Anda di halaman 1dari 2

Box: Kopi dan

Tanaman kopi sudah lama dikenal oleh warga desa Pattaneteang. Beberapa dari mereka sudah
menanam kopi sejak lama. Namun, baru pada awal tahun 2000an penanaman kopi secara massif terjadi.
Saat ini tanaman kopi tersebar di perkebunan sekitar pemukiman dan di area kawasan hutan desa
pemanfaatan. Jenis kopi yang ditanam adalah sebagian besar kopi arabika, meski ada juga yang
menanam kopi robusta.

Setidaknya ada 67643 tegakan atau pohon yang dimiliki 352 KK54.74% dari 643 KK di Pattaneteang. Itu
berarti lebih dari separuh jumlah KK di desa ini memiliki tanaman kopi. Luas lahan yang ditanami kopi
sebesar 436 ha yang menghasilkan 184 ton pada masa panen 2018 atau 0.42 ton per hektar.
Produktivitas kopi ini tergolong rendah. Sebagai pembanding petani kopi Kudus yang mampu memanen
1.5 ton/ha pada periode yang sama (masa panen Juli – Oktober 2018)

Rendahnya produktivitas buah kopi sangat terpengaruh oleh intensitas dan curah hujan yang tinggi.
Pada musim hujan, pertumbuhan ceri kopi berkembang dengan baik. Namun, akan buruk jadinya bila
musim hujan tersebut tepat saat ceri kopi telah siap panen. Ini terjadi pada petani Pattaneteang, masa
musim panen bertepatan dengan intensitas hujan yang tinggi pada bulan Juli. Akibatnya, ceri kopi yang
telah siap panen akan mudah berguguran dan jatuh ke tanah. Kopi-kopi yang jatuh tersebut jika
dibiarkan akan mengalami fermentasi ataupun pembusukan. Petani kopi akhirnya memilih memetik
buah ceri kopi yang masih berwarna hijau (belum matang) dan kuning (setengah matang).

Belum lagi perbedaan harga antara petik asal (hijau dan kuning) dan merah yang tidak signifikan juga
menjadi alasan para petani melakukan petik asal. Nenek Nabi’, salah seorang petani kopi yang memiliki
kebun kopi Arabika di dekat hutan desa, mengaku menjual ceri kopi campuran (petik asal dan petik
merah) seharga 81 ribu per kaleng (satu kaleng berisi 20 liter). Sementara jika dijual petik merah semua
hanya seharga 85 ribu – 90 ribu per kaleng. Harga lebih tinggi diungkapkan oleh petani lain di Biring Ere,
harga ceri kopi ia jual 95 per kaleng untuk petik hijau dan kuning, 100 ribu untuk campuran petik merah
dan petik hijau & kuning, dan 105 ribu untuk petik merah.

Intensitas dan curah hujan yang tinggi juga turut berpengaruh pada proses paska panen, hujan
menyulitkan petani dalam proses penjemuran biji kopi. Petani terpaksa melepas biji kopi yang mereka
miliki dengan harga murah karena tak bisa menyimpannya lebih lama. Penjemuran masa menggunakan
cara tradisional yaitu dengan menghampar biji kopi di aspal atau halaman rumah dengan

Beberapa petani memilih untuk melakukan olah basah yaitu memecah biji kopi dengan mesin pulper.
Biji kopi yang masih diselimuti lendir akan melalui proses rendam dan fermentasi. Ada juga yang
memilih mencuci biji kopi hingga lendirnya hilang. Setelah itu, biji akan melalui proses penjemuran. Hasil
penjemuran ini disebut peco’. Kopi dalam bentuk peco’ masih menyisakan kulit ari.

Perbedaan harga antara peco’ dari biji petik merah dan petik asal pun tak terlalu jauh. Untuk peco’
merah dijual dengan harga 15 ribu per liter dan 14 ribu untuk peco’ dari biji hijau dan kuning. Jenis kopi
yang melalui proses ini adalah kopi arabika.
Proses lain berlaku bagi kopi robusta. Biji kopi langsung dipecah menggunakan mesin pulper atau mesin
giling tradisional, setelah itu barulah dijemur sampai kering tanpa proses perendaman. Setelah kering
proses selanjutnya adalah pemisahan kulit ari dengan menggunakan mesin. Hasil proses ini disebut eso’.
Harga untuk eso’ ini berkisar 15 ribu – 18 ribu per liter. Penjualan kedua jenis kopi ini berbeda. Kopi
arabika dalam bentuk biji dan peco’ dibeli oleh pengumpul yang datang langsung ke petani. Sementara
kopi robusta dijual pada pengumpul di Banyorang.

Hanya ada satu petani yang melakukanproses petik merah (matang) lalu melakukan penjemuran dengan
menggunakan dom para-para kemudian menjualnya ke Banyorang dengan harga lebih bagus. Minimnya
pengetahuan akan pengelolaan kopi masa panen dan paska panen menyebabkan kualitas dan harga
kopi di tingkat petani menjadi rendah.

Dengan pengetahuan yang memadai tentang kopi, mulai dari proses tanam, pemeliharaan, panen, paska
panen dan penyajian, desa Pattaneteang bisa meningkatkan kualitas dan harga kopi yang secara tidak
langsung akan meningkatkan kesejahteraan warga desa.

Anda mungkin juga menyukai