Anda di halaman 1dari 19

Analisis Kloning Terhadap Manusia Ditinjau Dari Teori Hukum Alam,

Positivisme Hukum, Dan Utilitarianisme

Salah satu hasil kemajuan yang dicapai oleh ilmu pengetahuan dan teknologi adalah
kloning, yaitu suatu proses penggandaan makhluk hidup dengan cara mentransfer nukleus
dari sel janin yang sudah berdiferensiasi dari sel dewasa, atau penggandaan makhluk hidup
menjadi lebih banyak, baik dengan memindahkan inti sel tubuh ke dalam indung telur pada
tahap sebelum terjadi pemisahan sel-sel bagian-bagian tubuh. Pencapaian teknologi rekayasa
genetik (bioteknologi) khususnya di bidang kloning tersebut menunjukkan bahwa garis depan
ilmu dari waktu ke waktu selalu berubah, bergerak dan berkembang secara dinamis. Gerakan
dinamis tersebut disebut sebagai kemajuan (progress). Kemajuan yang sangat mengesankan
bahkan bisa dibilang revolusioner di bidang rekayasa genetika di akhir abad 20 tersebut oleh
Walter Isaacson disebut sebagai abad bioteknologi (the century of biotechnology).

Menjadi topik pembicaraan dalam tulisan maupun pertemuan dari dalam maupun luar
negeri untuk membahas kloning, maka berbagai terminologi digunakan seperti sudut moral
dan agama, positivisme, dan utility atau manfaatnya dalam bidang medis dan biologi. Hal ini
mengindikasikan bahwa kloning memiliki dampak yang sangat besar bagi masa depan
peradaban manusia. Keberhasilan yang spektakuler pada binatang, misteri reproduksi
makhluk tanpa melalui perkawinan (aseksual). Mulai menjadi perdebatan sengit ketika Ian
Wilmut, Keith Campbell dan tim di Roslin Institute – Skotlandia berhasil mengkloning
domba dolly pada tahun 1996. Sebelumnya manusia telah berhasil mengkloning kecebong
(1952), ikan (1963), tikus (1986). Keberhasilan kloning dolly menuai kecaman sebagian
besar penduduk dunia baik institusi keagamaan, pemeluk agama, dunia kedokteran, institusi
riset sejenis, hingga pemerintahan tiap negara. Hal ini menyebabkan pengkloningan
dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Sejak keberhasilan kloning domba 1996, kemudian
muncul hasil kloning lain pada monyet (2000), lembu (2001), sapi (2001), kucing (2001),
kuda (2003), anjing, serigala, kerbau dan dikomersialkan pada 2004.1 Keberhasilan kloning
domba dolly yang dilakukan Ian Wilmut dan rekan-rekannya dari Roslin Institute, Edinburg,
Skotlandia pada tahun 1977 merupakan terobosan ilmiah yang penting (Hanafiah dan Amir,
2008). Meskipun hasil kloning domba dolly masih terdapat kelemahan- kelemahan yang pada
1
akhirnya berujung pada kematian domba dolly diusia muda, namun hasil kloning ini memicu
ilmuwan-ilmuwan lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang kloning. Pada tahun
2002 Direktur Ilmu Pengetahuan Clonaid Brigitte Boisselier menyatakan bahwa bayi hasil
kloning telah lahir ke dunia. Bayi hasil kloning terse- but bernama Eve. Eve merupakan bayi
pertama yang lahir dari 10 im- plantasi. Dari 10 implan, lima gagal. Empat bayi kloning
lainnya akan segera dilahirkan. Namun, keberhasilan dalam meng-kloning bayi yang diklaim
oleh perusahaan clonaid, banyak diragukan oleh ilmuwan yang lain (Kompas, 2008).

Kloning manusia diidentifikasi menimbulkan beberapa masalah, baik masalah etika


dan moral, masalah ilmiah, serta masalah sosial (Pratima- ratri, 2008). Berbagai kalangan,
baik pemerintah, kelompok masyarakat,

ilmuwan, maupun agamawan telah memberi pernyataan bahwa kloning pada manusia
adalah tidak etis dan bertentangan dengan harkat martabat manusia (Hanafiah dan Amir,
2008). Dalam forum internasional, klo- ning masih menjadi sesuatu yang diperdebatkan.
Sebagian ilmuwan ber- pendapat bahwa kloning memberikan banyak manfaat, namun
ilmuwan yang lain menyatakan bahwa kloning lebih banyak mendatangkan keru- gian
daripada manfaat.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan reproduksi kloning menimbul- kan kontroversi,


terutama yang berkaitan dengan kloning manusia. Klo- ning manusia diidentifikasi
menimbulkan beberapa masalah, baik masa- lah etika dan moral, masalah ilmiah, serta
masalah sosial. Berdasarkan hal tersebut, rumusan masalah pada makalah ini yaitu bagaimana
etika dan hukum yang berlaku berkaitan dengan reproduksi kloning?. Tujuan dari makalah ini
yaitu untuk mengetahui etika dan hukum yang berlaku berkaitan dengan reproduksi kloning
Tidak menutup kemungkinan akan diikuti dengan tahap berikutnya yakni kloning pada
manusia. Jika hal itu terjadi dalam bentuk yang massif, maka dapat dibayangkan terjadinya
perubahan sosial yang besar karena lahirnya makhluk “baru” yang bisa jadi memiliki
karakteristik lebih baik atau bahkan lebih buruk (Aman, 2007). Kaidah-kaidah etika (prinsip-
prinsip moral) perlu dipergunakan dalam menentukan objek penelitian dan aplikasi
pengetahuan, agar terhindar dari kemunculan dampak negatif dari riset sains dan penerapan
pengetahuan sains di masyarakat, seperti kerusakan lingkungan dan dehumanisasi. Sejauh ini
kasus isu moral terkait sains yang menjadi wacana publik salah satunya adalah kloning
manusia (Suryanti, 2019). Terkait dengan itu, tulisan ini mencoba mengungkap masalah
kloning serta dampaknya bagi sosialitas kehidupan manusia yang serba kompleks dan serba
ingin tahu terhadap hal ihwal keilmuan.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan reproduksi kloning men- imbulkan kontroversi,


terutama yang bersangkutan dengan kloning manusia (Pratimaratri, 2008). Kloning
sebenarnya bukan hal yang baru sama sekali, dunia pertanian dan kedokteran telah lama
mengenal dan mempraktikannya. Dalam bidang kedokteran sudah lazim dilakukan kloning
sel-sel dan jaringan kanker pada hewan percobaan dan pada manusia untuk tujuan penelitian.
Bidang kedokteran molekuler banyak membutuhkan kloning sel dan jaringan manusia untuk
mengetahui seluk beluk penyakit, terutama penyakit genetic. Kloning dalam bioindustri baik
pada tumbuh-tumbuhan maupun pada hewan telah dimanfaatkan untuk kesejahteraan
manusia. Permasalahan muncul apabila kloning in- dividu secara utuh (manusia duplikat,
kembaran identik, manusia foto- kopi) (Hanafiah dan Amir, 2008). Kloning adalah teknik
membuat keturunan dengan kode genetik yang sama dengan induknya pada makhluk hidup
tertentu baik berupa tumbuhan, hewan maupun manusia. Kloning manusia merupakan teknik
membuat keturunan dengan kode genetik yang sama dengan induknya yang berupa manusia
(Kaunee, 2008). Menurut wikipedia (2011), klo- ning merupakan pembuatan manusia dengan
genetik yang identik.

Ada dua jenis kloning yaitu kloning terapeutik dan kloning repro- duksi. Kloning
terapeutik melibatkan sel-sel kloning dari orang dewasa untuk digunakan dalam kedokteran
dan merupakan bidang penelitian ak- tif. Kloning reproduksi akan melibatkan pembuatan
manusia dengan ge- netik yang identik

Keberhasilan kloning domba dolly yang dilakukan Ian Wilmut dan rekan-rekannya
dari Roslin Institute, Edinburg, Skotlandia pada tahun 1977 merupakan terobosan ilmiah
yang penting (Hanafiah dan Amir, 2008). Meskipun hasil kloning domba dolly masih
terdapat kelemahan- kelemahan yang pada akhirnya berujung pada kematian domba dolly
diusia muda, namun hasil kloning ini memicu ilmuwan-ilmuwan lain untuk melakukan
penelitian lebih lanjut tentang kloning. Pada tahun 2002 Direktur Ilmu Pengetahuan Clonaid
Brigitte Boisselier menyatakan bahwa bayi hasil kloning telah lahir ke dunia. Bayi hasil
kloning terse- but bernama Eve. Eve merupakan bayi pertama yang lahir dari 10 im- plantasi.
Dari 10 implan, lima gagal. Empat bayi kloning lainnya akan segera dilahirkan. Namun,
keberhasilan dalam meng-kloning bayi yang diklaim oleh perusahaan clonaid, banyak
diragukan oleh ilmuwan yang lain (Kompas, 2008).
Kloning manusia diidentifikasi menimbulkan beberapa masalah, baik masalah etika dan
moral, masalah ilmiah, serta masalah sosial (Pratima- ratri, 2008). Berbagai kalangan, baik
pemerintah, kelompok masyarakat,

ilmuwan, maupun agamawan telah memberi pernyataan bahwa kloning pada manusia adalah
tidak etis dan bertentangan dengan harkat martabat manusia (Hanafiah dan Amir, 2008).
Dalam forum internasional, klo- ning masih menjadi sesuatu yang diperdebatkan. Sebagian
ilmuwan ber- pendapat bahwa kloning memberikan banyak manfaat, namun ilmuwan yang
lain menyatakan bahwa kloning lebih banyak mendatangkan keru- gian daripada manfaat.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan reproduksi kloning menimbul- kan kontroversi,


terutama yang berkaitan dengan kloning manusia. Klo- ning manusia diidentifikasi
menimbulkan beberapa masalah, baik masa- lah etika dan moral, masalah ilmiah, serta
masalah sosial. Berdasarkan hal tersebut, rumusan masalah pada makalah ini yaitu bagaimana
etika dan hukum yang berlaku berkaitan dengan reproduksi kloning?. Tujuan dari makalah ini
yaitu untuk mengetahui etika dan hukum yang berlaku berkaitan dengan reproduksi kloning.

Kloning dan Etika

Keberhasilan kloning dolly menimbulkan pro dan kontra. Banyak kalangan yang
mempertanyakan etika dari reproduksi kloning. Direktur WHO Hiroshi Nakajima
mengeluarkan pernyataan yang berbunyi:

“WHO consider the use of cloning for the replication of the human individuals to be ethically
unacceptable as it would violate some of the basic principles which govern medically assisted
procreation. These in- clude respect for the dignity of the human being and protection of the
security of human genetic material”.

WHO memberikan dua alasan penting penolakan kloning pada manusia, yaitu karena
bertentangan dengan martabat dan integritas manusia, yang seharusnya memiliki ibu dan
bapak biologis. Kloning pa- da manusia berarti mempermainkan kehidupannya, berdampak
pada aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, dan agama (Hanafiah dan Amir, 2008).
Menurut Annas (2002), kloning akan memiliki dampak buruk bagi kehidupan antara lain: (1)
merusak peradaban manusia; (2) memperla- kukan manusia sebagai objek; (3) jika kloning
dilakukan, manusia seolah seperti barang mekanis yang bisa dicetak semaunya oleh pemiliki
modal. Hal ini akan mereduksi nilai-nilai kemanusiaan yang dimiliki oleh manusia hasil
cloning; (4) kloning akan menimbulkan perasaan dominasi dari suatu kelompok tertentu
terhadap kelompok lain. Kloning biasanya dilakukan pada manusia unggulan yang memiliki
keistimewaan dibidang tertentu. Hal ini akan menimbulkan perasaan dominasi oleh manusia
hasil kloning tersebut sehingga bukan suatu kemustahilan keti- ka manusia hasil kloning
malah menguasai manusia sebenarnya karena keunggulan mereka dalam berbagai bidang.

Embrio adalah sesosok pribadi. Embrio berhak hidup sebagai indivi- du. Embrio semestinya
dihormati. Dengan demikian intervensi manusia yang merusak, melecehkan, atau
mengobjekkan embrio tidak dapat dite- rima. Kloning pada manusia pada hakekatnya
melecehkan manusia sen- diri dan berakibat buruk. Kloning manusia memiskinkan manusia
sebab manusia itu hanya berasal dari satu gen. Ini berbeda dari kepribadian se- seorang yang
dilahirkan dari proses kehamilan biasa. Campuran gen la- ki-laki dan perempuan tidak
ditemukan dalam proses kloning.

Kloning membuktikan bahwa gen manusia begitu terbatas. Kloning berarti melawan secara
fundamental persatuan antara wanita dan laki- laki. Ada bahaya bahwa kloning manusia
dipakai sebagai usaha atau ca- ra untuk mengganti seseorang yang terkenal dalam sejarah
atau meles- tarikan orang-orang dalam sebuah keluarga. Dengan demikian, muncul wajah-
wajah yang sama. Kultus individu akan berlanjut dan manusia akan jatuh ke dalam
kesombongan. Manusia dapat menciptakan homo- culus (Chang, 2009).

Charles Birch dalam Lani (2003) yang menggeluti masalah eugenika menyajikan tiga
keberatan jika eugenika positif termasuk kloning dite- rapkan pada manusia, yaitu: (1)
menurunnya keanekaragaman gen da- lam susunan genetis spesies Homo Sapiens (manusia).
Keanekaragaman genetis merupakan kunci dalam evolusi selama ini dan masa datang; (2)
pengetahuan masyarakat mengenai konsep “super human” masih sangat terbatas. Sampai
sekarang belum ada genotip yang sempurna. Setiap orang termasuk yang jenius sekalipun
memiliki gen yang berkaitan den- gan sifat yang tidak diinginkan; (3) sangat diragukan kalau
pemuliaan selektif untuk memperoleh sejumlah sifat yang diinginkan akan dila- kukan secara
efisien.
Lebih lanjut, menurut Lani (2003), hasil klon yang dimaksudkan akan mewarisi gen unggul
juga dipertanyakan oleh pertimbangan etis. Apakah manusia dengan ciri unggul akan
menikmati kehidupan sejati, mengingat pengalaman hidup yang kaya dan bermakna
diperoleh bila

manusia dengan kualitas dan kelemahan dirinya berinteraksi dan ber- korelasi dengan
masyarakat dan lingkungannya?

Didalam buku Kode Etik Kedokteran Indonesia terdapat penjelasan khusus untuk beberapa
pasal dari revisi Kodeki hasil Mukernas Etik Ke- dokteran III, April 2002, dijelaskan tentang
kloning, sebagai adopsi dari hasil keputusan Muktamar XXIII IDI tahun 1997, tentang
kloning yang pada hakekatnya: menolak dilakukan kloning pada manusia, bakteri, dan
seterusnya. Menghimbau para ilmuwan khususnya kedokteran, agar tidak mempromosikan
kloning pada kaitan dengan reproduksi manusia. Mendorong ilmuwan untuk tetap
memanfaatkan bio-reproduksi kloning pada: (1) Sel atau jaringan dalam upaya meningkatkan
derajat kesehatan melalui antara lain pembuatan zat atau antigen monoclonal yang dapat
digunakan dalam banyak bidang kedokteran baik aspek diagnostic mau- pun aspek
pengobatan; (2) pada sel atau jaringan hewan dalam upaya penelitian kemungkinan
melakukan konasi organ, serta penelitian lebih lanjut kemungkinan diaplikasikannya kloning
organ manusia untuk diri- nya sendiri (Moeloek, 2005).

Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) pada tahun 2002 telah menyatakan
pandangannya tentang reproduksi kloning untuk kesejah- teraan umat manusia dengan
dinyatakannya reproduksi kloning dapat dimanfaatkan untuk proses pemuliaan dan
perbanyakan hewan guna pe- ningkatan gizi masyarakat, serta sebagai wahana baru untuk
produksi vaksin dan obat. Kloning pada manusia (reproductive cloning) secara etis tidak
dapat diterima sedangkan rekayasa jaringan (therapeutic clo- ning) dianggap etis dan perlu
mendapat perhatian lebih lanjut (Hanafiah dan Amir, 2008)

Pada Kongres Obstetri dan Ginekologi Indonesia (KOGI) di Yogya- karta (2003) Dalam
Hanafiah dan Amir (2008) telah diambil kesimpulan sebagai berikut: (1) kloning pada
manusia menimbulkan kesulitan antara lain masalah surplus zigot, mengurangi keunikan
genetis, menghasilkan individu dengan orang tua biologis tunggal, dan mengaburkan nama
keluarga dan silsilah, pewarisan dan perwalian; (2) pada tahap sekarang ini kloning dan
reproduksi tidak dibenarkan, namun penelitian kloning terapeutik perlu dilanjutkan dan
dilindungi; (3) diperlukan pemantauan dan penilaian secara berkala dalam perkembangan
kloning serta dam- paknya terhadap aspek-aspek etik, hukum dan sosial termasuk aspek
ekonomi, agama dan psikologis.

Kloning dan Hukum

Maraknya penelitian-penelitian tentang kloning yang melibatkan manusia sebagai subjeknya


tak lepas dari bidang hukum. Hartiko dalam Lani (2003), mempertanyakan landasan yuridis
jika kloning manusia di- perkenankan. Ia mencemaskan jika penggandaan manusia secara
masal yang semula diharapkan dapat meningkatkan kualitas manusia justru mengubah
perilaku suatu bangsa menjadi tidak terkendali. Royalti yang sangat mungkin dituntut oleh
individu pemilik gen yang akan diklon ju- ga memerlukan landasan hukum yang kuat.

Dibeberapa Negara reproduksi kloning menjadi perdebatan di kalan- gan eksekutif maupun
legislatif. Di Amerika Serikat, Bush yang saat itu masih menjadi presiden mengeluarkan
pernyataan bahwa “all human cloning is wrong”. Berdasarkan pernyataan tersebut, secara
konstitusi Amerika Serikat menolak reproduksi kloning. Lebih lanjut, presiden Bush
menyatakan bahwa reproduksi kloning dan penelitian tentang klo- ning harus dilarang.

US House of Representative mengeluarkan dua pernyataan yaitu (1) human cloning


prohibition act, reproduksi kloning yang bertujuan untuk meng-kloning manusia merupakan
tindakan kriminal. Barang siapa yang menggunakan reproduksi kloning untuk melakukan
klonisasi terhadap manusia akan dikenai denda $ 1 juta atau dipenjara maksimal 10 tahun;

(2) permit research cloning, memperbolehkan penelitian reproduksi kloning yang bertujuan
untuk pengobatan (Annas, 2002). Menurut Jae-

nisch (2004), terapeutik kloning adalah dibenarkan. Terapeutik kloning bertujuan untuk
pengobatan penyakit.

Salah satu negara Asia yang menerapkan hukum positif tentang re- produksi kloning yaitu
Korea Selatan. Parlemen Korea Selatan me- netapkan peraturan berkaitan dengan kloning
manusia. Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa “barang siapa yang melakukan kloning
dian- cam hukuman maksimal tiga tahun penjara”. Kementerian kesehatan Korea Selatan
menyatakan bahwa kloning yang menyilangkan dua spe- sies berbeda (cross-species cloning),
di mana DNA sel somatik manusia diintegrasikan pada telur binatang atau perilaku
semacamnya, akan diancam hukuman penjara hingga maksimal tiga tahun. Hukum ini ber-
tujuan untuk meninggikan bio-ethic (Candrataruna, 2008).

Dalam Deklarasi Persatuan Bangsa-Bangsa tentang kloning pada manusia (United Nations
Declaration on Human Cloning, 2005) dinya- takan bahwa negara anggota harus mencegah
segala bentuk kloning pa- da manusia yang tidak sesuai dengan harkat martabat manusia dan
harus melindungi makhluk insani (Hanafiah dan Amir, 2008).

Kecemasan masyarakat di negara dunia ketiga berbeda dengan yang dialami masyarakat
negara maju dalam menyikapi soal kloning. Dengan keterbatasan informasi dan pengetahuan,
mereka harus bergelut dengan kecemasan yang sewaktu-waktu bisa berubah dari mimpi
buruk menjadi kenyataan. Setelah lama memberi akomodasi bagi berbagai uji coba per-
tanian guna kepentingan negara maju, bukan tidak mungkin negara du- nia ketiga cepat atau
lambat harus kembali menjadi ajang uji coba re- kayasa genetis.

Alih bioreproduksi modern dari negara maju ke negara dunia ketiga tidak dapat dilakukan
secara menggebu-gebu hanya demi pemenuhan kepentingan politis dan ekonomis
pemerintah. Meski selalu berada pada posisi kurang menguntungkan, negara dunia ketiga
seharusnya berusaha melindungi dirinya sendiri jika tidak ingin negara dan lingkungannya
makin diinjak-injak. Pemerintah negara dunia ketiga seharusnya cepat

mengantisipasi gejala ini dengan membuat peraturan yang konsisten mengatur penelitian
tentang hasil rekayasa dan kloning (Lani, 2003).

Di Indonesia belum terdapat hukum positif yang khusus mengatur tentang reproduksi
kloning. Namun, dalam Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada
Pasal 70 Ayat (1), disebutkan “penggunaan sel punca hanya dapat dilakukan untuk tujuan
penyem- buhan penyakit dan pemulihan kesehatan, serta dilarang digunakan un- tuk tujuan
reproduksi”. Dalam penjelasan UU RI No. 36 Tahun 2009, yang dimaksud sel punca yaitu sel
dalam tubuh manusia dengan kema- mpuan istimewa yakni mampu memperbaharui atau
meregenerasi dirin- ya dan mampu berdiferensiasi menjadi sel lain yang lebih spesifik.
Beberapa ilmuwan sangat menyayangkan tidak adanya hukum posi- tif tentang reproduksi
kloning. Prof Dr K Bertens dan Prof Dr Sangkot Marzuki dalam Kompas (2002),
mengemukakan bahwa “Hingga kini belum ada hukum positif di Indonesia terlebih lagi
dalam bentuk un- dang-undang (UU) yang mengatur mengenai kloning manusia. Padahal,
produk kloning dalam bentuk paling sederhana, yaitu sel tunas (stemcell) sudah mulai
dipasarkan di dunia dan tidak tertutup kemungki- nan masuk ke Indonesia”.

Sebuah peneltian yang dilakukan oleh Pratimaratri (2008), menyata- kan bahwa Kloning
reproduksi manusia merupakan suatu permasalahan sosial yang perlu ditanggulangi oleh
hukum pidana. Formulasi ‘tindak pidana’ kloning manusia dalam perundang-undangan
pidana Indonesia terbatas pada reproduksi kloning pada manusia (reproductive cloning of
human beings). Kriminalisasi reproduksi kloning pada manusia terutama untuk melindungi
kepentingan hukum klon, donor dan sumber sel soma- tik, wanita sebagai donor ovum
maupun surrogate mother’.

Kloning merupakan hal yang mengkhawatirkan, mengingat belum adanya undang-undang


internasional tentang kloning, sementara hukum seringkali berjalan lebih lambat dari
perkembangan ilmu pengetahuan dan hasil temuannya (Lani, 2003).

Tinjauan Filsafat Moral

Hakikat dasar manusia bila kita lihat pada beberapa ayat Al-qur’an, hadits, keterangan para
ulama ataupun para mufassir, mayoritas menguatkan pendapat yang menyatakan adanya
dasar yang telah dibawa manusia sejak lahir. Eksistensi dasar ini akan terus mengalami
perkembangan hingga dewasa. Sehingga, jika ada orang yang berbuat keburukan, bisa
dikatakan ia telah melenceng dari dasarnya. Hal ini terjadi karena berbagai sebab, yang di
antaranya bisa dijumpai di berbagai ayat Al-qur’an. Lantas Al-qur’an memberikan solusi cara
menyelamatkan dan mengembangkan dasar eksistensi tersebut, agar manusia menjadi
manusia yang seutuhnya.

Selain potensi beragama, manusia juga memiliki potensi-potensi lain yang sangat beragam
dan berbeda-beda tingkatannya. Ia juga mempengaruhi perkembangan fisik, psikis, dan fitrah
keagamaannya. Jika dilihat dari struktur penciptaannnya, manusia terdiri dari dua unsur;
jasmani atau raga dan rohani atau jiwa. Masing-masing memiliki potensi atau daya. Jasmani
mempunyai daya fisik seperti mendengar, melihat, merasa, meraba, mencium, dan daya
gerak. Sedangkan rohani yang dalam Al-qur’an disebut sebagai al-nafs memiliki dua daya,
yakni daya pikir yang disebut dengan akal yang berpusat di kepala, dan daya rasa yang
berpusat di kalbu atau hati (Harun, 1959).

Potensi juga bisa ditemui pada hewan, yang berupa naluri. Ketika lahir, secara otomatis anak
hewan langsung memiliki kemampuan untuk menyusui, berlindung pada induknya, dan untuk
makan. Faktanya, naluri yang dimiliki hewan lebih kuat dari yang dimiliki manusia.
Sebaliknya, pada sisi yang lain, apa yang dimiliki manusia tidak dimiliki oleh hewan. Karena
pada hakikatnya manusia dan hewan adalah makhluk Tuhan yang berbeda dan tidak dapat
dipadukan seperti halnya dengan kloning yang memadukan unsur (sel) hewan ke dalam sel
manusia. Hal ini bisa dilihat dari sumber material penciptaannya, keduanya berasal dari
sesuatu yang berbeda. Hewan diciptakan dari air, sedangkan awal mula manusia diciptakan
dari unsur tanah.

Merujuk pada Al-qur’an, unsur tanah bisa dimaknai sebagai sari pati tanah liat (Sulaalah Min
Thin), atau tanah liat yang pekat (Thin Laazib), atau mungkin juga tanah gemuk atau shoil
(Turab), atau seperti tembikar (Sholshol kal Fakhkhor), dan dijelaskan pula pada ayat yang
lain sebagai lumpur yang dicetak (Sholshol Min Hamain Masnun). Kemudian, dari bahan-
bahan inilah manusia dipola untuk dijadikan sebagai makhluk terbaik dan dipersiapkan untuk
menjadi khalifah di bumi yang bertanggung jawab untuk mengatur, memakmurkan bumi ini
dan memaslahatkannya dengan dibekali pengetahuan sebagai penunjang untuk melaksanakan
tugas-tugas kemanusiaan di bumi. Namun demikian, potensi yang dimiliki setiap manusia itu
tak sepenuhnya berkembang secara optimal. Para ahli psikologi telah memperkirakan bahwa
manusia hanya menggunakan sepuluh persen dari kemampuan yang dimilikinya sejak lahir
(Maulana, 2003).

Oleh karena itu tugas utama orang tua dan para pelaku pendidikan adalah jembatan untuk
mengembangkan segala potensi yang dimiliki setiap anak agar mampu berkembang secara
optimal melalui sebuah proses pembelajaran yang efektif.

Dapat diketahui bahwa pendidikan merupakan salah satu sarana yang dapat menumbuh
kembangkan potensi-potensi yang ada pada diri manusia sesuai dengan dasar penciptaannya,
sehingga mampu berperan dan dapat diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan. Abu
Ahmadi mengemukakan bahwa tujuan dari pendidikan adalah menyempurnakan perilaku dan
membina kebiasaan sehingga siswa terampil menjawab tantangan situasi hidup secara
manusiawi.
Pada dasarnya, setiap manusia yang dilahirkan di dunia ini, akan mampu berkembang menuju
pada keadaan yang lebih baik, tanpa memandang lingkungan individu maupun sosialnya.
Karena pada hakikatnya, setiap manusia bercita-cita untuk mencapai kesempurnaan diri
sesuai dengan sifat kelembutan dan kecerdasan intelektualnya. Intelektual dan jiwa manusia
memungkinkan tercapainya sebuah kekuatan, dan kecepatan gerak menuju kesempurnaan.
Akan tetapi, perkembangan fisik pada manusia terkadang berjalan diluar kehendaknya,
sedangkan perkembangan spiritualnya berkembang dengan disengaja atau justru dengan
kesadaran penuhnya. Sementara itu, manusia yang ingin berkembang juga harus mengatur
dimensi-dimensi dirinya dengan cara-cara yang memungkinkan untuk memenuhi seluruh
tuntutan kebuTuhan material maupun spiritualnya. Kesempurnaan manusia tidak tergantung
pada masalah fisik saja, tetapi kesempurnaan sejati manusia ada pada kebebasan dirinya dari
hawa nafsu dan ketergantungan pada kelezatan duniawi, dan

pada pencapaian sisi kemanusiaan dengan memperbaiki sensitivitasnya.

Manusia dengan bentuk ciptaannya memiliki format khusus dan memiliki pengetahuan-
pengetahuan serta kecenderungan-kecenderungan khusus yang muncul dari dalam wujudnya,
bukan dari luar fisik. Kecenderungan yang berada dalam diri manusia itu sebagian
berhubungan dengan bersifat hewani, dan sebagian lagi bersifat manusiawi. dasar Ilahi
manusia hanya bertalian pada kecenderungan manusiawi, dan tidak berhubungan sama sekali
dengan insting kebinatangan mereka, seperti insting seksualitas. Kecenderungan-
kecenderungan inilah yang menjadi faktor pembeda dan sekaligus menjadi kelebihan manusia
dari binatang.

Kecenderungan ini adalah milik spesies manusia. Artinya, kecenderungan itu tidak terbatas
pada segelintir orang saja atau khusus dimiliki kelompok masyarakat dalam masa tertentu,
melainkan kecenderungan itu dimiliki oleh semua manusia di setiap waktu dan tempat, serta
dalam kondisi bagaimanapun. Kecenderungan ini bersifat potensial. Dengan kata lain, ia
dimiliki oleh setiap manusia, akan tetapi, tumbuh dan berkembangnya bergantung pada upaya
dan usaha masing-masing individu. Jika manusia mampu memelihara dan memupuk
kecenderungan ini, maka akan menjadi makhluk terbaik, dan akan sampai pada
kesempurnaannya. Tetapi sebaliknya, jika kecenderungan itu mati, secara otomatis
kecenderungan hewani akan muncul menguasai diri menguat dan unggul. Manusia semacam
ini akan lebih rendah dari setiap binatang.
Kemajuan telah dicapai oleh manusia dewasa ini. hal ini dikarenakan kemampuan manusia
dalam mengembangkan berbagai ilmu, yang meliputi ilmu-ilmu sosial, budaya, maupun ilmu
pengetahuan alam (Fitri, 2015).

Immanuel Kant sebagai tokoh kelompok nonnaturalisme mengemukakan prinsip autonomy


dan heteronomy dalam menentukan moralitas. Autonomy merupakan wujud otonomi
kehendak (the autonomy of the will). Seseorang melakukan perilaku moral berdasarkan
kehendak (the will) yang telah menjadi ketetapan bagi dirinya untuk melakukan perilaku
moral dan tidak ditentukan oleh kepentingan atau kecenderungan lain. Sedangkan
heteronomy atau disebut juga prinsip heteronomi kehendak (the heteronomy of will)
menyatakan bahwa seseorang berperilaku moral karena pengaruhi dari berbagai hal di luar
kehendak manusia. Pada prinsip ini, kehendak (the will) tidak serta merta menjadikan dirinya
sebagai sebuah ketetapan (the law), tetapi sebuah ketetapan (the law) diberikan oleh objek
tertentu melalui kaitannya dengan kehendak (the will).

Perilaku moral yang ideal dalam kacamata Immanuel Kant adalah perilaku moral yang lahir
dan muncul dari desakan kehendak diri manusia sebagai makhluk yang berakal dan berbudi,
sehingga setiap perilaku moral yang dilakukannya benar-benar lahir dari dirinya sendiri
bukan dari luar dirinya. Menurutnya, suatu hal yang baik atau buruk sudah ditentukan,
sehingga kebaikan merupakan suatu prinsip yang bersifat transendental tanpa meliputi tujuan.

Kebajikan merupakan suatu yang diluar situasi kemanusiaan dan tidak berhubungan dengan
tujuan perealisasian tujuan-tujuan atau perealisasian dari tuntutan manusiawi sebagaimana
hal diatas, melainkan suatu hal yang inhern (tidak dapat dipisahkan) pada manusia. Kant
memberikan istilah suatu bentuk moral yang inhern tersebut dengan istilah Imperatif
Categoris (Tirus, 1984).

Bila ditinjau dari sudut etika, penerapan kloning dapat dilihat dari dua sudut berbeda, yaitu
deontologi dan teleologi. Pada paham deontologi, penilaian etis tidaknya suatu perbuatan
lebih ditekankan pada perbuatan itu sendiri. Tokoh utama paham ini adalah Immanuel Kant
yang terkenal dengan teori categorical imperative. Menurutnya, perbuatan yang secara
universal dinyatakan terlarang, maka apapun alasannya tidak boleh dilakukan. Sebaliknya,
paham teleologi lebih menilai pada tujuan atau akibat yang dituju pada perbuaatan itu. Kalau
tujuannya berupa suatu kebaikan seperti halnya cloning untuk terapi, maka perbuataan itu
diperbolehkan untuk dilaksanakan, sering juga penganut paham itu disebut sebagai
konsekuensialis. Yang jelas, kedua paham besar etika ini menghendaki bahwa apapun yang
dilakukan adalah demi kebaikan dan untuk kesejahteraan manusia.

Dari sudut pandang sosiologis, kloning manusia dikhawatirkan akan mengancam pranata
sosial yang telah dibangun oleh umat manusia sejak keberadaannya dimuka bumi. Kloning
secara tidak langsung dapat berimbas negatif terhadap pranata sosial dan interaksi sosial yang
selama ini diyakini sebagai basis kerukunan dan kedamaian antar sesama manusia.

Sementara dari sudut pandang ekonomi, kloning dapat juga memudarkan etika bisnis yang
berwajah humanis, dengan memperjual belikan sesuatu yang tidak seharusnya di perjual
belikan, yang berdampak pada rendahnya harkat martabat dan manusia itu sendiri. Saat ini,
kegiatan bisnis penelitian yang yang terkait dengan kloning semakin gencar dilakukan seperti
pembuatan domba Dolly. Bila proyek ini berhasil tidak dapat dihindarkan terjadinya transaksi
bisnis manusia kloning. Perdagangan kloning manusia seperti ini, tentu saja telah meletakkan
martabat manusia setara dengan hewan dan tumbuhan. Dari sudut gender, kloning juga
mendatangkan efek negatif bagi posisi perempuan. Dari sudut pandang gender, penerapan
kloning manusia tetap saja mendeskriditkan harkat dan martabat manusia. Terakhir dari sudut
agama, penerapan kloning tidak disinggung secara eksplisit dan spesifik.

Hal ini mengindikasikan bahwa betapa kloning memiliki dampak yang sangat besar bagi
masa depan peradaban manusia. Keberhasilan yang spektakuler pada binatang kemudian
diikuti dengan tahap berikutnya yakni kloning pada manusia. Jika hal itu terjadi dalam bentuk
yang massif, maka akan memicu terjadinya.

perubahan sosial yang besar karena lahirnya makhluk “baru” yang bisa jadi memiliki
karakteristik lebih baik atau bahkan lebih buruk.

Apalagi, efek berikutnya dari perkembangan ini yaitu penggunaan dan pemanfaatannya akan
selalu didasarkan pada ideologi tertentu. Bagi kaum Muslim sendiri, meskipun eksperimen
ilmiah dan sains itu bersifat universal, dalam aspek penggunaannya harus terlebih dulu
disesuaikan dengan pandangan hidup kaum Muslim. Kloning setidaknya memberikan dua
persoalan besar pada kita terkait dengan historisitas dan normativitas. Persoalan yang pertama
adalah terkait dengan kontroversi adanya "intervensi penciptaan" yang dilakukan manusia
terhadap "tugas penciptaan" yang semestinya dilakukan oleh Allah SWT. Dan persoalan yang
kedua adalah bagaimana posisi syariat menghadapi kontroversi pengkloningan ini. Apakah
syariat mengharamkan atau justru sebaliknya menghalalkan.
Adanya peraturan dan hukum alam ini tentu saja mengharuskan adanya Sang Pengatur dan
Pencipta. Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya Kami ciptakan segala sesuatu menurut
ukuran" (Q.S. Al-Qamar: 49) dan dalam ayat lain, "...dan Dia telah menciptakan segala
sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya" (Q.S. Al-Furqaan: 2).
Dua ayat di atas memiliki pemahaman bahwa Allah SWT telah menciptakan segala sesuatu
dengan memperhitungkan ukuran dan kesesuaian, serta telah mempersiapkannya dengan
kondisi-kondisi yang cocok.

Penciptaan alam semesta sesungguhnya telah terlaksana dengan pertimbangan yang sangat
bijaksana, bukan tanpa pertimbangan. Penciptaan alam semesta ini merupakan "penciptaan
sesuatu dari ketiadaan (creatio ex nihillo) menjadi ada" bukan mengadakan sesuatu dari apa
yang sudah ada. Dengan logika ini, kloning terhadap manusia bukanlah suatu penciptaan,
melainkan merupakan "pembuktian" dari keagungan dan kekuasaan Allah SWT. Atau dengan
kalimat lain, kloning hanyalah penemuan (invention) kecil dari sejumlah hukum alam dan
rahasia alam yang tidak ada unsur penciptaan di dalamnya. Alasannya, penemuan ini bukan
"mengadakan" sesuatu dari yang tidak ada, melainkan hanya menyingkap apa yang sudah
ada.

Semakin pesat dan majunya sains dengan banyak ditemukan rahasia dan hukum alam oleh
para ilmuwan, sejatinya semakin bertambahlah tanda-tanda kebesaran Sang Pencipta (al-
Khaliq), kesempurnaan kekuasaan-Nya, dan kerapian hikmah-Nya, serta semakin takjub dan
tunduklah manusia. Bukan malah bersikap arogan ingin menyamai atau bahkan melampaui
kekuasaan Allah SWT.

Kesan munculnya "intervensi penciptaan" yang dilakukan manusia sebenarnya dapat


terbantahkan dengan sendirinya. Sebab bagaimanapun, dalam fakta kloning manusia,
ilmuwan (masih dan akan terus) membutuhkan sesuatu yang telah ada (rahim manusia) untuk
pengkloningan itu. Tanpa adanya pemanfaatan rahim, pengkloningan tidak akan berjalan.
Juga dipahami bahwa dengan penemuan kloning ini kita dapat mengatakan bahwa sel tubuh
manusia memiliki potensi menghasilkan keturunan jika inti sel tubuh tersebut ditanamkan
pada sel telur perempuan yang telah dihilangkan inti selnya.

Manusia secara alamiah cenderung kepada kebaikan dan kesucian. Akan tetapi, lingkungan
sosial, terutama orangtua, bisa memiliki pengaruh merusak terhadap diri, akal, dan fitrah
anak. Fitrah sebagai sifat bawaan tetapi bisa rusak. Pemikir Islam kontemporer, Ismail Raji
al-Faruqi, memandang bahwa kecintaan kepada semua yang baik dan bernilai merupakan
kehendak keTuhanan sebagai sesuatu yang Allah SWT tanamkan kepada manusia.
Pengetahuan dan kepaTuhan bawaan kepada Allah SWT bersifat alamiah, sementara
kedurhakaan tidak bersifat alamiah (Nashori, 2003).

QS. Al-Rum: 30 itu merupakan pernyataan dan tidak menggariskan sesuatu aturan atau
hukum apa pun. Dengan demikian, manusia telah diciptakan sedemikian rupa sehingga
agama menjadi bagian dari fitrahnya, dan bahwa ciptaan Ilahi tidak bisa diubah. Kata tidak
(laa) pada ayat tersebut berarti bahwa seseorang tidak dapat menghindar dari esensi dasar
manusia itu sendiri.

Ayat-ayat dan hadits-hadits tentang fitrah manusia, keseluruhan menunjukkan tentang esensi
dan eksistensi manusia diciptakan, yaitu sebagai abdi dan khalifah Allah SWT. Jasmani
manusia dilengkapi dengan akalnya, agar berpikir untuk berbuat dan bertindak semata-mata
sebagai abdi dan khalifah Allah di muka bumi ini. Ketika tindakan dan perbuatan manusia itu
menyimpang dari eksistensinya sebagai abdi dan khalifah Allah, ia tetaplah manusia tapi
menyimpang dari esensi dan eksistensinya. Kemudian membagi daya jiwa (ruh) menjadi 3
bagian yang masing-masing bagian saling mengikuti, yaitu: (Ibnu, 1952).

1. Jiwa (ruh) tumbuh-tumbuhan, mencakup daya-daya yang ada pada manusia, hewan dan
tumbuh-tumbuhan. Jiwa ini kesempurnaan awal bagi tubuh yang bersifat alamiah dan
mekanistik, baik dari aspek melahirkan, tumbuh, dan makan.

2. Jiwa (ruh) hewan, mencakup semua daya yang ada pada manusia dan hewan. Ia
mendefinisikan ruh ini sebagai sebuah kesempurnaan awal bagi tubuh alamiah yang bersifat
mekanistik dari satu sisi, serta menangkap berbagai parsialitas dan bergerak karena
keinginan.

3. Jiwa (ruh) rasional, mencakup daya-daya khusus pada manusia. Jiwa ini melaksanakan
fungsi yang dinisbatkan pada akal. Ibnu Sina mendefinisikannya sebagai kesempurnaan awal
bagi tubuh alamiah yang bersifat mekanistik, di mana pada satu sisi ia melakukan berbagai
perilaku eksistensial berdasarkan ikhtiar pikiran dan kesimpulan ide, namun pada sisi lain ia
mempersepsikan semua persoalan yang bersifat universal.

Ruh terbagi menjadi dua; pertama disebut ruh hewani, yakni jauhar yang halus yang terdapat
pada rongga hati jasmani dan merupakan sumber kehidupan, perasaan, gerak, dan penglihatan
yang dihubungkan dengan anggota tubuh seperti menghubungkan cahaya yang menerangi
sebuah ruangan. Kedua, berarti nafs natiqah, yakni memungkinkan manusia mengetahui
segala hakekat yang ada. Dapat disimpulkan bahwa hubungan ruh dengan jasad merupakan
hubungan yang saling mempengaruhi. Sedangkan kloning dengan sel hewan kedalam sel
manusia atau kloning sel manusia kedalam sel hewan jelas akan menimbulkan perbedaan
hubungan ruh dan jasad (Syarifah, 2013).

Dalam kehidupan yang terus berkembang, persoalan teknis atau prasarana sehebat apapun
prasarana tersebut itu sementara sifatnya. Perkara yang jauh lebih penting dan mendasar
adalah: bagaimana menyiapkan pribadi dengan kedalaman moral yang cukup. Pendidikan
moral mampu menyelematkan masa depan karena moral melekat dan inhern dalam perilaku
keseharian (Sulhatul, 2018).

Setiap manusia memiliki hak asasi manusia (HAM) yang merupakan seperangkat hak yang
melekat pada hakikat dan keberadaan makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum,
pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat
manusia.” tidak seharusnya disetarakan dengan hewan ataupun tumbuhan melalui kloning.
Pengaturan HAM dalam hukum bermaksud agar hak-hak manusia itu dapat dirumuskan
dengan cara yang paling tepat (Sudjana, 2015).

- Keuntungan kloning manusia

Ilmu pengetahuan terus berkembang. Setelah sukses mengkloning seekor domba secara
sempurna, muncul ide untuk melakukan kloning pada manusia. Hal ini menimbulkan pro dan
kontra di publik internasional. Mereka yang pro menganggap bahwa kloning manusia perlu
dilakukan untuk menjaga kontinuitas dan eksistensinya. Sementara mereka yang kontra
beranggapan bahwa kloning pada manusia sehingga menghasilkan individu baru sudah
melampaui kekuasaan Tuhan sebagai pencipta.

Terlepas dari pro dan kontra yang muncul berkenaan dengan kloning manusia, ada
keuntungan yang bisa diraih dari kloning manusia ini. Apa saja?

 Memperbaiki kerusakan gen dan organ tubuh

Saat ini dunia medis mengalami perkembangan teknologi yang semakin canggih. Hal ini
memungkinkan untuk dilakukannya operasi bedah guna memperbaiki bahkan mengganti
organ tubuh yang mengalami kerusakan fungsi melalui prosedur transplantasi. Hingga saat ini
telah banyak tindakan medis transplantasi organ yang dilakukan, seperti ginjal, hati, kornea
mata, bahkan jantung.

Untuk memperbaiki atau mengganti organ tubuh yang mengalami kerusakan tentu saja harus
didukung dengan ketersediaan organ penggantinya. Selama ini, penggantian organ tubuh ini
tergantung dari ada tidaknya orang yang bersedia mendonorkan organ tubuhnya. Sayangnya,
tak banyak yang bersedia menjadi donor organ tubuh. Atas kendala tersebut, kloning manusia
bisa menjadi salah satu solusi untuk transplantasi organ tubuh yang mengalami kerusakan
atau gagal fungsi.

Tak hanya itu, kloning manusia juga dapat digunakan untuk memperbaiki atau menumbuhkan
sel-sel baru guna menggantikan sel-sel yang telah rusak atau hilang. Artinya, kloning pada
manusia memungkinkan untuk mengobati penyakit dan kelainan genetik.

 Mengobati infertilitas

Setiap pasangan tentu memimpikan hadirnya buah hati yang meramaikan suasana dan
mengisi hari-hari mereka. Namun sayangnya, tak semua pasangan mampu mewujudkan
impian tersebut karena mengalami infertilitas, baik pada salah satu pihak maupun kedua-
duanya. Kloning manusia dapat menjadi solusi bagi pasangan yang mengalami infertilitas
untuk memperoleh keturunan.

Sebagai ‘obat’ infertilitas, kloning manusia dilakukan dengan menggunakan sel somatik
dewasa yang ditanamkan ke dalam embrio, sehingga dapat menciptakan kehidupan baru.
Dengan begitu, pasangan yang mengalami infertilitas dapat berkesempatan untuk memiliki
anak secara biologis, meski sistem reproduksi yang dimiliki bermasalah dan tidak
mendukung kesuburan. Teknologi kloning ini memungkinkan setiap orang untuk menjadi
orang tua, bahkan jika mereka pasif secara seksual.

 Memperpanjang usia

Di beberapa negara maju, kemampuan hidup manusia rata-rata mencapai usia maksimal 85
tahun. Di Amerika Serikat, rata-rata kemampuan hidup baik laki-laki maupun perempuan
adalah lebih dari 70 tahun. Sementara di Sierra Leone, rata-rata kemampuan hidup lebih
pendek yakni sekitar 49 tahun saja.

Salah satu keuntungan dari teknologi kloning adalah dapat memperpanjang usia manusia.
Artinya, manusia memiliki kesempatan untuk bertahan hidup lebih lama sehingga banyak hal
yang bisa dilakukan demi tercapainya kualitas hidup yang lebih baik. Kloning yang mampu
memperbaiki dan mengganti sel-sel rusak bahkan menumbuhkan sel-sel baru tentu akan
berpengaruh pada regenerasi sel, sehingga kemampuan hidup manusia akan bertahan lebih
lama.

 Mempercepat pemulihan cedera traumatis

Kehidupan ini tak lepas dari pepatah untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Ada
keberuntungan, ada pula kemalangan. Selalu saja ada peristiwa mengerikan yang dialami
oleh setiap orang, baik kekerasan, kecelakaan lalu lintas, kerja, atau saat berolahraga. Bagi
mereka yang mengalaminya tentu tak hanya menimbulkan trauma secara psikologis, tetapi
juga fisik. Baik trauma fisik maupun psikis membutuhkan waktu yang cukup lama dalam
pemulihannya. Selain itu, bisa jadi trauma tersebut tetap meninggalkan luka, dalam arti sulit
untuk kembali ke keadaan semula. Cedera traumatis yang dialami kemungkinan membekas
secara permanen dalam diri individu yang mengalaminya.

Tujuan kloning manusia salah satunya adalah untuk membantu mempercepat pemulihan
cedera traumatis. Kloning dilakukan pada sel individu yang mengalami cedera sehingga dapat
mempersingkat waktu pemulihan. Tak hanya itu, dengan kloning penyembuhan sempurna
bisa saja terjadi. Artinya, individu yang mengalami cedera traumatis dapat kembali ke
keadaan semula baik secara fisik maupun psikis.

 Modifikasi genetik

Genetik orang tua udah pasti akan menurun kepada anaknya baik gen-gen pembentuk sifat
baik maupun yang buruk. Setiap calon orang tua tentu hanya bisa berharap anaknya mewarisi
gen-gen yang baik dari orang tuanya. Tak ada orang tua yang ingin anaknya lahir dalam
kondisi memiliki cacat bawaan. Semua orang tua pasti ingin anaknya lahir dalam kondisi
normal baik secara fisik maupun mental dan juga sehat. Sayang faktanya cukup banyak anak
yang lahir dalam kondisi cacat fisik maupun mental.

Teknologi kloning memungkinkan dilakukannya modifikasi genetik. Keuntungannya mampu


meminimalisir bahkan mencegah cacat lahir. Dengan kloning, calon orang tua dapat memilih
sifat-sifat tertentu untuk anak-anak yang akan dilahirkan. Mulai dari jenis kelamin, warna
mata, bahkan karakteristik lainnya dapat dipilih sesuai keinginan calon orang tua. Dengan
demikian, anak-anak yang dilahirkan memiliki gen terbaik sehingga mampu meningkatkan
kualitas hidup di masa mendatang

Anda mungkin juga menyukai