Anda di halaman 1dari 30

PROPOSAL PENELITIAN

“UPAYA PENINGKATAN KOMPETENSI GURU DALAM MENYUSUN


MODUL PEMBELAJARAN MELALUI SUPERVISI AKADEMIK YANG
BERKELANJUTAN DI SMKN 2 SETU BEKASI”

Penulis :

ALBAR RIADI

NIM.1517822010

Program Studi Pendidikan dan Teknologi Kejuruan

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..................................................................................... 3


B. Identifikasi Masalah ............................................................................. 5
C. Perumusan Masalah ............................................................................. 6
D. Manfaat Penelitian .............................................................................. 6

BAB II KAJIAN TEORITIK

A. Konsep Penelitian Tindakan ................................................................ 7


B. Konsep Tindakan yang Dikembangkan ............................................... 13
C. Penelitian yang Relevan ....................................................................... 22
D. Kerangka Berfikir................................................................................. 23
E. Hipotesis Tindakan............................................................................... 24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian ................................................................................. 25


B. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 25
C. Subyek Penelitian ................................................................................. 25
D. Metode Penelitian................................................................................. 25
E. Prosedur/Rencana Penelitian Tindakan ............................................... 26
F. Teknik Pengumpulan Data, Instrumen dan Sumber Data .................... 27
G. Analisis Data ........................................................................................ 28

DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini pendidikan menjadi salah satu sektor yang penting dalam
kehidupan manusia. Tidak jarang banyak hal lain dikesampingkan demi
mendapatkan pendidikan yang layak. Menurut UU SISDIKNAS NO. 20 tahun
2003, pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mampu mengembangkan potensi yang ada didalam dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, kepribadian yang baik, pengendalian diri, berakhlak
mulia, kecerdasan,dan keterampilan yang diperlukan oleh dirinya dan masyarakat.
Pengembangan dan perubahan dalam dunia pendidikan terus diupayakan karena
pendidikan yang bersifat fleksibel. Dunia pendidikan dan IPTEK harus beriringan,
semakin maju dunia IPTEK harus diiringi juga dengan pendidikan yang semakin
maju.

Pendidikan tidak terlepas dari konsep – konsep pembelajaran. Pembelajaran


merupakan proses komunikasi dua arah antara pengajar dan yang belajar. Dimana
pengajar dilakukan oleh guru sedangkan yang belajar adalah peserta didik atau
siswa. Pembelajaran juga dapat dikatakan sebagai proses untuk membelajarkan
siswa menggunakan teori pendidikan maupun teori belajar yang diharapkan
mencapai suatu keberhasilan dalam dunia pendidikan. (Syaiful Sagala, 61:2009)

Secara umum di setiap jenis pendidikan dibutuhkan perangkat


pembelajaran. Hal ini dimaksudkan untuk dapat mengembangkan kemampuan
pemecahan masalah, bertolak dari hal tersebut adalah suatu tantangan bagi para
guru untuk dapat mengambangkan perangkat pembelajarannya sendiri. Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 yang berkaitan dengan standar nasional
pendidikan memberi isyarat bahwa setiap guru diharapkan dapat mengembangkan
perencanaan pembelajaran yang kemudai di pertegas melalui Permendiknas Nomor
41 Tahun 2007 tentang standar proses. Untuk memenuhi satndarnya maka
pembelajaran harus direncanakan, dinilai dan diawas. Menurut Hamzah dan

3
4

Muhlisrarini (2014) perencanaan program pembelajaran sebagai patokan atau


acuan kepada peserta didik untuk membantu proses pembelajaran yang efektif.
Salah satu perencanaan pembelajaran itu sendiri adalah penyusunan terhadap
perangkat pembelajaran.

Terdapat banyak perangkat pembelajaran yang harus dimilki oleh


sebuah instansi pendidikan maupun individu seperti guru. Diantaranya adalah
silabus, RPP, program tahunan, program semester, buku absen, buku jurnal, buku
penilaian, bundle portofolio, bank soal, dan media pembelajaran. Semua perangkat
pembelajaran tersebut minimal harus dimiliki oleh setiap guru yang akan mengajar.
Administrasi perangkat pembelajaran tersebut harus dapat dimengerti, hal ini
berguna untuk dapat menunjang selama proses belajar mengajar.

Dalam pembelajaran, media berupa modul menjadi salah satu yang penting
dalam mendukung proses pembelajaran. Modul yang diterapkan pada pembelajaran
dapat dijadikan sebagai acuan dalam belajar dan mempengaruhi hasil belajar.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Aulia (2013) dapat disimpulkan bahwa
penggunaan modul memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap hasil belajar
siswa. Hal ini didasarkan dat yang diperoleh dari posttest pada sekolah yang
menggunakan modul sebesar 89,23 sedangkan hasil yang diperoleh dari posttest
pada sekolah yang tidak menggunakan modul hanya sebesar 79,41. Dari hasil
penelitian tersebut dapat dilihat hasil belajar siswa dengan menggunakan modul
lebih baik dibangdingkan tanpa modul. (Aulia et al., 2014)

Untuk pembelajaran kontekstual, media belajara berupa modul adalah salah


satu yang sesuai untuk diterapkan. Modul merupakan media belajar yang tersusun
secara sistematis guna sebagai bahan ajar yang dapat membantu siswanya selama
proses pembelajaran. Menurut Suryaningsih (2010:31) dapat dikemukakan
beberapa manfaat modul yaitu : 1). Untuk meningkatkan motivasi siswa, karena
setiap kali ada tugas yang dikerjakan menggunakan modul , permasalahan yang
terjadi dibatasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan. 2). Untuk mengetahui
bagian dari pembelajaran mana yang siswa sudah berhasil dan bagian mana yang
belum berhasil setelah dilakukannya evaluasi. 3). Pembagian untuk bahan ajar lebih
5

merata di setiap semester atau tahun ajarannya. 4). Pendidikan lebih berdaya guna,
karena bahan pelajaran disusun menurut jenjang akademik.

Hasil pengamatan di tahun pelajaran 2021/2022 di SMK Negeri 2 Setu


Bekasi didapatkan hasil observasi sebagai berikut:

1. Hanya 60% guru yang menyusun modul pembelajaran


2. Secara kualitas, modul pembelajaran yang baik baru mencapai angka 30%
dari modul pembelajaran yang dibuat oleh guru.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, peneliti yang berkedudukan


sebagai wakil kepala sekolah bidang kurikul merencanakan untuk melakukan
supervise akademik yang berkelanjutan. Dengan metode tersebut diharapkan
setelah kegiatan, guru yang menyusun modul pembelajaran meningkat menjadi
90% dan kualitas modul pembelajaran yang baik menjadi 80%.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah yang ingin dipecahkan
oleh peneliti. Antara lain:

1. Rendahnya kompetensi guru dalam menyusun modul pembelajaran


pembelajaran.
2. Jumlah guru yang menyusun modul pembelajaran sebelum mengajar masih
belum maksimal, hanya 60%
3. Kualitas modul pembelajaran yang disusun oleh guru masih belum baik.
Hanya 30% modul pembelajaran yang mutunya baik.
4. Sulitnya kepala sekolah mengevaluasi kinerja guru
5. Sulitnya kepala sekolah mengevaluasi hasil pembelajaran.

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang telah diuraikan di


atas, maka masalah pokok dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah supervise akademik yang berkelanjutan mampu meningkatkan


kompetensi guru dalam menyusun modul pembelajaran?
6

2. Bagaimanakah langkah-langkah pemberian supervise akademik yang dapat


meningkatkan kompetensi guru dalam menyusun modul pembelajaran?

D. Manfaat Penelitian

Penelitian tindakan sekolah ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi


kepala sekolah dalam memecahkan masalah guru, meningkatkan kompetensi guru
dalam melaksanakan tugas-tugasnya sehingga menjadi lebih professional,
meningkatkan prestasi siswa dalam pembelajaran, dan pada akhirnya meningkatkan
kinerja dan mutu sekolah secara keseluruhan.

Disamping itu langkah-langkah yang tepat dalam melaksanakan supervise


akademik terutama dalam rangka meningkatkan kompetensi guru dalam menyusun
modul pembelajaran dapat menjadi referensi ilmiah yang dapat
dipertanggungjawabkan guna penanganan kasus serupa bagi pembaca dan pihak –
pihak yang berkepentingan.
BAB II

KAJIAN TEORITIK

A. Konsep Penelitian Tindakan

1. Penelitian Tindakan Model Kemmis


Model ini pada hakekatnya terdiri dari empat komponen yakni perencanaan,
tindakan, observasi, dan refleksi. Dalam implementasinya, model Kemmis dan
McTaggart menggabungkan antara tindakan dan observasi. Hal ini dilakukan
karena pada pelaksanaannya komponen tindakan penelitian tidak terpisahkan
dengan komponen observasi. Komponen-komponen penelitian pada model
Kemmis dan McTaggart merupakan satu siklus tindakan yang dilaksanakan
dalam satu kali pembelajaran.
Pada tahap perencanaan,peneliti Menyusun rancangan dan menentukan
focus permasalahan kemudian membuat instrumen pengamatan untuk
merekam fakta yang terjadi selama tindakan berlangsung. Tahap selanjutnya
pelaksanaan tindakan yang merupakan implementasi isi rancangan sekaligus
tahap observasi atau pengamatan terhadap proses pembelajaran yang sedang
berlangsung. Untuk tahap akhir diadakan refleksi terhadap implementasi
tindakan yang telah dilaksanakan. Keempat tahapan dalam penelitian tersebut
adalah unsur untuk membuat sebuah siklus.
Melalui penelitian tindakan sekolah (PTS), adalah salah satu cara yang
strategis bagi guru untuk meningkatkan layanan pendidikan dalam konteks
pembelajaran di sekolah. Hal ini sesuai dengan karakteristik penelitian
tindakan sekolah yaitu adanya kegiatan tertentu untuk memperoleh proses
belajar mengajar yang lebih epektif dan berhasil, sehingga meningkatkan
kualitas hasil belajar siswa.
Kata penelitian merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu
researchyang merupakan kegiatan puncak dari sebuah pembelajaran. Para
mahasiswa dituntutuntukmengembangkan wawasannya dengan cara
melaksanakan pencarian/eksplorasi untuk menemukan jawaban dari masalah
yang menjadi bidang kajiannya. Untuk melaksanakan hal tersebut ada

7
8

seperangkat aturan dan langkah yang harus diikuti. Langkah-langkah tersebut


dikemas dalam satu perangkat yang disebut metode penelitian. Penelitian
Tindakan sekolah, yaitu suatu penelitian tindakan yang dilakukan di sekolah
dengan berbagai aturan dan langkah-langkah yang harus diikuti.
Bila penelitian tentang pendidikan dilaksanakan dalam kawasan sebuah
sekolah, maka penelitian ini dinamakan Penelitian Tindakan Sekolah. Dengan
kata lain Penelitian Tindakan Sekolah adalah penelitian praktis yang
dimaksudkan untuk memperbaiki pembelajaran di sekolah. Upaya peraikan ini
dilakukan dengan melaksanakan tindakan untuk mencari jawaban atas
permasalahan yang diangakat dari kegiatan tugas sehari-hari di sekolah.
Penelitian tindakan sekolah diartikan pula sebagai upaya guru atau praktisi
dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk memperbaiki dan atau
meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah melalui refleksi diri, dengan
tujuan untuk memperaiki kinerja guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi
meningkat.
Jika kita cermati bahwa penelitian tindakan sekolah, kita akan menemukan
sejumlah ide pokok sebagai berikut:
1. Penelitian tindakan adalah satu bentuk inquiri atau penyelidikan yang
dilakukan melalui refleksi diri.
2. Penelitian tindakan dilakukan oleh peserta yang terlibat dalam situasi yang
diteliti, seperti guru, siswa atau kepala sekolah.
3. Penelitian dilakukan dalam situasi sosial, termasuk situasi pendidikan.
4. Tujuan penelitian tindakan adalah memperbaiki dasar pemikiran dan
ketangkasan dari praktik-praktik, pemahaman terhadap praktik tersebut,
9

Gambar 2.1 Model Penelitian Tindakan Kemmis dan Mc Taggarat

2. Penelitian Tindakan Model Elliot

Elliot merupakan pendukung dari gerakan guru sebagai peneliti dalam PTS.
Model PTS Elliot memusatkan perhatian pada adanya kesenjangan antara
mengajar untuk pemahaman dengan mengajar untuk kebutuhan. Model PTS yang
dikemukakan oleh Elliot ini mengadopsi dari model PTS yang dikemukakan oleh
Kemmis dan Taggart. Salah satu konsep yang diadopsi oleh Elliot dari model
Kemmis dan Taggart adalah mengenai ide dasar langkah-langkah tindakan refleksi
yang terus bergulir dan kemudian menjadi suatu siklus. Elliot juga memiliki
pandangan terhadap model Kemmis dan Taggart, yaitu mengenai skema langkah-
langkahnya yang lebih rinci dan memiliki peluang untuk mudah diubah. Elliot
selanjutnya membuat suatu diagram model PTS yang dipandang lebih baik. Model
PTS Elliot tersebut divisualisasikan
10

Gambar 2.2 Penelitian Tindakan Model Elliot

3. Penelitian Tindakan Model Eebbut

Seperti telah dikemukakan di muka bahwa PTS adalah termasuk ke dalam


rumpun jenis penelitian tindakan yang dikembangkan perama kali oleh Kurt
Lewin. Asumsi dasar yang dikemukakan pertama kalinya oleh Lewin adalah
bahwa cara yang terbaik untuk memajukan orang adalah dengan melibatkan
mereka dalam penelitian mereka sendiri dan yang ada di dalam kehidupan mereka.
Dalam hal ini, penelitian tindakan mengedepankan adanya kolaborasi dan
partisipasi yang bersifat demokratis, antara peneliti dengan sasaran penelitian.

Ebbut melakukan penelaahan terhadap praktik penelitian Tindakan yang


dikembangkan oleh Lewis tersebut. Kegiatan penelaahan terfokus pada
pelaksanaan kolaborasi antar tim peneliti. Beliau mengemukakan bahwa dalam
11

praktik kolaborasi menimbulkan suatu dilema antara peneliti dengan sasaran


penelitian. Demikian juga dalam PTS, Ebbut lebih memusatkan kegiatan pada
adanya kesenjangan antara mengajar untuk pemahaman dan mengajar untuk
kebutuhan. Dalam analisisnya, Ebbut menelaah adanya dilemma yang timbul
dalam kolaborasi antara peneliti yang berasal dari luar kelas dengan agenda
penelitiannya dan guru-guru yang lain menyelidiki dan memperoleh gambaran atau
pantulan dari apa yang telah mereka praktikan sendiri.

Dalam PTS, Ebbut mengedepankan dua hal, yakni: (1) sangat memperhatikan
alur logika penelitian tindakan; dan (2) menjabarkan teori sistem yang terdiri atas
subsistem-subsistem atau konseptual ke ke dalam bentuk kegiatan operasional.
Selanjutnya, Ebbut menawarkan diagram PTS yang divisualisasikan pada gambar

Gambar 2.3 Penelitian Tindakan Model Eebbut


12

4. Penelitian Tindakan Model Mc Kernan


Model PTS McKernan ini juga dikembangkan dari model Kurt Lewin.
McKernan mengemukakan dua konsep dasar dalam model PTS yang dia
kemukakan.
a. Sangat penting untuk mengingat bahwa kita tidak perlu selalu terikat
oleh waktu, dalam hal ini terutama untuk pemecahan permasalahan.
b. Pemecahan masalah atau tindakan sebaiknya dilakukan secara rasional
dan demokratis.
Model PTS McKernan ini juga dikenal dengan model proses waktu. Model
proses waktu yang dikemukakan oleh McKernan ini tidak tampak adanya
kegiatan observasi dan refleksi secara eksplisit. Berikut ini merupakan model
PTS McKernan yang telah divisualisasikan dalam bentuk diagaram yang dapat
dilihat pada gambar

Gambar 2.4 Penelitian Tindakan Model Mc Kernan


13

5. Penelitian Tindakan Model Hopkins

Model PTS yang dikemukakan oleh Hopkins dilaksanakan dalam tiga siklus
atau lebih. Setiap siklus terdiri dari beberapa kali tindakan. Diagram pelaksanaan
PTS model Hopkins telah divisualisasikan dalam gambar

Gambar 2.5 Penelitian Tindakan Model Hopkins

B. Konsep Tindakan yang Dikembangkan

1. Modul Pembelajaran
a. Pengertia Modul Pembelajaran

Modul adalah media pembelajaran berupa bahan ajar yang telah dirancang
secara terstruktur dan sistematis berdasarkan kurikulum yang telah ditentukan
14

dengan penyajian kemasan dalam bentuk yang lebih ringkas dan memungkinkan
dipelajari oleh siswa secara mandiri agar tercapai tujuan dari pembelajaran.
(Darmiyatun,2013)

Menurut Winkel (2009), modul pembelajaran adalah satuan program belajar


mengajar yang terkeci dan memungkinkan siswa dapat mempelajari sendiri atau
pembelajaran yang dilakukan siswa kepada dirinya sendiri (self-instructional)
Modul adalah suatu cara mengorganisai materi pelajaran yang memperhatikan
fungsi pendidikan. Strategi pengorganisasian materi pembelajaran mengandung
sequencing yang berpatokan pada pembuatan urutan dalam penyajian materi
pelajaran dan synthezing yang mengacu pada upaya dalam menunjukan kepada
peserta didik keterkaitan antara fakt, konsep prosedur dan prinsip yang terkandung
dalam materi pembelajaran. (Indrayanti,2010)

b. Karakteristik Modul Pembelajaran

Menurut Ditjen PMPTK (2008) modul merupakan sebuah bahan ajar yang disusun
secara sistematis dengan menggunakan bahasa yang dapat dengan mudah dipahami
oleh siswa serta dapat dipelajari secara mandiri tanpa membutuhkan seorang
fasilitator dan modul juga dapat digunakan sesuai dengan kecepatan belajar siswa
dengan pengertian tersebut maka modul yang baik memiliki lima karakteristik,
yaitu self instruction, self contained, stand alone, adaptive, dan user friendly.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan modul pada proses
pembelajaran dapat meningkatkan hasil pelajaran (Wenno, 2010; Esmiyati et al.,
2013; Dewi et al.,2014).

Belajar mandiri (Self Instructional)

Melalui modul yang sudah disediakan, diharapkan peserta didik dapat belajar
dengan mandiri dan tidak bergantung pada orang lain. (I Wayan Satya, 2009:11).
Peserta didik yang memiliki pemahaman yang beraneka ragam bisa belajar secara
mandiri untuk menambah pemahaman tanpa harus menunggu orang lain untuk
mengajarkan. Untuk itu maka pada modul harus memenuhi kriteria yang dapat
dijelaskan sebagai berikut : Berisi tujuan pembelajaran yang dirumuskan dengan
jelas; materi yang disajikan lebih spesifik sehingga mudah untuk dipelajari,
15

penyediaan gambar dan ilustrasi yang dapat memberikan penjelasan lebih


mendalam terhadap materi yang disajikan, ada soal latihan, tugas, praktikum dan
lain – lain guna mengukur sejauh mana pemahaman siswa; penyajian materi yang
objektif dan kontekstual; bahasa yang komunikatif dan mudah untuk dipahami;
terdapat rangkuman materi; terdapat bobot dalam penilaian dan yang terakhir
adalah informasi tentang rujukan atau referensi materi yang disajikan dalam modul
tersebut. (Surya Dharma,2008:3)

Materi yang lengkap (Self Contained)

Materi yang disajikan harus dapat mewakili setiap unit kompetensi yang akan
dicapai, mulai dari capaian pembelajaran, kompetensi dasar dan indikator. Tujuan
dari konsep ini adalah membuat siswa tuntas dalam mempelajari materi selama
pembelajaran karena dikemas lebih mudah dalam satu kesatuan yang utuh.

Berdiri sendiri (Stand Alone)

Maksudnya modul yang diasjikan harus mampu digunakan oleh siswa selama dia
melakukan pembelajaran terhadap materi tersebut. Ketika siswa mengerjakan
tugas , mereka hanya menggunakan satu modul tersebut untuk mencari jawaban
dari permasalahan yang dihadapi. Bila modul yang digunakan untuk belajar dan
mengerjakan tugas sudah mampu menyelesaikan semua persoalan yang
berhubungan dengan materi yang sedang dipelajari maka modul tersebut dapat
diaktakan modul yang berdiri sendiri

Adaptive

Dalam modul yang disajikan, isi dari materinya harus bersifat adaptive atau
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Teori – teori yang
disajikan harus sesuai dengan perkemabangan jaman agar Ketika dilakukan
implementasi sesuai antara teori dengan kejadian yang terdapat di lapangan
16

Bersahabat/akrab (User Friendly)

Mata pelajaran yang disajikan dalam modul hendaknya sesuai dengan karakteristik
peserta didik. Penyajian dengan bahasa yang mudah dipahami dan sederhana,
penyajian halaman sampul yang menarik dan kata – kata yang umum menjadikan
modul lebih nershabat dengan penggunanya. Hal ini juga membuat minat siswa
lebih meningkat dan menjadikan motivasi tersendiri bagi siswa untuk semangat
dalam belajar.

c. Penyusunan Modul Pembelajaran

Menurut Joko Sutrisno (2008:12-16) supaya modul dapat digunakan sesuai


dengan fungsi dan perannya dalam pembelajaran, setiap modul harus mampu
memnuhi elemen – elemen standar dalam penyusunannya, yaitu : format,
organisasi, daya Tarik, ukuran huruf, spasi kosong dan konsistensi. Adapun
uraiannya sebagai berikut :

Format

Dalam pembuatan modul hal terpenting dan yang paling utama adalah format
modul yang disajikan. Banyak aturan tentang format penulisan modul, salah
satunya adalah Undang – Undang Nomor 5 Tahun 2009 tentang pedoman penulsian
modul pendidikan dan pelatihan. Isi dari format penulisan modul tersebut mulai
dari halaman sampul, kata pengantar, daftar isi, daftar informasi visual, daftar
lampiran, petunjuk penggunaan modul, pendahuluan, materi pokok1, materi pokok
2, materi pokok 3 dan seterusnya, penutup, kunci jawaban, daftar pustaka, dan
glosari. Selain itu penggunaan format kertas dan ukuran kertas yang sesuai juga
harus diperhatikan.

Organisasi

Penyusunan modul harus memperhatikan pengorganisasian komponen –


komponen didalamnya. Contohnya materi yang disajikan harus urut dan sistematis;
urutan antarbab, unit dan paragraph sesuai dengan alur dan mempermudah siswa
dalam pembelajaran; dan penempatan gambar serta tabel yang memudahkan siswa
dalam mempelajarinya.
17

Daya Tarik

Daya Tarik disini seperti penyajian halaman sampul yang menarik dengan
kombinasi – kombiansi warna dan gambar ilustrasi yang membuat siswa tertarik.
Dalam isi modul juga perlu dilengkapi dengan gambar – gambar ilustrasi yang
mendukung materi dengan penyajian yang menarik.

Bentuk dan Ukuran Huruf

Gunakan jenis atau gaya dan bentuk huruf yang mudah untuk dibaca oleh
siswa. Tidak perlu menggunakan gaya huruf berlebihan yang akan menimbulkan
kebingungan peserta didik. Serta gunakan juga perbandingan huruf yang
proporsional terutama untuk judul modul.

Ruang (Spasi Kosong)

Sediakan ruang kosong atau spasi untuk memberikan kesempatan jeda kepada
siswa dan untu menambahkan catatan – catatan yang dianggap penting. Berikan
ruang kosong tersebut secara tepat dan proporsional , misalnya ditempatkan pada
ruang sekitar judul bab dan subbab

Konsistensi

Gunakan bentuk dan huruf secara konsisten di setiap halaman. Jangan


mengkombinasikan beberapa cetakan menjadi satu karena akan
membuatkebingungan. Pengguanaan jarak setiap spasi juga harus konsisten agar
terlihat lebih rapid an menarik untuk dibaca.

Dari penjelasan diatas dapat dikatakan sebuah modul pembelajaran yang baik
jika mampu memenuhi persyaratan seperti diatas. Syarat – syarat diatas
dimaksudkan agar modul yang disajikan bisa menarik dan memotivasi siswa lebih
semangat dalam belajar.

2. Supervisi Akademik
a. Pengertian Supervisi

Konsep supervisi modern dirumuskan oleh Kimball Wiles (1967) sebagai berikut
: “Supervision is assistance in the devolepment of a better teaching learning
18

situation”. Supervisi adalah bantuan dalam pengembangan situasi pembelajaran


yang lebih baik. Rumusan ini mengisyaratkan bahwa layanan supervisi meliputi
keseluruhan situasi belajar mengajar (goal, material, technique, method, teacher,
student, an envirovment). Situasi belajar inilah yang seharusnya diperbaiki dan
ditingkatkan melalui layanan kegiatan supervisi. Dengan demikian layanan
supervisi tersebut mencakup seluruh aspek dari penyelenggaraan pendidikan dan
pengajaran. Konsep supervisi tidak bisa disamakan dengan inspeksi, Inspeksi
lebih menekankan kepada kekuasaan dan bersifat otoriter, sedangkan supervisi
lebih menekankan kepada persahabatan yang dilandasi oleh pemberian pelayanan
dan kerjasama yang lebih baik diantara guru-guru, karena bersifat demokratis.
Istilah supervisi pendidikan dapat dijelaskan baik menurut asal usul (etimologi),
bentuk perkataannya (morfologi), maupun isi yang terkandung dalam perkataan itu
( semantik).

b. Tujuan Supervisi

Tujuan supervise akademik adalah:

• Membantu guru mengembangkan kompetensinya


• Mengembangkan kurikulum
• Mengembangkan kelompok kerja guru dan membimbing penelitian
tindakan kelas (Glickman, et al; 2007, Sergiovanni, 1987)
c. Prinsip-Prinsip Supervsi
• Praktis, artinya mudah dikerjakan sesuai kondisi sekolah.
• Sistematis, artinya dikembangkan sesuai perencanaan program supervise
yang matang dan tujuan pembelajaran
• Objektif, artinya masukan sesuai aspek-aspek instrument
• Realistis, artinya berdasrkan kenyataan sebenarnya
• Antisipatif, artinya mampu menghadapi masalah-maslaha yang mungkin
akan terjadi
• Konstruktif, artinya mengembangkan kreatifitas dan inovasi guru dalam
mengembangkan pembelajarann
• Kooperatif, artinya ada kerjasama yang baik antara supervisor dan guru
dalam mengembangkan pembelajaran
19

d. Model Supervisi

Supervise akademik model kontemporer dilaksanakan dengan pendekatan klinis,


sehingga disebut juga supervise klinis. Supervise model ini merupakan supervise
akademik yang bersifat kolaboratif. Prosedur pelaksanaannya sama dengan
supervise akademik langsung yakni observasi kelas namun dengan pendekatan
yang berbeda. Supervise klinis adalah pembinaan kinerja guru dalam mengelola
proses pembelajaran (Sullivan & Glanz, 2005). Menurut Sergiovanni (1987) ada
dua tujuan supervise klinis: pengembangan professional dan

motivasi kerja guru. Dalam pelaksanaannya menurut Sullivan & Glanz (2005)
setidaknya ada empat langkah yaitu:

Perencanaan pertemuan

Observasi

Pertemuan berikutnya

Refleksi kolaborasi.

Langkah-langkah perencanaan pertemuan meliputi: memutuskan focus observasi


(pendekatan umum, informasi langsung, kolaboratif, atau langsung diri sendiri),
menetapkan metode dan formulir observasi, mengatur waktu observasi dan
pertemuan berikutnya. Langkah-langkah observasi meliputi: memilih alat
observasi, melaksanakan observasi, memverifikasi hasil observasi dengan guru
pada pertemuan berikutnya, menganalisis data hasil verifikasi dan
menginterpretasi, memilih pendekatan interpersonal setelah pertemuan
berikutnya. Langkah-langkah pertemuan berikutnya adalah menentukan focus dan
waktu. Langkah- langkah refleksi kolaborasi meliputi: menemukan nilai-nilai
apa?, mana yang kurang bernilai, dan apa saran-saran anda. Supervise klinis bagi
guru muncul ketika guru tidak harus disupervisi atas keinginan kepala sekolah.
Melainkan karenan kesadaran guru yang datang ke supervisor untuk minta bantuan
mengatasai masalahnya

e. Teknik Supervisi
20

Salah satu tugas kepala sekolah adalah melaksanakan supervise akademik. Untuk
melaksanakannya secara efektif, diperlukan keterampilan konseptual,
interpersonal dan teknikal (Glickman, at al: 2007). Oleh sebab itu, setiap kepala
sekolah harus memiliki keterampilan teknikal berupa kemampuan menerapkan
teknik-teknik supervise akademik yang tepat. Menurut Gwyn (1961) teknik
supervise akademik meliputi dua macam, yaitu: individual dan kelompok.

3. Kompetensi Guru

Majid (2005:6) menjelaskan kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan
menunjukkan kualitas guru dalam mengajar. Kompetensi tersebut akan terwujud
dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan profesional dalam menjalankan
fungsinya sebagai guru. Diyakini Robotham (1996:27), kompetensi yang
diperlukan oleh seseorang tersebut dapat diperoleh baik melalui pendidikan formal
maupun pengalaman.

Syah (2000:229) mengemukakan pengertian dasar kompetensi adalah


kemampuan atau kecakapan. Usman (1994:1) mengemukakan kompentensi
berarti suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang,
baik yang kualitatif maupun yang kuantitatif. McAhsan (1981:45), sebagaimana
dikutip oleh Mulyasa (2003:38) mengemukakan bahwa kompetensi: “…is a
knowledge, skills, and abilities or capabilities that a person achieves, which
become part of his or her being to the extent he or she can satisfactorily perform
particular cognitive, affective, and psychomotor behaviors”. Dalam hal ini,
kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang
dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat
melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-
baiknya.

Sejalan dengan itu Finch & Crunkilton (1979:222), sebagaimana dikutip oleh
Mulyasa (2003:38) mengartikan kompetensi sebagai penguasaan terhadap suatu
tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang
keberhasilan.Sofo (1999:123) mengemukakan “A competency is composed of
skill, knowledge, and attitude, but in particular the consistent applications of those
skill, knowledge, and attitude to the standard of performance required in
21

employment”. Dengan kata lain kompetensi tidak hanya mengandung


pengetahuan, keterampilan dan sikap, namun yang penting adalah penerapan dari
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan tersebut dalam pekerjaan.
Robbins (2001:37) menyebut kompetensi sebagai ability, yaitu kapasitas seseorang
individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Selanjutnya
dikatakan bahwa kemampuan individu dibentuk oleh dua faktor, yaitu faktor
kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan intelektual adalah
kemampuan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan mental sedangkan
kemampuan fisik adalah kemampuan yang di perlukan untuk melakukan tugas-
tugas yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan, dan keterampilan.Spencer &

Spencer (1993:9) mengatakan “Competency is underlying characteristic of an


individual that is causally related to criterion-reference effective and/or superior
performance in a job or situation”.Jadi kompetensi adalah karakteristik dasar
seseorang yang berkaitan dengan kinerja berkriteria efektif dan atau unggul dalam
suatu pekerjaan dan situasi tertentu. Selanjutnya Spencer & Spencer menjelaskan,
kompetensi dikatakan underlying characteristic karena karakteristik merupakan
bagian yang mendalam dan melekat pada kepribadian seseorang dan dapat
memprediksi berbagai situasi dan jenis pekerjaan. Dikatakan causally related,
karena kompetensi menyebabkan atau memprediksi perilaku dan kinerja.

Dikatakan criterion-referenced, karena kompetensi itu benar-benar


memprediksi siapa-siapa saja yang kinerjanya baik atau buruk, berdasarkan kriteria
atau standar tertentu.Muhaimin (2004:151) menjelaskan kompetensi adalah
seperangkat tindakan intelegen penuh tanggung jawab yang harus dimiliki
seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu melaksankan tugas-tugas dalam
bidang pekerjaan tertentu. Sifat intelegen harus ditunjukan sebagai kemahiran,
ketetapan, dan keberhasilan bertindak. Sifat tanggung jawab harus ditunjukkan
sebagai kebenaran tindakan baik dipandang dari sudut ilmu pengetahuan, teknologi
maupun etika. Depdiknas (2004:7) merumuskan definisi kompetensi sebagai
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam
kebiasaan berfikir dan bertindak.Menurut Syah (2000:230), “kompetensi” adalah
kemampuan, kecakapan, keadaan berwenang, atau memenuhi syarat menurut
ketentuan hukum. Selanjutnya masih menurut Syah, dikemukakan bahwa
22

kompetensi guru adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan


kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak.

Berdasarkan uraian di atas kompetensi guru dapat didefinisikan sebagai


penguasaan terhadap pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang
direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak dalam menjalankan profesi
sebagai guru (dikutip dari Kompetensi Guru oleh Rastodio, 29 Juli 2009)

C. Penelitian yang Relevan

1. Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah “Pengembangan modul


berbasis model pembelajaran arias untuk memperdayakan motivasi dan
berfikir kritis peserta didik pada materi ekosistem”, menyatakan modul
berbasis model pembelajaran arias memperoleh persentase dari tim ahli
media 81,24% kategori valid, ahli materi 97,09 % kategori valid dan aspek
bahasa 87,5% kategori valid, metode yang digunakan adalah research and
development (RnD).
2. Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah “Pengembangan modul
subtema sumber energy berbasis model pembelajaran arias untuk
peningkatan pemahaman konsep peserta didik”, menyatakan modul
subtema sumber energi berbasis model pembelajaran arias untuk
peningkatan pemahaman konsep peserta didik memperoleh presentasi ahli
media 91%, kategori valid, tingkat kemenarikan modul 91%, kategori valid,
ahli materi 90%, kategori valid, metode yang digunakan adalah research and
development (RnD).
3. Pengembangan Modul Bahasa Indonesia berbasis nilai-nilai karakter tema
pahlawanku sekolah IV SD/MI di Bandar Lampung. menyatakan modul
berbasis model pembelajaran nilai-nilai karakter memperoleh persentase
dari tim ahli media 86,15% kategori valid, ahli materi 97,05 % kategori
valid dan aspek bahasa 97,34% kategori valid, metode yang digunakan
adalah research and development (RnD).
23

D. Kerangka Berfikir

Bahwa upaya peningkatan kemampuan kepala sekolah dan guru dalam


menyusun modul pembelajaran sudah merupakan hal yang sangat perlu untuk
diupayakan sehingga kepala sekolah dan guru mendapatkan kemampuan yang
maksimal dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan pendampingan oleh
pengawas dalam menyusun modul pembelajaran , mulai dari persiapan perencanaan
pendampingan penyusunan, metode, media, sumber bahan, alat evaluasi,
pelaksanaan kegiatan, sampai dengan hasil akhir penyusunan modul pembelajaran.

Dalam kenyataanya guru sering kali mendapatkan masalah dan kesulitan


dalam penyusunan modul pembelajaran yang merupakan salah satu komponen
kurikulum yang harus ditetapkan, karena berbagai keterbatasan, oleh karena itu
diperlukan pendampingan terhadap guru mulai dari perencanaan pengajaran,
pelaksanaan pembelajaran sampai dengan evaluasi hasil belajar. Jika upaya ini
dilakukan dengan baik diduga dapat memberikan kontribusi yang tinggi dalam
peningkatan hasil belajar siswa. Untuk lebih jelasnya kerangka pemikiran ini dapat
digambarkan sebagai berikut.
24

Realitas Kemampuan menyusun


Modul Pembelajaran Guru Rendah

Kemampuan Guru Meningkat

Hasil Penyusunan Modul Pembelajaran


Bekualitas

Pendampingan Terhadap Guru

Perencanaan Penyusunan, Penyiapan


metode, alat & sumber bahan

Gambar 2.6 Kerangka Berpikir

E. Hipotesis Tindakan

Dari permasalahan di atas penelitian ini diajukan hipotesis tindakan sebagai


berikut. Diduga bahwa pendampingan terhadap guru dapat meningkatkan
kemampuan dalam menyusun modul pembelajaran bagi guru-guru SMK Negeri 2
Setu Bekasi.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Membuktikan secara ilmiah apakah supervise akademik berkelanjutan


dapat meningkatkan kompetensi guru dalam menyusun modul
pembelajaran
2. Mengetahui langkah-langkah yang tepat dalam melakukan supervise
akademik agar mampu meningkatkan kompetensi guru dalam menyusun
modul
3. Mengukur peningkatan prosentase kompetensi guru dalam Menyusun
modul pembelajaran setelah supervise akademik berkelanjutan kepada guru

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian
Tempat dilakasanakannya penelitian ini yaitu di SMK Negeri 2 Setu Bekasi
dengan alamat Jalan MT. Haryono, Taman Rahayu, Kec. Setu, Kabupaten
Bekasi, Jawa Barat 17320

2. Waktu Penelitian
Waktu dilakukannya penelitian ini adalah pada bulan Januari sampai April
2022

C. Subyek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan sendiri oleh Tim Pengembang SMKN 2 Setu


Bekasi yang terdiri dari Kepala Sekolah, Waka Kurikulum, dan Waka Kesiswaan

D. Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan yaitu menerapkan suatu


tindakan yang tujuannya adalah meningkatkan mutu serta terselesaikannya masalah

25
26

yang dihadapi oleh suatu kelompok subyek yang diteliti dalam hal ini adalah guru
pemula. Selanjutnya mengamati keberhasilan sebagai akibat dari Tindakan serta
memberi tindakan lanjutan untuk menyempurnakan hasil yang lebih baik.
Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
deskriptif.

Penelitian tindakan merupakan suatu proses sistematik yang dilaksanakan


oleh para pelaksana program dalam kegiatannya sendiri (dalam Pendidikan
dilakukan oleh guru, dosen, dll), dalam mengumpulkan data tentang pelaksanaan
kegiatan, keberhasilan dan hambatan yang dihadapi, untuk kemudian Menyusun
rencana dan melakukan kegiatan-kegiatan lain untuk penyempurnaan.

Penelitian ini peneliti meneliti diri peneliti sendiri sehingga perlu


didampingi oleh observer dan Pengawas SMK agar pelaksanaan penelitian berjalan
obyektif. Observer mengamati proses pembelajaran sedangkan Pengawas
memantau pelaksanaan supervisi akademik kunjungan sekolah agar berjalan sesuai
rencana.

E. Prosedur/Rencana Penelitian Tindakan

Penelitian dilaksanakan pada semester gasal tahun pelajaran 2021/2022.


Siklus I dilaksanakan pada bulan Januari s.d. Febuari 2022, sedangkan siklus II
dilaksanakan pada bulan Maret s.d. April 2022

Tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut:

Perencanaan (Planning)

Dalam tahap perencanaan disiapkan hal-hal sebagai berikut: (a)


Menyiapkan bahan, inventarisasi kebutuhan dan inventarisasi masalah/kesulitan
kepala sekolah dan guru dalam menyusun criteria ketuntasan minimal.. (b)
berdiskusi dengan semua guru (Fokus Group Discussion) tentang hal-hal yang
dapat dilakukan untuk penyusunan kriteria ketuntasan minimal. (c) menyiapkan
jadwal pelaksanaan pendampingan pada setiap guru disesuaikan dengan kesiapan
setiap guru. (d) Menyiapkan bahan dan alat yang dibutuhkan dalam pendampingan.

Pelaksanaan Tindakan (Action)


27

Pada tahap ini dilaksanakan pendampingan pada setiap guru sesuai dengan
jadwal yang telah direncanakan, yaitu: (a) Pendampingan terhadap guru dalam
perencanaan penyusunan : mulai dari menyusun rencana pendampingan:
menyiapkan metode, membuat media belajar, menyiapkan sumber bahan, dan
menyiapkan alat evaluasi. (b) Pendampingan terhadap guru saat melaksanakan
kegiatan penyusunan secara kelompok maupun perorangan , sesuai dengan mata
pelajaran yang disusun. (c) Pendampingan terhadap guru saat mengevaluasi hasil
kerja penyusunan.

Pengamatan (Observation)

Pengamatan dilakukan pada setiap tahap penelitian, mulai dari tahap


perencaaan dan pelaksanaan tindakan, kejadian dan hal-hal yang terjadi direkam
dalam bentuk catatan-catatan hasil observasi, dan didokumentasikan sebagai data-
data penelitian.

Refleksi (Reflection)

Pada akhir tiap siklus diadakan refleksi berdasarkan data observasi, dengan
Refleksi ini dimaksudkan agar peneliti dapat melihat apakah tindakan yang
dilakukan dalam penelitian ini dapat meningkatkan kinerja guru dan hasil belajar
siswa, kendala-kendala apa yang menghambat, faktor apa saja yang menjadi
pendorong, dan alternatif apa sebagai solusinya. Pada penelitian ini refleksi yang
dilakukan adalah dari hasil pengamatan input dan output kinerja guru SMPN 4
Tamiang Layang.

Sumber data penelitian ini adalah guru SMKN 2 Setu Bekasi, peneliti. Jenis
data yang dikumpulkan berupa data kuantitatif dan kualitatf, yang mencakup (a)
rencana pendampingan, (b) pelaksanaan pendampingan, (c) data hasil observasi, (d)
kinerja guru, (e) hasil penyusunan guru SMKN 2 Setu Bekasi..

F. Teknik Pengumpulan Data, Instrumen dan Sumber Data

Teknik pengumpulan data meliputi panduan observasi, panduan wawancara,


instrumen kegiatan guru SMKN 2 Setu Bekasi. Instrumen pengumpul data meliputi:

1. Pedoman observasi dan pengamatan (observasi).


28

2. Instrumen penilaian kinerja guru.


3. Alat-alat dokumentasi seperti camera dan tape recorder.

G. Analisis Data

Data yang terkumpul dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif dan
kuantitatif. Data kualitatif dianalisis dengan menggunakan analisis kategorial dan
fungsional melalui model analisis interaktif (interactive model), yakni analisis yang
dilakukan melalui empat komponen analisis: reduksi data, penyandian, dan
verifikasi dilakukan secara simultan. Data kuantitatif dianalisis dengan
menggunakan analisis deskriptif.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Moch. Idochi. 2004. Administrasi Pendidikan dan Manajemen Biaya


Pendidikan. Bandung: Alfabeta

Depdiknas. 1997. Petunjuk Pengelolaan Adminstrasi Sekolah Dasar. Jakarta:


Depdiknas.

Depdiknas. 2001. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta:


Depdiknas.

Depdiknas. 2010. Supervisi Akademik; Materi Pelatihan Penguatan Kemampuan


Kepala Sekolah; Jakarta: Depdiknas.

Harahap, Baharuddin. 1983. Supervisi Pendidikan yang Dilaksanakan oleh Guru,


Kepala Sekolah, Penilik dan Pengawas Sekolah. Jakarta: Damai Jaya

Majid, Abdul. 2005. Perencanaan Pembelajaran: Mengembangkan Standar


Kompetensi Guru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Muhaimin (2004). Paradigma Pendidikan Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Mulyasa, E., 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik, dan


Implementasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Sahertian, Piet A. 2000. Konsep-Konsep dan Teknik Supervisi Pendidikan Dalam


Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.

Sapari, Achmad. 2002. Pemahaman Guru Terhadap Inovasi Pendidikan. Artikel.


Jakarta: Kompas (16 Agustus 2002).

Supandi. 1996. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Jakarta: Departemen Agama


Universitas Terbuka.

Suprihatin, MD. 1989. Administrasi Pendidikan, Fungsi dan Tanggung Jawab


Kepala Sekolah sebagai Administrator dan Supervisor Sekolah.

Semarang: IKIP Semarang Press. Surya, Muhammad. 2003. Psikologi Pembelajaran


dan Pengajaran. Bandung: Yayasan Bhakti Winaya

Suryasubrata.1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

29
30

Usman, Moh. Uzer. 1994. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Wahidin; 13 Faktor untuk menjadi Kepala Sekolah Yang Efektif, 2008

Wardani, IGK. 1996. Alat Penilaian Kemampuan Guru (APKG). Jakarta: Dirjen
Dikti.

Anda mungkin juga menyukai