Anda di halaman 1dari 11

KASUS KEGAWATDARURATAN

No. ID dan Nama Peserta : / dr. Ali Akbar Rafsanjani Rahawarin


No. ID dan Nama Wahana :. /
RSUD Lanto Dg Pasewang Kab. Jeneponto
Topik : BPH
Tanggal kasus : 07 Januari 2018
Presenter : dr. Ali Akbar Rafsanjani Rahawarin
Tanggal Presentasi : 17 Januari 2018 Pendamping : dr. Hj. Sri Mulya
Tempat Presentasi : Ruang Pertemuan RSUD Lanto Dg. Pasewang Jeneponto
Obyek Presentasi : Anggota Komite Medik, Petugas Kesehatan & Dokter
Internsip RSUD Lanto Dg. Pasewang Jeneponto
◊ Keilmuan ◊ Keterampilan ◊ Penyegaran ◊ Tinjauan Pustaka
◊ Diagnostik ◊ Manajemen ◊ Masalah ◊ Istimewa
◊ Neonatus ◊ Bayi ◊ Anak ◊ Remaja ◊ Dewasa ◊ Lansia ◊ Bumil

◊ Deskripsi :
 KU : Sulit Buang Air Kecil
 Pasien rujukan Puskesmas, masuk RS dengan keluhan tidak bisa BAK
dialami kira-kira 3 jam sebelum masuk Rumah Sakit. Sebelumnya pasien
mengeluh sering BAK sedikit- sedikit. Keluhan pasien telah dirasakan
kurang lebih 2 bulan terakhir. Pasien mengeluh nyeri di daerah perut
bagian bawah (suprapubic). Pasien mengatakan jika ingin BAK harus
mengejan terlebih dahulu namun air kencing yang keluar tetap sedikit
sehingga merasa tidak puas.

Demam (-), Nyeri kepala (-), pusing (-), batuk (-) mual (-)
muntah (- ) NUH (-)
BAK tidak lancar , darah (-) kencing berpasir (-)
BAB biasa.
Riwayat Penyakit Hipertensi (+), Diabetes (-), Alergi/asma (-)
Riwayat Kebiasaan : Merokok (-) Konsumsi alkohol (-)

◊ Tujuan :
Mendiagnosis kelainan pasien, penatalaksanaan lebih lanjut pada pasien,
menentukan prognosis pasien, pencegahan komplikasi, edukasi pasien dan
keluarganya.
Bahan Bahasan ◊ Tinjauan Pustaka ◊ Riset ◊ Kasus ◊ Audit
◊ Presentasi &
Cara Membahas ◊ Diskusi ◊ E-mail ◊ Pos
Diskusi
Data Pasien ◊ Nama : Tn.M ◊ No. RM :
Nama Klinik :
Telp. : - Terdaftar sejak :
Poli Umum
Data Utama Untuk Bahasan Diskusi :
1. Diagnosis/Gambaran Klinis : Pasien datang dalam keadaan sadar dengan
keadaan umum sakit sedang. Tekanan Darah : 180/110 mmHg, Nadi : 84
kali per menit, kuat angkat, Pernapasan: 24 kali per menit, Suhu:
36.5°C
2. Riwayat pengobatan : Pertama kali berobat
3. Riwayat kesehatan/penyakit :
 riwayat keluhan yang sama (-)
 riwayat DM (-)
 riwayat menderita HT(+)
4. riwayat kebiasaan
Merokok (-)
Konsumsi alkohol (-)

5. Riwayat keluarga : -
6. Riwayat pekerjaan : -
7. Lain-lain: -
Daftar Pustaka :
1. Purnomo, Basuki B. Hiperplasia prostat dalam: Dasar – dasar urologi., Edisi
ke – 2. Jakarta: Sagung Seto. 2003. p. 69 – 85
2. McConnel JD. Epidemiology, etiology, pathophysiology and diagnosis of
benign prostatic hyperplasia. In :Wals PC, Retik AB, Vaughan ED, Wein AJ.
Campbell’s urology. 7th ed. Philadelphia: WB Saunders Company;
1998.p.1429-52.
3. Arthur C. Guyton, dkk. 2006. “Buku Ajar Fisiologi Kedokteran”. Edisi 9.
Jakarta : EGC
4. Sylvia A. Price, dkk. 2006. “Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit”. Edisi 6. Volume 2. Jakarta : EGC
5. Jong, Wim de & R. Syamsuhidajat : Buku Ajar Ilmu Bedah ed. 2. Jakarta :
EGC, 2005.
6. Fleshman, James W : Schwartz’s Principles of Surgery ed. 7th. New York :
Mc. Graw-Hill, 1999.
7. Sabiston : Sabiston Textbook of Surgery ed.17th. USA : Elsevier Saunders,
2004.
Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis benign prostat hipertrofi
2. Penanganan awal pada pasien retensi urine
3. Edukasi pasien dan keluarga pasien mengenai penanganan benign prostat
hipertrofi

Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:

1. Subyektif:
KU : Sulit Buang Air Kecil
Pasien rujukan Puskesmas, masuk RS dengan keluhan tidak bisa BAK
dialami kira-kira 3 jam sebelum masuk Rumah Sakit. Sebelumnya pasien
mengeluh sering BAK sedikit- sedikit. Keluhan pasien telah dirasakan
kurang lebih 2 bulan terakhir. Pasien mengeluh nyeri di daerah perut
bagian bawah (suprapubic). Pasien mengatakan jika ingin BAK harus
mengejan terlebih dahulu namun air kencing yang keluar tetap sedikit
sehingga merasa tidak puas.

Demam (-), Nyeri kepala (-), pusing (-), batuk (-) mual (-)
muntah (- ) NUH (-)
BAK tidak lancar , darah (-) kencing berpasir (-)
BAB biasa.
Riwayat Penyakit Hipertensi (+), Diabetes (-), Alergi/asma (-)
Riwayat Kebiasaan : Merokok (-) Konsumsi alkohol (-)

Obyektif:
 Status Present:
Sakit Sedang / Gizi baik / Composmentis
BB= 58 kg; TB= 165 cm;
Tanda Vital:
Tensi : 180/110 mmHg
Nadi : 84 kali/ menit (Reguler, kuat angkat)
Pernapasan : 24 kali/ menit (Thoracoabdominal)
Suhu : 36.5 C
o
(axial)
 Kepala:
Ekspresi : Meringis
Simetris Muka : Simetris
Deformitas : (-)
Rambut : Hitam, lurus, sulit dicabut
 Telinga:
Inspeksi : lesi kulit (-)
Pendengaran dan keseimbangan : Kesan normal
Nyeri tekan di processus mastoideus : (-)
 Hidung:
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
 Mulut:
Bibir : Kering (-), stomatitis (-)
Gigi Geligi : Karies (-)
Gusi : Candidiasis oral (-), perdarahan (-)
Faring : Hiperemis (-)
Tonsil : T1 – T1, hiperemis (-)
Lidah : Kotor (-)

 Leher:
Kel. Getah Bening: Tidak teraba, nyeri tekan (-)
Kel. Gondok : Tidak ada pembesaran, nyeri tekan (-)
DVS : R+1 cmH2O
Pembuluh Darah : Bruit (-)
Kaku Kuduk : (-)
 Dada:
o Inspeksi : Simetris hemithoraks kiri dan kanan
o Bentuk : Normothoraks
o Pembuluh Darah : Bruit (-)
o Buah Dada : Tidak ada kelainan
o Sela Iga : Tidak ada pelebaran
o Lain-lain : Barrel chest (-), pigeon chest (-),
massa tumor (-)
 Paru:
Palpasi:
Fremitus Raba : Kiri = Kanan
Nyeri Tekan : (-)
Perkusi:
Paru Kiri : Sonor
Paru Kanan : Sonor
Batas Paru Hepar : ICS VI anterior dextra
Batas Paru Belakang Kanan : Vertebra thorakal IX
Batas Paru Belakang Kiri : Vertebra thorakal X
Auskultasi:
Bunyi Pernapasan : Vesikuler
 Bunyi Tambahan : Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

 Jantung:
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Pekak, batas jantung kesan normal (batas jantung kanan:
linea parasternalis dextra, batas jantung kiri: linea midclavicularis
sinistra)
Auskultasi :
BJ I/II : Murni reguler
Bunyi Tambahan : Bising (-)
Perut:
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas, caput medusa (-)
Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (+) suprapubik
Perkusi : Timpani, Shifting dullness (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Ekstremites : edem (-)

 Rectum/Anal:
Sphincter ani cekat, mucosa licin, Ampulla kosong, nyeri (-),
pool atas tidak teraba, prostat kesan membesar, permukaan
licin, tidak ada nodul, konsistensi kenyal.
Sarung tangan : feses (-), darah (-), lendir (-).

 Punggung : Skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)


o Palpasi : Gibbus (-)
o Nyeri Ketok : (-)
o Auskultasi : Rh -/+- Wh -/-
 Gerakan : Dalam batas normal
 Ekstremitas
 Superior : refleks fisiologis (+) dextra et sinistra tidak
meningkat, refleks patologis (-/-), edema, deformitas dan atrofi tidak
ada.
 Inferior :
Refleks fisiologis (+/+), reflex patologis (-/-), edema (+/+)

2. Assesment
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis pasien ini didiagnosis
dengan retensi urine ec. susp. benign prostat hipertofi.
Dari anamnesis diperoleh informasi keluhan berupa tidak bisa kencing,
disertai nyeri perut bawah yang dialami sejak sehari sebelumnya. Kondisi
ini dikenal sebagai retensi urin, yaitu suatu penumpukan urin di kandung
kemih disertai ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih
secara sempurna.
Pada retensi urine, penderita tidak dapat miksi, kandung kemih penuh
disertai rasa sakit yang hebat di daerah suprapubik dan hasrat ingin miksi
yang hebat disertai mengejan. Retensi urine dapat terjadi karena kelainan
anatomis, faktor obat dan faktor lainnya seperti, ansietas dan trauma.
Berdasarkan lokasi etiologis dapat diklasifikasikan menjadi,
- Supravesika
Penyebab supra vesikal adalah hal-hal yang disebabkan karena
persarafan kandung kemih misalnya trauma medula spinalis, atau
kerusakan syaraf-syaraf sympatis dan para sympatis akibat trauma
operasi atau neuropati DM. Obat-obatan anticholinergike, smooth
muscle relaksasi. Symphatikomimetik dapat menyebabkan retensi
urine.
- Vesika.
Penyebab vesikal adalah kelainan-kelainan kandung kemih yang
diakibatkan obstruksi lama atau infeksi kronis yang menyebabkan
fibrosis buli-buli sehingga kontraksi buli-buli melemah.
- Infravesikal
Penyebab infra vesikal adalah penyebab mekanik seperti :
o Klep uretra posterior kongenital meatus stenosis kongenital
o Striktur uretra
o Batu uretra
o Prostat hipertropi
Dari anamnesis lebih lanjut diperoleh pula informasi mengenai adanya
riwayat kencing terputus-putus, sering merasa tidak puas setelah kencing
dialami sejak beberapa bulan terakhir, nyeri saat kencing, pancaran kencing
lemah serta sering mengejan untuk mengeluarkan air kencing. Gejala ini
termasuk dalam Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS) yang terdiri atas
gejala obstruksi dan gejala iritatif. Gejala obstruksi yaitu hesitansi, pancaran
miksi lemah, intermitensi, miksi tidak puas, dan menetes setelah miksi.
Gejala iritatif yaitu sering miksi (frekuensi), terbangun untuk miksi pada
malam hari (nokturia), perasaan ingin miksi yang sangat mendesak
(urgensi), dan nyeri pada saat miksi (disuria).
Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot
kandung kemih untuk mengeluarkan urine. Pada suatu saat, otot kandung
kemih mengalami kepayahan, sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi
yang diwujudkan dalam bentuk retensi urine akut.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan region suprapubik tampak cembung,
teraba kandung kemih kesan penuh pada perabaan. Pada pemeriksaan colok
dubur (rectal toucher), prostat teraba menonjol ke arah rektum, ukuran ± 3
cm, konsistensi kenyal, permukaan rata, simetris, sulcus medianus masih
dapat teraba, pool superior masih dapat dicapai, nyeri tekan tidak ada. Hasil
pemeriksaan ini mendukung diagnosis hipertrofi prostat jinak atau benign
prostat hypertrophy.
Pembesaran prostat jinak (BPH) merupakan penyakit pada laki-laki usia
diatas 50 tahun yang sering dijumpai. Karena letak anatominya yang
mengelilingi uretra, pembesaran dari prostat akan menekan lumen uretra
yang menyebabkan sumbatan dari aliran kandung kemih. Signifikan
meningkat dengan meningkatnya usia. Pada pria berusia 50 tahun angka
kejadiannya sekitar 50%, dan pada usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50%
dari angka tersebut diatas akan menyebabkan gejala dan tanda klinik.

Perbandingan kelenjar prostat yang normal dengan yang mengalami hipertrofi

Penyebab pasti BPH ini masih belum diketahui, penilitian sampai


tingkat biologi molekuler belum dapat mengugkapkan dengan jelas etiologi
terjadinya BPH. Dianggap adanya ketidak seimbangan hormonal oleh
karena proses ketuaan. Salah satu teori ialah teori Testosteron (T) yaitu T
bebas yang dirubah menjadi Dehydrotestosteron (DHT) oleh enzim 5 a
reduktase yang merupakan bentuk testosteron yang aktif yang dapat
ditangkap oleh reseptor DHT didalam sitoplasma sel prostat yang kemudian
bergabung dengan reseptor inti sehingga dapat masuk kedalam inti untuk
mengadakan inskripsi pada RNA sehingga akan merangsang sintesis
protein. Teori yang disebut diatas menjadi dasar pengobatan BPH dengan
inhibitor 5 ɑ reduktase.
Pemeriksaan fisis diagnostik yang paling penting untuk BPH adalah
colok dubur (digital rectal examination). Pada pemeriksaan ini akan
dijumpai pembesaran prostat teraba simetris dengan konsistensi kenyal,
sulkus medialis yang pada keadaan normal teraba di garis tengah,
mengalami obliterasi karena pembesaran kelenjar. Oleh karena pembesaran
kelenjar secara longitudinal, dasar kandung kemih (kutub/pole atas prostat)
terangkat ke atas sehingga tidak dapat diraba oleh jari sewaktu colok dubur.
Berdasarkan gejala klinisnya, tingkat keparahan BPH dapat
diklasifikasikan menjadi,
- Derajat I
Colok dubur; penonjolan prostat, batas atas mudah diraba, dan sisa
volume urin <50 ml
- Derajat II
Colok dubur; penonjolan prostat jelas, batas atas dapat dicapai, sisa
volume urin 50-100 ml
- Derajat III
Colok dubur; batas atas prostat tidak dapat diraba, sisa volume urin
>100 ml
- Derajat IV : Terjadi retensi urin total.
Jika pada colok dubur teraba kelenjar prostat dengan konsistensi keras,
harus dicurigai suatu karsinoma. BPH terjadi pada bagian dalam kelenjar
yang mengelilingi urethra prostatika sedangkan karsinoma terjadi di bagian
luar pada lobus posterior
Ultrasonografi dapat dilakukan secara trans-abdominal atau trans-rektal
(TRUS). Cara ini dianggap sebagai pemeriksaan yang baik oleh karena
ketepatannya dalam mendeteksi pembesaran prostat, tidak ada bahaya
radiasi dan juga relatif murah. Selain untuk mengetahui pembesaran prostat
pemeriksaan ultrasonografi dapat pula menentukan volume buli-buli,
mengukur sisa urin, dan keadaan patologi lain seperti divertikel, tumor dan
batu. Dengan USG trans-rektal dapat diukur besar prostat untuk menentukan
jenis terapi yang tepat. Perkiraan besar prostat dapat pula dilakukan dengan
USG suprapubik.

Penatalaksanaan
1) Observasi (watchfull waiting)
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Setiap 3 bulan
dilakukan kontrol keluhan (sistem skor), sisa kencing dan pemeriksaan
colok dubur.

2) Terapi medikamentosa
a. Penghambat adrenergik α
Yang sering dipakai adalah prazosin, doxazosin, terazosin,
afluzosin, atau yang lebih selektif α-1a (tamsulosin). Dosis dimulai
1 mg/hari, sedangkan dosis tamsulosin adalah 0,2 – 0,4 mg/hari.
b. Penghambat enzim 5-α-reduktase
Obat yang dipakai adalah finasteride (Proscar) dengan dosis 1x5
mg/hari.
c. Fitoterapi
Pengobatan fitoterapi yang ada di Indonesia antara lain eviprostat.
3) Terapi bedah
Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung beratnya
gejala dan komplikasi. Indikasi absolute untuk terapi bedah yaitu :
- Retensio urine berulang
- Hematuria
- Tanda penurunan fungsi ginjal
- Infeksi saluran kemih berulang
- Tanda-tanda obstruksi berat yaitu divertikel, hidroureter,
hidronefrosis
- Ada batu saluran kemih.
Jenis pengobatan ini paling tinggi efektivitasnya. Intervensi bedah
yang dapat dilakukan meliputi Transurethral Resection of the Prostate
(TUR-P), Transurethral Incision of the Prostate (TUIP), prostatektomi
terbuka, dan prostatektomi dengan laser dengan Nd-YAG atau Ho-
YAG.
TURP masih merupakan standar emas. Indikasi TURP adalah gejala-
gejala sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 90gr, dan
pasien cukup sehat untuk menjalani operasi.
Bila volume prostat tidak terlalu besar atau ditemukan kontraktur leher
vesika atau prostat fibrotic, dapat dilakukan TUIP. Indikasinya adalah
keluhan sedang atau berat, dengan volume prostat normal atau kecil.
Karena pembedahan tidak mengobati penyebab BPH, maka biasanya
penyakit ini akan timbul kembali 8 – 10 tahun kemudian.
4) Terapi invasive minimal
- Transurethral Microwave Thermotherapy (TUMT)
- Dilatasi balon transuretra (TUBD)
- High-intensity Focused Ultrasound
- Ablasi jarum transuretra (TUNA)
Stent prostat

3. Plan
Diagnosis
Pasien ini didiagnosis dengan Retensi urine ec susp BPH
Pengobatan
Pada pasien ini diberikan terapi:

- Pasang kateter
- IVFD Rl 20 tpm
- Ranitidin Amp/ 8j/ iv
- Ketorolak amp /8j / iv
- Neurobion Amp / 24j / iv
- Ceftriaxone 1 g/ 12j/ iv (skin test)
- Rawat perawatan bedah

Konsultasi
Dijelaskan secara rasional perlunya konsultasi ke bagian bedah.
Konsultasi ini merupakan upaya diagnosis lebih lanjut.
Rujukan (-)
Kontrol
Pasien dianjurkan untuk kontrol secara berkala di poli bedah untuk
memantau perkembangan dari kondisi pasien

Kontrol

Kegiatan Periode Hasil yang diharapkan


Penanganan Saat masuk Pasien dapat
mengeluarkan urine,
distensi kandung kemih
berkurang, nyeri
suprapubik berkurang.
Konsul ke bagian bedah Saat masuk Diagnosis ditegakkan
dengan KU yang semakin
membaik
Pemantauan pengobatan Kunjungan selanjutnya Terjadi proses perbaikan,.

Nasihat Setiap kali kunjungan Pemahaman akan


penyakit dan terapi yang
diberikan

Jeneponto, 17 Januari 2018

Peserta, Pendamping,
dr. A. A. Rafsanjani Rahawarin dr. Hj. Sri Mulya
NIP. 196706202006042009

Anda mungkin juga menyukai