa saja obat-obatan antihistamin ?
5. Bagaimana indikasi, kontraindikasi dan efek samping antihistamin ?
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Antihistamin adalah zat zat yang dapat mengurangi atau menghalagi efek
histamin terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor histamin
(penghambatan saingan) pada awalnya hanya di kenal 1 tipe
antihistaminikum, tetapi setelah ditemukannya jenis reseptor kusus pada
tahun 1972, yang disebut reseptor H2, maka secara farmakologis reseptor
histamine dapat di bagi dalam 2 tipe yaitu reseptor H1 dan reseptor H2 (Hoan
Tjai, 2006).
Antihistamin (antagonis histamin) adalah zat yang mampu mencegah
penglepasan atau kerja histamin. Istilah antihistamin dapat digunakan untuk
menjelaskan antagonis histamin yang mana pun, namun seringkali istilah ini
digunakan untuk merujuk kepada antihistamin klasik yang bekerja pada
reseptor histamin H1.
Antihistamin ini biasanya digunakan untuk mengobati reaksi alergi, yang
disebabkan oleh tanggapan berlebihan tubuh terhadap alergen (penyebab
alergi), seperti serbuk sari tanaman. Reaksi alergi ini menunjukkan pelepasan
histamin dalam jumlah signifikan di tubuh.
Antihistamin adalah obat atau komponen obat yang berfungsi untuk
menghalangi kerja zat histamin dan dipakai khususnya untuk mengobati
alergi. Antihistamin biasa digunakan untuk mengobati rhinitis, alergi
musiman, reaksi alergi akibat sengatan serangga, pruritus dengan gejala gatal,
dan urtikaria atau biduran, alergi mata, dan alergi makanan. Selain itu,
antihistamin juga bisa digunakan sebagai obat darurat untuk mengatasi
anafilaksis (anafilaktik) atau reaksi alergi yang tergolong berat dan
mematikan. Tidak hanya alergi, antihistamin juga kerap digunakan untuk
mengatasi gejala mual atau muntah yang biasanya diakibatkan oleh mabuk
kendaraan.
3
Tentang Antihistamin
Golongan Antialergi
Kategori Obat resep
Manfaat Mengatasi reaksi-reaksi akibat alergi, seperti gatal-
gatal, bersin-bersin, pilek, mata bengkak akibat
paparan debu, gigitan serangga, makanan, dan
cuaca.
4
antihistaminika ini terdapat zat-zat yang memiliki kegiatan
merangsang maupun depresif terhadap susunan saraf pusat.
4. Persenyawaan-persenyawaan piperazin: siklizin dan turunan-
turunannya, sinarizin. Pada percobaan binatang beberapa
persenyawaan dari kelompok ini ternyata memiliki kegiatan
teratogen, yang berkaitan dengan struktur siklis etilaminnya.
Walaupun sifat teratogen ini tidak dapat dibuktikan pada manusia,
namun sebaiknya obat-obat demikian tidak diberikan pada wanita
hamil.
Sebelumnya antihistamin dikelompokkan menjadi 6 grup berdasarkan
struktur kimia, yakni etanolamin, etilendiamin, alkilamin, piperazin,
piperidin, dan fenotiazin. Penemuan antihistamin baru yang ternyata kurang
bersifat sedatif, akhirnya menggeser popularitas penggolongan ini.
Antihistamin kemudian lebih dikenal dengan penggolongan baru atas dasar
efek sedatif yang ditimbulkan, yakni generasi pertama, kedua, dan ketiga.
Generasi pertama dan kedua berbeda dalam dua hal yang signifikan.
Generasi pertama lebih menyebabkan sedasi dan menimbulkan efek
antikolinergik yang lebih nyata. Hal ini dikarenakan generasi pertama kurang
selektif dan mampu berpenetrasi pada sistem saraf pusat (SSP) lebih besar
dibanding generasi kedua. Sementara itu, generasi kedua lebih banyak dan
lebih kuat terikat dengan protein plasma, sehingga mengurangi
kemampuannya melintasi otak.
Sedangkan generasi ketiga merupakan derivat dari generasi kedua, berupa
metabolit (desloratadine dan fexofenadine) dan enansiomer (levocetirizine).
Pencarian generasi ketiga ini dimaksudkan untuk memperoleh profil
antihistamin yang lebih baik dengan efikasi tinggi serta efek samping lebih
minimal. Faktanya, fexofenadine memang memiliki risiko aritmia jantung
yang lebih rendah dibandingkan obat induknya, terfenadine. Demikian juga
dengan levocetirizine atau desloratadine, tampak juga lebih baik
dibandingkan dengan cetrizine atau loratadine.
5
Pengelompokan berdasarkan sasaran kerjanya terhadap reseptor histamine:
Antagonis Reseptor Histamin H1
Secara klinis digunakan untuk mengobati alergi. Contoh obatnya
adalah: difenhidramina,loratadina, desloratadina, meclizine, quetiapine (kh
asiat antihistamin merupakan efek samping dari obat antipsikotik ini),
dan prometazina.
Antagonis Reseptor Histamin H2
Reseptor histamin H2 ditemukan di sel-sel parietal. Kinerjanya adalah
meningkatkan sekresi asam lambung. Dengan demikian antagonis reseptor
H2 (antihistamin H2) dapat digunakan untuk mengurangi sekresi asam
lambung, serta dapat pula dimanfaatkan untuk menangani peptic ulcer dan
penyakit refluks gastroesofagus. Contoh obatnya
adalah simetidina, famotidina, ranitidina,nizatidina, roxatidina,dan lafutidi
na.
Antagonis Reseptor Histamin H3
Antagonis H3 memiliki khasiat sebagai stimulan dan memperkuat
kemampuan kognitif. Penggunaannya sedang diteliti untuk mengobati
penyakit Alzheimer's, dan schizophrenia. Contoh obatnya
adalah ciproxifan, dan clobenpropit.
Antagonis Reseptor Histamin H4
Memiliki khasiat imunomodulator, sedang diteliti khasiatnya sebagai
antiinflamasi dan analgesik. Contohnya adalah tioperamida.
Beberapa obat lainnya juga memiliki khasiat antihistamin. Contohnya
adalah obat antidepresan trisiklik dan antipsikotik. Prometazina adalah obat
yang awalnya ditujukan sebagai antipsikotik, namun kini digunakan sebagai
antihistamin. Senyawa-senyawa lain seperti cromoglicate dan nedocromil,
mampu mencegah penglepasan histamin dengan cara menstabilkan sel mast,
sehingga mencegah degranulasinya.
6
2.3 Cara kerja antihistamin dalam tubuh
Antihistamin bekerja dengan cara memblokir zat histamin yang diproduksi
tubuh. Sebenarnya zat histamin berfungsi melawan virus atau bakteri yang
masuk ke tubuh. Ketika histamin melakukan perlawanan, tubuh akan
mengalami peradangan. Namun pada orang yang mengalami alergi, kinerja
histamin menjadi kacau karena zat kimia ini tidak lagi bisa membedakan
objek yang berbahaya dan objek yang tidak berbahaya bagi tubuh, misalnya
debu, bulu binatang, atau makanan. Alhasil, tubuh tetap mengalami
peradangan atau reaksi alergi ketika objek tidak berbahaya itu masuk ke
tubuh.
Pemberian antihistamin H1 secara oral bisa diabsorpsi dengan baik dan
mencapai konsentrasi puncak plasma rata-rata dalam 2 jam. Ikatan dengan
protein plasma berkisar antara 78-99%. Sebagian besar antihistamin H1
dimetabolisme melalui hepatic microsomal mixed-function oxygenase
system. Konsentrasi plasma yang relatif rendah setelah pemberian dosis
tunggal menunjukkan kemungkinan terjadi efek lintas pertama oleh hati.
Waktu paruh antihistamin H1 sangat bervariasi. Klorfeniramin memiliki
waktu paruh cukup panjang sekitar 24 jam, sedang akrivastin hanya 2 jam.
Waktu paruh metabolit aktif juga sangat berbeda jauh dengan obat induknya,
seperti astemizole 1,1 hari sementara metabolit aktifnya, N-
desmethylastemizole, memiliki waktu paruh 9,5 hari. Hal inilah yang
mungkin menjelaskan kenapa efek antihistamin H1 rata-rata masih eksis
meski kadarnya dalam darah sudah tidak terdeteksi lagi. Waktu paruh
beberapa antihistamin H1 menjadi lebih pendek pada anak dan jadi lebih
panjang pada orang tua, pasien disfungsi hati, dan pasien yang menerima
ketokonazol, eritromisin, atau penghambat microsomal oxygenase lainnya.
7
Nama obat antihistamin Dosis
8
sebanyak 4-6 kali sehari. Sedangkan dosis untuk
anak usia 6-12 tahun dan lansia adalah 2 mg
sebanyak 4-6 kali sehari.
9
Diphenhydramine Dosis untuk anak usia 16 tahun ke atas dan lansia
yang tidak memiliki penyakit pikun adalah 50 mg
sebanyak satu kali sehari.
10
Phenindamine Dosis untuk anak usia 12 tahun ke atas adalah 25 mg
sebanyak 4-6 kali sehari. Untuk anak usia 6-12
tahun adalah 12,5 mg sebanyak 4-6 kali sehari.
Dokter akan memberi dosis untuk anak usia 4-6
tahun sesuai berat badan masing-masing pasien.
11
penyumbatan pyloroduodenal, gejala saluran napas atas (termasuk asma),
pasien yang menggunakan monoamine oxidase inhibitor (MAOI), dan
pasien tua. Antihistamin generasi kedua dan ketiga : hipersensitif terhadap
antihistamin khusus atau terkait secara struktural.
Efek samping
Sama seperti obat-obat lain, antihistamin juga berpotensi menyebabkan
efek samping. Beberapa efek samping yang mungkin umum terjadi setelah
mengkonsumsi obat antialergi ini adalah:
Mengantuk
Mulut kering atau disfagia
Pusing
Sakit kepala
Nyeri perut
Sulit buang air kecil
Mudah marah
Penglihatan kabur
Bagi wanita hamil atau sedang menyusui, sesuaikan jenis dan dosis
antihistamin dengan anjuran dokter.
Bagi anak-anak, penggunaan tiap-tiap jenis obat antihistamin berbeda-
beda dan disesuaikan dengan usia.
Harap berhati-hati bagi penderita gangguan ginjal, gangguan hati,
tukak lambung, obstruksi usus, infeksi saluran kemih, pembengkakan
prostat, dan glaukoma.
Apabila Anda diresepkan obat antihistamin golongan pertama, hindari
mengonsumsi zat alkohol atau minuman beralkohol karena dapat
memperparah efek rasa kantuk.
Jangan menggunakan antihistamin bersamaan dengan obat-obatan
lainnya termasuk produk herba tanpa petunjuk dari dokter karena
dikhawatirkan dapat menyebabkan efek samping yang membahayakan
(misalnya dosis yang berubah menjadi sangat tinggi apabila kita
12
mengonsumsi salah satu jenis antihistamin berbarengan dengan
dekongestan, parasetamol, atau jenis antihistamin lainnya).
Jika terjadi reaksi alergi atau overdosis saat menggunakan suatu jenis
obat antihistamin, segera temui dokter.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
13
Antihistamin (antagonis histamin) adalah zat yang mampu mencegah
penglepasan atau kerja histamin. Istilah antihistamin dapat digunakan untuk
menjelaskan antagonis histamin yang mana pun, namun seringkali istilah ini
digunakan untuk merujuk kepada antihistamin klasik yang bekerja pada reseptor
histamin H1. Antihistamin ini biasanya digunakan untuk mengobati reaksi alergi,
yang disebabkan oleh tanggapan berlebihan tubuh terhadap alergen (penyebab
alergi), seperti serbuk sari tanaman. Reaksi alergi ini menunjukkan penglepasan
histamin dalam jumlah signifikan di tubuh.
3.2. Saran
Kita harus lebih mampu belajar dalam kehidupan keperawatan yang luas,
agar kita mendapatkan wawasan yang luas, pada dasarnya kita harus ditengah-
tengah masyarakat, oleh karena itu jangan lupa masalah yang timbul dalam
keperawatan kita sebagai bahan untuk mengasah kita untuk memecahakan suatu
masalah, dan kita harus bisa menyelesaikan masalah itu dengan sesegera
mungkin.
DAFTAR PUSTAKA
14
Sukandar, Elin Yulinah, 2008. ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT. ISFI
Dr.Soetomo Surabaya
http://www.alodokter.com/antihistamin
15