Referat Dermatitis Kontak Iritan - Yulia Arfianti Levina - 112018080
Referat Dermatitis Kontak Iritan - Yulia Arfianti Levina - 112018080
Ditujukan untuk memenuhi syarat menempuh ujian Kepaniteraan di bagian Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Dokter Pembimbing:
dr. Antoni Miftah, Sp. KK
Disusun oleh:
Yulia Arfianti Levina 112018080
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA POLDA LAMPUNG
PERIODE 19 APRIL - 8 MEI 2021
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
berlebih, memakai kaus kaki yang mengandung serat sintetis atau sepatu kets, sepatu
karet, atau sepatu bersol karet untuk waktu yang lama. Hal ini menyebabkan erupsi
pada jari-jari kaki dan area antar jaringan. Daerah-daerah ini dapat dengan mudah
menjadi eksim dan terinfeksi. Infeksi paronikia dan perubahan kuku distrofi pada
kasus yang terabaikan tidak jarang terjadi. Batubara, batu, debu batu, debu kimiawi,
debu semen, dan debu gergaji (dari jati, rosewood) menyebabkan dermatitis dan
likenifikasi.1
2.2. Epidemiologi
DKI dapat dialami oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras, dan jenis
kelamin.6 Persentase kasus yang mengalami DKI sebanyak 80%, dan sisanya
disebabkan oleh DKA sebanyak 20%.2 Jumlah orang yang mengalami DKI diperkirakan
cukup banyak, terutama yang berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja), namun
angka secara tepat sulit diketahui. Hal ini karena banyak pasien dengan kelainan ringan
tidak datang berobat, atau bahkan tidak mengeluh.6
2.3. Patogenesis dan Manifestasi Klinis
DKI disebabkan oleh efek toksik langsung dari suatu iritan pada keratinosit
epidermal yang mengakibatkan terganggunya skin barrier dan memicu sistem imun
bawaan. Iritan dapat secara langsung meracuni keratinosit epidermal, seperti natrium
lauril sulfat yang ditemukan dalam deterjen. Selain itu, aseton (pelarut organik), dapat
menyebabkan gangguan pada barrier epitel dengan hilangnya lipid. Sehingga dapat
terjadi peningkatan permeabilitas iritan dan peningkatan TEWL. Cedera epitel kronis,
biasanya pada paparan berulang terhadap iritan lemah (sabun, air), memicu respon imun
bawaan dengan pelepasan beberapa jaringan proinflamasi, seperti IL-1α, IL-1β, TNF-α,
GM-CSF, IL-6, dan IL-8 dari keratinosit. Kemudian, sitokin ini mengaktifkan sel
Langerhan, sel dendritik dermal, dan sel endotel. Iritan juga dapat dikenali sebagai
“danger sinyal” oleh TLRs dan Nod-like receptors yang mengaktifkan jalur
inflammasome dan NF-κB (Nuclear Factor Kappa). Sel-sel ini kemudian melepaskan
kemokin yang membawa neutrofil, limfosit, makrofag, dan sel mast ke epidermis
sehingga terjadi peradangan lebih lanjut (Gambar 2 dan 3). DKI, DKA, dan DA saling
meniru satu sama lain, dan mungkin dapat terjadi pada pasien yang sama. Ketiga
kelainan tersebut ditandai dengan peradangan kronis.1,2
4
Gambar 2. Mekanisme DKI1
5
waktu onset perubahan kulit setelah terpapar agen penyebab. Riwayat klinis
komprehensif berfokus pada kriteria diagnostik yang tercantum dalam gambar 4.2
7
Gambar 7. Diagnosis Banding DKI1
2.6. Penatalaksanaan
Langkah pertama adalah mendiagnosis DKI. Namun, tidak ada tes khusus untuk
mendiagnosis DKI. Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi penyebab iritasi.
Misalnya, kosmetik dan wewangian dapat menyebabkan DKA atau DKI. Beberapa
penyebab iritasi umum tercantum dalam Gambar 1. Patch test positif menandakan saat
ini DKA lebih mungkin terjadi daripada DKI meskipun keduanya dapat terjadi pada
waktu yang sama. Semua alergen dengan konsentrasi yang cukup tinggi dapat
mengakibatkan DKI.1
Perawatan definitif untuk dermatitis kontak dengan mengidentifikasi dan
menghindari penyebab yang mendasari. Pasien dengan DKI harus diberi konseling
mengenai cara untuk menghindari penyebab iritasi baik di rumah maupun di tempat
kerja. Setelah iritan teridentifikasi, tindakan harus diambil (misalnya, penggunaan alat
pelindung diri di tempat kerja) untuk mengurangi risiko paparan di masa mendatang.
Gunakan kompres dingin dan air dingin untuk mencuci.1
Perawatan akut, rendam area yang terkena bahan iritan dalam air dingin atau
hangat, garam (1 sendok teh), atau larutan Burow (13% aluminium asetat dilarutkan
dalam air pada konsentrasi 1:40). Larutan Burow memiliki sifat antibakteri,
antiinflamasi, efek pendinginan untuk mengurangi pruritus dan mencegah infeksi.2
Produk pelindung kulit, krim yang melindungi dari iritan tingkat rendah,
menguntungkan pekerja basah yang secara teratur menggunakan air, sabun, dan
8
deterjen, mempercepat penyembuhan kulit yang rusak dengan meningkatkan hidrasi
kulit dan memodifikasi lipid epidermal endogen. Petrolatum, lilin parafin, dan
dimetikon digunakan sebagai pelindung kulit yang murah dan efektif, sebagai TEWL
inhibitor dalam mencegah DKI.13
Petrolatum adalah kombinasi kompleks semi-padat dari lilin parafin, lilin
microcrystalline, dan minyak mineral putih, dianggap sebagai gold standart TEWL
inhibitor.14 Parafin adalah campuran hidrokarbon alifatik jenuh, bersifat hidrofobik, bila
dikombinasikan dengan petrolatum, akan menjadi TEWL inhibitor yang sangat efisien,
juga merupakan pelembab alami yang membantu pengelupasan kulit dan
menyembuhkan kulit kering atau pecah-pecah.2,14
Dimetikon adalah polimer buatan manusia dari unsur silikon yang terbentuk
secara alami, digunakan sebagai emolien untuk melembutkan dan melembabkan kulit,
memfasilitasi pengelupasan epidermal, dan memberikan protective barrier dari iritasi.
Salep yang mengandung dimetikon telah terbukti sangat efektif dalam melindungi kulit
dari iritasi kontak tabir surya, drainase intra-abdominal, dan keluarnya ulkus kulit.
Namun, penggunaannya terbatas karena sensitisasi dan reaksi inflamasi terhadap
polimer silikon.15
Pengobatan antiinflamasi, kortikosteroid topikal belum terbukti secara
eksperimental dalam pengobatan DKI. Namun, obat ini sering digunakan dalam lingkup
terbatas untuk mengobati DKI eksim akut karena dapat mengurangi inflamasi dan gatal.
Penggunaan kortikosteroid topikal yang berkepanjangan tidak disarankan karena dapat
menyebabkan atrofi kulit dan peningkatan risiko DKI. Niacinamide juga telah terbukti
bermanfaat dalam mengobati berbagai penyakit inflamasi kulit sekunder untuk
penghambatan kemotaksis leukosit, pelepasan enzim lisosom, transformasi limfositik,
degranulasi sel mast, amina vasoaktif, menjaga homeostasis koenzim intraseluler, dan
produksi sebum berkurang.2
Untuk menghitung jumlah kortikosteroid yang diresepkan, biasanya menggunakan
ukuran fingertip unit. Satu fingertip unit setara dengan 0,5 gram krim atau salep. Pada
orang dewasa dianjurkan pemberian kortikosteroid poten tidak melebihi 45 gramper
minggu atau kortikosteroid potensi menengah tidak melebihi 100 gram per minggu.
Pasien dermatitis kronik, misalnya dermatitis atopic mungkin menggunakan
kortikosteroid potensi kuat atau potensi lebih rendah dalam jumlah berlebihan atau
mengoles kortikosteroid lebih sering atau memakai emolien. Sebaliknya, terkadang
mereka takut efek samping dan mengoleskan hanya seminggu sekali, sehingga
pemakaian kortikosteroid di bawah standar dan tidak efektif. Pengolesan kortikosteroid
9
dianjurkan 1-2 kali per hari. Pengolesan lebih dari 2 kali tidak memberikan perbedaan
bermakna, bahkan dapat mengurangi kepatuhan pasien.16
2.7. Pencegahan DKI
Edukasi pasien tentang cara menghindari penyebab iritasi di rumah dan tempat
kerja. Mengurangi kontak dengan bahan iritan, seperti sabun, pelarut, minyak, alkali,
asam, atau bahan abrasif yang menurunkan kejadian DKI. Jika tidak memungkinkan
untuk menghindari bahan iritan, maka produk pelindung kulit menjadi alternatif.13
Menggunakan krim dan salep yang melindungi dari iritasi tingkat rendah,
memberikan keuntungan pada pekerja basah yang secara teratur menggunakan air,
sabun, dan deterjen, juga melindungi kulit dari bahan kimia, minyak dan potensi iritasi
lainnya. Pelembab dapat mencegah DKI dan mempercepat laju penyembuhan pada kulit
dengan meningkatkan hidrasi kulit dan memodifikasi lipid epidermal endogen. Orang
yang secara teratur terpapar iritan harus didorong untuk menggunakan pelembab secara
teratur, tidak hanya mencegah tetapi juga mengobati DKI.3
2.8. Prognosis
Pasien dengan penyakit parah memiliki prognosis lebih buruk meskipun terdapat
perbaikan dalam kondisi kerja, ketersediaan patch test diagnostik yang lebih baik,
pemahaman biologi kulit lebih baik, dan pengobatan dengan steroid topikal dan
sistemik. Riwayat dermatitis kronis, penundaan pengobatan, riwayat DA, dan
pemahaman yang buruk oleh pekerja tentang penyakitnya berhubungan dengan
prognosis yang lebih buruk (Gambar 8). DA merupakan faktor penting dalam
kerentanan terhadap dermatitis pasca kerja yang persisten.1
BAB III
PENUTUP
10
3.1. Kesimpulan
Air, pelarut organik, deterjen, alkali dan asam merupakan bahan iritan paling
umum penyebab DKI. Paparan iritan menimbulkan kerusakan stratum korneum yang
menyebabkan kerusakan pada pelindung kulit. Jika tidak memungkinkan untuk
menghindari bahan iritan, maka produk pelindung kulit menjadi alternatif untuk
mengurangi tanda dan gejala peradangan, serta memulihkan barrier epidermis jika
diperlukan.
Daftar Pustaka
11
1. Bains SN, Nash P, Fonacier L. Irritant contact dermatitis. Clinic Reviews in Allergy &
Immunology, 2019;56:99-109.
2. Eberting CL, Blickenstaff N, Goldenberg A. Pathophysiologic treatment approach to
irritant contact dermatitis. Current Treatment Options in Allergy, 2014;1:317-328.
3. Eberting CL. Irritant contact dermatitis: mechanisms to repair. J Clin Exp Dermatol
Res, 2014;5(6):1-6.
4. Seyfarth F, Schliemann S, Antonov D, et al. Dry skin, barrier function, and irritant
contact dermatitis in the elderly. Clin Dermatol, 2011;29(1):31–36.
5. Thyssen JP, Skare L, Lundgren L, et al. Sensitivity and specificity of the nickel spot
(dimethylglyoxime) test. Contact Dermatitis, 2010;62(5):279–288.
6. Rihatmadja R. Ilmu penyakit kulit dan kelamin: anatomi dan faal kulit. Ed.7. Jakarta:
Penerbit FK UI, 2016. H. 3-7;158-60.
7. Menne T, Johansen JD, Sommerlund M, et al. Hand eczema guidelines based on the
Danish guidelines for the diagnosis and treatment of hand eczema. Contact Dermatitis,
2011;65(1):3–12.
8. Lodde B, Paul M, Roguedas-Contios AM, et al. Occupational dermatitis in workers
exposed to detergents, disinfectants, and antiseptics. Skinmed, 2012;10(3):144–150.
9. Sarwar Z. Irritant contact dermatitis: pathogenesis and clinical findings [internet
picture]. 2016. Available at: https://calgaryguide.ucalgary.ca/irritant-contact-dermatitis-
pathogenesis-and-clinical-findings/.
10. Ale IS, Maibach HA. Diagnostic approach in allergic and irritant contact dermatitis.
Expert Rev Clin Immunol, 2010;6:291–310.
11. Friis UF, Menne T, Schwensen JF, et al. Occupational irritant contact dermatitis
diagnosed by analysis of contact irritants and allergens in the work environment.
Contact Dermatitis, 2014;71(6):364–370.
12. Anonim. Differences between irritant and allergic contact dermatitis [internet picture].
Available at: www.grepmed.com/images/3908/features-dermatitis-comparison-irritant-
allergy.
13. Zhai H, Maibach HI. Anti-irritants agents for the treatment of irritant contact
dermatitis: clinical and patent perspective. Recent Pat Inflamm Allergy Drug Discov,
2012;6:169-185.
14. Patzelt A, Lademann J, Richter H, et al. In vivo investigations on the penetration of
various oils and their influence on the skin barrier. Skin Res Technol, 2012;18:364–9.
15. Fluhr JW, Elsner P, Berardesca E, et al. Bioengineering of the Skin: Water and the
Stratum Corneum. 2nd ed. Boca Raton: CRC Press, 2013.
12
16. Johan R. Penggunaan kortikosteroid topical yang tepat. CDK-227, 2015;42(4):308-311.
17. Watkins SA, Maibach HI. The hardening phenomenon in irritant contact dermatitis: an
interpretative update. Contact Dermatitis, 2009;60:123-130.
13