Adoc - Pub - Bab I Pendahuluan Pokok Dari Isi Penelitian Yang A
Adoc - Pub - Bab I Pendahuluan Pokok Dari Isi Penelitian Yang A
PENDAHULUAN
menentukan arah penelitian kita. Penulisan judul sendiri harus disesuaikan dengan
pokok dari isi penelitian yang akan kita lakukan. Judul dapat membantu pembaca
untuk lebih cepat mengetahui fokus dari penelitian yang akan dibaca. Judul dalam
pembaca tentang hakekat dari objek dan fokus dari penelitian, wilayah, serta
Kemiskinan”
menurut peneliti sangat rasional. Alasan tersebut merujuk pada aspek aktualitas,
orisinalitas, serta relevansi dengan ilmu yang peneliti geluti yakni Pembangunan
Sosial dan Kesejahteraan. Hal ini disebabkan ketiga aspek tersebut adalah bagian
Berikut ini akan dijelaskan rasionalisasi alasan pemilihan judul berdasarkan ketiga
1.1 Aktualitas
Isu kebijakan sosial adalah isu yang sentral dalam upaya penanggulangan
1
segala program yang terkait dengan penanganan masalah sosial. Kemiskinan
adalah salah satu masalah sosial yang kini masih menjadi fokus penanganan oleh
kemiskinan yang diterapkan oleh pemerintah, baik itu BLT (Bantuan Langsung
penelitian ini.
kebijakan yang telah diterapkan sejak tahun 2008, dan sedang diperpanjang pada
tinggi. PKH yang telah diselenggarakan selama tujuh tahun ternyata masih perlu
karena di wilayah Desa Nglegi yang menjadi objek penelitian ini masih cukup
banyak peserta PKH yang berada dalam level rumah tangga sangat miskin
(RTSM). Maka melalui penelitian ini, akan dikaji lebih jauh fenomena dibalik
peserta.
2
1.2 Orisinalitas
Suatu penelitian hakekatnya harus merujuk pada nilai keaslian suatu karya.
Penilitian dalam konteks akademik adalah sebuah naskah intelektual yang harus
dipastikan keasliannya. Segala bentuk plagiasi adalah suatu tindakan yang sama
sekali tidak bisa ditolerir, karena sejatinya naskah akademik akan menjadi rujukan
dalam menciptakan kebijakan dan aturan yang akan diberlakukan di masa depan.
Sejauh ini begitu banyak penelitian yang meniliti mengenai PKH. Beberapa
contoh yakni penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Rokhoul Alamin yang
berjudul “Analisis Peran Pendamping dalam PKH pada Suku Dinas Sosial Jakarta
dan lokasi yang berbeda. Peneliti memastikan bahwa penelitian ini belum pernah
yang terjadi di Desa Nglegi, yang mana para peserta PKH saat ini telah menerima
bantuan tersebut sejak tahun 2008, namun keadaan mereka relatif tetap sama.
sendiri mengambil sampel di Desa Nglegi, yang penulis pastikan belum ada
3
1.3 Relevansi dengan Ilmu PSDK
Ilmu Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan adalah salah satu bagian dari
ilmu sosial yang banyak memberikan kontribusi dalam upaya mengatasi berbagai
persoalan sosial di Indonesia. Disiplin Ilmu ini mempelajari berbagai aspek yang
Pada penelitian ini, judul yang diambil peneliti yakni terkait dengan
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari fokus studi yang dikembangkan oleh
jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan. Oleh karena itu penelitian ini
kesejahteraan dalam bidang studi kebijakan. Hasil dari penelitian ini nantinya
2. Latar Belakang
belum mampu diuraikan secara tuntas, meskipun telah terjadi sejak puluhan tahun
silam, bahkan semenjak masa awal didirikan bangsa ini. Pada era Orde Lama
4
tingkat kemiskinan pernah mencapai sekitar 70% dari total populasi di Indonesia.
Hal ini terjadi lantaran adanya instabilitas ekonomi nasional yang dipicu oleh
inflasi hingga mencapai presentase lebih dari 650%. Di masa Orde Baru
ini disebabkan stabilitas ekonomi yang sudah mulai membaik. Pemerintah secara
Pencapaian gemilang ini begitu mencuri perhatian dunia kala itu, Hal ini
tertuang dalam laporan World Bank (1993) yang bertajuk: “The East Asian
Miracle” yang menempatkan Indonesia menjadi salah satu macan asia dalam
daftar “The High Performing Asian Economics (HPAEs)” sejajar dengan Korea
Selatan, Taiwan, Thailand, Malaysia, dan Singapura. Selama tiga dekade rezim
terjadi hingga pelosok daerah dan menyerap jutaan tenaga kerja baik yang terdidik
maupun tidak (Purwanto, 2007 ; 296). Hal yang perlu digarisbawahi yakni prestasi
tersebut ternyata tidak berbuah manis bagi kemajuan bangsa Indonesia pasca
runtuhnya Orde Baru, meskipun fondasi ekonomi Indonesia begitu kokoh saat itu,
namun seakan-akan tidak berarti apa-apa ketika krisis ekonomi dunia menerpa
5
mengakibatkan angka kemiskinan kembali melonjak tajam mencapai 23,4% di
tahun 1999 (BPS,2002). Inilah warisan pekerjaan rumah yang hingga kini masih
Undang Dasar tahun 1945, bahwa negara mempunyai tanggung jawab penuh
Pada isi UUD 1945 juga kembali ditekankan dalam pasal 34 ayat 1, yang mana
fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Landasan hukum
kebutuhan dasar yang layak khususnya bagi para warga yang memiliki
keterbatasan dalam ekonomi. Oleh karena itu menjadi kewajiban bagi setiap
secara langsung maupun tidak langsung kepada warga miskin dengan harapan
adalah kekurangan yang nyata dalam hal kesejahteraan (Bank Dunia, 2000).
orde baru tentu menjadikan pekerjaan rumah yang berat bagi pemerintahan di era
nasional, yang mana ini menjadi strategi dasar dalam menuju kesejahteraan.
6
Pasca Orde Baru berbagai kebijakan diluncurkan guna menguraikan
kemiskinan yang sudah terlanjur kembali menjamur. Pada era transisi dari orde
tersebut cukup efektif dalam menurunkan angka kemiskinan hingga 16,66% dan
berjalan secara parsial, sehingga distribusi bantuan tidak terdistribusi secara tepat
telah berjalan selama pemerintahan sebelumnya (TNP2K, 2014). Adanya tim ini
7
Kebijakan sosial merupakan sebuah organ penting bagi suatu negara dalam
dasar. Menurut TH. Marshall yang dikutip Richard Titmus, kebijakan sosial
pelayanan sosial dan melakukan pekerjaan sosial (Titmuss, 1974). Oleh karena itu
pembangunan dan pengentasan kemiskinan bisa secara lebih cepat dan akurat.
Program Keluarga Harapan (PKH), Beras Miskin (Raskin), Bantuan Siswa Miskin
saling bersinergi. Pada penelitian ini penulis tidak akan mengupas lebih detail
semua program tersebut, melainkan hanya terfokus pada salah satu program yaitu
Indonesia yang diberikan pemerintah kepada rumah tangga yang tergolong sangat
miskin (RTSM) dengan kategori dan syarat tertentu. Sasaran dari program ini
8
yaitu RTSM yang masih memiliki anak sedang menempuh pendidikan dasar,
balita (bayi di bawah lima tahun), serta ibu hamil. Insentif yang diberikan sendiri
yaitu pada aspek pendidikan dan kesehatan dengan total bantuan bisa mencapai
kelas minimal 85% dalam sebulan selama tahun ajaran berlangsung, dan
melakukan kunjungan rutin ke fasilitas kesehatan bagi anak usia 0-6 tahun, ibu
diterima langsung oleh ibu atau wanita dewasa yang notabene berurusan langsung
dengan kebutuhan rumah tangga dan mengurus anak. Hal ini karena pada
Penggunaan dana sendiri dipantau langsung oleh pendamping PKH yang bertugas
minim dapat terjadi. Program ini mulai digulirkan pada tahun 2007 dengan tujuh
provinsi sebagai wilayah uji coba yang menjangkau sekitar 388.000 Rumah
Tangga. Kemudian pada tahun 2008 cakupan peserta bertambah hingga mencapai
636.414 rumah tangga yang terdapat pada 13 provinsi, meliputi 72 kabupaten dan
631 kecamatan. Hingga tahun 2012 jumlah penerima tidak terlalu meningkat
cukup signifikan yakni hanya sekitar 1.500.000 rumah tangga. Jumlah ini masih
sedikit dibanding dengan jumlah secara keseluruhan RTSM pada saat itu yang
9
Berdasarkan aturan yang terdapat pada pelaksaanaan program PKH, setiap
pada tahun ke lima sejak mereka menerima program. Resertifikasi yakni suatu
peninjauan kembali yang dilakukan oleh pihak terkait terhadap kondisi peserta
peserta PKH (Transisi) ataukah mereka dianggap sudah tidak layak menjadi
peserta (Graduasi). Oleh karena itu pada tahun 2013 silam, Kemensos, TNP2K,
temuan yang diperoleh yakni bagi peserta PKH tahun 2007 yang dinyatakan
tergraduasi atau dinyatakan tidak lagi mendapatkan hak sebagai peserta yaitu
kesejahteraan atau sudah tidak memenuhi syarat sebagai peserta PKH, sehingga
dianggap tidak layak untuk kembali memperoleh hak sebagai peserta PKH.
keluarga sebagai sasaran penerima bantuan yaitu Brazil, dengan nama Bolsa
Familia. Konten dari program ini hampir sama dengan PKH, hanya terdapat
tambahan program berupa peningkatan nutrisi, dan pemberian uang bagi keluarga
pada tahun 2003, Bolsa Familia menjangkau 3,6 juta keluarga dengan anggaran
sebesar US$ 3,4 miliyar. Selang tiga tahun kemudian yaitu pada tahun 2006,
10
program ini mengalami penambahan anggaran US$ 8,5 milyar dengan
menjangkau jumlah penerima sebesar 11,2 juta keluarga. Angka tersebut hampir
menjangkau 100 persen jumlah penduduk miskin di Brazil pada masa itu (Pero V,
Szerman D, 2010; 81-83). Jika dilihat dari pelaksanaan program di kedua Negara
jumlah RTSM.
Lalu jika diamati laju penurunan angka RTSM di kedua negara dalam
jangka waktu tiga tahun selama awal penerapan kedua program baik PKH maupun
bolsa familia terdapat perbedaan tingkat presentase. Survey yang dilakukan World
Bank berdasarkan indikator dengan rumah tangga sangat miskin yang memiliki
pendapatan di bawah US$ 1,25/hari mencatat bahwa pada tahun 2003 angka
rumah tangga miskin di Brazil sebesar 12,1%, lalu pada tahun 2006 mencapai 7%,
terdapat penurunan angka kemiskinan dengan presentase sekitar 42%. Di sisi lain
angka rumah tangga sangat miskin di Indonesia pada tahun 2008 yaitu sebanyak
23%, kemudian di tahun 2011 angka tersebut turun menjadi 16%, artinya tingkat
kemiskinan hanya dapat di tekan hingga 30% dan lebih rendah daripada Brazil.
Perbedaan pencapaian ini tentu harus ditelisik lebih jauh, apalagi kedua-duanya
dengan konten yang hampir sama tetapi laju penurunan angka rumah tangga
11
sangat baik, yakni dengan memberikan bantuan pada dua elemen yang sangat vital
yaitu berupa pendidikan dan kesehatan. Kedua hal ini apabila disinkronisasikan
tentu mampu mendorong rumah tangga sangat miskin untuk lebih sejahtera.
tingkat ekonomi dan kualitas hidup yang lebih baik. Begitupun kesehatan sangat
berhubungan dengan kondisi fisik, yang mana apabila seseorang memiliki kondisi
fisik yang prima baik jasmani maupun rohani tentu mereka dapat menjalankan
yang baik, tentu ini juga akan memudahkan mereka dalam upaya peningkatan
kesejahteraan.
pertama dengan penduduk miskin sebesar 23,22%. Pada wilayah lainnya tingkat
12
kemiskinan relatif pada level sedang-rendah, seperti Kota Yogyakarta yang
dalam provinsi DIY. Selama ini kebijakan sosial dalam upaya pengentasan
Sampai saat ini jumlah penerima bantuan program sosial di Gunungkidul masih
PKH adalah salah satu dari sekian program yang dijadikan ujung tombak
digulirkan program ini pada tahun 2008 silam, jumlah penerima di Kabupaten
9.470 KK. Angka tersebut adalah jumlah RTSM yang terverifikasi dengan kata
lain telah memenuhi syarat mutlak sebagai penerima PKH. Program bantuan ini
Kecamatan Saptosari sebanyak 946 KK, Semin 899 KK, Gedangsari 792 KK,
Semanu 758 KK, Tanjungsari 604 KK, Rongkop 592 KK, Tepus 560 KK dan
penerima PKH hanya dibawah 400 KK. Pada tahun 2015 terjadi penurunan
13
Dari total penerima PKH di DIY kala itu sebanyak 28.319 KK (Dikutip dari
sertifikasi pada tahun 2013 silam. Angka ini tergolong masih cukup besar
KK, Kota Yogyakarta 3.233 KK, dan Sleman 3.034 KK. Angka ini hanya lebih
Kemudian berdasarkan data yang dihimpun oleh BPS, pada tahun 2014
angka kemiskinan di Gunungkidul hanya turun menjadi sebesar 21,7 % dari tahun
2012 yang memiliki presentase 22,72% (BPS, 2014). Adapun dengan jumlah
peserta PKH yang masih tergolong tinggi, diiringi oleh tren penurunan
telah dijelaskan sebelumnya bahwa cakupan program PKH yaitu pada pendidikan
yang notabene memiliki tingkat pendidikan maupun kesehatan yang masih begitu
(IPM), IPM Kabupaten Gunungkidul adalah yang terendah diantara regional lain
di Provinsi DIY, yakni sebesar 71,11%. Kemudian pada tingkat angka melek
huruf pun juga menempati posisi terendah di DIY yaitu sebesar 84,97% ,
begitupun dengan tingkat rata-rata lama sekolah yang hanya 7,70 % (BPS,2012).
14
Lalu jika melongok pada bidang kesehatan, di tahun 2013 masih terdapat
catatan suram diaspek kesehatan yang perlu dibenahi, diantaranya yaitu masih
adanya kasus kematian ibu hamil yang mencapai sebanyak 8 kasus, kemudian di
tahun 2014 terdapat 7 kasus, sedangkan untuk tahun 2015 hingga bulan april 2015
sebanyak 2 kasus. Pada tahun 2013 juga masih terdapat 109 kasus kematian bayi
pendidikan dan kesehatan yang perlu dibenahi. Di sisi lain kedua bidang tersebut
rantai kemiskinan.
rentang waktu antara 2012-2014 angka presentase masih bergelut dalam kisaran
21%-22%, hanya turun 1 persen dalam kurun waktu dua tahun. Data ini
kemiskinan. Salah satu kebijakan tersebut termasuk PKH yang selama ini telah
15
mencapai tujuan untuk pengentasan kemiskinan. Sebagai upaya mengungkapkan
Sebagian besar peserta PKH di desa ini telah menerima bantuan sejak
tahun 2008. Selama program ini berjalan hanya ada dua orang peserta yang
beliau sudah lulus dari bangku sekolah, sehingga sudah tidak memenuhi syarat
untuk menjadi peserta. Para peserta PKH yang ada sekarang ini pun mengakui
bahwa keadaan mereka sebenarnya sama saja dari sebelum menerima PKH,
ataupun setelah menerima. Peserta PKH di tahun 2016 ini mayoritas telah menjadi
peserta PKH sejak tahun 2008. Kondisi ekonomi mereka tetap dan tidak
mengalami perubahan, padahal pada aturan PKH tertera bahwa batas masyarakat
menjadi peserta PKH yaitu enam tahun, Setelah enam tahun para peserta harus
Nglegi selama tujuh tahun ini ternyata belum memberikan dampak yang
tujuan PKH yakni untuk memutuskan rantai kemiskinan. Maka dalam penelitian
ini, peneliti akan berupaya untuk mengupas dibalik fenomena peran kebijakan
Kabupaten Gunungkidul.
16
3. Rumusan Masalah
4. Tujuan Penelitian
1. Penelitian ini adalah karya yang ditujukan untuk memenuhi tugas skripsi, yang
penanggulangan kemiskinan.
detail penyebab belum berhasilnya kebijakan pemerintah yang salah satunya yakni
Dengan mengambil sampel kebijakan PKH, maka hasil penelitian ini akan
17
Tentunya diharapkan penelitian ini menjadi referensi bagi segenap pihak yang
terlibat dalam pelaksanan PKH untuk mengembangkan PKH agar lebih baik dan
5. Tinjauan Pustaka
setelah itu baru dijelaskan analisis tentang teori yang akan peneliti gunakan dalam
menjelaskan temuan yang didapatkan peneliti dalam penelitian ini. Berikut ini
utama dalam mensistemisasi kebijakan PKH secara rinci dan utuh. Ini diperlukan,
mengingat PKH merupakan salah satu bentuk kebijakan yang dikategorikan dalam
kebijakan sosial yang menjadi bagian dalam kebijakan publik. “Kebijakan” atau
pejabat, suatu kelompok, maupun suatu Lembaga Pemerintah) atau sejumlah aktor
beberapa aspek yang berkaitan, demi menghasilkan keputusan yang tepat dan
berdampak baik bagi suatu kolompok. Hal ini sebagaimana pendapat dari Carl
Friedrich yang memandang bahwa sebuah kebijakan sebagai suatu arah tindakan
18
mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu sasaran atas suatu maksud
tertentu.
tujuan tertentu, maka dari pada itu sebuah kebijakan publik diberlakukan
publik, karena kebijakan publik hanya dapat ditetapkan oleh pemerintah dan demi
organisasi non pemerintah maupun lembaga lainnya, tidak bisa disebut dengan
pemerintahan, bukan saja dalam arti government yang hanya menyangkut aparatur
publik harus melalui beberapa tahap yang terdiri atas proses perumusan,
menjadi syarat mutlak dalam proses pentahapan kebijakan publik yang harus
dilalui, agar kebijakan tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dan juga
PKH dalam hal ini merupakan salah satu kebijakan sosial. Hal ini
dikarenakan sifat kebijakan ini yang berasal dari pemerintah dan ditujukan bagi
sendiri bersentuhan langsung pada suatu unit keluarga yang dikomandoi oleh
19
berketahanan sosial, misalnya melalui program perlindungan sosial terhadap
“kebijakan dan tindakan yang memperkuat kapasitas kaum miskin dan warga
yang rentan agar terlepas dari kemiskinan dan dapat menyikapi resiko maupun
Perlindungan sosial dimaksud meliputi bantuan sosial, jaminan sosial, dan standar
minimum upah pekerja. Bantuan tunai secara umum dipandang sebagai salah satu
instrument bagi bantuan sosial (OECD, 2009 ; 2). Dalam hal ini, PKH yang
bantuan sosial yang bertujuan untuk melakukan perlindungan sosial bagi para
Terdapat dua jenis bantuan tunai, yakni Bantuan Tunai Bersyarat atau
Conditional Cash Transfer (CCT) dan tak bersyarat. Perbedaannya adalah bahwa
sosial semisal pensiun bagi warga yang sudah tua, hambatan fisik, anak-anak, dll,
merupakan bantuan tunai tanpa syarat yang lazim dijalankan oleh beberapa
negara. Menurut Rawlings dan Rubio (2003), CCT adalah bagian dari program
modal manusia pada orang muda sebagai cara untuk memutuskan siklus
20
menyekolahkan atau membawa anak ke pusat kesehatan regular (Togiaratua,
2012;3) .
Dengan meningkatnya kualitas SDM pada anggota RTSM, maka peluang peserta
untuk keluar dari jeratan kemiskinan akan semakin besar, sehingga cita-cita
pemerintah untuk menurunkan angka kemiskinan dapat tercapai. Selain itu adanya
bantuan ini juga dapat menjadi fondasi bagi para peserta untuk menghadapi resiko
tersebut mayoritas berasal dari bagian Amerika Latin seperti, Meksiko, Honduras,
Jamaica, Kolumbia, Ekuador dan Brazil, yang notabene memilki posisi strata
sama dengan Indonesia yakni golongan negara dunia ketiga. Melalui kebijakan
satunya Brazil melalui program bolsa familia. Adanya program ini sukses
waktu tiga tahun yakni dari tahun 2003 hingga 2006 (Pero, Szerman, 2010 : 83).
Lalu Meksiko sendiri melaksanakan program CCT yang disebut dengan Progresa
melalui dua cara, pertama, dana tunai yang diterima dapat dipakai untuk
21
miskin dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan gizi. Program ini mewajibkan
ibu dan anak. Peserta hanya boleh mendapatkan bantuan bila persyaratannya
dipenuhi. Penerima dana adalah para ibu rumah tangga. Salah satu faktor kunci
dan didahului dengan uji coba yang dipantau dan dievaluasi oleh lembaga
kesehatan.
menyangkut banyak aspek, baik dari aspek ekonomi, struktural, maupun budaya.
22
suatu kondisi ketidakmampuan pendapatan dalam memenuhi kebutuhan pokok
hidup.
air bersih, pertanahan, sumber daya alam, lingkungan hidup, rasa aman dari
perlakuan atau ancaman tindak kekerasan, dan hak untuk berpartisipasi dalam
terdiri dari :
desa tertentu, namun bisa jadi termiskin pada masyarakat desa yang
lain.
di dalam wilayah kemiskinan dan tidak ada peluang bagi mereka untuk
keluar dari kemiskinan. Secara teoritis ada dua hal yang yang membuat
23
seseorang terlepas dari kemiskinan struktural, yaitu : Gizi yang baik
layak merupakan salah satu dari standard hidup atau standard kesejahteraan
miskin apabila memiliki pendapatan jauh lebih rendah dari rata-rata pendapatan,
(Suryawati, 2004).
keras, dan menyerah pada nasib. Selama ini mereka mungkin terlihat tidak
menyerahkan diri pada nasib, tetapi menurut Chambers terdapat bukti-bukti yang
menunjukkan bahwa penampilan mereka seperti itu bukan karena mereka malas
24
dan tidak mau bekerja, melainkan ada faktor lain yang mendasari mereka
melakukan hal tersebut, sebagai contoh perilaku tidak menabung dan tidak
melakukan investasi dikarenakan ada keperluan lain yang mereka anggap lebih
bukan berarti mereka pasrah pada nasib atau tidak mau bekerja, melainkan mereka
memilih untuk menyimpan tenaga yang akan digunakan pada kerjaan yang begitu
menguras tenaga fisik mereka. Selanjutnya penampilan mereka yang lemah, tidak
mengerti dan penurut mungkin itu merupakan siasat bagi mereka agar dapat
tengkulak, tuan tanah, atau membebaskan diri dari ancaman hukuman atau
perampasan.
Pandangan bahwa orang desa itu tidak berpengetahuan dan tolol, juga
tidak berdasar sama sekali, karena menurut Chambers itu adalah bagian dari
strategi mereka untuk merendah (Chambers, 1994 ; 137). Jadi sejauh ini menurut
Chambers banyak sekali pandangan yang salah yang beredar di luar sana terkait
Beragam upaya dan siasat tersebut digunakan oleh orang miskin agar
mereka tetap mampu untuk menjalani hidup. Keadaan yang demikian mereka
keterkaitan mata rantai kemiskinan yang belum juga terputus. Rantai kemiskinan
25
ini menurut Chambers yang menyandera para orang miskin, sehingga mereka
harus rela merasakan kehidupan serba terbatas dalam waktu yang sangat lama.
melanggengkan kemiskinan. Paling tidak salah satu rantai tersebut harus terputus,
apabila orang miskin ingin mencapai kondisi kesejahteraan yang lebih baik.
PKH dalam hal ini merupakan salah satu kebijakan yang memiliki tujuan
selama ini telah menyandera para peserta, namun pada faktanya di lapangan
keadaan ekonomi yang sama masih dirasakan para peserta PKH. Para peserta
merasakan bahwa adanya PKH hanya membantu dalam hal pendidikan dan
ekonomi rumah tangga. Lantas melalui penelitian ini akan dikupas lebih jauh
kemiskinan. Hal ini mengingat kelima aspek tersebut sangat kongruen dengan
kondisi para peserta PKH selama ini, dimana kemiskinan yang telah menjerat
26
5.3 Analisis Penanggulangan Kemiskinan Berdasarkan Teori
Chambers
Begitu banyak sisi yang dapat dikaji dalam menguraikan segala bentuk
tangga, terdapat unsur-unsur yang saling berkaitan dan menjadi suatu kolaborasi
mata rantai. Mata rantai ini disebut lingkaran setan, sindrom kemiskinan, atau
mengetahui lebih detail mengenai mata rantai tersebut, berikut ini akan dijelaskan
1. Kemiskinan
tinggalnya kecil, terbuat dari kayu, bambu, jerami dll. Dilengkapi sedikit
bahkan ada yang tidak punya sama sekali, sehingga tidak dapat
terhadap infeksi, padahal tidak ada uang untuk berobat. Kemiskinan juga
memiliki tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap, dan juga membuat
27
mereka sangat terbatas dalam mengakses informasi. Keadaan darurat
ketika harus berhutang karena tidak memiliki bekal yang cukup dalam
2. Kelemahan Jasmani
28
3. Isolasi
Mereka yang buta huruf akan menjauhkan dari segala informasi yang
dilahan kecil lebih sering gagal, dan bantuan pun tidak dapat segera
4. Kerentanan
rantai ini adalah yang paling banyak memiliki hubungan dalam memicu
29
dipenuhi kembali pada masa yang akan datang, dikarenakan kebutuhan
yaitu :
1. Kewajiban Adat
miskin tidak mau menabung dan boros merupakan salah satu hal
yang keliru, karena adanya biaya upacara adat dan kewajiban sosial
2. Musibah
30
dari lahan garapan mereka sebagai sumber penghidupannya. Suatu
yang selama ini menjadi tumpuan bagi petani atau peternak untuk
3. Ketidakmampuan Fisik
menyengsarakan.
31
Pengeluaran ini sangat bermacam-macam, termasuk merokok,
pengadilan dan main judi. Biaya sekolah juga bisa saja menjadi
dan tidak memberikan nilai investasi positif bagi orang tua. Namun,
5. Pemerasan
terbatas, pun akses sosial dan politik yang kurang memadai. Pada
5. Ketidakberdayaan
lain yaitu pemerasan oleh kaum yang lebih kuat. Orang yang tidak
32
berdaya seringkali terbatas atau tidak mempunyai akses terhadap
setiap transaksi jual beli, dan mereka hampir tidak memiliki pengaruh
pelayanan dan bantuan yang perlu diberikan kepada golongan lemah itu
sendiri.
Kelima hal ini penulis pilih sebagai acuan teori untuk mengambil
perspektif yang berbeda dalam mencari tahu penyebab kegagalan PKH yang
yang kita ketahui bersama bahwa selama ini telah begitu banyak kajian yang
di tataran praktis. Evaluasi tersebut hanya mengacu pada data angka-angka yang
telah mereka tetapkan. Tetapi dalam penelitian ini, peneliti akan mengamati
33
memanfaatkan bantuan PKH yang diterima selama ini.
dengan berbagai bantuan baik itu dari masyarakat maupun pemerintah. Maka
begitu sia-sia ketika berbagai bantuan terus menerus diberikan tetapi para peserta
Teori ini akan membantu peneliti untuk menggali penyebab para peserta
yang diungkapkan oleh Chambers peneliti rasa begitu relevan dengan kondisi
peserta PKH yang ada di desa Nglegi. Dalam hal kemiskinan misalnya, seluruh
peserta PKH adalah para rumah tangga sangat miskin (RTSM) berdasarkan
indikator yang dimiliki oleh BPS. Keadaan miskin yang mereka rasakan tidak
penulis yakini teori milik Chambers sangat relevan untuk menjadi silet dalam
34