Anda di halaman 1dari 4

Pendahuluan

Latar belakang
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.
Rumah Sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika
dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan,
perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial (Depkes RI, 2009).
Rekam medis adalah pendokumentasian berupa kertas atau berkas yang berisikan catatan dan
dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah
diberikan kepada pasien. Rekam medis harus lengkap dan jelas, baik secara tertulis maupun secara
elektronik (Kemenkes, 2008)
Sistem pengelolaan dokumen rekam medis memiliki beberapa subsistem yang terdiri dari yaitu
assembling, coding, indexing, penyimpanan berkas rekam medis dan retensi. Assembling berarti
merakit namun kegiatan assembling tidak hanya merakit atau mengurut dari setiap halaman sesuai
dengan peraturan yang ada. Kegiatan assembling terdiri dari kegiatan permintaan kelengkapan
dokumen rekam medis, analisa kelengkapan dan mengurutkan berkas pada dokumen rekam medis
(Budi, 2011).
Instalasi rekam medis masih banyak yang belum menggunakan kartu catatan ketidaklengkapan.
Jumlah rekam medis yang diisi lengkap dan tidak lengkap dapat diketahui dengan adanya kartu
catatan ketidaklengkapan. Kartu catatan ketidaklengkapan berguna untuk mengendalikan
ketidaklengkapan rekam medis dan sebagai patokan dalam mengetahui mutu rekam medis (Budi,
2011). Berkas rekam medis yang belum lengkap akan dibuatkan kartu kendali kemudian
dikembalikan ke instalasi asal guna dilengkapi ketidaklengkapannya dan belum adanya standar
prosedur operasional (SPO) mengenai cara penyusunan dan urutan formulir berkas rekam medis
sesuai dengan nomor/kode lampiran serta masih banyaknya berkas rekam medis pasien rawat inap
yang tidak lengkap (Yuliastuti, 2020). Belum terlaksananya kegiatan sensus harian, kurangnya
pelatihan pada petugas dibagian asembling dan kurangmya tenaga rekam medis.
Rumusan masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam makalah ini adalah
a. Apa saja permasalahan umum mutu di bagian Assembling ?
b. Bagaimana Alternatif pemecahan masalah pada bagian Assembling ?
Tujuan
a. Untuk mengetahui permasalahan umum mutu pada pengelolaan Rekam Medis di bagian
Assembling
b. Untuk mengetahui alternatif penyelesaian masalah terkait pengelolaan dokumen rekam medis
bagian Assembling
Pembahasan
A. Permasalahan umum mutu di bagian Assembling
Berdasarkan beberapa penelitian ditemukan permasalahan yang ada dalam proses assembling berkas
rekam medis pasien , diantaranya :
1. Dalam proses pengolahan rekam medis masih tidak adanya kegiatan sensus harian baik rawat
inap maupun rawat jalan. Sesuai dengan fungsinya, sensus harian rawat inap digunakan untuk
mencatat jumlah pasien rawat inap, sehingga ketika dokumen rekam medis pasien rawat inap
yang sudah pulang diserahkan ke petugas assembling akan dicocokkan dengan jumlah yang
tercatat pada sensus harian tersebut. Dengan tidak adanya kegiatan sensus harian
menyebabkan petugas assembling harus mengambil sendiri dokumen rekam medis pasien
yang sudah pulang ke unit rawat inap dan petugas tidak dapat mengetahui jumlah pasien
rawat inap yang sudah pulang pada hari itu.
2. Belum adanya kartu kendali menyebabkan ketidaklengkapan berkas rekam medis pasien
rawat inap yang sudah pulang menjadi kurang terkontrol dengan baik.
3. Banyak dokumen rekam medis yang tidak lengkap pengisiannya. Misalnya yang paling sering
terjadi adalah tidak adanya tanda tangan dari dokter yang merawat dan tenaga kesehatan yang
bertugas pada saat pasien dirawat, pengisian lembar partograf pada dokumen rekam medis
pasien partus spontan, lembar resume medis yang sama sekali belum ditulis/diisi.
4. Belum dibuatnya Standar Prosedur Operasional (SPO) pada sistem assembling tentang
kegiatan sensus harian, penggunaan kartu kendali, dan standar yang baku dalam pemberian
nomor/kode lampiran pada penyusunan formulir berkas rekam medis pasien rawat inap.
5. Masih kurangnya petugas rekam medis yang bertugas dalam setiap shiftnya ( 2 shift;
pagi dan sore masing-masing 1 orang ). Hal ini menyebabkan petugas rekam medis
kerepotan dalam menangani kegiatan pelayanan di unit rekam medis terutama
dalam kegiatan assembling berkas rekam medis.
6. Pelatihan yang kurang pada petugas rekam medis khususnya bagian assembling.

B. Kajian teori tentang mutu di bagian Assembling


1. Untuk menilai mutu informasi kesehatan ada beberapa langkah yang harus diikuti yaitu
monitoring mutu. Lembar monitoring disiapkan untuk mencatat data. Menurut Chandra Yoga
A (2004: Manajemen Administrai Rumah Sakit: halaman 175) dikatakan bahwa kegiatan
penilaian mutu setidaknya ada 3 tahap. Tahap pertama adalah menetapkan standar; tahap
kedua menilai kinerja yang ada; dan tahap ketiga meliputi upaya memperbaiki kinerja yang
menyimpang dari standar yang sudah ditetapkan.
2. Menurut Ardiana (2016), Fungsi Assembling diantaranya: 1) Mengendalikan dokumen rekam
medis yang isinya belum lengkap 2) Menyediakan formulir catatan dan laporan baru yang
diperlukan untuk playanan rawat inap 3) Meneliti kelengkapan formulir rawat inap.
3. Tugas pokok patugas assembling dalam unit rekam medis menurut Anggar (2013) dalam
Ardiana (2016) adalah sebagai berikut: 1) Mencatat segala penggunaan dokumen rekam
medis kedalam buku kendali 2) Mengendalikan penggunaan nomor rekam medis agar tidak
terjadi duplikasi dalam penggunaan nomor rekam medis 3) Mencatat penggunaan nomor
rekam medis kedalam buku pnggunaan rekam medis 4) Meneima pengembalian dokumen
rekam medis dan sensus harian dari unit pelayanan rekam medis 5) Mencocokan jumlah
dokumen rekam medis dengan jumlah pasien yang pulang 6) Meneliti kelengkapan isis
dokumen dan merakit kembali rutan dokumen rekam medis 7) Menyerahkan dokumen rekam
medis yang telah lengkap ke fungsi pengkodean dan pengindeksan.
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 269/MENKES/PER/III/2008 Bab II Pasal 3 tentang
Rekam Medis yang membahas jenis dan isi rekam medis.
5. Dokumen Rekam Medis dikatakan lengkap apabila semua data yang ada di dalamnya terisi
secara lengkap dan benar sesuai prosedur pengisian yang telah ditetapkan oleh rumah sakit.
Permenkes No.129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit
menyatakan bahwa dokumen rekam medis dikatakan lengkap jika kelengkapan pengisiannya
mencapai 100%.
6. Berdasarkan Permenkes No.33 Tahun 2015 tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan
Kebutuhan Sumber Daya Manusia Kesehatan adalah kebutuhan tenaga bagian assembling
rekam medis idealnya sebanyak 4 (empat) orang.
7. Pengendalian berkas rekam medis yang belum lengkap seharusnya dilakukan oleh semua
petugas rekam medis. Berkas rekam medis yang belum lengkap akan dilengkapi oleh petugas
rekam medis, kecuali ketidaklengkapan berkas rekam medis yang memerlukan autentifikasi
dari tenaga medis yang mengisi rekam medis saat pasien dirawat dikembalikan ke ruang
perawatan. Dalam pengendalian rekam medis yang belum lengkap maka digunakan kartu
catatan ketidaklengkapan (Yuliastuti, 2020).
8. Kartu catatan ketidaklengkapan berguna untuk mengendalikan ketidaklengkapan rekam medis
dan sebagai patokan dalam mengetahui mutu rekam medis (Budi, 2011).

C. Alternatif pemecahan masalah


Dalam meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit baik medis maupun non medis, rumah
sakit dituntut untuk memberikan pelayanan yang terbaik terhadap pasien. Berkaitan dengan
peningkatan mutu pelayanan rumah sakit, penyelenggaraan rekam medis diharapkan mampu
menyajikan dokumen atau catatan medis secara cepat, tepat, lengkap dan akurat. Adapun
upaya yang dilakukan berdasarkan permasalahan mutu yang telah ditentukan, diantaranya :
1. Berkaitan dengan belum adanya kegiatan sensus harian, penggunaan kartu kendali, dan
cara penyusunan berkas rekam medis pasien rawat inap yang benar, maka untuk
menyajikan dokumen rekam medis yang rapi dan lengkap, Unit Rekam Medis diarahkan
untuk membuat Standar Prosedur Operasional (SPO) mengenai kegiatan sensus harian,
penggunaan kartu kendali, dan pemberian nomor/kode lampiran pada penyusunan
formulir berkas rekam medis pasien rawat inap sesuai dengan petunjuk yang terdapat
dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 269/MENKES/PER/III/2008 Bab II Pasal 3
tentang Rekam Medis.
2. Banyaknya dokumen rekam medis yang tidak lengkap milik pasien rawat inap yang sudah
pulang seringkali terjadi dikarenakan petugas rawat inap tidak segera mengisi atau
melengkapi dokumen rekam medis. Hal ini bisa diatasi menggunakan kartu catatan
ketidaklengkapan. Jumlah rekam medis yang diisi lengkap dan tidak lengkap dapat
diketahui dengan adanya kartu catatan ketidaklengkapan. Berkas rekam medis yang
belum lengkap akan dibuatkan kartu kendali kemudian dikembalikan ke instalasi asal
guna dilengkapi ketidaklengkapannya (Yuliastuti, 2020).
3. Terkait dengan kurangnya tenaga kerja di unit rekam medis yang menyebabkan
petugas rekam medis kerepotan dalam menangani kegiatan pelayanan di unit
rekam medis terutama dalam kegiatan assembling berkas rekam medis.Untuk
masalah tersebut dapat diatasi dengan menambah tenaga perekam medis
sesuai dengan Permenkes No.33 Tahun 2015 dengan jumlah 4 orang sebagai petugas
assembling dengan 2 shift ( pagi dan sore masing – masing 2 orang ).
4. Karena kurangnya pelatihan pada tenaga rekam medis hingga menyebabkan pengelolaan
dan manajemen rekam medis yang kurang optimal, menyebabkan pencatatan dan
pelaporan menjadi terhambat, sehinnga berpengaruh terhadap pelayanan yang diberikan.
Menurut Fahmi (2018) kemampuan pengelolaan dengan manajemen yang rapi,
pengkodean yang sistematis, serta update tentang manajemen informasi kesehatan
menjadi salah satu syarat utama bagi petugas rekam medis yang handal dan profesional
maka harus diberikan pelatihan kepada petugas rekam medis khususnya bagian
assembling.

Dafus
Peraturan Menteri Kesehatan No. 269/MENKES/PER/III/2008 Tentang Rekam Medis.
Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.
Shofari, Bambang. 2002. PSRK _01, Modul Pembelajaran Sistem dan Prosedur
Pelayanan Rekam Medis. Perhimpunan Profesional Perekam Medis Dan Informasi
Kesehatan Indonesia (PORMIKI) Jawa Tengah.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 Tahun 2008, tentang Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit.
Sudra. 2013. Rekam Medis. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.
Mawarni, D. dan Wulandari, R. D. 2013. Identifikasi Ketidaklengkapan Rekam Medis
Pasien Rawat Inap Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan. Jurnal Administrasi
Kesehatan Indonesia volume 1.
Yuliastuti, H. 2020. Tinjauan Pelaksanaan Assembling Dalam Pengendalian
Ketidaklengkapan Berkas Rekam Medis di RSU Muslimat Ponorogo. Jurnal Delima
Harapan volume 7.
Shofari, Bambang. 2004. Pengelolaan Sistem Rekam Medis – I. Fakultas Kesehatan
Universitas Dian Nuswantoro Prodi RMIK Semarang.
Buku Pedoman Pengelolaan Rekam Medis (BPPRM) Rumah Sakit Di Indonesia Revisi II
Depkes RI Direktorat Jendral Pelayanan Medik Jakarta, 2006.
Ardiana, A. A. (2016). Analisa Kuantitatif Dan Kualitatif Dokumen Rekam Medis Rawat
Inap Pada Pasien Obstetri Terkait Dengan Risiko Kehamilan Post Sectio Caesarea
Triwulan I Di RSIA Hermina Pandanaran Semarang Tahun 2016.
Budi, SC. (2011). Manajemen Unit Rekam Medis. Yogyakarta : Quantum Sinergis
Media.
Yoga, Tjandra Aditama. 2004. Manajemen Administrasi Rumah Sakit, Jakarta: UI Press.
Permenkes No.33 Tahun 2015 tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan Kebutuhan
Sumber Daya Manusia Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai