Anda di halaman 1dari 162

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN

DI BALAI BESAR LABORATORIUM KESEHATAN

Disusun Oleh :

KELAS A

PROGRAM STUDI DIII ANALIS KESEHATAN


FAKULTAS SAINS, TEKNOLOGI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BINA MANDIRI GORONTALO
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat,

karunia serta izin-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan

Laporan Praktek Kerja Lapangan di Balai Besar Laboratorium Kesehatan

Makassar.

Laporan ini disusun oleh penulis sebagai salah satu syarat pemenuhan tugas

pada penilaian Praktek Kerja Lapangan di Balai Besar Laboratorium Makassar

program studi D-III Analis Kesehatan T.A. 2019/2020.

Penulis menyadari bahwa laporan hasil Praktek Kerja Lapangan di Balai Besar

Laboratorium Makassar ini, tidak dapat terselesaikan dengan baik tanpa adanya

bantuan dari pihak-pihak tertentu yang telah turut membantu dalam penyusunan

laporan ini. Maka penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak dr. Aswan Usman, M.Kes selaku kepala Balai Besar Laboratorium

Kesehatan (BBLK) Makassar yang telah memberikan izin kepada kami

untuk melakukan kegiatan Praktek Kerja Lapangan yang dilakukan di

beberapa Instalasi Laboratorium BBLK Makassar.

2. Ibu Hasni Latif, SKM selaku seksi bimbingan teknis yang telah menerima

mahasiswa Universitas Bina Mandiri Gorontalo dan mengantar ke ruangan

yang ada di Balai Besar Kesehatan Makassar.

3. Bapak Erfan AR Lainjong, SKM., M.Epid selaku ketua program prodi D-III

Analis Kesehatan

4. Bapak Agusrianto Yusuf, S.Pd., M.Si selaku dosen pembimbing I dalam

praktek kerja lapangan yang telah membantu dalam membimbing pembuatan

laporan ini.

i
5. Neneng Dwi Septiani, SKM., M.Epid selaku dosen pembimbing II praktek

kerja lapangan yang telah membantu dalam membimbing pembuatan laporan

ini.

6. Kakak-kakak tenaga Analis Kesehatan yang telah membantu dan

mendamping kami dalam melakukan berbagai kegiatan praktek kerja

lapangan di beberapa instalasi di Balai Besar Laboratoium Kesehatan

Makassar.

Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan ini tidak lepas dari kekurangan

dan kelemahan. Saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi

kesempurnaan laporan.

Semoga laporan ini bisa bermanfaat untuk dijadikan tambahan pengetahuan,

serta apabila terdapat kekurangan dengan segala kerendahan hati penulis mohon

maaf.

Makassar, Februari 2020

Penulis
DAFTAR IS

ii
I
KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1

1.1 Latar Belakang..........................................................................................1

1.2 Tujuan........................................................................................................4

1.3 Manfaat......................................................................................................4

1.4 Tempat dan Waktu Pelaksaan...................................................................5

BAB II HASIL PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN................................6

2.1 Gambaran Umum Balai Besar Laboratorium Kesehatan Makassar..........6

2.2 Instalasi – instalasi Yang Ada di Laboratorium BBLK Makassar..........11

2.2.1 Instalasi Pengambilan Spesimen..................................................11

2.2.2 Instalasi Patologi Klinik...............................................................12

2.2.3 Instalasi Media dan Reagensia.....................................................42

2.2.4 Instalasi Kimia Kesehatan............................................................57

2.2.5 Instalasi Mikrobiologi..................................................................82

2.2.6 Instalasi Imunologi.....................................................................105

BAB III PENUTUP...........................................................................................145

3.1 Kesimpulan............................................................................................145

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................146

LAMPIRAN........................................................................................................154
BAB I
PENDAHULUAN
3.1 Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan akan meningkatkan taraf kehidupan sosial

ekonomi masyarakat untuk hidup sehat dan mendapat pelayanan kesehatan yang

makin baik. Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-garis besar

Haluan Negara 1999-2004 menetapkan bahwa kebijakan pembangunan kesehatan

antara lain adalah meningkatkan mutu sumber daya manusia dan lingkungan yang

saling mendukung dengan pendekatan paradigma sehat dan meningkatkan serta

memelihara mutu lembaga pelayanan non kesehatan melalui pemberdayaan

sumberdaya manusia secara berkelanjutan.

Pelayanan laboratorium kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan

dari pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Laboratorium kesehatan sebagai

salah satu unit pelayanan kesehatan, diharapkan dapat memberikan informasi

yang teliti dan akurat tentang aspek laboratorium terhadap spesimen yang diuji.

Masyarakat menghendaki mutu hasil pengujian laboratorium untuk terus

ditingkatkan seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta

perkembangan penyakit. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap

pelayanan kesehatan yang semakin meningkat, baik jumlah maupun mutunya,

maka peranan laboratorium kesehatan baik dalam bentuk rujukan kesehatan

maupun bentuk lainnya perlu dikembangkan dan ditingkatkan.

Pendidikan Diploma III Analis Kesehatan merupakan satu dari sekitar 20 jenis

pendidikan bertipe vokasional yang dikembangkan Departemen Kesehatan.

Mengacu pada Kurikulum Diploma III Analis Kesehatan tahun 2002, Pendidikan

Program Diploma III Analis Kesehatan berorientasi kepada pemenuhan

1
kebutuhan masyarakat dalam bidang pelayanan kesehatan masyarakat secara

umum yang di dalamnya terkait dengan pelayanan medis. Pendidikan Diploma III

Analis Kesehatan ini harus dapat menjawab tuntutan pelayanan kesehatan dan

dapat mengikuti perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi

khususnya dalam bidang laboratorium kesehatan, sesuai dengan kebutuhan serta

prioritas pembangunan dengan memanfaatkan teknologi tepat guna termasuk

teknologi yang menunjang usaha peningkatan pelayanan kesehatan. Lulusan

Pendidikan Diploma III Analis Kesehatan yang terampil, dikembangkan

berdasarkan teori yang diajarkan oleh kampus, praktik dan kegiatan

pengembangan keterampilan lainnya seperti magang dan praktik kerjaa lapangan.

Praktek Kerja Lapangan (PKL) merupakan hal yang penting bagi mahasiswa

untuk belajar dari pengalaman kerja praktis di suatu institusi. Dengan adanya

magang diharapkan dapat meningkatkan kompetisi lulusan dan menjadi tambahan

pengetahuan serta wawasan dunia kerja. Termasuk dalam pengalaman praktis

pemagangan adalah melakukan identifikasi permasalahan, analisis dan

penyelesaian masalah, serta penerapan ilmu dan teknologi, khususnya bidang

analis kesehatan.

Lahan praktik sebagai sarana belajar mengajar utama untuk mewujudkan

keprofesionalitas mahasiswa dan juga sebagai wahana untuk meningkatkan

keterampilan secara utuh dari seorang mahasiswa yang telah mendapat pelajaran

teori pada proses belajar mengajar di kampus. F-STIK program studi DIII Analis

Kesehatan Universitas BMG dalam mengambil suatu langkah pendekatan dan

pembaruan calon tenaga analis kesehatan dengan penerapan ilmu dan teknologi

dilaksanakan Praktek Lapangan di Balai Besar Laboratorium Klinik Makassar

2
yang dilaksanakan mulai pada tanggal 13 Januari 2020 sampai dengan tanggal 8

Februari 2020.

Balai Besar Laboratorium Kesehatan Makassar di Provinsi Sulawesi Selatan

merupakan laboratorium rujukan untuk wilayah Indonesia Bagian Timur

(Sulawesi, Maluku dan Papua) dengan tugas dan fungsi selain untuk pemeriksaan

laboratorium klinik dan laboratorium kesehatan masyarakat, juga untuk

pemantapan mutu, jejaring kerja dan kemitraan, rujukan, pendidikan dan pelatihan

teknis serta penilitian dan pengembangan. Sudah terakreditasi ISO/IEC

17025:2005.

Dalam rangka memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat akan pelayanan

laboratorium yang lebih baik dan terpercaya serta mengantisipasi era globalisasi

yang penuh dengan persaingan bebas, maka keberadaan Balai Besar Laboratorium

Kesehatan Makassar dalam pelayanan kesehatan khususnya pemeriksaan

laboratorium kesehatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Hasil pemeriksaan

laboratorium penting dalam penentuan diagnosis, prognosis, terapi, monitoring

terapi, dan pencegahan penyakit.

Pemeriksaan laboratorium (klinik, kesehatan masyarakat) di Balai Besar

Laboratorium Kesehatan Makassar senantiasa mengikuti perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi serta ilmu kedokteran yang berkembang sedemikian

pesat, dengan menggunakan tenaga yang profesional, peralatan canggih

(automatic analyzer, polymeraze Chain Reaction (PCR) yang memungkinkan

pemeriksaan menjadi lebih cepat dan akurat serta mutu yang dapat dipercaya,

sesuai Visi dan Misi Balai Besar Laboratorium Kesehatan Makassar sehingga

3
diadakannya praktek kerja lapangan untuk meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan mahasiswa di bidang laboratorium.

3.2 Tujuan

Tujuan dilakukan Praktek Kerja lapangan di Balai Besar Laboratorium Klinik

antara lain adalah:

1. Untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan, terutama yang telah diajarkan

dalam perkuliahan.

2. Untuk mengetahui jenis pemeriksaan yang dilakukan selama mahasiswa

melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL).

3. Untuk menambah keterampilan dan pengetahuan mahasiswa dalam kegiatan

dan pemeriksaan laboratorium.

4. Memberi pengalaman nyata bagi mahasiswa untuk menjadi tenaga analis

kesehatan yang profesional.

5. Melatih kerjasama dengan seasama analis kesehatan dan tenaga kesehatan

lainnya.

6. Melatih dan mengembangkan sikap dan keterampilan mahasiswa dalam

pemberian pelayanan kesehatan khususnya pelayanan laboratorium.

7. Peningkatan kopetensi mahasiswa dibidang pendiagnosaan penyakit.

3.3 Manfaat

a. Bagi Mahasiswa

1. Menambah pengetahuan tentang bagaimana bersikap profesional dalam

menangani pasien.

2. Menambah sumber informasi mengenai pemeriksaan Laboratorium mulai

dari pengambilan sampel, alat-alat yang digunakan sampai pelaporan hasil.

4
3. Menambah kemampuan mahasiswa tentang metode-metode pada

pengalaman kerja yang tidak didapatkan di bangku kuliah.

4. Menambah pengalaman kerja untuk menjadi tenaga medis, sekaligus

belajar untuk berbaur dengan masyarakat, khususnya pasien.

5. Dapat mengadopsi serta menambah wawasan atau pengetahuan baru dari

praktek kerja lapangan (PKL).

6. Dengan adanya PKL ini, mahasiswa dapat menambah wawasan dan

peningkatan keterampilan dibidang pendiagnosaan serta mengetahui

pengoprasian alat-alat kesehatan dan metode pemeriksaan.

7. Mahasiswa dapat menjalin kerjasama yang baik dengan petugas

laboratorium maupun petugas lain yang ada dilingkungan balai besar

laboratorium kesehatan.

b. Bagi Pihak Institusi Pendidikan

1. Sebagai masukan guna pengembangan ilmu khususnya dalam bidang

laboratorium kesehatan.

2. Mahasiswa dapat merekomendasi dan mempelajari sistem manajemen dan

pementapan mutu yang ada dipelayanan balai besar laboratorium

kesehatan.

3.4 Tempat dan Waktu Pelaksaan

Adapun tempat pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan (PKL) yang

dilaksanakan di Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK) Makassar. Selama

21 hari mulai dari tanggal 13 Januari sampai dengan 7 Februari 2020.

5
BAB II
HASIL PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

3.5 Gambaran Umum Balai Besar Laboratorium Kesehatan Makassar

Didirikan pada tahun 1929 oleh pemerintah Belanda dengan nama

Laboratorium Kesehatan Daerah jalan Jend. Sudirman 5 Makasar. Pada tahun

1949 diserahkan ke pemerintah Indonesia di bawah pimpinan DR. Woworuntu

Samuel Wellel Tanamal, beliau menemukan metode cara membedakan Vibrio

cholera dan Eltor dan metode pengecatan pemeriksaan virus rabies.

Pada tahun 1986 Laboratorium Kesehatan Daerah berubah nama menjadi

Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan berdasarkan keputusan

Menkes no. 78/MENKES/SK/XI/86 Tahun 1995 pindah lokasi di jalan Perintis

Kemedekaan Km 11 Tamalanrea Makasar. Tanggal 31 Juli 2006 Balai

Laboratorium Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan ditingkatkan statusnya

menjadi BALAI BESAR LABORATORIUM MAKASAR (Kep.Menkes RI No.

558. Menkes/VII/PER/2006).

BBLK Makassar memiliki motto “Kepuasan Anda Harapan Kami”. Visi

BBLK Makassar yaitu memberikan pelayanan dan rujukan laboratorium yang

profesional, cepat, tepat, terdepan dalam mutu dan terpercaya. Dan Misi BBLK

Makassar yaitu :

1. Memberikan pelayanan laboratorium kesehatan yang bermutu tinggi dan

terjangkau seluruh masyarakat.

2. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam perencanaan, pelaksanaan

pengendalian pelayanan laboratorium kesehatan dan rujukan.

3. Meningkatkan mutu SDM

6
Adapun tugas pokok Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK) Makassar

dengan melaksanakan perencanaan, koordinasi, pelaksanaa dan evaluasi, yang

mencakup, antara lain :

1. Pemeriksaan lab klinik dan kesehatan masyarakat

2. Rujukan

3. Pendidikan dan pelatihan teknis

4. Penelitian dan pengembangan

Adapun fungsi Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK) Makassar adalah

sebagai berikut :

1. Perencanaan, koordinasi, pelaksanaan dan evaluasi pemeriksaan

laboratorium klinik.

2. Perencanaan, koordinasi, pelaksanaan dan evaluasi pemeriksaan

laboratorium kesehatan masyarakat.

3. Pemantapan mutu internal dan eksternal.

4. Pelaksanaan jejaring kerja dan kemitraan dibidang laboratorium kesehatan.

5. Perencanaan, koordinasi, pelaksanaan dan evaluasi rujukan.

6. Perencanaan, koordinasi, pelaksanaan dan evaluasi pendidikan dan

pelatihan teknis.

7. Perencanaan, koordinasi, pelaksanaan dan evaluasi penelitian dan

pengembangan.

8. Pelaksanaan urusan tata usaha.

Adapun kedudukan Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK) Makassar

adalah sebagai berikut :

1. Unit pelayanan teknis Depkes dibidang laboratorium kesehatan.

7
2. Bertanggung jawab kepada Dirjen Bina Pelayanan Medik.

3. Teknis fungsional dibina oleh Direktorat Bina Pelayanan Medik.

Adapun kebijakan mutu Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK)

Makassar adalah sebagai berikut:

1. Komitmen penuh sejarah profesional dalam menerapkan sistem manajemen

mutu berdasarkan ISO/IEC 17025: 2005.

2. Memberikan pelayanan terbaik demi kepuasan customer.

3. Senantiasa merujuk kepada standart Internasional dan Nasional.

4. Seluruh personel laboratorium memahami dokumentasi sistem manajemen

mutu berdasarkan ISO/IEC 17025: 2005 dan menerapkan dalam pekerjaan,

serta bertanggung jawab secara hukum dan teknis.

5. Menjamun seluruh personel laboratorium bebas dari berbagai tekanan dari

pihak manapun.

6. Mengusahakan perbaikan secara terus-menerus.

Dalam rangka memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat akan pelayanan

laboratorium yang lebih baik dan terpercaya serta mengantisipasi era globalisasi

yang penuh dengan persaingan bebas, maka keberadaan Balai Besar

Laboratorium Kesehatan Makassar dalam pelayanan kesehatan khususnya

pemeriksaan laboratorium kesehatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Hasil

pemeriksaan laboratorium penting dalam penentuan diagnosis, prognosis, terapi,

monitoring terapi, dan pencegahan penyakit.

Balai Besar Laboratorium Kesehatan Makassar di Provinsi Sulawesi Selatan

merupakan laboratorium rujukan untuk wilayah Indonesia Bagian Timur

(Sulawesi, Maluku dan Papua); dengan tugas dan fungsi selain untuk

8
pemeriksaan laboratorium klinik dan laboratorium kesehatan masyarakat, juga

untuk pemantapan mutu, jejaring kerja dan kemitraan, rujukan, pendidikan dan

pelatihan teknis serta penilitian dan pengembangan. Sudah terakreditasi ISO/IEC

17025:2005.

Pemeriksaan laboratorium (klinik, kesehatan masyarakat) di Balai Besar

Laboratorium Kesehatan Makassar senantiasa mengikuti perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi serta ilmu kedokteran yang berkembang sedemikian

pesat, dengan menggunakan tenaga yang profesional, peralatan canggih

(automatic analyzer, polymeraze Chain Reaction (PCR) yang memungkinkan

pemeriksaan menjadi lebih cepat dan akurat serta mutu yang dapat dipercaya,

sesuai Visi dan Misi Balai Besar Laboratorium Kesehatan Makassar.

Untuk memberikan pelayanan yang terbaik, BBLK Makassar siap melayani

permintaan pemeriksaan laboratorium ditempat, melayani konsultasi kesehatan

oleh Dokter yang berpengalaman Melayani General Check Up, melayani

Keterangan Sehat untuk melamar kerja melayani Keterangan Bebas Narkoba,

melayani Imunisasi Hepatitis.

9
Struktur Organisasi Balai Besar Laboratorium Kesehatan Makassar

Gambar 2.1 Struktur Organisasi Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK)

Makassar tahun 2020

3.6 Instalasi – instalasi Yang Ada di Laboratorium BBLK Makassar

10
3.7 Instalasi Pengambilan Spesimen

Selama kurang lebih 4 minggu praktik kerja lapangan di balai besar

laboratorium kesehatan makassar spesimen yang di antarkan ke instalasi

patologi klinik, imunologi, mikrobiologi, kimia kesehatan sebagai berikut:

Tabel 2.2.1 Jumlah Spesimen Untuk Instalasi Patologi Klinik

JUMLAH SPESIMEN SETIAP


JENIS PEKAN
NO. JUMLAH
SPESIMEN
I II III IV

Darah Tabung
1 40 20 35 20 115
EDTA

Darah Tabung
2 45 60 65 40 210
tutup merah

3 Urin 25 37 30 23 115

Tabel 2.2.2 Jumlah Spesimen Untuk Instalasi Imunologi

JUMLAH SPESIMEN SETIAP


JENIS PEKAN
NO. JUMLAH
SPESIMEN
I II III IV

Darah Tabung
1 25 33 28 20 106
tutup merah

2 Urin 20 25 35 19 99

Tabel 2.2.3 Jumlah Spesimen Untuk Instalasi mikrobiologi

JUMLAH SPESIMEN
JENIS SETIAP PEKAN
NO. JUMLAH
SPESIMEN
I II III IV

11
1 Sputum 25 30 20 15 90

2 Pus (nanah) 5 8 6 4 23

3 Raitz serum 2 1 1 0 4

4 Makanan 20 15 25 15 75

5 Minuman 2 3 2 0 7

Darah tabung
6 2 3 4 0 9
EDTA

Tabel 2.2.4 Jumlah Spesimen Untuk Instalasi kimia kesehatan

JUMLAH SPESIMEN SETIAP


JENIS PEKAN
NO. JUMLAH
SPESIMEN
I II III IV

1 Makanan 2 10 5 3 20

2 Air 5 10 20 5 40

3.8 Instalasi Patologi Klinik

Patologi klinik adalah bagian dari ilmu kedokteran klinik yang ikut

mempelajari masalah diagnostik dan terapi, ikut meneliti wujud dan

perjalanan penyakit pada seorang penderita atau bahan yang berasal dari

seorang penderita. Pada instalasi patologi klinik yang ada di BBLK (Balai

Besar Laboratorium Kesehatan) Makassar hanya memeriksakan beberapa

parameter saja yang berkaitan dengan patologi klinik yaitu pemeriksaan

Hematologi, Urinalisa dan Kimia Klinik.

12
Secara garis besar, pemeriksaan di instalasi ini terbagi menjadi beberapa

tahapan yaitu tahapan persiapan sampel dimana pada tahap ini adalah untuk

mendapatkan sampel yang representatif untuk pemeriksaan, tahapan

pelaksanaan control alat dan reagen (Quality control) yaitu tahap untuk

mendapatkan larutan pereaksi dan kurva kontrol yang baik, dan tahapan

analisa sampel untuk mengetahui dan menetapkan nilai atau range suatu

pemeriksaan dalam suatu sampel dan setelahnya adalah pencatatan hasil.

Instalasi patologi klinik dijalankan oleh beberapa karyawan yang telah

ditugaskan untuk bertanggungjawab sepenuhnya di instalasi tersebut.

Pembagian tugas di instalasi dapat dilihat pada struktur organisasi instalasi

patologi klinik.

STRUKTUR ORGANISASI INSTALASI


PATOLOGI KLINIK
KEPALA INSTALASI

Sitti Surdianah, SKM


NIP. 196704171988032002

HEMATOLOGI URINALISA KIMIA KLINIK

Rudiah, SKM Nasrianti Latif, Amd. AK Kusuma Wardani, Amd.AK


NIP. 196704171988032002 NIP. 196704171988032002 NIP. 198707242009122001
Yetty Widyastuti, Amd, AK Krisharianto B.P., Amd, AK Marhani, AMAK
NIP. 198502142015032001 NIP. 197712161997031005 NIP. 198405242006042002

Gambar 2.2 Struktur Organisasi Instalasi Patologi Klinik

13
Hasil dan Pembahasan

Pemeriksaan di Instalasi Patologi mencakup 3 jenis pemeriksaan

yaitu :

a. Hematologi

Hematologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari

kondisi normal dan patologis darah yang meliputi struktur darah,

komponen darah, fungsi darah dan pembuluh darah. Pemeriksaan

hematologi adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui

keadaan darah dan komponen-komponennya. Darah terdiri dari bagian

padat yaitu sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit),

trombosit dan bagian cairan yang berwarna kekuningan yang disebut

plasma. Pemeriksaan hematologi di instalasi tersebut terdiri dari

pemeriksaan darah lengkap (darah ritun dan LED).

1) Darah Lengkap

Nugraha (2018) menyatakan "Pemeriksaan hematologi rutin

adalah pemeriksaan hematologi yang umum dilakukan karena

sering diminta (rutin). Parameter pemeriksaan hematologi rutin

adalah hitung hematokrit, hemoglobin, jumlah eritrosit, indeks

eritrosit, hitung jumlah leukosit dan hitung jumlah trombosit.

Pemeriksaan hematologi rutin dalam bahasa Inggris dikenal dengan

istilah Complete Blood Count (CBC) yang jika diartikan ke dalam

bahasa Indonesia adalah "hitung darah lengkap", sedangkan

pemeriksaan darah lengkap yang umum dilakukan di Indonesia

adalah pemeriksaan hematologi rutin dengan hitung jenis leukosit

14
dan LED. Jadi, Istilah CBC yang benar merujuk pada pemeriksaan

Hematologi Rutin. Pada Instalasi paologi juga melakukan

pemeriksaan darah lengkap yang hanya terdiri dari pemeriksaan

darah rutin dan LED.

2) Darah rutin

Pada instalasi patologi diruangan hematologi pemeriksaan darah

lengkap yang terdiri dari darah rutin dilakukan dengan

menggunakan alat full automatic yaitu “Nihon Konden Celtac F”.

Pemeriksaan alat ini menggunakan 5 diff seperti yang digunakan

dibeberapa rumah sakit pada umumnya. Kontrol yang digunakan di

laboratorium patologi klinik ini adalah 3 level yaitu Low, normal

dan high.

Kontrol oleh setiap penanggung jawab maupun praktikan pada

saat akan melakukan pemeriksaan dilakukan setiap hari guna

memantau control alat maupun reagen untuk memastikan hasil yang

nantinya akan dikeluarkan adalah benar dan dalam keadaan baik,

juga dijadikan acuan atau pegangan apabila dikemudian hari

terdapat complain atau permintaan pertanggungjawaban.

Dijelaskan oleh instruktur ruangan hematologi, tujuan

dilakukannya control adalah 1) untuk memastikan kondisi alat yang

akan digunakan dan dalam keadaan yang sesuai dengan kondisi

suhu dan listrik yang ditentukan, 2) untuk meihat stabilitas reagen

yang digunakan, 3) sebagai jaminan mutu (QC) baik secara

internal/eksternal dan 4) melihat hasil kinerja pemeriksa.

15
Gambar 2.3. Alat Nihon Konden Feltac F

Pada proses pemeriksaannya sendiri dilakukan menggunakan

alat Full Automatic. Alur pada saat akan dilakukan pemeriksaan

adalah spesimen akan diterima melalui petugas pada bagian

spesimen. Spesimen setelah diterima, dilakukan pencatatan

penerimaan spesimen kemudian dipersiapkan untuk dilakukan

pemeriksaan menggunakan alat. Hal-hal yang perlu diperhatikan

sebelum melakukan pemeriksaan adalah mengamati spesimen

apakah terdapat gumpalan atau tidak, karena hal tersebut dapat

berpengaruh terhadap hasil. Adapun alat ini bekerja dengan :

a) Prinsip : “Instrumen menggunakan metode Cell yang disebut

Volumetric impedance. Pada metode ini larutan

elektrolit (diluent) yang telah dicampur dengan sel-

sel darah melalui aperture, hambatan antara kedua

elektroda tersebur akan naik sesaat dan akan terjadi

perubahan tegangan yang sangat kecil sesuai

dengan nilai tekanannya”.

b) Metode : “Volumetric Impedance”

c) Alat : Nihon Kohden Celtac F, Tabung EDTA Rak tabung.

16
d) Bahan : Darah dengan antikoagulan EDTA 10%

e) Cara Kerja :

1. Hidupkan UPS, tekan main power yang terletak pada bagian

belakang alat, sehingga lampu indikator main power akan

menyala.

2. Tekan tombol power yang terdaapat pada bagian depan alat,

maka alat secara otomatis akan melakukan Cleaning dan

Priming .

3. Tunggu sampai alat siap digunakan (ready).

4. Lakukan pembacaan control.

5. Masukkan data pasien lalu kirim data tersebut pada alat.

6. Masukkan sampel pada rak tabung lalu tekan tombo start dan

alat akan melakukan analysa.

7. Setelah selesai analysa maka hasil akan keluar secara

otomatis dalam bentuk print out.

Hasil yang keluar adalah dalam bentuk print out dengan

penulisan sebagai berikut :

17
Gambar 2.4. Hasil Print Out Hasil Pemeriksaan Hematologi
Darah Rutin
Adapun tolak ukur untuk melihat normal atau abnormalnya hasil

yang keluar adalah dengan melihat nilai normal pada setiap

parameter pemeriksaan seperti yang telah dirangkum menurut

Nugraha, 2018 nilai normal pemeriksaan hematologi adalah :

Tabel 2.2.5 Nilai Normal Pemeriksaan Hematologi Darah


Rutin
Jenis Pemeriksaan Nilai Rujukan Satuan

♂ : 13 – 17
Hemoglobin (HGB) g/dl
♀ : 12 – 15

Leukosit (WBC) 4.000 – 10.000 /mm3

♂ : 4,5 – 5,5
Eritrosit (RBC) Juta/mm3
♀ : 3,8 – 4,8

♂ : 40 – 50
Hematokrit (HCT) %
♀ : 36 – 46

MCV (Mean

Corpuscular 83 – 101 fL

Volume)

MCH (Mean

Corpuscular 27 – 32 Pg

Hemoglobin)

MCHC (Mean 31,5 – 34,5 g/dl

Corpuscular

Hemoglobin

18
Consentration)

Trombosit (PLT) 150.000 – 400.000 /mm3

Neutrofil (NE) 20 – 40 %

Limfosit (LY) 2 – 10 %

Monosit (MO) 1−6 %

Eosinofil (EO) 2−4 %

Basofil (BA) 0-1 %

Pemeriksaan hematologi adalah pemeriksaan yang sering

diminta dan dilakukan untuk mengetahui keadaan darah dan

komponennya sehingga kondisi kesehatan pasien dapat diketahui.

Melihat hasil yang diterima setelah print out hasil keluar dapat

dilihat bahwa nilai eritrosit, hemoglobin, MCV, MCH dan MCHC

normal namun terjadi peningkatan pada beberapa parameter

berkaitan dengan antibodi yaitu leukosit dan hitung jumlah leukosit

(neutrofil, basofil, eosinofil, monosit dan limfosit).

Darah terdiri dari sekitar 45% komponen sel dan 55% plasma.

Komponen sel tersebut adalah sel darah merah (eritrosit), sel darah

putih (leukosit) dan keping darah (trombosit). Sel darah merah

berjumlah 99% dari total komponen sel, sisanya1% sel darah putih

dan platelet. Plasma terdiri dari air 90% dan 10% sisanya dari

protein plasma, gas terlarut, berbagai produk sampah metabolisme,

nutrient, vitamin dan kolesterol (Corwin, 2009).

19
Pada range 4,5 – 5,5 jt/dl (normal eritrosit) kondisi viskositas

darah dalam tubuh dalam keadaan normal atau stabil sehingga

ekspor oksigen ke jaringan tubuh menjadi lancar. Sehinggan tubuh

dalam keadaan sehat namun, jika ada suatu kelainan dalam tubuh

seperti pada penyakit thalasemia dimana kadar atau jumlah sel darah

merah itu meningkat akan membuat viskositas atau kekentalan

darah itu meningkat. Peningkatan viskositas ini akan memicu

resiko-resiko lainnya seperti gagal jantung dan stroke.

MCH, ,MCV, MCHC itu pemeriksaannya dapat menentukan

jenis anemia namun dikonfirmasi dengan melakukan pemeriksaan

ADT (Apusan Darah Tepi).

Hematokrit merupakan suatu hasil pengukuran yang

menyatakan perbandingan sel darah merah terhadap volume darah.

Hematokrit memiliki satuan menggunakan persen, contoh 42%

(memiliki arti bahwa terdapat 42 ml sel darah merah di dalam 100

ml darah).

Sel darah merah, sel darah putih dan platelet dibentuk di hati

dan limpa pada janin dan di dalam sumsung tulang setelah lahir.

Proses ini disebut hematopoiesis. Hematopoiesis mulai terjadi

disumsung tulang dengan sel induk. Sel induk adalah sumber semua

sel darah. Sel-sel ini secara kontinu memperbarui dirinya dan

berdiferensiasi sepanjang hidup dan merupakan cadangan yang tiada

habisnya.

20
Peningkatan terjadi pada sistem imun yaitu antibodi sehingga

dapat diketahui terjadi invasi antigen dalam tubuh. Penentuan kadar

tinggi rendahnya parameter pemeriksaan tersebut tidak secara

langsung dilakukan. Setelah hasil keluar, dilakukan sistem verifikasi

untuk memastiikan bahwa hasil yang dikeluarkan benar-benar dapat

dipertanggung jawabkan.

3) Laju Endap Darah (LED)

Tes laju endap darah adalah pengukuran kecepatan pengendapan

eritrosit dalam suatu tabung dari sediaan darah yang mengandung

antikoagulan. Tujuan dilakukannya pemeriksaan laju endap darah

adalah penetapan nilai koagulan untuk mengikuti perjalanan suatu

penyakit kronik.

Laju endap darah (erithrocyte sedimentation rate, ESR) yang

juga disebut kecepatan endap darah (KED) atau laju sedimentasi

eritrosit adalah kecepatan sedimentasi eritrosit dalam darah yang

belum membeku, dengan satuan mm/jam. LED merupakan uji yang

tidak spesifik. LED dijumpai meningkat selama proses inflamasi

akut, infeksi akut dan kronis, kerusakan jaringan (nekrosis),

penyakit kolagen, rheumatoid, malignansi, dan kondisi stress

fisiologis (misalnya kehamilan). Sebagian ahli hematologi, LED

tidak andal karena tidak spesifik, dan dipengaruhi oleh faktor

fisiologis yang menyebabkan temuan tidak akurat. (laboratorium

kesehatan).

21
Laju endap darah adalah menurunnya atau mengendapnya sel

darah merah dalam darah dengan antikoagulan yang diukur dengan

tingginya kolom plasma yang terbentuk dalam waktu tertentu dan

dinyatakan dalam milimiter per jam. Pemeriksaan LED dapat

dilakukan dengan cara manual ataupun menggunakan alat otomatik.

LED dengan cara manual dapat dikerjakan dengan metode

westergren namun pengukuran LED dengan alat otomatik lebih

dipilih di rumah sakit karena jumlah permintaan yang banyak

Pemeriksaan LED dengan menggunakan metode manual masih

sering dijumpai karena LED merupakan salah satu parameter

pemeriksaan walau tidak spesifik namun berguna untuk memantau

suatu perjalanan penyakit.

Pada pemeriksaan LED digunakan alat semi automatic yaitu

dengan menggunakan tabung Ves-tec yang telah berisi larutan

Natrium citrate 3,8% yang ditambahkan dengan darah EDTA

sampai tanda batas. Pada alat semi automatic hasil akan keluar

setelah 20 menit.

Gambar 2.5. Alat Ves-Tec

22
Sebagai control pembanding cara pemeriksaan yang mendapat

rekomendasi dari International Committee for Standardization in

Hematology (ICSH) adalah cara Westergren.

Gambar 2.6. Alat Pemeriksaan LED metode Westergreen

a) Prinsip : “Laju Endap Darah (LED) adalah mengukur


kecepatan pengendapan sel darah merah di
dalam plasma. Satuannya adalah mm/jam”.
b) Metode : Westergreen
c) Alat : Tabung reaksi, pencatat waktu, Clinipete 20
µl, rak tabung, standar westergreen, spuit 3 ml
dan  pipet westergreen.
d) Bahan : Darah vena
e) Cara Kerja :
1. Isi tabung reaksi dengan 20 µl EDTA 10%
2. Tambahkan darah 2 ml
3. Campur sampai homogen
4. Masukkan 0,25 ml NaCl kedalam tabung reaksi
5. Tambahkan darah EDTA satu kali pipet westergreen
kemudian campur sampai homogeny.
6. Pasang pada standar westergreen dan biarkan selama 1
jam

23
7. Catat hasilnya
f) Hasil :
Tabel 2.2.6 Hasil Pemeriksaan Hematologi LED
Sampel Satuan
20 mm/jam

Pada pemeriksaan LED hasil ditulis pada formulir atau bon

laboratorium pasien dengan satuan mm/jam. Hasil yang didapatkan

pada pemeriksaan LED adalah 22 mm/jam. Menurut Nugraha,

2018 batas normal pemeriksaan LED yaitu 1-20 mm/jam.

Sehingga hasil tersebut adalah tinggi atau abnormal.

b. Urine Lengkap

Pemeriksaan/parameter yang sering digunakan dalam pengelolaan

penyakit disebut urinalisis. Urin merupakan cairan sisa yang

diekskresikan oleh ginjal, dimana ginjal berfungsi untuk mengatur

jumlah air di dalam tubuh agar sesuai dengan kebutuhan. Jika air dalam

tubuh berlebih, maka ginjal akan mengeluarkan air lebih banyak selain

itu ginjal juga berfungsi untuk mengeluarkan racun dan obat-obatan dari

dalam tubuh yang diproduksi tubuh dalam bentuk urin yang kemudian

akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi.

Urinalisis atau tes urin rutin digunakan untuk mengetahui fungsi

ginjal dan mengetahui adanya infeksipada ginjal atau saluran kemih.

Tes ini terdiri dari dua macam, yaitu : tes makroskopik dan tes

mikroskopik. Tes makroskopik dilakukan dengan cara visual. Pada tes

ini biasanya menggunakan reagen strip yang dicelupkan sebentar ke

dalam urine lalu mengamati perubahan warna yang terjadipada strip dan

24
membandingkannya dengangrafik warna standar. Tes ini bertujuan

mengetahui pH, berat jenis, glukosa, protein, bilirubin, urobilinogen,

darah, keton, nitrit, lekosit esteras, dan vitamin C.

Tes mikroskopik urin atau sedimen urine dilakukan dengan memutar

centrifuge urin lalu mengamati endapan urindi bawah mikroskop. Tes

ini bertujuan untuk mengetahui : unsur-unsur organik sel-sel : eritrosit,

leukosit, epitel, silinder, silindroid, benang lendir unusur anorganik

kristal, garam amorf elemen lain bakteri, sel jamur, parasit Trichomonas

sp, spermatozoa.

Pada instalasi patologi di bidang urinalisa terdapat pemeriksaan

urine lengkap yang terdiri dari :

1) Pemeriksaan Kimia Urine

Warna Urin dipengaruhi oleh konsentrasi, adanya obat, senyawa

eksogen dan endogen serta pH. Warna Merah coklat ; menunjukan

urin mengandung hemoglobin, myoglobin, pugmen empedu, darah

dan pewarna. Dapat juga karena pemakaian klorpromazin,

haloperidol, rifampisin, fenition, ibuprofen. Warna merah coklat

dapat berarti urin bersifat asam (karena metronidazol) atau alkali

(karena laksatif, metildopa).Warna Kuning merah (pink)

menunjukkan adanya sayuran, bit, fenazopiridin atau katartik

fenolftalein, ibuprofen, fenitoin dan klorokuin.Warna biru kehijauan

menunjukkan pasien mengkonsumsi bit, adanya bakteri

Pseudomonas, pigmen empedu dan amitriptilin.Warna hitam

menunjukkan adanya alkaptouriaWarna gelap menunjukkan adanya

25
porfiria, malignant melanoma (sangat jarang ditemukan) Urin yang

berbusa mengandung protein atau asam empedu Kuning kecoklatan

menunjukkan primakuin, sulfametoksazol, bilirubin, urobilin

pH Ini adalah derajat keasaman air seni. pH urine pada orang

normal adalah 4,8 – 7,4. pH di bawah 7,0 disebut asam (acid) dan

pH di atas 7,0 dinamakan basa (alkali). Beberapa keadaan dapat

menyebabkan pH urine menjadi basa , misalnya : diet vegetarian,

setelah makan, muntah hebat, infeksi saluran kencing oleh bakteri

Proteus atau Pseudomonas, urine yang disimpan lama, terapi obat-

obatan tertentu, atau gangguan proses pengasaman pada bagian

tubulus ginjal. Sebaliknya, pH urine bisa menjadi rendah atau asam

dapat dijumpai pada : diabetes, demam pada anak, asidosis sistemik,

terapi obat-obatan tertentu.

Berat jenis (BJ) atau specific gravity (SG) dipengaruhi oleh

tingkat keenceran air seni. Pada orang normal, berat jenis urine

adalah 1,015 – 1,025. Seberapa banyak Anda minum atau berkemih

akan mempengaruhi BJ urine; semakin banyak berkemih, akan

semakin rendah BJ, demikian sebaliknya. Adanya protein atau

glukosa dalam urine akan meningkatkan BJ urine. Jika ada protein

dalam urine, maka setiap 1% proteinuria BJ bertambah 0,003. Jika

ada glukosa dalam urine, maka setiap 1% glukosuria BJ bertambah

0,004.

Glukosa Biasanya tidak ada glukosa dalam air seni. Adanya

glukosa dalam urine (disebut glukosuria) harus diwaspadai adanya

26
gangguan atau penyakit. Jika glukosuria bersama hiperglikemia

(peningkatan kadar gula dalam darah), maka kemungkinan adalah :

diabetes mellitus (DM), sindrom Cushing, penyakit pankreas,

kelainan susunan syaraf pusat, gangguan metabolisme berat

(misalnya pada kebakaran hebat, penyakit hati lanjut, sepsis, dsb),

atau oleh karena obat-obatan kortikosteroid, thiazide, obat

kontrasepsi oral). Jika glukosuria tanpa hiperglikemia dapat

dijumpai pada : kelainan fungsi tubulus ginjal, kehamilan, gula

selain glukosa dalam urine atau makan buah-buahan sangat banyak.

Protein Biasanya tidak ada protein yang terdeteksi pada

urinalisis. Adanya protein dalam urine disebut proteinuria.

Proteinuria menunjukkan kerusakan pada ginjal, adanya darah dalam

air kencing atau infeksi kuman. Beberapa keadaan yang dapat

menyebabkan proteinuria adalah : penyakit ginjal (glomerulonefritis,

nefropati karena diabetes, pielonefritis, nefrosis lipoid), demam,

hipertensi,multiple myeloma, keracunan kehamilan (pre-eklampsia,

eklampsia), infeksi saluran kemih (urinary tract infection).

Proteinuria juga dapat dijumpai pada orang sehat setelah kerja

jasmani, urine yang pekat atau stress karena emosi (Kumar, 2007).

Pemeriksaan kimia urine dilakukan dengan menggunakan alat

Uriscan Optima Plus metode carik celup dengan prinsip :

27
Gambar 2.7. Alat Optima Plus
a) Prinsip : “Urine analyzer mengevaluasi carik celup dengan

cara reflectance photometry menggunakan light-

emiting diodes pada panjang gelombang dan waktu

pengukuran yang dibuat secara tepat untuk reaksi

kimia dan perubahan warna dari bantalan

pemeriksaan yang diamati”.

b) Alat : Tabung reaksi, rak tabung dan urine analyzer

(Uriscan Optima Plus).

c) Bahan : Urine sewaktu, strip uriscan dan tissue.

d) Cara Kerja :

1. On kan alat dan tunggu sampai alat siap digunakan

2. Masukkan sampel urine ke dalam tabung reaksi sebanyak 12

ml

3. Ambil satu strip urine dan celup kedalam sampel tidak lebih

dari 1 detik (semua parameter harus basah)

4. Tiriskan strip diatas tissue

5. Letakkan strip diatas meja strip

28
6. Hasil berupa print out akan keluar secara otomatis.

Hasil yang keluar adalah normal dalam bentuk print out :

Gambar 2.8. Hasil Print Out Control normal dan abnormal serta hasil
Pemeriksaan Kimia Urine
2) Pemeriksaan Sedimen Urine

Pemeriksaan sedimen urine atau pemeriksaan urine secara

mikroskopik adalah pemeriksaan yang dilakukan secara manual

untuk mecari kemungkinan adanya unsure-unsur organik sel-sel :

eritrosit, lekosit, epitel, silinder, silindroid, benang lendir unusur

anorganik kristal, garam amorf elemen lain bakteri, sel jamur, parasit

Trichomonas sp. dan spermatozoa.

Pada pemeriksaan sedimen urine dilakukan dengan :

a) Prinsip : “Berat jenis unsure-unsur organic dan an-organik

dalam urine lebih besar daripada berat jenis urine

sehingga dengan dicentrifuge zat-zat tersebut

akan mengendap”.

29
b) Alat : Tabung reaksi, rak tabung, mikroskop, objek

glass dan centrifuge.

c) Bahan : Urine Sewaktu

d) Cara Kerja :

1. Urine yang sudah diperiksa kimianya di centrifuge selama 10

menit dengan kecepatan 2500 rpm (untuk mendapatkan

endapan).

2. Supernatant dibuang

3. Endapannya dikocok dan diambil satu tetes diletakkan di

objek glass yang bersih

4. Periksa di mikroskop dengan lensa objektif 10 x lalu ke lensa

objektif 40 x.

Hasil biasanya tampak pada mikroskop dan digambar untuk

kemudian di interpretasikan pada formulir hasil pemeriksaan

sedimen urine. Hasil yang didapatkan pada pemeriksaan sedimen

adalah sel leukosit, eritrosit, epitel, sel ragi, benang lender, dan

bakteri. Hasil tersebut tidak memiliki arti yang signifikan.

Nilai normal :

a. Eritrosit : 0-1 per LPB

b. Leukosit : 1-5 per LPB

c. Epitel : negatif silinder : 0-1 per LPK

d. Kristal-kristal dalam urine normal : dalam urine asam : asam

urat, natrium urat, calsium sulfat, dalam urine asam / netral /

agak basa : calsium oksalat, asam hipurat, dalam urine basa /

30
netral / agak asam : triple fosfat, dikalsium fosfat , dalam urine

basa : calsium carbonat, calsium fosfat, amonium biurat.

Penulisan hasil pada instalasi patologi klinik dari ruangan

urinalisa hanya dicatat hasil pemeriksaan sedimen saja sedangkan

untuk hasil kimia urine hasil print out diarsipkan karena hasil yang

ada di alat akan secara langsung terkirim ke sistem informasi

laboratorium.

c. Kimia Klinik

Kimia klinik adalah ilmu yang mempelajari teknik terhadap darah,

urin, sputum (ludah, dahak), cairan otak, ginjal, secret-sekret yang

dikeluarkan. Pemeriksaan laboratorium yang berdasarkan pada reaksi

kimia dapat digunakan darah, urin atau cairan tubuh lain. Terdapat

banyak pemeriksaan kimia darah di dalam laboratorium klinik antara

lain uji fungsi hati, otot jantung, ginjal, lemak darah, gula darah, fungsi

pankreas, elektrolit dan dapat pula dipakai beberapa uji kimia yang

digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis anemi (Anonim,

2012).

Kimia klinis juga dikenal sebagai kimia patologi, biokimia klinis

atau medis biokimia, adalah bagian dari patologi klinis yang umumnya

berkaitan dengan analisis cairan tubuh. Seiring berkembangnya waktu,

laboratorium modern sekarang benar-benar dibuat semaksimal

mungkin dengan beban kerja yang tinggi. Pengujian dilakukan dengan

pepantauan dan kontrol kualitas.

31
Pemeriksaan yang biasanya dilakukan di ruangan kimia klinik

adalah GD puasa, GD 2 jam PP, GD sewaktu, GTT, kolestrol, HDL

kolestrol, LDL kolestrol, trigliserid, total lipid, total protein, albumin,

globulin, alkali pospatase, HBDH, bilirubin indirec, iktirus indek,

SGOT/ast, SGP/Alt, CPK, Chlorida, magnesium. CKMB, gamma GT,

Ureum, creatinin, uric Asid, kalium, Calsium dan Natrium.

Pemeriksaan yang dapat dilakukan ketika melakukan praktik

magang di ruangan kimia klinik adalah GD puasa, GD sewaktu,

kolestrol, HDL kolestrol, LDL kolestrol, trigliserid, SGOT/ast,

SGP/Alt, Ureum, creatinin dan urid Acid.

Pemeriksaan kimia klinik di instalasi patologi klinik bidang kimia

klinik adalah menggunakan alat full automatic “Thermo Scientific

Indiko”

Gambar 2.9. Thermo Scientific Indiko

a) Prinsip : “Cahaya polikromasi diubah menjadi cahaya

monokromasi oleh monokromator kemudian akan

diterjemahkan berupa hasil pada display alat”.

32
b) Metode : Metode yang digunakan pada masing-masing

parameter dengajn menggunakan alat

full automatic berbeda-beda.

c) Alat   : Thermo scientific indico, rak sampel, cup sampel,

mikropipet 500 µl, tips biru dan wadah limbah.

d) Bahan : Serum

e) Prosedur Kerja :

1. Hidupkan alat terlebih dahulu dan tunggu hingga alat sudah

dapat digunakan

2. lakukan Quality control pada alat. Jika control normal maka

lanjutkan pemeriksaan namun jika control rendah/tinggi maka

lakukan pengecekan kualitas control dan tidak diperkenankan

melanjutkan pemeriksaan.

3. Pada layar monitor klik Add sampel dan lakukan pengisian

sampel ID kemudian klik confirm.

4. Isilah data pasien

5. Pilih rak dan posisi tabung sampel

6. Lakukan pemilihan parameter pemeriksaan sampel sesuai

dengan permintaan

7. Save data kemudian masukkan sampel ke dalam alat

8. Setelah masuk, tutup kembali dan klik start maka akan muncul

pada layar monitor lama analisa alat terhadap sampel dan

tunggu hingga hasil keluar.

33
Hasil yang keluar pada saat melakukan pemeriksaan pada sampel

Tn. J umur 67 thn jenis kelamin laki-laki adalah normal dengan

tampilan sebagai Berikut :

Tabel 2.2.7 Hasil Pemeriksaan Kimia Klinik

Parameter Hasil

Total kolesterol 112

HDL-Cholestrol 30

LDL-Cholestrol 50

Trigliserida 92

Urea 19

Kreatinin 0,58

Chlorida 83

Natrium 119

Kalium 3,5

HbA1C 7,2

Untuk melihat apakah hasil pemeriksaan dikatakan normal atau

tidak maka diberlakukan nilai rujukan yang ada pada instalasi patologi

klinik. Berdasarkan hasil kondisi pada tubuh adalah normal dengan

nilai rujukan sebagai berikut :

Tabel 2.2.8 Nilai Rujukan Hasil Pemeriksaan Kimia Klinik

Pemeriksaan Nilai Normal Satuan

Glukosa sewaktu 60-139 Mg/dl

Glukosa puasa 74-106 Mg/dl

Kolesterol total < 200 Mg/dl

34
Trigliserida 10-140 Mg/dl

Kolesterol HDL 40-60 Mg/dl

Kolesterol LDL <100 Mg/dl

Laki-laki : 3.5-7.2
Asam Urat Mg/dl
Perempuan : 2,6-6,0

Ureum 13-43 Mg/dl

Laki-laki : 0,9-1,3
Creatinin Mg/dl
Perempuan : 0,6-1,1

SGOT (Serum

glutamate
8-20 Pada suhu 30o C
oxaloasetic

transmirase)

SGPT (Serum
Laki-laki : 7-28
glutamate pyruvic Pada suhu 30o C
Perempuan : 5-25
transmirase)

Gula darah adalah istilah yang mengacu kepada tingkat glukosa

di dalam darah. Konsentrasi gula darah atau tingkat glukosa serum,

diatur dengan ketat di dalam tubuh. Glukosa yang dialirkan melalui

darah adalah sumber energi untuk sel-sel tubuh. Meskipun disebut

sebagi gula darah, selain glukosa, ditemukan juga jenisjenis gula

lainnya, seperti glukosa dan galaktosa. Namun demikian, hanya

tingkatan glukosa yang diatur insulin.

35
Asam urat adalah penyakit dari sisa metabolisme zat purin yang

berasal dari sisa makanan yang kita konsumsi. Asam urat disintesis

dalam hati yang dikatalisis oleh enzim xantin oksidase. Zat asam urat

ini biasanya akan dikeluarkan oleh ginjal melalui urin dalam kondisi

normal. Namun dalam kondisi tertentu,ginjal tidak mampu

mengeluarkan zat asam urat secara seimbang,sehingga terjadi

kelebihan dalam darah. Kelebihan zat asam urat ini biasanya akhirnya

akan menumpuk dan tertimbun pada persendian dan tempat lainnya

termasuk diginjal itu sendiri dalam bentuk Kristal-kristal.

Ureum adalah produk degradasi akhir, protein asam amino dan

deaminasi. Amonia yang  terbentuk dalam proses ini  dimetabolisme

menjadi  urea di hati. Ini adalah jalur katabolisme yang paling penting

untuk  menghilangkan kelebihan-kelebihan nitrogen dalam tubuh

manusia. Hampir seluruh ureum dibentuk di dalam hati, dari

metabolisme protein (asam amino). Urea berdifusi bebas masuk ke

dalam cairan intra sel dan ekstrasel. Zat ini dipekatkan dalam urin

untuk diekskresikan. Pada keseimbangan nitrogen yang stabil, sekitar

25 gram urea diekskresikan setiap hari. Kadar dalam darah

mencerminkan keseimbangan antara produksi dan ekskresi urea.

Ureum berasal dari penguraian protein, terutama yang berasal dari

makanan. Pada orang sehat yang makanannya banyak mengandung

protein, ureum biasanya berada di atas rentang normal. Kadar rendah

biasanya tidak dianggap abnormal karena mencerminkan rendahnya

36
protein dalam makanan atau ekspansi volume plasma. Namun, bila

kadarnya sangat rendah bisa mengindikasikan penyakit hati berat.

Kreatinin adalah hasil akhir metabolisme otot dengan kecepatan

hampir konstan dan diekskresikan dalam urin dengan kecepatan sama.

Kreatinin diekskresi oleh ginjal melalui kombinasi filtrasi dan sekreksi

konsentrasinya relatif sama, dalam plasma hari ke hari, kadar yang

lebih besar dari nilai normal mengisyaratkan adanya gangguan fungsi

ginjal. (Corwin, 2001).

Pemeriksaan kreatinin dalam darah merupakan salah satu

parameter penting untuk mengetahui fungsi ginjal. Pemeriksaan ini

juga sangat membantu kebijakan melakukan terapi pada penderita

gangguan fungsi ginjal. Tinggi rendahnya kadar kreatinin dalam darah

digunakan sebagai indikator penting dalam menentukan apakah

seseorang dengan gangguan fungsi ginjal memerlukan tindakan

hemodialisis.

Kadar kreatinin berbeda setiap orang, umumnya pada orang yang

berotot kekar memiliki kadar kreatinin yang lebih tinggi daripada yang

tidak berotot.

Kolestrol adalah lemak yang terdapat di dalam aliran darah atau

sel tubuh yang sebenarnya dibutuhkan untuk pembentukan dinding sel

dan sebagai bahan baku beberapa hormon. Namun apabila

kadarkolestrol dalam darah berlebihan, maka bisa mengakibatkan

penyakit, termasuk penyakit jantung koroner dan stroke.

37
Untuk mengetahui profil lemak darah seseorang, umumnya

dilakukan pemeriksaan fraksi lemak darah di laboratorium. Fraksi

lemak yang perlu diperiksa adalah kadar trigliserida, kadar kolesterol

total, kolesterol-LDL, dan kolesterol-HDL. Kadar kol-LDL sebaiknya

diukur secara langsung. Namun, untuk memperingan biaya

pemeriksaan, kol-LDL dapat juga dihitung dengan rumus Friedewald,

dengan syarat kadar trigliserida < 400 mg/dl.

Trigliserida adalah salah satu jenis lemak yang dibawa dalam

aliran darah dan juga merupakan zat yang disimpan di dalam jaringan

sebagai hasil dari konversi sebagian besar jenis lemak di dalam tubuh.

Trigliserida merupakan hasil konversi kalori tidak terpakai dan

disimpan untuk menyediakan cadangan energi bagi tubuh.

Kolesterol HDL merupakan kolesterol baik yang aman untuk

tubuh walaupun kadarnya tinggi. HDL (High Desity Lipoprotein)

tidak mengandung banyak lemak seperti ldl tetapi mengandung

banyak protein. L/dl berfungsi sebagai pengantar kolesterol sedangkan

hdl berfungsi sebagai pembersih dalam saluran pembuluh darah arteri.

Jadi hdl akan membersihkan ldl yang terlalu tinggi dalam pembuluh

darah arteri untuk kembali ke hati dan dicoba untuk didaur ulang

kembali. Jika kadar hdl tinggi resiko penyakit jantung sangat kecil

tetapi jika hdl rendah akan mengakibatkan penyakit jantung.

Kolesterol LDL (Low Densisty Lipoprotein) atau biasa disebut

sebagai kolesterol jahat. Kandungan ldl yang tepat dalam tubuh sekitar

60% sampai 70%. LDL akan membawa kolesterol ke seluruh tubuh

38
yang membutuhkan melalui jaringan arteri. Dia akan mengirimkan

kapan saja ketika sel tersebut membutuhkan. Tetapi ketika ldl terlalu

banyak, akan menimbun kolesterol pada arteri sehingga menyebabkan

plak-plak. Timbunan kolesterol tersebut akan menyumbat saluran

pembuluh arteri. Ldl berpengaruh dengan kadar lemak jenuh dalam

tubuh dan kandungan kolesterol yang kita makan. Sehingga ketika

kadar kolesterol tinggi, anda harus melakukan diet rendah lemak.

Glutamat Oksaloasetat Transaminase merupakan enzim yang

dijumpai dalam konsentrasi yang tinggi di sel hati dan miokard serta

dalam jumlah kecil di musculoskeletal, ginjal, pancreas, otak dan

eritrosit. Tujuan tes ini yaitu mendiagnosis dan mengevaluasi penyakit

hati dan penyakit jantung serta memantau efekobat yang hepatotoksik

dan nefrotoksik. Enzim GOT dan GPT mencerminkan keutuhan atau

integrasi sel-sel hati. Adanya peningkatn enzim hati tersebut dapat

mencerminkan tingkat kerusakan sel-sel hati. Makin tinggi

peningkatan kadar enzim GPT dan GOT, semakin tinggi tingkat

kerusakan sel-sel hati (Cahyono 2009).

Kerusakan membran sel menyebabkan enzim Glutamat

Oksaloasetat Transminase (GOT) keuar dari sitoplasma sel yang

rusak, dan jumlahnya meningkat didalam darah. Sehingga dapat

dijadikan indiator kerusakan hati (Ronald et al. 2004). Kadar enzim

AST (GOT) akan meningkat apabila terjadi kerusakan sel yang akut

seperti nekrosis hepatoseluler seperti gangguan fungsi hati dan saluran

empedu, penyakit jantung dan pembuluh darah, serta gangguan fungsi

39
ginjal dan pancreas. GOT banyak terdapat dalam mitokondria dan

sitoplasma sel hati, otot jantung, otot lurik dan ginjal (Sagita, 2006).

Pemeriksaan SGPT adalah indikator yang lebih sensitif terhadap

kerusakan hati dibanding  SGOT. Hal ini  dikarenakan enzim GPT

sumber utamanya  di hati, sedangkan enzim GOT banyak  terdapat

pada jaringan terutama jantung, otot rangka, ginjal dan otak. Enzim

aspartat aminotransferase (AST) disebut juga serum glutamat

oksaloasetat transminase (SGOT) merupakan enzim mitikondria yang

berfungsi mengkatalisis pemindahan bolak –balik gugus amino dari

asam aspartat ke asam α-oks aloasetat membentuk asam glutamat dan

oksaloasetat (Cahyono 2009).

Secara garis besar, tahapan pemeriksaan di ruangan kimia klinik

terbagi menjadi :

1) Pra analitik

Pra-analitik mencakup persiapan alat dan reagen, persiapan

ruangan kerja (kondusif dengan suhu sesuai kebutuhan alat),

melakukan QC (Quality control) dan persiapan kerja analis.

2) Analitik

a. Persiapan sampel

1. Urutkan sampel sesuai dengan kode lab terkecil.

2. Lakukan penomoran sampel dan cup sampel sesuai dengan

urutan kode lab.

3. Tempatkan cup sampel pad arak sampel.

4. Dipipet sampel pada cup sampel sebanyak 500 µl.

40
5. Input data pasien berdasarkan Lhus.

b. Running sampel

Klik F2 → 1. Sampel →klik new → input di pasien (confirm)

→ pilih no. rak sampel → pilih posisi sampel → pilih

parameter sampel → klik start.

3) Pasca analitik

Pelaporan hasil dilakukan tidak hanya data yang terkirim dari

alat ke sistem informasi laboratorium kesehatan tetapi tetap

dilakukan pencatatan secara manual oleh praktikan.

Sebelum pelaporan hasil harus dilakukan beberapa hal yaitu :

melihat kembali hasil pasien dan melakukan intervensi dengan

melihat :

a. Kondisi sampel

b. Parameter yang berkaitan dengan pemeriksaan terssebut

c. Catatan rekam medic pasien

d. Apabila terdapat kejanggalan terkait hasil maka dilakukan :

1) Konfirmasi dengan alat dan metode setara yang digunakan

atau setingkat lebih tinggi.

2) Konfirmasi kembali metode, alat dan lain sebagainya yang

berkaitan.

3) Lakukan verifikasi : LHUS (Lembar Hasil Uji Sementara)

dikonfirmasi dengan alat dan metode kemudian

dibandingkan dengan hasil dari sistem laboratorium.

41
4) Setelah semua telah dilaksanakan maka dapat dilakukan

publikai hasil.

3.9 Instalasi Media dan Reagensia

Dalam kurun waktu 4 minggu jumlah media yang di distribusikan ke

ruangan mikrobiologi sebagai berikut:

Tabel 2.2.9 Jumlah Media yang Terdistribusi

No. Nama Media / Larutan Jumlah

Media KIA
1. 70 tabung
(Kliger Iron Agar)
Larutan PBS (Phosphate Buffer Saline)
2. 130 tabung
pH 7,2
Media BHIB
3. 60 tabung
(Brain Heart Infusion Broth)
Media BAP
4. 40 tabung
(Blood Agar Plate)
Media LSB
5. 150 tabung
(Lauryl Sulfate Broth)
Media BGLB
6. 150 tabung
(Brillian Green Lactose Broth)

7. Media Escherichia Coli Broth 15 tabung

8. Media SBR (Sabouraud Agar) 20 tabung

Media MCA
9 50 tabung
(Mac Conkey Agar)

42
Pembahasan

Instalasi media reagen adalah instalasi yang sangat berhubungan erat

dengan instalasi mikrobiologi. Dimana segala bentuk pemeriksaan dan

pembiakan yang dilakukan membutuhkan medium yang didistribusikan

dari Instalasi Media Reagensia. Untuk membantu proses pembuatan

media tentunya membutuhkan beberapa alat agar pada proses kegiatan

yang dilakukan agar terhindar dari kontaminasi. Adapun alat-alat yang

digunakan sebagai berikut:

a. Alat Milli-Q

Gambar 2.10 Alat Milli-Q


(Sumber : Data Primer, 2020)
Alat Milli-Q merupakan bagian yang sangat vital karena air yang

memenuhi standar laboratorium diperoleh dari alat ini. Air sumber

yang masuk ke alat ini berasal dari tangki penampung yang

tekanannya diatur sedemikian rupa. Apabila tekanan lebih dari 0,75

bar maka air secara otomatis mengalir dari tangki ke Milli-Q dan

43
aliran akan berhenti apabila tekanan kurang dari 0,75 bar (Dahlan,

2016).

Prinsip kerja alat ini dengan melibatkan langkah-langkah

penyaringan dan deionisasi berturut-turut untuk mencapai kemurnian

yang dicirikan dari segi resistivitas. Cara pengoperasian alat Milli Q

(alat pembuatan aquadest) yaitu pasang steker, kemudian tunggu

sampai tertulis “stand by” di layar, pilih “ready” maka aquadest siap

untuk ditampung.

b. Alat Laminar Air Flow

Gambar 2.11 Alat Laminar Air Flow


(Sumber : Data Primer, 2020)
Laminar Air Flow adalah meja kerja steril untuk melakukan

kegiatan inokulasi atau penanaman. Laminar Air Flow merupakan

suatu alat yang digunakan dalam pekerjaan persiapan bahan

tanaman, penanaman dan pemindahan mikroorganisme. Alat ini

diberi nama Laminar Air Flow Cabinet, karena meniupkan udara

steril secara continue melewati tempat kerja sehingga bebas dari

44
debu dan spora-spora yang jatuh kedalam media pada waktu

pelaksanaan penanaman (Putri, 2010).

Aliran udara berasal dari udara ruangan yang ditarik ke dalam

alat melalui filter pertama (pre-filter) yang kemudian ditiupkan

keluar melalui filter yang sangat halus yang disebut HEPA (High

Efficiency Particulate Air Filter) dengan menggunakan blower

(Putri, 2010).

Prinsip kerja dari Laminar Air Flow (LAF) yaitu sebagai meja

kerja steril untuk kegiatan inokulasi dengan mengutamakan adanya

hembusan udara steril yang digerakkan oleh blower yang disaring

oleh HEPA Filter. Sebelum dioperasikan Laminar Air Flow harus

dinyalakan minimal 30 menit dan harus dilakukan penyemprotan

dengan alcohol agar alat dan ruang kerja tersebut terjamin

kesterilannya (SNI ISO/IEC 19028 :2008).

Cara pengoperasian Laminar Air Flow yaitu langkah pertama

dibersihkan dengan alcohol 70%. Kemudian nyalakan lampu UV

selama 15 menit lalu padamkan. Nyalakan lampu cabinet dan

blower. Masukkan bahan yang akan dikerjakan. Setelah digunakan

bersihkan kembali dengan alcohol 70%. Nyalakan lampu UV selama

15 menit. Matikan Laminar Air Flow dan tutup kembali.

45
c. Alat Autoclave

Gambar 2.12 Alat Autoclave


(Sumber : Data Primer, 2020
Autoclave adalah alat pemanas tertutup yang digunakan untuk

mensterilkan suatu benda menggunakan uap bersuhu 121℃ dan

bertekanan 1,5 kg/cm2 selama kurang lebih 15 menit. Alat-alat gelas

maupun medium yang sudah dimasukkan dalam botol medium harus

disterilkan (Irianto, 2006).

Prinsip kerja alat ini yaitu uap air dan bertekanan untuk mensterilkan

suatu bahan. Cara pengoperasian alat autoclave yaitu autoclave

dibersihkan terlebih dahulu sebelum digunakan. Kemudian isi

autoclave dengan aquadest. Hidupkan tombol ON, atur suhu dan

waktu sesuai dengan kebutuhan. Masukkan bahan yang akan

disterilkan. Tutup dan kunci rapat-rapat. Sampai batas waktu dan

suhunya biarkan sampai jarum tekanan menunjukkan nol. Buka

pelan-pelan autoclave dan keluarkan bahan.

46
d. Alat Inspissator

Gambar 2.5 Alat Inspissator


(Sumber : Data Primer, 2020)
Alat inspisator ini adalah alat yang digunakan untuk mensterilkan

bahan-bahan yang akan digunakan agar tidk terjadi kontaminasi oleh

spora-spora. Prinsip kerja alat ini yaitu dengan proses Tyndalisasi

Intermitton atau Fruktination Sterilization atau sterilisasi bertahap

selama 3 hari dengan temperature 100℃ selama 15-45 menit

(KEMENKES RI, 2015).

Cara pengoperasian alat Inspisator yaitu pasang colokan listrik

ke sumber listrik. Nyalakan sumber air. Tekan tombol power pada

display. Tekan tombol MODE 1 kali untuk perubahan suhu. Tekan

tombol MODE 2 kali untuk perubahan waktu. Tekan tombol MODE

kurang lebih 4 detik untuk kembali ke display awal. Tekan tombol

RUN STOP untuk menjalankan pemanasan.

47
e. Alat Neraca Analitik

Neraca digital merupakan alat yang sering ada dalam

laboratorium yang digunakan untuk menimbang bahan yang akan

digunakan. Neraca digital berfungsi untuk membantu mengukur

berat serta cara kalkulasi fecare otomatis harganya dengan harga

dasar satuan banyak kurang. Cara kerja neraca digital hanya bisa

mengeluarkan label, ada juga yang hanya timbul ditampilkan layar

LCD-nya (Wahyu. 2016).

Selain itu, dengan adanya tingkat ketelitian yang tinggi maka hal

tersebut dapat meminimalkan kesalahan dalam pengambilan media

yang dibutuhkan. Jumlah media yang tidak tepat dalam pembuatan

media baik untuk kultur jaringan ataupun media bakteri tentunya

akan berpengaruh terhadap konsentrasi zat dalam media. Hal

tersebut dapat menyebabkan terjadinya kekeliruan dalam hasil

praktikum yang dilaksanakan (Wahyu. 2016).

Gambar 2.12 Alat Neraca Analitik


(Sumber : Data Primer, 2020)

48
f. Alat Hot Plate Stirer dan Magnetik Stirer

Hot plate stirrer dan Stirrer bar, Pengertian Hotplate merupakan

peralatan laboratorium kimia yang berbentuk alas kotak dengan

mesin pemanas dan digunakan untuk memanaskan campuran zat

kimia/sampel. Sampel yang akan dipanaskan ditempatkan ke dalam

tabung erlenmeyer atau gelas kimia lainnya. Kemudian pada hotplate

terdapat tombol yang diputar untuk menghidupkan dan

mematikannya. Penggunaan alat ini cukup sederhana kita tinggal

menyalakan kemudian menempatkan sampel diatas hotplate,

kemudian diatur suhunya sesuai yang ditentukan. Hot plate stirrer

dan Stirrer bar (magnetic stirrer) adalah sebuah alat yang mirip

seperti tiang yang terletak di samping hotplate, tiang ini berfungsi

sebagai pengaduk untuk menghomogenkan suatu larutan dengan

pengadukan yang teartur. Plate yang terdapat dalam  alat ini dapat

dipanaskan sehingga mampu mempercepat proses homogenisasi.

Pengadukan dengan bantuan  batang  magnet Hot plate dan magnetic

stirrer seri Hot-Plate & Stirrer (Digital) RSH-1DR misalnya mampu

menghomogenkan sampai 10 L, dengan kecepatan sangat lambat

sampai 1600 rpm dan dapat dipanaskan sampai 425°C (Wahyu,

2016).

49
Gambar 2.13 Alat Magnetik Stirer
(Sumber : Data Primer, 2020)
g. Oven

Oven laboratorium atau drying oven merupakan alat yang

digunakan untuk sterilisasi atau pembersihan dengan menggunakan

udara kering. Alat sterilisasi ini dipakai untuk mensterilkan alat-alat

gelas seperti Erlenmeyer, Petridish (cawan petri), tabung reaksi dan

gelas lainnya. Bahan-bahan seperti kapas, kain dan kertas juga dapat

disterilkan dalam oven tetapi dalam temperatur tertentu, pada

umumnya temperatur yang digunakan pada sterilisasi cara kering

adalah sekitar 140-1700°C selama paling sedikit 2 jam. Perlu

diperhatikan bahwa lamanya sterilisasi tergantung pada jumlah alat

disterilkan dan ketahanan alat terhadap panas. Secara umum

digunakan sebagai perlengkapan dalam laboratorium mikrobiologi.

Perinsip dari oven ini sendiri adalah menghancurkan lisis mikroba

menggunakan udara panas kering (Wahyu, 2016).

Gambar 2.14 Alat Magnetik Stirer


(Sumber : Data Primer, 2020)

Gambar 2.14 Alat Magnetik Stirer


(Sumber : Data Primer, 2020)

50
Media Yang Dibuat Di Innstalasi Media dan Reagensia

a. Larutan Penyangga PBS pH 7,2

Larutan PBS (Phosphate Buffer Saline) atau disebut larutan

penyangga adalah larutan yang terdiri dari asam lemah dan garamnya

yang dapat menjaga dan mempertahankan pH. Larutan PBS terdiri

dari Natrium Klorida (NaCl), Natrium Phosphat, Kalium Phosphate,

dan Kalium Klorida yang dilarutkan dengan air suling (Waluyo,

2008).

Dalam bidang biologi dan bioteknologi larutan ini tidak bisa

dipisahkan dalam penggunaannya karena PBS mempunyai sifat pH

larutan tidak berubah jika ditambahkan dengan sedikit asam maupun

basa dan pH larutan tetap konstan jika diencerkan (Waluyo, 2008).

Karena sifat itulah PBS biasa digunakan dalam beberapa hal yaitu

untuk uji kandungan virus atau bakteri, pembuatan RBC, isolasi virus

AI isolasi virus IB, dan isolasi virus lainnya, isolasi bakteri, isolasi

bulk virus atau bakteri, pengujian hemaglutinasi (HA-test), uji

antibodi (HI-test), dan campuran dalam pembuatan vaksin baik dalam

bentuk emulsi maupun suspensi (Waluyo, 2008).

Cara pembuatan 1 liter larutan PBS (Phosphate Buffer Saline)

ditimbang Na2HPO4 1, 368 gr dan NaH2PO4 0,5152 gr. Masukkan

kedalam beaker glass 1000 ml. Tambahkan 800 ml air suling, kocok

dengan menggunakan magnetic stirrer selama 15 menit, tambahkan

air suling hingga volume akhir 2000 ml. Cek pH PBS dengan pH

meter yang sudah dikalibrasi sebelumnya. pH PBS harus

51
menunjukkan 7,2 - 7,4. Bila pH PBS > 7,4, maka tambahkan HCl 0,1

N. Bila pH PBS < 7,2, maka tambahkan NaOH 0,1 N. Bila pH telah

sesuai, kocok kembali selama 10 menit agar larutan benar-benar

homogen. Sterilkan PBS dengan autoklaf suhu 121°C selama 15

menit.

Gambar 2.15 Larutan Penyangga PBS pH 7,2


(Sumber : Data Primer, 2020)
b. Media LSB (Lauryl Sulfate Broth)

Lauryl Sulfate Broth merupakan media selektif yang digunakan

untuk mendeteksi coliform dalam air dan beberapa makanan. Lauryl

Sulfate Broth digunakan dalam uji pendugaan Coliform yang dapat

mendeteksi fermentasi laktosa sehingga memproduksi gas. Lauryl

Sulfate Tryptose broth dibuat sebagai media pengaya dan penghasilan

gas berlimpah dari inokulasi Coliform (Aditiawan, 2016).

Cara pembuatan media LSB yaitu dengan menimbang padatan

media LSB sesuai yang dibutuhkan dan dilarutkan dalam aquades.

Kemudian dididihkan diatas hotplate hingga jernih. Setelah itu

masukkan kedalam tabung reaksi yang berisi ampul masing-masing 10

ml. sterilkan dalam autoklaf suhu 121°C selama 15 menit.

52
c. Media Citrat

Media Citrat adalah media gabungan, yang mengandung glukosa,

laktosa, phenol merah dan ferri sulfat. Bagian dasar menunjukkan

bagian fermentasi glukosa, sedangkan bagian tebing menunjukkan

bagian fermentasi laktosa. Gelembung udara dalam medium

menunjukkan adanya pembentukan gas dari fermentasi glukosa.

Warna hitam menunjukkan produksi H2S oleh kuman (Khairunnisa,

2018).

Untuk media Citrat ditimbang padatannya sesuai yang

dibutuhkan, kemudian dilarutkan dalam aquadest. Didihkan diatas hot

plate hingga jernih. Setelah itu masukkan kedalam tabung masing-

masing 3 ml. Tutup mulut tabung menggunakan kapas steril dan

sterilkan dalam autoclave dengan suhu 121℃ selama 15 menit. Untuk

media Citrat setelah disterilkan kemudian didinginkan dalam posisi

miring 10°.

Gambar 2.16 Media Citrat


(Sumber : Data Primer, 2020)

53
d. Media BHIB (Brain Heart Infusion Broth)

Brain Heart Infusion Broth (BHIB) adalah medium cair untuk

berbagai mikroorganisme baik yang aerob atau anaerob dari bakteri,

jamur, dan ragi. BHIB merupakan modifikasi dari media yang

dikembangkan oleh Rosenow dan Hayden. Tambahan otak sapi telah

menggantikan jaringan otak dan dinatrium fosfat juga menggantikan

buffer kalsium karbonat sehingga cocok untuk kultur Streptococcus,

Pneumococcus, dan Meningcoccus. Medium ini sangat fleksibel dan

mendukung pertumbuhan mikroorganisme dan medium cair harus

digunakan pada hari yang sama persiapan agar pertumbuhan

mikroorganisme menjadi optimal (Kusuma, 2019).

e. Media Blood Agar (BA)

Tujuan dan ruang lingkup Media BAP yaitu isolasi dan media

selektif gram positif Coccus, Enterococcus, dan Staphylococcus

aureus.

Alat yang digunakan yakni Erlenmeyer, Gelass ukur, Petridish

steril. Sedangkan bahan yang digunakan yakni Lab-Lemco powder

10,0 gram, Pepton 10,0 gram, Sodium Chloride 5,0 gram, Agar 15,0

gram, dan Aquadest 1,0 liter.

Cara Kerja pembuatan mediaya yakni timbang 40 gram bahan,

larutkan dalam 1 liter aquadest, campur dengan baik, dengan pH 7,2

± 0,2, sterilkan dalam autoclave 121°C selama 15 menit, biarkan

dingin sampai suhu mencapai 45-50°C, tambahkan darah domba

54
steril yang bebas fibrin 50-70 ml (5-7%), campur dengan baik,

kemudian tuang dalam petridish steril 15-20 ml.

Gambar 2.17 BAP


(Sumber : Data Primer, 2020)
f. Media BGLB (Brillian Green Lactose Broth)

Media Brillian Green Lactose Broth (BGLB) khususnya

digunakan untuk pemeriksaan MPN coliform, yaitu pemeriksaan

yang digunakan untuk mengetahui perkiraan jumlah terdekat bakteri

coli dan coliform dalam 100 ml sampel. Penggunaan media BGLB

ini digunakan pada tahap uji penguat. Media ini digunakan dengan

maksud untuk media penyubur bagi bakteri coliform sekaligus

sebagai media selektif bagi bakteri selain bakteri coliform. Dengan

komposisi media yang mengandung laktosa dan garam empedu

inilah yang dapat mengizinkan dan mendorong bakteri-bakteri

coliform untuk tumbuh secara optimal (Label, 2008).

Cara pembuatan media BGLB sebagai berikut yaitu timbang

serbuk media BGLB sebanyak yang dibutuhkan. Dilarutkan dengan

aquadest sebanyak sesuai kebutuhan. Dihomogenkan larutan dengan

55
bantuan pemanasan dan pengadukan. Pelarutan tidak boleh sampai

mendidih (pelarutan harus sempurna sehingga tidak ada kristal yang

bersisa). Dipipet media sebanyak 10 ml ke dalam tabung reaksi yang

telah diisi tabung durham dengan posisi terbalik. Disterilisasi dengan

suhu 121°C selama 15 menit. Dikeluarkan media dari autoclave, jika

tidak segera digunakan, dibungkus dengan kertas, kemudian

disimpan pada pendingin.

Gambar 2.118 Media BGLB


(Sumber : Data Primer, 2020)
g. Media MC (Mac Conkey)

Tujuan dan ruang lingkup yaitu media selektif untuk isolasi

gram negatif. Alat erlenmeyer, gelas ukur, dan petridish steril.

Sedangkan bahan Bacto Peptone 17, 0 gram, Bacto Proteose 3,0

gram, Bacto Lactose 10,0 gram, Bacto Bile Salt 1,5 gram, Sodium

Chloride 5,0 gram, Neutral Red 0,05 gram, Bacto Crystal Violet

0,005 gram, Bacto Agar 13,5 gram, dan Aquadest 1 liter.

Cara kerjanya yaitu timbang bahan 52 gram, larutan dalam 1

liter aquadest panaskan sampai larut sempurna, atur pH 7,1 ± 0,1,

56
sterilkan dalam autoklaf 121°C selama 15 menit, kemudian bagi

dalam petridsh steril ± 20 ml.

h. Media Sabouraud Agar (SBR)

Tujuan dan ruang lingkup media isolasi jamur dan ragi. Alat

erlenmeyer, gelas ukur, dan petridish steril. Sedangkan bahan

Peptone 10,0 gram, D (+) Glucose, 40,0 gram, Agar˗agar 15,0 gram,

dan Aquadest 1 liter.

Cara kerjanya yaitu timbang bahan 65 gram bahan, larutan

dengan aquadest, panaskan hingga larut sempurna, atur pH 5,6 ±

0,1, kemudian sterilkan dalam autoklaf 121°C, selama 15 menit, dan

kemudian bagi dalam petridsh steril.

i. Media Escherichia Coli Broth

Tujuannya yaitu media selektif untuk identifikasi bakteri

Coliform dan E. Coli. Alat Erlenmeyer, Gelas ukur, dan Tabung

durham. Sedangkan bahan Pepton from casein 20 gram, Lactose 5

gram, Bile salt mixture 1,5 gram, Sodium Chloride 5 gram, Di-

potassium hydrogen phosphate 1,5 gram, dan Aquadest 1 liter.

Cara kerjanya yaitu timbang 37 gram bahan, larutkan dalam 1

liter aquadest (untuk pembuatan double strength). Panaskan hingga

larut sempurna, atur pH 6,9 ± 0,1. Bagi dalam tabung yang sudah

berisi tabung durham 8-10 ml. Kemudian sterilkan pada suhu 121°C

selama 15 menit.

3.10 Instalasi Kimia Kesehatan

A. Pemeriksaan Analisis Makanan dan Minuman

57
1) Penentuan Kadar Gula Pereduksi dan Kadar Sukrosa

Penentuan kadar gula pereduksi dilakukan dengan metode Luff

Scrool. Metode Luff Schoorl didasarkan pada proses reduksi Cu2+

menjadi Cu+ oleh gula. Larutan Luff Schoorl mengandung ion Cu2+.

Gula pereduksi seperti glukosa dan fruktosa akan mereduksi CuO

menjadi Cu2O (SNI 2004). Tahapan reaksi yang terjadi pada

penetapan kadar gula dengan metode Luff Schoorl adalah sebagai

berikut :

R-CHO + 2CuO Cu2O + R-COOH

H2SO4 + CuO CuSO4 + H2O

CuSO4 + 2 KI CuI2 + K2SO4

2 CuI2 Cu2I2 + I2

I2 + 2 Na2S2O3 Na2S4O6 + 2 NaI

Kadar gula pereduksi ditunjukan oleh kadar gula sebelum inversi,

sedangkan kadar sukrosa ditunjukan oleh selisih kadar gula sebelum

dan sesudah inversi. Reaksi inversi gula sebagai berikut :

Sukrosa enzim Invertase


Glukosa + Fruktosa (3)

Untuk penentuan kadar sukrosa perlu dilakukakn hidrolisis

terlebih dahulu. Hidrolisis sukrosa juga dikenal sebagai inversi

sukrosa. Hasil hidrolisis sukrosa berupa campuran unit-unit mono

sakarida penyusunnya yaitu glukosa dan fruktosa. Glukosa dan

fruktosa dari hasil hidrolisis sukrosa ini disebut juga gula invert.

Inversi dapat dilakukan baik dengan memanaskan sukrosa bersama

asam atau dengan menambahkan enzim intervase. Tingkat kesalahan

58
pengukuran kadar gula dengan metode Luff Schoorl adalah sebesar

10% dan metode ini merupakan metode terbaik untuk mengukur

kadar karbohidrat.

Adapun alat-alat yang digunakan dalam penentuan kadar gula

pereduksi dan kadar sukrosa yaitu, batang pengaduk, labu ukur,

erlenmeyer, pipet volume, ball pipet, pipet tetes, waterbath.

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penentuan kadar

gula pereduksi dan kadar sukrosa yaitu aquadest, pb asetat, natrium

fosfat 10 %, larutan luff, KI 30 %, H 2SO4 25 %, tio sulfat 0,1 N

(indikator larutan kanji), HCl 25 %, NaOH 30 %, dan sampel yang

akan diujikan berdasarkan nomor identitas (ID).

Adapun langkah kerja dalam penentuan kadar gula pereduksi

dan kadar sukrosa adalah sebagai berikut :

a. Kadar Gula Pereduksi

1. Menimbang labu ukur

2. Menimbang dengan teliti 2 g sampel dalam labu ukur 250 ml

yang telah diketahui beratnya, mengencerkan dengan air

suling dan menambahkan 5 ml larutan pb asetat setengah

basa.

3. Untuk menguji penambahan pb asetat setengah basa tersebut

maka diteteskan larutan natrium fosfat 10 %, jika timbul

endapan putih berarti penambahannya sudah cukup.

59
4. Kemudian menambahkan 15 ml larutan natrium fosfat 10 %

untuk mengendapkan kelebihan pb asetat. Jika sudah timbul

endapan berarti penambahan natrium fosfat sudah cukup.

5. Setelah pengendapan sempurna, kemudian mengencerkan

larutan dengan air suling sampai tanda garis, kemudian

membiarkan selama 30 menit dan selanjutnya menyaring

larutan.

6. Memipet 5 ml saringan (larutan) ke dalam Erlenmeyer 500

ml, menambahkan 15 ml air suling, batu didih dan 25 ml

larutan luff. Menghubungkan Erlenmeyer dengan

pendinginan tegak, memanaskan sampai mendidih, dan

mendidihkan terus dengan nyala api yang kecil selama 10

menit. Mengangkat dan mendinginkan apan berarti

penambahan natrium fosfat sudah cukup.

7. Setelah pengendapan sempurna, kemudian mengencerkan

larutan dengan air suling sampai tanda garis, kemudian

membiarkan selama 30 menit dan selanjutnya menyaring

larutan.

8. Memipet 5 ml saringan (larutan) ke dalam Erlenmeyer 500

ml, menambahkan 15 ml air suling, batu didih dan 25 ml

larutan luff. Menghubungkan Erlenmeyer dengan

pendinginan tegak, memanaskan sampai mendidih, dan

mendidihkan terus dengan nyala api yang kecil selama 10

menit. Mengangkat dan mendinginkan selama 45 menit.

60
9. Menambahkan 15 ml laruta KI 30 % dan 25 ml H2SO4 25

% setelah larutan dingin (penambahan dilakukan secara hat

– hati), kemudian menitar dengan larutan natrium tio sulfat

0,1 N (indikator larutan kanji).

10. Mengerjakan penetapan blanko dengan menggunakan 25 ml

air dan 25 ml larutan luff

Rumus :

W 1 X fp
Gula Pereduksi = X 100 %
W

b. Kadar Sukrosa

1. Pipet 25 ml filtrat pada gula pereduksi dalam labu ukur 100

ml tambahkan 5 ml HCl 25 %.

2. Panaskan pada waterbath selama 10 menit (680C – 750C)

kontrol suhu.

3. Dinginkan.

4. Netralkan pH dengan NaOH 30 %, lalu cukupkan sampai

tanda garis, homogenkan.

5. Pipet 5 ml sampel, dan lakukan seperti penetapan gula

pereduksi.

Rumus :

Sukrosa % = ( % gula sesudah inversi - % gula pereduksi ) x

0,95

2) Penentuan Kadar Formalin

Formalin adalah senyawa formaldehida yang terkandung kurang

lebih 30 - 40 % didalam air. Formalin merupakan suatu bahan kimia

61
dengan berat molekul 30.03 yang pada suhu normal dan tekanan

atmosfer berbentuk gas tidak berwarna, berbau pedas (menusuk) dan

sangat reaktif (mudah terbakar). Bahan ini larut dalam air dan sangat

mudah larut dalam etanol dan eter. Dalam larutan formalin juga

ditambahkan larutan methanol sebanyak 10 -15 % untuk mencegah

terjadinya polimerisasi formaldehida. Formalin termasuk senyawa

jenis desinfektan yang biasanya digunakan dalam bidang industri

dan sering digunakan sebagai bahan pengawet yaitu untuk

mengawetkan mayat. Formalin biasa digunakan sebagai pengawet

makanan meskipun formalin tidak diijinkan dipakai sebagai bahan

pengawet makanan karena dapat mengancam kesehatan manusia

(Arifin, 2005).

O
Rumus struktur H C
H
Formalin adalah senyawa formaldehida yang terkandung kurang

lebih 30-40 % didalam air. Formalin merupakan suatu bahan kimia

dengan berat molekul 30.03 yang pada suhu normal dan tekanan

atmosfer berbentuk gas tidak berwarna, berbau pedas (menusuk) dan

sangat reaktif (mudah terbakar). Bahan ini larut dalam air dan sangat

mudah larut dalam etanol dan eter. Dalam larutan formalin juga

ditambahkan larutan methanol sebanyak 10 -15 % untuk mencegah

terjadinya polimerisasi formaldehida. Formalin termasuk senyawa

jenis desinfektan yang biasanya digunakan dalam bidang industri

dan sering digunakan sebagai bahan pengawet yaitu untuk

62
mengawetkan mayat. Formalin biasa digunakan sebagai pengawet

makanan meskipun formalin tidak diijinkan dipakai sebagai bahan

pengawet makanan karena dapat mengancam kesehatan manusia

(Arifin, 2005).

Menurut Concise International Chemical Assesment Document

(2002). Formalin merupakan senyawa bakteriostatik dalam

penggunaannya sebagai bahan pengawet makanan. Hal ini

dikarenakan penambahan formalin ini dapat menunda atau

mengurangi pertumbuhan bakteri dari makanan sehingga dapat

memberikan masa simpan yang lebih lama.

Kosumsi formalin dalam tubuh secara berkala dapat terakumulasi

didalam sel tubuh dan dapat bereaksi degan protein seluler (enzim)

dan DNA (mitokondria dan nukleus). Penggunaan formalin dalam

makanan sangat berdampak buruk pada tubuh baik dalam jangka

panjang maupun dalam jangka pendek. Beberapa dampak formalin

dalam jangka pendek antara lain terjadinya iritasi pada salura

pernafasan, pencernaan, muntah dan pusing. Sedangkan dampak

pada jangka panjang tergantung akumulasi jumlah formalin yang

dikosumsi dalam tubuh, diantaranya yaitu: kerusakan pada hati,

ginjal, limfa dan pankreas dan dapat memicu pertmbuhan kanker

(Mahdi, 2008).

Sebenarnya batas toleransi formaldehida yang dapat diterima

tubuh manusia dengan aman adalah dalam bentuk air minum,

menurut Internasional Programme On Chemical Safety (IPCS),

63
adalah 0,1 mg per liter atau dalam satu hari asupan yang dibolehkan

adalah 0,2 mg. Sementara formalin yang boleh masuk ke tubuh

dalam bentuk makanan untuk orang dewasa adalah 1,5 mg hingga 14

mg per hari. Berdasarkan standar Eropa, kandungan, berdasarkan

hasil iji klinis, dosis toleransi tubuh manusia pada ngan formalin

yang masuk dalam tubuh tidak boleh melebihi 0,66 mg/liter.

Sementara itu, berdasarkan hasil uji klinis, dosis toleransi tubuh

manusia pada pemakaian secara terus-menerus (Recommended

Dietary Daily Allowances/RDDA) untuk formalin sebesar 0,2

miligram per kilogram berat badan. (Concise International Chemical

Assesment Document, 2002).

Prinsip penentuan kadar formalin adalah senyawa formaldehid

bereaksi dengan asam kromatofat membentuk warna ungu atau

violet yang dapat diamati secara visual dengan menggunakan alat

spektrofotometer.

Adapun alat-alat yang digunakan dalam penentuan kadar formalin

yaitu, batang pengaduk, erlenmeyer, tabung neisler, cawan porselen,

neraca analitik, pipet volume, ball pipet, gelas ukur. Adapun bahan-

bahan yang digunakan dalam penentuan kadar formalin yaitu,

aquadest, asam phospat, HCHO 1, HCHO 2, dan sampel yang akan

diujikan berdasarkan nomor identitas (ID).

Adapun langkah kerja dalam penentuan kadar formalin adalah

sebagai berikut :

1. Timbang sampel 10 – 20 gram + aquadest 100 ml

64
2. Tambah 20 ml asam phospat

3. Destilasi

4. Tampung destilasi sebanyak 50 ml (tutup pake aluminium)

5. Siapkan tabung neisler

6. Pipet 4,5 ml HCHO 1 + 1 sendok HCHO 2

7. Tambahkan 3 ml sampel hasil destilasi

8. Homogenkan

Hasil :

Jika positif akan berubah menjadi warna Ungu, dilanjut ke spektro.

B. Pemeriksaan Kimia Air

1) Pemeriksaan kimia air menggunakan menggunakan titrimetri

Analisis titrimetri atau analisis volumetrik adalah analisis

kuantitatif dengan mereaksikan suatu zat yang dianalisis dengan

larutan standar (standar) yang telah diketahui konsentrasinya secara

teliti dan freaksi antara zat yang dianalisis dan larutan standar

tersebut berlangsung secara kuantitatif (Rodiani, dkk 2013).

Adapun pemeriksaan yang tergolong menggunakan titrimetri di

instalasi kimia kesehatan adalah pemeriksaan COD (Chemical

Oxygen Demand) dan pemeriksaan DO (Disolved Oxygen).

Chemical Oxygen Demand atau kebutuhan oksigen kimia

adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang

ada di dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia. Peningkatan

kadar COD berbanding lurus dengan peningkatan pencemaran yang

terjadi diperairan. Oleh karena itu, dilakukan analisa kadar COD

65
pada sampel dengan menggunakan metode refluks terbuka yang

dilakukan dengan cara titrasi.

Adapun alat-alat yang digunakan dalam analisa kadar COD

yaitu neraca analitik, kertas timbang, spatula, glass beaker, batang

pengaduk, pipet ukur, pipet gondok, labu ukur, tabung COD, rak

tabung COD, karet penghisap, labu semprot, COD reaktor, buret,

dan erlenmeyer. Adapun bahan yang digunakan dalam analisa kadar

COD yaitu K2Cr2O7 0,25 N, Ag2SO4 yang dilarutkan dalam H2SO4

1%, serbuk Hg2SO4, ammonium ferro sulfat (NH4)2Fe(SO4)2,

indikator ferroin, dan sampel air yang diujikan berdasarkan nomor

identitas (ID).

Prinsip kerja dalam analisa kadar COD menurut Standar

Nasional Indonesia 06-6989.15-2004, yaitu zat organik dioksidasi

dengan campuran mendidih asam sulfat dan kalium dikromat

diketahui nomalitasnya dalam suatu refluk selama 2 jam. Kelebihan

kalium dikromat tidak tereduksi, dititrasi dengan larutan ferroin

ammonium sulfat (FAS).

Dalam hal ini bahan buangan organik akan dioksidasi oleh

Kalium bikromat menjadi gas CO2 dan H2O serta sejumlah ion

krom. Kalium bikromat atau K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber

oksigen (oxidizing agent). Reaksi tersebut perlu pemanasan dan

juga penambahan katalisator perak sulfat (Ag2SO4) untuk

mempercepat reaksi. Apabila dalam bahan buangan organik

diperkirakan ada unsur klorida yang dapat mengganggu reaksi

66
maka perlu ditambahkan merkuri sulfat untuk menghilangkan

gangguan tersebut. klorida dapat mengganggu karena akan ikut

teroksidasi oleh kalium Bichromat sesuai dengan reaksi berikut ini:



+¿ 3C l +2C r + 7H O ¿
2−¿+ 14 H 2 3 2
¿
−¿+C r 2O 7 ¿
6Cl
Apabila dalam larutan air lingkungan terdapat Chlorida, maka

oksigen yang diperlukan pada reaksi tersebut tidak menggambarkan

keadaan sebenarnya. Seberapa jauh tingkat pencemaran oleh bahan

buangan organik tidak dapat diketahui secara benar. Penambahan

merkuri sulfat adalah untuk mengikat ionlor menjadi merkuri

Klorida mengikuti reaksi berikut ini:



−¿ HgCl 2 ¿
2+¿+2 C l ¿
Hg
Warna larutan air lingkungan yang mengandung bahan buangan

organik sebelum reaksi oksidasi adalah kuning. Setelah reaksi

oksidasi selesai maka akan berubah menjadi hijau. Jumlah oksigen

yang diperlukan untuk reaksi oksidasi terhadap bahan buangan

organik sama dengan jumlah kalium bichromat yang dipakai pada

reaksi tersebut diatas. Makin banyak kalium bichromat yang

dipakai pada reaksi oksidasi, berarti makin banyak oksigen yang

diperlukan. Ini berarti bahwa air lingkungan banyak tercemar oleh

bahan buangan organik. Dengan demikian maka seberapa jauh

tingkat pencemaran air lingkungan dapat ditentukan (Wardhana,

2001).

Penetapan COD pada ke duabelas sampel air limbah ini

menggunakan metode refluk terbuka yang melibatkan perubahan

67
bilangan oksidasi. Karena inilah metode refluk terbuka digolongkan

sebagai metode yang didasarkan pada reaksi reduksi-oksidasi

(redoks). Prinsip titrasi yang digunakan dalam metode ini adalah

titrasi kembali dimana Kalium Dikromat ditambahkan berlebih

terukur ke dalam larutan sampel, sisa dari Kalium Dikromat akan

bereaksi dengan Fero Ammonium Sulfat (FAS) dengan kehadiran

indikator ferroin memberikan warna TA (Titik Akhir) yaitu merah

coklat teh. Pemilihan jenis titrasi kembali didasarkan pada fakta

bahwa analat (zat organik) tidak dapat bereaksi langsung dengan

penitar (FAS) dimana telah diketahui bahwa keduanya adalah

sama–sama reduktor.

Adapun langkah kerja dari penetapan COD (Chemical Oxygen

Deman) ialah sebagai beirkut :

a. Lakukan preparasi blanko, standard dan sampel sebagai berikut :

Tabel 1. Preparasi Blanko, Standar dan Sampel Pemeriksaan


COD
Masukkan ke Blanko Standar Sampel
dalam botol (ml) (ml) (ml)
b. Tutup K2CO2O7
1 1 1
0,25 N
rapat-rapat
Ag2SO4.H2SO4
2 2 2
tabungnya 1%

lalu 0,04
Hg2SO4 0,04 (gram) 0,04 (gram)
(gram)
Homogenkan larutan. Reagen pereaksi telah selesai dibuat.
Aquabidem 2 - -
STD - 2 -
Sampel - - 2
Homogenkan larutan.
68
dihomogenkan dengan hati-hati, dimasukkan ke COD reaktor

yang sudah dipanaskan sebelumnya dengan suhu ±150oC,

dibiarkan 2 jam.

c. Setelah 2 jam tabung-tabung dikembalikan ke raknya sesuia

dengan urutannya, dinginkan dengan menggunakan kipas angin.

d. Setelah dingin blanko standar sampel dipindahkan ke

erlenmeyer

e. Ditambahkan 3-5 tetes indikator feroin, homogenkan. Titer

dengan larutan ammonium ferro sulfat yang telah diketahui.

Normalitasnya hingga berubah warna (warna kuning kehijauan –

hijau – biru – merah)

f. Dicatat volume akhir titrasi

g. Lakukan perhitungan kadar COD dengan menggunakan rumus

sebagai berikut :

COD ( mgL O )= ( A−B ) ( VN ) (8000)


2

Keterangan :
COD = Kadar Chemical Oxygen Demand (mg/L O2)
A = Volume titrasi FAS untuk blanko (mL)
B = Volume titrasi FAS untuk sampel (mL)
N = Normalitas FAS (N)
V = Volume sampel (mL)
Menurut Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan No. 69 Tahun

2010 dan Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001, nilai batas

ambang COD terbagi atas 4 golongan. Golongan I (air minum)

sebesar 10 mg/L O2, golongan II (prasarana/sarana rekreasi air)

69
sebesar 25 mg/L O2, golongan ketiga III (budidaya ikan air tawar)

sebesar 50 mg/L O2, dan golongan IV (mengairi pertanaman)

sebesar 100 mg/L O2.

Oksigen terlarut (dissolved oxygen, disingkat DO) atau sering

juga disebut dengan kebutuhan oksigen (Oxygen demand)

merupakan salah satu parameter penting dalam analisis kualitas air.

Nilai DO yang biasanya diukur dalam bentuk konsentrasi ini

menunjukan jumlah oksigen (O2) yang tersedia dalam suatu badan

air. Semakin besar nilai DO pada air, mengindikasikan air tersebut

memiliki kualitas yang bagus. Sebaliknya jika nilai DO rendah,

dapat diketahui bahwa air tersebut telah tercemar. Pengukuran DO

juga bertujuan melihat sejauh mana badan air mampu menampung

biota air seperti ikan dan mikroorganisme. Selain itu kemampuan air

untuk membersihkan pencemaran juga ditentukan oleh banyaknya

oksigen dalam air. Analisa kadar DO bertujuan untuk mengetahi

kadar oksigen terlarut dalam sampel. Analisa ini menggunakan

metode yodometri (Modifikasi Asida).

Adapun alat-alat yang digunakan dalam analisa kadar DO yaitu

botol winkler, stang buret, erlemeyer, pipet tetes, pipet ukur,dan

buret. Adapun bahan yang digunakan dalam analisa kadar DO yaitu

larutan NaOH-KI, larutan MnSO4, larutan H2SO4 pekat, larutan

indikator amilum, larutan Na2S2O3 0,125 N dan sampel air yang

diujikan berdasarkan nomor identitas (ID).

70
Prinsip kerja DO berdasarkan Satndar Nasional Indonesia SNI 06-

6989.14-2004, yaitu oksigen terlarut bereaksi dengan ion mangan

(II) dalam suasana basa menjadi hidroksida mangan dengan valensi

yang lebih tinggi (Mn IV). Dengan adanya ion yodida (I) dalam

suasana asam, ion managn (IV) akan kembali menjadi ion mangan

(II) dengan membebaskan yodin (I2) yang setara dengan kandungan

oksigen terlarut. Yodin terbentuk kemudian dititrasi dengan sodium

thiosulfat dengan indikator amillum.

Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan

MnCl2 dan NaOH-Kl, sehingga akan terjadi endapan MnO2.

Dengan menambahkan H2SO4 atau HCl maka endapan yang terjadi

akan larut kembali dan juga akan membebaskan molekul iodium

(I2) yang ekivalen dengan oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan

ini selanjutnya ditritasi dengan larutan standar natrium tiosulfat

(Na2S2O3) dan menggunakan indikator larutan amilum (kanji).

Reaksi kimia yang terjadi ialah sebagai berikut :



MnC l 2 + NaOH Mn ¿
2 Mn ¿

I 2+ 2 N a2 S 2 O3 N a2 S 4 O6 + NaI
Adapun cara kerja dalam pemeriksaan kadar oksigen terlarut
dalam air yaitu
a Sampel dimasukkan ke dalam botol winkler sampai penuh

b Tutup dengan hati-hati agar tidak terbentuk gelembung

c Tambahkan NaOH-KI 1 mL dan MnSO 4 1 mL ke dalam botol

sampel kemudian homogenkan dan diamkan selama 3 menit.

71
d Setelah terbentuk endapan kuning kecoklatan kemudian

tambahkan H2SO4 pekat 2 mL, tutup dan homogenkan hingga

endapan larut

e Pindahkan sampel ke Erlenmeyer dan tambahkan indikator

amilum 3-5 tetes

f Titrasi dengan larutan Na2S2O3 (Natrium Tiosulfat) hingga

tidak berwarna

g Catat volume titran yang keluar kemudian hitung

menggunakan rumus berikut :

DO ( mgL O )= V1000 ×V
2
Sampel
Titran × N Titran × 8

Menurut Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan No. 69 Tahun

2010 dan Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 bahwa

penentuan batas ambang minimal nilai DO ialah sama, dimana

terbagi menjadi 4 golongan. Dimana pada golongan I (air minum)

nilai batas ambang dari DO yaitu 6 mg/L O 2, sedangkan untuk

golongan II (prasarana/sarana rekreasi air) memiliki batas ambang

4 mg/L O2.

Sedangkan untuk golongan ketiga III (budidaya ikan air tawar)

memiliki nilai batas ambang 3 mg/L O2 sedangkan untuk golongan

ke IV (mengairi pertanaman) memiliki batas ambang 0 mg/L O2.

2) Pemeriksaan Kimia Air Menggunakan Spektrofotometri UV-Vis

Prinsip kerja spektrofotometer adalah berdasarkan hukum

Lambert-Beer, yaitu seberkas sinar dilewatkan suatu larutan pada

panjang gelombang tertentu, sehingga sinar tersebut sebagian ada

72
yang diteruskan dan sebagian lainnya diserap oleh larutan.

Besarnya sinar (A) berbanding lurus dengan konsentrasi zat

penyerap (C) dan jarak yang ditempuh sinar (a) dalam larutan

(tebal larutan, b). Pada spektrofotometer UV-VIS, zat diukur dalam

bentuk larutan. Analit yang dapat diukur dengan spektrofotometer

sinar tampak adalah analit berwarna atau yang dapat dibuat

berwarna (Warono dan Syamsudin, 2013).

Pada instalasi kimia kesehatan salah satu pemeriksaan kimia air

menggunakan spektrofotometri UV-Vis yaitu nitrat.

Nitrat di perairan merupakan makro nutrien yang mengontrol

produktivitas primer di daerah eufotik. Kadar nitrat di perairan

sangat di pengaruhi oleh asupan nitrat dari badan sungai. Sumber

utama nitrat berasal dari buangan rumah tangga dan pertanian

termasuk kotoran hewan dan manusia (Putri, 2019).

Salah satu faktor yang mempengaruhi keberadaan nitrat di

perairan adalah sumber nitrat itu sendiri. Nitrat di badan air dapat

berasal dari proses difusi oleh atmosfer, fiksasi, hasil degradasi

bahan organik serta buangan limbah organik akibat aktifitas

manusia. Salah satu buangan limbah yang berpotensi meningkatkan

konsentrasi nitrat di kolom air adalah pemanfaatan pupuk di lahan

pertanian. Tidak semua partikulat pupuk yang masuk kedalam

tanah akan terserap oleh tumbuhan sebagai sumber makanan,

sebagian diantaranya tersimpan dalam tanah dan sewaktu-waktu

dapat release ke kolam air. Proses erosi dan pengikisan di lahan

73
pertanian memungkinkan nitrat yang sebelumnya terjebak dalam

tanah akan masuk ke sungai dan bermuara ke laut (Putri, 2019).

Prinsip analisa kadar nitrat (NO3) yaitu ion NO3 dengan cara

dipanaskan akan bereaksi dengan brucin akan berwarna kuning.

Adapun alat-alat yang digunakan dalam analisa kadar nitrat

yaitu labu ukur, pipet tetes, pipet skala, karet penghisap, tabung

neiser, neraca analitik, kertas saring, tisu, waterbath, kaca arloji,

gelas kimia, rak tabung, spektrofotometer UV-Vis dan kuvet.

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam analisa kadar

nitrat yaitu sampel, aquades, NaCl, H2SO4 dan brucin.

Adapun langkah kerja dalam menganalisa kadar nitrat pada

Spektrofotometer UV-Vis adalah sebagai berikut :

a. Sambungkan alat Spektrofotometer UV-Vis ke sumber listrik

dan nyalakan.

b. Atur spektrum dari spektrofotometer hingga mendapatkan

panjang gelombang yang sesuai.

c. Ke dalam tabung neiser dilakukan preparasi sebagai berikut :

Tabel 2 Preparasi Blanko, Standar dan Sampel Pemeriksaan


Nitrat
Masukkan ke dalam Blanko Standar Sampel
tabung neiser (ml) (ml) (ml)
Aquadest 10 - -
Standar - 10 -
Sampel - - 10
NaCl 30% 2 2 2
H2SO4 10 10 10
Brucin 1% 0,5 0,5 0,5

74
Homogenkan
d. Tutup dengan penutup tabung neisser.

e. Dipanaskan pada waterbath dengan suhu 950C ± selama 20

menit.

f. Dinginkan pada air mengalir.

g. Baca pada alat spektrofotometer (400-425 nm).

Dalam penentuan kadar nitrat (NO3), perlu untuk membuat

kurva kalibrasi. Kurva kalibrasi atau disebut juga kurva standar

diguanakn menentukan konsentrasi suatu zat dalam suatu sampel

yang tidak diketahui dengan membandingkan yang tidak diketahui

kedalam seperangkat sampel standar dari konsentrasi yang telah

diketahui. Kurva kalibrasi nitart menggunakan blanko dan larutan

standar (kerja) nitrat 0.2 ppm, 0.4 ppm, 0.6 ppm, 0.8 ppm, 1.6 ppm,

2 ppm. Adapun kurva kalibrasi yang didapatkan dari larutan

standar (kerja) ialah sebagai berikut

75
Gambar 2. Kurva Kalibrasi Analisa Kadar Nitrat
3) Uji Warna Secara Visual

Cara uji warna ini digunakan untuk menentukan warna air

secara visual. Pengujian ini dilakukan terhadap contoh uji air

dengan warna tidak lebih dari 70 satuan unit Pt-Co, dilakukan

pengenceran langsung pada tabung nessler (Haris, 2005).

Warna alami dari air yang dapat disebabkan oleh adanya ion

logam (besi dan mangan), humus, plankton, tumbuhan air dan

dinyatakan dalam satuan warna unit Pt-Co, pengamatan ini

dilakukan dengan menggunakan mata (Haris, 2005).

Prinsip dari uji warna secara visual yaitu membandingkan warna

dari contoh uji dengan warna larutan baku yaitu larutan platina

kobal dengan mata.

Adapun alat-alat yang digunakan pada uji warna secara visual

yaitu tabung nessler, rak tabung, pipet skala, karet penghisap, labu

ukur, kertas saring, corong pemisah dan tisu.

Adapun bahan-bahan yang digunakan pada uji warna secara

visual yaitu kaliumheksakloroplatinat (K2PtCl6), kobalt klorida

(CaCl3.6H2O), HCl pekat dan aquadem.

Adapun cara pembuatan larutan induk warna 500 unit Pt.co

sebanyak 100 ml sebagai berikut.larutkan 1,1246 gr K2PtCl6 dan

0,100 gr CaCl3.6H2O dengan 10 ml HCl pekat kedalam labu ukur

100 ml dan encerkan dengan air bebas mineral hingga 100 ml.

larutan induk ini mempunyai warna 500 unit Pt.co.

76
Adapun cara pembuatan larutan standar dari uji warna secara

visual adalah sebagai berikut.

Tabel 3. Pembuatan larutan standar uji warna secara visual

500 Pt.Co Aquadem


Pt.Co
(ml) (ml)

5 Pt.Co 0,5 45,5

7,5 Pt.Co 0,75 49,25

10 Pt.Co 1,0 49

12,5 Pt.Co 1,25 48,75

15 Pt.Co 1,5 48,5

17,5 Pt.Co 1,75 48,25

20 Pt.Co 2,0 48

Masukkan kedalam tabung nessler

Adapun cara penetapan contoh uji (sampel) yaitu sebagai berikut.


a. Masukkan 50 ml sampel kedalam tabung nessler.

b. Tempatkan tabung nessler pada alas yang berwarna putih

c. Bandingkan warna sampel secara visual dengan larutan baku

(standar) yang paling mendekati atau berada diantara dua skala

larutan baku.

d. Apabila warna lebih dari 70 Pt.Co, dilakukan pengenceran

langsung pada tabung nessler.

C. Pemeriksaan Toksikologi

1) Uji Analisa Kadar Pestisida

77
Pestisida adalah bahan yang digunakan untuk mengendalikan,

menolak, memikat, atau membasmi organisme pengganggu. Nama

ini berasal dari pest ("hama") yang diberi akhiran cide

("pembasmi"). Sasarannya bermacam-macam, seperti serangga,

tikus, gulma, burung, mamalia, ikan, atau mikrobia yang dianggap

mengganggu. Pestisida biasanya, tapi tak selalu, beracun. dalam

bahasa sehari-hari, pestisida seringkali disebut sebagai "racun".

Tergantung dari sasarannya, pestisida dapat berupa insektisida

(serangga) fungisida (fungi/jamur) rodentisida (hewan

pengerat/Rodentia) herbisida (gulma) akarisida (tungau) bakterisida

(bakteri) (Novizan. 2002).

Formulasi pestisida, dimana bahan terpenting yang bekerja aktif

dalam pestisida terhadap hama sasaran dinamakan bahan aktif

(Active ingridient atau bahan tehnis). Dalam pembuatan pestisida di

pabrik (manufacturing plant), bahan aktif tersebut tidak dibuat

secara murni, tetapi dicampur sedikit dengan bahan-bahan

pembawa lainnya. Bahan aktif  dengan kadar bahan aktif yang

tinggi tersebut tidak dapatdigunakan sebelum diubah  bentuk dan

sifat fisiknya dan dicampur dengan bahan lainnya. Pencampuran ini

dilakukan agar bahan aktif tersebut mudah disimpan, diangkut dan

dapat digunakan dengan aman, efektif dan ekonomis. Produk jadi

yang merupakan campuran fisik antara bahan aktif dan bahan

tambahan yang tidak aktif (inert ingridient) dinamakan formulasi

(formulated product).

78
Formulasi sangat menentukan bagaimana pestisida dengan

bentuk dan komposisi tertentu harus dipergunakan, berapa dosis

atau takaran yang harus dipakai, berapa frekuensi dan interfal

penggunaan, serta terhadap sasaran apa pestisida dengan formulasi

tersebut dapat digunakan dengan efektif. Untuk keamanan distribusi

dan penggunaannya pestisida diedarkan dalam beberapa macam

formulasi, yaitu sebagai berikut (Kemenkes, 2012).

Prinsip kerja dalam analisa kadar pestisida yaitu residu pestisida

golongan organuklorin dan organufosfat yang terdapat dalam bahan

control, air diekstraksi dengan dietil eter-heksanal pestisida

golongan karbonat diekstraksi dengan metal klorida.

Adapun alat-alat yang digunakan dalam pestisida adalah corong

pisah dan gelas ukur. Adapun bahan yang digunakan dalam

pestisida serbuk natrium sulfat anhidrat, Dietil eter ideksan 15%,

metal klorida.

Adapun langkah kerja dari penetapan kadar pestisida sebagai


berikut:
a Ukur 1 L bahan , masukan kedalam corong pisah.

b Tambahkan 25-50 mL dietil eter heksan dan 100 gram natrium

sulfat.

c Ekstraksi dengan menghomogenkan larutan selama 2 menit

biarkan terpisah.

d Ulangi ekstraksi larutan dengan masukan 50 mL dietil eter-

heksan.

79
2) Uji Analisa Kadar Clorida (Cl)

Peraturan Menteri Kesehatan RI (Republik Indonesia) nomor

492/Menkes/IV/2010 menyatakan bahwa air minum yang sehat

harus memenuhi persyaratan fisik, kimia, dan mikrobiologi.

Beberapa persyaratan tersebut antara lain air harus jernih atau tidak

keruh, tidak berwarna, rasanya tawar, pH netral, tidak mengandung

zat kimia beracun, kesadahannya rendah, dan tidak boleh

mengandung bakteri patogen seperti Escherichia coli.

Berdasarkan peraturan tersebut jelas disebutkan bahwa salah

satu syarat yang harus dipenuhi dalam kualitas air minum dengan

parameter kimia adalah Cl-. Kadar Clorida maksimum Menurut

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

492/MENKES/PER/IV/2010, batas maksimal kadar klorida dalam

air minum adalah 250 mg/L (Permenkes, 2010).

Klor merupakan unsur yang di serap dalam bentuk ion Cl -oleh

akar tanaman dan dapat di serap pula berupa gas atau larutan ole

bagian atas tanaman, misalnya daun. Kadar, Cl- yang terbaik pada

tanaman sekitar 2000-20.000 ppm berat tanaman kering. Kadar Cl-

yang terbaik pada tanaman adalah anatara 340-1200 ppm dan

dianggap masih dalam kisaran hara mikro.

Klor dalam tanah tidak diikat oleh mineral, sehingga sangat

mobil dan mudah tercuci oleh air dranaise. Sumber Cl- Sering

berasal dari air hujan. Oleh karena itu, hara Cl- kebanyakan bukan

menimbulkan defisiensi, tetapi justru menibulkan masalah

80
keracunana tanaman. Klor berfungsi sebagai pemindah hara

tanaman, meningkatkan osmosis sel, mencegah kehilangan air yang

tidak seimbang.

Anion klorida (Cl-) merupakan anion anorganik yang terdapat

dalam sampel perairan yang jumlahnya lebih banyak daripada

anion-anion halogen yang lain. Ion klorida Cl- dalam larutan bisa

dalam senyawa natirum klorida, kalium klorida, kalsium klorida

Kelebihan ion klorida dalam air minum dapat merusak ginjal. Akan

tetapi, kekurangan ion klorida dalam tubuh juga dapat menurunkan

tekanan osmotik cairan ekstraseluler yang menyebabkan

meningkatnya suhu tubuh (Ngibad K. dan Herawati D 2019 ).

Adapun langkah kerja dari penetapan kadar Klorida pada Air

ialah sebagai berikut:

Prinsip :
AgNO3 + Cl- → AgCl (s) + NO3-
(Endapan putih)

Saat setelah titik ekuivalen:


AgNO3 + K2CrO4 → Ag2CrO4(s) + NO3-
(Endapan merah bata)
Adapun cara kerjanya sebagai berikut :
a Diukur sampel air 50 ml diamasukkan kedalam Erlenmeyer.

b Ditamabahkan K2CrO4 50% 0,5 -1 ml.

c Dihomogenkan.

d Di titrasi dengan AgNO4 yang di standarisasi sampai terjadi

perubahan warna dari kunig muda menjadi merah batas.

81
e Lakukan perlakuan yang sama dengan balanko.

f Catat volume titran yang keluar kemudian hitung

menggunakan rumus berikut:

mg Cl/l =
( V . titrasi sampel – V . titrasi Blanko ) x NAgNO 3× 35450
V

Analisa kadar klorida air dilakukan menggunakan titrasi

argentometri metode Mohr. Metode Mohr dapat digunakan untuk

menetapkan kadar klorida dalam suasana netral dengan larutan

standar AgNO3 dan penambahan K2CrO4 sebagai indikator.

Titrasi ini dilakukan dalam suasana netral atau dengan sedikit

alkalis, pH 6,5 – 9,0. Apabila ion klorida telah habis diendapkan

oleh ion perak, maka ion kromat akan bereaksi membentuk

endapan perak kromat yang berwarna coklat/merah bata sebagai

titik akhir titrasi.

Kadar klorida yang tinggi dapat berbahaya bagi kesehatan

diantaranya dapat bersifat merusak atau korosif pada kulit dan

peralatan, selain itu juga berpotensi merusak sistem pernafasan

manusia dan hewan.

3.11 Instalasi Mikrobiologi

Laboratorium mikrobiologi yang ada di Balai Besar Laboratorium

Klinik (BBLK) terbagi atas beberapa ruangan sesuai dengan parameter

pemeriksaanya. Yaitu terdiri dari laboratorium pemeriksaan jamur, parasit,

82
mikroba air, mikroba makanan dan minuman, mikrobiologi klinis, biologi

molekuler, dan laboratorium TB (tuberculosis).

Pemeriksaan yang paling sering dilakukan pada instalasi mikrobiologi

ialah pemeriksaan mikroba pada makanan serta minuman, dan

pemeriksaan mikrobiologi klinis.

1. Pemeriksaan mikroba pada makanan

Pemeriksaan mikroba pada makanan ini bertujuan untuk mengetahui

keadaan hygienitas makanan apakah memenuhi syarat kesehatan atau

tidak. Untuk mengidentifikasi adanya bakteripada sampel makanan

terdapat 4 tahapan yaitu tahap pra-pengayaan nonselektif untuk

menghomogenisasi sampel, tahap pengkayaan selektif, penanaman

pada media selektif, konfirmasi berdasarkan uji biokimia.

a. Tahap Pra-Pengayaan

Pada tahap ini sampel diambil secara steril dan timbang

menggunakan neraca analitik sebanyak 10 gram, lalu dimasukkan

kedalam bag Stomacher dan ditambahkan larutan Bufferd Pepton

Water (BPW) pH 7,2 sebanyak 90 ml. Larutan ini memungkinkan

untuk perbaikan sel yang rusak dan memberikan nutrisi untuk

bakteri Eschercia Coli dibandingkan bakteri yang lain. Kemudian

dihaluskan mengunakan alat Stomacher dengan kecepatan 230 rpm

selam 30 detik. Selanjutnya dipipet 1 ml sampel, dimasukkan

kedalam tabung yang berisi media E. Coli Broth (ECB) dan

diinkubasi selama 1 x 24 jam pada suhu 37° C

b. Tahap Pengkayaan Selektif

83
Setelah sampel diinkubasi, maka selanjutnya melakukan tahap

pengakayaan selektif atau selective enrichment pada media B. E.

coli. Pada tahapan pengakayaan selektif ini terjadi optimalisasi

pertumbuhan E- Coli dan dihambatnya pertumbuhan bakteri-

bakteri penyerta lainnya yang dapat mengganggu pertumbuhan E-

Coli , sehingga dapat semakin meminimalkan hasil negatif palsu.

Inokulasi bakteri E- Coli dilakukan dengan mengambil 1 ujung ose

dari medi ECB kemudian distriking ke media B E. Coli, kemudian

diinkubasi selama 1 X 24 jam suhu 37C.

c. Tahap pewarnaan gram dan inokulasi pada media KIA

Pada hari selanjutnya pengamatan pada koloni yang tumbuh

pada media B.E Coli dan dilakukan pewarnaan gram pada koloni

yang terduga E. Coli. Pewarnaan gramini dilakukan untuk

memastikan apakah bakteri yang timbul adalah basil gram negative.

Setelah dipastikan dilakukan inokulasi koloni yang terduga E. Coli

tadi pada media KIA lalu diinkubasi selama 1 x 24 jam pada suhu

370 C.

d. Uji Biokimia

Setelah dilakukan pengamatan pada media KIA, selanjutnya

dilakukan uji konfirmasi dengan cara uji biokimia menggunakan

media Urea, Sitrat, BEA, LIA, PAD, SIM, MR, VP, Malonat,

Media gula-gula (glukosa, laktosa, sukrosa, manitol dan maltosa).

e. Pengamatan Reaksi Uji Biokimia

84
Selanjutnya, dilakukan pengamatan reaksi pada uji biokimia

dimana ini merupakan metode yang digunakan untuk melihat

kemampuan mikroorganisme dalam memfermentasikan gula.

2. Pemeriksaan mikrobilogi klinis

a. Pewarnaan gram

Pewarnaan gram adalah pewarnaan diferensial yang sangat

berguna dan paling banyak digunakan dalam laboratorium

mikrobiologi, karena merupakan tahapan penting dalam langkah

awal identifikasi pewarnaan ini didasarkan pada tebal atau tipsnya

lapisan lemak pada membrane sel bakteri.Jenis bakteri berdasarkan

pewarnaan gram dibagi menjadi dua yaitu gram positif dan gram

negatif.Bakteri gram positif memiliki dinding sel yang tebal dan

membrane sel-sel lapis. Sedangkan baktri gram negatif mempunyai

dinding sel tipis yang berada di antara dua lapis membran sel

(Karmana, 2008).

Menurut Pelczar, (2007) Bakteri gram positif yaitu bakteri yang

mempertahankan zat warna Kristal violet. Bakteri jenis ini akan

berwarna ungu di bawa mikroskop, sedangkan bakteri gram negatif

akan kehilangan zat warna Kristal violet setelah dicuci dengan

alkohol. Perbedaan klasifikasi antara kedua jenis bakteri ini

terutama didasarkan pada perbedaan struktur dinding sel bakteri.

Menurut Fitria, (2009) bakteri gram negatif memiliki 3 lapisan

dinding sel. Lapisan terluar yaitu lipopolisakarida (lipid)

kemungkinan tercuci oleh alkohol, sehingga pada saat diwarnai

85
dengan safranin akan berwarna merah. Bakteri gram positif

memiliki sel lapis dinding sel berupa peptidoglikan yang tebal.

Setelah pewarnaan dengan Kristal violet, pori-pori dinding sel akan

menyempit oleh alkohol sehingga dinding sel tetap berwarna biru.

Prosedur kerja pewarnaan gram yaitu : dibuat preparat

berbentuk ovale keringkan, lewatkan diatas api sebanyak 3 kali.

Rendam preparat tersebut dengan larutan Kristal violet selama 1

menit perendaman ini dilakukan untuk memberi warna pada

mikroorganisme target, kristal violet bersifat basa sehingga mampu

berikatan dengan sel mikroorganisme yang bersifat asam.

Kemudian bilas dengan air mengalir dan rendam preparat tersebut

dengan larutan lugol selama 1 menit. Pemberian lugol pada

pengecetan gram bertujuan untuk memperkuat pengikatan warna

oleh bakteri. Di bilas dengan air mengalir dan ditetesi alkohol 96%

selama 10-20 detik bilas dengan air kemudian tambahkan larutan

safranin selama 10 detik untuk memberikan warna pada

mikroorganisme non target, kemudian bilas dengan air mengalir

dan keringkan.

b. Uji kultur

Vitek 2 Compact merupakan sistem identifikasi otomatis untuk

mikroorganisme. Alat ini digunakan untuk mengidentifikasi jenis

bakteri dan uji antibiotik dalam waktu 4 jam. Seluruh proses

penanaman (inokulasi), inkubasi, validasi dan penafsiran

(interpretasi) hasil akan dilakukan secara otomatis oleh alat.

86
Bahkan pemeriksaan yang sudah selesai dapat mengeluarkan hasil

rekam cetak (print-out) secara otomatis, sedangkan kartu

ID/AST(Identification/ Antimicroba Sensitivity Test) oleh

sistemnya secara otomatis akan dibuang ke tempat sampah. Hasil

pemeriksaan ini juga dapat langsung terhubungkan (koneksi)

dengan LIS (Laboratory Information System).Di samping kartu

Vitek-2 dan larutan salin steril tidak ada lagi zat pereaksi

(reagensia) tambahan yang diperlukan. (Prihatini, 2007)

Kartu Vitek-2 terdiri atas 2 jenis kartu, kartu ID untuk

pengenalian (identifikasi) dan kartu AST untuk uji kepekaan

(sensitifitas) antibiotik.Setiap kartu dilengkapi dengan angka sandi

batang (barcode). (Prihatini, 2007)

Adapun prosedur keraja dari alat Vitek-2 sesuai dengan Standar

Operasional Prosedur (SOP)

1. Persiapan alat

Hidupkan sistem Vitek 2 compact: Tekan tombol ON pada

conditioner, UPS, dan komputer. Masukkan user name dan

password, selama beberapa menit awal instrumen dinyalakan

akan berada pada status Warming. Tunggu instrumen hingga

menunjukkan status OK

2. Persiapan Sampel

Gunakan isolate bakteri yang muda dan koloni murni,

siapkan masing-masing 2 tabung untuk setiap isolate. Setiap

tabung diisi dengan 3 ml larutan NaCl 0,45 %. Ambil koloni

87
bakteri, buat suspense larutan NaCl dan homogenisasi. Untuk

kekeruhan inokulum dengan menggunakan alat Densicheck

dengan cara : tabung inokulum yang akan diukur dibersihkan

terlebih dahulu pada bagian luarnya dengan tissue, masukkan

tabung ke lubang pengukuran pada Densicheck, putar 360º

selama 2 detik. Angka hasil pengukuran akan muncul dalam

satuan McFarland. Bakteri Gram negative dan positif = 0,5 –

0,63 McFarland. Yeast = 1,8 – 2,2 McFarland. Jika kekeruhan

kurang maka tambahkan koloni bakteri, jika kekeruhan berlebih,

maka ambil sejumlah volume inokulum dan encerkan dengan

menambahkan larutan NaCl.

Untuk tes sensitivitas antibiotik ambil 145 µl untuk bakteri

gram negative atau 280 µl untuk bakteri gram positif dari tabung

inokulum pertama ke tabung kedua dengan menggunakan

mikropipet dan tip yang steril. Susun tabung pertama untuk

identifikasi kemudian tabung kedua untuk tes sensitivitas

antibiotik pada cassette. Letakkan kartu Vitek 2, sesuai dengan

urutan untuk identifikasi dan untuk sensitivitas antibiotik.

3. Memasukan data

Masukan informasi pasien yaitu lab ID, nama pasien, tipe

sampel (specimen), kemudian tekan OK.

4. Masukan keruang pengisian dan incubator

a) Masukkan cassette ke ruang pengisian Tekan “START

FILL”

88
b) Pengisian akan memerlukan waktu beberapa menit

c) Jika selesai, maka alarm berbunyi, tanda incubator akan

berkedip-kedip dan cassette segera dipindahkan ke

incubator

d) Jika selesai, maka alarm berbunyi, tanda incubator akan

berkedip-kedip dan cassette harus segera dikeluarkan

e) Proses incubator akan berlangung beberapa jam dan hasil

akan tercetak secara otomatis.

3. Pemeriksaan TB ( Tuberculosis)

Pemeriksaan Tuberkulosis (TB atau TBC) bertujuan untuk

mengetahui adaya bakteri Mycobacterium tuberculosis dan untuk

mengetahui adanya resistensi dan sensitifitas bakteri Mycobacterium.

Penyakit tuberculosis (TB) merupakan penakit infekksi yang lebih

sering mengifeksi organ paru-paru dibandingkan bagian tubuh lainya

dan penularanya melalui udara, sehingga diperlukan fasilitas pelayanan

laboratorium sesuai dengan standar. Laboratorium TB melayani

pemeriksaan TB yang mencakup pengamatan mikroskopis, kultur dan

Genexpert (Departemen Mikrobiologi FKUI, 2009).

a. Pengamatan mikroskopis

Lebih dari 90% penderita tuberculosis berada di negara dengan

tingkat pendapatan menengah dan rendah. Strategi Direct Observed

Treatmeant Short-course (DOTS) memfokuskan pada penemuan

kasus secara pasif untuk pasien BTA positif. Bagi pasien yang

datang ke pelayanan kesehatan dengan gejala batuk lebih dari 2-3

89
minggu , dahak diperiksa tiga kali (sewaktu pagi sewaktu/SPS)

untuk pemeriksaan mikroskopis Genexpert (Departemen

Mikrobiologi FKUI, 2009).

Diagnosis tuberculosis di negara ini terutama mengandalkan

pengenalian kuman (basil) tahan asam di dahak dengan metode

mengecat menurut Ziehl Neelsen (ZN) dan diamati menggunakan

mikroskop atau serng dikatakan pengamatn secara mikroskopis.

Pengamatan secara mikroskopis bertujuan untuk mendeteksi

BTA yang merupakan ciri-ciri bakteri Mycobacterium

tuberculoisis. Pemeriksaan BTA secara mikroskopis menggunakan

alat dan bahan yaitu, kaca sediaan yag baru, bersih jangan

menggunakan kaca objek yang bekas karena akan mempengaruhi

hasil, lidi atau batang bamboo dengan ujung berserabut, lampu

spritus, wadah pembuangan berisi desnfektan, wadah pembuangan

untuk aplikator wadah, dan reagen untuk pewarnaan ZN yaitu

carbolfuchsin 1%, asam alkohol 3% , dan metyhlen blue 0,1%.

Bahan pemeriksaan dibuat sediaan pada obyek glass yang baru dan

bersih. Selanjutnya ambil sampel dahak pada bagian yang purulent

dengan lidi apuskan dhak diatas kaca sedian pada permukaan yang

sama dengan nomor identitas. Apusan dibentuk oval 2x3 cm

kemduain ratakan dengan gerakan spiral kecil-kecil, jangan

membuat gerakan spiral bila sediaan sudah kering karena akan

menyebabkan aerosol, keringkan di dalam suhu kamar, dan lidi

langsung dibuang ke dalam wadah yang berisi desinfektan.

90
Sediaan yang sudah kering difiksasi dan dilakukan pengecatan

Ziehl Neelsen Setelah dicuci dan kering diperiksa di bawah

mikroskop 1000 X dengan bantuan oil emersi Basil Tahan Asam

(BTA) akan tampak bentuk batang, lurus atau bengkok,

sendirisendiri atau bergerombol, berwarna merah diatas dasar biru,

kemudian dibaca menurut skala IUAT (International Unit Againt

Tuberculosis) (Kemenkes, 2012).

b. Pewarnaan Ziehl Neelsen (ZN)

Pewarnaan Ziehl Neelsen (ZN) merupakan teknik pewarnaan

yang digunakan untuk mewarnai golongan Mycobacterium

(Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium leprae). Carap

pewarnaan Ziehl Neelsen (ZN) yaitu, letakan sediaan diatas rak

dengan jarak 1 jari, selanjutnya diteteskan larutan carbolfuchsin

1% hingga menutupi seluruh permukaan sediaan, panaskan sediaan

dengan sulut api sampai keluar uap, dinginkan selama 10 menit.

Bilas sediaan secara perlahan dengan air mengalir, kemudian

buang sisa air pada sediaan, tuang asam alkohol 3% pada sediaan

biarkan selama 3 menit , lalu bilas dengan air sampai bersih, bila

masih tampak warna merah lakukan decolorisasi ulang selama 1

menit,tujuan dilakukan decolorisasi yaitu untuk melunturkan zat

warna yang tersisa., selanjutnya tuang metylen blue 0,1% hingga

menutupi seluruh sediaan dan biarkan selama 1 menit. Bilas

dengan air mengalir , keringkan sediaan pada rak pengering lalu

diamati dibawah mikroskop (Kemenkes,2012).

91
Tabel 2.1 Interpretasi Hasil Untuk Pemeriksaan Secara

Mikroskopis

Menurut penelitan kepekaan mikroskopis BTA mencapai

83,8% . spesimen dengan hasil BTA negative tetapi menunjukan

hasil kultur TB positif hal ini dikarenakan untuk mendapatkan

hasil mikroskopis BTA positif memerlukan sedikitnya 10.000

kuman per mL dahak, sedangkan kultur memerlukan sedikit

mikobakteria yaitu 10-1000 kuman per mL dahak. BTA yang

tampak pada sampel sebaiknya dipertimbangkan sebagai dugaan

tuberculosis, karena dilakukan dengan teknik pengecatan yang

tidak khusus untuk mengenali Mycobacterium Tuberculosis.

Kejadian positif palsu mikroskopis BTA sangat rendah jika

dilakukan dengan kendali mutu yang baik (Raisuli dkk, 2017).

Pemeriksaan mikroskopis BTA ini relative murah, mudah dan

dapat diterapkan secara luas, cara pemeriksaan mikroskopis ni

banyak keterbatasan beberapa penelitian menunjukan kepekaan

beragam antara 20-80%. Disamping itu kepekaan pemeriksaan

mikroskopis juga rendah di kasus dengan jumlah bakteri yang

92
sedikit , seperti si dikasus anak dan koinfeksi Human

immunodeficiency Virus (HIV)-TB. Hal lain yang menambah

permasalahan adalah mutu hasil pemeriksaan mikroskopis. BTA

sangat bergantung beban kerja, keterampilan dan teknisi yang

membaca slide (Raisulli dkk, 2017).

a. Pemeriksaan secara Kultur Media

Untuk kultur bakteri Mycobacterium tuberculosis biasanya

menggunakan kultur media padat dan media cair. Untuk kultur

media padat digunakan media Louwenstein – Jensen dan media

cair menggunakan media Mycobacterium Growth Indicator

Tube (MGIT).

Menurut Anisful dkk (2015), Media LJ yaitu media yang

berbasis telur yang digabungkan dengan penggunaan elektrolit

malachite green direkomendasikan sebagi isolasi kultur dan

kerentanan terhadap obat.. Cara kultur merupakan cara yang

paling sensitif untuk mendiagnosis tuberkulosis terutama untuk

dahak yang sedikit bakterinya dan sulit ditemukan dengan cara

mikroskopis dan Pembiakan juga penting untuk dapat

melakukan tes kepekaan bakteri terhadap obat-

obatan.Pemeriksaan kultur dikatakan sebagai pemeriksaan gold

standar, hambatannya adalah waktu yag cukup lama untuk

menunggu pertumbuhan yaitu mencapai 6 minggu dan sring

memberiksan hasil yang negative untuk kasus paucibacillary.

93
Sebelum dilakukan kultur harus didekontaminasi dahulu

dengan NaOH 6%, Na Citrat 2,9 % dan NaLC 4 %.Tujuannya

adalah untuk mencernakan sputum sehingga BTA yang

terperangkap dapat lepas dari jaringan pada sputum.

Selanjutnya di fortex dan didiamkan 15 menit ditambahkan

larutan PBS pH 6,8 sampai dengan 45 ml selanjutnya

disentrifuge 3000 g Selama 15 menit buang supernatan

kemudian tambahkan larutan PBS pH 6,8 1 ml tujuanya yaitu

untuk mempertahakan konstan pH. Pada media padat

dimasukan 2-3 tetes sedangkan pada media cair ditambahkan

500 ul (Kemenkes RI,2012).

Pada media cair, tabung dimasukan dalam rak khusus dan

dimasukan kedalam mesin MGIT. Hasil pemeriksaan

didapatkan dari mesin setelah 5-19 hari. Mesin MGIT akan

mengeluarkan sinyal merah jika ada yang positif. Kultur pada

media padat dianggap negatif apabila tidak ada pertumbuhan

sampai akhir pengamatan yaitu 8 minggu dan jika ada

pertmbuhan koloni yang berwarna kuning susu atau krem,

bergerombol seperti bunga kol berarti kultur dianggap positif

(Yuni, 2008).

94
Tabel 2.2 Pembacaan Hasil Biakan Media Padat (LJ)

b. Pemeriksaan menggunakan GeneXpert

Teknik GeneXpert MTB/RIF merupakan pemeriksaan

molekuler secara automatis untuk mendeteksi M.tuberculosis

dan sekaligus mendeteksi resistensi M. tuberculosis terhadap

rifampisin. Pemeriksaan ini menggunakan metode heminested

real-timepolymerase chain reaction (PCR) assay untuk

mendeteksi mutasi pada regio hot spot rpoB, kemudian

diperiksa dengan beacon molecular sebagai probe. Pengujian

dilakukan pada platform GeneXpert MTB/RIF,

mengintegrasikan sampel yang akan diolah dalam cartridge

plastik sekali pakai. Cartridge ini berisi semua reagen yang

diperlukan untuk dapat melisiskan bakteri, ekstraksi asam

nukleat, amplifikasi, dan deteksi gen yang sudah diamplifikasi.

Hasil pemeriksaan dapat diperoleh dalam waktu 2 jam.

Pemeriksaan ini bersifat automatis dan tidak perlu tenaga ahli

khusus (Mukhtar Ikhsan, 2016).

95
Menurut WHO (2013) teknik/ metode geneXpert MTB/RIF

adalah suatu alat uji yang menggunakan catridge berdasarkan

Nucleic Acid Amplification Test (NAAT) secara automatis

untuk mendeteksi kasus TB dan resistensi rifampisin dan

memberikan hasil dalam waktu kurang lebih 2 jam. Uji

GeneXpert MTB/RIF berdasarkan prinsip multipleks, semi-

nested quantitative real-time PCR dengan amplifikasi gen target

rpoB dan untuk meningkatkan sensitivitas, GeneXpert

MTB/RIF menggunakan molecular beacon.

PCR adalah suatu metode in vitro untuk amplifikasi sekuen

DNA target spesifik secara enzimatik dengan menggunakan

sepasang primer oligonukleotida spesifik yang terdapat pada

dua daerah (region) yang sekuennya telah diketahui. PCR

ditemukan pertama kali oleh Kary Mullistahun 1983 dan telah

digunakan secara luas dalam bidang biologi molekuler genetika

molekuler, diagnosis kedokteran, dan kedokteran forensik. Pada

dasarnya reaksi PCR mengambil prinsip replikasi DNA, yaitu

pembukaan untai ganda, penempelan primer, dan perpanjangan

rantai DNA baru oleh DNA polimerase dari arah 5’ ke 3’.

Hanya saja pada metode PCR, tidak digunakan enzim ligase

dan primer RNA (Mukhtar Ikhsan, 2016).

Proses PCR merupakan suatu rangkaian siklus temperatur

yang terjadi secara berulang. Satu siklus PCR terdiri 3 tahap,

yaitu: denaturasi, annealing, dan ekstension. Denaturasi adalah

96
proses pemisahan satu untai ganda DNA menjadi dua untai

tunggal DNA. DNA untai tunggal ini, berperan sebagai cetakan

(template), tempat penempelan primer, dan tempat kerja DNA

polimerase. Pemisahan untai ganda DNA, dapat terjadi melalui

proses pemanasan yang umumnya dilakukan pada suhu 90-

95ºC selama 30 detik. Selanjutnya pada tahap annealing suhu

reaksi diturunkan menjadi –50ºC selama 30-60 detik, untuk

penempelan primer oligonukleotida pada sekuens yang

komplementer pada molekul DNA cetakan. Tahap ketiga dalam

siklus PCR adalah ekstension yang dilakukan pada suhu 72ºC,

yang merupakan suhu optimum untuk kerja enzim Tag DNA

polimerase. Proses ini berlangsung selama lebih kurang 1,5

menit. Ekstensien merupakan proses pemanjangan primer

membentuk sekuen DNA yang komplementer dengan DNA

cetakan. Ketiga tahap tersebut berlangsung selama beberapa

kali sampai tingkat amplifikasi yang diinginkan. Pada

umumnya amplifikasi berlangsung sebanyak 25-40 siklus,

bergantung pada jumlah DNA yang diinginkan (Mukhtar

Ikhsan, 2016).

1. Prinsip Kerja

Perangkat ini bekerja dengan metode real time PCR yaitu

dengan menyederhanakan pengujian molekuler,

mengintegrasikan dan mengotomatis 3 proses berupa

persiapan sampel, amplifikasi dan deteksi. Perangkat ini

97
menggunakan catridge, reagen atau pereaksi, cairan buffer

dan pembersih. Kemudian hasil pengujian akan dideteksi

dengan menggunakan laser enam warna (Zulfiana amalia,

2017).

System ini terdiri atas mesin GeneXpert, computer dan

perangkat lunak. Setiap pemeriksaan menggunakan catridge

sekali pakai dan dirancang untuk meminimalkan kontaminasi

silang. Pemeriksaan GeneXpert MTB/RIF dapat mendeteksi

MTB kompleks dan resistensi terhadap rifampisin secara

silmultan dengan mengaplifikasi sekuen spesifik gen rpoB

dari MTB kompleks menggunakan lima probe molecular

beacons (probe A-E) untuk mendeteksi mutase pada daerah

gen rpoB (Zulfiana amalia, 2017).

Untuk pemeriksaan GeneXpert MTB/RIF menggunakan

catridge yang berisi semua elemen yang di butuhkan untuk

reaksi, meliputi liquid buffer, reagen lyophilized, dan wash

solution. Alat ini bekerja dengan cara menangkap bakteri

setelah proses pencucian kemudian DNA bebas dan masuk

ke tempat pembuangan. GeneXpert MTB/RIF dirancang

menggunakan system tertutup dengan tujuan untuk

mengurangi atau mengeliminasi resiko kontaminasi

amplikon. Sebelum melakukan pemeriksaan perlu di lakukan

pengolahan specimen dahak yaitu memberi label identifikasi

pada setiap catridge, kemudian buka penutup dahak dan

98
tambahkan sampel buffer dengan perbandingan 1 bagian

volume sampel dan 2 bagian volume sampel buffer yang

tersedia, lalu tutup kembali pot dahak, kemudian kocok

dengan kuat sampai campuran dahak dan sampel buffer

menjadi homogeny, kemudian diamkan selama 10 menit

pada suhu ruang, bila masih ada gumpalan, kocok kembali

agar campuran dan biakan selama 5 menit pada suhu kamar,

lalu buka penutup catridge dan pot dahak, gunakan pipet

yang disediakan untuk memindahkan spesimen dahak yang

telah diolah sebanyak 2 ml (sampai garis batas pada pipet)

kedalam catridge selama perlahan-lahan untuk mencegah

terjadinya gelembung yang bisa menyebabkan error,

kemudian tutup catridge secara perlahan dan masukkan

catridge kedalam mesin GeneXpert (Zulfiana amalia, 2017).

Hasil Interpretasi

MTB detected RIF a. DNA MTB terdeteksi

resistance detected b. Mutasi gen probe terdeteksi

kemungkinan besar resisten

terhadap rifampisin

MTB detected RIF DNA MTB mendeteksi mutase gen

resistance not detected probe tidak terdeteksi kemungkinan

besar sensitif terhadap rifampisin

MTB detected RIF DNA MTB terdeteksi mutasi gen

resistance indeterminate probe/ resistensi rifampisin tidak

99
dapat ditemukan karena sinyal

penanda resistensi tidak cukup

terdeteksi

MTB not detected DNA MTB tidak terdeteksi

Invalid Keberadaan DNA MTB tidak dapat

di temukan karena kurva SPC tidak

menunjukkan kenaikan amplikon,

proses sampel tidak benar reaksi

PCR terhambat

Error Keberadaan DNA MTB tidak dapat

di temukan Quality control internal

gagal atau terjadi kegagalan sampel

No result Keberadaan DNA MTB tidak dapat

ditemukan karena data reaksi PCR

tidak mencukupi.

Tabel 2.3 Interpretasi Hasil Untuk Pemeriksaan

menggunakan GeneXpert.

4. Pemeriksaan Mikroba Air

Pemeriksaan air merupakan salah satu pemeriksaan yang sangat penting

dilakukan. Dalam air biasanya terdapat mikroba yang dapat bersifat

pathogen atau membahayakan mahluk hidup. Mikroba yag biasanya

terdapat dalam air yaitu bakteri Coliform dan E. coli. Maka dari itu

pemeriksaan air bertujuan untuk menilai kualitas dari air tersebut.

100
Bakteri coliform merupakan golongan mikroorganisme yang lazim

digunakan sebagai indikator, di mana bakteri ini dapat menjadi sinyal

untuk menentukan suatu sumber air telah terkontaminasi oleh patogen atau

tidak. Berdasarkan penelitian, bakteri Coliform ini menghasilkan zat

etionin yang dapat menyebabkan kanker. Selain itu, bakteri pembusuk ini

juga memproduksi bermacam-macam racun seperti indol dan skatol yang

dapat menimbulkan penyakit bila jumlahnya berlebih di dalam tubuh

(Pracoyo, 2006).

Ciri-ciri bakteri coliform antara lain bersifat aerob atau anaerob

fakultatif, termasuk ke dalam bakteri gram negatif, tidak membentuk

spora, dan dapat memfermentasi laktosa untuk menghasilkan asam dan

gas pada suhu 35°C-37°C. Contoh bakteri coliform antara lain Escherichia

coli, Salmonella spp., Citrobacter, Enterobacter, Klebsiella, dan lain-lain

(Hajna, 1943).

Adanya bakteri coliform di dalam makanan atau minuman menunjukan

kemungkinan adanya mikroorganisme yang bersifat enteropatogenik dan

atau toksigenik yang berbahaya bagi kesehatan. Bakteri coliform dapat di

bedakan menjadi dua golongan yaitu ;

1. Bakteri coliform golongan fekal misalnya Escherichia coli

2. Bakteri coliform golongan non fekal.misalnya Enterobakter aerogenes

E. coli merupakan bakteri yang berasal dari kotoran hewan maupun

manusia sedangkan E.aerogenes Biasanya di temukan pada hewan atau

tanaman-tanaman yang telah mati. Coliform fekal (kadang-kadang

coliform feses atau fecl coliform) adalah, bakteri fakultatif-anaerob

101
berbentuk batang, gram negatif, dan non-sporulasi. Coliform fekal mampu

tumbuh dan menghasilkan asam dan gas dari laktosa dalam waktu 48 jam

di 44 ± 0,5 º C. Fekal Coliform, seperti bakteri lainnya, biasanya dapat

dihambat pertumbuhannya dengan air mendidih atau dengan

memperlakukan dengan klorin. Mencuci bersih dengan sabun setelah

kontak dengan air yang tercemar juga dapat membantu mencegah infeksi.

Sarung tangan harus selalu dipakai ketika melakukan tes coliform fecal.

Rekomendasi EPA dan untuk suplai air rumah tangga, untuk pengobatan,

jumlah Coliform fekal kurang dari 2000 colonies/100 mL, dan untuk

Standar air minum kurang dari 1 koloni / 100 ml.

Adapun jenis pemeriksaan yang dilakukan untuk melihat adanya

keberadaan mikroba dalam air mengggunkaan metode MPN. Metode

MPN dapat digunakan untuk menghitung jumlah koloni mikroba yang

terdapat diantara campuran mikroba lainnya. Sebagai contoh, jika

digunakan Lactose Broht maka adanya bakteri yang dapat

memfermentasi lactosa ditunjukkan dengan terbentuknya gas di

dalam tabung durham. Cara ini bisa digunakan untuk menentukan

MPN Choliform terhadap air atau minuman karena bakteri Choliform

termasuk bakteri yang dapat memfermentasi laktosa. Dalam metode

MPN menghitung jumlah jasad renik biasa digunakan dalam contoh

yang berbentuk cair, Meskipun dapat pula digunakan untuk contoh

berbentuk padat dengan terlebih dahulu membentuk suspensi 1:10 dari

contoh tersebut (Waluyo, 2009).

102
a. Pemeriksaan MPN bakteri Coliform dan E. coli metode membran

filter

Metode membran filter merupakan metode dengan proses

penyaringan. Dimana metode ini akan menyaring maikroba

kontaminan melalui kertas saring yang digunakan. Adapun prinsip

dari metode ini yaitu menyaring cairan sampel melewati saringan

yang sangat tipis dan memiliki pori-pori yang lebih kecil dari ukuran

sel mikroba sehingga sel yang ada pada sampel akan terjebak pada

saringan. Sampel yang digunakan yaitu air minum. Penggunaan alat

membran filter tergantung dari permintaan pasien, apabila permintaan

pasien terdapat 2 parameter pemeriksaan yaitu pemeriksaan bakteri

Coliform dan E. coli maka digunakan alat membran filter namun jika

hanya salah satu parameter misalnya pemeriksaan bakteri Coliform

ataupun pemeriksaan bakteri E.coli maka kembali ke metode

konvennsional yaitu tabung ganda.

Setelah proses filtrasi, kertas saring diletakkan pada media CCA

(Chromocult Coliform Agar) dimana merupakan media selektif untuk

perhitungan bakteri Coliform dan E. coli dalam air menggunakan

metode filtrasi membran dengan waktu inkubasi 24 jam. Cara

pembacaan hasil utuk metode ini yaitu setelah media CCA diinkubasi

selama 24 jam akan terbentuk koloni pada media dimana koloni untuk

bakteri coliform akan berwarna ungu sedangkan koloni untuk bakteri

E. coli akan berwarna biru dan dilakukan perhitungan jumlah koloni

secara manual.

103
Keuntungan metode membran filter ialah mempunyai proses yang

lebih cepat, hanya membutuhkan beberapa tahap dan media, lebih

murah dibandingkan metode MTF, lebih mudah dibawa-bawa

perlengkapannya, dan dapat memproses jumlah air yang lebih besar.

kerugiannya ialah air yang memiliki kekeruhan yang tinggi membatasi

volume sampel, populasi yang tinggi dari dasar bakteri menyebabkan

pertumbuhan terlalu cepat, metal dan fenol dapat diadsorb ke dalam

filter sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri (Prescott dkk.

2002).

b. Pemeriksaan MPN bakteri Coliform dan E. coli metode enzimatik

Pemeriksaan dengan metode enzimatik mengggunakan senyawa

atau enzim ONPG dan MUG. Jika uji positif coliform, senyawa

ONPG akan berubah menjadi kuning karena terjadi hidrolisis terhadap

senyawa ONPG. Kemudian senyawa MUG akan mengeluarkan warna

biru yang berpendar pada sinar UV apabila dalam air positif terdapat

E. coli.

Cara pemeriksaan menggunakan metode ini yaitu mengukur

sampel 100 ml kemudian ditambahkan coliert sebagai pengganti

media. Dihomogenkan lalu dimasukkan kedalam cetakan. Ctakan

yang sudah berisi sampel diletakkan pada alat quanty tray sealer. Lalu

inkubasi selama 24 jam.

Pemeriksaan MPN bakteri Coliform dan E. coli metode enzimatik

menggunakan alat quanty tray sealer. Alat ini memiliki dua cetakan

yaitu cetakan berwarna merah dengan jumlah tabel, 49 tabel atas dan

104
48 tabel bawah yang digunakan untuk pemeriksaan air baku sebelum

diolah menjadi air minum sedangkan cetakan berwarna abu-abu

memiliki 51 tabel yang diggunakan untuk pemeriksaan air minum.

Kelemahan metode tersebut adalah biaya yang dikeluarkan lebih

mahal.

3.12 Instalasi Imunologi

Instalasi imunologi merupakan salah satu instalasi yang terdapat

dalam Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK) Makassar. Instalasi

Imunologi dikepalai oleh ibu Rofika S.KM dimana bertugas dalam

pelayanan pemeriksaan laboratorium untuk membatu menegakkan

diagnosa suatu penyakit yang dapat dideteksi melalui antibodi dalam tubuh

yang terbentuk akibat antigen yang masuk ataupun mendeteksi antigen itu

sendiri.

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada instalasi imunologi

berkisar 31 jenis pemeriksaan. Namun tidak semua pemeriksaan tersebut

dapat dilakukan setiap saat karena jumlah reagen yang terbatas ataupun

permintaan pemeriksaan yang kurang dilakukan. Jenis pemeriksaan yang

sering dilakukan pada intalasi imunologi ialah pemeriksaan narkoba,

HBsAg, HIV, anti streptolisin O (ASTO), C-Reaktif Protein (CRP), widal,

Free Thyroxin (FT4), Thyroid Stimulating Hormone (TSH), golongan

darah dan Treponema Palidium Hemaaglutinasi Assay (TPHA) sampel

yang digunakan diimunologi ialah sampel darah, serum dan urine.

105
Pembahasan

1. Pemeriksaan Widal

Salmonella adalah suatu genus bakteri enterobakteria gram-negatif

berbentuk batang. Morfologi Salmonella typhosa berbentuk batang,

tidak berspora dan tidak bersimpai tetapi mempunyai flagel feritrik

(fimbrae), pada pewarnaan gram bersifat gram negatif, ukuran 2-4

mikrometer x 0.5 - 0.8 mikrometer dan bergerak, pada biakan agar

darah, koloninya besar bergaris tengah 2 sampai 3 millimeter, bulat,

agak cembung, jernih, licin dan tidak menyebabkan hemolisis. Tumbuh

pada suasana aerob dan fakultatif anaerob, pada suhu 15 - 41oC (suhu

pertumbuhan optimum 37 oC) dan pH pertumbuhan 6 - 8. Salmonella

sp. yang hanya menginfeksi manusia, diantaranya S. typhii, S.

paratyphi A, S. paratyphi C. Kelompok ini termasuk agen yang

menyebabkan demam tifoid dan paratifoid, yang menjadi penyebab

sebagian besar serangan salmonella. Demam tifoid merupakan

penyakit sistemik yang menjadi masalah kesehatan dunia. (Sutedjo

A.Y, 2008).

Demam tifoid terjadi baik di negara tropis maupun negara

subtropis, terlebih pada negara berkembang. Besarnya angka kejadian

demam tifoid sulit ditentukan karena mempunyai gejala dengan

spectrum klinis yang luas. Insidensi demam tifoid berbeda pada tiap

daerah. Demam tifoid lebih sering menyerang anak usia 5-15 tahun.

Menurut laporan WHO tahun 2003, insidensi demam tifoid pada anak

umur 5-15 tahun di Indonesia terjadi 180,3/100.000 kasus pertahun dan

106
dengan prevalensi mencapai 61,4/1000 kasus pertahun.(Sutedjo A.Y,

2008).

Demam tifoid disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella enterica,

terutama serotype Salmonella thypii (S. typhii). Bakteri ini termasuk

kuman Gram negatif yang memiliki flagel, tidak berspora, motil,

berbentuk batang,berkapsul dan bersifat fakultatif anaerob dengan

karakteristik antigen O, H dan Vi. Demam merupakan keluhan dan

gejala klinis yang timbul pada semua penderita demam tifoid ini.

(Sutedjo A.Y, 2008).

Namun, pada anak manifestasi klinis demam tifoid tidak khas dan

sangat bervariasi sesuai dengan patogenesis demam tifoid. Untuk

menentukan diagnosis pasti dari penyakit ini diperlukan pemeriksaan

laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang dapat digunakan adalah

pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan bakteriologis dengan isolasi dan

biakan kuman, uji serologis, dan pemeriksaan kuman secara molekuler.

Pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa Demam typhoid

memiliki masa inkubasi yang paling panjang, menghasilkan suhu

badan yang tertinggi, dan memiliki angka mortalitas yang tertinggi. S.

typhii dapat di isolasi dari darah dan kadang-kadang feses dan urin

penderita yang menderita demam enterik. Sindrom paratyphoid lebih

lemah dibanding typhoid (Sutedjo A.Y, 2008).

Uji Widal ada dua macam yaitu uji Widal tabung yang

membutuhkan waktu inkubasi semalam dan uji Widal peluncuran yang

hanya membutuhkan waktu inkubasi 1 menit saja. Umumnya sekarang

107
lebih banyak digunakan uji Widal cara meluncurkan, karena

merupakan uji serologis yang cepat dan mudah dalam

melaksanakannya. Sensitivitas dan terutama spesifisitas tes ini amat

dipengaruhi oleh jenis antigen yang digunakan. Menurut beberapa

peneliti uji Widal yang menggunakan antigen yang dibuat dari jenis

strain kuman asal daerah endemis (lokal) memberikan sensitivitas dan

spesifisitas yang secara bermakna lebih tinggi daripada bila dipakai

antigen yang berasal dari strain kuman asal luar daerah endemis

(impor).

Uji Widal sampai sekarang masih digunakan secara luas terutama

di negara berkembang termasuk Indonesia. Walaupun mempunyai

banyak keterbatasan dan penafsiran uji Widal, untuk menegakkan

diagnosis demam tifoid harus hati-hati karena beberapa faktor yang

dapat mempengaruhi hasil pemeriksaannya. Yaitu antara lain keadaan

gizi, saat pemeriksaan, pengobatan antibiotica yang mendahuluinya,

daerah endemis, status imunologis, vaksinasi, penggunaan obat

imunosupresif, reaksi silang serta teknik pemeriksaan (WHO 2016

dalam Yulia. R. I dkk, 2017).

Kegunaan uji Widal untuk diagnosis demam tifoid masih

kontroversial di antara para ahli karena hasil yang berbeda-beda. Uji

Widal bernilai diagnosis yang tinggi untuk demam tifoid (94,3%),

asalkan dapat diketahui titer antibodi di orang normal dan penderita

demam nontifoid. Pang dan Puthucheary mengatakan bahwa uji Widal

masih merupakan pilihan cara yang praktis sehubungan kesulitan

108
dalam memeriksa bakteri di negara berkembang (WHO 2016 dalam

Yulia. R. I dkk, 2017).

Uji Widal masih diperlukan untuk menunjang diagnosis demam

tifoid, ambang atas titer rujukannya baik anak maupun orang dewasa

perlu ditentukan. Besar titer antibodi yang bermakna untuk diagnosis

demam tifoid di lndonesia belum terdapat kesesuaian. Dari hasil

beberapa penelitian menunjukkan bahwa kegunaan uji Widal untuk

diagnosis demam tifoid bergantung prosedur yang digunakan di

masing-masing rumah sakit atau laboratorium. Uji Widal dianggap

positif bila titer antibodi 1/160, baik untuk aglutinin O maupun H

dengan kriteria diagnostik tunggal atau gabungan. Bila dipakai kriteria

tunggal maka aglutinin O lebih bernilai diagnostik daripada aglutinin H

(Mogasale. V dkk, 2016 dalam Velina. V. R dkk, 2016).

Antibodi (immunoglobulin) adalah sekelompok lipoprotein dalam

serum darah dan cairan jaringan pada mamalia. Antibodi memiliki

lebih dari satu tempat pengkombinasian antigen. Kebanyakan antibodi

makhluk hidup mempunyai 2 tempat pengkombinasian yang disebut

bivalen. Beberapa antibodi bivalen dapat membenuk beraneka antibodi

yang mempunyai lebih dari 10 tempat pengkombinasian antigen

(Widodo. D, 2015).

Antigen adalah bahan yang asing untuk badan, terdapat dalam

manusia atau organisme multiseluler lain yang dapat menimbulkan

pembentukan antibodi terhadapnya dan dengan antibodi itu antigen

dapat bereaksi dengan khas. Sifat antigenik dapat ditentukan oleh berat

109
molekulnya. Salmonella dan jenis-jenis lainnya dalam family Entero

bacteriaceae mempunyai beberapa jenis antigen, yaitu antigen O

(somatik), H (Flagella), K (Kapsul) dan Vi (Virulen). (Widodo. D,

2015).

Prinsip dari pemeriksaan ialah adanya antibodi terhadap

Salmonella typhi dan atau paratyphi pada sampel akan bereaksi dengan

suspensi antigen salaminella pada reagen akan membentuk reaksi

aglutinasi. Dengan menggunakan metode yang dipakai pada

pemeriksaan ini adalah slide aglutinasi. Teknik aglutinasi ini dapat

dilakukan dengan menggunakan uji hapusan (slide test) atau uji tabung

(tube test). Uji hapusan dapat dilakukan secara cepat dan digunakan

dalam prosedur penapisan sedangkan uji tabung membutuhkan teknik

yang lebih rumit, tetapi dapat digunakan untuk konfirmasi hasil dari uji

hapusan.

Adapun alat yang digunakan dalam pemeriksaan widal untuk

diagnosa penyakit demam tipoid ialah mikropipet 40μl, tip kuning,

slide bening atau warna latar putih dan rotator.

Adapun bahan atau reagen yang akan digunakan dalam

pemeriksaan widal ini ialah serum, portress dimana terdapat reagen

antigen suspensi Salmonella typhi O, antigen suspensi Salmonella

typhi H, antigen suspensi Salmonella paratyphi HA dan antigen

suspensi Salmonella paratyphi HB.

Cara kerja dalam pemeriksaan widal ialah sebagai berikut :

a. Diteteskan 40μl sampel serum

110
b. 1 tetes antigen O, H, HA dan HB

c. Sebarkan dikeliling lingkaran slide

d. Letakkan diatas rotator selama 2 menit dengan kecepatan 100 rpm

e. Bila positif lakukan penegenceran sebagai berikut :

Volume Serum Titer Antibodi

80 μl 1/20

40 μl 1/40

20 μl 1/80

10 μl 1/160

5 μl 1/320

5 μl (pengenceran 2x) 1/640

Tabel II.II Pengenceran Pemeriksaan Widal


Dari cara pemeriksaan diatas telah didapatkan hasil sebagai
berikut :
ID Hasil

19001359 O: 1/80, H: 1/40, HA: Neg (-), HB: Neg (-)

19001243 O: 1/640, H: 1/320, HA: Neg (-), HB: Neg (-)

Tabel II.III Hasil Pemeriksaan Widal


Berdasarkan hasil pada ID 19001359 didapatkan titer O: 1/80

dan H: 1/40 dimana titer tersebut bisa menandakan seseorang terkena

penyakit demam tipoid. Namun pada orang yang sudah terkena

penyakit demam tipoid sebelumnya, tidak akan memberikan gejala

klinis, namun ketika imunitas turun akan memberikan gejala klinis.

111
Sedangkan pada sampel ID 19001243 didapatkan titer O: 1/640

H: 1/320 yang akan memberikan gejala klinis yang parah sehingga

perlu dilakukan pengobatan secara intensif.

2. Pemeriksaan VDRL carbon antigen

     Sifilis merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh

spirochaete, Treponema pallidum (T. Pallidum) dan merupakan salah

satu bentuk infeksi menular seksual. Selain sifilis, terdapat tiga jenis

infeksi lain pada manusia yang disebabkan oleh treponema, yaitu: non

venereal endemic syphilis (telah eradikasi), frambusia (T. pertenue),

dan pinta (T. careteum di Amerika Selatan). Sifilis secara umum dapat

dibedakan menjadi dua: yaitu sifilis congenital (ditularkan dari ibu ke

janin selama dalam kandungan) dan sifilis yang didapat/acquired

(ditularkan melalui hubungan seks atau jarum suntik dan produk darah

yang tercemar) (Kemenkes RI, 2013).

Menurut Kemenkes RI (2013), secara umum, tes serologi sifilis

terdiri atas dua jenis, yaitu :

1. Tes Non-Treponema

Termasuk dalam kategori ini adalah tes RPR (Rapid Plasma

Reagin) dan VDRL (Venereal Disease Research Laboratory). Tes

serologis yang termasuk dalam kelompok ini mendeteksi

imunoglobulin yang merupakan antibodi terhadap bahan-bahan lipid

sel-sel T. Pallidum yang hancur. Antibodi ini dapat timbul sebagai

reaksi terhadap infeksi sifilis. Namun antibodi ini juga dapat timbul

pada berbagai kondisi lain, yaitu pada infeksi akut (misalnya infeksi

112
virus akut) dan penyakit kronis (misalnya: penyakit otoimun kronis).

Oleh karena itu, tes ini bersifat non-spesifik, dan bisa menunjukkan

hasil positif palsu. Tes non-spesifik dipakai untuk mendeteksi infeksi

dan reinfeksi yang bersifat aktif, serta memantau keberhasilan terapi.

Karena tes non spesifik ini jauh lebih murah dibandingkan tes

spesifik treponema, maka tes ini sering dipakai untuk skrining. Jika

tes non spesifik menunjukkan hasil reaktif, selanjutnya dilakukan tes

spesifik treponema, untuk menghemat biaya.

2. Tes Spesifik Treponema

Termasuk dalam kategori ini adalah tes TPHA (Treponema

Pallidum Haemagglutination Assay), TP Rapid (Treponema

Pallidum Rapid), TP-PA (Treponema Pallidum Particle

Agglutination Assay), FTA-ABS (Fluorescent Treponemal Antibody

Absorption).

Tes serologis yang termasuk dalam kelompok ini mendeteksi

antibodi yang bersifat spesifik terhadap treponema. Oleh karena itu,

tes ini jarang memberikan hasil positif palsu.Tes ini dapat

menunjukkan hasil positif/reaktif seumur hidup walaupun terapi

sifilis telah berhasil. Tes jenis ini tidak dapat digunakan untuk

membedakan antara infeksi aktif dan infeksi yang telah diterapi

secara adekuat.Tes treponemal hanya menunjukkan bahwa seseorang

pernah terinfeksi treponema, namun tidak dapat menunjukkan

apakah seseorang sedang mengalami infeksi aktif. Tes ini juga tidak

dapat membedakan infeksi T pallidum dari infeksi treponema

113
lainnya. Anamnesis mengenai perilaku seksual, riwayat pajanan dan

riwayat perjalanan ke daerah endemis treponematosis lainnya

dibutuhkan untuk menentukan diagnosis banding.

Treponema pallidum subspesies pallidum merupakan agen

penyebab sifilis. Organisme tersebut merupakan parasit obligat bagi

manusia. Treponema pallidum berbentuk spiral, negatif - Gram

dengan panjang antara 6-20 μm dan diameter antara 0,09-0,18 μm.

Pada umumnya dijumpai 16-18 busur, yang terdiri atas membran

luar (outer sheath), ruang periplasma dengan flagel periplasma, dan

lapisan peptidoglikan. Terdapat 3 macam gerakan yaitu rotasi cepat

sepanjang aksis panjang heliks, fleksi sel, dan maju seperti gerakan

pembuka tutup botol.

Treponema pallidum dapat berenang dalam lingkungan viscous

(contohnya rongga mulut, traktus intestinal), tetapi hanya dapat

berputar dalam air karena gesekan minimal. Kontak dengan udara,

antiseptik, atau cahaya matahari akan membunuh mikroba tersebut.

Jika diletakkan di luar tubuh dalam lingkungan gelap dan lembab

hanya bertahan tidak lebih dari 2 jam. Transmisi seksual sifilis

dimungkinkan karena inokulasi pada abrasi akibat trauma seksual

yang menyebabkan respons lokal sehingga terjadi erosi, lalu ulkus.

Kejadian tersebut diikuti dengan penyebaran treponema ke kelenjar

getah bening regional dan penyebaran hematogen pada bagian lain

tubuh. Hingga kini belum sepenuhnya dimengerti bagaimana

mekanisme kuman menyerang jaringan.

114
Pemeriksaan VDRL merupakan pemeriksaan penyaring atau

Skrining Test, dimana apabila VDRL positif maka akan dilanjutkan

dengan pemeriksaan TPHA (Trophonema Phalidum

Heamaglutinasi). Pemeriksaan VDRL serum bisa memberikan hasil

negatif palsu pada tahap late sifilis dan kurang sensitif dari RPR.

Karena uji ini tidak langsung mendeteksi terhadap keberadaan

Treponema pallidum itu sendiri, maka uji ini bersifat non-spesifik.

Hasil uji serologi tergantung pada stadium penyakit misalnya pada

infeksi primer hasil pemeriksaan serologi biasanya menunnjukkan

hasil non reaktif. Hasil serologi akan menunjukan positif 1-4 minggu

setelah timbulnya chancre. Dan pada infeksi sekunder hasil serelogi

akan selalu positif dengan titer yang terus meningkat. Pasien yang

terinfeksi bakteri treponema akan membentuk antibody yang terjadi

sebagai reaksi bahan-bahan yang dilepaskan karena kerusakan sel-

sel. Andibody tersebut disebut regain.

3. Prinsip

Adanya antibodi pada serum pasien akan bereaksi dengan

antigen yang menempel pada eritrosit ayam kalkun atau domba

membentuk flokulasi (gumpalan) atau aglutinasi.

Adapun alat yang digunakan dalam pemeriksaan VDRL ialah

mikropipet 50µl dan 20 µl, tip kuning, slide kertas, rotator,

sedangkan, serum dan Fortress yang didalamnya terdapat reagen

RPR karbon antigen, RPR positif control dan RPR negatif control.

Cara kerjanya ialah sebagai berikut :

115
1. Pipet sampel serum sebanyak 50µl

2. Diteteskan pada lingkaran slide

3. Tambahkan 02µl reagen Fortress

4. Kemudian diteteskan pada lingkaran slide

5. Dan diputar pada rotator dengan kecepatan 100 rpm selama 8

menit

6. Amati ada tidaknya flokulasi

Berdasarkan cara kerja diatas didapatkan hasil negatif kerena

tidak terjadi aglutinasi yang sesuai dengan interpretasi hasil yaitu

hasil positif bila terjadi aglutinasi pada area lingkaran test dan positif

lemah jika terjadi aglutinasi kecil pada area lingkaran test sedangkan

negatif tidak terjadi aglutinasi pada area lingkaran test. Yang dapat

dikatakan pesien tidak terkena infeksi bakteri T. pallidium penyebab

penyakit sifilis.

3. Pemeriksaan Golongan Darah Metode Slide

Darah merupakan cairan tubuh yang berwarna merah dan terdapat

di dalam sistem peredaran darah tertutup dan sangat penting untuk

kelangsungan hidup manusia. Darah berfungsi memasukkan oksigen

dan bahan makanan keseluruhan tubuh serta mengambil karbon

dioksida dan metabolik dari jaringan. Mengetahui golongan darah

seseorang sangat penting diketahui untuk kepentingan medis yaitu

salah satunya untuk transfusi. (Oktari. A dan Silvia. N. D, 2016).

Secara umum darah memiliki 4 golongan yaitu: golongan darah A

dimanagolongan darah A mempunyai antigen A dan anti B,

116
golongan darah B yaitu golongan darah yang memiliki antigen B dan

anti A, golongan darah O golongandarah yang memiliki antibodi

tetapi tidak memiliki antigen, dan golongan darah AB golongan

darah yang memiliki antigen tetapi tidak memiliki antibodi

pemeriksaan golongan darah ABO dilakukan untuk menentukan

jenis golongan darah pada manusia. Penentuan golongan darah ABO

pada umumnya dengan menggunakan metode slide. Metode ini

berdasarkan pada prinsip reaksi antara antigen pada permukaan

eritrosit dengan aglutinasi yang terdapat dalam serum/plasma yang

membentuk aglutinasi atau gumpalan. Metode slide merupakan salah

satu metode yang sederhana, cepat dan mudah untuk pemeriksaan

golongan darah. (Oktari. A dan Silvia. N. D 2016).

Metode slide merupakan salah satu metode yang sederhana, cepat

dan mudah untuk pemeriksaan golongan darah. Antigen-antigen

golongan darah yang sangat penting adalah antigen A, dan B. Ciri

antigen itu berada pada ujung karbohidrat yang melekat langsung

pada dinding sel atau melekat pada rangkaian protein yang menonjol

dari hamparan bilipid. (Andriani. Y, 2015).

Serum merupakan cairan darah yang berwarna kuning. Didalam

serum terdapat dua protein yaitu albumin dan globulin. Antibodi

berada didalam serum dikarenakan Antibodi golongan darah

merupakan protein globulin, yang bertanggung jawab sebagai

kekebalan tubuh alamiah untuk melawan antigen asing. (Andriani.

Y, 2015).

117
Komposisi serum sama dengan plasma yaitu 91% air, 8% protein,

dan 0,9% mineral. Akan tetapi didalam serum tidak ada faktor

pembekuan (fibrinogen). Dikarenakan serum tidak diberi anti

koagulan, fibrinogen dapat diubah menjadi benang – benang fibrin

sehingga terjadi pembekuan darah. Dimana antikoagulan ini

mengikat kalsium sebagai faktor pembekuan sehingga fibrinogen

tidak di ubah menjadi benang-benang fibrin. (Andriani. Y, 2015).

Adapun langkah-langkah kerja dalam pemeriksaan golongan darah

dengan metode slide adalah sebagai berikut:

1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

2. Posisikan pasien senyaman mungkin.

3. Desinfeksi ujung jari yang akan di tusuk menggunakan kapas

alkohol 70%.

4. Lalu lakukan penusukan menggunakan auto clik.

5. Tetesan darah pertama di usap menggunakan kapas atau tisu.

6. Tetesan selanjutnya di teteskan pada kertas golongan darah dalam

lingkaran A, B, AB, dan D (Rhesus).

7. Tambahkan 1 tetes anti sera A, B, AB, dan D (Rhesus) ditiap

lingkaran.

8. Lebarkan menggunakan pengaduk plastik.

9. Kemudian amati aglutinasi yang terjadi.

Berdasarkan hasil pengamatan di dapatkan golongan darah O

dengan rhesus (+) dengan ID sampel 19001345. Yang berdasarkan

interprestasi hasil sebagai berikut :

118
Golongan darah Antigen Antibody

A A Anti B

B B Anti A

AB AB -

O - Anti A – Anti B.

Tabel 2.1 Interpretasi Hasil Golongan Darah


4. Pemeriksaan Anti Streptolisin O (ASTO)

Streptokokus grup A (Streptokokus beta hemolitik) dapat

menghasilkan berbagai produk ekstraseluler yang mampu

merangsang pembentukan antibodi. Antibodi itu tidak merusak

kuman dan tidak memiliki daya perlindungan, tetapi adanya antibodi

tersebut dalam serum menunjukkan bahwa di dalam tubuh baru saja

terdapat Streptokokus yang aktif. Antibodi yang terbentuk adalah

Antistreptolisin O, Antihialuronidase (AH), antistreptokinase (Anti-

SK), antidesoksiribonuklease B (AND-B), dan antinikotinamid

adenine dinukleotidase (anti-NADase). Demam rematik merupakan

penyakit vascular kolagen multisystem yang terjadi setelah infeksi

Streptokokus grup A pada individu yang memiliki faktor

predisposisi. Penyakit ini masih merupakan penyebab terpenting

penyakit jantung didapat (acquired heart disease) pada anak dan

dewasa muda di banyak negara terutama Negara berkembang.

(Pradeep. A. M, 2010 dalam Suryadi. I. B.B, 2015).

Keterlibatan kardiovaskuler pada penyakit ini ditandai oleh

adanya inflamasi endokardium dan miokardium melalui suatu proses

119
autoimun yang menyebabkan kerusakan jaringan.Serangan pertama

demam reumatik akut terjadi paling sering antara umur 5 –15 tahun.

(Pradeep. A. M, 2010 dalam Suryadi. I. B.B, 2015).

Demam reumatik jarang menyerang anak dibawah umur lima

tahun. Demam reumatik akut menyertai faringitis Streptokokus beta

hemolitik grup A yang tidak diobati. Pengobatan yang tuntas

terhadap faringitis akut hampir meniadakan risiko terjadinya demam

reumatik.Diperkirakan hanya 3 % dari individu yang belum pernah

menderita demam reumatik akan menderita komplikasi ini setelah

menderita faringitis Streptokokus yang tidak diobati.ASTO (Anti

Streptolisin O) merupakan antibodi yang paling banyak dikenal dan

paling sering digunakan untuk indikator terdapatnya infeksi

Streptokokus. (Pradeep. A. M, 2010 dalam Suryadi. I. B.B, 2015).

Lebih kurang 80 % penderita demam reumatik menunjukan

peningkatan titer antibodi terhadap Streptokokus. Penelitian

menunjukkan bahwa komponen Streptokokus yang lain memiliki

rekativitas bersama dengan jaringan lain. Ini meliputi reaksi silang

imunologi diantara karbohidrat Streptokokus dan glikoprotein katup,

diantaranya membran protoplasma Streptokokus dan jaringan saraf

subtalamus serta nuclei kaudatus dan antara hialuronat kapsul dan

kartilagoartikular. (Pradeep. A. M, 2010 dalam Suryadi. I. B.B,

2015).

Menurut Pradeep. A.M (2010) ada dua prinsip dasar penetuan

ASTO, yaitu:

120
1. Netralisasi atau penghambat hemolysis

Streptolisin O dapat menyebabkan hemolisis dari sel darah

merah, akan tetapi bila Streptolisin O tersebut di campur lebih

dahulu dengan serum penderita yang mengandung cukup anti

streptolisin O sebelum di tambahkan pada sel darah merah, maka

streptolisin O tersebut akan di netralkan oleh ASO sehingga tidak

dapat menibulkan hemolisis lagi.(Pradeep. A. M, 2010 dalam

Suryadi. I. B.B, 2015).

Pada tes ini serum penderita di encerkan secara serial dan di

tambahkan sejumlah streptolisin O yang tetap (Streptolisin O di

awetkan dengan sodium thioglycolate). Kemudian di tambahkan

suspensi sel darah merah 5%. Hemolisis akan terjadi pada

pengenceran serum di mana kadar/titer dari ASO tidak cukup

untuk menghambat hemolisis tidak terjadi pada pengencaran

serum yang mengandung titer ASO yang tinggi. (Pradeep. A. M,

2010 dalam Suryadi. I. B.B, 2015).

2. Aglutinasi pasif

Streptolisin O merupakan antigen yang larut. Agar

dapatmenyebabkan aglutinasi dengan ASO. Maka Streptolisin O

perlu disalutkan pada partikel-partikel tertentu. Partikel

yangsering dipakai yaitu partikel lateks.Sejumlah tertentu

Streptolisin O (yang dapat mengikat 200 IU/ml ASO) di

tambahkan pada serum penderita sehingga terjadi ikatan

121
Streptolisin O – anti Strepolisin O (SO – ASO).(Pradeep. A. M,

2010 dalam Suryadi. I. B.B, 2015).

Bila dalam serum penderita terdapat ASO lebih dari 200

IU/ml, maka sisa ASO yang tidak terikat oleh Streptolisin O akan

menyebabkan aglutinasi dari streptolisin O yang disalurkan pada

partikel – partikel latex. Bila kadar ASO dalam serum penderita

kurang dari 200 IU / ml, maka tidak ada sisa ASO bebas yang

dapat menyebabkan aglutinasi dengan streptolisin O pada

partikel-partikel latex (Pradeep. A. M, 2010 dalam Suryadi. I.

B.B, 2015).

Tes hambatan hemolisis mempunyai sensitivitas yang cukup

baik, sedangkan tes aglutinasi latex memiliki sensitivitas yang

sedang. Tes aglutinasi latex hanya dapat mendeteksi ASO dengan

titer di atas 200 IU/ml. (Pradeep. A. M, 2010 dalam Suryadi. I.

B.B, 2015).

Prinsip dari pemeriksaan ASTO ialah adanya antibodi terhadap

Streptolisin O pada sampel akan bereaksi dengan Streptolisin O

yang dilabel partikel latex reagen akan memebentuk reaksi

aglutinasi. Metode yang digunakan yaitu Aglutinasi.

Adapun alat yang digunakan dalam pemeriksaan kali ini ialah

mikropipet, tip kuning, slide dengan warna latar belakang hitam

dan rotator.

122
Adapun bahan yang akan digunakan dalam pemeriksaan ini

ialah serum, reagen humatex AS yang didalamnya terdapat

kontrol positif, kontrol negative, buffer, latex ASTO.

Cara kerja dari pemeriksaan ASTO terdiri dari uji kualitatif

dan uji semi kualitatif tahapan kerjanya ialah sebagai berikut :

a. Uji kualitatif

1. Pipet kontrol negatif kontrol positif dan sampel serum

didalam lingkaran slide pemeriksaan sebanyak 40µl.

2. Tambahkan masing-masing 1 tetes reagen latex ASTO.

3. Sebutkan dikeliling lingkaran slide.

4. Letakkan diatas rotator selama 2 menit dengan kecepatan

100 rpm.

5. Lihat hasil uji, apabila terdapat aglutinasi lanjutkan ke uji

semi kuantitatif.

b. Uji semi kualitatif

Uji semi kuantitatif dilakukan sebagai berikut :


Pengenceran Sampel Serum Titer
Serum 200 µl/ml
1:2 400 µl/ml
1:3 600 µl/ml
1:4 800 µl/ml
1:5 1000 µl/ml
Tabel 2.2 Titer Berdasarkan Pengenceran
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan

didapatkan hasil pada ID 19001351 negatif atau tidak terjadi

rekasi aglutinasi yang menandakan pasien tidak mengidap

penyakit demam rematik.

5. Pemeriksaan HBsAg

123
Hepatitis virus adalah radang hati yang disebabkan oleh virus.

Dikatakan akut apabila inflamasi (radang) hati akibat infeksi virus

hepatitis yang berlangsung selama kurang dari 6 bulan, dan kronis

apabila hepatitis yang tetap bertahan selama lebih dari 6 bulan.

Keadaan kronis pada anak-anak lebih sukar dirumuskan karena

perjalanan penyakitnya lebih ringan daripada orang dewasa.

Hepatitis adalahsuatu proses peradangan pada jaringan hati yang

memberikan gejala lemah badan, mual, kencing seperti air disusul

dengan mata dan badan yang menjadi kuning. Salah satu parameter

diagnosis laboratorium untuk hepatitis A adalah HBsAg rapid tes

(Rosida. A, 2016).

Dalam istilah kedokteran, HBsAg adalah singkatan dari Hepatitis

Bsurface Antigen. Yaitu suatu protein permukaan virus hepatitis B.

Singkatnya, ketika pemeriksaan HBsAg didapatkan hasil

reaktif/positif, maka dalam tubuh orang itu sudah terdapat virus

hepatitis B, terlepas apakah itu sifatnya akut atau kronik, aktif atau

kronik karier/dormand. (Pearce, Evelyn. C. 2006).

Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus

Hepatitis B, suatu anggota famili hepadnavirus yang dapat

menyebabkan peradangan hati akut atau kronis yang dapat berlanjut

menjadi sirosis hati atau kanker hati. Hepatitis B akut jika perjalanan

penyakit kurang dari 6 bulan sedangkan Hepatitis B kronis bila

penyakit menetap, tidak menyembuh secara klinis atau laboratorium

124
atau pada gambaran patologi anatomi selama 6 bulan. (Pearce,

Evelyn. C. 2006).

Prinsip dan metode yang digunakan ialah serum penderita yang

mengandung antigen dari hepatitis B (HBsAg) akan berikatan

dengan anti-HBs antibodi monolilonal yang dilabel pada membran

card/strip membentuk ikatan Ag-Ab yang kompleks. Ikatan tersebut

bergerak sepanjang membran card/strip dan membentuk garis

berwarna pink dan menggunakan metode Imunokromatografi.

Adapun alat yang digunakan dalam pemeriksaan HBsAg ialah

mikropipet, tip kuning, timer. Bahan/Reagen yang digunakan ialah

serum dan multi SD Bioline HBsAg.

Prosedur kerja pemeriksaan HBsAg ialah sebagai berikut :

1. Pipet serum sebanyak 100µl, masukkan kedalam sumur sampel.

2. Diamkan selama 15-20 menit.

3. Baca hasil, pembacaan hasil tidak boleh lebih dari 20 menit.

Berdasarkan pemeriksaan hasil yang didapatkan negatif pada

sampel dengan nomor ID 19001345 dimana berdasarkan

interprestasi hasil negatif jika terdapat satu garis pink pada deret C

(kontrol) dan positif pada dua garis pink, 1 pada deret C (kontrol)

dan 1 pada test (T). Sedangkan hasil invalid jika tidak terjadi garis

pink pada deret C (kontrol).

6. Pemeriksaan TPHA (Treponema Pallidum Hemagglunation)

Sifilis adalah salah satu jenis infeksi menular seksual yang

disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum. Bakteri ini

125
menyebabkan infeksi jika masuk ke tubuh melalui luka terbuka di

kulit atau lapisan dalam yang terdapat pada kelamin. Sifilis paling

sering menular melalui hubungan seksual, namun bisa juga tertular

dari ibu hamil ke bayinya. Jika tidak ditangani segera, sifilis bisa

menyebabkan kerusakan pada otak, jantung, dan pembuluh darah.

Selain itu, sifilis juga bisa menyebabkan kebutaan, kelumpuhan,

hingga kematian. Apabila terjadi pada ibu hamil, sifilis bisa

menyebabkan bayi lahir tidak normal, bahkan kematian saat lahir.

Karena itu, penting bagi orang yang berisiko tinggi terkena sifilis

untuk menjalani deteksi dini, mengingat tingkat akurasi skrining

sifilis tahap awal bisa mencapai 75% hingga 85% (Vanila, 2011).

Treponema Pallidum Hemagglutination Assay (TPHA)

merupakan suatu pemeriksaan serologi untuk sipilis dan kurang

sensitif bila digunakan sebagai skrining (tahap awal atau primer)

sipilis. Untuk skirining penyakit sipilis biasanya menggunakan

pemeriksaan VDRL atau RPR apabila hasil reaktif kemudian

dilanjutkan dengan pemeriksaan TPHA sebagai konfirmasi (Vanila,

2011).

TPHA merupakan tes yang sangat spesifik untuk melihat apakah

adanya antibodi terhadap treponema. Jika di dalam tubuh terdapat

bakteri ini, maka hasil tes positif. Tes ini akan menjadi negatif

setelah 6 – 24 bulan setelah pengobatan. Bakteri-bakteri yang lain

selain keluarga treponema tidak dapat membuat hasil tes ini menjadi

positif (Faoziyah C dkk, 2013).

126
Pemeriksaan TPHA dilakukan berdasarkan adanya

antibodi Treponema Palidum yang akan bereaksi dengan antigen

treponema yang menempel pada eritrosit sehingga terbentuk

aglutinasi dari eritrosit-eritrosit tersebut (Vanilla, 2011).

Prinsip dari pemeriksaan ialah adanya antibody Treponema

Palidum akan breaksi dengan antigen treponema yang menempel

pada eritrosit ayam kalkun atau domba sehingga terbentuk aglutinasi

dari eritrosit-eritrosit tersebut. Dengan menggunakan metode

hemaaglutinasi tidak langsung (indirek hemaaglutinasi) untuk

mendeteksi antibodi spesifik terhadap T. pallidum (Belanti, J.A.

1993).

Efek samping yang timbul dari pemeriksaan sifilis adalah akibat

prosedur pengambilan darah, namun jarang terjadi. Efek samping

tersebut antara lain adalah Infeksi, Pusing, Perdarahan, Hematoma

(Boedina, S. K. 2001).

Kelebihan dari pemeriksaan TPHA ialah teknik dan pembacaan

hasilnya mudah, cukup spesifik dan sensitive (dapat mendeteksi

titer-titer yang sangat rendah). Bakteri lain selain dari

family Treponema tidak dapat memberikan hasil positif, Namun,

metode TPHA memiliki beberapa kekurangan, antara lain harganya

mahal, pengerjaannya membutuhkan waktu inkubasi yang lama,

hampir 1 jam, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan

TPHA ialah jangan menggunakan serum yang hemolisis karena

dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.Serum atau plasma harus

127
bebas dari sel darah dan kontaminasi mikrobiologi. Jika terdapat

penundaan pemeriksaan, serum disimpan pada suhu 2-8℃ dimana

dapat bertahan selama 7 hari dan bila disimpan pada suhu -20 ℃ ,

serum dapat bertahan lebih lama.Serum atau plasma yang beku

sebelum dilakukan pemeriksaan harus dicairkan dan dihomogenkan

dengan baik sebelum pemeriksaan.Reagen harus disimpan pada suhu

2-8℃ jika tidak digunakan dan jangan disimpan di freezer.Dalam

melakukan pemeriksaan harus menyertakan kontrol positif dan

kontrol negatif (Belanti, J.A. 1993).

Adapun alat yang digunakan dalam pemeriksaan TPHA ialah

mikropipet 190 μL, 25 μL, 10 μL, tip kuning, mikro plate dan

timer.Adapun bahan atau reagen yang akan digunakan dalam

pemeriksaan TPHA ialah serum dan Plasmatec TPHA test kit yang

didalamnya berisi diluent, kontrol sel, kontrol negatif, kontrol positif

dan test sel.

Cara kerja dalam pemeriksaan TPHA ialah sebagai berikut :


1) Pipet diluent 190 μL, masukkan pada sumur 1.

2) Tambahkan 10 μL sampel serum pada sumur 1 lalu mix.

3) Ambil 25 μL, pada sumur 1 pindahkanpada sumur 2 dan 3.

4) Pipet 25 μL kontrol negatif masukkan pada sumur 4.

5) Pipet 25 μL kontrol positif msukkan pada sumur 5.

6) Tambahkan 75 μL test sel pada sumur 2, 3, 4 dan 5.

7) Inkubasi selama 45-60

Hasil yang didapatkan ialah sebagai berikut :


ID sampel Rujukan Hasil

128
19001355 Negatif Negatif
Tabel II.I Hasil Pemeriksaan TPHA
Berdasarkan interprestasi hasil dari pemeriksaan TPHA ialah

Negatif yaitu tidak terjadi aglutasi atau eritrosit berkumpulditengah

sedangkan positif terjadi aglutinasi atau eritrosit menyebar. Dimana

menjadi penanda bahwa pasien tidak terinfeksi bakteri Treponema

palidium yang menyebabkan penyakit sifilis yang normalnya bakteri

yang merupakan antigen tidak terdapat dalam tubuh.

7. Pemeriksaan C-Reaktif Protein (CRP)

C-Reaktif Protein adalah salah satu dari protein fase aktif yang

didapatkan dalam serum normal walaupun dalam jumlah yang kecil.

Pada keadaan tertentu dimana didapatkan adanya reaksi radang atau

jaringan(meurosis), yaitu baik,infektif maupun yang tidak infektif.

Kadar CRP dalam serum dapat meningkat sampai 1.000x. (Handojo,

2009).

C Reactive Protein merupakan protein fase akut yang dibentuk di

hati (oleh sel hepatosit) akibat adanya proses peradangan atau

infeksi.2 Setelah terjadi peradangan, pembentukan CRP akan

meningkat dalam 4 sampai 6 jam, jumlahnya bahkan berlipat dua

dalam 8 jam setelah peradangan. Konsentrasi puncak akan tercapai

dalam 36 jam sampai 50 jam setelah inflamasi. Kadar CRP akan

terus meningkat seiring dengan proses inflamasi yang akan

mengakibatkan kerusakan jaringan. Apabila terjadi penyembuhan

akan terjadi penurunan kadar CRP secara cepat oleh karena CRP

memiliki masa paruh 4 sampai 7 jam. 2,3 Kinetik metabolism CRP

129
sejalan dengan derajat peradangan dan derajat penyembuhan yang

terjadi. Oleh karena itu CRP sangat baik untuk menilai aktivitas

penyakit dalam keadaan akut. Pemeriksaan ini relatif tidak mahal

dan dapat diperoleh hasilnya dalam waktu cepat serta tidak

memerlukan volume darah yang banyak (Belanti, J.A. 1993).

Banyak protein plasma meningkat secara akut sebagai respon

terhadap penyakit, infeksi dan hekrosis jaringan. Protein ini

mencakup glikoprotein alfa-1-asam, alfa-1-antitripsin, seruplasmin

hapto glogin, fibrinogen, dan protein C reaktif (CRP) yang paling

bermanfaat dari zat ini adalah CRP, berdasarkan cepatnya

peningkatan sebagai respon terhadap penyakit akut dan cepatnya

pembersihan setelah stimulus mereda. (Sacher, 2004).

C-Reaktif Protein adalah globula alfa abnormal yang cepat timbul

dalam serum penderita dengan penyakit karna infeksi atau karna

sebab lain. Protein ini terdapat dalam darah seseorang yang sehat.

Protein ini dapat menyebabkan presipitasi hidrat orang C dari

pneumokokus. (Patel, V.B dkk, 2001 dalam Dung. G. R, 2011).

C-Reaktif Protein merupakan protein fase, meningkat keadaannya

24 jam pasca infeksi. Peradangan atau kerusakan jaringan mampu

meningkat unsur pokok dari mikroorganisme dan juga struktur sex

manusia atau disebut juga CRP karena mempunyai kemampuan

untuk berkaitan dengan C. Pneumococeal Polisakarida. (Andarewari,

2015)

a. Sintesa dan Stuktur dari CRP

130
CRP dissent didalam hati, peningkatan sintesa CRP dalam

sel-sel parenkim diinduksi oleh interleukin I yang berasal dari

rangkaian makrofag. (Religare, 2010 dalam Andarewari, 2015).

CRP meningkat 1000x atau lebih berperan pada imunitas non

spesifik yang dengan bantuan Ca2+ dapat meningkat berbagai

molekul, antara lain fosforol klorin yang ditemukan pada bakteri

atau jamur. Kemudian menggerakkan system komplemen dan

membantu merusak organisme pathogen dengan cara opsonisasi

dengan meningkatkan fagositosis. (Coruoan, J. Elizabeth. 2000).

Dalam waktu yang relatif singkat setelah terjadinya reaksi

radang akut atau kerusakan jaringan, sintesa dalam sekresi dari

CRP meningkat dengan tujuan dan hanya dalam waktu 12-48

jam setelah mencapai nilai puncaknya. Kadar dari CRP akan

menurun dengan tajam bila proses peradangan atau kerusakan

jaringan mereda dalam waktu 24-48 jam setelah mencapai harga

normalnya kembali. (Handojo, 2009).

b. Fungsi Biologik CRP

Fungsi dan peranan CRP dalam tubuh (invivo) belum

diketahui seluruhnya. Banyak hal-hal yang masih merupakan

hipotesa-hipotesa meskipun CRP bukan merupakan antibody,

tetapi CRP mempunyai beberapa fungsi biologik yang

menunjukkan peranannya pada proses peradangan dan

metabolisme daya tahan tubuh terhadap infeksi. (Handojo,

2009).

131
Menurut Handojo (2009) beberapa hal yang diketahui

mengenai fungsi biologiknya adalah:

1. CRP dapat meningkatkan C-polisakarida (CPS) dan

berbagai laktatmelalui reaksi prespitasi atau aglutinasi.

2. CRP dapat meningkatkan aktifasi dan motilitas sel-sel

fagosit seperti granulosit dan monosit-makrofag.

3. CRP dapat mengaktifkan komplemen, baik melalui jalur

klasik maupun jalur alternatif.

4. CRP dapat menghambat agregasi trombosit, baik yang

ditimbulkan adrenalin, ADP maupun kolagen.

5. CRP mempunyai daya ikat selektif (selective-binding)

terhadap limfosit

6. T. dalam hal ini CRP diduga memegang peranan dalam

peraturan fungsi-fungsi tertentu selama proses peradangan.

Prinsip dari pemeriksaan ialah C-Reaktif Protein dalam

sampel bereaksi dengan anti C-Reaktif protein yang dilabel pada

partikel latex akan membentuk aglutinasi dan metode yang

dipakai yaitu aglutinasi.

Adapun alat yang digunakan ialah mikropipet, tip kuning,

slide dengan warna latar belakang hitamdan rotator.

Adapun bahan atau reagen yang akan digunakan dalam

pemeriksaan ialah serum, humatex CRP yang didalamnya

terdapat reagen kontrol positif, kontrol negative, buffer dan latex

C-Reaktif Protein.

132
Cara kerja dalam pemeriksaan CRP terdiri dari uji kualitatif

dan uji semi kualitatif dimana cara kerjanya ialah berikut :

1. Uji kualitatif

a. Pipet kontrol negatif kontrol positif dan sampel serum

didalam lingkaran slide pemeriksaan sebanyak 40µl.

b. Tambahkan masing-masing 1 tetes reagen latex CRP

c. Sebutkan dikeliling lingkaran slide

d. Letakkan diatas rotator selama 2 menit dengan kecepatan

100 rpm

e. Lihat hasil uji, apabila terdapat aglutinasi lanjutkan ke uji

semi kuantitatif

2. Uji semi kualitatif

Uji semi kuantitatif dilakukan sebagai berikut :


Pengenceran Sampel Serum Titer
1:2 6 mg/L
1:4 12 mg/L
1:8 23 mg/L
1:16 48 mg/L
1:32 96 mg/L
Berdasarkan uji diatas didapatkan hasil pada ID

19001351 positif dengan titer 12 mg/L dimana hasil tersebut

abnormal yang memiliki resiko tinggi mengidap rematik atau

radang.

8. Pemeriksaan HIV/AIDS

133
HIV merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus

(HIV) merupakan retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem

kekebalan tubuh manusia (terutama CD4 positif T-sel dan makrofag

komponen-komponen utama sistem kekebalan sel), dan

menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini

mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terus-

menerus, yang akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh.

Sistem kekebalan dianggap defisien ketika sistem tersebut tidak

dapat lagi menjalankan fungsinya memerangi infeksi dan penyakit-

penyakit. Orang yang kekebalan tubuhnya defisien

(Immunodeficient) menjadi lebih rentan terhadap berbagai ragam

infeksi, yang sebagian besar jarang menjangkiti orang yang tidak

mengalami defisiensi kekebalan (Fajar, 2013).

Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) disebabkan oleh

infeksi HIV dan ditandai dengan berbagai gejala klinik, termasuk

immunodefisiensi berat disertai infeksi oportunistik dan

kegananasan, dan degenerasi susunan saraf pusat. Virus HIV

menginfeksi berbagai jenis sel sistem imun termasuk sel T CD4+,

makrofag dan sel dendritik. Tingkat HIV dalam tubuh dan timbulnya

berbagai infeksi tertentu merupakan indikator bahwa infeksi HIV

telah berkembang menjadi AIDS (Fajar, 2013).

Adanya infeksi HIV dapat dideteksi secara kualitatif dengan

metode Imunokromatografi Rapid Test sebagai screening test untuk

membantu diagnosa AIDS. Pemeriksaan ini bertujuan untuk

134
mengetahui adanya antibodi spesifik secara kualitatif terhadap

infeksi virus HIV dalam serum penderita dengan menggunakan

metode Imunokromatografi Rapid Test (Harti, dkk, 2014).

Prinsip dari pemeriksaan ialah serum/plasma atau darah penderita

yang mengandung antibodi spesifik terhadap HIV. Pada saat

melewati membrane selulosa pada strip tes anti HIV yang telah

dilabel dengan kombinasi antigen HIV yaitu rekombinan gp 41, P24,

dan gp 120 untuk HIV-1 pada T1 dan rekombinan gp 36 untuk HIV-

2 pada T2 akan bereaksi dan bergerak sepanjang membran tes

sehingga membentuk garis berwarna merah mudah, tidak

terdapatnyaa garis berwarna merah mudah pada T1 dan T2 berarti

tidak terdapat antibody HIV dalam serum/plasma atau darah.

Adapun alat yang digunakan dalam pemeriksaan HIV ialah

mikropipet, tip kuning dan timer sedangkan bahan yang digunakan

ialah serum dan diluent SD Bioline HIV.

Prosedur pengujiannya sebagai berikut :

1. Lepaskan alat uji dari kantongnya dan letakkan di atas permukaan

yang rata.

2. Beri label perangkat uji dengan nomor ID pasien atau spesimen.

3. Untuk spesimen kapiler darah murni (fingerstick): Bersihkan

ujung jari dengan sapuan alkohol, lancet di bagian tengah dan

tusuk ujung jari. Usaplah setetes darah pertama dengan kapas.

4. Sentuh loop spesimen 5 μl yang tersedia pada spesimen, yang

memungkinkan pembukaan loop untuk mengisi dengan cairan.

135
5. Memegang loop spesimen secara vertikal, menyentuhnya ke

bantalan sampel di tengah (S) dengan baik dari perangkat untuk

mengeluarkan 5 μl spesimen (serum, plasma, atau darah murni)

ke bantalan spesimen.

6. Balikkan botol Running Buffer dan tahan secara vertikal (tidak

pada suatu sudut) di atas spesimen dengan baik. Tambahkan 3

tetes (105 μl) buffer perlahan, turun perlahan, ke dalam (S)

dengan baik.

7. Baca hasil tes 15 menit setelah penambahan Running Buffer.

Dalam beberapa kasus, garis uji mungkin muncul dalam waktu

kurang dari 15 menit, namun 15 menit diperlukan untuk

melaporkan hasil yang tidak reaktif. Baca hasilnya di area yang

cukup terang. Jangan membaca hasilnya setelah 20 menit.

Berdasarkan prosedur kerjanya telah didapatkan hasil non

reaktif pada sampel dengan ID 19001355 karena tidak terbentuk

dua garis yaitu pada garis C (kontrol) dan pada garis T (tes).

9. Pemeriksaan FT4 (Free Thyroxin)

Kelenjar tiroid merupakan kelainan terhadap hormon tiroid

pemeriksaan hormon tiroid mulai berkembang setelah diperkenalkan

teknik radioimmunoassay (RIA) pada awal tahun 1970-an, diikuti

dengan immunoradiometric assay (IRMA), enzyme-linked

immunoassay (ELISA), enzyme-linked immunofluorescence assay

(ELFA) dan enzyme immunoassay (EIA), serta yang terbaru

electrochemiluminescent assay (ECLIA). Cara ECLIA menjadi

136
metode yang paling peka dibandingkan yang terdahulu.

(Suryaatmadja 2010).

Cara ini dikembangkan sejak akhir tahun 1980-an dan pada

Kursus Laboratory Endocrinology di Singapore tahun 1989 sudah

dinyatakan sebagai metode yang menjanjikan untuk analisis hormon.

Kepekaan bergeser dari kadar µg/dL menjadi ng/dL bahkan pg/gL.

Cara ini sudah diterapkan pada otomasi (automated analyzer).

Dengan demikian, selain makin peka, juga ketelitian dan ketepatan

analisis hormon makin baik (Suryaatmadja, 2010).

Penyakit dan kelainan kelenjar tiroid merupakan kelainan

endokrin tersering kedua setelah diabetes mellitus. Kelainan tiroid

memberikan pengaruh ke hampir seluruh tubuh karena hormon tiroid

mempengaruhi banyak organ. (Suryaatmadja, 2010).

Untuk mempelajari dan mendiagnosis kelainan tiroid perlu

memahami sumbu Hipotalamus-Hipofisis-Tiroid, hormon- hormon

yang bekerja pada sumbu tersebut, serta pengaruhnya pada organ-

organ lain, serta sebaliknya, pengaruh luar terhadap sumbu tersebut

(Suryaatmadja 2010). Pemeriksaan hormon tiroid meliputi

pemeriksaan T3, T4, TSH dan FT4. (Suryaatmadja, 2010).

Prinsip pembacaan FT4 menggunakan metode ELFA (Enzim

Linked Fluoresent Imuno Assay). Dengan waktu pemeriksaan 40

menit sampel diambil dan di transfer kedalam SPR yang

mengandung antigen FT4 berlabel fosfatase alkalin (conjugate).

Kompetisi terjadi antara antigen sampel dan antigen berlabel untuk

137
FT4 yang melapisi bagian dalam SPR. Kemudian dibaca pada

panjang gelombang 450nm.

Semua langkah pengetesan dilakukan secara otomatis. Solid

phase Receptacle (SPR) berguna sebagai reaksi fase padat dan alat

pemipet selama pemeriksaan. Semua reagensia yang dibutuhkan

telah tersedia direagen strip yang tertutup.

Adapun alat yang digunakan dalam pemeriksaan FT4 ialah

mikropipet 100µl, Vidas dan tip kuning. Sedangkan bahan yang

digunakan ialah Serum, Reagen FT4 dan Strip SPR

Cara kerja dalam pemeriksaan FT4 terdiri dari uji kualitatif dan
uji semi kualitatif dimana cara kerjanya ialah berikut :
1. Siapkan standar, control dan sampel.

2. Pipet sampel serum 100µl masukkan kedalam lubang pertama.

3. Masukkan sesuai dengan urutannya serta masukkan juga SPR

dibagian.

4. Kemudian input dan klik start, kemudian inkubasi 60 menit.

Berdasarkan cara kerja, didapatkan hasil FT4 yaitu 10,48 ng/dl

dengan Sampel ID 20011642 dimana berdasarkan interpretasi hasil

yaitu 0,7-1,56 ng/dl bisa dikatakan normal.

10. Pemeriksaan TSH

Thyroid-stimulating hormone (TSH), yang disebut juga dengan

tirotropin, adalah glikoprotein yang disekresikan oleh bagian

anterior dari kelenjar hipofisis. Thyroid-stimulating hormon selama

ini belum banyak dibicarakan walau pun TSH ikut berperan dalam

aksis hipotalamus-hi pofisis-tiroid. TSH memainkan peran fisiologis

138
yang penting pada pengaturan aksis hipotalamus-hipofisis-tiroid

dengan mengatur pelepasan hormon tiroid dari kelenjar tiroid.

(Decorli. E, 2017).

Thyroid-stimulating hormone receptor merupakan G-protein-

coupled receptor (GPCR) dan memiliki struktur yang sama pada

kelompok reseptor serpentin, yaitu segmen seven membrane

spanning, tiga lengkungan ekstraseluler, tiga lengkungan

intraseluler, dan sebuah ektodomain terminal amino dan sebuah

terminal karboksi intraseluler. Lengkungan intraseluler dari reseptor

ini berikatan dengan 3 subunit (trimetrik) protein G, yaitu subunit α,

β dan γ. (Decorli. E, 2017).

Sintesis dan sekresi dari TSH diatur oleh faktor dari hipotalamus

yang didominasi oleh thyrotropin-releasing hormone (TRH) dan

faktor perifer yang didominasi oleh kadar hormon tiroid. Tahap

sintesis TSH terdiri dari transkripsi, glikosilasi, dan kombinasi dua

subunit penyusun TSH yang dibentuk secara independen. Setelah

disintesis, TSH disekresikan dan akan berikatan dengan reseptornya,

yang disebut dengan thyroid-stimulating hormone receptor (TSHR).

Kadar normal TSH dalam d arah pada dewasa adalah 2 – 10 mU/L

dan pada neonatus adalah 3 – 18 mU/L. (Decorli. E, 2017).

Ikatan hormon dengan TSHR akan menghasilkan second

messanger yang akan memberikan dampak terhadap sel tempat

ikatan tersebut terjadi. Selain TSH, yang dapat mengaktivasi TSHR

adalah thyroid stimulating antibodies (TSAb) dan hormon

139
glikoprotein yang baru teridentifikasi, yang dinamakan tirostimulin.

Tirostimulin diproduksi pada beberapa jaringan dan bisa

mengaktivasi TSHR, dan ini mengemukakan mekanisme regulasi

parakrin pada jaringan tersebut. (Decorli. E, 2017).

Ikatan TSH-TSHR akan memberikan dampak klinis terhadap

jaringan dan organ tempat terjadinya ikatan tersebut. Ikatan tesebut

bisa terjadi pada kelenjar tiroid dan jaringan ekstratiroid. Pada

kelenjar tiroid, TSHR menyebabkan tirosit mengenali dan

merespon TSH yang disekresikan oleh sel tirotropik pada hipofisis.

Hal ini mengatur proliferasi tirosit, produksi dan sekresi hormon

tiroid. Gangguan transduksi sinyal dari TSH menyebabkan

kelainan tiroid, seperti gondok, hipotiroid, dan hipertiroid, yang

memiliki manifestasi klinis yang kompleks. (Decorli. E, 2017).

Thyroid-stimulating hormone (TSH) memberikan dampak klinis

jika berikatan dengan thyroid-stimulating hormone receptor

(TSHR). Dampak klinis TSH pada kelenjar tiroid adalah

mengatur pertumbuhan kelenjar tiroid, mempertahankan arsitektur

kelenjar tiroid, dan mengatur sintesis hormon tiroid. (Decorli. E,

2017).

Dampak klinis TSH pada jaringan adiposa adalah

meningkatkan adipogenesis dan merangsang lipolisis. Dampak

klinis TSH pada sistem imun adalah meningkatkan produksi sitokin,

seperti interleukin-6. Dampak klinis TSH pada tulang adalah

mempertahankan bone mineral density. (Decorli. E, 2017).

140
Dampak klinis TSH pada kelenjar hipofisis anterior adalah

memediasi inhibisi umpan balik TSH secara parakrin. Dampak klinis

TSH pada hati adalah mengatur metabolisme glukosa dan lemak

melalui hepatocyte nuclear factor-4α. Dampak klinis TSH pada hati

adalah mengatur metabolisme glukosa dan lemak melalui hepatocyte

nuclear factor-4α. (Decorli. E, 2017).

Prinsip pembacaan TSH menggunakan metode ELFA (Enzim

Linked Fluoresent Imuno Assay). Dengan waktu pemeriksaan 40

menit sampel diambil dan di transfer kedalam SPR yang

mengandung antigen TSH berlabel fosfatase alkalin (conjugate).

Antigen menangkap antibody yang dilapisi SPR. Kemudian dibaca

pada panjang gelombang 450nm.

Adapun alat yang digunakan dalam pemeriksaan TSH ialah

mikropipet 100µl, vidas dan tip kuning. Bahan yang digunakan ialah

serum dan KIT TSH (Strip dan SPR).

Cara kerja dari pemeriksaan TSH ialah sebagai berikut :

1. Siapkan standar, control dan smapel.

2. Pipet sampel serum 100µl masukkan kedalam lubang pertama.

3. Masukkan sesuai dengan urutannya serta masukkan juga SPR

dibagian atas.

4. Kemudian input dan klik start, kemudian inkubasi 60 menit

Berdasarkan pemeriksaan telah didapatkan hasil dengan nomor

ID 19001456 ialah 3,5 uUl/ml dimana berdasarkan nilai rujukan

yaitu 0,4 – 5,5 uUl/ml yang dapat dikatakan normal.

141
11. Pemeriksaan Narkoba

Narkoba atau sering dibilang Narkotika, Psikotropika dan Bahan

Adiktif berbahaya lainnya, yaitu bahan atau zat yang jika

dimasukkan dalam tubuh manusia, baik secara diminum, dihirup

maupun disuntikkan dapat mengubah pikiran, perasaan dan juga

perilaku seseorang dan lebih jauh lagi narkoba akan dapat

menimbulkan ketergantungan fisik dan psikologis. Penyalahgunaan

Narkotika merupakan salah satu masalah pemerintah yang perlu

mendapatkan perhatian serius dari semua pihak. Hal ini dibuktikan

dengan semakin meningkatkan kasus narkotika yang dilaporkan oleh

berbagai media. (Oktaviani, dkk, 2015).

Dalam hal pemeriksaan jenis narkotika ini maka perlu dicari

metode–metode yang cukup teruji yang dapat menganalisa Narkotika

tersebut dengan hasil yang optimal (Taufik, dkk, 2017).

Dalam Pemeriksaan Narkoba ada beberapa cara salah satunya

dengan menggunakan Rapid Test. Rapid Test ini menggunakan

Strip, dalam Strip Test tersebut ada yang menggunakan 3 Parameter

yaitu Amphetamine (AMP), Marijuana (THC), Morphin (MOP) dan

ada yang menggunakan 6 Parameter yaitu Ampethamine (AMP),

Methampethamine (METH), Cocaine (COC), Morphine (MOP),

Marijuana (THC), Benzodiazephine (BZO). Strip test telah

Dirancang sedemikian rupa sehingga dapat dibuat dalam bentuk

imunokromatografi kompetitif kualitatif yang praktis, tidak

142
memerlukan tenaga trampil dan cepat (hasil dapat diperoleh dalam 3-

10 menit) (Oktaviani, dkk, 2015).

Prinsip dari pemeriksaan ini adalah narkoba yang terdapat pada

urine akan berkompetisi dengan konjugat, narkoba akan berikatan

dengan antibodi spesifik. Jika urine mengandung narkoba, antibodi

spesifi akan berikatan dengan narkoba, sehingga tidak timbul warna,

sedangkan jika urine tidak mengandung narkoba, antibodi spesifik

akan berikatan dengan konjugatnarkoba sehingga timbul warna

(Oktaviani, dkk, 2015).

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini

ialah strip test narkoba, urine, timer.

Cara kerja dari pemeriksaan narkoba ialah sebagai berikut :

1. Biarkan strip test dalam suhu kamar.

2. Buka penutup strip test, kemudian celupkan strip test tersebut

secara vertical ke dalam sample urine selama 10-15 detik.

3. Ketika strip test dicelupkan tidak boleh melewati batas garis

yang paling bawah Zona Sample (S).

4. Tempatkan test strip itu pada bidang datar. Lalu baca hasil

setelah 5-10 menit.

Berdasarkan cara kerja didapatkan hasil negatif karna terbentuk

2 garis pada strip dimana sesuai dengan interpretasi hasil yaitu

positif jika hanya terbentuk pita pink pada Control (C) dan negatif

jika terbentuk dua pita pink pada Control (C) dan pada Test (T) dan

Invalid tidak terbentuk pita pink pada Control (C) dan pada Test (T).

143
atau terbentuk pita pink pada Test (T) sedangkan pada Control (C)

tidak terbentuk pita pink.

144
BAB III
PENUTUP

3.13 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diperoleh dari Praktik Kerja Lapangan

adalah sebagai berikut :

1. Praktek kerja lapangan merupakan salah satu bentuk emplementasi secara

sistematis dan singkron antara program pendidikan dengan program

penguasaan keahlian yang diperoleh melalui kegiatan secara langsung

didunia kerja untuk mencapai tingkat keahlian tertentu dapat memberikan

keuntungan pada pelaksanaan itu sendiri, karena keahlian yang tidak

diajarkan dilingkungan pendidikan bisa didapat didunia kerja, sehingga

dengan adanya Praktek Kerja Lapangan (PKL) dapat meningkatkan mutu

dan relevensi pendidikan yang dapat diarahkan selama duduk dibangku

kuliah untuk mengembangkan suatu sistim yang mantap antara dunia

pendidikan dan dunia kerja.

2. Standar yang digunakan di instalasi Pengambilan Spesimen menggunakan

Standar Good Laboratory Practice (GLP) sebagai pedoman standar

operasional prosedur (SOP)

145
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Rukaesih. 2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta : ANDI.
Aditiawan, Wahyu. 2016. Pembuatan Media dan Sterilisasi. Fakultas Teknologi
Dan Industri Pertanian Universitas Halu Oleo. Kendari
Alaert, G. dan Sri, S. 1987. Metode Penelitian Air: Surabaya : Usaha Nasional.
Alashty, 2011 Change Of Ph, Organic Carbon (OC), Electrical Conductivity (EC),
Nickel (Ni) And Chrome (Cr) In Soil And Concentration Of Ni And Cr In
Radish And Lettuce Plants As Influenced By Three Year Application Of
Municipal Compost. Journal of Agricultural Research Vol. 6(16)
Andarewari, 2015. Penetapan Kadar CRP Secara Kualitatif. Kementerian Riset
Teknologi dan Pendidikan Tinggi Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto. Jawa Tengah
Andriani Yuni, 2015. Golongan Darah Pada Manusia. Universitas Jember. Jawa Timur.
Anisful Laili Munawaroh, Dwi Yuni Nur Hidayati, Yulian Wiji Utami, 2015.
Studi Komparasi Media Kultur Coco Blood Malachite Green (CBM)
Dengan Lowenstein Jensen (LJ) Untuk Diagnosis Cepat, Spesifik, Dan
Sensitive Pada Sputum Pasien Suspek Tuberkulosis. Volume 2. No. 2 Jurnal
Kesehatan .
Arifin, Z., Murdiati, T.B. Dan Firmansyah, R. 2005. Deteksi Formalin Dalam
Ayam Broiler Dipasaran. Balai Penelitian Veteriner. Bogor
Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.Yogyakarta :
Gajah Mada University Press
Ayu W.E, Purwiyanto A.I.S, Fauziyah, Agutriani F Dan Suteja Y. 2019. Kondisi
Nitrat, Nitrit, Amonia, Fosfat, Dan BOD Di Muara Sungai Banyuasin,
Sumatera Selatan. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. Vol 11. No
1.
Basset, J, et al 1994.Buku Ajar Vogel:Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.
Terjemahan A. Hadyana Pudjaatmaka dan L. Setiono.Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Belanti, J.A. 1993 Imunologi III. Yogyakarta : UGM Press.
Boedina, S. K. 2001. Imunologi Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Jakarta :
FKUI Press.

146
Boyd, C.E. 1982. Water Quality in Warm Water Fish Pond. Alabama, USA :
Auburn University Agricultural Experimenta Satation.
Budiharjo, T., Purjanto, KA, 2016.“Buku Panduan Pemeriksaan Sputum BTA”.
EGC: Jakarta.
Cahyono JBSB. 2009. Hepatitis A. Yogyakarta : Kanisius Yogyakarta
Candra,Bidiman.2007.Pengantar kesehatan lingkungan.Buku kedokteran
EGC.:Jakarta
Chairlan dan Lestari, Estu (Alih bahasa), 2011. “Pedoman Teknik Dasar Untuk
Laboratorium Kesehatan. Edisi 2. EGC: Jakarta.
Chohiriyah Ika, 2009. Pengambilan sampel darah
vena.https://www.academia.edu/31290834/cara_pengambilan_sampel_dara
h_vena_punctie_dengan_vacutainer. di akses pada tanggal 4 februari 2020.
Concise International Chemical Assesment Document (CICAD). 2002,
Formaldehyde, The Inter-Organization Programmer For The Sound
Management Of Chemicals. WHO. Geneva
Coruoan, J. Elizabeth. 2000. Patofisiologi. EGC: Jakarta.
Corwin, Elizabeth. 2009. Patofisiologi: buku saku/ alih bahasa: Nike Budhi
Subekti; editor edisi bahasa Indonesia, Egi Komara Yudha (et al). Jakarta :
EGC.
Dahlan, Andi. 2016. Pembuatan Media Dan Sterilisasi. Fakultas Teknologi Dan
Industri Universitas Halu Oleo. Kendari.
Day, R. A. and A. L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi
Keenam. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Decorli, E., 2017 Dampak klinik Thyroid-Stimulating Hormone. Jurnal
Kesehatan Andalas.Universitas Andalas Padang. Sumatera Barat
Departemen Kesehatan RI, 2013. Buku pedoman pelayanan Gizi Rumah Sakit,
Dirijen Pelayanan Medik. Direktorat Rumah Sakit khusus dan swasta.
Jakarta
Depkes RI. 2010. Permenkes RI No. 492/MENKES/PER/IV/2010. Tentang
Persyaratan Kualitas Air Minum. Depkes RI, Jakarta.
Desmawati, 2013.“Sistem Hematologi dan Imunologi”.EGC: Jakarta.
Diana, Haryani. 2013. Penanganan Limbah Infeksius. Poltekkes : Semarang.

147
Doraja, 2012. Biodegradasi Limbah Domestik Dengan Menggunakan Inokulum
Alami Dari Tangki Septik. Jurnal Sains dan Seni Vol :1 (1)
Dr. Gunawan yamin, Pengambilan dan pengiriman specimen untuk pemeriksaan
pada wanita kelompok RISTI.
Dung. G. R., 2011. Kolerasi Body Mass Index dan Abdominal Skinfold Thickness
Terhadap Kadar High Sensitivity C-Reactive Protein pada Satf Wanita
Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta. Jawa Tengah
Eckenfelder, W.W. 1989. Industrial Water Pollution Control, 2nd ed. New York :
Mc Graw Hill Inc.
Effendi, H. 2003.Telaah Kualitas Air. Yogyakarta: Kanisius.
Fajar, Elizabeth. 2013. Hubungan Antara Stadium Klinis, Viral Load Dan Jumlah
CD4 Pada Pasien Human Immunodeficiency Virus (HIV)/Acquired Immuno
Deficiency Syndrome (AIDS) Di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Universitas
Diponegoro. Semarang
Faoziyah. C dkk, 2013.Pemeriksaan Laboratorium TPHATreponemahttp://
nothingweyy.blogspot.com/2013/02/pemeriksaan-laboratorium-tpha-
treponema.html Diakses Tanggal 04 Febuari 2020
Fitria, Bayu. 2009. Pewarnaan Gram (Gram positif dan Gram Negatif).
Hajna, A.A., Perry, C.A. 1943. Comparative Study Of Presumptive And
Confirmative Media For Bacteria Of The Coliform Group And For Fecal
Streptococci. Am J Publ Hlth 33, hal. 550-556.
Handojo. I, 2009. Diktat Kuliah FK UNAIR Serologi Klinik. Surabaya: Bagian
Patologi Klinik Fakultas Kedokteran UNAIR.
Haris Zainal. 2005. SNI 06-6989 [1]. 24-2005 Warna Visual.
https://www.academia.edu. Di akses pada tanggal 4 Februari 2020.
Harti, Agnes S., Amalia A., Siti M., Estuningsih, dan Heni N. K. 2014.
Pemeriksaan HIV 1 Dan 2 Metode Imunokromatografi Rapid Test Sebagai
Screening Test Deteksi AIDS. STIKES Kusuma Husada dan Politeknik
Kesehatan Kemenkes Surakarta.
Irianto, Koes. 2006. Mikrobiologi Jilid I. Yrama Widya. Bandung.
Karmana. 2008 . Biologi. PT. Grafindo Media Pratama.Jakarta. (halaman : 56)

148
Kemenes 2016. Laporan Tahunan. Kementerian Kesehatan Ri Direktorat Jenderal
Pelayanan Kesehatan Laporan Tahunan.
Kemenkes.2012.Pedoman Penggunaan Insektisida (Dalam Pengendalian Vektor).
DirjenPengendalianPenyakitdanLingkungan. Kemenkes RI.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia No : 370/Menkes/SK/III/2007.
Standar Profesi Ahli Teknologi Laboratorium Kesehatan. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013. Pedoman Tata Laksana Sifilis


Untuk Pengendalian Sifilis di Layanan Kesehatan Dasar. Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan : Jakarta
Kementerian Kesehatan RI, 2012. “Pedoman Nasional Program Pengendalian
Penyakit Kusta”.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Standar Pelayanan
Laboratorium Tuberkulosis. ISBN 978-602-235-743-8.
Kementrian kesehatan RI,2012 Petunjuk teknis Pemeriksaan Biakan, Identifikasi
dan Uji Kepekaan Mycobacterium tuberculosis, Jakarta .
Kementrian kesehatan RI,2012 Standar Prosedur Operasional Pemeriksaan
Mikroskopis TB.
Kementrian Kesehatan, (2012). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 37 Tahun 2012. Tentang Penyelenggaraan Labolatorium Pusat
Kesehatan Masyarakat. Jakarta: MK RI. Hal 5
Kepmenkes, 2007.Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tentang
Standar Profesi Ahli Teknologi Laboratorium Kesehatan. Menkes RI
Khairunnisa, Dian, Irnanda Lestari, Muhammad Muliandi Bandaso, dan Sri
Wahyuni. 2018. Uji Angka MPN Bakteri Coliform. Universitas Sumatera
Utara. Medan.
Kusuma, Sri Agung Fitri. 2009. Uji Biokimia Bakteri. Fakultas Farmasi
Universitas Padjadjaran. Bandung.
Label. 2008. Mikrobiologi: Pembuatan Media. Laboratorium Biologi FMIPA
Universitas Haluoleo. Kendari.
Mehdi, C. 2008. Mengenal Bahaya Formalin, Borak Dan Pewarna Berbahaya.
Laboratorium Biokimia, Jurusan Kimia FMIPA-UB. Malang

149
Modul Pelatihan teknis tenaga laboratorium Puskesmas Tingkat dasar Dep Kes,
RI., Puslabkes., 1995
Mudana, 2017. Buku Pedoman Pelaksanaan Program Praktik Kerja Lapangan
(Pkl). Lembaga Pengembangan Pembelajaran Dan Penjaminan Mutu
Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja.
Mukhtar Ikhsan, 2016. Deteksi Mycobacterium Tuberculosis Dan Resistensinya
Dengan Teknik Pcr (Polymerase Chain Reaction) Dan Genexpert Mtb/Rif.
Proposal, Pusat Penelitian Dan Penerbitan (Puslitpen) Lp2m Uin Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Ngibad K. dan Herawati D. Analisis Kadar Klorida Dalam Air Sumur Dan Pdam
Di Desa Ngelom Sidoarjo. Jurnal Kimia Dan Pendidikan Kimia. Vol 4, No
1, Tahun 2019. Jawa timur
Novizan. 2002. Petunjuk Pemakaian Pestisida. Agro Media Pustaka.Jakarta.
Nugraha, Gilang. 2018. Pedoman Teknik Pemeriksaan Laboratorium Klinik
Untuk Mahasiswa Teknologi Laboratorium Medic. Jakarta. TIM.
Octaviani, C. P., E. M. Tania., I. Widiastuti., I. F. Arifin., R. Dwijayanti., R. C.
Alfarisi., S. Komaria. 2015. Pemeriksaan Narkoba Metode ICT. Makalah.
Jurusan Analis Kesehatan. Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan
Bandung. Bandung
Oktari. A dan Silvia. N. D. 2016. Pemeriksaan Golongan Darah Sistem ABO
Metode Slide Dengan Reagen Serum Golongan Darah A, B, O. Vol, 5 no. 2.
Sekolah Tinggi Analis Bakti Asing Bandung.
Pearce, Evelyn. C. (2006); “Anatomi dan Fisiologi Untuk
Paramedis”,PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Pelczar, Michael J dan Chan, E. C. S. 2007. Dasar-Dasar Mikrobiologi Jilid I.
Jakarta: UI Press.
Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan No. 69 tahun 2010. Baku Mutu Dan Kriteria
Kerusakan Lingkungan Hidup. Makassar

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 558/MenKes/Per/VII/2006


tanggal 31 Juli 2006
Pracoyo, N.E. 2006. Penelitian Bakteriologik Air Minum Isi Ulang di Daerah
Jabotabek. Cermin Dunia Kedokteran 152, hal. 37-40.

150
Prescott,L.M. 2002. Prescott-Harley-Klein: Microbiology 5th Edition. USA: The
McGrawth-Hill Companies
Putri. 2010. Cara Membuat Medium. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Raisuli Ramadhan, Eka Fitria, Rosdiana, 2017. Deteksi Mycobacterium
Tuberculosis dengan Pemeriksaan Mikroskopis dan Teknik PCR Pada
Penderita Tuberkulosis Paru di Puskesmas Darul Imarah. Aceh. Volume 4
No. 2 Jurnal Penelitian Kesehatan
Rodiani, T., & Suprijadi. 2013. Analisis Titrimetri dan Gravimetri. Departemen
Pendidikan Nasional : Jakarta.

Rosida. A, 2016. Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Hati. Jurnal Berkala


Kedoteran. Vol. 12 No. 1. Universitas Lambung Mangkurat/RSUD Ulin
Banjarmasin. Kalimantan Selatan
Sacher, Ronald A, Mc. Pherson, Richard A. 2004. Tinjauan Klinis Hasil
Pemeriksaan Laboratorium Edisi II. Jakarta:EGC.
SNI ISO/IEC 19028. 2008. Laminar Air Flow. Online: (http : // www .
biosafetycabinet. co.id/lam inar-air-flow/). Diakses pada tanggal 5 Februari
2020.
Staf Pengajar Departemen Mikrobiologi FKUI, 2009 :Penuntun Praktikum
Mikrobiologi Kedokteran, Pt Medical Multimedia Indonesia.
Suryaatmadja M. 2010, Tiroid : Pemeriksaan Laboratorium, ABC Laboratorium
Amerind Bio-Clinic, Jakarta [online] Available at : http://Tiroid:
Pemeriksaan Laboratorium_AmerindBio-Clinic.htm Tanggal 04 Febuari
2020.
Suryadi. I. B. B, 2015. Toksisitas Protein Produk Ekstraseluler Streptococcus
Agalactiae Isolat NK1 pada Ikan Nila Oreochromis Niloticus. Institut
Pertanian Bogor. Jawa Barat
Sutedjo AY, 2008. Mengenal penyakit melalui hasil pemeriksaan laboratorium.
Yogyakarta: Amera Books
Tarigan dan Edward.2003. Faktor Fisika Dan Kimia Air Sungai Selagan Bengkulu
Utara. Jurnal Natur Indonesia :2 (2)

151
Taufik, M., H. Marpaung., J. Gulton., dan S. L. Raja. 2017. Pemeriksaan
Narkotika Menggunakan Sampel Urine. Jurnal STIKNA (Sains, Teknologi,
Farmasi dan Kesehatan 1(1): 1-10
Vanilla, 2011. Treponema pallidum.:http://primavanilla.blogspot.com/2011/06/
treponema-pallidum-penyebab-penyakit.html Tanggal 04 Febuari 2020.
Velina. V.R., Akmal. Hanif. A. M., Erfrida, 2016. Gambaran Hasil Uji Widal
Berdasarkan Lama Demam pada Pasien Suspek Demam Tifoid. Jurnal
Kesehatan Andalas Vol. 5. Universitas Andalas Padang. Sumatera Barat.
Waluyo, L. 2009. Mikrobiologi Lingkungan. Malang: UMM Press.
Waluyo. 2008. Mikrobiologi Umum. UMM Press. Malang.
Wardhana, Wisnu. 2001. Dampak pencemaran lingkungan. Penerbit Andi.
Yogyakarta

Warono D dan Syamsudin. 2013. Unjuk kerja Spektrofotometer Untuk Analisa


Zat Aktif Ketoprofen. Jurnal Konversi 2(2) : 57-65

Widodo. D, 2015. Demam Tifoid. In: Siti, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit
DalamEdisi 6. Jakarta: Interna Publishing, pp. 549-558.
World Health Organization. Global tuberculosis report 2013. Geneva,2013
(WHO/HTM/TB/2013.11):6-67.
Wulandari D. D. Analisa Kesadahan Total Dan Kadar Klorida Air Di Kecamatan
Tanggulangin Sidoarjo. MTPH Journal. Volume 01 Nomor 01 Tahun
2017.surabaya
Yulia. R. I., Kabul L. P., Kinaish. R., Herrupawan. P. P. W, 2017. Tes Widal.
Poltekkes Kemenkes Semarang. Jawa Timur.
Yuni,2008. Uji Kepekaan Obat Anti Tuberculosis Lini Keduan Menggunakan
BACTEC Mycobacterium Growth Indicator Tube (MGIT). Pusat Biomedis
dan Teknologi Dasar Kesehatan. Jurnal Kefarmasian Indonesia.
Zahra, 2016.Pengambilan Specimen. EGC, Jakarta.

152
Zulfiana amalia, 2017. Profil Hasil Pemeriksaan Mycobacterium Tuberculosis
Menggunakan GENEXPERT Pada Pasien Di Rumah Sakit Umum Kota
Tangerang selatan Periode Juni 2016-Juni 2017. Proposal, Universitas Islam
Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.
l

153
LAMPIRAN
A. Instalasi Pengambilan Spesimen

Pengambilan Sampel Darah Pengantaran Sampel ke berbagai


Vena. instalasi.

Pengambilan sampel air limbah Pelabelan sampel Raitz serum

154
B. Instalasi Media dan Reagensia

Pembuatan media Lowenstein Penyediaan tabung untuk


Jensen pembuatan media LTB

Pembuatan media ECB Penuangan larutan menggunakan


Dispenset

155
C. Instalasi Kimia Kesehatan

Titrasi larutan untuk Ekstraksi sampel untuk


COD pemeriksaan pestisida

Melarutkan sampel Ekstraksi sampel untuk


menggunakan aquadest pemeriksaan siklamat

156
D. Instalasi Mikrobiologi

Pemeriksaan TCM menggunakan Pemeriksaan E.coli pada media


sampel sputum, metode PCR B.Ecoli

Pengimputan data untuk Pewarnaan Ziehl Neelsen pada


pemeriksaan TCM sampel sputum

157
E. Instalasi Imunologi

Pemeriksaan Rheumatoid Factor Pemeriksaan HBSAg metode


ELFA

Hasil pemeriksaan HIV strategi Hasil pemeriksaan Golongan


III darah

158

Anda mungkin juga menyukai