Anda di halaman 1dari 234

ii

MODUL PRAKTIKUM

FARMASI FISIKA
(20N01120201)

Nama :
NIM :
Kelompok :
Golongan :

PENYUSUN

ACHMAD HIMAWAN
ANDI ARJUNA
ABD. MUZAKKIR REWA
ANDI DIAN PERMANA
RANGGA MEIDIANTO ASRI
NURHASNI HASAN

LABORATORIUM FARMASETIKA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
TA 2020/2021
iii

MODUL PRAKTIKUM
FARMASI FISIKA

Modul Praktikum Ini Disusun untuk Memenuhi Kebutuhan Praktikum Farmasi


Fisika dan Digunakan Hanya Dalam Lingkungan Fakultas Farmasi Universitas
Hasanduddin

PENYUSUN

ACHMAD HIMAWAN
ANDI ARJUNA
ABD. MUZAKKIR REWA
ANDI DIAN PERMANA
RANGGA MEIDIANTO ASRI
NURHASNI HASAN

MAKASSAR
2021
iv

KATA PENGANTAR

Modul Praktikum Farmasi Fisika disusun untuk memenuhi kebutuhan dan sebagai
panduan mahasiswa dalam mengikuti praktikum Farmasi Fisika di Laboratorium
Farmasetetika. Topik-topik percobaan dalam penuntun ini telah disesuaikan untuk
menunjang pemahaman mahasiswa terkait materi yang diajarkan di perkuliahan dan
materi suplemen untuk menunjang materi dalam perkuliahan. Manual laboratorium ini
berisi tahapan eksperimen setrta lembar kerja yang akan digunakan selama proses
praktikum.

Modul Praktikum Farmasi Fisika ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritikan dan saran dari pemakai buku ini sangat kami harapkan untuk penyempurnaan
pada penerbitan selanjutnya.

Makassar, Januari 2021

Penyusun
v

DAFTAR ISI
Kata Pengantar ........................................................................................................................ iii
Daftar Isi .................................................................................................................................. iv
Alfabet Yunani, Besaran dan Konstanta ................................................................................... v
Identitas Mata Kuliah ............................................................................................................... 1
Petunjuk Umum Praktikum ..................................................................................................... 2
Pengantar Praktikum ............................................................................................................... 6
Eksperimen 1 Wujud Zat dan Sifat Fisika Bahan Obat ......................................................... 8
Eksperimen 2 Sistem Multikomponen ................................................................................ 22
EKsperimen 3 Mikromeritik dan Sifat Turunan Serbuk ....................................................... 38
Eksperimen 4 Dispersi Molekuler dan Fenomena Distribusi ............................................... 64
Eksperimen 5 Fenomena Antarmuka dan Dispersi Koloid .................................................. 77
Eksperimen 6 Dispersi Kasar dan Fenomena Pembasahan ................................................. 97
Eskperimen 7 Emulsifikasi dan Fenomena Ketidakstabilan Emulsi ..................................... 116
Eksperimen 8 Viskositas dan Reologi .................................................................................. 136
Eksperimen 9 Kinetika Kimia dan Stabilitas Obat ................................................................ 160
Eksperimen 10 Difusi dan Disolusi Obat ................................................................................ 185
Lampiran 1 Daftar Persamaan ................................................................................................. 213
Lampiran 2 Nomor Mesh Ayakan dan Diameter Lubang Ayakan ............................................. 217
Lampiran 3 Pembuatan Suspensi ............................................................................................. 218
Lampiran 4 Tabel Konversi Viskositas (Viskometer Brookfield) ............................................... 219
Lampiran 5 Daftar Peralatan Standar ....................................................................................... 220
Lampiran 6 Susunan Minggu Praktikum .................................................................................. 221
Lampiran 7 Rubrik Penilaian .................................................................................................... 222
vi

ALFABET YUNANI, BESARAN, SATUAN DAN KONSTANTA


Daftar Alfabet Yunani
Αα Ββ Γγ Δδ Εε Ζζ
Alpha Beta Gamma Delta Epsilon Zeta

Ηη Θθ Ιι Κκ Λλ Μμ
Eta Theta Iota Kappa Lamda Mu

Νν Ξξ Οο Ππ Ρρ ΢ σ/ς
Nu Xi Omikron Pi Rho Sigma

Στ Τυ Φφ Χχ Ψψ Ωω
Tau Upsilon Phi Hi Psi Omega

Tabel Besaran Pokok


Satuan
Besaran Dimensi Acuan
(SI)
Konnstanta Planck
Massa Kilogram (kg) [M]
(6,62607015 x 10-34 kg.m2.s-1)
1/299.792.458 jarak yang
Panjang Meter (m) [L]
ditempuh oleh cahaya
Durasi dari 9.192.631.770 siklus
radiasi yang berhubungan dengan
Waktu Detik (s) [T] transisi antara dua level
hyperfinite dari atom Caesium-133
pada keadaan dasar
Muatan elektron
Kuat arus listrik Amepere (A) [I]
(1,602176634 x 10-19 A.s)
Konstanta Boltzman
Suhu Kelvin (K) *θ+
(1,380649 x 10-23 kg.m-2.s-2.K-1)
Konstanta Avogadro
Jumlah Zat Mol (mol) [N]
(6,02214976 x 1023)
Intensitas cahaya pada suatu arah
dari sumber cahaya monokromatis
Intensitas Cahaya Kandela (cd) [J] dengan frekuensi 5,4 x 1014 Hz dan
memiliki intensitas radian pada
arah 1/683 watt per steradian

Tabel Besaran Turunan


Satuan SI
Besaran Satuan Lazim Satuan SI Lainnya
(Besaran Pokok)
Frekuensi Hertz (Hz) s-1

Gaya, Berat Newton (N) kg.m.s-2

Tekanan Pascal (Pa) kg.m-1.s-2 N/m2


vii

Satuan SI
Besaran Satuan Lazim Satuan SI Lainnya
(Besaran Pokok)
Energi, Kerja, Panas Joule (J) kg.m2.s-2 N.m = Pa.m3

Tenaga Watt (W) kg.m2.s-3 J/s

Muatan listrik Coloumb (C) A.s -

Tegangan listrik Volt (V) kg.m2.s-3.A-1 W/A

Konduktivitas Listrik Siemens (S) kg-1.m-2.s3.A2 Ω-1

Viskositas Poise (P) (0,1) kg.m-1.s-1 Pa.s

Konstanta
Nama Simbol Nilai Satuan

Kecepatan cahaya dalam keadaan vakum c 299.792.458

Konstanta gravitasi G 6,67408 x 10-11 Nm2/kg2


Konstanta Planck h 6,62607015 x 10-34 kg.m2.s-1

Konstanta Boltzman k 1,380649 x 10-23 kg.m-2.s-2.K-1

Muatan elektron (elementary charge) e 1,602176634 x 10-19 A.s

Konstata Avogadro N 6,02214976 x 1023 -

Percepatan gravitasi g 9.80665 m.s-2

Konstanta Gas Ideal R 8.3144621 J.K-1.mol-1


1

IDENTITAS MATA KULIAH

NAMA MATA KULIAH : FARMASI FISIKA


JUMLAH SKS : 2 (DUA) SKS
SEMESTER : III (TIGA)/GANJIL
NAMA DOSEN PENGASUH : Nurhasni Hasan, S.Si., M.Si., M.Pharm.Sc., Ph.D., Apt.
DAN INSTRUKTUR PRAKTIKUM Drs. Abd. Muzakkir Rewa, M.Si., Apt.
Andi Dian Permana, S.Si., M.Si., Ph.D., Apt.

DESKRIPSI SINGKAT MATA : Mata kuliah Farmasi Fisika menyajikan materi-materi


KULIAH dasar tentang fenomena fisika yang dijumpai dalam
bidang farmasi, khususnya terkait formulasi dan sistem
penghantaran obat seperti kelarutan, disolusi, stabilitas
obat, aliran dan lainya. Selain itu mata kuliah ini juga
menyajikan penjeasan tentang kosep-konsep dasar
dalam berbagai sistem farmasetika seperti sistem dispersi
molekuler, dispersi koloid, dispersi kasar dan emulsi.
Mahasiswa akan diberikan pemahaman mendasar terkait
konsep teoritis dan matematis dibalik berbagai fenomena
fisika tersebut yang dapat menjadi bekal bagi mahasiswa
dalam memahamai mata topik-topik yang lebih lanjut.
CAPAIAN PEMBELAJARAN : Setelah mengikuti kuliah Farmasi Fisika, mahasiswa
MATA KULIAH diharapkan mampu mempunyai kemampuan untuk
mengaplikasikan berbagai prinsip fisis dalam sistem
farmasetika
2

PETUNJUK UMUM PRAKTIKUM

Deskripsi Umum Praktikum


Praktikum Farmasi Fisika merupakan praktikum dasar yang berfungsi untuk memberikan bekal
keterampilan dan memperdalam pemahaman melalui serangkaian kegiatan eksperimen dan
observasi terkait berbagai fenomena fisis dalam sistem farmasetik. Topik-topik praktikum dipilih
agar selaras dengan materi yang diperoleh oleh mahasiswa di perkuliahan. Topik praktikum farmasi
fisika meliputi sifat fisika bahan farmasi, sistem dispersi (molekuler, koloidal, kasar), emulsifikasi,
rheologi, stabilitas obat, kinetika reaksi dan pengujian pelepasan obat in vitro (difusi dan disolusi).

Organisasi Materi Praktikum


Topik-topik praktikum farmasi fisika antara lain (1) Sifat-sifat fisika bahan obat dan bahan farmasi,
(2) Mikromeritik, (3) Sistem Dispersi, (4) Emulsifikasi, (5) Rheologi, (6) Stabilitas Obat, (7) Kinetika
Reaksi dan (8) Difusi dan Disolusi yang dirumuskan ke dalam 10 modul. Organisasi materi praktikum
disajikan dalam bagan di bawah ini.

Bagan I. Organisasi Materi Praktikum Farmasi Fisika


3

Tata Tertib Laboratorium


Tata tertib yang berlaku di Laboratorium Farmasetika selama pelaksanaan praktikum Teknologi
Sediaan Cair dan Semi Padat adalah sebagai berikut:
A. Praktikan hanya boleh melakukan praktikum pada waktu-waktu yang telah ditentukan,
keigiatan yang dilakukan di luar waktu yang telah ditentukan tanpa persetujuan sebelumnya
dianggap tidak sah.
B. Praktikan dilarang makan dan/atau minum di ruang utama laboratorium
C. Area laboratorium (ruangan laboratorium dan koridor) adalah area bebas asap rokok
D. Pada waktu bekerja di laboratorium, praktikan diwajibkan memakai jas praktikum bersih dan
tanda pengenal berupa papan nama. Praktikan diwajibkan mengenakan alat pelindung diri
standar (dijelaskan lebih lanjut pada bagian Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Laboratorium)
E. Praktikan yang meninggalkan praktikum sebelum waktunya, harus meminta izin kepada
asisten/dosen yang bertugas.
F. Alat-alat, meja praktikum serta ruangan laboratorium harus dibersihkan sebelum dan setelah
selesai praktikum.
G. Praktikan diwajibkan memelihara alat laboratorium dan menggunakan bahan sesuai batas
kewajaran
H. Timbangan dan pH meter harus diverifikasi sesuai prosedur tetapnya sebelum digunakan.
I. Bila dalam laboratorium terdapat sesuatu yang berbahaya, segera melapor ke
asisten/dosen/PLP yang bertugas dan bila dalam praktikum menemui kesulitan, mintalah
petunjuk asisten/dosen/PLP yang bertugas
J. Setiap praktikan bertanggung jawab atas kebersihan bahan dan menjaga bahan dari
kontaminasi
K. Praktikan diwajibkan mengembalikan bahan dan ke tempatnya semula setelah praktikum
berakhir. Bacalah baik-baik label wadah. Bahan yang kurang/habis supaya dilaporkan kepada
PLP
L. Praktikan diwajibkan memeriksa dan mencocokkan alat-alat dengan daftarnya setiap mulai
dan selesai praktikum bila ternyata tidak cocok (pecah/hilang) segera melapor kepada PLP
M. Praktikan diwajibkan mengganti alat-alat yang pecah/hilang
N. Praktikan yang telah menyelesaikan pelatihan/percobaan harus segera mengembalikan alat-
alat yang dipinjam dalam keadaan bersih

General Personal Safety


A. Makan, minum, merokok, memakai kosmetik dan menangani kontak lensa dilarang untuk
dilakukan selama berada di area laboratorium
B. Makakan dan minuman TIDAK BOLEH disimpan ditempat yang sama dengan tempat bahan
laboratorium dan sampel
C. Gunakan alat pelingdung diri standar sesuai dengan yang tertera pada bagian sefty check di
tiap eksperimen
D. Rambut panjang harus diikat dan tidak boleh dibiarkan terurai
E. Alat pipet manual harus digunakan saat memipet cairan. JANGAN PERNAH MENGGUNAKAN
MULUT
F. Cucilah tangan ditempat yang disediakan setiap sebelum dan setelah menangani bahan
4

G. Permukaan meja kerja laboratorium harus selalu dibersihkan sebelum dan setelah praktikum
dengan air.
H. Kenali semua simbol bahaya pada reagen/bahan dan perlakukan semuanya dengan hati-hati
I. Jangan meletakkan benda apapun di daerah lalulintas personel dan pintu keluar
J. Ikuti prosedur penanganan limbah yang berlaku
K. Pastikan setiap wadah berisi bahan diberi identitas dengan benar
L. Pastikan semua wadah beiris bahan tertutup rapat sebelum dan setelah digunakan untuk
menghindari tumpahan
M. Jangan pernah melakukan proses pemanasan tanpa pengawasan dan jangan biarkan kompor
menyala tanpa dipakai
N. Dilarang mengacaukan perhatian orang yang sedang bekerja dilaboratorium
O. Gunakan peralatan sesuai dengan peruntukannya
P. Jika ada tumpahan bahan, laporkan pada pengawas dan tangani sesuai dengan standar
operasional prosedur yang berlaku

Eye Safety
A. Pastikan anda telah mengetahui posisi eyewash terdekat di laboratorium
B. Gunakan pelindung mata ketika dipersyaratkan dalam safety check, khususnya ketika
berhubungan dengan bahan/reagen/pelarut kaustik, menangani asam atau basa tertentu,
menangani prosedur yang mungkin menghasilkan cipratan, bekerja dengan reagen bertekanan,
atau memanaskan dengan kompor listrik dan melakukan pengamatan jarak dekat terhadap
bahan-bahan tertentu
C. Tidak disarankan menggunakan lensa kontak selama berkegiatan di laboratorium

Manajemen Limbah
A. Limbah yang dihasilkan selama praktikum adalah Limbah B3 dan harus ditangani sesuai dengan
cara penanganan Limbah B3 yang benar
B. Limbah praktikum Farmasi Fisika terbagi atas Limbah Pereaksi, Limbah Sampel Cair, Limbah
Sampel Padat Non-Antibiotik, Limbah Sampel Padat Antibiotik, Limbah Asam, Limbah Pelarut
Organik, Limbah Syringe dan Jarum Suntik, dan Limbah Pecahan Kaca
C. Setiap limbah ditangani sesuai standar operasional prosedur laboratorium
D. Dilarang keras meninggalkan limbah tanpa penanganan di ruang laboratorium
E. Dilarang keras membuang limbah ke dalam saluran pembuangan/wastafel/kamar mandi
F. Sebelum mencuci peralatan, semua limbah harus ditangani terlebih dahulu
G. Sebelum praktikum, setiap mahasiswa sudah harus memahami standar operasional prosedur
penanganan limbah yang beraku di Laboratorium Farmasetika

Kontrak Praktikum
A. Berpakaian rapi, nyaman dan aman
B. Menggunakan baju lab bersih dan papan nama setiap masuk praktikum
C. Menggunakan APD sesuai tata tertib dan safety measure yang berlaku
D. Menyiapkan area kerja sebelum memulai praktikum
5

E. Datang tepat waktu dan masuk ke ruang laboratorium setelah dipersilahkan masuk
F. Praktikan yang datang terlambat setelah responsi tidak diperbolehkan mengikuti respon dan
boleh masuk ke ruang lab setelah responsi selesai
G. Praktikan yang datang terlambat paling lambat 15 menit setelah praktikum berjalan tanpa
alasan yang jelas tidak diperkenankan untuk masuk praktikum
H. Setelah responsi selesai, kelas dibuka oleh dosen dan penanggung jawab, setelah itu praktikan
dipersilahkan untuk mengambil tempat sesuai dengan kelompoknya masing-masing
I. Alat komunikasi dapat diletakkan di saku celana/baju dalam keadaan silent.
J. Jika ingin menjawa telepon/pesan penting, praktikan dipersilahkan untuk minta izin kepada
pengawas praktikum dan keluar ruangan untuk menjawab telepon/pesan penting tersebut
K. Praktikan harus hadir minimal 80% dari total pertemuan di luar ujian. Jika tidak, praktikan tidak
berhak mengikuti ujian praktikum
L. Praktikan memberi keterangan sakit atau izin berupa surat tertulis (dari dokter/wali atau surat
dari WD3 untuk kegiatan kemahasiswaan)
M. Untuk praktikan yang sakit, izin atau tidak hadir tanpa keterangan, nilai pada hari itu adalah 0
dan diperhitungkan dalam kalkulasi nilai akhir
N. Praktikan yang tidak hadir karena sakit atau izin dapat mengajukan tugas tambahan untuk
mendapatkan tambahan nilai yang tidak ada
O. Sakit dan izin tetap diperhitungkan dalam kalkulasi jumlah kehadiran
P. Penilaian dilakukan berdasarkan rubrik dan proporsi penilaian dapat dilihat pada lampiran
modul praktikum ini
Q. Susunan minggu praktikum dan jadwal praktikum dapat dilihat dalam lampiran modul
praktikum ini
R. Sampel rusak diperlakukan limbah limbah
S. Sampel tidak rusak yang terkontaminasi diperlakukan sebagai limbah
T. Sampel tidak rusak yang tidak terkontaminasi dikembalikan ke wadah asalnya
6

PENGANTAR PRAKTIKUM
PENGUKURAN, SIMPANGAN BAKU DAN STANDARD ERROR OF MEAN

Pengukuran
Sama halnya dengan ilmu pengetahuan lain, Farmasi Fisika di dasarkan atas eksperimen,
observasi dan pengukuran. Besaran-besaran yang diikur dalam eksperimen farmasi fisika
adalah besaran terkait fenomena fisis suatu sistem farmasetik. Pengukuran memberikan
kita informasi tentang sifat-sifat dari suatu objek. Pengukuran dapat memberikan kita
informasi tentang, misalnya, sebearapa berat massa suatu benda, seberapa lama suatu
radioisotop meluruh atau seberapa panas suhu suatu larutan. Pengukuran memberikan
nilai atas sifat-sifat objek yang sedang kita amati dan dilakukan dengan menggunakan
suatu alat ukur (misalnya neraca, stopwatch atau jangka sorong).
Pengukuran tidak pernah memberikan suatu nilai yang eksak atas objek yang diukur. Setiap
pengukuran, bahkan dengan alat yang sangat canggih sekali pun, selalu memiliki batas
kesalahan. Untuk itu di dalam suatu eksperimen, penting sekali untuk menyatakan
seberapa besar keraguan atas hasil pengukuran yang kita lakukan. Ketidakpastian
pengukuran adalah besarnya keraguan yang ada dari suatu hasil pengukuran dan
umumnya dinyatakan dalam rentang “kurang lebih” terhadap hasil pengukuran. Dalam
pengukuran metrologi, suatu metode sistematis digunakan untuk menentukan sebearapa
besar ketidakpastian yang bersumber dari berbagai faktor sepert kalibrasi alat, kepekaan
alat dan seterusnya. Tetapi dalam eksperimen yang kita lakukan kita hanya akan
menggunakan dua jenis nilai yang umum digunakan untuk menyatakan batas keraguan
atas hasil pengukuran yaitu simpangan baku (standard deviation) dan standard error of
mean.

Simpangan Baku
Simpangan baku atau standar deviasi mendeskripsikan sebaran nilai-nilai hasil pengukuran.
Nilai standar deviasi dari sampel adalah nilai yang acak tetapi ketika jumlah sampel
ditingkatkan nilainya akan tetap sama secara rata-rata. Dua jenis simpangan baku yang
sering dijumpai adalah simpangan baku populasi dan simpangan baku sampel. Kedua
simpangan baku tersebut dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
𝑁
1
𝜍 𝑝 = √ ∑( 𝑥 𝑖 − 𝑥 ) 2
𝑁
𝑖=1

Persamaan untuk standar deviasi populasi


𝑁
1
𝜍𝑠 = √ ∑( 𝑥 𝑖 − 𝑥 ) 2
𝑁−1
𝑖=1

Persamaan untuk standar deviasi sampel


Dalam eksperiman umumnya kita menggunakan standar deviasi sampel.
7

Standard Error Of Mean (SEM)


Standard Error of Mean (SEM) merupakan standar deviasi dari rerata. Nilai ini
mendeskripsikan tentang akurasi dari suatu pengukuran sebagai sebuah estimasi dari rata-
rata sebenarnya dari populasi. Ketika jumlah sampel bertambah, nilai SEM akan menurun
karena data yang diperoleh semakin akurat. SEM dihitung dari standar deviasi sampel
dengan menggunakan rumus
𝜍𝑠
𝑆𝐸𝑀 =
√𝑁
Sering sekali kita membuat kesalahan interpretasi dari standar deviasi dan SEM. Ingat
bahwa SEM tidak menyatakan variabilitas dari tiap-tiap hasil pengukuran dan standar
deviasi tidak menjelaskan tentang seberapa akurat hasil pengukuran dari nilai rata-rata
“sebenarnya”. Perbedaan mendasar dari standar deviasi dan standar baku dapat dilihat
pada tabel berikut
Tabel Perbedan Standar Deviasi dan SEM

Aspek Standar Deviasi SEM

Merupakan suatu ukuran Merupakan ukuran estimasi


Pengertian sebaran data dari suatu set keakuratan pengukuran secara
data dari nilai reratanya statistik
Statistik Deskriptif Inferensial
Seberapa bervariasi nilai yang Seberapa presisi nilai rata-rata
Ukuran diperoleh dari hasil observasi sampel hasil pengukuran dari
antara satu dengan lainnya rata-rata populasinya

Peningkatan jumah Memberikan nilai yang lebih


Menurunkan nilai SEM
sampel spesfik terkait standar deviasi
(Sumber: https://keydifferences.com/difference-between-standard-deviation-and-standard-error.html)

Standar deviasi dan SEM dapat disajikan dalam grafik sebagai error bar. Contohnya dapat
dilihat pada grafik berikut:
8

EKSPERIMEN 1
WUJUD ZAT DAN SIFAT FISIKA BAHAN OBAT

Deskripsi dan Urgensi Praktikum


Kajian-kajian dalam Farmasi Fisika berpusat pada fenomena-fenomena fisis dalam suatu sistem
farmasetis. Fenomena ini dipengaruhi oleh sifat dasar dan wujud bahan farmasi dalam sistem
tersebut. Pengetahuan tentang sifat fisika bahan obat akan menjadi dasar dalam studi preformulasi
dan formulasi bahan obat serta berbagai analisis fisikokimia yang banyak dilakukan di dalam bidang
kefarmasian. Dalam konteks praktikum untuk mata kuliah ini, pengetahuan dasar tentang wujud
dan sifat fisika bahan obat penting untuk dimiliki karena akan menjadi landasan pengetahuan
untuk percoban-percobaan selanjutnya.
Dalam eksperimen ini, mahasiswa akan diminta untuk melakukan penentuan titik lebur dan
densitas bahan farmasi menggunakan beberapa metode yang berbeda, menetapkan simpangan
dalam hasil pengukurannya dan membandingkan hasilnya dengan data di dalam literatur yang ada.

Maksud dan Tujuan


Setelah menyelesaikan eksperimen ini, mahasiswa diharapkan untuk:
1. Mengetahui dan memahami cara menentukan titik lebur dan jarak lebur bahan farmasi.
2. Mengetahui dan memahami cara menentukan berat jenis dan densitas suatu bahan farmasi
Secara khusus, tujuan eksperimen ini adalah:
1. Melakukan pengukuran titik lebur (melting point) bahan farmasi dengan menggunakan
aparatus I USP
2. Melakukan pengukuran kerapatan dan penetuan kerapatan relatif bahan farmasi
menggunakan hidrometer dan piknometer.

Teori Singkat
Wujud zat, secara klasikal, dibagi menjadi padat, cair, gas dan plasma. Bahan obat dapat berupa
padatan, cairan atau gas. Wujud Zat (State of Matter) berbeda dengan Fase (Phase). Sebuah
campuran bahan farmasi dapat memiliki campuran zat dengan wujud yang sama tetapi fase yang
berbeda (misalnya campuran air dan minyak, sama-sama berwujud cair tetapi terdapat dua fase
dalam campuran). Mengetahui wujud zat dan sifat fisika yang menyertainya merupakan hal
penting dalam menunjang sebuah proses formulasi obat menjadi bentuk sediaan farmasi yang
stabil. Karena sebagian besar bahan obat berada pada wujud padat dan cairan, maka bagian ini
akan fokus membahas wujud zat padat dan cairan serta sifat fisikanya.
Terdapat gaya-gaya yang bekerja pada suatu zat sehingga zat tersebut dipertahankan dalam
wujudnya yaitu gaya antarmolekul. Gaya antarmolekul terdiri atas:
- Gaya van der Waals (interaksi non-ionik antarmolekul) terdiri atas : (1) Gaya Keesom/interaksi
dipol-dipol, (2) Gaya Debye/interaksi dipol-dipol induksi, (3) Gaya London/interaksi dipol
induksi-dipol induksi.
- Interaksi Ion-Dipol, Ion-Dipol Induksi dan Ion-Ion
- Ikatan Hidrogen
9

Sebagian besar bahan farmasi (bahan aktif dan bahan tambahan) yerwujud padat atau cair
sehingga dalam percobaan ini akan lebih banyak dibahas tentang bahan farmasi padat dan cair.
Contoh bahan farmasi dalam berbagai wujud antara lain:
- Padat: Mentol, kamfer, timol, salol, asam salisilat, asam borat, parasetamol, kloramfenikol,
teofilin, eritromisin, kafein, indometasin, prokain, lidokain, metil paraben, propil paraben,
tiamin HCl, ampisilin, asam askorbat, aspirin, benzokain, dll.
- Cair: Air, etanol, gliserol, propilen glikol, etilen glikol, simetikon, oleum cocos (minyak kelapa),
oleum sesami (minyak wijen), oleum olivae (minyak zaitun), oleum arachidis (minyak kacang),
oleum ricini (minyak jarak), dll.
- Gas: Gas nitrogen, berbagai anastesi inhalasi dan gas medik.
Bahan obat padat dapat berupa padatan kristalin dan padatan amorf. Molekul pada padatan
kristalin tersusun dalam bentuk geometrik yang teratur sedangkan pada padatan amorf, molekul
tersusun dalam bentuk tidak teratur. Salah satu sifat fisika yang penting dari bahan padat adalah
titik leburnya. Padatan kristalin memiliki titik lebur tertentu dan profil termalnya umumnya
menunjukkan puncak tajam pada saat terjadi peleburan. Padatan amorf tidak memiliki titik leleh
tertentu dan memiliki kecenderungan untuk mengalir ketika diberikan tekanan yang cukup selama
periode waktu tertentu. Profil termal padatan amofr umumnya menunjukkan jarak lebur yang
lebar dan adanya titik transisi gelas. Hal inilah yang menjadi salah satu sifat yang membedakan
antara padatan amorf dan padatan kristalin.

Gambar 1.1. Contoh termogram Asam Benzoat


(Sumber: koleksi pribadi penulis)
Titik leleh berhubungan erat dengan titik beku. Titik beku adalah suhu saat cairan berubah menjadi
padatan. Titik beku merupakan titik leleh dari sebua padatan kristalin murni. Titik beku atau titik
leleh padatan murni didefinisikan sebagai suhu saat fase cair dan fase padat berada dalam
kesetimbangan dan titik lebur suatu bahan dipengaruhi oleh gaya antar-molekul didalmnya. Panas
(energi) yang diabsorbsi saat 1 gram padatan meleleh atau panas yang dibebaskan saat bahan
padat membeku disebut panas peleburan laten. Panas yang ditambahkan selama proses pelelehan
tidak mengakibatkan perubahan suhu sampai semua padatan meleleh.
Panas peleburan dapat dianggap sebagai panas yang dibutuhkan untuk meningkatkan jarak antar
atom atau antarmolekul dalam kristal sehingga memungkinkan terjadinya pelelehan (meningkat-
10

nya gerakan molekul). Suatu kristal yang terikat oleh gaya-gaya yang lemah pada umumnya
memiliki panas peleburan dan titik leleh yang rendah, vice versa. Fenomena ini menjelaskan
tentang:
1. Perbedaan titik leleh polimorf suatu bahan
2. Peningkatan titik leleh hidrokarbon jenuh
3. Hidrokarbon dengan jumlah atom karbon genap memiliki titik leleh yang lebih tinggi dibanding
hidrokarbon dengan jumlah atom karbon ganjil
Beberapa bahan dapat memiliki lebih dari satu bentuk padatan. Fenomena ini dikenal dengan
nama polimorfisme. Polimorf mempunyai kestabilan yang berbeda-beda dan dapat berubah secara
spontan dari bentuk meta-stabil ke bentuk stabilnya pada suhu tertentu. Polimorf juga memiliki
sifat fisika berbeda yang salah satunya adalah titik lebur. Bentuk-bentuk polimorf memiliki susunan
molekul yang berbeda sehingga gaya antar molekul dalam tiap bentuk berbeda.
Bobot jenis adalah salah satu sifat fisik yang penting diketahui dalam menangani suatu bahan cair.
Densitas berbeda dengan bobot jenis. Densitas (atau kerapatan) dapat didefinisikan sebagai massa
per satuan volume pada suhu dan tekanan tertentu. Densitas memiliki satuan dan dinyatakan
dalam gram per sentimeter kubik (g/cm3) atau kilogram per meter kubik (kg/m3). Bobot jenis dapat
didefinisikan sebagai perbandingan densitas suatu bahan terhadap bahan lain (dalam hal ini adalah
air) dan densitas kedua bahan tersebut ditentukan pada suhu dan tekanan yang sama. Bobot jenis
merupakan bilangan murni tanpa satuan. Bobot jenis dapat juga didefinisikan sebagai densitas
relatif. Bobot jenis juga didefiniskan sebagai perbandingan massa suatu bahan dengan air dengan
volume yang sama pada suhu 4°C atau pada suhu lain yang ditetapkan. Notasi suhu sering dijumpai
pada pembacaan bobot jenis seperti 25°/25°, 25°/4° atau 4°/4°. Angka pertama menunjukkan suhu
udara saat zat ditimbang dan angka kedua menunjukkan suhu air yang digunakan. Bobot jenis
dapat ditentukan dengan menggunakan piknometer, higrometer, neraca Mohr-Westphaldan alat-
alat lainnya.

Peralatan dan Bahan


Setiap kelompok mahasiswa harus menyiapkan peralatan berikut:
1 buah Beaker 500 ml, 1 set Statif dan Klem, 2 buah Termometer Gelas dengan range skala 0-300 °C,
1 buah Kompor Listrik, 1 buah Piknometer 25 ml atau 50 ml, 1 buah Gelas Ukur 500 ml, 2 buah Pipa
Kapiler yang salah satu ujungnya tertutup.
Setiap kelompok mahasiswa harus menyiapkan bahan-bahan berikut:
Silikon cair (600 ml)
Di dalam kelas juga disiapkan:
1 set Hidrometer dan Timbangan Analitik (ketelitian 0,1 mg) untuk digunakan bersama
Setiap kelompok mahasiswa akan dibekali satu jenis sampel bahan farmasi padat (sampel titik
lebur) dan satu sampel bahan farmasi cair (sampel kerapatan) dari daftar sampel.
Sampel bahan padat (1 gram/kelompok, sampel rusak):
Ketoprofen, Ibuprofen, Parasetamol, Benzokain, Piracetam, Asam Askorbat, Guafenisin, Atropin
Sulfat, Salisilamid.
11

Sampel bahan cair (600 ml/kelompok, sampel tidak rusak):


Gliserel, Propilen Glikol, PEG 400, Alkohol 70%, Alkohol 96%, Isopropil Miristat, Tween® 80, Span®
80.

Pra-Praktikum
Bahan pre-reading:
Buku Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika (2011) Bab 2, hal. 26-60
Bahan respon untuk percobaan ini adalah:
1. Gaya Antar Molekul
a. Gaya Van der Waals (Gaya Keesom, Gaya Debye, Gaya London)
b. Interaksi Ion-Dipol, Interaksi Ion-Dipol Induksi, Interaksi Ion-Ion
c. Ikatan Hidrogen
2. Padatan Kristalin dan Padatan Amorf
3. Polimorfisme
4. Sifat-Sifat Fisik Bahan Obat (Titik Lebur, Titik Didih, Flash Point, Indeks Refraktif, Kerapatan)
5. Densitas dan Densitas Relatif
6. Titik Lebur dan Metode-Metode Analisis Termal
7. Metode-Metode Penentuan Kerapatan Bahan Cair
8. Perhitungan Densitas Bahan Cair, Perhitungan SD dan RSD
Sebelum praktikum, mahasiswa harus melengkapi data pada lembar “Prerequisite Data”

Safety Check
Safety Level: Level 2
Check
No. Nama APD Keterangan
(�)
Gunakan sebelum masuk dan selama berada di dalam
1 Jas Praktikum □
laboratorium
Sepatu Gunakan sebelum masuk dan selama berada di
2 □
Tertutup laboratorium

3 Masker □ Gunakan selama menangani bahan

4 Sarung Tangan □ Gunakan selama menangani bahan


Gunakan selama menangani bahan dengan pemanasan
5 Safety Googles □ (memanaskan sampel/mengamati sampel yang dipanaskan)
atau bahan berbahaya lainnya

ksperimental
Alokasi Waktu : 180 menit
Jumlah Sampel : 1 sampel bahan obat padat (EKSP0101), 1 sampel bahan cair (EKSP0102 dan
EKSP0102)
Tempat : Lab Farmasetika, Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
Pengaturan : Setiap 3 kelompok mengerjakan sampel yang sama, data dikumpulkan sebagai
data kolektif untuk dirata-ratakan.
12

EKSP0101 Penentuan Titik Lebur Bahan Farmasi Padat


1. Sebelum memulai percobaan, catat suhu ruangan tempat percobaan dilakukan.
2. Ratakan sampel yang telah dikeringkan sesuai prosedur farmakope menjadi
3. Pipa kaca kapiler (yang salah satu ujungnya tertutup) diisi dengan serbuk kering secukupnya
hingga membentuk kolom di dasar tabung dengan tinggi 3 mm
4. Setelah diisi, sampel dalam pipa kapiler dimampatkan dengan cara mengetukkan pipa kapiler
pada permukaan padat
5. Tempel kapiler (dengan bantuan cairan tangas) pada termometer utama dengan bagian
terbuka menghadap ke atas dan dasar pipa kapiler sejajar dengan bagian tengah pencadang
raksa
6. Panaskan silikon cair dalam gelas beaker menggunakan kompor listrik hingga suhu mencapai
lebih kurang 10°C dibawah suhu lebur yang diperkirakan
7. Termometer utama dicelupkan kedalam tangas hingga ujung bawa termometer berada kurang
lebih 2 cm dari atas dasar wadah cairan.
8. Termometer pembantu dicelupkan hingga pencadang raksa tepat berada di tengah-tengah
permukaan cairan dan dasar wadah
9. Lanjutkan pemanasan dengan pengadukan tetap secukupnya hingga suhu naik sekitar
3°C/menit hingga kurang lebih mencapai suhu 3°C di bawah suhu lebur dan lanjutkan
pemanasan dengan laju kenaikan suhu 1°C/menit
10. Suhu pada saat fase cair mulai muncul dalam pipa kapiler didefinisikan sebagai suhu awal
peleburan dan suhu ketika seluruh zat uji telah berubah menjadi cairan didefinisikan sebagai
suhu akhir peleburan (suhu ini dicatat sebagai suhu lebur. Kedua suhu tersebut berada dalam
jarak lebur.
11. Catat hasilnya pada lembar observasi
12. Hitung suhu lebur dengan menggunakan persamaan (1.1)
13. Hitung SEM pengujian dari data kolektif yang diperoleh

Gambar 1.2. Konfigurasi Alat untuk Eksperimen EKSP0101


EKSP0102 Penentuan Kerapatan Bahan Farmasi Cair Dengan Piknometer
1. Sebelum memulai percobaan, catat suhu ruangan tempat percobaan dilakukan
2. Ukur suhu sampel yang akan ditentukan berat jenisnya dan catat hasilnya pada tabel
pengamatan
3. Bersihkan piknometer hingga tidak meninggalkan bekas tetesan air dengan cara setelah
dibersihkan dengan aquadest, bilas dengan pelarut aseton atau alkohol dan keringkan.
2. Timbang piknometer yang telah kering pada neraca analitik dan catat bobot piknometer
kosong (a)
13

3. Masukkan sampel ke dalam piknometer hingga terisi penuh dan bersihkan jika ada luapan
bahan, kemudian timbang piknometer pada neraca analitik yang sama dan catat bobot
piknometer isi (b)
4. Hitung bobot jenis dari sampel tersebut dengan menggunakan persamaan (1.2)
5. Catat hasilnya pada lembar observasi
6. Hitung SEM pengujian dari data kolektif yang diperoleh
EKSP0103 Penentuan Kerapatan Bahan Farmasi Cair Dengan Hidrometer
1. Sebelum memulai percobaan, catat suhu ruangan tempat percobaan dilakukan
2. Ukur suhu sampel yang akan ditentukan kerapatan dan berat jenisya dan catat hasilnya ke
dalam tabel pengamatan
3. Sediakan gelas ukur volume 500 ml
4. Masukkan cairan (aquadest, gliserin, etanol, dan tween) yang akan diukur bobot jenisnya
sampai ± 500 ml
5. Masukkan hidrometer yang telah dibersihkan ke dalam gelas ukur tersebut secara perlahan
6. Catat angka pada skala yang tepat sejajar dengan permukaan cairan dengan catatan
hidrometer tidak menyentuh dasar gelas ukur (melayang) dan permukaan cairan berada dalam
rentang skala hidrometer yang dipilih
7. Catat hasilnya pada lembar observasi
8. Hitung SEM pengujian dari data kolektif yang diperoleh

Referensi dan Bahan Bacaan Lanjutan


Sinko, Patrick J. Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika. EGC. Jakarta. 2011.
Attwodd D, et al. Physical Pharmacy. Pharmaceutical Press. UK. 2008
Amiji MM, et al. Applied Physical Pharmacy 2nd Edition. McGraw Hill. USA. 2014
Felton LA. Essentials of Pharmaceutics. Pharmaceutical Press. UK. 2012
Florence AT, et al. Physicochemical Principles of Pharmacy 4th Edition. Pharmaceutical Press. UK.
2006
14

PREREQUISITE DATA
EKSP0101 Penentuan Titik Lebur Bahan Farmasi Padat

Nama Sampel

RM BM RB

Pemerian

Kelarutan

Titik Lebur

ΔfusH°

Sistem Kristal
Gambar SEM Profil Termal (DSC)

Difraktogram SInar X Spektrum IR

Referensi:
15

PREREQUISITE DATA
EKSP0102 Penentuan Kerapatan Bahan Farmasi Cair Dengan Piknometer
EKSP0103 Penentuan Kerapatan Bahan Farmasi Cair Dengan Hidrometer

Nama Sampel

RM BM RB

Pemerian

Kelarutan

Titik Didih

Kerapatan

Indeks Refrkasi
Referensi:
16

LEMBAR OBSERVASI
PRAKTIKUM FARMASI FISIKA
Nama Mahasiswa

NIM/Kelompok

Golongan

Hari/Tanggal Suhu/RH °C/ %RH

EKSP0101 Penentuan Titik Lebur Bahan Farmasi Padat

Tuliskan hasil pengamatan pada tabel di bawah ini:

Jarak Lebur (°C) Titik


𝒙
*
No. Nama Sampel Lebur SEM
Awal Akhir (°C)
(°C)
T: T: T:
t : t : t :
Tr : Tr: Tr:
T: T: T:
t : t : t :
Tr: Tr: Tr:
T: T: T:
t : t : t :
Tr: Tr: Tr:

Nilai Referensi (°C)

Kesimpulan: Sesuai/Tidak Sesuai Dengan Referensi (Coret yang tidak sesuai)


*dari nilai Tr
Foto sampel setelah dipanaskan
Foto sampel sebelum dipanaskan Foto sampel sesaat setelah dipanaskan
dan didinginkan kembali

Pengamatan tanda-tanda dekomposisi


Apakah terjadi perubahan warna setelah dipanaskan? Ya/Tidak*
Apakah terjadi pembentukan gas selama pemanasan?
Ya/Tidak*
Tunjukkan di dalam gambar!
17

Perhitungan
(Perhitungan Tr, rata-rata, perhitungan SEM)

Nama Asisten : Paraf Asisten


Replikasi 1 Oleh Kelompok
Replikasi 2 Oleh Kelompok
Replikasi 3 Oleh Kelompok
18

LEMBAR OBSERVASI
PRAKTIKUM FARMASI FISIKA
Nama Mahasiswa

NIM/Kelompok

Golongan

Hari/Tanggal Suhu/RH °C/ %RH


EKSP0102 Penentuan Kerapatan Bahan Farmasi Cair Dengan Piknometer
EKSP0103 Penentuan Kerapatan Bahan Farmasi Cair Dengan Hidrometer
Tuliskan hasil pengamatan pada tabel di bawah ini:

Suhu Sampel: (°C) Suhu Air: (°C)

Vp a b ρ 𝒙
No. Nama Sampel SEM
(cm3) (g) (g) (g/cm3) (g/cm3)

Range Hasil 𝒙
Hidrometer Pembacaan (g/cm3) SEM

ρSampel (g/cm3) Bobot Jenis Sampel


Piknometer
Ρair (g/cm3)

ρSampel (g/cm3) Bobot Jenis Sampel


Hidrometer
Ρair (g/cm3)

Nilai Referensi Densitas (g/cm3)

Nilai Referensi Bobot Jenis pada °C/ °C

Kesimpulan: Sesuai/Tidak Sesuai Dengan Referensi (Coret yang tidak sesuai)


19

Perhitungan
(Perhitungan ρ, rata-rata, perhitungan SEM)

Nama Asisten : Paraf Asisten


Replikasi 1 Oleh Kelompok
Replikasi 2 Oleh Kelompok
Replikasi 3 Oleh Kelompok
20

Pembahasan, Kesimpulan, Saran dan Referensi


21

..:Akhir Eksperimen 1:..


22

EKSPERIMEN 2
SISTEM MULTIKOMPONEN

Deskripsi Singkat dan Urgensi Praktikum


Sediaan farmasi merupakan paduan dari bahan obat dan bahan tambahan (eksipien) yang dibuat
menjadi bentuk sediaan seperti tablet, sirup maupun krim. Bahan obat dan bahan bahan tambahan
tersebut kemudian berinteraksi dalam sistem. Fenonema fisika yang sering dijumpai dalam sistem
farmasetik, khususnya dalam peracikan maupun formulasi obat, adalah penurunan titik lebur
ketika dua bahan dicampurkan. Kita juga sering kali harus membuat campuran tiga fase yang
homogen (misalnya dalam pembuatan mikroemulsi). Sistem yang memiliki lebih dari satu
komponen dikenal dengan nama sistem multikomponen.
Praktikum ini akan mengantarkan mahasiswa untuk memahami tentang sistem dua fase dan sistem
tiga fase yang akan berguna di mata kuliah lanjutan seperti formulasi dan pengembangan sediaan
farmasi. Dalam praktikum ini mahsiswa akan mengamati fenomena penurunan titik lebur dalam
sistem dua komponen dan fenomena pencampuran fase dalam sistem tiga komponen,
menuangkan hasilnya dalam bentuk diagram fase (biner dan terner) dan menerjemahkan hasilnya.

Maksud dan Tujuan


Setelah menyelesaikan eksperimen ini, mahasiswa diharapkan untuk:
1. Mengetahui dan memahami sistem eutektik dan mengetahui cara membuat diagram biner
2. Mengetahui dan memahami sistem tiga komponen dan mengetahui cara membuat diagram
terner.
Secara khusus, tujuan eksperimen ini adalah:
1. Menentukan titik eutektik campuran dua bahan dan membuat diagram binernya
2. Menentukan daerah satu fase dari campuran tiga komponen dan membuat diagram ternernya.

Teori Singkat
Suatu sistem dapat berupa sistem komponen tunggal, sistem dua komponen, sistem tiga
komponen dan seterusnya. Sistem dengan lebih dari satu komponen dapat disebut sistem
multikomponen. Sistem multikomponen memiliki sifat-sifat tertentu terkait dengan sifat
bercampur komponen-komponen didalamnya. Aturan Fase yang dirumuskan oleh J. Willard Gibbs
dapat digunakan untuk menentukan jumlah terkecil variabel intensif yang dapat diubah tanpa
mengubah keadaan kesetimbangan sistem atau dengan kata lain, jumlah minimum variabel yang
dibutuhkan untuk menentkan wujud sistem. Persamaannya yaitu
𝐹 =𝐶−𝑃+2 … Persamaan (B.1)
Dalam persamaan di atas, F adalah derajad kebebasan, C adalah jumlah komponen dan P adalah
jumlah fase.
Sistem yang dibahas di dalam bagian ini adalah sistem kondensasi. Sistem Kondensasi adalah
sistem dimana fase uap diabaikan dan hanya fase cair dan padat yang dipertimbangkan. Sistem ini
sesuai untuk sediaan padat dan cair dimana bentuk sediaan farmasi paling banyak dalam wujud ini.
Sistem dua komponen (disebut juga sistem biner) dapat lebih jauh dibagi menjadi: (1) sistem dua
komponen yang mengandung satu fase cair dan (2) sistem dua komponen yang mengandung fase
23

padat dan fase cair. Contoh dari sistem (1) adalah Fenol-Air, Anilin-Air, Karbon Disulfida-Metanol,
Isopentana-Fenol, Metanol-Sikloheksan, Isobutilakohol-Air, Trietilamin-Air, Nikotin-Air.

Gambar 2.1. Diagram biner sistem Fenol-Air


(sumber: Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika )
Campuran eutektik merupakan sistem dua komponen yang mengandung fase padat dan fase cair.
Campuran eutektik merupakan salah satu sistem dua komponen yang memiliki signifikansi
farmasetik yang besar. Diagram biner campuran eutektik disajikan dalam gambar (2.2). Titik C pada
diagram adalah titik eutektik. Titik Eutektik adalah titik saat fase cair dan padat mempunyai
komposisi yang sama atau Suhu terendah dimana kehadiran fase cair (bahan A dan bahan B berada
dalam keadaan cair sempurna yang homogen) dimungkinkan. Lebih sederhana lagi, titik eutektik
adalah titik lebur terendah dari campuran dua fase menjadi satu fase cair yang homogen. Contoh
sistem ini adalah campuran salol-timol, salol-kamfer, asetaminofen-propifenazon.

Gambar 2.2 Diagram biner campuran eutektik


(Sumber: Applied Physical Pharmacy)
Dalam diagram fase untuk sistem salol timol (Gambar 2.3) memperlihatkan adanya empat daerah
yaitu (i) satu fase cair tunggal, (ii) suatu daerah yang mengandung fase salol padat dan fase cair
konjugat, (iii) suatu daerah pada saat timol padat dan fase cair konjugat dan (iv) suatu daerah
daerah dimana kedua bahan berada dalam fase padat murni. Suhu terendah saat fase cair dapat
berada dalam sistem salol timol adalah 13°C dan ini berupa campuran yang mengadung 34% timol
24

dalam salol. Titik ini disebut titik eutektikum. Titik eutektikum adalah perbandingan komponen
yang menunjukkan titik leleh terendah yang teramati. Sistem eutektik dapat diaplikasikan pada
pembuatan dispersi padat.

Gambar 2.3. Diagram fase timol-salol


(Sumber: Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika)

Gambar 2.4. Diagram terner


(Sumber: Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika)
25

Sistem tiga fase atau dapat juga disebut sistem terner, terdiri atas tiga fase baik cairan maupun
padatan. Jika kita mereduksi derajad kebebasan (F) dalam suatu sistem tiga komponen dengan
menganggapnya menjadi sebuah sistem kondensasi (mengabaikan fase gas) dan menjaga suhu
tetap konstan, sistem tersebut dapat digambarkan dalam sebuah diagram planar segitiga yang
disebut diagram terner (ternary diagram) karena derajad kebabasan sistem direduksi menjadi 2
(Sebelumnya 4). Contoh sistem terner yang terdiri atas komponen cair yang komponen
penyusunnya mengandung sepasang cairan yang bercampur sebagian adalah Sistem Air-Benzen-
Alkohol, Sistem Air-Kloroform-Asam Asetat, Sistem Air-Toluen-Alkohol dan Sistem Air-Butanol-
Asam Asetat.
Kaidah Diagram Segitiga (dikutip langsung dari dengan tambaahan penjelasan):
1. Masing-masing sudut/puncak segitiga sama sisi menunjukkan 100% proporsi berat salah satu
komponennya
2. Ketiga garis yang menghubungkan titik-titik sudut (yang dimaksud di sini adalah sisi segitiga)
menunjukkan campuran dua komponen dari tiga kemungkinan kombinasi
3. Titik, garis dan area didalam segitiga menunjukkan semua kombinasi seluruh komponen yang
mungkin untuk menghasilkan sistem tiga komponen.
4. Jika suatu garis digambarkan dari sudut tertentu menuju satu titik pada sisi yang berlawanan
(garis pink), semua sistem yang ditunjukkan oleh titik-titik pada garis tersebut mempunyai
perbandingan dua komponen yang konstan.
5. Setiap garis yang digambarkan sejajar dengan salah satu sisi segitiga (garis hitam)
menunjukkan sistem terner dengan perbandingan satu komponen bernilai konstan
Konstruksi diagram terner dapat membantu dalam pekerjaan-pekerjaan formulasi. Salah satu
contohnya adalah untuk menentukan komposisi sebuah sistem mikroemulsi (seperti gambar
disamping) yang terdiri atas tiga komponen yaitu fase air, fase minyak dan fase campuran surfaktan
dan ko-surfaktan.

Peralatan dan Bahan


Setiap kelompok mahasiswa harus menyiapkan peralatan berikut:
4 buah Erlenmeyer 100 ml, 1 buah buret asam/basa, 1 buah Beaker 100 ml, 2 buah gelas ukur 10
ml, 2 buah pipet tetes, 1 buah Beaker 500 ml, 1 set Statif dan Klem, 2 buah Termometer Gelas
dengan range skala 0-300 °C, 1 buah Kompor Listrik, 8 buah Pipa Kapiler yang salah satu ujungnya
tertutup.
Setiap kelompok mahasiswa harus menyiapkan bahan-bahan berikut:
Silikon cair (600 ml), Aquadest (250 ml)
Setiap kelompok mahasiswa akan dibekali satu set sampel bahan farmasi padat (sampel penentuan
titik eutektikum) dan satu set sampel bahan farmasi cair (sistem tiga komponen) dari daftar sampel.
Sampel bahan padat (2 gram/bahan/kelompok, sampel rusak):
Mentol, Timol, Kamfer, Ibuprofen, Ketoprofen, Asam Benzoat
Sampel bahan cair (60 ml/bahan/kelompok, sampel rusak):
Etanol, Metanol, Butanol, Propanol, Kloroform, n-Heksan, Etil Asetat, Asam Asetat
26

Pra-Praktikum
Bahan pre-reading:
Buku Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika (2011) Bab 2 hal. 60-73
Bahan respon untuk percobaan ini adalah:
1. Aturan Fase
2. Suhu Konsulat Atas dan Suhu Konsulat Bawah
3. Titik Eutektikum
4. Kaidah Diagram Segitiga
5. Membaca Diagram Segitiga
6. Perhitungan dalam Sistem Tiga Komponen
7. Pengaruh Suhu Pada Sistem Tiga Komponen
Sebelum praktikum, mahasiswa harus melengkapi data pada lembar “Prerequisite Data”

Safety Check
Safety Level: Level 2
Check
No. Nama APD Keterangan
(�)
Gunakan sebelum masuk dan selama berada di dalam
1 Jas Praktikum □
laboratorium
Sepatu Gunakan sebelum masuk dan selama berada di
2 □
Tertutup laboratorium

3 Masker □ Gunakan selama menangani bahan

4 Sarung Tangan □ Gunakan selama menangani bahan

Gunakan selama menangani bahan dengan pemanasan


5 Safety Googles □
(memanaskan sampel/mengamati sampel yang dipanaskan)

Eksperimental
Alokasi Waktu : 180 menit
Jumlah Sampel : 1 sampel bahan obat padat (EKSP0101), 1 sampel bahan cair (EKSP0102 dan
EKSP0102)
Tempat : Lab Farmasetika, Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
Pengaturan : Setiap 3 kelompok mengerjakan satu seri data dengan dua replikasi
EKSP0201 Penentuan Titik Eutektik dan Konstruksi Diagram Biner pada Sistem Dua Komponen
1. Sebelum memulai percobaan, catat suhu ruangan tempat percobaan dilakukan
2. Timbang sampel dengan perbandingan bobot 0:10, 1:9, 2:8, 3:7, 4:6, 5:5, 6:4, 7:3, 8:2, 9:1 dan
10:0.
3. Sampel digerus menjadi serbuk yang sangat halus dalam lumpang. Untuk sampel yang
diprediksi memiliki titik lebur dibawah suhu ruang, lakukan proses penggerusan dalam tangas
es.
4. Ratakan sampel yang telah dikeringkan sesuai prosedur farmakope menjadi
5. Pipa kaca kapiler (yang salah satu ujungnya tertutup) diisi dengan serbuk kering secukupnya
hingga membentuk kolom di dasar tabung dengan tinggi 3 mm
27

6. Setelah diisi, sampel dalam pipa kapiler dimampatkan dengan cara mengetukkan pipa kapiler
pada permukaan padat
7. Tempel kapiler (dengan bantuan cairan tangas) pada termometer utama dengan bagian
terbuka menghadap ke atas dan dasar pipa kapiler sejajar dengan bagian tengah pencadang
raksa
8. Panaskan silikon cair dalam gelas beaker menggunakan kompor listrik hingga suhu mencapai
lebih kurang 10°C dibawah suhu lebur yang diperkirakan
9. Termometer utama dicelupkan kedalam tangas hingga ujung bawa termometer berada
kurang lebih 2 cm dari atas dasar wadah cairan.
10. Termometer pembantu dicelupkan hingga pencadang raksa tepat berada di tengah-tengah
permukaan cairan dan dasar wadah
11. Lanjutkan pemanasan dengan pengadukan tetap secukupnya hingga suhu naik sekitar
3°C/menit hingga kurang lebih mencapai suhu 3°C di bawah suhu lebur dan lanjutkan
pemanasan dengan laju kenaikan suhu 1°C/menit
12. Suhu pada saat fase cair mulai muncul dalam pipa kapiler didefinisikan sebagai suhu awal
peleburan dan suhu ketika seluruh zat uji telah berubah menjadi cairan didefinisikan sebagai
suhu akhir peleburan (suhu ini dicatat sebagai suhu lebur. Kedua suhu tersebut berada dalam
jarak lebur.
13. Catat hasilnya pada lembar observasi
14. Hitung suhu lebur dengan menggunakan persamaan (1.1)
15. Plot hasilnya pada diagram biner (Suhu lebur vs komposisi salah satu fase)
16. Beri label untuk area saat sampel berada pada kondisi (1) 100% cair, (2) Fase A Padat + Cairan,
(3) Fase B Padat + Cairan dan (4) Fase A dan B padat.

EKSP0202 Konstruksi Diagram Terner pada Sistem Tiga Komponen


1. Sebelum memulai percobaan, catat suhu ruangan tempat percobaan dilakukan
2. Siapkan campuran dua sampel dengan perbandingan volume 0:10, 1:9, 2:8, 3:7, 4:6, 5:5, 6:4,
7:3, 8:2, 9:1 dan 10:0
3. Tambahkan aquadest sedikit demi sedikit melalui buret hingga diperoleh larutan yang keruh.
Catat jumlah air yang dibutuhkan untuk membuat sistem menjadi keruh
4. Hitung %b/b dari bahan dalam campuran dan plot pada diagram terner dengan menggunakan
persamaan (2.1)
5. Tentukan daerah tercampurkan dan daerah tidak tercampurkan dari sistem.

Referensi dan Bahan Bacaan Lanjutan


Sinko, Patrick J. Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika. EGC. Jakarta. 2011.
Attwodd D, et al. Physical Pharmacy. Pharmaceutical Press. UK. 2008
Amiji MM, et al. Applied Physical Pharmacy 2nd Edition. McGraw Hill. USA. 2014
Felton LA. Essentials of Pharmaceutics. Pharmaceutical Press. UK. 2012
Florence AT, et al. Physicochemical Principles of Pharmacy 4th Edition. Pharmaceutical Press. UK.
2006
28

PREREQUISITE DATA

EKSP0201 Penentuan Titik Eutektik dan Konstruksi Diagram Biner pada Sistem Dua Komponen

Nama Sampel 1

RM BM RB

Pemerian

Kelarutan

Titik Lebur

Nama Sampel 1

RM BM RB

Pemerian

Kelarutan

Titik Lebur

Suhu : °C
Titik Eutektik Menurut Literatur
Komposisi : % bobot …
Referensi:
29

PREREQUISITE DATA
EKSP0202 Konstruksi Diagram Terner pada Sistem Tiga Komponen

Nama Sampel 1

RM BM RB

Pemerian

Kelarutan

Kerapatan

Nama Sampel 2

RM BM RB

Pemerian

Kelarutan

Kerapatan

Nama Sampel 3

RM BM RB

Pemerian

Kelarutan

Kerapatan
Referensi:
30

LEMBAR OBSERVASI
PRAKTIKUM FARMASI FISIKA
Nama Mahasiswa

NIM/Kelompok

Golongan

Hari/Tanggal Suhu/RH °C/ %RH

EKSP0201 Penentuan Titik Eutektik dan Konstruksi Diagram Biner pada Sistem Dua Komponen

Tuliskan hasil pengamatan pada tabel di bawah ini:

Nama Sampel :
Jarak Lebur (°C)
Titik Lebur 𝒙
*
No. Perbandingan
Awal Akhir (°C) (°C)

T: T: T:
t : t : t :
Tr : Tr: Tr:
1 (10:0)
T: T: T:
t : t : t :
Tr : Tr: Tr:
T: T: T:
t : t : t :
Tr : Tr: Tr:
2 (9:1)
T: T: T:
t : t : t :
Tr : Tr: Tr:
T: T: T:
t : t : t :
Tr: Tr: Tr:
3 (8:2)
T: T: T:
t : t : t :
Tr: Tr: Tr:
T: T: T:
t : t : t :
Tr: Tr: Tr:
4 (7:3)
T: T: T:
t : t : t :
Tr: Tr: Tr:
T: T: T:
t : t : t :
Tr: Tr: Tr:
5 (6:4)
T: T: T:
t : t : t :
Tr: Tr: Tr:
31

Nama Sampel :
Jarak Lebur (°C)
Titik Lebur 𝒙
*
No. Perbandingan
Awal Akhir (°C) (°C)

T: T: T:
t : t : t :
Tr : Tr: Tr:
6 (5:5)
T: T: T:
t : t : t :
Tr : Tr: Tr:
T: T: T:
t : t : t :
Tr: Tr: Tr:
7 (4:6)
T: T: T:
t : t : t :
Tr: Tr: Tr:
T: T: T:
t : t : t :
Tr: Tr: Tr:
8 (3:7)
T: T: T:
t : t : t :
Tr: Tr: Tr:
T: T: T:
t : t : t :
Tr: Tr: Tr:
9 (2:8)
T: T: T:
t : t : t :
Tr: Tr: Tr:
T: T: T:
t : t : t :
Tr: Tr: Tr:
10 (1:9)
T: T: T:
t : t : t :
Tr: Tr: Tr:
T: T: T:
t : t : t :
Tr: Tr: Tr:
11 (0:10)
T: T: T:
t : t : t :
Tr: Tr: Tr:
Perhitungan
(Perhitungan Tr dan rata-rata untuk sampel yang dikerjakan oleh kelompok)
32

Gambar Diagram Biner

Nama Asisten : Paraf Asisten


Deret 1 Oleh Kelompok
Deret 2 Oleh Kelompok
Deret 3 Oleh Kelompok
33

LEMBAR OBSERVASI
PRAKTIKUM FARMASI FISIKA
Nama Mahasiswa

NIM/Kelompok

Golongan

Hari/Tanggal Suhu/RH °C/ %RH

EKSP0202 Konstruksi Diagram Terner pada Sistem Dua Komponen

Tuliskan hasil pengamatan pada tabel di bawah ini:

Nama Sampel :

𝒙
*
No. Perbandingan Fase A Fase B Fase C
(Fase C)

V: V: V: XA :
(10:0) XB :
V: V: V: XC :

V: V: V: XA :
(9:1) XB :
V: V: V: XC :

V: V: V: XA :
(8:2) XB :
V: V: V: XC :

V: V: V: XA :
(7:3) XB :
V: V: V: XC :

V: V: V: XA :
(6:4) XB :
V: V: V: XC :

V: V: V: XA :
(5:5) XB :
V: V: V: XC :

V: V: V: XA :
(4:6) XB :
V: V: V: XC :
34

Nama Sampel :

𝒙
No. Perbandingan Fase A Fase B Fase C 𝒙𝒊
(Fase C)

V: V: V: XA :
(3:7) XB :
V: V: V: XC :

V: V: V: XA :
(2:8) XB :
V: V: V: XC :

V: V: V: XA :
(1:9) XB :
V: V: V: XC :

V: V: V: XA :
(0:10) XB :
V: V: V: XC :
Perhitungan
(Perhitungan rata-rata dan fraksi bobot sampel yang dikerjakan oleh kelompok)
35

Gambar Diagram Terner

Nama Asisten : Paraf Asisten


Deret 1 Oleh Kelompok
Deret 2 Oleh Kelompok
Deret 3 Oleh Kelompok
36

Pembahasan, Kesimpulan, Saran dan Referensi


37

..:Akhir Eksperimen 2:..


38

EKSPERIMEN 3
MIKROMERITIK DAN SIFAT TURUNAN SERBUK

Deskripsi Singkat dan Urgensi Praktikum


Mikromeritik dan ilmu tentang sifat-sifat turunan serbuk merupakan ilmu yang menunjang dalam
formulasi, produksi dan evaluasi sediaan padat. Sifat-sifat dari sediaan padat, khususnya serbuk
dan granul sangat bergantung dari ukuran, bentuk dan karakteristik partikel obat serta sifat-sifat
turunannya sebagai suatu kumpulan partikel. Untuk sediaan tablet sendiri, bahan-bahan yang
diporses berada dalam bentuk serbuk/granul sebelum memasuki proses pengempaan. Faktor-
faktor seperti kerapatan dan aliran serbuk sangat berpengaruh pada proses pengempaan dan juga
sangat mempengaruhi karakteristik akhir dari sediaan tablet. Praktikum ini dirancang untuk
mengantarkan mahasiswa untuk memahami hal-hal tersebut sebagai dasar sebelum mahasiswa
memasuki mata kuliah lanjutan yang secara khusus akan membahas mengenai formulasi, produksi
dan evaluasi sediaan padat.
Dalam percobaan ini mahasiswa diberikan pengetahuan dan keterampilan terkait metode-metode
dalam menentukan diameter partikel rata-rata dan distribusi ukuran partikel. Selain itu mahasiswa
juga akan diberi bekal keterampilan dan pengetahuan dalam menentukan dan mengamati sifat-
sifat turunan.

Maksud dan Tujuan


Setelah menyelesaikan eksperimen ini, mahasiswa diharapkan untuk:
1. Mengetahui dan memahami cara menentukan ukuran partikel, derajad halus serbuk dan
distribusi ukuran partikel dengan metode tertentu.
2. Mengetahui dan memahami cara penentuan sifat-sifat turunan serbuk.
Secara khusus, tujuan eksperimen ini adalah:
1. Menentukan ukuran partikel, derajad halus serbuk dan distribusi ukuran partiel bahan farmasi
dengan menggunakan metode pengayakan dan mikroskopik
2. Menentukan kerapatan, porositas, indeks kompresibilitas, rasio Haussner, keruahan, laju alir
dan sudut istirahat sampel serbuk dan granul.

Teori Singkat
Istilah mikromeritik diperkenalkan oleh Dalla Vale dan didefinisikan sebagai ilmu dan teknologi
tentang partikel kecil yang didalamnya juga termasuk mempelajari tentang sifat-sifat fundamental
dan turunan dari partikel individu maupun kumpulan partikel. Pengetahuan tentang mikromeritik
erat kaitannya dengan farmasi. Hal ini karena diberbagai aspek farmasi, khususnya formulasi,
pengendalian ukuran partikel merupakan hal yang sangat fundamental. Ukuran partikel
berpengaruh besar terhadap sifat fisika, kimia dan farmakologi bahan obat. Dalam hal formulasi
bahan padat, ukuran partikel sangat berpengaruh dalam aliran serbuk dan granul. Dalam formulasi
suspensi, ukuran partikel berpengaruh besar terhadap laju pengendapan sediaan. Sediaan-sediaan
farmasi mempersyaratkan ukuran partikel tertentu sebagai salah satu karakteristiknya, misalnya
derajad halus granul kering berada dalam rentang mesh ayakan 4 hingga 12, ukuran partikel dalam
suspensi oral berkisar antara 10 sampai 50 µm. Tabel 3.1 menunjukkan dimensi partikel dalam
sistem farmasetik.
39

Tabel 3.1. Dimensi Partikel dalam Sistem Farmasetik

Ukuran Partikel Ukuran Ayakan


Contoh
Kira-Kira
Mikrometer Milimeter

0.5-10 0.0005-0.010 - Suspensi, Emulsi halus


Batas atas jarak dibawah ayakan, partikel emulsi
10-50 0.010-0.050 -
kasar; partikel suspensi terflokulasi
50-100 0.050-0.100 325-140 Batas bawah ayakan, ayakan, jarak serbuk halus

150-1000 0.150-1.000 100-18 Jarak serbuk kasar

1000-3360 1.000-3.360 18-6 Ukuran granul rata-rata

Menentukan ukuran partikel dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu:


- Mikroskop optik. Pengukuran mikroskop biasa untuk mengukur ukuran partikel dengan
kisaran diameter 0,2 µm sampai kira-kira 100 µm. Sampel partikel padat, suspensi atau emulsi
disebarkan di atas kaca objek dan diamati di bawah mikroskop yang sudah dipasangi
mikrometer. Jumlah partikel yang dihitung berkisar antara 300-500 partikel agar hasilnya
signifikan secara statistik. Rumus umum yang digunakan untuk menentukan diameter statistik
rata-rata partikel dari hasil perhitungan mikroskop optik adalah:
1/𝑝
∑ 𝑛𝑑𝑝+𝑓
𝑑𝑚𝑒𝑎𝑛 = ( ) … Persamaan (C.1)
∑ 𝑛𝑑𝑓
- Pengayakan/Sieve Analysis. Metode pengayakan menggunakan suatu seri rangkaian ayakan
standar yang terkalibrasi. Menurut metode dalam USP, untuk menguji tingkat kehalusan
serbuk, sutu massa sampel tertentu diletakkan pada suatu ayakan dalam suatu penggoyang
mekanis. Ukuran partikel rata-rata ditentukan dengan metode grafik. Grafik persen kumulatif
bobot serbuk yang tertahan pada ayakan diplot terhadap log ukuran diameter celah ayakan.
Nilai tengah (diameter rata-rata) dapat diperoleh dengan menarik garis lurus dari tengah garis
pada grafik. Metode yang lebih sederhana yang dapat digunakan untuk menentukan diameter
tengah partikel adalah:
∑(%𝑡𝑒𝑟𝑡𝑎𝑕𝑎𝑛 × 𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎)
𝑑𝑚𝑒𝑎𝑛 = … Persamaan (C.2)
100
- Sedimentasi. Ukuran partikel dapat diperoleh melalui sedimentasi gravitasi seperti yang
dinyatakan dalam hukum stokes. Peralatan yang dikenal bekerja dengan prinsip sedimentasi
partikel adalah Pipet Anderen. Rumus yang digunakan untuk menghitung ukuran partikel
dengan Pipet Andersen adalah:
18𝑕𝜂
𝑑𝑚𝑒𝑎𝑛 = 𝑔𝑡 … Persamaan (C.3)
(𝜌 − 𝜌 )
- Pengukuran volume partikel. Coulter counter adalah alat yang mengukur volume partikel
dengan prinsip bahwa saat suatu partikel yang tersuspensi dalam suatu cairan penghantar
melewati celah kecil yang pada kedua sisinya terdapat elektroda bertegangan konstan akan
menyebabkan perubahan tahanan listrik pada rangkaian tersebut. Perubahan tahanan, yang
terkait dengan volume partikel, akan dibaca sebagai ukuran partikel.
Selain nilai diameter rata-rata partikel, terkadang dibutuhkan juga data mengenai distribusi ukuran
partikel untuk mendeskripsikan karakteristik suatu sistem. Terdapat beberapa cara untuk
40

menyatakan distribusi ukuran partikel yaitu dengan distribusi jumlah maupun distribusi berat. Hasil
yang diperoleh dari penentuan distribusi jumlah atau berat dapat dipertukarkan satu sama lain
dengan menggunakan rumus. Tergantung dari penggunaan dan tujuannya. Kedua bentuk
penyajian ini memiliki keunggulan masing-masing. Data tentang distribusi ukuran partikel disajikan
dalam bentuk grafik distribusi normal (Frekuensi vs Ukruan partikel; %Frekeunsi vs Ukuran Partikel)
Mempelajari mikromeritik tidak dapat lepas dari mempelajari sifat turunan serbuk sebagai suatu
kumpulan partikel. Sifat turunan serbuk yang penting bagi farmasi diantaranya kerapatan,
keruahan, porositas dan sifat alir.
- Porositas Serbuk. Porositas serbuk didefinisikan sebagai rasio volume rongga (void) serbuk
terhadap volume ruah. Secara teoritis, serbuk yang tersusun atas partikel bulat sempurna yang
seragam dapat tersusun dalam bentuk closest packing ataupun most loose packing dan
porositasnya secara teoritis adalah 26-48%. Pada kenyataannya, kebanyakan massa serbuk
memiliki porositas antara 30-50%. Secara teoritis, serbuk yang tersusun atas partikel bulat
sempurna yang seragam dapat tersusun dalam bentuk closest packing ataupun most loose
packing dan porositasnya secara teoritis adalah 26-48%. Pada kenyataannya, kebanyakan
massa serbuk memiliki porositas antara 30-50%. Pada sistem serbuk nyata, sebuah massa
serbuk kristalin dapat memiliki porositas <1% setelah pengempaan.
- Kerapatan serbuk dapat dinyatakan sebagai (1) Kerapatan nyata, (2) Kerpatan Granul dan (3)
Kerapatan Ruah dan sebagai tambahan, kerapatan mampat (tapped density) yang dapat
digunakan untuk menentukan indeks kompresibilitas suatu massa serbuk/granul. Dalam
praktikum ini akan dibahas kerapatan nyata, kerapatan ruah dan kerapatan ketuk.
o Kerapatan Nyata atau True Density ditentukan dengan metode pemindahan cairan. Cairan
yang digunakan adalah cairan yang tidak melarutkan bahan yang sedang diuji. Piknometer
biasa dapat digunakan dalam metode ini.
o Untuk menentukan kerapatan ruah terlebih dahulu harus diketahui volume ruah. Volume
ruah diukur dengan memasukkan massa serbuk ke dalam gelas ukur secara berhati-hati
dan meratakan permukaannya tanpa memampatkannya. Volume yang ditempati oleh
serbuk dicatat sebagai volume ruah (Vb). Keruahan berbeda dengan kerapatan ruah.
Keruahan berbanding terbalik dengan kerapatan ruah. Umumnya, keruahan meningkat
dengan berkurangnya ukuran partikel.
o Untuk menentukan kerapatan mampat terlebih dahulu harus diketahui volume mampat.
Serbuk yang telah dimasukkan ke dalam gelas ukur diketuk sebanyak 10, 100, 500 dan 1250
kali (ketukan dengan tinggi konstan dan interval konstan). Volume yang diperoleh pada
ketukan ke 1250 (jika tidak dinyatakan lain)dicatat sebagai volume mampat (Vt)
- Sifat aliran serbuk dapat dinyatakan dalam beberapa bentuk, dalam praktikum ini yang akan
dibahas adalah kecepatan alir dan sudut istirahat yang nilai dari keduanya saling berkorelasi
erat dalam penentun sifat aliran dari serbuk.
o Metode ini dilakukan dengan mengalirkan massa serbuk melewati sebuah corong yang
dasar corongnya diposisikan pada ketinggian tertentu. Selanjutnya massa serbuk yang
diketahui bobotnya dibiarkan mengalir seluruhnya melewati corong dan waktu yang
dibutuhkan untuk mengalir dihitung.
o Saat melakukan pengujian kecepatan alir, massa serbuk yang mengalir akan membentuk
sebuah gundukan kerucut. Dengan menghitung tinggi dan jari-jari kerucut tersebut kita
bisa menentukan sudut istirahat dari massa serbuk yang diuji dengan menggunakan rumus
41

o Indeks Kompresibilitas dan Rasion Hausner adalah metode yang sederhana, cepat dan
populer untuk menentukan karakteristik aliran serbuk. Indeks kompresibilitas adalah suatu
tolak ukur tidak langsung dari kerapatan ruah, bentuk dan ukuran, area permukaan,
kandungan lembab dan sifat kohesif dari bahan karena hal-hal tersebut merupakan faktor
yang mempengaruhi indeks kompresibilitas yang teramati.

Peralatan dan Bahan


Setiap kelompok mahasiswa harus menyiapkan peralatan berikut:
1 buah gelas ukur 250 ml, 1 buah piknometer 50 ml/25 ml
Setiap kelompok mahasiswa harus menyiapkan bahan-bahan berikut:
1 lembar Kertas perkamen gulung, 50 ml Etanol 96%, 50 ml parafin cair
Didalam kelas juga disiapkan
1 unit sieve shaker,1 set ayakan standar, 1 set flow tester, 1 unit tap density tester, 1 unit
mikroskop + kamera, 1 set mikrometer okuler, 3 unit timbangan digital dan 1 unit timbangan
analitik digital untuk digunakan bersama
Setiap kelompok mahasiswa akan dibekali satu jenis sampel serbuk untuk dianalisis.
Sampel bahan serbuk (100 gram (sampel tidak rusak) + 25 gram (sampel tidak rusak) + 1 gram
(sampel rusak)/kelompok):
Talk, Zink Oksid, Kalamin, Kaolin, Pati, Asam Benzoat, Asam Stearat.

Pra-Praktikum
Bahan pre-reading:
Buku Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika (2011) Bab 19, hal. 670-704
Bahan respon untuk percobaan ini adalah:
1. Definisi-Definisi dalam Mikromeritik
2. Ukuran Partikel Sistem Farmasetis
3. Diameter Statistik Partikel
4. Distribusi Ukuran Partikel
5. Persamaan Hatch-Choate
6. Metode-Metode untuk Menentukan Ukuran Partikel
7. Penyajian Data Distribusi Ukuran
8. Sifat Turunan Serbuk (Porositas, Kerapatan, Keruahan, Sifat Aliran)

Sebelum praktikum, mahasiswa harus melengkapi data pada lembar “Prerequisite Data”
Sebelum praktikum, mikrometer telah dikalibrasi pada pembesaran yang sesuai.
42

Safety Check
Safety Level: Level 1
Check
No. Nama APD Keterangan
(�)
Gunakan sebelum masuk dan selama berada di dalam
1 Jas Praktikum □
laboratorium
Sepatu Gunakan sebelum masuk dan selama berada di
2 □
Tertutup laboratorium

3 Masker □ Gunakan selama menangani bahan

4 Sarung Tangan □ Gunakan selama menangani bahan

Eksperimental
Alokasi Waktu : 180 menit
Jumlah Sampel : 1 jenis sampel serbuk (EKS0301
Tempat : Lab Farmasetika, Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
Pengaturan : Setiap 3 kelompok mengerjakan sampel yang sama, data dikumpulkan sebagai
data kolektif untuk dirata-ratakan oleh tiga kelompok. Untuk EKS0302, setiap
kelompok masing-masing menghitung 100 partikel
EKSP0301 Penentuan Distribusi Ukuran dan Diameter Rata-Rata Partikel dengan Sieve Analysis
1. Timbang sebanyak 25 g sampel serbuk. Untuk sampel yang memiliki keruahan besar, jumlah
sampel dikurangi hingga minimal 10 gram.
2. Tentukan nomor mesh ayakan terakhir dan tentukan nomor mesh ayakan di atasnya dengan
prinsip √2 (Lihat lampiran 2).
3. Timbang masing-masing ayakan kosong dan pan, catat bobotnya pada tabel pengamatan
4. Pasang ayakan pada sieve shaker dengan nomor mesh ayakan terbesar berada paling bawah
5. Sampel yang telah ditimbang 25 g ditempatkan pada pengayak paling atas, tutup rapat sieve
shaker, kemudian mesin dijalankan dengan kekuatan vibrasi pada skala 5.
6. Ayak sampel sesuai waktu yang telah ditentukan sebelumnya melalui proses optimasi.
7. Timbang kembali ayakan bersama fraksi serbuk yang tertinggal di atasnya. Pan dan fraksi
serbuk yang melewati ayakan terakhir juga ditimbang.
8. Catat data yang diperoleh ke dalam lembar observasi
9. Plot data yang diperoleh pada kertas log-probit (diamter ayakan pada skala log dan persen
tertinggal pada skala probit)
10. Plot data %Kumulatif vs Diameter Rata-Rata Partikel
11. Tentukan estimasi diamter rata-rata partikel dengan menentukan nilai ςg dari grafik log-probit
12. Tentukan diameter rata-rata partikel dengan metode 1 menggunakan persamaan (3.1a)
13. Tentukan diameter rata-rata partikel dengan metode 2 serta simpagan baku, area permukaan
dan jumlah partikel per gramnya menggunakan persamaan (3.1b-3.1e)
43

EKSP0302 Penentuan Distribusi Ukuran dan Diameter Rata-Rata Partikel dengan Mikroskop Optik
1. Lekatkan sekitar 300 partikel diatas kaca objek dan tempatkan pada mikroskop
2. Ukur diameter partikel (di sepanjang garis tetap tertentu) dan dipilih secara sembarang,
biasanya dibuat horizontal melewati pusat partikel.
3. Hitung diameter partikel berdasarkan hasil kalibrasi mikrometer okuler
4. Tentukan jumlah kelas, rentang, batas kelas dan nilai tengah berdasarkan prinsip statistik
dasar
5. Catat data yang diperoleh pada lembar observasi
6. Tentukan diameter statistik rerata panjang-jumlah (dln), rerata permukaan-jumlah (dsn), rerata
volume-jumlah (dvn), rerata permukaan-panjang (dsl), rerata volume-permukaan (dvs), rerata
berat-momen (dwm) dengan persamaan-persamaan (3.2a-3.2f)

EKSP0303 Penentuan Laju Alir dan Sudut Istirahat (Angle of Repose)


1. Siapkan flow tester, atur ketinggian corong dengan jarak mulut bawah corong ± 20 cm dari
permukaan meja. Letakkan kertas milimeterblok di bawah corong.
2. Timbang sampel sebanyak 25 gram kemudian masukkan ke dalam corong yang lubang
bawahnya ditutup terlebih dahulu, kemudian ratakan permukaannya tanpa dimam-patkan
3. Disiapkan stopwatch untuk menentukan waktu alir mulai dihitung pada saat sampel mulai
mengalir hingga sampel berhenti mengalir. Jika serbuk tidak mengalir, ketuk-ketuk corong
hingga serbuk mengalir.
4. Tutup bawah corong dibuka sehingga sampel dapat mengalir ke atas meja yang telah dilapisi
kertas perkamen.
5. Catat data yang diperoleh ke dalam lembar observasi
6. Hitung laju alir serbuk dengan menggunakan persamaan (3.3a) dan hitung sudut istirahat
serbuk dengan menggunakan persamaan (3.3b)

EKSP0304 Penentuan Kerapatan Sejati (True Density)


1. Bersihkan piknometer hingga tidak meninggalkan bekas tetesan air dengan cara setelah
dibersihkan dengan aquadest, bilas dengan pelarut aseton atau alkohol dan keringkan.
2. Timbang piknometer yang telah kering pada neraca analitik dan catat bobot piknometer
kosong (a)
3. Masukkan parafin cair ke dalam piknometer hingga terisi penuh dan bersihkan jika ada luapan
bahan, kemudian timbang piknometer pada neraca analitik yang sama dan catat bobot
piknometer + parafin (b)
4. Bersihkan kembali piknometer yang sama dengan cara (1)
5. Masukkan sampel serbuk kurang lebih sebanyak 1 gram ke dalam piknometer dengan hati-
hati
6. Timbang piknometer berisi sampel pada neraca analitik yang sama dan catat bobot
piknometer + sampel (c)
7. Masukkan parafin cair ke dalam piknometer berisi sampel dengan hati-hati dan usahakan
tidak ada gelembung yang terbentuk diantar celah sampel
8. Timbang piknometer berisi sampel pada neraca analitik yang sama dan catat bobot
piknometer + parafin + sampel (d)
9. Catat hasilnya pada lembar observasi
10. Hitung bobot jenis dari sampel tersebut dengan menggunakan persamaan (3.4)
11. Hitung SD pengujian dari data kolektif yang diperoleh
44

EKSP0305 Penentuan Kerapatan, Mampat, Porositas, Keruahan, Indeks Carr dan Rasio Haussner
1. Timbang sampel sebanyak 100 gram (atau kurang jika sampel memiliki keruahan yang besar)
2. Masukkan sampel ke dalam gelas ukur 250 ml dengan bantuan corong
3. Catat volume awal pada lembar observasi sebagai volume ruah
4. Pasang corong pada alat tap density tester dan ketuk sebanyak 1250 kali dengan kecepatan
250 ketukan/menit
5. Catat volume ke 10, 500 dan 1250 pada lembar observasi. Jika selisih antara V500 dan V1250 ≤ 2
ml, V1250 adalah volume mampat. Jika selisihnya > 2 ml, ulangi 1250 ketukan lagi hingga selisih
antar pengulangan ≤ 2 ml dan catat volumenya sebagai volume mampat pada lembar
observasi
6. Hitung kerapatan ruah, kerapatan mampat, porositas, keruahan, Indeks Carr dan Rasio
Haussner dengan menggunakan persamaan (3.5a-3.5e) menggunakan data kerapatan sejati
dari EKSP0304

Referensi dan Bahan Bacaan Lanjutan


Sinko, Patrick J. Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika. EGC. Jakarta. 2011.
Attwodd D, et al. Physical Pharmacy. Pharmaceutical Press. UK. 2008
Amiji MM, et al. Applied Physical Pharmacy 2nd Edition. McGraw Hill. USA. 2014
Felton LA. Essentials of Pharmaceutics. Pharmaceutical Press. UK. 2012
Florence AT, et al. Physicochemical Principles of Pharmacy 4th Edition. Pharmaceutical Press. UK.
2006
45

PREREQUISITE DATA
EKSP0301 Penentuan Distribusi Ukuran dan Diameter Rata-Rata Partikel dengan Sieve Analysis
EKSP0302 Penentuan Distribusi Ukuran dan Diameter Rata-Rata Partikel dengan Mikroskop Optik
EKSP0303 Penentuan Laju Alir dan Sudut Istirahat (Angle of Repose)
EKSP0304 Penentuan Kerapatan Sejati (True Density)
EKSP0305 Penentuan Kerapatan Ruah, Mampat, Porositas, Keruahan, Indeks Carr dan Rasio Haussner

Nama Sampel 1

RM BM RB

Pemerian

Kerapatan
Ruah :
Mampat :
Sejati :

Distribusi Ukuran

Diameter Partikel

Gambar SEM

Referensi:
46

LEMBAR OBSERVASI
PRAKTIKUM FARMASI FISIKA
Nama Mahasiswa

NIM/Kelompok

Golongan

Hari/Tanggal Suhu/RH °C/ %RH

EKSP0301 Penentuan Distribusi Ukuran dan Diameter Rata-Rata Partikel dengan Sieve Analysis

Tuliskan hasil pengamatan pada tabel di bawah ini:


Perhitungan dengan Metode 1

Nama Sampel :

Nomor Mesh dm BT
%R %Rkum %R x BT
Ayakan (mm) (g)

-/

/
/pan

Total (∑)

Diameter Rata-Rata (davg)

dm = Nilai tengah ayakan (Ayakan Atas+Ayakan Bawah/2)


BT = Berat tertahan di ayakan
%R = Persentase berat tertahan di ayakan
%Rkum = Persentase berat tertahan di ayakan kumulatif
Perhitungan
(Perhitungan davg)
47

Perhitungan dengan Metode 2


Nama Sampel :

di Wi Wi x log di – BT x (log di
# Mesh %R Log di Dgw – log Dgw)2
(mm) (g) log di log Dgw

pan

Total (Σ)

Dgw total SA

Sgw PPG
di = Nilai tengah ayakan
Wi = Berat tertahan di ayakan
%R = Persentase berat tertahan di ayakan
Dgw = Diameter partikel yang tertahan di ayakan
Sgw = Standar deviasi Dgw
SA = Surface Area/area permukaan
PPG = Partikel per gram
Perhitungan
(Perhitungan Dgw total, Sgw, SA dan PPG)
48
49

Grafik Log-Probit Distribusi Ukuran Partikel Sampel


50

Grafik %Kumulatif Tertahan vs Diameter Tengah

Nama Sampel :

Diameter Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3 𝒙 SD SEM

dav

Dgw total

ςg

Nama Asisten : Paraf Asisten


100 data pertama oleh Kelompok
100 data kedua oleh Kelompok
100 data ketiga oleh Kelompok
51

LEMBAR OBSERVASI
PRAKTIKUM FARMASI FISIKA
Nama Mahasiswa

NIM/Kelompok

Golongan

Hari/Tanggal Suhu/RH °C/ %RH


EKSP0302 Penentuan Distribusi Ukuran Partikel dan Diameter Rata-Rata Partikel dengan
Mikroskop Optik
Tuliskan hasil pengamatan pada tabel di bawah ini:
A B A B A B A B A B
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
52

(Lanjutan)
A B A B A B A B A B
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
n k Kelas Ke IKelas Batas Kelas dtengah

dmin dmax

R c

Faktor Kalibrasi 1 skala = μm/mm (coret yang tidak sesuai)


53

Tuliskan hasil perhitungan dalam tabel di bawah ini


%nd3k
Kelas d n %n %nkml nd nd2 nd3 nd4 %nd3
ml

dln dsn dvn

dsl dvs dwm


Perhitungan
(Perhitungan penentuan jumlah kelas, rentang, batas kelas, dln, dsn, dvn, dsl, dvs, dwm)
54

Histogram Distribusi Ukuran Partikel (n vs d)

Grafik Distribusi Ukuran (%n vs d dan %nd3 vs d)


55

Grafik Distribusi Ukuran (%nkml vs d dan %nd3kml vs d)

Nama Asisten : Paraf Asisten


100 Partikel Pertama Kelompok
100 Partikel Kedua Kelompok
100 Partikel Ketiga Kelompok
56

LEMBAR OBSERVASI
PRAKTIKUM FARMASI FISIKA
Nama Mahasiswa

NIM/Kelompok

Golongan

Hari/Tanggal Suhu/RH °C/ %RH

EKSP0303 Penentuan Laju Alir dan Sudut Istirahat (Angle of Repose)

Tuliskan hasil pengamatan pada tabel di bawah ini:

Nama Sampel :
m t v 𝒙
SD RSD
(g) (s) (g/s) (g/s)

h r θ 𝒙
tan θ SD RSD
(mm) (mm) (°) (°)

v= g/s
3
Nilai Referensi (g/cm )
θ= °

Kesimpulan:Sesuai/Tidak Sesuai Dengan Referensi (Coret yang tidak sesuai)


Perhitungan
(Perhitungan v dan θ untuk sampel yang dikerjakan, perhtingan rata-rata, SD dan RSD
57

Nama Asisten : Paraf Asisten


Replikasi 1 Oleh Kelompok
Replikasi 2 Oleh Kelompok
Replikasi 3 Oleh Kelompok
58

LEMBAR OBSERVASI
PRAKTIKUM FARMASI FISIKA
Nama Mahasiswa

NIM/Kelompok

Golongan

Hari/Tanggal Suhu/RH °C/ %RH

EKSP0304 Penentuan Kerapatan Sejati (True Density)

Tuliskan hasil pengamatan pada tabel di bawah ini:

Nama Sampel :
Vpikno a b c d ρ 𝒙
SD
(ml) (g) (g) (g) (g) (g/cm3) (g/cm3)

RSD

Nilai Referensi (g/cm3)

Kesimpulan:Sesuai/Tidak Sesuai Dengan Referensi (Coret yang tidak sesuai)


*dari nilai Tr
Perhitungan
(Perhitungan ρ, Rata-Rata, SD dan RSD)
59

Nama Asisten : Paraf Asisten


Replikasi 1 Oleh Kelompok
Replikasi 2 Oleh Kelompok
Replikasi 3 Oleh Kelompok
60

LEMBAR OBSERVASI
PRAKTIKUM FARMASI FISIKA
Nama Mahasiswa

NIM/Kelompok

Golongan

Hari/Tanggal Suhu/RH °C/ %RH

EKSP0305 Penentuan Kerapatan Ruah, Mampat, Porositas, Keruahan, Indeks Carr dan Rasio Haussner

Tuliskan hasil pengamatan pada tabel di bawah ini:

Nama Sampel :

V0 V10 V500 V1250 V… Vbulk Vtap

𝒙Vbulk SD Vbulk RSD Vbulk 𝒙Vtap SD Vtap RSD Vtap

CI HR ε B

Vbulk = Vtap =

Nilai Referensi CI = HR =

ε = B =

Kesimpulan:Sesuai/Tidak Sesuai Dengan Referensi (Coret yang tidak sesuai)


Perhitungan
(Perhitungan Rata-Rata, SD dan RSD serta perhitungan CI, HR, ε dan B)
61

Nama Asisten : Paraf Asisten


Replikasi 1 Oleh Kelompok
Replikasi 2 Oleh Kelompok
Replikasi 3 Oleh Kelompok
62

Pembahasan, Kesimpulan, Saran dan Referensi


63

..:Akhir Eksperimen 3:..


64

EKSPERIMEN 4
DISPERSI MOLEKULER DAN FENOMENA DISTRIBUSI

Deskripsi Singkat dan Urgensi Praktikum


Peristiwa melarutnya suatu zat memegang peranan penting baik dalam sistem farmasetis maupun
sistem biologis. Bahan obat dapat diformulasi menjadi sediaan larutan, tetapi sering menjadi
masalah ketika bahan obat memiliki kelarutan yang terbatas di dalam air. Dalam kasus ini,
formulasi tersebut umumnya membutuhkan pelarut pembantu agar dapat dihasilkan sediaan yang
jernih dan stabil. Sedangkan di dalam sistem biologis, partisi bahan obat dari fase air ke fase lemak
menjadi salah satu faktor penentu bioavailabilitas obat. Sehingga, gejala distribusi bahan obat di
antara dua pelarut yang tidak saling bercampur penting untuk diketahui dan dipelajari.
Dalam praktikum ini mahasiswa diajak untuk mengamati fenomena kelarutan dan menghitung
kelarutan bahan-bahan farmasi di dalam sebuah sistem pelarut (pelarut tunggal dan pelarut
campuran). Selain itu mahasiswa juga akan diajak untuk mengamati fenomena distribusi bahan di
antara dua pelarut yang tidak saling bercampur (air dan oktanol) dan menentukan koefisien partisi
dan nilai Log P bahan obat tersebut.

Maksud dan Tujuan


Setelah menyelesaikan eksperimen ini, mahasiswa diharapkan untuk:
1. Mengetahui dan memahami fenomena kosolvensi dan cara menentukan kelarutan bahan obat
dalam sistem pelarut campuran.
2. Mengetahui dan memahami cara penentuan koefisien partisi oktanol/air suatu bahan obat.
Secara khusus, tujuan eksperimen ini adalah:
1. Menentukan kelarutan bahan obat dalam sampel dan menyatakannya dalam istilah kelarutan
yang digunakan dalam farmakope.
2. Menentukan koefisien partisi bahan obat dan menyatakan hasilnya sebagai nilai log P.

Teori Singkat
Sistem dapat diartikan sebagai sesuatu yang terbatasi oleh ruang atau sejumlah substansi materi.
Berbagai substansi materi dapat dicampur untuk membentuk suatu campuran farmasetik seperti
larutan sejati, dispersi koloid dan dispersi kasar. Suatu dispersi tersusun atas setidaknya dua fase,
yaitu fase internal/fase terdispersi dan fase eksternal/fase pendispersi
Larutan sejati adalah campuran antara zat padat / zat cair (sebagai fase terdispersi) dengan zat cair
(sebagai medium pendispersi). Pada larutan sejati, fase terdispersi larut sempurna dengan medium
pendispersi sehingga dihasilkan campuran yang homogen, sehingga antara fase terdispersi dengan
medium pendispersinya tidak dapat dibedakan lagi. Molekul-molekul fase terdispersi tersebar
merata ke dalam komponen medium pendispersi, sehingga larutan disebut juga dispersi molekuler.
Kelarutan didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan
jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari
dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler homogen. Kelarutan obat dapat
dinyatakan dalam beberapa cara. Menurut U.S. Pharmacopeia dan National Formulary, definisi
kelarutan obat adalah jumlah ml pelarut dimana akan larut 1 gram zat terlarut. Tabel berikut
memuat istilah kelarutan yang dipakai dalam kompendial.
65

Tabel 4.1. Istilah Kelarutan


Jumlah Bagian Pelarut
Rentang Nilai Kelarutan
Istilah Kelarutan yang Dibutuhkan Untuk
(g/mL)
Melarutkan 1 Bagian Zat
Sangat Mudah Larut <1 >1000
Mudah Larut 1-10 100-1000
Larut 10-30 33-100
Agak Sukar Larut 30-100 10-33
Sukar Larut 100-1000 1-10
Sangat Sukar Larut 1000-10000 0,1-1
Praktis Tidak Larut >10000 <0,1
Hasil dari keseluruhan interaksi ketika suatu bahan terlarut ditunjukkan secara energetika sebagai
panas kelarutan. Pada saat bahan padatan terlarut, dibutuhkan eneri untuk memutuskan ikatan
solut-solut nya dan melepaskan satu molekul tunggal (endotermik). Selanjutnya “ruang” akan
terbentuk diantara molekul-molekul pelarut yang ukurannya harus cukup untuk menampung
molekul bahan terlarut. Peristiwa ini juga membutuhkan energi karena melibatkan pemutusan
ikatan antar molekul pelarut (endotermik). Molekul zat terlarut selanjutnya mengisi “ruang” yang
terbentuk tersebut dan molekul-molekul solven yang berada disekitarnya berinteraksi dengan
solut. Peristiwa ini melibatkan pelepasan energi (eksotermik). Total keseluruhan pertukaran energi
disebut panas pelarutan (∆H) dan dapat bernilai positif atau negatif. Hubungan kelarutan dan
panas pelarutan terdapat pada persamaan:
−∆𝐻𝑠𝑜𝑙𝑛
𝑆𝖺𝑒 … Persamaan (D.1)
𝑅𝑇
Dalam persamaan di atas, S adalah kelarutan dalam mol per liter.
Jika ∆H negatif, peningkatan suhu pelarut akan menyebabkan kelarutan solut berkurang dan
sebaliknya jika ∆H positif, pelarut akan mampu melarutkan solut lebih banyak pada temperature
yang lebih tinggi.
Terdapat empat jenis interaksi yang mungkin terbentuk pada saat solut melarut ke dalam solven,
yaitu:
- Interaksi Dipole-Ion
Interaksi ini terjadi ketika daerah yang menjadi pusat elektrik suatu molekul tertarik ke ion
yang muatannya berlawanan dengan momen dipolnya. Interaksi ini bertanggung jawab atas
kelarutan berbagai jenis elektrolit dalam pelarut polar
- Interaksi Dipole-Dipole
Interaksi ini bertanggung jawab atas larutnya berbagai bahan farmasi dalam pelarut polar
seperti asam organik, alkohol, amida, amina, ester, keton dan gula dengan bobot molekul
rendah di dalam pelarut polar.
- Interaksi Dipole-Dipole Terinduksi
Ketika molekul dengan momen dipole kuat mendekati molekul non-polar, momen dipole
molekul tersebut dapat menginduksi medan listrik pada molekul non-polar yang kemudian
tertarik ke pusat elektrik molekul dengan momen dipole kuat. Molekul yang beresonansi lebih
mudah diinduksi oleh dipole. Larutnya kloralhidrat dalam CCl 4, fenol dalam parafin cair dan
tribromoetanol dalam benzene adalah karena interaksi ini.
66

- Interaksi Dipole Terinduksi-Dipole Terinduksi


Interaksi ini bertanggung jawab atas kelarutan senyawa non-polar di dalam pelarut non-polar.
Contoh bahan yang larut karena interaksi ini adalah larutnya lilin dalam CCl4, naftalena dalam
karbon disulfide dan parafin dalam petroleum benzin.
Aturan umum tentang kelarutan suatu senyawa adalah sebagai berikut:
1. Like dissolve like. Semakin besar kemiripan antara solut dan solven (kemiripan sifat fisiko kimia)
maka semakin besar kelarutannya.
2. Kelarutan dalam air meningkat dengan meningkatnya kapasitas solut untuk membentuk ikatan
hydrogen dengan gugus fungsi polar (misalnya -OH, -NH2, -SO3H, -COOH)
3. Kelarutan dalam air menurun dengan meningkatnya jumlah atom karbon di dalam molekul
solut (misalnya peningkatan bobot molekul tanpa disertai peningkatan polaritas)
4. Untuk kebanyakan molekull organik, titik leleh tinggi berarti kelarutan dalam air rendah
5. Isomer cis (z) lebih mudah larut dibandingkan isomer trans (e). Isomer cis memiliki titik leleh
yang lebih rendah
6. Peningkatan ketidakjenuhan meningkatkan kelarutan dalam pelarut polar
7. Solut anhidrat lebih mudah larut dibandingkan kristalin.
Proses termodinamika terlarutnya suatu bahan dapat dideskripsikan dengan dua persamaan yaitu:
∆𝐺 = ∆𝐻′ − 𝑇∆𝑆 … Persamaan (D.2)

dan
∆𝐺 = −1𝑅𝑇 ln 𝐾 … Persamaan (D.3)
Keterangan Persamaan:
∆G adalah perubahan energi bebas
∆H’ adalah perubahan entalpi
∆S adalah perubahan entropi
T adalah temperature
K adalah konstanta kesetimbangan

Dari hukum kedua termodinaika, kita mengetahui bahwa syarat suatu proses dianggap proses yang
spontan adalah proses tersebut harus memiliki nilai ∆G negatif. Ingat bahwa proses melarutnya
suatu bahan adalah proses yang spontan. Agar suatu zat dapat melarut maka nilai ∆G sistem harus
negatif. Nilai ini dipengaruhi oleh perubahan entalpi (∆H’) dan perubahan entropi (∆S) sistem. Jika
suatu sistem memiliki ∆H’ negatif dan ∆S positif maka proses pelarutan bahan pada sistem tersebut
akan terjadi karena nilai ∆G akan negatif.
Ada beberapa faktor yang berpengaruh pada kelarutan, antara lain adalah pH, suhu, jenis pelarut,
bentuk dan ukuran partikel zat, kosolvensi, konstanta dielektrikum bahan pelarut, adanya zat-zat
lain seperti surfaktan/pembentuk kompleks/ion sejenis dan modifikasi kimia obat. Adakalanya
suatu zat lebih mudah larut dalam pelarut campuran dibandingkan dengan pelarut tunggalnya.
Fenomena ini dikenal dengan istilah co-solvency. Bahan pelarut di dalam pelarut campur yang
mampu meningkatkan kelarutan zat disebut co-solvent. Etanol, gliserin dan propilen glikol
merupakan contoh-contoh kosolven yang umum digunakan.
Jika suatu cairan atau padatan berlebih ditambahkan pada campuran dua cairan tak bercampur,
zat itu akan mendistribusikan diri diantara kedua fase sehingga masing-masing fase menjadi jenuh.
Jika jumlah zat yang ditambahkan pada pelarut tidak bercampur tidak cukup untuk menjenuhkan
67

larutan, zat tersebut tetap akan terdistribusi diantara kedua lapisan dengan perbandingan
konsentrasi tertentu.
Jika suatu bahan obat ditambahkan dalam jumlah berlebih kedalam dua pelarut yang tidak saling
becampur maka molekul obat tersebut akan terdistribusi ke kedua pelarut tersebut hingga
konsentrasinya mencapai jenuh pada kedua pelarut tersebut. Jika suatu bahan obat ditambahkan
ke dua pelarut yang tidak saling bercampur tetapi jumlahnya tidak cukup untuk membentuk
larutan jenuh, maka molekul obat tersebut akan terdistribusi ke kedua pelarut tersebut dalam rasio
yang konstan. Rasio ini umumnya sama dengan rasio kelartan obat dalam pelarut tersebut.
Mempelajari fenomena distribusi suatu bahan obat penting karena banyak fenomena yang
melibatkan peristiwa partisi ini diantaranya:
1. Partisi obat antara fase air dan biofase lipid
2. Pengawet dalam sediaan dengan basis emulsi berpartisi antara fase air dan fase minyak
3. Partisi antibiotik ke dalam sel mikroorganisme
4. Partisi obat atau pengawet ke dalam wadah plastik atau wadah lainnya.
Log P atau log koefisien partisi dan log D atau koefisien distribusi umumnya disamakan untuk
keperluan generalisasi di buku-buku teks farmasi fisika dan dinyatakan sebagai K. Dalam penentuan
Log P dan Log D, pelarut 1 yang umum digunakan adalah n-oktanol dan pelarut 2 yang digunakan
adalah air. Khusus untuk penentuan Log D, buffer fosfat pH 7,4 digunakan sebagai pelarut 2 dan
hasilnya dinyatakan sebagai Log D7,4.
Log P menyatakan nilai logaritma perbandingan konsentrasi obat dalam bentuk tidak
terdisosiasi/tidak terion dalam fase n-oktanol dan air. Rumus yang digunakan adalah:
[𝑠𝑜𝑙𝑢𝑡]𝑜𝑐𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙
log 𝑃 = log ( ) … Persamaan (D.4)
[𝑠𝑜𝑙𝑢𝑡]𝑢𝑛−𝑖𝑜𝑛𝑖𝑧𝑒𝑑
Log P = 0 menunjukkan bahwa bahan obat terdistribusi dengan konsentrasi yang sama diantara
kedua fase. Log P = 5 menunjukkan bahwa bahan tersebut lipofikik sedangkan Log P = -2 dimiliki
oleh bahan yang hidrofilik. Nilai Log P anatara 1-3 menunjukkan absorbsi yang baik sedangkan nilai
Log P >6 atau <1 menunjukkan karakteristik transport yang buruk.
Log D menyatakan nilai logaritma perbandingan konsentrasi obat dalam baik dalam bentuk tidak
tidak ter-ion maupun ter-ion dalam fase n-oktanol dan air yang didapar. Hal ini signifikan karena
sebagian obat memiliki gugus-gugus fungsi yang dapat terionkan. Sangat penting mencantumkan
pH yang digunakan saat mengukur nilai Log D. Pengukuran Log D banyak dilakukan dengan dapar
pH 7,4 sehingg hasilnya dinyatakan dalam Log D7,4. Rumus yang digunakan adalah:
[𝑠𝑜𝑙𝑢𝑡]𝑜𝑐𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙
log 𝐷 = log ( ) … Persamaan (D.5)
[𝑠𝑜𝑙𝑢𝑡]𝑢𝑛−𝑖𝑜𝑛𝑖𝑧𝑒𝑑 + [𝑠𝑜𝑙𝑢𝑡]𝑖𝑜𝑛𝑖𝑧𝑒𝑑
𝑤𝑎𝑡𝑒𝑟 𝑤𝑎𝑡𝑒𝑟

Peralatan dan Bahan


Setiap kelompok mahasiswa harus menyiapkan peralatan berikut:
4 buah tabung reaksi, 4 buah tabung sentrifuge, 1 buah pipet skala 1 ml, 1 buah Erlenmeyer 250
ml, 2 buah gelas ukur 50 ml, 2 buah pipet volume 5 ml, 1 buah pipet volume 25 ml
68

Setiap kelompok mahasiswa harus menyiapkan bahan-bahan berikut:


n-Oktanol 25 ml, Aquadest 100 ml, Alkohol 96% 100 ml (3 Kelompok), Gliserol 100 ml (3
Kelompok), Propilen Glikol 100 ml (3 Kelompok).
Didalam kelas juga disiapkan
3 buah burret untuk dipakai bersama, larutan baku Natrium Hidroksida 0,1 N, dan timbangan
analitik untuk digunakan bersama
Setiap kelompok mahasiswa akan dibekali satu jenis untuk dianalisis beserta satu seri konsentrasi
pelarut campuran.
Sampel bahan obat (1 gram/kelompok, sampel rusak):
Asam Salisilat, Asam Benzoat, Asam Askorbat, Ketoprofen

Pra-Praktikum
Bahan pre-reading:
Buku Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika (2011) Bab 10, hal. 292-336
Bahan respon untuk percobaan ini adalah:
1. Definisi dan Istilah Kelarutan
2. Mekanisme Kelarutan
3. Interaksi Solven-Solut
4. Termodinamika Larutan
5. Contoh-Contoh fenomena yang melibatkan peristiwa partisi
6. Log P dan Log D
7. Perhitungan-Perhitungan
Sebelum praktikum, mahasiswa harus melengkapi data pada lembar “Prerequisite Data”
Buret dan larutan baku telah disiapkan.

Safety Check
Safety Level: Level 2
Check
No. Nama APD Keterangan
(�)
Gunakan sebelum masuk dan selama berada di dalam
1 Jas Praktikum □
laboratorium
Sepatu Gunakan sebelum masuk dan selama berada di
2 □
Tertutup laboratorium

3 Masker □ Gunakan selama menangani bahan

4 Sarung Tangan □ Gunakan selama menangani bahan

Gunakan selama menangani bahan dengan pemanasan


5 Safety Googles □
(memanaskan sampel/mengamati sampel yang dipanaskan)

Eksperimental
Alokasi Waktu : 180 menit
Jumlah Sampel : 1 jenis sampel serbuk (EKS0301
Tempat : Lab Farmasetika, Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
69

Pengaturan : Untuk EKSP0401, setiap 3 kelompok mengerjakan satu deret konsentrasi


kosolven data kemudian dikumpulkan untuk disatukan dalam satu grafik.
Untuk EKSP0402, setiap 3 kelompok mengerjakan sampel yang sama, data
dikumpulkan sebagai data kolektif untuk dirata-ratakan oleh tiga kelompok.
EKSP0401 Kosolvensi dan Penentuan Kelarutan Bahan Obat
1. Siapkan pelarut dan campuran pelarut sebanyak masing-masing 10 ml (kosentrasi kosolven
0%, 5%, 10%, 15%, 20%, 25%)
2. Tambahkan sampel ke dalam pelarut/campuran pelarut sedikit demi sedikit sambil
diaduk/dikocok dengan vorteks mixer hingga diperoleh larutan jenuh sampel (ditandai
dengan adanya sampel yang tidak terlarut)
3. Saring sampel dengan menggunakan kertas saring whattman
4. Ambil sebanyak 0,5 ml larutan sampel dengan bantuan pipet volume dan bulb
5. Titrasi sampel sesuai dengan prosedur titrasi yang terdapat di dalam farmakope/ referensi
lainnya
6. Catat volume titran yang digunakan pada lembar observasi
7. Hitung jumlah zat terlarut menggunakan persamaan 4.1 dan catat hasilnya ke dalam tabel
pengamatan
8. Nyatakan masing-masing hasil perhitungan dalam istilah kelarutan sesuai farmakope
9. Buatlah kurva jumlah zat terlarut vs konsentrasi pelarut

EKSP0402 Penentuan Koefisien Partisi dan Log P


1. Timbang seksama 100 mg sampel dan masukkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml
2. Tambahkan 50 ml aquadest ke dalamnya dan gojok hingga seluruh sampel terlarut
3. Cuplik 5 ml larutan tersebut dan tentukan konsentrasi awal obat dalam air dengan metode
titrimetri yang sesuai
4. Cuplik 25 ml larutan dan pindahkan larutan sampel ke dalam corong pisah
5. Tambahkan 25 ml n-oktanol ke dalam corong pisah dan gojok beberapa kali dengan sesekali
membuka kran corong pisah untuk mengeluarkan tekanan yang terbentuk selama
penggojokan
6. Biarkan lapisan air dan oktanol memisah
7. Cuplik 5 ml larutan air hasil partisi dan tentukan konsentrasi obat didalamnya dengan metode
titrimetric
8. Hitung koefisien partisi (P) dan log P bahan obat dengan menggunakan persamaan 4.2a dan
4.2b

Referensi dan Bahan Bacaan Lanjutan


Sinko, Patrick J. Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika. EGC. Jakarta. 2011.
Attwodd D, et al. Physical Pharmacy. Pharmaceutical Press. UK. 2008
Amiji MM, et al. Applied Physical Pharmacy 2nd Edition. McGraw Hill. USA. 2014
Felton LA. Essentials of Pharmaceutics. Pharmaceutical Press. UK. 2012
Florence AT, et al. Physicochemical Principles of Pharmacy 4th Edition. Pharmaceutical Press. UK.
2006
70

PREREQUISITE DATA
EKSP0401 Kosolvensi dan Penentuan Kelarutan Bahan Obat
EKSP0402 Penentuan Koefisien Partisi dan Log P

Nama Sampel

RM BM RB

Pemerian

Kelarutan Air :
Et-OH :
Me-OH :
Gliserol :
PG :
Oktanol :

Log P/Log Kow

%Kadar*

Referensi:

*ditetapkan sebelum praktikum


71

LEMBAR OBSERVASI
PRAKTIKUM FARMASI FISIKA
Nama Mahasiswa

NIM/Kelompok

Golongan

Hari/Tanggal Suhu/RH °C/ %RH


EKSP0401 Kosolvensi dan Penentuan Kelarutan Bahan Obat

Tuliskan hasil pengamatan pada tabel di bawah ini:


Bs
Pernyataan Kelarutan
Kosentrasi Vt (g) 𝒙
No.
Kosolven (ml) (g)
0,5 ml 10,0 ml g/ml Istilah Kelarutan

0%

5%

10%

15%

20%

25%

Nilai Referensi*

Kesimpulan*:Sesuai/Tidak Sesuai Dengan Referensi (Coret yang tidak sesuai)


*untuk konsentrasi kosolven 0%
Perhitungan
(Perhitungan Bs, rata-rata dan pernyataan kelarutan untuk sampel yang dikerjakan)
72

Grafik Jumlah zat Terlarut vs Konsentrasi Kosolven

Nama Asisten : Paraf Asisten


Deret pertama Oleh Kelompok
Deret kedua Oleh Kelompok
Deret ketiga Oleh Kelompok
73

LEMBAR OBSERVASI
PRAKTIKUM FARMASI FISIKA
Nama Mahasiswa

NIM/Kelompok

Golongan

Hari/Tanggal Suhu/RH °C/ %RH

EKSP0402 Penentuan Koefisien Partisi dan Log P

Tuliskan hasil pengamatan pada tabel di bawah ini:

Nama Sampel :

Awal Fase Air Fase n-Oktanol

Vt Cawal Vt Cair Vt Coktanol

Konsentrasi Obat Koefisien Partisi

Fase n- P (Ko/w) Log P


Fase Air
Oktanol Nilai 𝒙 SEM Nilai 𝒙 SEM

Ko/w
Nilai Referensi
Log P

Kesimpulan: Sesuai/Tidak Sesuai Dengan Referensi (Coret yang tidak sesuai)


Perhitungan
(Perhitungan P dan log P untuk sampel yang dikerjakan serta perhitungan rata-rata dan SEM)
74

Nama Asisten : Paraf Asisten


Replikasi 1 Oleh Kelompok
Replikasi 2 Oleh Kelompok
Replikasi 3 Oleh Kelompok
75

Pembahasan, Kesimpulan, Saran dan Referensi


76

..:Akhir Eksperimen 4:..


77

EKSPERIMEN 5
FENOMENA ANTARMUKA DAN DISPERSI KOLOID

Deskripsi Singkat dan Urgensi Praktikum


Sistem farmasetik seperti emulsi ataupun suspensi merupakan sistem yang terdiri atas dua
fase. Emulsi terdiri atas dua fase cair dan suspensi terdiri atas fase cair dan fase padat.
Fenomena yang terjadi pada antarmuka dua fase tersebut penting untuk dipahami karena
sangat mempengaruhi stabilitas termodinakika sistem tersebut. Sistem farmasetik dengan
ukuran terdispersi yang berada dalam rentang koloid disebut dispersi koloid. Sifat-sifat
tertentu muncul sebagai implikasi dari ukuran partikel terdisersi dalam sistem tersebut
yang menjadi ciri khas dari dispersi koloid. Surfaktan yang didispersikan di dalam air dapat
membentuk misel dan ukuran misel tersebut berada dalam rentang ukuran partikel koloid.
Praktikum ini memberikan pengetahuan dasar kepada mahasiswa tentang sistem dispersi
koloid surfaktan dan fenomena antarmuka paling sederhana yaitu tegangan antar muka
cair-gas (selanjutnya disebut tegangan permukaan). Keduanya sangat besar peranannya
dalam formulasi sistem dispersi seperti emulsi atau suspensi sehingga mahasiswa penting
memahami dengan baik tentang materi praktikum ini. Dalam praktikum ini mahasiswa
akan diajak untuk menentukan konsentrasi misel kritis dan menentukan tegangan
permukaan sampel serta memahami kosep dasar yang melatarbelakanginya.

Maksud dan Tujuan Eksperimen


Setelah menyelesaikan eksperimen ini, mahasiswa diharapkan untuk:
1. Mengetahui dan memahami metode-metode penentuan tegangan permukaan bahan
cair.
2. Mengetahui dan memahami sifat-sifat dispersi koloid surfaktan pada titik Konsentrasi
Kritis Misel (KKM).
Secara khusus, tujuan eksperimen ini adalah:
1. Menentukan tegangan permukaan sampel dengan menggunakan metode pipa kapiler.
2. Menentukan Konsentrasi Kritis Misel (KKM) berbagai jenis surfaktan dengan
menggunakan metode tegangan permukaan, konduktivitas dan peningkatan kelarutan.

Teori Singkat
Daerah antarmuka adalah daerah dimana dua fase yang tidak saling bercampur bertemu. Terdapat
beberapa tipe antarmuka bergantung pada fase yang saling bersinggungan. Tipe-tipe antarmuka
dirangkum dalam tabel 5.1. Tegangan antarmuka gas-cair dan gas-padat selanjutnya disebut
tegangan permukan. Tegangan permukaan padat-padat tidak banyak dikaji karena kurannyaa
aplikasi dan data-data untuk ini.
Dalam keadaan cair, gaya kohesi antara molekul terbentuk dengan baik. Molekul yang ada di dalam
cairan dikelilingi oleh molekul yang sama dengan gaya tarik yang sama. Molekul yang ada
dipermukaan hanya dapat tertarik dengan molekul dibawahnya. Meskipun molekul dipermukaan
dapat berinteraksi dengan fase gas/uap, bentuk interaksinya umumnya lebih lemah sehingga
78

molekul di permukaan tertarik “ke dalam”. Tarikan ini menyeabkan molekul dipermukaan
berkontraksi dan menimbulkan tegangan permukaan. “Tegangan” ini merupakan gaya per satuan
panjang yang harus diberikan paralel terhadap permukaan cairan untuk mengimbangi gaya tarikan
ke dalam. Gaya ini memiliki satuan dyne/cm atau N/m. Tegangan antarmuka cairan adalah gaya
per satuan panjang yang terdapat pada permukaan dua cairan yang tidak saling bercampur.
Tabel 5.1. Tegangan Antarmuka Berbagai Fase
Tegangan
Fase Tipe dan Contoh Antarmuka
Antarmuka
Tidak ada antarmuka yang terbentuk karena dua fase ini
Gas-Gas -
selalu bercampur secara homogen
Permukaan cairan, misalnya permukaan danau yang
Gas- Cair 𝛾𝐿𝑉
terpapar di udara
Gas-Padat 𝛾𝑆𝑉 Permukaan benda padat, misalnya permukaan meja
Cair-Cair 𝛾𝐿𝐿 Antarmuka cair-cair, misalnya emulsi
Cair-Padat 𝛾𝑆𝐿 Antarmuka cair-padat, misalnya suspensi
Antarmuka padat-padat, misalnya dua bahan padat yang
Padat-Padat 𝛾𝑆𝑆
saling bercampur

Energi bebas permukaan adalah energi yang berhubungan dengan gaya antarmolekul pada
antarmuka dua media yang tidak saling bercampur. Energi permukaan per luas area sama dengan
tegangan permukaan. Persamaan yang digunakan untuk menjelaskan tentang energi bebas
permukaan adalah :
𝑊 = 𝛾∆𝐴 … Persamaan (E.1)

Dalam persamaan ini, W adalah kerja yang harus dilakukan, atau energi bebas permukaan (egr), γ
adalah tegangan antarmuka (dyne/cm) dan ∆A adalah perubahan luas permukaan. Dari persamaan
terlihat bahwa energi bebas permukaan berbanding lurus dengan tegangan antarmuka dan
perubahan luas area.
Terdapat dua metode yang umum digunakan untuk menghitung tegangan permukaan bahan cair
yaitu:
- Metode Dinding Kapiler
Ketika pipa kaplier dimasukkan ke dalam Beaker yang berisi cairan, cairan akan naik ke pipa
kapiler karena gaya adhesi antara cairan dan pipa kapiler lebih besar dibandingkan dengan
gaya kohesi antara molekul zat cair. Dengan mengukur tinggi cairan dalam pipa kapiler kita
dapat menentukan tegangan permukaan cairan dengan rumus disamping.
- Metode Cincin DuNouy
Prinsip instrument ini adalah bahwa gaya yang dibutuhkan untuk melepaskan cincin platinum
iridium dari permukaan cairan sebanding dengan tegangan permukaan cairan tersebut. Gaya
yang dibutuhkan diukur terhadap torsi kabel dan direkam dalam dyne oleh dial terkalibrasi.
Rumus yang digunakan
Bahan ampifil memiliki daerah dengan afinitas terhadap pelarut berbeda dalam molekulnya dan
secara alami akan terabsorbsi ke antarmuka suatu cairan. Agar suatu ampifil dapat terjerap di
permukaan, molekulnya harus memiliki bagian hidrofilik dan hidrofobik dalam proporsi yang
79

seimbang. Jika terlalu hidrofilik maka ampifil tersebut akan tetap berada dalam air. Jika terlalu
hidrofobik, maka ampifil tidak memiliki pengaruh terhadap antarmuka.
Griffin menetapkan skala untuk mengukur nilai HLB (hydrophylic-lipophilic balance) suatu bahan
aktif permukaan (surfaktan). Berdasarkan ini, nilai HLB yang optimal ditentukan untuk tiap kelas
surfaktan. HLB untuk surfaktan non-ionik yang porsi hidrofiliknya hanya berupa gugus
polioksietilen dihitung dengan persamaan (E.1). Nilai HLB untuk senyawa ester asam lemak alkohol
polihidat diestimasi dengan rumus (E.2). Dalam persamaan ini, E adalah %b/b gugus etilen oksid, S
adalah angka penyabunan ester dan A adalah bilangan asam bagian asam lemaknya.
𝐸
𝐻𝐿𝐵 = … Persamaan (E.2)
5

𝑆
𝐻𝐿𝐵 = 20 (1 − ) … Persamaan (E.3)
𝐴
Surfaktan (dan dispersi koloid gabungan) dapat dikelompokkan berdasarkan jenis muatannya.
Klasifikasi dan contohnya di rangkum dalam tabel 5.2
Tabel 5.2. Pengelompokan surfaktan berdasarkan muatannya
Senyawa Contoh Ampifil Gegenion
Tipe

Anionik Natrium Lauril Sulfat CH3(CH2)11OSO3- Na+

Kationik Setil trimetil-amonium bromida CH3(CH2)N+(CH3)3 Br-

NonIonik Polioksietilen lauril eter CH3(CH2)10CH2O(CH2OCH2)23H -

Dimetildodesilamonio-propan
Amfolitik CH3(CH2)N+(CH3)2(CH2)3OSO2- -
sulfonat

Sangat penting bagi seorang farmasis untuk memiliki pemahaman terkait teori dan teknologi
tentang sistem dispersi (molekuler, koloid dan kasar). Yang membedakan ketiga jenis sistem
dispersi ini adalah ukuran partikel terdispersinya dan bukan komposisinya. Perbedaannya
dirangkum pada tabel 5.3 di bawah ini. Pengetahuan tentang fenomena antarmuka dan
karakteristik koloid dan partikel kecil adalah fundamental untuk menguasai karakteristik suatu
sistem dispersi farmasetik.
Partikel yang ukurannya terletak dalam kisaran ukuran partikel koloid diatas, mempunyai luas
permukaan yang lebih besar dibandingkan dengan luas permukaan partikel yang ukurannya besar
dengan volume yang sama. Karena ukurannya tersebut, partikel koloid relatif lebih mudah
dipisahkan dari partikel-partikel molekular dengan cara dialisis. Dialisis yaitu proses penghilangan
ion-ion pengganggu dengan cara menyaring menggunakan membran/selaput semi permeabel.
Dialisis menggunakan membran semipermiabel kolodion atau selofan, di mana partikel koloid akan
tertahan, tapi molekul-molekul kecil dan ion dapat melewatinya.
80

Tabel 5.3. Perbedaan dispersi molekuler, dispersi koloid dan dispersi kasar.
Kisaran Ukuran
Golongan Sifat Sistem
Partikel
Partikel terdispersi tidak dapat terlihat walaupun dengan
Dispersi mikroskop elektron
< 1 nm
Molekuler Dapat melewati ultrafilter dan membran semipermeabel
Mengalami difusi cepat

Partikel tidak dapat dianalisis dengan mikroskop biasa,


hanya bisa dengan ultramikroskop
Dispersi Dapat terlihat dengan mikroskop elektron
1 nm – 0,5 µm
Koloid Dapat melewati kertas saring
Tidak dapat melewati membran semipermeabel
Difusi berlangsung sangat lambat

Partikel terdispersi dapat terlihat dengan mikroskop biasa


Dispersi Tidak dapat melewati kertas saring biasa
> 0,5 µm
Kasar Tidak berdialisis melalui membran semipermeabel
Tidak berdifusi

Sistem koloid memiliki sifat-sifat yang khas seperti sifat optik, sifat kinetik, sifat elektrik, efek
Faraday-Tyndall, hamburan cahaya dan citra mikroskop elektronnya. Sifat kinetik koloid meliputi:
- Gerak Brown. Pergerakan partikel koloid secara acak karena “berbenturan” dengan molekul
medium pendispersi
- Difusi. Perpindahan partikel koloid dari daerah dengan konsentrasi tinggi ke daerah dengan
konsentrasi rendah. Fenomena ini merupakan implikasi langsung dari gerak brown. Hukum
Flick Pertama menjelaskan tentang fenomena ini.
- Tekanan Osmotik. Tekanan osmotik dari suatu dispersi koloid encer dinyatakan dengan
persamaan van’t Hoff.
- Sedimentasi. Laju sedimentasi partikel dalam sistem koloid dideskripsikan dengan hukum
Stoke.
- Viskositas. Persamaan Einstein dikembangkan untuk menjelaskan karakteristik viskositas
untuk dispersi koloid encer.
Sifat elektrik koloid meliputi:
- Fenomena Elektrokinetik. Pergerakan permukaan bermuatan di medium cairnya menjadi
prinsip dasar untuk empat fenomena elektrokinetik yaitu elektroforesis, elekroosmosis,
potensial sedimentasi dan potensial alir.
- Kesetimbangan Membran Donnan. Fenomena ini menjelaskan tentang kesetimbangan ion-
ion yang dapat berdifusi melewati membran semipermeabel jika disalah satu
kompartemennya terdapat partikel koloid yang tidak dapat berdifusi.
- Stabilitas Sistem Koloid. Fenomena ini menjelaskan tentang pengaruh partikel bermuatan
dengan stabilitas sistem koloid serta korelasinya dengan potensial zeta
- Sensitasi dan Kerja Koloid Pelindung. Fenomena ini menjelaskan tentang pengaruh
penambahan koloid lain ke suatu dispersi koloid yang dapat mensensitasi ataupun melindungi
suatu sistem koloid
81

Terdapat beberapa jenis dispersi koloid menurut afinitasnya terhadap medium pendispersinya yaiu
koloid liofilik, koloid liofobik dan koloid gabungan.
- Koloid Liofilik
Suatu sistem koloid yang partikel terdispersinya memiliki afinitas terhadap medium
pendispersinya disebut koloid liofilik. Jika medium pendispersinya air maka sistem tersebut
disebut sebagai koloid hidrofilik. Hal ini terjadi karena proses solvasi (atau hidrasi jika
mediumnya air) atau terikatnya molekul medium disekeliling partikel koloid. Sebagian besar
koloid hidrofilik adalah molekul organik seperti gelatin, akasia, insulin, albumin di dalam air
serta karet dan polistirena di dalam pelarut organik. Pembentukan koloid liofilik umumnya
mudah, yaitu dengan mendispersikan partikel koloid ke medium pendispersinya (misalnya saat
mendispersikan akasia ke dalam air).
- Koloid Liofobik
Jika dalam suatu sistem partikel terdispersinya tidak memiliki ketertarikan (atau memiliki
sangat sedikit ketertarikan) pada medium pendispersinya, sistem ini disebut koloid liofobik.
Koloid liofobik umumnya terdiri atas molekul anorganik seperti emas, sulfur, arsen sulfida dan
perak iodida. Pembentukan koloid liofobik memerlukan metode khusus yakni metode dispersi
atau metode kondensasi.
- Koloid Gabungan
Molekul ampifil, yaitu molekul yang memiliki bagian dengan afinitas berbeda terhadap pelarut
yang berbeda (misalnya air dan minyak) jika didispersikan dalam suatu medium dapat
membentuk dispersi koloidal.

Gambar 5.1. Sifat-sifat dispersi surfaktan pada titik KKMnya


(Sumber: Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika)
Misel adalah agregat monomer ampifilik (bahan aktif permukaan/surfaktan) yang terbentuk di
dalam medium pendispersi. Konsentrasi minimum suatu surfaktan untuk membentuk misel
disebut konsentrasi kritis misel (KKM). Jumlah monomer yang diperlukan agar suatu surfaktan
membentuk misel disebtuk angka agregasi. Perhatikan gambar 5.1. Area abu-abu dari grafik
82

disampig menunjukkan titik KKM suatu surfaktan. Perhatikan bahwa berbagai sifat-sifat surfaktan
berubah pada titik KKM dan hal ini dapat digunakan untuk menentukan titik KKM. Sifat-sifat yang
berubah adalah Konduktifitas dan Tegangan Permukaan dari suatu dispersi koloid.
Salah satu sifat penting dari koloid adalah kemampuan misel untuk melarutkan bahan yang kurang
larut dalam medium pendispersinya. Fenomena ini dapat dimanfaatkan untuk membantu
meningkatkan bioavailabilitas obat di dalam tubuh. Surfaktan non-ionik banyak digunkan untuk
aplikasi ini. Jumlah bahan yang dapat dilarutkan oleh surfaktan bergantung pada nilai HLB dan
molekul bahan yang ingin dilarutkan. Fenomena ini berkaitan dengan titik KKM mengingat bahan
hanya dapat meningkat kelarutannya jika dispersi surfaktan telah membentuk misel.

Peralatan dan Bahan


Setiap kelompok mahasiswa harus menyiapkan peralatan berikut:
1 buah Beaker 100 ml, 15 buah pipa kapiler, 1 lembar kertas milimeter, 4 buah Beaker 50 ml, 2
buah termometer, 4 buah Erenmeyer 100 ml, 8 buah tabung reaksi, 1 buah rak tabung, 4 labu
tentukur 50 ml.
Setiap kelompok mahasiswa harus menyiapkan bahan-bahan berikut:
Aquadest 500 ml.
Didalam kelas juga disiapkan
4 buah burret basa, larutan baku Natrium Hidroksida 0,05 N, indikator fenolftalein, 1 unit
conductivity meter untuk dipakai bersama.
Setiap kelompok mahasiswa akan dibekali satu jenis sampel bahan cair untuk diukur tegangan
permukaanya beserta satu seri konsentrasi dispersi surfaktan dalam air.
Sampel bahan cair (50 ml/kelompok, sampel tidak rusak):
Aquadest, Gliserin, Propilen Glikol, Alkohol, Parafin Cair, Isopropil Miristat, Oilve Oil.
Sampel surfaktan (10 gram/3 kelompok, sampel rusak):
Sodium lauril sulfat, sodium laureth sulfat, lauril amidopiril betain, nonilfenol etoksilat, linear
alkilbenzen sulfonat, kokoamid DEA, kokoamid betain, polisorbat dan sorbitan ester.

Pra-Praktikum
Bahan pre-reading:
Buku Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika (2011) Bab 16-17 hal. 549-627
Bahan respon untuk percobaan ini adalah:
1. Persamaan-Persamaan Hukum Termodinamika Pertama dan Kedua
2. Energi Bebas Permukaan
3. Metode Penentuan Tegangan Permukaan
4. Pengertian dan Jenis-Jenis Surfaktan
5. Jenis-Jenis Dispersi Koloid
6. Sifat Optik, Kinetik dan Elektrik Koloid
7. Sifat-Sifat Larutan Surfaktan yang Berubah Pada KKM-nya

Sebelum praktikum, mahasiswa harus melengkapi data pada lembar “Prerequisite Data”
Buret dan larutan baku dan larutan indikator telah disiapkan.
Setiap sampel cairan dan surfaktan telah ditentukan kerapatannya.
83

Safety Check
Safety Level: Level 1
Check
No. Nama APD Keterangan
(�)
Gunakan sebelum masuk dan selama berada di dalam
1 Jas Praktikum □
laboratorium
Sepatu Gunakan sebelum masuk dan selama berada di
2 □
Tertutup laboratorium

3 Masker □ Gunakan selama menangani bahan

4 Sarung Tangan □ Gunakan selama menangani bahan

Eksperimental
Alokasi Waktu : 180 menit
Jumlah Sampel : 1 jenis sampel bahan cair (per kelompok) dan 1 seri dispersi surfaktan (per 3
kelompok)
Tempat : Lab Farmasetika, Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
Pengaturan : Setiap kelompok mengerjakan satu sampel bahan cair dengan replikasi sebanyak
tiga kali. Untuk penentuan KKM, setiap tiga kelompok mengerjakan satu deret
konsentrasi surfaktan dengan masing-masing konsentrasi direplikasi
pengujiannya sebanyak dua kali. Data dikumpulkan sebagai data kolektif untuk
dibuat grafik oleh tiga kelompok.
EKSP0501 Penentuan Tegangan Permukaan Bahan Cair
1. Siapkan sampel cairan (yang telah diketahui kerapatannya)
2. Tempelkan kertas milimeterblok di belakang gelas beaker 100 ml
3. Tuang sampel (±20 ml) ke dalam gelas beaker dan biarkan permukaannya tenang
4. Ukur suhu sampel dan catat pada lembar observasi
5. Celupkan pipa kapiler ke dalam sampel dan pertahankan pada posisinya
6. Catat tinggi sampel yang naik ke dalam pipa kapiler ke dalam tabel pengamatan (dihitung dari
permukaan cairan)
7. Hitung tegangan permukaan sampel dengan menggunakan persamaan (5.1) dan catat hasilnya
ke dalam lembar observasi
8. Hitung SEM hasil pengukuran

EKSP0502 Penentuan KKM Berdasarkan Perubahan Tegangan Permukaan


1. Siapkan sampel dispersi surfaktan (yang telah diketahui kerapatannya) dengan seri konsentrasi
merujuk pada rentang nilai KKM
2. Hitung tegangan permukaan masing-masing konsentrasi menggunakan metode yang sama
yang tertera pada EKSP0601
3. Catat hasilnya pada lembar observasi
4. Hitung tegangan permukaan sampel dengan menggunakan persamaan (5.1) dan catat hasilnya
ke dalam lembar observasi
5. Kumpulkan data dan buat grafik konsentrasi surfaktan vs tegangan permukaan
84

6. Gunakan Error Bar dalam grafik


7. Tentukan kisaran nilai KKM berdasarkan grafik
EKSP0503 Penentuan KKM Berdasarkan Perubahan Nilai Konduktivitas
1. Siapkan sampel dispersi dengan seri konsentrasi merujuk pada rentang nilai KKM
2. Siapkan elektroda konduktivitas dan operasikan pH-Conductivity Meter sesuai standar
operasional prosedur alat
3. Ukur konduktivitas dispersi surfaktan dengan replikasi sebanyak tiga kali
4. Catat hasilnya pada lembar observasi
5. Kumpulkan data dan buat grafik konsentrasi surfaktan vs nilai konduktivitas
6. Gunakan Error Bar dalam grafik
7. Tentukan kisaran nilai KKM berdasarkan grafik
EKSP0504 Penentuan KKM Berdasarkan Fenomena Solubilisasi Misel
1. Siapkan sampel dispersi surfaktan dengan seri konsentrasi merujuk pada rentang nilai KKM
2. Cuplik sampel sebanyak 5 ml dan pindahkan ke dalam tabung reaksi
3. Tambahkan asam salisilat sedikit demi sedikit (sambil dikocok kuat-kuat) ke dalam dispersi
surfaktan hingga tidak ada lagi asam salisiltat yang larut (ditandai dengan adanya endapan di
dasar tabung)
4. Saring sampel dan cuplik hasil saringan sebanyak 1 ml, pindahkan ke dalam Erlenmeyer
5. Titrasi sampel sesuai dengan prosedur titrasi Alkalimetri untuk asam salisilat
6. Lakukan titrasi blanko pada dispersi surfaktan surfaktan
7. Catat hasilnya ke dalam lembar observasi
8. Hitung jumlah asam salisilat terlarut dengan menggunakan persamaan 4.1.
9. Kumpulkan data dan buat grafik konsentrasi surfaktan vs jumlah asam salisilat terlarut
10. Gunakan Error Bar dalam grafik
11. Tentukan kisaran nilai KKM berdasarkan grafik

Referensi dan Bahan Bacaan Lanjutan


Sinko, Patrick J. Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika. EGC. Jakarta. 2011.
Attwodd D, et al. Physical Pharmacy. Pharmaceutical Press. UK. 2008
Amiji MM, et al. Applied Physical Pharmacy 2nd Edition. McGraw Hill. USA. 2014
Felton LA. Essentials of Pharmaceutics. Pharmaceutical Press. UK. 2012
Florence AT, et al. Physicochemical Principles of Pharmacy 4th Edition. Pharmaceutical Press. UK.
2006
85

PREREQUISITE DATA

EKSP0501 Penentuan Tegangan Permukaan Bahan Cair

Nama Sampel

RM BM RB

Pemerian

Kelarutan

Tegangan
Permukaan
Referensi:
86

PREREQUISITE DATA
EKSP0502 Penentuan KKM Berdasarkan Perubahan Tegangan Permukaan
EKSP0503 Penentuan KKM Berdasarkan Perubahan Nilai Konduktivitas
EKSP0504 Penentuan KKM Berdasarkan Fenomena Solubilisasi Misel
Nama Sampel
Surfaktan

RM BM RB

Pemerian

Kelarutan

Kisaran Nilai KKM

Referensi:
87

LEMBAR OBSERVASI
PRAKTIKUM FARMASI FISIKA
Nama Mahasiswa

NIM/Kelompok

Golongan

Hari/Tanggal Suhu/RH °C/ %RH


EKSP0501 Penentuan Tegangan Permukaan Bahan Cair

Tuliskan hasil pengamatan pada tabel di bawah ini:

Nama Sampel :

ρ h r g γ 𝒙
SEM
(g/cm3) (cm) (cm) (cm/s2) (dyne/cm) (dyne/cm)

Nilai Referensi*

Kesimpulan*:Sesuai/Tidak Sesuai Dengan Referensi (Coret yang tidak sesuai)

Perhitungan
(Perhitungan γ, rata-rata dan SEM)
88

Nama Asisten : Paraf Asisten


89

LEMBAR OBSERVASI
PRAKTIKUM FARMASI FISIKA
Nama Mahasiswa

NIM/Kelompok

Golongan

Hari/Tanggal Suhu/RH °C/ %RH


EKSP0502 Penentuan KKM Berdasarkan Perubahan Tegangan Permukaan

Tuliskan hasil pengamatan pada tabel di bawah ini:

Nama Sampel :

ρ h r g γ
Konsentrasi 3 2
(g/cm ) (cm) (cm) (cm/s ) (dyne/cm) (dyne/cm)

0,00 mM
90

Perhitungan
(Perhitungan γ untuk sampel yang dikerjakan, perhitungan rata-rata)

Grafik Hubungan Tegangan Antarmuka vs Konsentrasi Dispersi Surfaktan

Kisaran Nilai KKM (mM)

Nilai Referensi (mM)

Kesimpulan*:Sesuai/Tidak Sesuai Dengan Referensi (Coret yang tidak sesuai)

Nama Asisten : Paraf Asisten


Replikasi 1 Oleh Kelompok
Replikasi 2 Oleh Kelompok
Replikasi 3 Oleh Kelompok
91

LEMBAR OBSERVASI
PRAKTIKUM FARMASI FISIKA
Nama Mahasiswa

NIM/Kelompok

Golongan

Hari/Tanggal Suhu/RH °C/ %RH


EKSP0503 Penentuan KKM Berdasarkan Perubahan Nilai Konduktivitas

Tuliskan hasil pengamatan pada tabel di bawah ini:

Nama Sampel :

Konduktivitas 𝒙 Konduktivitas 𝒙
Kosentrasi Kosentrasi
(µS/cm) (µS/cm) (µS/cm) (µS/cm)

0,00 mM

Perhitungan
(Perhitungan konduktivitas)
92

Grafik Hubungan Konduktivitas vs Konsentrasi Dispersi Surfaktan

Kisaran Nilai KKM (mM)

Nilai Referensi (mM)

Kesimpulan*:Sesuai/Tidak Sesuai Dengan Referensi (Coret yang tidak sesuai)

Nama Asisten : Paraf Asisten


Replikasi 1 Oleh Kelompok
Replikasi 2 Oleh Kelompok
Replikasi 3 Oleh Kelompok
93

LEMBAR OBSERVASI
PRAKTIKUM FARMASI FISIKA
Nama Mahasiswa

NIM/Kelompok

Golongan

Hari/Tanggal Suhu/RH °C/ %RH


EKSP0504 Penentuan KKM Berdasarkan Fenomena Solubilisasi Misel

Tuliskan hasil pengamatan pada tabel di bawah ini:

Nama Sampel :
msampel
Vt (g) 𝒙 Kelarutan
Kosentrasi
(ml) (g) (g per ml)
0,5 ml 10,0 ml

0,00 mM
94

Perhitungan
(Perhitungan msampel, rata-rata dan kelarutan)

Grafik Hubungan Kemampuan Solubilisasi vs Konsentrasi Dispersi Surfaktan

Kisaran Nilai KKM (mM)

Nilai Referensi (mM)

Kesimpulan*:Sesuai/Tidak Sesuai Dengan Referensi (Coret yang tidak sesuai)

Nama Asisten : Paraf Asisten


Replikasi 1 Oleh Kelompok
Replikasi 2 Oleh Kelompok
Replikasi 3 Oleh Kelompok
95

Pembahasan, Kesimpulan, Saran dan Referensi

Grafik Hbungan Ketiga Parameter dengan Konsentrasi Dispersi Surfaktan


96

..:Akhir Eksperimen 5:..


97

EKSPERIMEN 6
DISPERSI KASAR DAN FENOMENA PEMBASAHAN

Deskripsi Singkat dan Urgensi Praktikum


Praktikum ini memberikan pengetahuan dasar kepada mahasiswa tentang sistem dispersi
kasar dan fenomena pembasahan partikel padat oleh medium pendispersi. Pengetahuan
ini sangat fundamental untuk memahami sistem suspensi farmasetik. Sediaan suspensi
merupakan bentuk formulasi cair yang dipilih untuk bahan-bahan obat dengan kelarutan
dalam air yang sangat rendah. Dalam formulasi suspensi, sudut kontak adalah salah satu
aspek yang harus diperhatikan karena akan sangat mempengaruhi pemilihan bahan
tambahan dan proses produksi sediaan suspensi.

Maksud dan Tujuan Eksperimen


Setelah menyelesaikan eksperimen ini, mahasiswa diharapkan untuk:
1. Mengetahui dan memahami sistem hukum Stoke, flokulasi-deflokukasi dan parameter
sedimentasi dalam sistem dispersi kasar.
2. Mengetahui dan memahami tentang sudut kontak dan pengukurannya.
Secara khusus, tujuan eksperimen ini adalah:
1. Mengukur laju sedimentasi dan menghitung parameter sedimentasi sistem dispersi
kasar dibawah pengaruh elektrolit dan polimer.
2. Menghitung sudut kontak berbagai bahan obat dengan metode sederhana.

Teori Singkat
Suatu sistem dispersi dengan ukuran partikel terdispersi > 0,5 µm disebut disperse kasar. Suspensi
dan Emulsi tergolong ke dalam sistem ini. Jika partikel terdispersi berada dalam fase padat maka
sistem tersebut disebut suspensi dan jika dalam fase cair disebut emulsi. Meskipun begitu, suatu
suspensi farmasetik dapat memiliki partikel dengan ukuran (lebih besar dari) 0,1 µm dan
menunjukkan gerak brown jika diamati dibawah mikroskop.
Usaha harus dilakukan untuk memperkecil ukuran partikel ukuran partikel bahan padat dan
mendispersikannya ke dalam medium pendispersinya. Dari sini, kita perlu meninjau kembali
konsep energi bebas permukaan pada percobaan sebelumnya. Rumus ini menjelaskan tentang
ketidakstabilan termodinamika suatu sistem suspensi:
𝑊 = ∆𝐺 = 𝛾𝑆𝐿∆𝐴 … Persamaan (F.1)
Partikel tersuspensi akan cenderung berflokulasi (atau pada kasus tertentu beragregasi) untuk
mengurangi energi bebas permukaanya.
Lingkungan ionik yang menyebabkan adanya potensial elektrostatik disetikar partikel bermuatan
yang terdispersi dapat dijelaskan dengan model Gouy-Chapman-Stern tentang electrical diffuse
double-layer yang dalam model tersebut lapisan listrik ganda terbentuk disekitar partikel untuk
menetralisir muatan partikel. Lapisan pertama, Stern layer, merupakan lapisan ion yang terikat
kuat dengan permukaan partikel. Lapisan kedua adalah lapisan ion yang terikat lemah kepada Stern
layer dan konsentrasi kounter-ion pada lapisan ini bergantung pada jarak. Semakin jauh dari
98

partikel, konsentrsi kounter-ion akan semakin menyerupai dengan bulk medium dan ketika
konsentrasinya sudah sama, lapisan ini berakhir dan muatan partikel ternetralisir.

Gambar 6.1. Lapisan Listrik Ganda di Sekitar Permukaan Fakultas


(Sumber: Applied Physical Pharmacy)
Total perbedaan potensial pada shear plane partikel dengan bulk medium dinyatakan sebagai
potensial zeta.

Gambar 6.2. Gambar Skematis Electrical Diffuse Double Layer


(Sumber: Applied Physical Pharmacy)

Gambar 6.3. Grafik Hubungan Potensial dengan Jarak Antarpartikel


(Sumber: Applied Physical Pharmacy)
99

Teori DLVO (Derjaguin, Landau, Verwey dan Overbeek) dikembangkan secara independen oleh dua
kelompok ilmuan dan menjelaskan tentang stabilitas koloid liofobik. Berdasarkan teori ini, gaya
diantara partikel koloid yang terdispersi disebabkan oleh penolakan elektrik dan gaya van der
Waals tipe London. Gaya-gaya ini menghasilkan energi potensi penolakan dan penarikan diantara
partikel terdispersi. Gaya-gaya ini mempengaruhi stabilitas partikel dalam sistem flokulasi
terkontrol. Penolakan elektrik dan gaya van der Waals bekerja secara simultan dengan proporsi
berbeda tergantung pada jarak partikel yang berinteraksi. Resultan gaya keduanyalah yang
menentukan apakah interaksi tersebut didominasi oleh gaya tarik atau gaya tolak.

Gambar 6.4. Kurva Gaya DLVO


(Sumber: Farmasi Fisika dan Ilm Farmasetika)
Selain gaya DLVO, partikel dalam sistem dispersi kasar dapat berinteraksi dibawah pengaruh gaya
hidrasi dan gaya steril. Gaya hidrasi dan gaya sterik dikenal dengan gaya non-DLVO. Gaya hidrasi
teramati pada koloid hidrofilik seperti protein, polisakaridaa atau liposom. Gaya ini merupakan
gaya tolak yang dapat berkompetisi dengan gaya van der Waals untuk mencegah dua partikel
bertemu. Gaya ini berasal dari pengaturan molekul air disekitar partikel terdispersi dengan momen
dipol yang sama. Gaya sterik timbul karena adanya polimer disekeliling partikel terdispersi yang
bekerja sebagai penghalang fisik bagi partikel sehingga partikel-partikel tersebut tidak berinteraksi.
Hukum Stoke’s merupakan salah satu hukum yang menjelaskan tentang proses sedimentasi dalam
sistem dispersi kasar. Menurut hukum Stoke, laju sedimentasi suatu partikel tersuspensi
berbanding lurus degan diameter partikel dan berbanding terbalik dengan viskositas mediumnya.
Hukum ini berlaku (secara hampir ideal) pada suspensi farmasetik dengan kadar <2%. Ketika suatu
sistem terdiri dari fase terdispersi dengan kadar >5%, partikel-partikelnya saling berinteraksi
selama proses pengendapan dan hukum Stoke tidak lagi berlaku.
𝑑 2 ( 𝜌𝑠 − 𝜌 𝑜 ) 𝑔
𝑣= … Persamaan (F.2)
18𝜂𝑜
Keterangan persamaan:
v = laju pengendapan
d = diameter partikel
ρs = kerapatan parikel
ρo = kerapatan medium
η = viskositas
g = percepatan gravitasi
100

Beberapa parameter sedimentasi yang digunakan untuk menilai sistem dispersi farmasetik adalah
derajad sedimentasi (F) dan derajad flokulasi (β).
- Derajad Sedimentasi (F). Volume sedimentasi didefinisikan sebagai rasio volume akhir
sedimen (Vu) dengan volume awal suspensi (Vo) sebelum proses sedimentasi. Nilai F dapat
berkisar antara <1, 1 atau >1.
𝑉𝑢
𝐹=
𝑉𝑜 … Persamaan (F.3)
- Derajad Flokulasi (β). Derajad flokulasi adalah perbandingan volume sedimen ketika
terflokulasi dibandingkan dengan volume sedimen ketika terdeflokukasi sepenuhnya. Nilai β
lebih fundamental dan lebih bermakna dibandingkan dengan F.
𝑉𝑢⁄𝑉𝑜 𝑉𝑢
𝛽= = … Persamaan (F.4)

𝑉∞ 𝑉𝑜 𝑉∞
Dispersi kasar dapat dibagi menjadi sistem flokulasi dan deflokulasi. Meskipun begitu kebanyakan
sediaan farmasi berada pada kondisi “antara” yang dikenal dengan sistem flokulasi terkontrol.
Perbedaan mendasar antara sistem flokulasi dan deflokulasi dirangkum di dalam tabel berikut
Tabel 6.1. Perbedaan antara sistem flokulasi dan deflokulasi
Perbedaan Flokulasi Deflokulasi

Partikel membentuk agregat yang Partikel terdispersi sebagai entitas


Jenis Agregat
longar tunggal

Laju sedimentasi tinggi, partikel Laju sedimentasi lambat, setiap


Laju Sedimentasi
mengendap sebagai flok partikel mengendap sendiri-sendiri

Pembentukan
Sedimen terbentuk dengan cepat Sedimen terbentuk dengan lambat
Sediman

Partikel yang mengendap menjadi


Partikel tidak terikat kuat satu
terikat kuat karena tertekan oleh
sama lain, tidak terbentuk “cake”
Redispersibilitas beban partikel diatasnya,
dan mudah endapan didispersikan
terbentuk “cake” yang sangat sulit
kembali
didispersikan kembali

Pembentukan sedimen dan jenis sistem dispersi sangat dipengaruhi oleh keberadaan dan jenis ion
di lingkungan tempat partikel tersebut terdispersi. Gambar F.5 mengilustrasikan tentang zona
caking dalam dispersi kasar. Zona non-caking merupakan zona dengan konsentrasi elektrolit
optimum untuk menjaga dispersi tetap dalam keadaan terflokulasi dengan mempengaruhi
potensial zeta-nya. Perhatikan bahwa counterioin yang terjerap pada permukaan partikel di daerah
area caking di kiri.
Ketika partikel dengan ukuran tidak seragam didispersikan, partikel yang lebih kecil akan lebih
mudah terdisolusi dibandingkan partikel yang lebih besar. Ketika solut meninggalkan permukaan
partikel, solut tersebut akan kembali terdeposisi ke permukaan partikel yang lebih besar sehingga
menambah ukuran partikel tersebut. Fenomena ini disebut Ostwald Ripening. Faktor-faktor yang
mempengaruhi disolusi akan mempengaruhi peristiwa ini, seperti suhu. Penyimpanan pada suhu
fluktuatif akan mempercepat peristiwa ini karena pada suhu yang lebih tinggi partikel akan lebih
101

larut dan ketika suhu kembali turun, kelarutan berkurang dan solut akan terdeposisi pada partikel
yang lebih besar.

Gambar 6.5. Zona Caking dan Non-Caking pada Sistem Dispersi Kasar
(Sumber: Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika)
Pembasahan suatu partikel terjadi ketika cairan secara spontan menyebar ke atas permukaan.
Salah satu parameter penting yang menggambarkan derajad pembasahan adalah sudut kontak
yang terbentuk diantara permukaan padatan dengan cairan (medium). Pembasahan sempurna
terjadi bila sudut kontak bernilai 0° dan serbuk tidak terbasahi bila sudut kontak bernilai 180 °,
yaitu ketika tetesan cairan berbentuk bulat sempurna di atas permukaan padatan dan hanya
bersentuhan pada satu titik. Persamaan berikut menyatakan hubungan sudut kontak dengan
tegangan antarmuka.
𝛾𝑆𝑉 = 𝛾𝑆𝐿 + 𝛾𝐿𝑉 cos 𝜃

Gambar 6.6. Tegangan Antarmuka yang Bekerja Pada Partikel yang Terbasahi
(Sumber: Remington The Sciene and Practice of Pharmacy)

Gambar 6.7. Sudut Kontak


(Sumber: Remington The Sciene and Practice of Pharmacy)
102

Sudut kontak adalah sudut yang terbentuk pada antarmuka padat-cair pada peristiwa pembasahan.
Besaran sudut kontak menentukan apakah suatu partikel “mudah” atau “sulit terbasahi.
Pengukuran sudut kontak dapat dilakukan dengan menggunakan metode Goniometri dan
Tensiometri. Metode goniometrik menganalisis tetesan diam suatu cairan pada substrat padat dan
mengukur sudut kontak yang terbentuk antara padatan dan tangen dari tetesan. Selain goniometer,
metode ini juga menggunakan sumber cahaya, dudukan sampel, lensa dan kamera. Piringan
Wilhemy digunakan dalam metode tensiometri untuk mengukur sudut kontak bukan nol yang
dibentuk oleh cairan dan padatan tidak berpori.Untuk metode yang kedua, pengukuran sudut
kontak menggunakan piringn Wilhemy didasarkan pada rumus:
𝐹 = 𝛾 𝑃 cos 𝜃 … Persamaan (F.5)
Keterangan persamaan:
F = gaya pembasahan
P = perimeter padatan (panjang + ketebalan)
γ = tegangan permukaan cairan
θ = sudut kontak

Peralatan dan Bahan


Setiap kelompok mahasiswa harus menyiapkan peralatan berikut:
2 set Lumpang dan Alu, 3 buah gelas ukur 100 ml, 3 buah gelas ukur 50 ml, 3 buah Beaker 100 ml,
3 buah beaker 250 ml, 10 buah kaca objek, 1 buah kamera.
Setiap kelompok mahasiswa harus menyiapkan bahan-bahan berikut:
Sulfur/Zink oksid/Talk/Kaolin 100 gram, Aquadest 2000 ml, Tween® 80 1 gram, double-sided
tape
Didalam kelas juga disiapkan
3 buah homogenizer untuk dipakai bersama.
Setiap kelompok mahasiswa akan dibekali satu jenis sampel bahan obat padat (serbuk) untuk
diukur sudut kontaknyaa beserta satu seri konsentrasi elektrolit dan polimer.
Sampel bahan obat (10 g/kelompok, sampel rusak):
Asam mefenamat, kloramfenikol palmitat, eritromisin stearat, ibuprofen, ketoprofen,
sulfametoksazol, trimetoprim, paracetamol, asiklovir.
Sampel bahan elektrolit (10 g/kelompok, sampel rusak):
Natrium Klorida, Kalsium Klordia, Aluminium Klorida, Natrium dihidrogenfosfat, di-Natrium
hidrogenfosfat, tri-Natrium fosfat.
Sampel polimer (10 g/kelompok, sampel rusak):
Natrium CMC (NaCMC), metil selulosa (MC), hidroksipropilmetil selulosa (HPMC), hidroksietil
selulosa (HEC), natrium alginat, TEA-Carbomer.

Pra-Praktikum
Bahan pre-reading:
Buku Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika (2011) Bab 18 hal. 628-641
Bahan respon untuk percobaan ini adalah:
1. Termodinamika Suspensi
103

2. Lapisan Listrik Ganda dan Potensial-Potensial Pada Sistem Dispersi Kasar


3. Teori DLVO
4. Hukum Stoke
5. Parameter Sedimentasi
6. Sistem Flokulasi dan Deflokulasi
7. Ostwald Ripening
8. Pembasahan dan Sudut Kontak
Sebelum praktikum, mahasiswa harus melengkapi data pada lembar “Prerequisite Data”
Sampel polimer sudah harus didispersikan sehari sebelum praktikum.
Sampel telah diayak dengan ayakan mesh 80/100.

Safety Check
Safety Level: Level 1
Check
No. Nama APD Keterangan
(�)
Gunakan sebelum masuk dan selama berada di dalam
1 Jas Praktikum □
laboratorium
Sepatu Gunakan sebelum masuk dan selama berada di
2 □
Tertutup laboratorium

3 Masker □ Gunakan selama menangani bahan

4 Sarung Tangan □ Gunakan selama menangani bahan

Eksperimental
Alokasi Waktu : 180 menit
Jumlah Sampel : 1 jenis sampel bahan padat (per kelompok), 1 seri konsentrasi polimer (per 3
kelompok), dan 1 seri konsentrasi elektrolit.
Tempat : Lab Farmasetika, Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
Pengaturan : Setiap kelompok mengerjakan satu sampel bahan padat untuk diukur sudut
kontaknya. Jumlah foto yang diambil untuk tiap kelompok sebanyak 4 foto
(diambil dari beberapa sisi). Tiga kelompok mengerjakan satu sampel yang sama
dan data dari 12 foto dikumpulkan untuk dirata-ratakan. Untuk penentuan
parameter sedimentasi karena pengaruh elektrolit dan polimer, setiap tiga
kelompok mengerjakan satu deret konsentrasi polimer dan elektrolit tanpa
replikasi. Data dikumpulkan sebagai data kolektif untuk dibuat grafik oleh tiga
kelompok.
EKSP0601 Hukum Stoke dan Pengaruh Polimer Terhadap Parameter Sedimentasi
1. Siapkan sampel bahan obat yang telah diayak
2. Buat dispersi sampel 10% (lihat komposisi dan cara pembuatannya dalam lampiran 3) di dalam
dispersi polimer dengan konsentrasi polimer 0,0%, 0,1%, 0,2%, 0,3%, 0,4%, 0,5%, 0,6%, 0,7%
dan 0,8% (Konsentrasi 0,0% dianggap sebagai sistem terdeflokulasi). Gunakan 10% gliserin dan
0,1% polisorbat 80 sebagai pembasah.
3. Amati pembentukan sedimen setelah 30 menit, 1 jam dan 24 jam.
104

4. Catat volume sedimentasi pada tabel pengamatan


5. Hitung nilai F dan β berdasarkan data volume sedimen pada jam ke 24 menggunakan
persamaan 6.1. dan 6.2. dan catat hasilnya pada tabel pengamatan
6. Buat kurva perbandingan konsentrasi polimer vs F dan β
EKSP0602 Flokulas-Deflokulasi dan Pengaruh Elektrolit Terhadap Parameter Sedimentasi
1. Siapkan sampel bahan obat yang telah diayak
2. Buat dispersi sampel 10% (lihat komposisi dan cara pembuatannya dalam lampiran 3) di dalam
larutan polimer dengan konsentrasi elektrolit 0,00%, 0,01%, 0,02%, 0,03%, 0,04%, 0,05%,
0,05%, 0,07% dan 0,08% (Konsentrasi 0,0% dianggap sebagai sistem terdeflokulasi). Gunakan
10% gliserin dan 0,1% polisorbat 80 sebagai pembasah.
3. Amati pembentukan sedimen setelah 30 menit, 1 jam dan 24 jam.
4. Catat volume sedimentasi pada tabel pengamatan
5. Hitung nilai F dan β menggunakan persamaan 6.1 dan 6.2
6. Buat kurva perbandingan konsentrasi elektrolit vs F dan β kemdudian tentukan zona caking
dan zona non-cakingnya.
EKSP0603 Penentuan Sudut Kontak
1. Tempelkan double-sided tape ke kaca objek
2. Taburkan sampel serbuk di atas tape tersebut hingga seluruh permukaannya tertutupi
3. Bersikan kelebihan sampel serbuk
4. Teteskan 5 µL aqua demineralisata di atas serbuk
5. Ambil foto tetesan dengan pembesaran yang sesuai (4 gambar)
6. Cetak foto dan ukur sudut kontak berdasarkan gambar menggunakan busur derajad, catat
hasilnya pada lembar pengamatan
7. Teteskan 5 µL dispersi surfaktan (gunakan dispersi surfaktan dari Eksperimen 5 dengan
konsentrasi dalam kisaran nilai KKMnya) di atas serbuk
8. Ambil foto tetesan dengan pembesaran yang sesuai (4 gambar)
9. Cetak foto dan ukur sudut kontak berdasarkan gambar menggunakan busur, catat hasilnya
pada lembar pengamatan

Referensi dan Bahan Bacaan Lanjutan


Sinko, Patrick J. Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika. EGC. Jakarta. 2011.
Attwodd D, et al. Physical Pharmacy. Pharmaceutical Press. UK. 2008
Amiji MM, et al. Applied Physical Pharmacy 2nd Edition. McGraw Hill. USA. 2014
Felton LA. Essentials of Pharmaceutics. Pharmaceutical Press. UK. 2012
Florence AT, et al. Physicochemical Principles of Pharmacy 4th Edition. Pharmaceutical Press. UK.
2006
105

PREREQUISITE DATA
EKSP0601 Hukum Stoke dan Pengaruh Polimer Terhadap Parameter Sedimentasi
EKSP0602 Flokulas-Deflokulasi dan Pengaruh Elektrolit Terhadap Parameter Sedimentasi
EKSP0603 Penentuan Sudut Kontak

Nama Sampel*

RM BM RB

Pemerian

Kelarutan

Sudut Kontak

Nama Sampel**

RM BM RB

Pemerian

Kelarutan

Sudut Kontak

Referensi:

*Sampel Parameter Sedimentasi


**Sampel Penentuan Sudut Kontak
106

PREREQUISITE DATA
EKSP0601 Hukum Stoke dan Pengaruh Polimer Terhadap Parameter Sedimentasi
EKSP0602 Flokulas-Deflokulasi dan Pengaruh Elektrolit Terhadap Parameter Sedimentasi
Nama Sampel
Elektrolit

RM BM RB

Pemerian

Kelarutan

Konsenstrasi*

Nama Sampel
Polimer

RM BM RB

Pemerian

Kelarutan

Konsenstrasi**

Referensi:

*Sebagai Floculating Agent


**Sebagai Suspending Agent
107

LEMBAR OBSERVASI
PRAKTIKUM FARMASI FISIKA
Nama Mahasiswa

NIM/Kelompok

Golongan

Hari/Tanggal Suhu/RH °C/ %RH


EKSP0601 Hukum Stoke dan Pengaruh Polimer Terhadap Parameter Sedimentasi

Tuliskan hasil pengamatan pada tabel di bawah ini:

Nama Sampel :

Konsentrasi Volume Sedimentasi (ml) Parameter Sedimentasi


Polimer Vo’ V15’ V60’ V24 jam F β

0,0%

0,1%

0,2%

0,3%

0,4%

0,5%

0,6%

0,7%

0,8%
Perhitungan
(Perhitungan F dan β untuk sampel yang dikerjakan)
108

Grafik Hubungan Konsentrasi Polimer dengan ilai F dan β

Nama Asisten : Paraf Asisten


Deret 1 Oleh Kelompok
Deret 2 Oleh Kelompok
Deret 3 Oleh Kelompok
109

LEMBAR OBSERVASI
PRAKTIKUM FARMASI FISIKA
Nama Mahasiswa

NIM/Kelompok

Golongan

Hari/Tanggal Suhu/RH °C/ %RH


EKSP0602 Flokulas-Deflokulasi dan Pengaruh Elektrolit Terhadap Parameter Sedimentasi

Tuliskan hasil pengamatan pada tabel di bawah ini:

Nama Sampel :

Konsentrasi Volume Sedimentasi (ml) Parameter Sedimentasi


Elektrolit Vo’ V15’ V60’ V24 jam F β

0,00%

0,01%

0,02%

0,03%

0,04%

0,05%

0,06%

0,07%

0,08%
Perhitungan
(Perhitungan F dan β untuk sampel yang dikerjakan)
110

Grafik Hubungan Konsentrasi Elektrolit dengan ilai F dan β

Zona Caking

Zona Non-Caking

Nama Asisten : Paraf Asisten


Deret 1 Oleh Kelompok
Deret 2 Oleh Kelompok
Deret 3 Oleh Kelompok
111

LEMBAR OBSERVASI
PRAKTIKUM FARMASI FISIKA
Nama Mahasiswa

NIM/Kelompok

Golongan

Hari/Tanggal Suhu/RH °C/ %RH


EKSP0603 Penentuan Sudut Kontak

Sudut Kontak Aquadest dengan Sampel


Tuliskan hasil pengamatan pada tabel di bawah ini:

Gambar 1 Gambar 2

Gambar 3 Gambar 4

Nama Sampel :
Pengukuran θ Pengukuran θ Pengukuran θ
Ke- (°) Ke- (°) Ke- (°)

1 5 9

2 6 10

3 7 11

4 8 12

𝒙(°) SEM
112

Sudut Kontak Larutan Surfaktan dengan Sampel


Tuliskan hasil pengamatan pada tabel di bawah ini:

Gambar 1 Gambar 2

Gambar 3 Gambar 4

Nama Sampel :
Pengukuran θ Pengukuran θ Pengukuran θ
Ke- (°) Ke- (°) Ke- (°)

1 5 9

2 6 10

3 7 11

4 8 12

𝒙(°) SEM

Perhitungan
(Perhitungan rata-rata dan SEM)
113

Nama Asisten : Paraf Asisten


Replikasi 1-4 Oleh Kelompok
Replikasi 5-8 Oleh Kelompok
Replikasi 9-12 Oleh Kelompok
114

Pembahasan, Kesimpulan, Saran dan Referensi


115

..:Akhir Eksperimen 6:..


116

EKSPERIMEN 7
EMULSIFIKASI DAN FENOMENA KETIDAKSTABILAN EMULSI

Deskripsi Singkat dan Urgensi Praktikum


Emulsi merupakan sistem yang banyak dipilih pada berbagai sediaan farmasi dan kosmetik. Namun
formulasi sediaan emulsi sering menemukan permasalahan akibat sistem emulsi merupakan
sistem yang tidak stabil secara termodinamika. Selain itu, dalam formulasi sering kali kita harus
menggunakan bahan-bahan yang pada dasarnya mempengaruhi stabilitas fisik dari emulsi itu
sendiri.
Dalam praktikum ini, mahasiswa akan diajak untuk melakukan eksperimen terkait proses
emulsifikasi dan mengamati faktor faktor yang menjadi penyebab ketidak stabilan suatu sistem
emulsi seperti elektrolit, alkohol dan pengenceran berlebihan. Praktikum ini penting untuk diikuti
karena merupakan bekal awal bagi mahasiswa untuk mengerti sistem emulsi dan berbagai faktor
penyebab ketidak stabilannya.

Maksud dan Tujuan Eksperimen


Setelah menyelesaikan eksperimen ini, mahasiswa diharapkan untuk:
1. Mengetahui dan memahami sistem HLB emulgator, proses emulsifikasi, prediksi dan
penentuan tipe emulsi.
2. Mengetahui dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas emulsi
Secara khusus, tujuan eksperimen ini adalah:
3. Membuat emulsi dengan kombinasi emulgator tertentu berdasarkan nilai HLB,
memprediksi dan menentukan tipe emulsinya.
4. Mengamati gejala ketidakstabilan emulsi karena karena faktor bahan tambahan
berupa elektrolit, asam dan alkohol.

Teori Singkat
Emulsi adalah suatu sistem dispersi yang tidak stabil secara termodinamik yang terdiri dari dua fase
cair yang tidak saling bercampur dan distabilkan dengan penambahan bahan pengemulsi.
Perhatikan kembali persamaan energi bebas di bawah ini:
𝑊 = ∆𝐺 = 𝛾𝐿𝐿∆𝐴 … Persamaan (G.1)
Fase terdispersi dalam sistem emulsi berada dalam bentuk tetesan yang terbagi halus, akibatnya
luas permukaan yang kontak dengan medium pendispersi menjadi sangat besar. Suatu sistem
dikatakan stabil secara termodinamik apabila energi bebasnya 0 atau mendekati 0. Agar mencapai
kestabilan, partikel emulsi akan berusaha menurunkan luas permukaannya dengan cara
berkoalesensi kembali. Hal inilah yang kemudian memicu berbagai fenomena ketidakstabilan
emulsi. Emulsi dapat dibagi berdasarkan jenis fase internal dan bagaiamana fase tersebut
terdispersi di dalam medium. Ada dua tipe emulsi yang dikenal dan digunakan secara luas di bidang
farmasi yaitu emulsi minyak dalam air (o/w) dan emulsi air dalam minyak (w/o). Emulsi tipe air
dalam minyak dalam air (w/o/w) dan minyak dalam air dalam minyak (o/w/o) disebut emulsi ganda.
Pembentukan emulsi dapat dijelaskan menggunakan beberapa teori yaitu “surface tension theory”,
“oriented wedge theory” dan “interfacial film theory”.
117

- Surface Tension Theory. Teori ini didasarkan atas kecenderungan suatu fase cair untuk
mengambil bentuk dengan energi bebas terendah dan adanya tegangan atarmuka diantara
dua fase cair yang tidak saling bercampur. Penggunaan bahan sebagai pengemulsi dan
penstabil menurunkan tegangan permukaan dua cairan yang tidak saling bercampur,
menurunkan kekuatan gaya tolak antar cairan dan mengurangi setiap gaya tarik untuk molekul
masing-masing
- Oriented Wedge Teory. Teori ini berdasarkan pada anggapan bahwa pengemulsi tertentu
menyesuaikan diri di sekitar dan dalam cairan dengan cara merefleksikan kelarutan mereka
dalam cairan tersebut. Dalam sistem dengan dua cairan yang tidak saling bercampur (misalkan
air dan minyak), suatu molekul emulgator dengan bagian hidrofilik dan lipofilik akan
menempati atau berorientasi pada setiap fase.
- Interfacial Film Theory. Menurut teori ini, bahan pengemulsi akan teradsopbsi pada
permukaan tetesan fase dalam dan mengelilinginya sebagai lapisan film tipis. Film tersebut
mencegah kontak dan koalesensi fase internal. Semakin kuat dan lentur lapisan film yang
terbentuk, semakin stabil emulsi tersebut.
Emulsi terdiri atas dua fase cair yang tidak saling bercampur sehingga untuk membuat kedua bahan
tersebut “tercampur” dibutuhkan suatu bahan pembantu yang disebut emulgator. Emulgator
(yang banyak digunakan di bidang farmasi) dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu:
- Bahan aktif permukaan, bahan ini teradsorbsi ke permukaan tetes terdispersi dan membentuk
lapisan monomolekuler serta menurunkan tegangan permukaan.
- Koloid Hidrofilik, bahan ini membentuk lapisan multimolekuler pada permukaan tetes
terdispesi emulsi minyak dalam air.
- Partikel padat yang terbagi halus, bahan ini teradsorbsi pada permukaan tetes terdispersi dan
membentuk lapisan partikulat disekitarnya.
Menurut literatur, beberapa sifat emulgator yang ideal adalah:
- Bersifat aktif pada permukaan dan mampu menurunkan tegangan permukaan hingga dibawah
10 dyne/cm
- Dapat teradsobrsi dengan cepat pada antarmuka tetes terdispersi membentuk lapisan yang
tidak saling tertarik sehingga dapat mencegah koalesensi
- Memberikan pengaruh elektrik yang cukup pada tetes terdispersi yang terbentuk sehingga
penolakan karena muatan sejenis dapat terjadi
- Dapat meningkatkan viskositas medium
- Efektif pada konsentrasi yang relative rendah
Dalam proses emulsifikasi, emulgator bekerja berdasarkan mekanisme tertentu, yaitu:
- Pembentukan Lapisan Monomolekuler. Berdasarkan teori Gibbs, adanya penambahan
antarmuka (luas permukaan) tetes terdispersi mengharuskan adanya penurunan tegangan
antarmuka untuk menjaga sistem tetap stabil. Dalam hal emulsi, penurunan tegangan
permukaan ini bukan satu-satunya yang berkontribusi dalam stabilisasi emulsi, tetapi juga
karena emulgator membentuk lapisan molekuler tunggal disekitar tetesan dan mencegah
koalesensi partikel yang berdekatan. Ketika emulgator yang membentuk lapisan terionisasi,
emulsinya menjadi lebih stabil karena adanya penolakan ion sejenis. Emulgator nonionik tetap
membawa muatan karena adsorbsi ion spesifik dipermukaanya.
118

- Pembentukan Lapisan Multimolekuler. Koloid hidrofilik yang didispersikan di dalam air akan
teradsobsi pada permukaan tetesan minyak. Meskipun teradsobsi pada permukaan, bahan ini
tidak menurunkan tegangan antarmuka cairan dengan cukup signifikan untuk mempengaruhi
stabilitas emulsi. Emulgator ini membentuk lapisan multimolekuler yang kuat dipermukaan
tetes terdispersi dan bertindak sebagai “penyalut” tetes terdispersi dan menimbulkan
resistensi yang tinggi terhadap koalesensi yang mungkin terjadi. Selain itu, molekul yang tidak
teradsbosi akan terdisersi di fase air dan meningkatkan viskositas air sebagai fase luar, yang
juga kemudian meningkatkan stabilitas emulsi.
- Pembentukan Lapisan Partikulat. Partikel halus yang terbasahi oleh baik fase air dan fase
minyak dapat bertindak sebagai emulgator. Jika parikel terlalu hidrofilik maka mereka akan
terdispersi didalam medium air dan jika terlalu hidrofobik, partikel akan sepenuhnya
terdispersi di dalam fase minyak. Agar dapat berfungsi sebagai emulgator, partikel ini
ukurannya harus lebih kecil dibandingkan dengan ukuran tetes terdispersi fase dalam.
Proses emulsifikasi dapat dijelaskan oleh gambar G.1 di bawah ini. Pembentukan emulsi
merupakan kompetisi antara dua proses, yaitu pembentukan tetes terdispersi suatu cairan di
dalam cairan lain dan penggabungan tetes terdispersi untuk membentuk bulk fase luar. Proses
pertama meningkatkan energi bebas sistem sedangkan proses kedua terjadi untuk menurunkan
energi bebasnya. Proses kedua bersifat spontan dan terus berlanjut hingga bulk fase luar terbentuk.
Saat akan mendispersikan fase dalam, antarmuka kedua cairan harus di ganggu hingga pada
derajad terbentuknya “jari-jari” atau “benang-benang” dari salah satu fase cair ke dalam fase cair
lainnya, vice versa. Benang-benang ini tidak stabil dan selanjutnya akan mengalami proses varikosis
atau pempentukan butiran-butiran. Butiran ini kemudian terpisah membentuk tetesan tunggal.
Pada tahap ini pula tetesan besar pecah menjadi tetesan kecil. Ukuran tetesan rata-rata akan
menurun dengana cepat pada beberapa detik awal pengadukan dan ukuran optimumnya akan
tercapai setelah satu hingga lima menit. Pengadukan lebih lama tidak lagi optimal untuk
menurunkan ukuran tetes terdispersi

Gambar 7.1. Pembentukan Tetes Terdispersi


(Sumber: Remington The Science and Practice of Pharmacy)
119

Emulsi yang terbentuk dapat diprediksi tipenya. Aturan umum dan empiris untuk memprediksi
tipe emulsi adalah sebagai berikut.
1. Jika ampifil pada dasarnya larut air, maka ampifil tersebut akan cenderung menghasilkan
emulsi dengan tipe minyak dalam air. Vice versa.
2. Emulsi o/w dapat dibentuk dengan volume fase dalam yang besar. Emulsi w/o dapat
dibentuk jika jumlah air <40% (pada kasus-kasus tertentu)
3. Urutan pencampuran dapat mempengaruhi tipe emulsi. Fase dalam umumnya ditambahkan
ke fase luar. Jika dicampur bersamaan, umumnya akan terbentuk emulsi tipe o/w.
4. Cairan yang lebih kental cenderung akan menjadi fase luar
Sedangkan untuk penentuan tipe, metodenya dirangkum dalam tabel 7.1.
Tabel 7.1. Jenis-Jenis Pengujian Penentuan Tipe Emulsi

Jenis Pengujian Pengamatan Keterangan

Uji Pengenceran Emulsi dapat diencerkaan hanya dengan Hanya berguna untuk
fase luarnya emulsi cairan
Uji Pewarnaan Zat warna padat yang larut dalam air Bisa gagal jika ada
hanya mewarnai emulsi o/w dan pengemulsi ionik
sebaliknya. Pengamatan mikroskopis bisa
membantu.
Uji Kobalt Klordia Kertas saring dijenuhkan dengan CoCl2 Bisa gagal jika emulsi tidak
dan dikeringkan (biru) berubah menjadi stabil atau pecah dengan
merah muda bila emulsi o/w adanya elektrolit
ditambahkan
Flourosensi Karena minyak berflourosensii dibawah Tidak selalu dapat
sinar UV, emulsi o/w menunjukkan pola diterapkan
titik-titik emulsi w/o berflourosensi
seluruhnya
Daya Hantar Aliran listrik dihantarkan oleh emulsi o/w, Gagal dalam emulsi m/a
karena adanya zat ionik dalam air nonionik

Terdapat empat fenomena yang berhubungan dengan stabilitas fisik emulsi, yaitu:
1. Creaming (bergeraknya fase terdispersi ke atas) atau sedimentasi (bergeraknya fase terdispersi
ke bawah). Terjadinya creaming atau sedimentasi bergantung pada kerapatan fase terdispersi
dan fenomena ini dapat dijelaskan dengan hukum Stoke. Fenomena ini tidak langsung
menyebabkan pecahnya emulsi karena tetesan yang mengalami creaming/sedimentasi tetap
mempertahankan bentuk dan ukurannya.
2. Agregasi/flokulasi dan Koalesensi, yaitu berbisahnya fase terdispersi membentuk agregat dan
bergabungnya agregat tersebut membentuk fase yang terpisah. Agregasi bisa memicu
terjadinya koalesensi meskipun koalesensi tidak selalu didahului oleh agregasi. Agregasi dapat
mempercepat proses creaming/sedimentasi karena agregat yang terbentuk bertindak sebagai
tetesan tunggal. Agregasi dipengaruhi oleh sifat elektrik tetesan sedangkan koalesensi lebih
dipengaruhi oleh karakteristik struktur film yang berinteraksi. Koalesensi selanjutnya dapat
menyebabkan pecahnya emulsi (breaking/phase separation)
120

3. Inversi fase, yaitu berubahnya emulsi tipe o/w menjadi w/o. Vice versa. Inversi fase dapat
terjadi karena pengaruh elektrolit dan perubahan rasio fase terdispersi dan pendispersi.
4. Ostwald ripening atau pematangan ostwald adalah bertambahnya ukuran globul menjadi lebih
besar akibat deposisi tetesan cairan yang ukuranya lebih kecil. Fenomena ini disebabkan oleh
ketidak seragaman ukuran tetesan terdispersi yang terlalu besar.

Gambar 7.2. Gambar skematis fenomena ketidakstabilan emulsi


(Sumber: https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1021949816301831)
Fakto-faktor yang harus diperhatikan untuk membuat sistem emulsi menjadi stabil yaitu:
1. Tegangan antarmuka yagn rendah. Tegangan antarmuka yang rendah membuat energi bebas
permukaanya juga rendah sehingga lebih mudah untuk menjaga area antarmuka yang besar
2. Viskositas permukaan yang tinggi atau film antarmuka yang kuat. Hal ini bertindak sebagai
pelindung dari koalesensi dan bisa dicapai dengan adsorbsi partikel haus atau molekul
surfaktan yang rapat di permukaan tetes terdispersi
3. Lapisan listrik ganda yang besar dan/atau adanya penolakan sterik. Hal ini mampu mencegah
kolisi dan agregasi tetes terdispesi sehingga mampu mencegah terjadinya koalesensi
4. Gaya tarik antar globul yang rendah. Hal ini menurunkan laju agregasi dan koalesensi
5. Volume fase terdispersi yang rendah. Hal ini menurunkan frekuensi kolisi dan agregasi.
6. Ukuran tetes terdispersi yang kecil
7. Perbedaan kerapatan yang rendah antara dua fase cair untuk menurunkan laju creaming/
sedimentasi
8. Viskositas bulk yang besar.
Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk memperoleh emulsi yang stabil adalah dengan
memperhitungkan HLB sistem. Emulsi yang stabil dapat dihasilkan dengan menyesuaikan HLB
butuh fase minyak dengan HLB surfaktan yang digunakan. Contoh perhitungan HLB butuh fase
minyak yang terdiri atas beberapa komponen minyak adalah sebagai berikut:
Cottonseed Oil 30%
Stearyl Alcohol 3%
Beeswax 2%
Emulgator 5%
Water ad 100%
121

Jumlah Fraksi Perhitungan HLB


Fase minyak HLB Butuh
Komponen Komposisi Butuh

Cottonseed Oil 30 10 30/35 = 0,86 (0,86 x 10) = 8,60

Stearyl Alcohol 3 14 3/35 = 0,09 (0,09 x 14) = 1,26

Beeswax 2 12 2/35 = 0,05 (0,05 x 12) = 0,60

Total 35 - - 10,46

Misalkan emulsi tersebut akan diemulsikan dengan Tween® 60 (HLB Surfaktan 14,9)dan Span® 60
(HLB Surfaktan 4,7). Dengan menganggap fraksi Span® 60 dalam campuran adalah “x”, maka fraksi
Tween® 60 adalah (1-x). Untuk menghitung perbandingan Tween dan Span dalam formula maka
digunakan rumus:
𝐻𝐿𝐵𝐵𝑢𝑡𝑢𝑕 = 𝐻𝐿𝐵𝑆𝑝𝑎𝑛 ∙ 𝑥 + 𝐻𝐿𝐵𝑇𝑤𝑒𝑒𝑛 ∙ (1 − 𝑥) … Persamaan (G.2)

Untuk contoh diatas maka


10,46 = 4,7𝑥 + 14,9(1 − 𝑥)
10,46 = 4,7𝑥 + 14,9 − 14,9𝑥
14,9𝑥 − 4,7𝑥 = 14,9 − 10,46
10,2𝑥 = 4,44
𝑥 = 4,44⁄10,2 = 0,44
Jadi, jumlah fraksi Span® 60 adalah 0,44 dan jumlah fraksi Tween® 60 adalah (1 - 0,44) = 0,56. Jika
jumlah total emulgator adalah 5%, maka untuk Span® 60 jumlahnya adalah 0,44 x 5% = 2,2% dan
untuk Tween® 60 jumlahnya adalah 0,56 x 5% = 2,8%.

Peralatan dan Bahan


Setiap kelompok mahasiswa harus menyiapkan peralatan berikut:
1 Buah beaker 500 ml, 2 buah beaker 250 ml, 2 buah termometer, 1 buah hand mixer, 1 buah
kompor listrik, 4 buah gelas ukur 50 ml, 2 buah gelas ukur 5 ml, 4 buah vial, 1 buah cawan petri.
Setiap kelompok mahasiswa harus menyiapkan bahan-bahan berikut:
2 lembar kertas cobalt clorida yang telah dikeringkan, aquadest 50 ml, parafin cair 50 ml
Didalam kelas juga disiapkan
Larutan stok elektrolit jenuh dalam air, larutan asam sitrat 10%, alkohol 96%, larutan Metilen Biru
dalam air, larutan Sudan III dalam, 1 buah mikroskop dan kamera yang tersambung dengan
komputer.
Setiap kelompok mahasiswa akan dibekali satu formula emulsi. Dalam satu kelas, setiap kelompok
menggunakan kombinasi emulgator yang berbeda-beda.
Sampel emulgator (10 g/kelompok, sampel rusak):
Tween 80, Tween 60, Tween 40, Tween 20, Span 80, Span 60.
122

Komposisi Emulsi (/kelompok, sampel rusak):


Parafin Cair 10%
Vegetable Oil 10% (Olive Oil, Rice Bran Oil, Sesame Oil, Sunflower Seed Oil)
Isopropil Miristat 1%
Gliserin 5%
Emulgator 2%/4%/6% dari berat total fase minyak
Aquadest ad 100%

Pra-Praktikum
Bahan pre-reading:
Buku Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika (2011) Bab 18 hal. 641-654
Bahan respon untuk percobaan ini adalah:
1. Termodinamika Emulsi
2. Tipe-Tipe Emulsi, Cara Memprediksi dan Cara Menentukannya
3. Teori-Teori Emulsifikasi
4. Jenis-Jenis dan Sifat-Sifat Emulfator
5. Mekanisme Kerja Emulgator
6. Pembentukan Tetes Terdispersi
7. Bentuk-Bentuk Ketidakstabilan Emulsi
8. HLB dan Perhitungan HLB
Sebelum praktikum, mahasiswa harus melengkapi data pada lembar “Prerequisite Data”
Sebelum praktikum, mahasiswa harus menyelesaikan perhitungan HLB

Safety Check
Safety Level: Level 1
Check
No. Nama APD Keterangan
(�)
Gunakan sebelum masuk dan selama berada di dalam
1 Jas Praktikum □
laboratorium
Sepatu Gunakan sebelum masuk dan selama berada di
2 □
Tertutup laboratorium

3 Masker □ Gunakan selama menangani bahan

4 Sarung Tangan □ Gunakan selama menangani bahan

Eksperimental
Alokasi Waktu : 180 menit
Jumlah Sampel : 1 formula emulsi (per kelompok) yang terdiri dari tiga fase minyak dan sepasang
emulgator.
Tempat : Lab Farmasetika, Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
Pengaturan : Setiap kelompok mengerjakan satu formula emulsi dengan kombinasi emulgator
dan konsentrasi emulgator tertentu. Tiga kelompok mengerjakan formula
dengan kombinasi emulgator yang sama tetapi berbeda konsentrasi.
123

EKSP0701 Sistem HLB dan Proses Emulsifikasi


1. Timbang seluruh bahan berdasarkan komposisi formula yang ditetapkan
2. Buatlah emulsi berdasarkan cara kerja yang ditetapkan
a. Panaskan fase air
b. Panaskan fase minyak
c. Campur intermitten tiap 3 menit selama 15 menit
3. Prediksi tipe emulsi berdasarkan data-data yang ada dan tuliskan hasilnya pada tabel
pengamatan
4. Tentukan tipe emulsi dengan menggunakan metode pengenceran, metode pewarnaan dan
metode hantaran listrik (prosedur lengkap mengacu pada penuntun praktikum)
5. Catat hasil penentuan tipe emulsi pada tabel pengamatan

EKSP0702 Gejala Ketidakstabilan Emulsi


1. Siapkan emulsi dari percobaan sebelumnya dan bagi ke dalam beaker glass sama banyak (45
ml)
2. Berikan perlakuan berikut
a. Beaker 1 aquadest 5 ml
b. Beaker 2 larutan elektrolit jenuh 5 ml
c. Beaker 3 larutan asam sitrat 10% 5 ml
d. Beaker 4 alkohol 96% 5 ml
3. Pindahkan emulsi ke dalam gelas ukur
4. Amati gejala ketidakstabilannya setelah penambahan bahan, setelah 1 jam dan setelah 1 hari
(bila terjadi creming, catat volume creaming)
5. Catat hasilnya pada tabel pengamatan

Referensi dan Bahan Bacaan Lanjutan


Sinko, Patrick J. Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika. EGC. Jakarta. 2011.
Attwodd D, et al. Physical Pharmacy. Pharmaceutical Press. UK. 2008
Amiji MM, et al. Applied Physical Pharmacy 2nd Edition. McGraw Hill. USA. 2014
Felton LA. Essentials of Pharmaceutics. Pharmaceutical Press. UK. 2012
Florence AT, et al. Physicochemical Principles of Pharmacy 4th Edition. Pharmaceutical Press. UK.
2006
124

PREREQUISITE DATA
EKSP0701 Sistem HLB dan Proses Emulsifikasi
EKSP0702 Gejala Ketidakstabilan Emulsi

Nama Surfaktan 1

RM BM RB

Pemerian

Kelarutan

HLB Butuh

Nama Surfaktan 2

RM BM RB

Pemerian

Kelarutan

HLB Butuh
Referensi:
125

PREREQUISITE DATA
EKSP0701 Sistem HLB dan Proses Emulsifikasi
EKSP0702 Gejala Ketidakstabilan Emulsi
Nama Fase
Minyak 1

RM BM RB

Pemerian

Kelarutan

HLB Butuh

Nama Fase
Minyak 2

RM BM RB

Pemerian

Kelarutan

HLB Butuh

Nama Fase
Minyak 2

RM BM RB

Pemerian

Kelarutan

HLB Butuh
Referensi:
126

PREREQUISITE DATA
EKSP0701 Sistem HLB dan Proses Emulsifikasi
EKSP0702 Gejala Ketidakstabilan Emulsi

Nama Emulgator 1

RM BM RB

Pemerian

Kelarutan

HLB

Nama Emulgator 2

RM BM RB

Pemerian

Kelarutan

HLB Butuh

Referensi:
127

PREREQUISITE DATA
EKSP0701 Sistem HLB dan Proses Emulsifikasi
EKSP0702 Gejala Ketidakstabilan Emulsi

PERHITUNGAN HLB

Jumlah Fraksi Perhitungan HLB


Fase minyak HLB Butuh
Komponen Komposisi Butuh

Total - -

Jumlah Surfaktan = %

Perhitungan HLB Surfaktan

Jumlah Surfaktan 1 ( )= %
Jumlah Surfaktan 2 ( )= %
128

LEMBAR OBSERVASI
PRAKTIKUM FARMASI FISIKA
Nama Mahasiswa

NIM/Kelompok

Golongan

Hari/Tanggal Suhu/RH °C/ %RH


EKSP0701 Sistem HLB dan Proses Emulsifikasi

Tuliskan hasil pengamatan pada tabel di bawah ini:

Uji Tipe
Konsentrasi Prediksi
Difusi Zat Kertas Hantaran Kesimpulan
Emulgator Tipe Pengenceran*
Warna$ CoCl2# Listrik&

2%

4%

6%
Keterangan isian Tabel:
* (W) = Terencerkan oleh air; (O) = terencerkan oleh minyak
$
(MB) = Terwarnai oleh larutan Metilen Biru; (SD) = Terwarnai oleh larutan Sudan III
#
(+) = Kertas berubah warna; (-) = Kertas tidak berubah warna
&
(+) = Lampu menyala; (-) = Lampu tidak menyala

Foto Emulsi A (2% Emulgator)


129

Foto Emulsi B (4% Emulgator)

Foto Emulsi C (6% Emulgator)

Nama Asisten : Paraf Asisten


Replikasi 1 Oleh Kelompok
Replikasi 2 Oleh Kelompok
Replikasi 3 Oleh Kelompok
130

LEMBAR OBSERVASI
PRAKTIKUM FARMASI FISIKA
Nama Mahasiswa

NIM/Kelompok

Golongan

Hari/Tanggal Suhu/RH °C/ %RH


EKSP0702 Gejala Ketidakstabilan Emulsi

Tuliskan hasil pengamatan pada tabel di bawah ini:

Konsentrasi Gejala Ketidak Stabilan Setelah Perlakuan (1 Jam)


Emulgator Kontrol (-) ELektrolit Asam Alkohol
Creaming : Creaming : Creaming : Creaming :
Ya/Tidak* Ya/Tidak* Ya/Tidak* Ya/Tidak*

Volume Creaming: Volume Creaming: Volume Creaming: Volume Creaming:


..… ml ..… ml ..… ml ..… ml
2%
Pemisahan Fase: Pemisahan Fase: Pemisahan Fase: Pemisahan Fase:
Ya/Tidak* Ya/Tidak* Ya/Tidak* Ya/Tidak*

Redispersibel: Redispersibel: Redispersibel: Redispersibel:


Ya/Tidak* Ya/Tidak* Ya/Tidak* Ya/Tidak*
Creaming : Creaming : Creaming : Creaming :
Ya/Tidak* Ya/Tidak* Ya/Tidak* Ya/Tidak*

Volume Creaming: Volume Creaming: Volume Creaming: Volume Creaming:


..… ml ..… ml ..… ml ..… ml
4%
Pemisahan Fase: Pemisahan Fase: Pemisahan Fase: Pemisahan Fase:
Ya/Tidak* Ya/Tidak* Ya/Tidak* Ya/Tidak*

Redispersibel: Redispersibel: Redispersibel: Redispersibel:


Ya/Tidak* Ya/Tidak* Ya/Tidak* Ya/Tidak*
Creaming : Creaming : Creaming : Creaming :
Ya/Tidak* Ya/Tidak* Ya/Tidak* Ya/Tidak*

Volume Creaming: Volume Creaming: Volume Creaming: Volume Creaming:


..… ml ..… ml ..… ml ..… ml
6%
Pemisahan Fase: Pemisahan Fase: Pemisahan Fase: Pemisahan Fase:
Ya/Tidak* Ya/Tidak* Ya/Tidak* Ya/Tidak*

Redispersibel: Redispersibel: Redispersibel: Redispersibel:


Ya/Tidak* Ya/Tidak* Ya/Tidak* Ya/Tidak*
Pengecekan redispersibilitas dilakukan dengan mengocok kembali sediaan setelah
penyimpanan
131

Konsentrasi Gejala Ketidak Stabilan Setelah Perlakuan (24 Jam)


Emulgator Kontrol (-) ELektrolit Asam Alkohol
Creaming : Creaming : Creaming : Creaming :
Ya/Tidak* Ya/Tidak* Ya/Tidak* Ya/Tidak*

Volume Creaming: Volume Creaming: Volume Creaming: Volume Creaming:


..… ml ..… ml ..… ml ..… ml
2%
Pemisahan Fase: Pemisahan Fase: Pemisahan Fase: Pemisahan Fase:
Ya/Tidak* Ya/Tidak* Ya/Tidak* Ya/Tidak*

Redispersibel: Redispersibel: Redispersibel: Redispersibel:


Ya/Tidak* Ya/Tidak* Ya/Tidak* Ya/Tidak*
Creaming : Creaming : Creaming : Creaming :
Ya/Tidak* Ya/Tidak* Ya/Tidak* Ya/Tidak*

Volume Creaming: Volume Creaming: Volume Creaming: Volume Creaming:


..… ml ..… ml ..… ml ..… ml
4%
Pemisahan Fase: Pemisahan Fase: Pemisahan Fase: Pemisahan Fase:
Ya/Tidak* Ya/Tidak* Ya/Tidak* Ya/Tidak*

Redispersibel: Redispersibel: Redispersibel: Redispersibel:


Ya/Tidak* Ya/Tidak* Ya/Tidak* Ya/Tidak*
Creaming : Creaming : Creaming : Creaming :
Ya/Tidak* Ya/Tidak* Ya/Tidak* Ya/Tidak*

Volume Creaming: Volume Creaming: Volume Creaming: Volume Creaming:


..… ml ..… ml ..… ml ..… ml
6%
Pemisahan Fase: Pemisahan Fase: Pemisahan Fase: Pemisahan Fase:
Ya/Tidak* Ya/Tidak* Ya/Tidak* Ya/Tidak*

Redispersibel: Redispersibel: Redispersibel: Redispersibel:


Ya/Tidak* Ya/Tidak* Ya/Tidak* Ya/Tidak*
Pengecekan redispersibilitas dilakukan dengan mengocok kembali sediaan setelah
penyimpanan
132

Foto Emulsi A (2 % Emulgator) Setelah 1 Jam

Kontrol (-) Elektrolit Asam Alkohol

Foto Emulsi B (4 % Emulgator) Setelah 1 Jam

Kontrol (-) Elektrolit Asam Alkohol

Foto Emulsi C (6 % Emulgator) Setelah 1 Jam

Kontrol (-) Elektrolit Asam Alkohol


133

Foto Emulsi A (2 % Emulgator) Setelah 24 Jam

Kontrol (-) Elektrolit Asam Alkohol

Foto Emulsi B (4 % Emulgator) Setelah 24 Jam

Kontrol (-) Elektrolit Asam Alkohol

Foto Emulsi C (6 % Emulgator) Setelah 24 Jam

Kontrol (-) Elektrolit Asam Alkohol

Nama Asisten : Paraf Asisten


Konsentrasi 1 Oleh Kelompok
Konsentrasi 2 Oleh Kelompok
Konsentrasi 3 Oleh Kelompok
134

Pembahasan, Kesimpulan, Saran dan Referensi


135

..:Akhir Eksperimen 7:..


136

EKSPERIMEN 8
VISKOSITAS DAN REOLOGI

Deskripsi Singkat dan Urgensi Praktikum


Viskositas dan sifat alir suatu sediaan sering kali menjadi parameter penting dalam sebuah sediaan
farmasi, khususnya sediaan farmasi cair dan semi padat. Sehingga materi-materi dalam praktikum
ini penting untuk diketahui oleh mahasiswa sebagai dasar sebelum memasuki mata kuliah lanjutan.
Dalam eksperimen ini, mahasiswa diajak untuk membandingkan sifat alir dan viskositas suatu
sistem farmasetik yang diukur dengan mengunakan viskometer. Mahasiswa akan diajarkan untuk
membuat diagram dan menentukan jenis aliran sampel berdasarkan diagram yang terbentuk serta
menentukan daya sebar sediaan farmasi yang merupakan salah satu karakteristik yang berkorelasi
kuat dengan jenis aliran sediaan.

Maksud dan Tujuan Eksperimen


Setelah menyelesaikan eksperimen ini, mahasiswa diharapkan untuk:
1. Mengetahui dan memahami konsep serta metode-metode pengukuran viskositas sistem
farmasetik.
2. Mengetahui dan memahami karakteristik aliran sistem farmasetik serta sifat-sifat yang
berkaitan dengannya.
Secara khusus, tujuan eksperimen ini adalah:
1. Mengukur viskositas cairan newtonian dengan viskometer Ostwald dan Hoppler.
2. Menentukan jenis aliran sistem non-newtonian dan menentukan daya sebar sediaan farmasi.

Teori Singkat
Viskositas adalah suatu pernyataan tentang tahanan dari suatu cairan untuk mengalir, semakin
besar viskositas suatu cairan, semakin besar tahanannya. Viskositas dalam bahasa awam dapat
diartikan sebagai kekentalan. Reologi berasal dari kata “reo” yang artinya “mengalir” dan “logos”
yang artinya “ilmu pengetahuan”. Reologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari deformasi dan
aliran suatu bahan. Marcus Reiner dan Eugene Bingham merupakan dua ilmuan yang menggagas
ilmu ini pada tahun 1920-an. Reologi dipelajari dalam banyak bidang termasuk farmasi. Reologi
farmasetik umumnya diaplikasikan pada formulasi sediaan cair dan semi padat. Dua komponen
utama reologi adalah viskositas dan elastisitas.

Gambar 8.1. Reogram


(Sumber: Applied Physical Pharmacy)
137

Grafik yang merepresentasikan hubungan antara shearing stress/tegangan geser dan rate of
shear/laju geser disebut reogram (contohnya dapat dilihat pada gambar (H.1). Umumnya, dalam
reogram shearing stress diletakkan pada sumbu x dan rate of shear diletakkan dalam sumbu Y.
Gambar disamping merupakan contoh reogram untuk cairan Newtonian. Kemiringan garis (slope)
disebut fluiditas (𝜙) dan merupakan kebalikan dari viskositas ( η). Reogram juga dapat dibuat
dengan memplot rate of shear (sumbu X) dengan viskositas (sumbu y).
Viskositas kinematik (κ) diperoleh dengan membagi viskositas absolut dengan kerapatan suatu
bahan. Rumus perhitungannya adalah:
𝜂
𝜅= … Persamaan (H.1)
𝜌
Viskositas kinematik memiliki satuan dyne/(g/cm3) atau stoke (s). Seperseratus dari stoke adalah
centistoke (cs). Jenis-jenis viskositas lain dapat dilihat di dalam tabel berikut.
Tabel 8.1. Jenis-Jenis Viskositas
Jenis Viskositas Definisi Matematis Satuan
𝐹⁄𝐴
Absolut 𝜂= Poise
𝑑𝑦⁄𝑑𝑥
𝜂
Relatif 𝜂𝑟𝑒𝑙 = -
𝜂𝑜
𝜂
Kinematik 𝜅= Stoke
𝜌
𝜂
Spesifik 𝜂𝑠𝑝 = −1 -
𝜂𝑜
𝜂𝑠𝑝
Reduced 𝜂𝑟𝑒𝑑 = Kebalikan Konsentrasi
𝑐
𝜂𝑠𝑝
Intrinsik [𝜂] = lim Kebalikan Konsentrasi
𝑐→0 𝐶

𝜂𝑟𝑒𝑙
Inherent 𝜂𝑖𝑛𝑕 = ln Kebalikan Konsentrasi
𝐶

Hukum Aliran Newton dijelaskan dengan persamaan H.2.


𝐹′ 𝑑𝑣
=𝜂 … Persamaan (H.2)
𝐴 𝑑𝑟

Gambar 8.2. Gambar Skematis Cairan yang Mengalir


(Sumber: Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika)
138

F’/A adalah tegangan geser atau shearing stress, selanjutnya disebut F (dyne/cm2), dv/dr adalah
laju geser atau rate of shear, selanjutnya disebut G (detik -1) dan η adalah koefisien viskositas.
Dengan mensubstitusi G dan F dalam persamaan, kita peroleh rumus viskositas sebagai berikut:
𝐹
𝜂= … Persamaan (H.3)
𝐺
Aliran Newtonian adalah bentuk aliran paling sederhana di mana laju geser dan tegangan geser
menunjukkan hubungan yang linear. Cairan Newtonian tidak menunjukkan perubahan viskositas
meskipun diberi gaya agitasi yang berbeda-beda. Hal ini disebut sebagai viskositas absolut.
Beberapa bahan yang menunjukkan sifat aliran Newtonian adalah Aseton, Air, Etanol, Minyak
Zaitun, Gliserin dan Minyak Jarak. Bahan-bahan ini merupakan cairan dengan bobot molekul
rendah.

Gambar 8.3. Reogram Aliran Newtonian


(Sumber: Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika)
Viskositas aliran Newtonian menurun seiring dengan bertambahnya temperatur cairan. Persamaan
yang menjelaskan hubungan temperatur dan viskositas cairan Newtonian analog dengan
persamaan Arrhenius yaitu
𝐸𝑣
𝜂 = 𝐴. 𝑒𝑅𝑇 … Persamaan (H.4)

Dalam persamaan di atas, A adalah constanta dan Ev adalah energi aktivasi. Grafik ln η vs 1/T
terlihat pada gambar H.4. dan dapat digunakan untuk menghitung nilai A dan Ev.

Gambar 8.4. Grafik hubungan Aliran Newtonian dengan Suhu


(Sumber: Applied Physical Pharmacy)
139

Suatu cairan yang tidak menunjukkan hubungan linear antara perubahan gaya (shearing stress)
dengan viskositasnya disebut memiliki aliran Non-Newtonian. Sistem non-Newtonian
menunjukkan viskositas nyata dan bukannya viskositas absolut. Sediaan-sediaan farmasi umumnya
menunjukkan aliran Non-Newtonian sebagai hasil interaksi yang kompleks atas bahan-bahan
penyusun formulanya. Terdapat tiga jenis aliran Non-Newtonian yaitu aliran plastis, pseudoplastis
dan dilatan.
- Shear Thinning. Jika viskositas suatu cairan berkurang saat diberikan gaya maka cairan tersebut
mengalami shear thinning dan jenis aliran ini disebut Pseudoplastis. Dispersi polimer hidrofilik
dan berbagai sediaan farmasi seperti suspensi dan emulsi menunjukkan tipe aliran ini.
Hubungan antara shearing stress dan rate of shear suatu sistem dengan aliran pseudoplastis
terlihat pada grafik di samping. Pada keadaan istirahat polimer membentuk “badan globular”
yang memberikan struktur pada sistem. Ketika diberi gaya, badan globular tersebut terurai
menjadi “benang-benang” yang orientasinya mengikuti orientas gaya yang diberikan.
Perubahan konformasi ini menyebabkan penurunan viskositas pada sistem pseudoplastis.

Gambar 8.5. Reogram Aliran Pseudoplastis


(Sumber: Applied Physical Pharmacy)
- Shear Thickening. Kebalikan dari pseudoplastis adalah dilatan. Sistem dengan aliran dilatan
menunjukkan peningkatan viskositas ketika diberikan gaya (shearing stress) atau shear
thickening. Suspensi dengan jumlah partikel terdispersi >40% b/b cenderung menunjukkan
sifat aliran ini. Hal ini disebabkan oleh pada keadaan istirahat (tidak ada stress) partikel-partikel
berada pada tempatnya dengan jarak yang relatif lebar. Ketika diberi gaya (misalnya agitasi),
partikel-partikel tersebut mulai saling bertabrakan dan berinteraksi hingga akhirnya
membentuk struktur yang lebih padat dibanding sebelumnya yang pada akhirnya
meningkatkan viskositas sistem.

Gambar 8.6. Reogram Aliran Dilatan


(Sumber: Applied Physical Pharmacy)
140

- Bingham Plastic. Aliran Plastis dideskripsikan sebagai situasi ketika tidak ada aliran yang terjadi
hingga shear stress mencapai nilai tertentu yang disebut sebagai yield value (ψ). Yield value
didefiniskan sebagai tegangan geser minimum yang dibutuhkan suatu sistem sebelum sistem
tersebut mengalami deformasi dan mulai mengalir. Setelah yield value dicapai, hubungan
antara laju geser dan tegangan menjadi linear (seperti gambar di samping). Slope dari diagram
dapat digunakan untuk menghitung viskositas plastis (υ) suatu badan Bingham.

\
Gambar 8.7. Reogram Aliran Plastis
(Sumber: Applied Physical Pharmacy)
Secara teoritis, ketika kita mengukur viskositas secara progresif pada beberapa nilai laju geser dan
kemudian mengukurnya kembali ketika laju geser menurun, kurva menaik dan menurun akan
identik dan berimpit. Tetapi pada beberapa jenis aliran, kurva menurun bergeser ke sebelah kiri.
Hal ini dapat mengindikasikan bahwa terjadi pemecahan struktur yang tidak kembali dengan
segera ketika sistem kembali menuju fase istirahatnya. Gejala ini disebut tiksotropi dan
didefinisikan sebagai suatu pemulihan isotherm dan relatif lambat pada pendiaman suatu bahan
yang kehilangan konsistensinya karena pemberian geser (shearing).

Gambar 8.8. Reogram Aliran Tiksotropik


(Sumber: Applied Physical Pharmacy)
Ketika kita mengukur suatu dispersi farmasetis dengan viskometer yang pada pengukuran tersebut
laju gesernya ditingkatkan terus hingga satu titik dan diturunkan kembali dan tegangan gesernya
dibaca pada tiap-tiap laju geser, suatu kurva jerat histeris (hysteric loop) dapat terbentuk pada
reogram. Bentuk jeratnya dapat berupa gelembung (bulge) yang teramati pada dispersi gel
bentonit 10%-15% atau taji (spur) yang teramat pada gel prokain-penisilin IM yang diformulasi oleh
Ober dkk.
141

Gambar 8.9. Pembentukan Buldge (Kiri) dan Spur (Kanan)


(Sumber: Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika)
Ketika pengukuran dari waktu ke waktu menunjukkan adanya peningkatan konsistensi (dan
bukannya penurunan konsistensi seperti yang teramati pada tiksotropi), maka gejala ini disebut
anti-tiksotropi. Kurva menurun bahan anti-tiksotropi berada disebelah kanan kurva menaiknya.
Seperti yang ditunjukkan pada gambar. Titik D merupakan titik kesetimbangan di mana perubahan
tegangan geser tidak lagi mempengaruhi pergeseran kurva menurunnya.

Gambar 8.10. Reogram Aliran Anti-Tiksotropi


(Sumber: Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika)
Reopeksi adalah suatu gejala yang menunjukkan bahwa suatu zat padat lebih mudah membentuk
gel jika diaduk perlahan-lahan atau bila diberi geseran dibandinkan jika dibiarkan membentuk gel
tanpa pengadukan. Atau dengan kata lain, reopeksi adalah fenomena dimana pemulihan struktur
suatu dispersi yang dipercepat dengan pemberian geser. Memahami perbedaan tiksotropi dan
reopeksi lebih mudah dengan mengamati kurva viskositas vs waktu (pada laju geser konstan)
disamping. Tiksotropi dan Reopeksi adalah Time-Dependent Flow Properties.

Gambar 8.11. Perbedaan reogram aliran tiksotropi dan reopeksi


(Sumber: Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika)
142

Dalam memformulasi sediaan farmasi, terkadang diinginkan agar sistem tersebut memiliki
karakteristik viskositas dan aliran tertentu. Bahan-bahan tambahan yang dapat mengubah
viskositas dan aliran yang digunakan dalam sistem farmasetis antara lain:
1. Turunan selulosa (Metil Selulosa, NaCMC, HEC, HPC, HPMC)
2. Gum alami (Gum Akasia, Gum Tragakan, Gum Xantan)
3. Karagenan dan Alginat
4. Resin
5. PVP dan Poloxamer
6. Clay
Tabel H.2. Jenis-Jenis Viskometer
Jenis
Deskripsi Ilustrasi Perhitungan
Viskometer
Viskometer Ostwald (dan modifikasinya)
adalah contoh viskometer kapiler.
Viskometer Viskositas ditentukan dengan 𝜂1 𝜌 1𝑡 1
=
Kapiler membandingkan waktu yang dibutuhkan 𝜂 2 𝜌 2𝑡 2
oleh sampel melewati dua batas tanda
dengan cairan yang diketahui viskositasnya

Viskometer Hoeppler adalah contoh


viskometer bola jatuh. Viskositas
ditentukan berdasarkan waktu yang
Viskometer
dibutuhkan oleh bola yang kerapatan dan 𝜂 = 𝑡(𝑆𝐵 − 𝑆𝑓)𝐵
Bola Jatuh
konstantanya diketahui untuk jatuh
melewati dua batas tanda di dalam tabung
yang berisi sampel cairan

Dalam viskometer tipe ini, sampel diberi


geseran (shear) di antara dinding luar suatu
rotor (bob) dan didinding dalam mangkuk
Viskometer
(bob). Viskositas diukur berdasarkan torsi Tergantung Alat
Cup-and-Bob
yang dihasilkan. Torsi berasal dari putaran
mangkuk (Viskometer Couette) atau rotor
(Viskometer Searle).

Viskometer Ferranti-Shirley adalah contoh


viskometer cone-and plate. Sampel
Viskometer diletakkan pada pusat lempeng dan 𝑇
Cone-and- diberikan geseran oleh kerucut yang 𝜂=𝐶
Plate berputar (sampel berada diantara celah 𝑣
kerucut dan lempeng). Torsi yang
dihasilkan selanjutnya dbaca.

Viskometer ini bekerja dengan prinsip yang


sama dengan viskometer cup-and-bob
tetapi mangkuk digantikan dengan Bekaer
sebagai wadah sampel. Sebuah spindle
Viskometer
yang terhubung dengan alat dimasukkan ke
Coaxical Tergantung Alat
dalam sampel dan diberi geseran yang
Cylinder
dinyatakan dalam putaran per menit.
Viskositas diperoleh dengan mengalikan
persen torsi yang diperoleh dengan faktor
spindle.
143

Terdapat beberapa jenis intrumen yag dapat digunakan untuk mengukur dan mengevaluasi aliran
sediaan farmasi, diantaranya adalah (1) Viskometer Kapiler, (2) Viskometer Bola Jatuh, (3)
Viskometer Cup-and-Bob, (4) Viskometer Cone-and-Plate dan (5) Viskometer Coaxical Cylinder.
Perbedaan jenis-jenis viskometer tersebut dirangkum pada tabel H.2. di atas.
Salah satu implikasi dari viskositas dan jenis aliran pada sediaan farmasi topikal adalah adanya nilai
daya sebar. Daya sebar sering menjadi salah satu parameter evaluasi sediaan topikal yang penting.
Sediaan yang mudah menyebar tetapi tetap memilik konsitensi merupakan karakteristik yang
diinginkan dalam sediaan farmasi topikal. Daya sebar dapat diukur dengan beberapa metode, salah
satunya dengan metode plat paralel. Sampel (bisanya sebanyak 1 gram) diletakkan diantar dua plat
kaca (biasanya berukuran 20 x 20 cm). Standar berat plat kaca atas adalah 125 gram. Sampel diukur
setelah 1 menit dan selanjutnya dilakukan penambahan 100 gram beban hingga diperoleh berat
akhir plat atas sebesar 525 gram. Diameter sampel diukur setiap penambahan beban dan kurva
daya sebar dibuat dengan memplot beban terhadap luas area yang terbentuk. Luas area (S)
dihitung dengan rumus:
𝜋
𝑆 = 𝑑2 … Persamaan (H.5)
4
Peralatan dan Bahan
Setiap kelompok mahasiswa harus menyiapkan peralatan berikut:
1 Buah beaker 250 ml,
Setiap kelompok mahasiswa harus menyiapkan bahan-bahan berikut:
Aquadest 100 ml
Didalam kelas juga disiapkan
1 Unit Viskometer Brookfield (Coaxical cylinder), 1 Unit Viskometer Hoppler (Falling Ball), 3 Unit
Viskometer Ostwald.
Setiap kelompok mahasiswa akan dibekali satu jenis sampel (non-Newtonian) untuk diuji
reologinya, satu jenis sampel (Newtonian) untuk diukur viskositasnya dan satu sampel sediaan
semi padat untuk diuji daya sebarnya.
Sampel Uji Viskositas (10g/kelompok, sampel rusak):
Gliserin, Propilen Glikol, Olive Oil (Oleum Olivarum/Minyak Zaitun), Castor Oil (Oleum
RIcini/Minyak Jarak)
Sampel Uji Reologi (10g/kelompok, sampel rusak):
Natrium CMC (NaCMC), metil selulosa (MC), hidroksipropilmetil selulosa (HPMC), hidroksietil
selulosa (HEC), natrium alginat, TEA-Carbomer, Bentonit, Veegum,
Sampel Uji Daya Sebar
Berbagai sediaan seperti pasta gigi dan krim yang beredar di pasaran.
144

Pra-Praktikum
Bahan pre-reading:
Buku Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika (2011) Bab 20 hal. 706-734
Bahan respon untuk percobaan ini adalah:
1. Pengertian Viskositas, Viskositas Kinematik dan Reologi
2. Hukum Aliran Newton
3. Aliran Newtonian dan Non-Newtonian Serta Reogramnya
4. Tiksotropi, Anti-Tiksotropi dan Reopeksi
5. Viskoelastisitas
6. Jenis-Jenis Viskometer
7. Perhitungan-Perhitungan

Sebelum praktikum, mahasiswa harus melengkapi data pada lembar “Prerequisite Data”
Sebelum praktikum semua sampel sudah harus dipreparasi.

Safety Check
Safety Level: Level 1
Check
No. Nama APD Keterangan
(�)
Gunakan sebelum masuk dan selama berada di dalam
1 Jas Praktikum □
laboratorium
Sepatu Gunakan sebelum masuk dan selama berada di
2 □
Tertutup laboratorium

3 Masker □ Gunakan selama menangani bahan

4 Sarung Tangan □ Gunakan selama menangani bahan

Eksperimental
Alokasi Waktu : 180 menit
Jumlah Sampel : 1 jenis cairan newtonian (per tiga kelompok), 1 jenis cairan non-newtonian (per
3 kelompok) dan 1 jenis sediaan farmasi
Tempat : Lab Farmasetika, Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
Pengaturan : Setiap tiga kelompok mengerjakan sampel yang sama. Data dikumpulkan untuk
dihitung sebagai replikasi.
EKSP0801 Penentuan Viskositas Cairan Newtonian dengan Viskometer Ostwald
1. Masukkan cairan ke dalam viskometer dengan menggunakan pipet.
2. Hisap cairan dari bagian yang memiliki tanda batas dengan menggunakan pushball sampai
melewati dua tanda batas.
3. Siapkan stopwatch , kendurkan cairan sampai batas pertama lalu mulai penghitungan waktu
dan hentikan ketika cairan melewaati tanda batas ke dua
4. Catat hasilnya pada lembar observasi
5. Ulangi pengujian dengan menggunakan aquadest
6. Hitung viskositas menggunakan persamaan 8.1
145

EKSP0802 Penentuan Viskositas Cairan Newtonian dengan Viskometer Hoppler


1. Isi tabung viskometer dengan sampel yang akan ditentukan viskositasnya
2. Masukkan bola ke dalam tabung dan tutup tabung dengan rapat
3. Siapkan stopwatch dan putar tabung viskometer hingga bola berada di atas
4. Mulai hitung waktu yang diperlukan oleh bola untuk melewati dua batas tanda pada
viskometer
5. Catat hasilnya pada lembar observasi
6. Hitung viskositas menggunakan persamaan 8.2
7. Hitung SEM hasil pengukuran
EKSP0803 Penentuan Jenis Aliran Cairan Non-Newtonian
1. Siapkan sampe cairan yang sebelumnya telah dipreparasi (200 ml)
2. Pindahkan sampel ke dalam gelas Beaker
3. Ukur viskositas sampel pada beberapa kecepatan putaran mulai dari yang paling rendah, ke
paling tinggi kemudian kembali ke paling rendah (sesuai tabel pengamatan)
4. Catat hasilnya pada tabel pengamatan
5. Hitung viskositas dengan menggunakan persamaan 8.3
6. Hitung shearing stress dan rate of shear dengan menggunakan persamaan 8.4 dan 8.5
7. Hitung rata-rata dan standar deviasi hasil pengukuran
8. Buat reogram sampel berdasarkan data yang diperoleh (lengkap dengan error bar) dan
simpulkan jenis aliran sampel

EKSP0804 Penentuan Daya Sebar Sediaan Farmasi


1. Siapkan dua buah lempeng kaca ukuran 20 x 20 cm
2. Buat lingkaran kecil ditengah lempeng di bagian yang tidak bersentuhan dengan sampel
3. Timbang bobot lempeng atas
4. Timbang 0,5 gram sampel tepat ditengah lempeng bawah
5. Tutup sampel dengan lempeng atas dan cukupkan bobotnya dengan anak timbangan hingga
125 gram.
6. Diamkan selama 1 menit dan catat diameter sampel yang dihasilkan
7. Tambahkan 100 gram beban di atas lempeng dan biarkan selama 1 menit, catat diameter
sampel yang dihasilkan
8. Ulangi proses penambahan beban dan pengukuran beban dengan menambahkan 100 gram
beban setiap kalinya hingga bobot akhir lempeng atas mencapai 525 gram
9. Catat hasilnya pada tabel pengamatan
10. Hitung luas area sebaran menggunakan persamaan 8.6
11. Hitung rata-rata dan standar deviasi hasil pengukuran
12. Buat kurva daya sebar berdasarkan data yang diperleh (lengkap dengan error bar)

Referensi dan Bahan Bacaan Lanjutan


Sinko, Patrick J. Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika. EGC. Jakarta. 2011.
Attwodd D, et al. Physical Pharmacy. Pharmaceutical Press. UK. 2008
Amiji MM, et al. Applied Physical Pharmacy 2nd Edition. McGraw Hill. USA. 2014
Felton LA. Essentials of Pharmaceutics. Pharmaceutical Press. UK. 2012
146

Florence AT, et al. Physicochemical Principles of Pharmacy 4th Edition. Pharmaceutical Press. UK.
2006.

PREREQUISITE DATA
EKSP0801 Penentuan Viskositas Cairan Newtonian dengan Viskometer Ostwald
EKSP0802 Penentuan Viskositas Cairan Newtonian dengan Viskometer Hoppler

Nama Sampel

RM BM RB

Pemerian

Kelarutan

Viskositas

Referensi:
147

PREREQUISITE DATA

EKSP0803 Penentuan Jenis Aliran Cairan Non-Newtonian

Nama Sampel

RM BM RB

Pemerian

Kelarutan

Viskositas Dispersi

Referensi:
148

PREREQUISITE DATA

EKSP0804 Penentuan Daya Sebar Sediaan Farmasi

Nama Sampel

Jenis Sediaan

Bahan Aktif

Perkiraan Jenis
Aliran
Foto Sediaan

Referensi:
149

LEMBAR OBSERVASI
PRAKTIKUM FARMASI FISIKA
Nama Mahasiswa

NIM/Kelompok

Golongan

Hari/Tanggal Suhu/RH °C/ %RH


EKSP0801 Penentuan Viskositas Cairan Newtonian dengan Viskometer Ostwald

Tuliskan hasil pengamatan pada tabel di bawah ini:

Nama Sampel

Air Sampel ηsampel SEM

ηair = ηair =
tair = tair =
ρair = ρair =

ηair = ηair =
tair = tair =
ρair = ρair =

ηair = ηair =
tair = tair =
ρair = ρair =

Nilai Referensi
Perhitungan
(Perhitungan ηsampel untuk sampel yang dikerjakan, rata-rata dan SEM)
150

Nama Asisten : Paraf Asisten


Replikasi 1 Oleh Kelompok
Replikasi 2 Oleh Kelompok
Replikasi 3 Oleh Kelompok
151

LEMBAR OBSERVASI
PRAKTIKUM FARMASI FISIKA
Nama Mahasiswa

NIM/Kelompok

Golongan

Hari/Tanggal Suhu/RH °C/ %RH


EKSP0802 Penentuan Viskositas Cairan Newtonian dengan Viskometer Hoppler

Tuliskan hasil pengamatan pada tabel di bawah ini:

Nama Sampel

t SB Sf B η SEM

Nilai Referensi
Perhitungan
(Perhitungan η untuk sampel yang dikerjakan, rata-rata dan SEM)
152

Nama Asisten : Paraf Asisten


Replikasi 1 Oleh Kelompok
Replikasi 2 Oleh Kelompok
Replikasi 3 Oleh Kelompok
153

LEMBAR OBSERVASI
PRAKTIKUM FARMASI FISIKA
Nama Mahasiswa

NIM/Kelompok

Golongan

Hari/Tanggal Suhu/RH °C/ %RH


EKSP0803 Penentuan Jenis Aliran Cairan Non-Newtonian

Tuliskan hasil pengamatan pada tabel di bawah ini:

Nama Sampel

Nomor Spindel
Rate of Shear Shearing Stress
Persen (s-1) (mPa)
Kecepatan Faktor η
Torsi
Nilai SD Nilai SD

2.5

10

25

50

100

50

25

10

2.5
154

Perhitungan
(Contoh perhitungan η, rate of shear dan shearing stress serta rata-rata dan SD)

Reogram dengan error bar (2.5-100 rpm)


155

Reogram dengan error bar (100-2.5 rpm)

Reogram dengan error bar (2.5-100-2.5 rpm)

Nama Asisten : Paraf Asisten


Replikasi 1 Oleh Kelompok
Replikasi 2 Oleh Kelompok
Replikasi 3 Oleh Kelompok
156

LEMBAR OBSERVASI
PRAKTIKUM FARMASI FISIKA
Nama Mahasiswa

NIM/Kelompok

Golongan

Hari/Tanggal Suhu/RH °C/ %RH


EKSP0804 Penentuan Daya Sebar Sediaan Farmasi

Tuliskan hasil pengamatan pada tabel di bawah ini:

Nama Sampel

Beban Diameter SD Area SD

125

225

325

425

525

Perhitungan
(Contoh perhitungan area, perhitungan rata-rata dan SD)
157

Grafik Daya Sebar (Beban vs Diameter dan Beban vs Luas Area)

Nama Asisten : Paraf Asisten


Replikasi 1 Oleh Kelompok
Replikasi 2 Oleh Kelompok
Replikasi 3 Oleh Kelompok
158

Pembahasan, Kesimpulan, Saran dan Referensi


159

..:Akhir Eksperimen 8:..


160

EKSPERIMEN 9
KINETIKA KIMIA DAN STABILITAS OBAT

Deskripsi Singkat dan Urgensi Praktikum


Kemampuan menentukan umur penyimpanan serta faktor-faktor menjadi salah satu keahlian yang
harus dimiliki seorang farmasis. Materi dalam praktikum ini akan memberikan pengetahuan dasar
kepada mahasiswa tentang stabilitas obat dan kinetika reaksi penguraian yang menjadi salah satu
pertimbangan dalam menentukan masa daluarsa dan umur penyimpanan sediaan farmasi.
Mahasiswa akan diminta untuk mengamati pengaruh faktor suhu dan pH pada stabilitas suatu
bahan obat. Selain itu mahasiswa juga akan diberikan pengalaman eksperimental tentang
bagaimana menghitung laju reaksi (khususnya reaksi penguraian) yang dapat digunakan sebagai
dasar penentuan waktu daluarsa suatu sediaan farmasi.

Maksud dan Tujuan Eksperimen


Setelah menyelesaikan eksperimen ini, mahasiswa diharapkan untuk:
1. Mengetahui dan memahami metode-metode penentuan kinetika kimia (kinetika
penguraian).
2. Mengetahui dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas bahan obat.
Secara khusus, tujuan eksperimen ini adalah:
1. Menghitung konstanta, orde reaksi dan waku paruh penguraian hidrogen peroksida
dibawah pengaruh katalis FeCl3 dengan menggunakan beberapa metode.
2. Menentukan konstanta, orde reaksi dan waktu kinetika penguraian bahan obat
dibawah pengaruh faktor suhu, pH dan cahaya.

Teori Singkat
Konstanta reaksi (k) merupakan suatu kontanta yang merepresentasikan laju reaksi dan hubungan
kuantitatifnya dengan reaktan. Hukum aksi massa menyatakan bahwa kecepatan reaksi sebanding
dengan hasil kali kosentrasi molar reaktan yang bereaksi. Misalkan suatu proses degradasi produk
digambarkan dengan reaksi:
D + W → Produk Degradasi
Laju reaksinya dapat dinyatakan dengan persamaan
𝑑[𝐷]
− 𝖺 [𝐷][𝑊] … Persamaan (I.1)
𝑑𝑡
Untuk mengkuantifikasi pernyataan di atas, maka suatu konstanta harus dimasukkan ke dalam
persamaan tersebut, sehingga dapat ditulis sebagai
𝑑[𝐷]
− = 𝑘[𝐷][𝑊] … Persamaan (I.2)
𝑑𝑡
dengan k adalah konstanta reaksi penguraian. Konstanta reaksi dari proses degradasi obat yang
berbeda dalam orde yang sama dapat dinilai untuk membandingkan stabilitas relatif suatu obat.
Orde reaksi adalah jumlah keseluruhan eksponen yang dipangkat ke persamaan laju reaksi. Orde
reaksi tidak sama dengan koefisien stoikiometri. Orde reaksi dapat diperoleh melalui eksperimen
161

Misalkan persamaan kinetika reaksi sebagai berikut:

𝑟 = 𝑘[𝐴]𝑎[𝐵]𝑏 … Persamaan (I.3)


maka orde reaksi keseluruhannya adalah a + b. Dalam ekperimen ini akan dibahas tiga orde reaksi
yang paling umum, yaitu reaksi orde nol, reaksi orde pertama dan reaksi orde kedua.
- Reaksi orde nol
Reaksi orde nol terjadi adalah reaksi yang lajunya tidak dipengaruhi oleh konsentrasi reaktan.
Persamaan reaksi orde nol dapat ditulis:
[ ]
−𝑑 𝐴 =𝑘 … Persamaan (I.4)
𝑑𝑡 0

Jika kita mengintegralkan persamaan tersebut maka diperoleh persamaan linear


[𝐴]𝑡 = [𝐴]0 − 𝑘0 𝑡 … Persamaan (I.5)
Jika kita memplot grafik [A] terhadap t maka akan diperoleh garis lurus yang kemiringannya
sama dengan -k reaksi tersebut. Satuan konstanta reaksi orde nol adalah mol L-1 s-1.
- Reaksi orde pertama
Jika laju suatu reaksi proporsional terhadap konsentrasi suatu reaktan maka reaksi tersebut
tergolong dalam reaksi orde pertama. Persamaan reaksi orde pertama dapat ditulis sebagai:
𝑑[𝐴]
− = 𝑘[𝐴] … Persamaan (I.6)
𝑑𝑡
Jika kita mengintegralkan persamaan tersebut maka diperoleh persamaan logaritma
ln[𝐴]𝑡 = ln[𝐴]0 − 𝑘𝑡 … Persamaan (I.7)
atau

[𝐴]𝑡 = [𝐴]0 𝑒−𝑘𝑡 … Persamaan (I.8)


Kita dapat mengkonversi persamaan tersebut ke bentuk logaritma basis 10 sehingga menjadi:
𝑘𝑡
log[𝐴]𝑡 = log[𝐴]0 − … Persamaan (I.9)
2.303
atau
− 𝑘𝑡
[𝐴]𝑡 = [𝐴]0 10 2.303 … Persamaan (I.10)
Kita dapat memplot [A] terhadap t pada kurva semi-log atau dengan memplot log konsentrasi
terhadap waktu untuk memperoleh suatu garis lurus. Kemiringan garisnya setara dengan nilai
-k/2.303. Satuan konstanta reaksi order pertama adalah s-1.
- Reaksi orde kedua
Jika laju suatu reaksi proporsional terhadap konsentrasi dua reaktan yang sedang bereaksi
(misalkan A dan B) maka reaksi tersebut tergolong dalam reaksi orde kedua. Persamaan laju
reaksi orde kedua dapat ditulis sebagai:
𝑑[𝐴] 𝑑[𝐵]
− =− = 𝑘[𝐴][𝐵] … Persamaan (I.11)
𝑑𝑡 𝑑𝑡
162

Dengan menganggab a adalah nilai dari [A] dan b adalah nilai dari [B], x adalah konsentrasi
spesi yang bereaksi pada waktu t dan dengan menulis ulang persamaan maka diperoleh:
𝑑𝑥
= 𝑘(𝑎 − 𝑥)(𝑏 − 𝑥) … Persamaan (I.12)
𝑑𝑡
Jika nilai a=b, persamaan dapat ditulis ulang sebagai
𝑑𝑥
= 𝑘(𝑎 − 𝑥)2 … Persamaan (I.13)
𝑑𝑡
dengan mengintegralkan persamaan tersebut diperoleh
𝑥
= 𝑘𝑡 … Persamaan (I.14)
𝑎(𝑎 − 𝑥)
Apabila nilai a tidak sama dengan b, maka persamaan dapat ditulis sebagai:
2.303 𝑏(𝑎 − 𝑥)
log = 𝑘𝑡 … Persamaan (I.15)
𝑎−𝑏 𝑎(𝑏 − 𝑥)
garis lurus diperoleh dengan memplot nilai 1/(a-x) terhadap t. Satuan k untuk reaksi orde kedua
adalah L mol-1 s-1. Jika dalam reaksi orde kedua hanya satu spesies yang terlibat dalam reaksi.
Persamaan orde kedua dapat diselesaikan dengan metode integrated rate law dengan
mengacu pada persamaan berikut
𝑑[𝐴]
− = 𝑘[𝐴]2 … Persamaan (I.16)
𝑑𝑡
Dengan mengintegralkan persamaan di atas, diperoleh:
1 1
= + 𝑘𝑡 … Persamaan (I.17)
[𝐴] [𝐴]0
Dalam konteks eksperimen ini, waktu paruh adalah waktu yang diperlukan oleh suatu obat untuk
terurai menjadi setengah dari konsentrasi awalnya. Rumus waktu paruh dan ringkasan integral
persamaan laju reaksinya dirangkum dalam tabel 9.1.
Tabel 9.1. Integrated Rate Law
Orde Reaksi Persamaan Laju Reaksi Persamaan Waktu Paruh
[𝐴]0
0 [𝐴]𝑡 = [𝐴]0 − 𝑘0𝑡 𝑡1/2 =
2𝑘
ln(2)
1 ln[𝐴]𝑡 = ln[𝐴]0 − 𝑘𝑡 𝑡1/2 =
𝑘
1 1 1
2 = + 𝑘𝑡 𝑡1/2 =
[𝐴] [𝐴]0 𝑘[𝐴]
0

Terdapat tiga metode yang bisa digunakan untuk menentukan orde reaksi, yaitu:
- Metode Substitusi
Orde reaksi ditentukan dengan mensubstitusi nilai-nilai hasil eksperimen ke dalam integral
persamaan berbagai orde. Jika ditemukan persamaan dengan nilai k yang konstan pada salah
satu orde reaksi, maka reaksi diasumsikan berjalan menurut orde tersebut.
163

- Metode Grafik
Orde reaksi ditentukan dengan memplot data konsentrasi terhadap waktu. Jika garis lurus
diperoleh ketika memplot konsentrasi vs waktu, maka reaksi tersebut adalah reaksi orde nol.
Jika garis lurus diperoleh ketika memplot log (a-x) vs waktu, maka reaksi tersebut adalah reaksi
orde pertama. Jika garis lurus diperoleh ketika memplot 1/(a-x) vs waktu, maka reaksi tersebut
adalah reaksi orde kedua.
- Metode Waktu Paruh
Waktu paruh diperoleh secara grafis dengan memplot a terhadap t pada dua konsentrasi awal
yang berbeda dan dengan membacanya waktu pada ½a1 dan ½a2. Nilai-nilai tersebut
selanjutnya disubstitusi ke persamaan untuk memperoleh nilai orde reaksi (n):
log (𝑡 1 ⁄𝑡 1 )
𝑛= (2)1 (2)2 … Persamaan (I.18)
+1
log(𝑎1/𝑎2)
Tiga aspek yang akan dibahas terkait stabilitas obat dalam eksperimen ini adalah pengaruh suhu,
pH dan cahaya terhadap stabilitas obat.
Pengaruh suhu terhadap reaksi penguraian suatu obat berhubungan dengan teori tumbukan.
Suatu reaksi terjadi ketika dua molekul reaktan “bertumbukan”. Karena jumlah tumbukan
meningkat dengan meningkatnya temperatur, kecepatan reaksi diperkirakan meningkat dengan
meningkatnya temperatur. Hukum distribusi Boltzman menjelaskan tentang hubungan energi
kinetik dan velositas molekul yang bertabrakan pada suatu sistem.
𝑁𝑖
𝑓 = = 𝑒−𝐸𝑖/𝑅𝑇 … Persamaan (I.19)
𝑖
𝑁𝑇
Pengaruh suhu terhadap reaksi penguraian suatu obat dapat dituliskan dalam persamaan
Arrhenius berikut:
𝑘 = 𝐴𝑒−𝐸𝑎/𝑅𝑇 … Persamaan (I.20)
atau
𝐸𝑎
log 𝑘 = log 𝐴 − … Persamaan (I.21)
2.303 𝑅𝑇
dalam persamaan di atas, Ea adalah energi aktivasi dan T adalah temperatur absolut. Nilai Ea dapat
diperoleh dengan memplot log k terhadap 1/T.

Gambar 9.1. Grafik Hubungan Log k dan 1/T


(Sumber: Applied Physical Pharmacy)
164

Selanjutnya, Ea dapat dihitung berdasarkan kemiringan garis atau dihitung langsung dengan
persamaan:
𝑦2 − 𝑦1
𝐸𝑎 = 2.303 𝑅 … Persamaan (I.22)
𝑥 − 𝑥1
Salah satu pendekatan praktis yang dapat digunakan untuk menentukan pengaruh suhu terhadap
stabilitas suatu sediaan adalah dengan menggunakan nilai Q10. Pendekatan ini dapat mengestimsi
pengaruh peningkatan 10° terhadap umum penyimpanan sediaan. Rumus yang digunakan adalah:
𝑘(𝑇+10)
𝑄10 = … Persamaan (I.23)
𝑘𝑇
Jika energi aktivasiny diketahui, nilai Q10 dapat dihitung dengan rumus:
𝑄 = exp [− 𝐸𝑎 ( 1 1 … Persamaan (I.24)
10 − )]
𝑅 (𝑇 + 10) 𝑇
Untuk menghitung nilai Q padata perubahan suhu tertentu, rumus yang digunakan adalah:
𝑘(𝑇+∆𝑇) (∆𝑇⁄10)
𝑄∆𝑇 = = 𝑄10
𝑘𝑇
Efek asam-basa pada suatu reaksi merupakan peristiwa katalisis. Efek ini tidak mempengaruhi
posisi kesetimbangan reaksi reversibel. Terdapat dua jenis katalisis asam-basa yaitu katalisis asam-
basa khusus dan katalisis asam-basa umum. Untuk menentukan pengaruh pH pada kinetika
degradasi obat, pengukuran laju reaksi pada berbagai rentang nilai [H+] harus dilakukan,
selanjutnya nilai log k yang diperoleh dari masing-masing reaksi di plot terhadap nilai pH dan dari
situlah rentang pH stabilitas obat ditentukan.

Gaambar 9.2. Grafik hubungan Log k dan pH


(Sumber: Applied Physical Pharmacy)
Tiga jenis reaksi degradasi utama yang mempengaruhi bahan-bahan farmasi adalah solvolisis,
oksidasi dan fotolisis. Reaksi solvolisis dalam medium air disebut reaksi hidrolisis. Reaksi hidrolisis
terjadi ketika molekul air, dengan ion hidroksilnya yang bertindak sebagai nukleofil, berinteraksi
dengan gugus fungsi obat untuk mendegradasinya. Target utaman dari reaksi hidrolisis adalah obat
dengan gugus fungsi karbonil (C=O) dalam struktur kimianya. Contohnya adalah reaksi hidrolisis
aspirin seperti yang terlihat dalam gambar 9.3.
165

Gambar 9.3. Reaksi hidrolisis Asam Asetilsalisilat


(Sumber: Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika)
Reaksi oksidasi selalu terjadi bersamaan dengan reaksi reduksi karena ketika suatu spesi
kehilangan elektronnya, spesi lain akan mendapatkan penambahan electron. Meskipun oksigen
tidak dibutuhkan untuk proses oksidasi, oksigen merupakan salah satu oksidator yang menjadi
perhatian karena banyak bahan farmasi yang dapat dioksidasi oleh oksigen diudara. Salah satu
contoh reaksinya adalah reaksi oksidasi morfin menjadi pseudomorfin.

Gambar 9.4. Reaksi oksidasi morfin


(Sumber: Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika)
Energi cahaya dapat mengaktivasi suatu reaksi. Ketik radiasi dengan frekuensi yang tepat dan
energi yang cukup diserap oleh molekul, molekul tersebut dapat menjadi aktif dan bertumbukan
dengan molekul lain yang berujung pada peningkatan energi kinetik molekul-molekul tersebut.
Contoh reaksi fotooksidasi benzaldehida terlihat padaa gambar 9.3.

Gambar 9.5. Reaksi fotodegradasi benzaldehid


(Sumber: Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika)
166

Peralatan dan Bahan


Setiap kelompok mahasiswa harus menyiapkan peralatan berikut:
6 Buah Erlenmeyer 100 ml, 6 Buah Erlenmeyer 250 ml, 2 Buah Gelas Ukur 25 ml, 1 Buah Gelas Ukur
5 ml, 1 Buah Beaker 100 ml, 2 Buah Pipet Volumem 5 ml.
Setiap kelompok mahasiswa harus menyiapkan bahan-bahan berikut:
Dapar , Aquadest Dingin 100 ml 25 ml Larutan H2SO4 4 N, 25 ml Larutan FeCl3 4,5%.
Didalam kelas juga disiapkan
Larutan Baku Kalium Permanganat 0,25 N, Larutan Baku
Sampel Kinetika (5 ml/kelompok, sampel rusak):
Hidrogen Peroksida
Sampel Stabilitas Obat (1g/kelompok, sampel rusak):
Ampisilin Trihidrat, Metampiron, Vitamin C

Pra-Praktikum
Bahan pre-reading:
Buku Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika (2011) Bab 15 hal. 498-543
Bahan respon untuk percobaan ini adalah:
1. Integrated Rate Law
2. Penentuan dan Perhitungan Orde Reaksi
3. Perhitungan Waktu Paruh
4. Perhitungan Daluarsa
5. Reaksi-Reaksi Degradas Obat
6. Studi Stabilitas Sediaan Farmasi

Sebelum praktikum, mahasiswa harus melengkapi data pada lembar “Prerequisite Data”
Sebelum praktikum semua sampel sudah harus ditentukan kadarnya.

Safety Check
Safety Level: Level 1
Check
No. Nama APD Keterangan
(�)
Gunakan sebelum masuk dan selama berada di dalam
1 Jas Praktikum □
laboratorium
Sepatu Gunakan sebelum masuk dan selama berada di
2 □
Tertutup laboratorium

3 Masker □ Gunakan selama menangani bahan

4 Sarung Tangan □ Gunakan selama menangani bahan


167

Eksperimental
Alokasi Waktu : 180 menit
Jumlah Sampel : Sampel sama untuk semua kelompok
Tempat : Lab Farmasetika, Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
Pengaturan : Untuk EKSP0901, setiap tiga kelompok mengerjakan 1 jenis perlakuan dan data
dikumpulkan untuk dihitung sebagai replikasi. Untuk EKSP0902-EKSP0904,
Setiap tiga kelompok mengerjakan 1 jenis kelompok perlakuan
(Suhu/pH/Cahaya) dan setiap kelompok mengerjakan perlakuan yang berbeda
dalam kelompok perlakuannya (misalnya kelompok 1-3 mengerjakan perlakuan
suhu, kelompo 1 suhu 25°C, kelompok 2 suhu 35°C dan kelompok 3 suhu 45°C)
EKSP0901 Kinetika Penguraian Hidrogen Peroksida
1. Siapkan es batu pada wadah
2. Ambil sebanyak 25 ml H2SO4 4N, 25 ml FeCl3 4,5% dan 2,5 ml H2O2 dalam beaker, campur
selama 15 detik dengan bantuan batang pengaduk.
3. Cuplik segera 5 ml larutan tersebut ke dalam Erlenmeyer dan tambahkan 10 ml air dingin
4. Titrasi dengan larutan baku KMnO4 0,25 N dan catat volume titrasi sebagai volume titran pada
t0
5. Pertahankan suhu campuran pada 4°C, 25°C dan 45°C
6. Setiap 10 menit, cuplik dan titrasi campuran dengan larutan baku kalium permanganat selama
rentang waktu 1 jam
7. Tentukan orde reaksi dengan menggunakan metode grafik, metode substitusi (gunakan
persamaan 9.1-9.3 untuk menentukan konstanta reaksi) dan metode waktu paruh (gunakan
persamaan 9.4) dan
8. Tentukan waktu paruhsesuai orde reaksinya.

EKSP0902 Pengaruh Suhu Terhadap Stabilitas Obat


1. Timbang sampel lalu larutkan dalam dapar yang sesuai hingga 150 ml
2. Pindahkn masing-masing 50 ml larutan stok ke dalam tiga Erlenmeyer berbeda dan tandai
sebagi larutan A, B dan C
3. Panaskan larutan A pada suhu 25°C, larutan B pada 35°C dan larutan C pada 45°C. Pertahankan
suhu tersebut selama pengujian.
4. Cuplik sebanyak 5 ml larutan dan tentukan kadar sampel dalam larutan dengan metode yang
sesuai. Catat volume titrasi sebagai volume titran pada waktu ke 0
5. Cuplik 5 ml larutan setiap 10 menit hingg menit ke 60, tentukan kadarnya dengan metode yang
sesuai
6. Catat hasilnya pada tabel pengamatan
7. Tentukan orde reaksi dan konstanta reaksi penguraian obat pada suhu yang berbeda

EKSP0903 Pengaruh pH Terhadap Stabilitas Obat


1. Timbang sampel lalu larutkan masing-masing dalam dapar pH 4,0; 7,0; dan 10,0 hingga 50 ml
2. Pipet sebanyak 5 ml larutan dan tentukan kadar sampel dalam larutan dengan metode yang
sesuai ketika suhu larutan mencapai suhu target. Catat volume titrasi sebagai volume titran
pada waktu ke 0
168

3. Cuplik 5 ml larutan setiap 10 menit hingg menit ke 60, tentukan kadarnya dengan metode yang
sesuai
4. Catat hasilnya pada tabel pengamatan
5. Tentukan orde reaksi dan konstanta reaksi penguraian obat pada pH yang berbeda

EKSP0904 Pengaruh Cahaya Terhadap Stabilitas Obat


1. Timbang sampel lalu larutkan dalam dapar yang sesuai hingga 150 ml
2. Pindahkn masing-masing 50 ml larutan stok ke dalam tiga Erlenmeyer berbeda dan tandai
sebagi larutan A, B dan C
3. Tempatkan larutan A di tempat gelap, Larutan B dengan pencahayaan ruangan dan Larutan C
pada pencahayaan UV 366.
4. Pipet sebanyak 5 ml larutan dan tentukan kadar sampel dalam larutan. Catat volume titrasi
sebagai volume titran pada waktu ke 0
5. Cuplik 5 ml larutan setiap 10 menit hingg menit ke 60, tentukan kadarnya dengan metode yang
sesuai
6. Catat hasilnya pada tabel pengamatan
7. Tentukan orde reaksi dan konstanta reaksi penguraian obat pada pencahayaan yang berbeda

Referensi dan Bahan Bacaan Lanjutan


Sinko, Patrick J. Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika. EGC. Jakarta. 2011.
Attwodd D, et al. Physical Pharmacy. Pharmaceutical Press. UK. 2008
Amiji MM, et al. Applied Physical Pharmacy 2nd Edition. McGraw Hill. USA. 2014
Felton LA. Essentials of Pharmaceutics. Pharmaceutical Press. UK. 2012
Florence AT, et al. Physicochemical Principles of Pharmacy 4th Edition. Pharmaceutical Press. UK.
2006.
169

PREREQUISITE DATA

EKSP0901 Kinetika Penguraian Hidrogen Peroksida

Nama Sampel

RM BM RB

Pemerian

Kelarutan

Nama Katalis

RM BM RB

Pemerian

Kelarutan

Referensi:
170

PREREQUISITE DATA
EKSP0902 Pengaruh Suhu Terhadap Stabilitas Obat
EKSP0903 Pengaruh pH Terhadap Stabilitas Obat
EKSP0904 Pengaruh Cahaya Terhadap Stabilitas Obat

Nama Sampel

RM BM RB

Pemerian

Kelarutan

Uraian Stabilitas (Uraikan stabilitas sampel menurut data dari pustaka termasuk rentang
pH stabil, suhu degradasi dan pengaruh cahaya teradap obat)

Referensi:
171

LEMBAR OBSERVASI
PRAKTIKUM FARMASI FISIKA
Nama Mahasiswa

NIM/Kelompok

Golongan

Hari/Tanggal Suhu/RH °C/ %RH


EKSP0901 Kinetika Penguraian Hidrogen Peroksida

Tuliskan hasil pengamatan pada tabel di bawah ini:


Perhitungan Orde 0

Nama Sampel Perlakuan 4°C / 25 °C / 45°C*


t Vt
[H2O2] 𝒙 SD k0 𝒙 SD
(menit) (ml)

10

20

30

40

50

60

*Lingkari yang sesuai


Perhitungan
(Contoh perhitungan [H2O2], k, rata-rata, dan SD)
172
173

Perhitungan Orde Pertama

Nama Sampel Perlakuan 4°C / 25 °C / 45°C*


t Vt
log [H2O2] SD k1 SD
(menit) (ml)

10

20

30

40

50

60

*Lingkari yang sesuai


Perhitungan
(Contoh perhitungan [H2O2], k, rata-rata, dan SD)
174
175

Perhitungan Orde Kedua

Nama Sampel Perlakuan 4°C / 25 °C / 45°C*


t Vt
1/[H2O2] SD k2 SD
(menit) (ml)

10

20

30

40

50

60

*Lingkari yang sesuai


Perhitungan
(Contoh perhitungan [H2O2], k, rata-rata, dan SD)
176
177

Grafik Hubungan Konsentrasi vs Waktu

Grafik Hubungan Log Konsentrasi vs Waktu

Grafik Hubungan 1/Konsentrasi vs Waktu


178

Waktu Paruh (Data dari perhitungan orde 0)


Nama Sampel Perlakuan 4°C / 25 °C / 45°C*
t Perhitungan Orde Reaksi dengan Rumus Waktu Paruh
[H2O2] %[H2O2]
(menit)
0
10

20

30

40

50

60

Grafik Hubungan Persen Konsentrasi vs Waktu

Kesimpulan
Metode Kesimpulan Orde
Substitusi Konstanta Reaksi
Grafik
Waktu Paruh
Perhitungan Waktu Paruh Sesuai Orde:

Nama Asisten : Paraf Asisten


Replikasi 1 Oleh Kelompok
Replikasi 2 Oleh Kelompok
Replikasi 3 Oleh Kelompok
179

LEMBAR OBSERVASI
PRAKTIKUM FARMASI FISIKA
Nama Mahasiswa

NIM/Kelompok

Golongan

Hari/Tanggal Suhu/RH °C/ %RH


EKSP0902 Pengaruh Suhu Terhadap Stabilitas Obat
EKSP0903 Pengaruh pH Terhadap Stabilitas Obat
EKSP0904 Pengaruh Cahaya Terhadap Stabilitas Obat
Tuliskan hasil pengamatan pada tabel di bawah ini:

Nama Sampel Perlakuan Suhu/pH/Cahaya


Perlakuan 1:
t Vt
[A] log [A] 1/[A] k0 k1 k2
(menit) (ml)
0
10
20
30
40
50
60
Perlakuan 2:
t Vt
[A] log [A] 1/[A] k0 k1 k2
(menit) (ml)
0
10
20
30
40
50
60
Perlakuan 3:
t Vt
[A] log [A] 1/[A] k0 k1 k2
(menit) (ml)
0
10
20
30
40
50
60
180

Perhitungan
(Contoh perhitungan [A], log [A], 1/[A], k0, k1, dan k2)
181
182

Grafik Hubungan Konsentrasi vs Waktu


(Untuk kelompok perlakuan yang sama)

Perhitungan Waktu Paruh Sesuai Orde

Nama Asisten : Paraf Asisten


Perlakuan 1 Oleh Kelompok
Perlakuan 2 Oleh Kelompok
Perlakuan 3 Oleh Kelompok
183

Pembahasan, Kesimpulan, Saran dan Referensi


184

..:Akhir Eksperimen 9:..


185

EKSPERIMEN 10
DIFUSI DAN DISOLUSI OBAT

Deskripsi Singkat dan Urgensi Praktikum


Disolusi merupakan salah satu proses fisika penting dalam sistem farmasetik. Proses difusi dan
disolusi sediaan padat dalam tubuh menjadi salah satu faktor penentu ketersediaan hayati suatu
obat. Uji disolusi merupakan bentuk pengujian pelepasan obat secara in vitro yang menjadi salah
satu parameter kualitas sediaan farmasi sedangkan uji difusi, meskipun belum menjadi parameter
kualitas tetap menjadi salah satu uji in vitro yang penting dilakukan khususnya dalam
pengembangan sediaan topikal. Pengetahuan dan keterampilan tentang pengujian disolusi dan
difusi obat penting dimiliki oleh mahasiswa sebagai pondasi dalam perancangan sediaan farmasi
dan sistem penghantaran obat serta untuk memahami lebih jauh tentang konsep-konsep dalam
biofarmasetika. Dalam eksperimen ini, mahasiswa akan menentukan laju disolusi sediaan tablet
dengan alat uji disolusi dan laju difusi obat dari suatu matriks sediaan topikal dengan sel difusi
vertikal.
Maksud dan Tujuan Eksperimen
Setelah menyelesaikan eksperimen ini, mahasiswa diharapkan untuk:
1. Mengetahui dan memahami proses disolusi serta cara menentukan model pelepasan obat dari
suatu sediaan padat
2. Mengetahui dan memahami proses difusi serta cara menentukan model pelepasan obat dari
suatu matriks sediaan topikal
Secara khusus, tujuan eksperimen ini adalah:
1. Menentukan model pelepasan obat dalam suatu sediaan padat pada medium yang sesuai
dengan menggunakan alat disolusi.
2. Menentukan model pelepasan obat dalam matriks sediaan topikal dengan pada medium yang
sesuai menggunakan sel difusi vertikal
Teori Singkat
Disolusi sebagai proses farmasetik merupakan tahapan penting dalam fase biofarmasetika obat.
Perhatikan gambar 10.1 berikut

Gambar 10.1. Fase-Fase Biofarmasetika Sediaan Padat Oral


186

Sebelum masuk ke sistem sirkulasi, obat terebih dahulu harus terlepas dari matrik sediaannya.
Pada masing-masing fase, obat mengalami disolusi tetapi laju disolusinya berbeda. Disolusi paling
lambat terjadi pada saat obat masih dalam bentuk sediaan awalnya (tablet/kapsul) dan paling
cepat saat obat sudah dalam bentuk partikel yang terbagi halus.
Disolusi adalah suatu proses di mana solut padat memasuki larutan dengan keberadaan medium.
Selain sediaan larutan, obat dalam semua bentuk sediaan lain harus terdisolusi terlebih dahulu
sebelum dapat diabsorbsi ke dalam tubuh. Studi disolusi kemudian menjadi penting untuk
menentukan karakteristik obat dalam lingkungaan biologis dan mengkorelasikannya dengan
absorbsi dan bioavailabilitas.

Gambar 10.2. Model Lapisan Difusi


Dalam model lapisan difusi/diffuse layer, diasumsikan bahwa stagnant layer terbentuk
dipermukaan partikel yang terdisolusi dengan ketebalan h. Lapisan ini terdiri atas lapisan difusi
dengan konsentrasi obat sebesar Cs. Daerah setelah h disebut bulk larutan dengan konsentrasi
sebesar Cb. Berdasarkan teori ini, gaya yang mendorong terjadinya disolusi adalah perbedaan
konsentrasi antara Cs dan Cb.
Noyes dan Whitney menjelaskan laju disolusi dengan persamaan berikut
𝑑𝑀 𝐷𝑆 … Persamaan (J.1)
= ( ) (𝐶𝑠 − 𝐶𝑏)
𝑑𝑡 𝑕
dengan M = jumlah obat terdisolsui, D = koefisien disolusi dan S = luas permukaan partikel serta Cs
dapat dianggap sebagai konsentrasi jenuh larutan obat. Proses disolusi umumnya terjadi dalam
kondisi sink yaitu keadaan saat nilai Cs >> Cb. Selanjutnya persamaan Noyes-Whitney dapat ditulis
ulang menjadi
𝑑𝑀 𝐷𝑆𝐶𝑠
=( ) … Persamaan (J.2)
𝑑𝑡 𝑕
dan dengan mengintegralkan persamaan di atas diperoleh
𝐷𝑆𝐶𝑠
𝑀=( )𝑡 … Persamaan (J.3)
𝑕
Persamaan Noyes-Whitney mengasumsikan bahwa luas permukaan partikel selama proses disolusi
selalu konstan. Nyatanya, partikel yang terdisolusi mengalami penyusutan luas permukaan. Hixson
dan Crowell mempertimbangkan hal ini dan menurunkan rumus Noyes-Whitney menjadi:
187

1/3
𝑀0
1/3
− 𝑀𝑡 = 𝐾𝑡 … Persamaan (J.4)

dengan M0 adalah jumlah partikel obat awal dan Mt adalah jumlah partikel setelah waktu ke t. K
adalah konstanta laju disolusi akar kubik Hixson-Crowell.
Uji disolusi in vitro merupakan suatu pengujian yang penting yang tidak hanya digunkan saat kita
melakukan pengembangan produk, tetapi juga sebagai bentuk kontrol kualitas sediaan farmasi,
khususnya sediaan padat seperti tablet dan kapsul. Sedangkan uji disolusi intrinsik didefinisikan
sebagai laju disolusi bahan obat murni dalam kondisi luas permukaan yang konstan. Laju disolusi
intriksik dapat dinyatakan dalam mg per menit per cm2. Dalam uji disolusi, sediaan diukur
pelepasan obatnya di dalam suatu medium cair yang dibuat khusus untuk meniru kondisi fisiologis
tubuh. Kompendial seperti USP dan FI mengatur secara ketat tentang peralatan serta metode yang
digunakan dalam proses uji in vitro ini.
Dalam melakukan uji disolusi, media yang disarakan digunakan adalah media biorelevant yang
mencerminkan kondisi cairan fisiologis tempat obat akan terlepas. Meskipun begitu, beberapa
monografi mencantumkan media khusus untuk pengujian sediaan tertentu. Media yang
mencerminkan cairan lambung dan cairan usus umum digunakan di dalam uji disolusi.
Tabel 10.1. Komposisi Beberapa Jenis Media Disolusi
Media Komposisi Jumlah
Cairan lambung buatan pH 1,2 (USP 26) NaCl 2,0 g
HCl Pekat 7,0 ml
Aquadest ad 1 L
Cairan usus buatan pH 6,8 (USP 26) KH2PO4 68,05 g
NaOH 8,96 g
Aquadest ad 10 L
FeSSIF Natrium Taurokolat 15 mM
(Fed State Simulated Intestinal Fluid) Lesitin 3.75 mM
NaOH 4.04 g
Asam Asetat Glasial 8.65 g
NaCl 11.874 g
Purified Water ad 100 ml
FaSSIF Natrium Taurokolat 3 mM
(Fasted State Simulated Intestinal Fluid) Lesitin 0,75 mM
NaOH 0.174 g
NaH2PO4.H2O 1.977 g
NaCl 3.093
Purified Water ad 500 ml
FaSSGF Natrium Taurokolat 0,42 g
(Fasted State Simulated Gastric Fluid) Lesitin 1,6 g
Pepsin 1g
NaCl 20 g
DCM 1,6 ml
Purified Water ad 10 L
FeSSGF NaCl 138,5 g
(Fasted State Simulated Gastric Fluid) Asam Asetat 10 ml
Natrium Asetat 40,04 g
Purified Water ad 10 L

Terdapat tujuh aparatus disolusi yang disetujui dan dicantumkan di dalam USP. Metode-metode
ini menjadi acuan resmi untuk menentukan profil disolusi suatu sediaan farmsi yang dirancang dan
dipasarkan. Metode yang sama di adopsi ke dalam Farmakope Indonesia.
188

Tabel 10.2. Aparatus Disolusi


Jenis Penjelasan Gambar

Aparatus 1: Aparatus ini terdiri atas satu keranjang yang


tersambung dengan tongkat dari bahan stainless steel
Keranjang
yang berputar. Keranjang standar memiliki ukuran
Berputar
mesh 40. Sampel diletakkan di dalam keranjang.
Vessel yang digunakan memiliki volume 1 L dan
umumnya diisi media sebanyak 900 ml.
Kecepatan putaran keranjang yang paling umum
digunakan adalah 100 rpm. Suhu medium yang
digunakan umumnya 37°C.
Spesifikasi ukuran keranjang dan vessel dapat dilihat di
dalam USP.

Aparatus 2; Aparatus ini terdiri mirip dengan aparatus I, hanya saja


keranjang digantikn dengan dengan dayung. Bentuk
Dayung
dayung didesain agar seminimal mungkin
menyebabkan turbulensi selama pengadukan.
Umumnya kecepatan pengadukan 50 rpm digunakan
untuk kapsul dan 25 rpm digunakan untuk suspensi.
Untuk kapsul, kawat platina dipasangkan di
sekelilingnya agar tidak mengapung selama pengujian.
Suhu medium disoluli dipertahankan pada 37°C

Aparatus 3: Alat ini biasanya didesain untuk obat yang mengandung


sediaan mikropartikel untuk pelepasan diperlambat.
Reciprocating
Cylinder Terdiri dari silinder dalam dan luar. Silinder luar dapat
menampung media dengan volume 100-300 ml.
Suhu pengujian dijaga pada 37°C.
Silinder digerakkan naik turun (reciprocating) oleh
mesin yang tersambung ke tongkatnya.

Aparatus 4: Sistem ini terdiri atas reservoir yang mengandung


media disolusi yang dipompakan ke dalam suatu flow
Flow-Through
cell tempat sampel diletakkan.
Cell
Kecepatan aliran media berkisar antara 4-16 ml/menit.
Alat ini didesain untuk menguji suatu sediaan lepas
lambat dengan zat aktif dengan kelarutan dalam media
disolusi yang rendah.
189

Jenis Penjelasan Gambar

Aparatus 5: Cocok untuk menguji disolusi obat dari sediaan topical


dan transdermal seperti patch.
Paddle Over
Disk Sediaan dipasang pada disk yang kemudian dimasukkan
ke dalam medium disolusi.
Suhu pengujian dipertahankan pada 32°C
Dayungnya terpasang seperti pada aparatus 2.

Aparatus 6: Merupakan modifikasi dari aparatus 1 dan didesain


untuk pengujian sediaan patch transdermal.
Silinder
Berputar Keranjang digantikan dengan silinder stainless steel di
mana sampel ditempkan pada dinding silinder
Suhu pengujian dipertahankan pada 32°C

Aparatus 7: Alat ini juga didesain untuk pengujiaan sediaan


transdermal dan bekerja dengan mekanisme seperti
Reciprocating
aparatus 3
Disk
Volume media berkisar antara 20 hingga 275 ml
Motor menggerakan holder sampel naik turun dengan
kecepatan berkisar hingga 30 siklus per menit
Suhu pengujian dipertahankan pada 32°C

Kriteria penerimaan hasil uji disolusi dinyatakan dalam Q, yaitu persentasi jumlah obat yang
terdisolusi pada menit tertentu. Kecuali dinyatakan lain dalam monografi masing-masing, untuk
sebagian besar obat, nilai Q ditetapkan pada angka 75% setelah 45 menit. Untuk obat yang
terdisolusi dengan cepat, nilai Q ditetapkan pada angkaa 85% setelah 30 menit dan untuk obat
yang terdisolusi dengan lambat, nilai Q ditetapkan pada angka 75% setelah 60 menit. Hasil
pengujian disimpulkan setelah tiga kali pengujian, S1, S2 dan S3 kecuali jika hasil disolusi sudah
memenuhu kriteria pada S1 dan S2.
Tabel 10.3. Interpretasi hasil uji disolusi menurut kompendial

Tahap Jumlah Sampel Kriteria Penerimaan

S1 6 Setiap unit tidak kurang dari Q + 5%


Rata-rata 12 unit (S1 + S2) lebih besar atau sama dengan Q dan
S2 6
tidak ada satu unit yang nilainya kurang dari Q - 15%
Rata-raata 24 unit (S1 + S2 + S3) sama atau lebih besar dari Q
S3 12
dan tidak lebih dari 2 unit yang nilainya kurang dari Q - 15%

Seperti kita yang pahami dari fase-fase biofarmasetika tablet, sebelum obat dapat diabsorbsi oleh
tubuh, terlebih dahulu obat harus terdisolusi. Obat umumnya diserap di saluran cerna bagian atas
melalui vena porta hepatika ke sistem sirkulasi sistemik. Dalam proses disolus-absorbsi ini,
kecepatan obat mencapi sirkulasi sistemik ditentukan oleh tahap mana yang paling lambat dan
190

disebut sebagai rate-limiting step. Obat yang sangat larut air umumnya cepat terdisolusi dan proses
absorbsi merupkana rate-limiting step-nya. Karena kecepatan disolusi lebih besar dibandingkan
dengan kecepatan absorbsi, obat-obat ini biasanya terbuang oleh tubuh secara prematur. Untuk
obat-obat hidrofobik, proses disolusi merupakan rate-limiting step-nya sehingga ketersediaan
hayatinya ditentukan oleh kecepatan disolusi obat. Disolusi obat dipengaruhi oleh tiga jenis faktor
yaitu: (1) Faktor fisikokimia bahan aktif; (2) Faktor formulasi; dan (3) Faktor fisiologis.
Salah satu bentuk pengujian in vitro lain untuk sediaan topikal dan transdermal adalah uji difusi in
vitro. Uji ini didasarkan pada kemampuan suatu obat untuk berpermeasi melewati membran uji
dari kompartemen donor ke kompartemen reseptor. Uji difusi bukan merupakan pengganti uji
disolusi karena bukan merupakan uji resmi kompendial seperti uji difusi, melaikan suatu uji
komplementer yang dilakukan sebagai satu tahap dalam proses pengembangan sediaan
transdermal.
Aparatus yang digunakan dalam uji difusi in vitro adalah vertical diffusion cell (VDC). Sel difusi Franz
merupakan salah satu contoh model VDC yang banyak digunkan. Alat ini terdiri atas kompartemen
donor, tempat sampel diletakkan dan kompartemen reseptor yang berisi media difusi. Kedua
kompartemen ini dipisahkan oleh membran uji yang dapat berupa membran semipermeabel
seperti selofan.

Gambar 10.3 Sel difusi Franz


(Sumber: http://www.ses-analysesysteme.de/SES-Franz_Cell_uk.htm)
Model-model pelepasan obat didasarkan pada persamaan matematika yang mendeskripsikan
proses pelepasan suatu obat. Beberapa model pelepasan obat dirangkum dalam tabel 10.4 berikut.
(Untuk aplikasi praktis, umumnya hanya model orde nol, orde satu, Higuchi dan Hixson-Crowell
yang dikaji.)
191

Tabel 10.4. Model-Model Pelepasan Obat


Model Persamaan dan Deskripsi Aplikasi

Hubungan ini dapat digunakan untuk


menjelaskan disolusi obat dari beberapa tipe
𝑄𝑡 = 𝑄0 + 𝐾0𝑡
sediaan modified release seperti dalam
Kinetika Grafik diperoleh dengan memplot
beberapa sedian transderma dan tablet
Orde Nol konsentrasi kumulatif obat yang
matriks dengan obat yang kelarutannya
dilepaska vs waktu
rendah dalam bentuk tersalut, sistem
osmotik, dst.

𝐾𝑡
Kinetika log 𝐶 = log 𝐶0 +
2.303 Untuk menjelaskan profil disolusi obat larut
Orde Grafik diperoleh dengan memplot log
air dalam pembawa matriks berpori
Pertama konsentrasi kumulatif obat yang tersisa vs
waktu

𝑄 = 𝐾𝐻 𝑥 𝑡1/2
Untuk menjelaskan profil disolusi obat yang
Grafik diperoleh dengan memplot persen
Higuchi larut air dari sistem transdermal atau tablet
konsentrasi kumulatif obat yang
dengan matriks
dilepaskan vs akar waktu

𝑊01/3 − 𝑊𝑡1/3 = 𝜅𝑡
Berlaku untuk sediaan seperti tablet yang
Grafik diperoleh dengan memplot log
Hixson- proses disolusinya terjadi pada bidang yang
akar kubik persentasi konsentrasi
Crowell sejajar dengan permukaan obat jika dimensi
kumulatif obat yang tersisa dalam matrik
obat berkurang secara proporsional
vs waktu

Mempelajari hubungan sederhana dari obat


yang terlepas dari matriks polimer. Nilai n
mengacu pada tabel berikut
Laju sebagai
Mekanisme
n fungsi
𝑀𝑡⁄𝑀⋈ = 𝐾𝑡𝑛 transpor obat
waktu
Hanya data dari pelepasan obat <60%
Krosmeyer- yang digunakan. Grafik diperoleh dengan 0,5 Difusi Fickian t-0,5
Peppas memplot log persen kosentrasi kumulatif 0,45 < n Difusi Non-
tn-1
obat yang dilepaskan vs log waktu = 0,89 Fickian
Transpor
0,89 Orde nol
Kasus II
Transpor
>0,89 tn-1
Super-kasus II
192

Model Persamaan dan Deskripsi Aplikasi

3 𝑀𝑡 2⁄3 𝑀𝑡
𝑓1 = [1 − (1 − )= 𝑘𝑡 ]
Baker- 2 𝑀⋈ 𝑀⋈ Untuk linearisasi profil pelepasan obat dari
Lonsdale Grafik diperoleh dengan memplot mikrokapsul dan mikrosfer
[𝑑(𝑀𝑡⁄𝑀⋈)]/𝑑𝑡 terhadap kebalikan dari
akar waktu

(𝑡−𝑇)𝑏
𝑀 = 𝑀0 [1 − 𝑒− 𝑎 ]

T adalah lag time yang terukur sebagai


hasil dari proses disolusi, a adalah skala Model ini berguna untuk membandingkan
Weibull yang menggambarkan parameter pelepasan obat dari tablet bermatriks
ketergantungan waktu dan b adalah
bentuk kurva yang berhubungan langsung
dengan bentuk profil eksponensial
dengan konstanta k=1/a

𝑀𝑡⁄𝑀⋈ = 1 − [1 − 𝑘0𝑡⁄𝐶𝐿𝑎]𝑛
Grafik diperoleh dengan memplot log Digunakan untuk menjelaskan pelepesan
Hopfenberg akar kubik persentasi konsentrasi obat dari polimer yang tererosi untuk sistem
kumulatif obat yang tersisa dalam matrik dengan luas permukaan yang konstan.
vs waktu

Model Gompertz digunakan untuk


membandingkan profil pelepasan obat
Gompertz 𝑋(𝑡) = 𝑋𝑚𝑎𝑥 exp[−𝛼𝑒𝛽 log 𝑡]
dengan kelarutan yang baik dan laju
pelepasan intermediet.

Peralatan dan Bahan


Setiap kelompok mahasiswa harus menyiapkan peralatan berikut:
6 Buah Erlenmeyer 100 ml, 6 Buah Erlenmeyer 250 ml, 1 Buah Gelas Ukur 10 ml, 1 Buah Beaker
100 ml.
Setiap kelompok mahasiswa harus menyiapkan bahan-bahan berikut:
Media disolusi sesuai sampel , Aquadest 100 ml,
Didalam kelas juga disiapkan
1 Set Alat Uji Disolusi (8 Chamber), 3 set sel difusi vertikal, 3 set hot plate stirrer, 250 ml Larutan
Baku NaOH 0,1 N, 50 ml Indikator Fenolftalein,
Setiap kelompok mahasiswa akan dibekali satu sampel tablet dan satu sampel sediaan semi padat
Sampel Uji Disolusi (1 tablet/kelompok, sampel rusak):
Tablet Ketoprofen, Tablet Vitamin C, Tablet Metampiron
Sampel Uji Difusi (1 g/kelompok, sampel rusak):
Krim Asam Salisilat, Gel Asam Salisilat, Salep Asam Salisilat, Krim Asam Benzoat, Gel Asam Benzoat,
Salep Asam Benzoat
193

Pra-Praktikum
Bahan pre-reading:
Buku Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika (2011) Bab 12 dan Bab 13
Bahan respon untuk percobaan ini adalah:
1. Hukum Fick Pertama dan Kedua
2. Difusi Melalui Membran
3. Persamaan Noyes-Whitney
4. Persamaan Akar Kubik Hixson-Crowell
5. Aparatus Disolusi I dan II
6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Disolusi
7. Model-Model Pelepasan Obat
Sebelum praktikum, mahasiswa harus melengkapi data pada lembar “Prerequisite Data”
Sebelum praktikum semua media disolusi sudah dipreparasi.

Safety Check
Safety Level: Level 1
Check
No. Nama APD Keterangan
(�)
Gunakan sebelum masuk dan selama berada di dalam
1 Jas Praktikum □
laboratorium
Sepatu Gunakan sebelum masuk dan selama berada di
2 □
Tertutup laboratorium

3 Masker □ Gunakan selama menangani bahan

4 Sarung Tangan □ Gunakan selama menangani bahan

Eksperimental
Alokasi Waktu : 180 menit
Jumlah Sampel : Sampel sama untuk semua kelompok
Tempat : Lab Farmasetika, Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
Pengaturan : Untuk EKSP1001, setiap tiga kelompok mengerjakan 1 jenis sampel yang sama
dan data dihitung sebagai replikasi. Untuk EKSP1002, setiap golongan hanya
mengerjakan 1 sampel.
EKSP1001 Uji Difusi Sediaan Topikal
1. Siapkan membran yang akan digunakan dengan terlebih dahulu merendamnya di dalam cairan
dapar
2. Hangatkan media difusi dan masukkan ke dalam kompartemen reseptor.
3. Siapkan alat difusi dan nyalakan magnetic stirrer nya. Atur suhu hingga suhu di dalam
kompartemen reseptor mencapai 37°C.
4. Pasang membran dan kompartemen reseptor dan aplikasikan sampel ke atas membran.
5. Lakukan uji dengan pengadukan kostan pada 100 rpm
6. Cuplik 0,5 ml sampel pada meni ke 15, 30 dan 45 serta pada jam ke 1, 2, 4, 8, 16, dan 24 ganti
volume yang dicuplik dengan medium segar.
194

7. Saring cuplikan dengan kertas saring wattman


8. Ukur kadar sampel dalam cuplikan dengan metode yang sesuai dan tuliskan hasilnya di dalam
tabel pengamatan
9. Buat diagram fluks dan hitung fluks obat dengan menggunakan persamaan 10.1 dan fluks
dalam keadaan tunak berdasarkan porsi linear dari diagram fluks. Tentukan pula koefisien
permeabilitas serta koefisien difusi obat berdasarkan persamaan 10.2 dan 10.3.

EKSP1002 Uji Disolusi Sediaan Padat


1. Siapkan sampel tablet, media disolusi dan larutan baku yang sesuai
2. Siapkan alat disolusi dan nyalakan waterbathnya. Suhu diset pada 37°C
3. Hangatkan 900 ml media disolusi dan masukkan ke dalam vessel
4. Masukkan sampel tablet/kapsul ke dalam vessel (atau keranjang) dan jalankan alat pada
kecepatan sesuai yang tercantum di dalam monografinya
5. Cuplik 5 ml sampel pada meni ke 0, 10, 20, 30, 40, 50 dan 60. Ganti medium yang dicuplik
dengan medium segar sama banyaknya
6. Saring cuplikan dengan kertas saring whattman
7. Ukur kadar sampel dalam cuplikan dengan metode yang sesuai dan tuliskan hasilnya di dalam
tabel pengamatan
8. Hitung nilai rata-rata dan nilai SD dari hasil pengukuran
9. Buat kurva profil disolusi dan tentukan model pelepasan obatnya

Referensi dan Bahan Bacaan Lanjutan


Sinko, Patrick J. Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika. EGC. Jakarta. 2011.
Attwodd D, et al. Physical Pharmacy. Pharmaceutical Press. UK. 2008
Amiji MM, et al. Applied Physical Pharmacy 2nd Edition. McGraw Hill. USA. 2014
Felton LA. Essentials of Pharmaceutics. Pharmaceutical Press. UK. 2012
Florence AT, et al. Physicochemical Principles of Pharmacy 4th Edition. Pharmaceutical Press. UK.
2006.
195

PREREQUISITE DATA

EKSP1001 Uji Difusi Sediaan Topikal

Nama Sampel

RM BM RB

Pemerian

Kelarutan

Berat Etiket

Referensi:
196

PREREQUISITE DATA

EKSP1002 Uji Disolusi Sediaan Padat

Nama Sampel

RM BM RB

Pemerian

Kelarutan

Berat Etiket

Uraian Metode (Uraikan metode disolusi sampel sesuai farmakope)


Disolusi

Referensi:
197

LEMBAR OBSERVASI
PRAKTIKUM FARMASI FISIKA
Nama Mahasiswa

NIM/Kelompok

Golongan

Hari/Tanggal Suhu/RH °C/ %RH


EKSP1001 Uji Difusi Sediaan Topikal

Tuliskan hasil pengamatan pada tabel di bawah ini:

Nama Sampel Media


t Vt Ca Ma A Permeat Permeatkumul J
(h) (ml) (µg/ml) (µg) (cm2) (µg/cm2) (µg/cm2) (µg/cm2/h)

0,25

0,5

0,75

10

12

16
20

24

30

36

42

48
198

Grafik Hubungan Konsentrasi Permeat dengan Waktu

Perhitungan
(Contoh perhitungan, Ca, Ma, Permeat dan J)
199
200

Nama Sampel Media


t Vt Ca Ma A Permeat Permeatkumul J
(h1/2) (ml) (µg/ml) (µg) (cm2) (µg/cm2) (µg/cm2) (µg/cm2/h)

0,5

0,7

0,9

1,0

1,4

1,7

2,0

2,5

2,8

3,2

3,5

4,0

4,5

4,9

5,6

6,0

6,5

6,9

Grafik Hubungan Konsentrasi Permeat Kumulatif dengan Akar Waktu


201

Perhitungan
(Contoh perhitungan, Ca, Ma, Permeat dan J serta perhitungan Jss, Kp dan D)
202

Jss TL Kp D

Waktu

Akar Waktu

Nama Asisten :
Paraf Asisten
203

LEMBAR OBSERVASI
PRAKTIKUM FARMASI FISIKA
Nama Mahasiswa

NIM/Kelompok

Golongan

Hari/Tanggal Suhu/RH °C/ %RH


EKSP1002 Uji Disolusi Sediaan Padat

Tuliskan hasil pengamatan pada tabel di bawah ini:


Perhitungan Orde 0

Nama Sampel Media


t Vt
C Ckumul SD k0 𝒙 SD
(menit) (ml)

10

15

30

45

60

Perhitungan
(Contoh perhitungan C, k, rata-rata dan SD)
204
205

Perhitungan Orde Pertama


Nama Sampel Media
t Vt log
log C Ckumul SD k1 SD
(menit) (ml)

10

15

30

45

60

Perhitungan
(Contoh perhitungan log C, k, rata-rata dan SD)
206
207

Perhitungan Model Higuchi


Nama Sampel Media
t
Vt
(menit) Q Qkumul SD kH SD
(ml)
/ √𝒕
0/
0

5/
2.24

10/
3.16

15/
3.87

30/
5.48

45/
6.71

60/
7.75
Perhitungan
(Contoh perhitungan Q, k, rata-rata dan SD)
208
209

Grafik Hubungan Konsentrasi vs Waktu

Grafik Hubungan Log Konsentrasi vs Waktu

Grafik Hubungan Konsentrasi vs Akar Waktu


210

Nama Asisten :
Replikasi 1 Oleh Kelompok Paraf Asisten
Replikasi 2 Oleh Kelompok
Replikasi 3 Oleh Kelompok
211

Pembahasan, Kesimpulan, Saran dan Referensi


212
213

..:Akhir Eksperimen 10:..


Lampiran 1. Daftar Persamaan
No. Persamaan Keterangan

Tr : Suhu koreksi
T : Suhu termometer utama
1.1 𝑇𝑟 = 𝑇 + 0.00015𝑁(𝑇 − 𝑡) t : Suhu termometer pembantu
N : Jumlah skala termometer
ρ : Suhu koreksi
𝑏−𝑎 a : Suhu termometer utama
1.2 𝜌= b : Suhu termometer pembantu
𝑉𝑝
Vp : Jumlah skala termometer

𝑉 𝑖𝜌𝑖 Vi : Volume komponen i


2.1 𝑥𝑖 = × 100% ρi : Kerapatan komponen i
∑3𝑖=1𝑉𝑖 𝜌𝑖 xi : Fraksi bobot komponen i

∑(%𝑅 × 𝑑𝑚) davg : Diameter partikel rata-rata


3.1a 𝑑𝑎𝑣𝑔 = %R : Persentase berat partikel tertahan di ayakan
100 dm : Diameter lubang ayakan

3 (𝑊𝑖 log 𝑑𝑖) Dgw : Diameter partikel rata-rata


−1
3.1b 𝐷𝑔𝑤 = 𝑙𝑜𝑔 [ ] Wi : Berat partikel tertahan di ayakan
3 log 𝑊𝑖 di : Diameter lubang ayakan

2 0.5
Sgw : Standar deviasi
3 𝑊𝑖(log 𝑑𝑖 − log 𝐷𝑔𝑤) Dgw : Diameter partikel rata-rata
3.1c 𝑆𝑔𝑤 = 𝑙𝑜𝑔−1 [ ]
Wi : Berat partikel tertahan di ayakan
3 𝑊𝑖
di : Diameter lubang ayakan
SA : Surface area
2𝑆 ρ : Kerapatan (nyata)
𝛽 0.5 𝑙𝑛 𝑔𝑤−ln 𝐷𝑔𝑤
βs : Faktor bentuk (= 6)
3.1d 𝑆𝐴 = ( 𝑠 )
𝜌𝛽𝑣 βv : Faktor bentuk (= 1)
Dgw : Diameter partikel rata-rata
Sgw : Standar deviasi
PPG: Partikel per gram
4.5 𝑙𝑛2𝑆𝑔𝑤−ln 𝐷𝑔𝑤 ρ : Kerapatan (nyata)
1
3.1e 𝑃𝑃𝐺 = ( ) βv : Faktor bentuk (= 1)
𝜌𝛽𝑣 Dgw : Diameter partikel rata-rata
Sgw : Standar deviasi

∑ 𝑛𝑑 dln : Rerata Panjang-Jumlah


3.2a 𝑑𝑙𝑛 = n : Jumlah partikel
∑𝑛 d : Diameter tengah kelas

∑ 𝑛𝑑2 dsn : Rerata Permukaan-Jumlah


3.2b 𝑑𝑠𝑛 =√ n : Jumlah partikel
∑𝑛 d : Diameter tengah kelas

3 ∑ 𝑛𝑑3 dvn : Rerata Volume Jumlah


3.2c 𝑑𝑣𝑛 = √ n : Jumlah partikel
∑𝑛 d : Diameter tengah kelas
214

No. Persamaan Keterangan

∑ 𝑛𝑑2 dsl : Rerata Permukaan-Panjang


3.2d 𝑑𝑠𝑙 = n : Jumlah partikel
∑ 𝑛𝑑 d : Diameter tengah kelas

∑ 𝑛𝑑3 dvs : Rerata Volume-Permukaan


3.2e 𝑑𝑣𝑠 = n : Jumlah partikel
∑ 𝑛𝑑2 d : Diameter tengah kelas

∑ 𝑛𝑑4 dln : Rerata Berat-Momen


3.2f 𝑑𝑤𝑚 = n : Jumlah partikel
∑ 𝑛𝑑3 d : Diameter tengah kelas

𝑚 v : Laju alir serbuk


3.3a 𝑣= m : Massa serbuk
𝑡 t : Waktu alir serbuk

𝑕 θ : Sudut istirahat
3.3b 𝑡𝑎𝑛 𝜃 = h : Tinggi massa serbuk
𝑟 r : Jari-Jari massa serbuk

ρtrue : Kerapatan sejati


a : Massa piknometer kosong
(𝑏 − 𝑎) × 𝜌𝑝 b : Massa piknometer + granul
3.4 𝜌𝑡𝑟𝑢𝑒 =
(𝑏 + 𝑑 ) − ( 𝑎 + 𝑐 ) c : Massa piknometer + granul + parafin
d : Massa piknometer + parafin
ρp : Kerapatan cairan

𝑚 ρbulk: Kerapatan Ruah/Kerapatan Semu


3.5a 𝜌𝑏𝑢𝑙𝑘 = m : Massa serbuk/granul
𝑉𝑏𝑢𝑙𝑘
Vbulk: Volume ruah (Volume ke-0)

𝑚 ρtap : Kerapatan mampat


3.5b 𝜌𝑡𝑎𝑝𝑝𝑒𝑑 = m : Massa serbuk/granul
𝑉𝑡𝑎𝑝𝑝𝑒𝑑
Vtap : Volume mampat (Volume ke-1250/lebih)

1 B : Bulkiness/Keruahan
3.5c 𝐵=
𝜌𝑏𝑢𝑙𝑘 ρbulk: Kerapatan Ruah/Kerapatan Semu

(𝜌𝑡𝑎𝑝𝑝𝑒𝑑 − 𝜌𝑏𝑢𝑙𝑘) CI : Indeks Kompresibilitas


3.5d 𝐶𝐼 = 100 × ρtap : Kerapatan mampat
𝜌𝑡𝑎𝑝𝑝𝑒𝑑 ρbulk: Kerapatan Ruah/Kerapatan Sem

𝜌𝑡𝑎𝑝𝑝𝑒𝑑 HR : Rasion Haussner


3.5e 𝐻𝑅 = ρtap : Kerapatan mampat
𝜌 𝑏𝑢𝑙𝑘 ρbulk: Kerapatan Ruah/Kerapatan Sem
%K : Persen kadar
Vt : Volume titran
𝑉𝑡 × 𝑁 × 𝐵𝑠𝑡 N : Normalitas titran
4.1 %𝐾 = × 100% Bst : Berat setara
𝐵𝑠 × 𝑓𝑘
Bs : Berat samepl
fk : Faktor koreksi
215

No. Persamaan Keterangan

𝐶𝑜 Kow : Koefisien partisi minyak/air


4.2a 𝐾𝑜𝑤 = Co : Konsentrasi obat dalam fase minyak
𝐶𝑤
Cw : Konsentrasi obat dalam fase air

𝐶𝑜 log P: Log koefisien partisi minyak/air


4.2b log 𝑃 = log ( ) Co : Konsentrasi obat dalam fase minyak
𝐶𝑤
Cw : Konsentrasi obat dalam fase air
γ : Tegangan permukaan
1 r : Jari-jari pipa kapiler
5.1 𝛾 = 𝑟𝑕𝜌𝑔 h : Tinggi cairan dalam pipa kapiler
2 ρ : Kerapatan cairan
g : Percepatan gravitasi

𝑉𝑢 F : Volume sedimentasi
6.1 𝐹= Vu : Volume sedimen pada jam ke-24
𝑉𝑜 Vo : Volume total dispersi

𝑉𝑢 β : Derajad flokulasi
6.2 𝛽= Vu : Volume sedimen pada jam ke-24
𝑉∞
V∞ : Volume sedimen dalam keadaan terdeflokulasi

η1 : Viskositas air
𝜂1 𝜌1 𝑡 1 η2 : Viskositas sampel yang diukur
= ρ1 : Kerapatan air
8.1 𝜂2 𝜌2 𝑡 2 ρ2 : Kerapatan sampel yang diukur
t1 : Waktu yang dibutuhkan oleh air
t2 : Waktu yang dibutuhkan oleh sampel yang diukur
η : Viskositas sampel yang diukur
t : Waktu yang dibutuhkan oleh bola untuk bergerak
8.2 𝜂 = 𝑡(𝑆𝐵 − 𝑆𝑓)𝐵 SB : Kerapatan bola
Sf : Kerapatan sampel
B : Faktor

η : Viskositas
8.3 𝜂 = %𝑇 × 𝑓 %T : Persen torsi
f : Faktor konversi

𝐺 = 1.703 × 𝑅𝑃𝑀 G : Rate of shear/laju geser


8.4 RPM: Kecepatan putaran spindel

F : Shearing stress/tegangan geser


8.5 𝐹 =𝜂×𝐺 η : Viskositas
G : Rare of shear/laju gesetr

𝜋
𝑆 = 𝑑2 S : Luas area sebaran
8.6 4 d : Diameter sebaran

[A]t : Konsentrasi obat pada waktu t


[𝐴]𝑡 = [𝐴]0 − 𝑘0 𝑡 [A]0 : Konsentrasi obat pada waktu ke 0
9.1 k0 : Konstanta laju reaksi ke-0
t : Waktu
216

No. Persamaan Keterangan


[A]t : Konsentrasi obat pada waktu t
ln[𝐴]𝑡 = ln[𝐴]0 − 𝑘𝑡 [A]0 : Konsentrasi obat pada waktu ke 0
9.2 k : Konstanta laju reaksi pertama
t : Waktu

1 1 [A]t : Konsentrasi obat pada waktu t


9.3 = + 𝑘𝑡 [A]0 : Konsentrasi obat pada waktu ke 0
[𝐴] [𝐴]0 k : Konstanta laju reaksi kedua
t : Waktu
n : Orde reaksi
log (𝑡 1 ⁄𝑡 1 ) t(1/2)1: Waktu paruh pertma
( )1 ( )2
9.4 𝑛= 2 2 +1 t(1/2)2: Waktu paruh kedua
log(𝑎1/𝑎2) a1 : Konsentrasi obat setelah t1/2 pertama
a2 : Konsentrasi obat setelah t1/2 kedua

[𝐴]0 t1/2 : Waktu paruh


9.5 𝑡1/2 = [A]0 : Konsentrasi obat pada waku ke 0
2𝑘 k : Konstanta laju reaksi

ln(2) t1/2 : Waktu paruh


9.6 𝑡1/2 = k : Konstanta laju reaksi
𝑘

1 t1/2 : Waktu paruh


𝑡1/2 =
9.7 𝑘[𝐴] [A]0 : Konsentrasi obat pada waku ke 0
0 k : Konstanta laju reaksi

J : Fluks obat
𝑑 𝑀𝑎
𝐽= Ma : Jumlah obat yang berpermeasi
10.1 𝐴 𝑑𝑡 A : Luas penampang membran
t : Waktu

𝐽𝑠𝑠 Kp : Koeisien permeasi


10.2 𝐾𝑝 = Jss : Fluks obat dala keadaan tunak
𝐶𝑑 Cd : Konsentrasi obat dari kompartemen donor

𝐷 1 D : Koefisien difusi
=
10.3 𝑕 2 6𝑇 h : Tebal membran
𝐿 TL : Lag time
217

Lampiran 2. Nomor Mesh Ayakan dan Diameter Lubang Ayakan (USP)


No. Mesh Diameter Lubang Ayakan (Mikron)
5 4000
6 3350
7 2800
8 2360
10 2000
12 1700
14 1400
16 1180
18 1000
20 850
25 710
30 600
35 500
40 425
45 335
50 300
60 250
70 212
80 180
100 150
120 125
140 106
170 90
200 75
230 63
270 53
325 45
218

Lampiran 3. Pembuatan Suspensi


Suspensi yang mengandung polimer
1. Buat dispersi polimer dengan menggunakan 50% bagian aquadest dari total formula suspensi
kemudian sisihkan (Campuran A) (Direkomendasikan untuk membuat dispersi polimer satu
hari sebelum hari percobaan)
2. Dispersikan pembasah ke dalam 10% bagain aquadest dari total formula
3. Didalam lumpang, gerus bahan serbuk (talk/kaolin/kalamin/zink oksida) bersama larutan
bahan pembasah (Campuran B)
4. Masukkan Campuran B ke dalam Campuran A dan homogenkan (Campuran C)
5. Cukupkan Campuran C dengan sisa aquadest dan pindahan ke dalam tabung sedimentasi.

Suspensi yang mengandung elektrolit


1. Dispersikan pembasah ke dalam 10% bagain aquadest dari total formula
2. Didalam lumpang, gerus bahan serbuk (talk/kaolin/kalamin/zink oksida) bersama larutan
bahan pembasah
3. Tambahkan aquadest ke dalam campuran hingga kurang lebih mencapai 60% volume akhir
4. Cuplik larutan elektrolit sebanyak 10% dari total volume suspensi
5. Cukupkan dengan sisa aquadest dan pindahan ke dalam tabung sedimentasi.
219

Lampiran 4. Tabel Konversi Viskositas (Viskometer Brookfield RVT)


Faktor Pengali Hasil Pengukuran

Nomor Spindle
Kecepatan
1 2 3 4 5 6 7

0.5 200 800 2000 4000 8000 20000 80000

1 100 400 1000 2000 4000 10000 40000

2 50 200 500 1000 2000 5000 20000

2.5 40 160 400 800 1600 4000 16000

4 25 100 250 500 1000 2500 10000

5 20 80 200 400 800 2000 8000

10 10 40 100 200 400 1000 4000

20 5 20 50 100 200 500 2000

50 2 8 20 40 80 200 800

100 1 4 10 20 40 100 400


220

Lampiran 5. Daftar Peralatan Standar

No. Nama Alat Jumlah

1 Spatula (Bahan SS) 1 buah

2 Spatula (Bahan Plastik) 1 buah

3 Batang Pengaduk 1 buah

4 Kaca Arloji 2 buah

5 Cawan Porselain 1 buah

6 Pipet Tetes Panjang 2 buah

7 Pipet Tetes Pendek 2 buah

8 Pipet Tetes Berskala 2 buah


9 Pinset Anatomi 1 buah

10 Kertas Timbang 1 pak


11 Spatel Besi (Tidak berlubang) 1 buah

12 Spatel Plastik (Tidak berlubang) 1 buah

13 Sudip 1 buah

14 Lap Kasar 1 lembar

15 Lap Halus 1 lembar

16 Lap Kanebo 1 lembar

17 Sikat Tabung 1 buah

18 Tabung Reaksi 2 buah


221

Lampiran 6. Susunan Minggu Praktikum

Minggu
Judul Eksperimen
Ke

1 Asistensi Umum

2 Asistensi Percobaan
3 Wujud Zat & Sifat Fisik Bahan Obat, Sistem Multikomponen

4 Wujud Zat & Sifat Fisik Bahan Obat, Sistem Multikomponen

5 Mikromeritik & Sifat Turunan Serbuk, Dispersi Molekuler dan Fenomena Distribusi

6 Mikromeritik & Sifat Turunan Serbuk, Dispersi Molekuler dan Fenomena Distribusi

7 Fenomena Antarmuka & Dispersi Koloid, Viskositas dan Reologi

8 Fenomena Antarmuka & Dispersi Koloid, Viskositas dan Reologi


9 Dispersi Kasar dan Fenomena Pembasahan, Emulsifikasi dan Fenomena
Ketidakstabilan Emulsi
10 Dispersi Kasar dan Fenomena Pembasahan, Emulsifikasi dan Fenomena
Ketidakstabilan Emulsi
11 Kinetika Kimia dan Stabilitas Obat

12 Kinetika Kimia dan Stabilitas Obat

13 Difusi dan Disolusi Obat

14 Difusi dan Disolusi Obat


15 Ujian
222

Lampiran 7. Rubrik Penilaian


RUBRIK PERFORMA

Bobot
Kategori Kriteria Excellent Good Fair Poor
(2.5) (1.5) (0.5) (0.0)
Preparasi dan Membaca dan mengerti manual
Manajemen laboratorium sebelum mulai
Waktu praktikum, memulai eksperimen
tepat waktu, fokus tetap pada tugas
yang diberikan, menggunakan waktu
dengan baik
Kualitas Kerja Menggunakan peralatan dengan
tepat, mampu mengikuti instruksi
tertulis dan lisan, menyelesaikan
semua tugas yang diberikan
Pemahaman Melakukan observasi dengan hati-
Materi dan hati, menyajikan data dengan jelas,
Pemecahan memberi sumbangsih berupa ide-ide
Masalah yang berguna, mampu mengandalkan
diri sendiri dalam pemecahan
masalah dalam eksperimen
Kerja Sama Berpartisipasi penuh dalam
Tim dan eksperimen, membagi beban kerja
Keamanan dan ide dengan teman kelompok,
mengikuti petunjuk keselamatan
dengan baik, membersihkan area
kerja setelah eksperimen selesai
Bobot Total (BT)
Nilai (BT x 10)
Mahasiswa yang mendapatkan predikat “excellent” adalah mahasiswa yang:
Preparasi dan Manajemen Waktu
Meminta klarifikasi dari hasil membaca manual lab sebelum praktikum
Hadir tepat waktu dan cekatan dalam mengerjakan tugas-tugas yang penting
Memiliki gambaran yang jelas tentang tugas yang akan diselesaikan dan urutan pengerjaannya ketika ditanya oleh
instruktur praktikum

Kualitas Kerja
Mengikuti instruksi lisan dan tertulis dengan benar
Meminta klarifikasi dari instruksi yang tidak begitu dimengerti
Menggunakan peralatan sesuai dengan tujuan penggunaannya atau dengan metode yang kretif dengan tidak
membahayakan baik peralatan maupun penggunanya
Menyelesaikan tugas dengan tunta, akurat dan terdokumentasi dengan baik

Pemahaman Materi dan Pemecahan Masalah


Melakukan pengamatan dengan presisi dan akurat
Menyajikan data dalam tabel dan grafik yang jelas terbaca
Memberikan ide atau masukan terkait masalah yang ditemukan ketika menangani peralatan
Menyelesaikan masalah yang timbul selama eksperimen dengan aman berdasarkan inisiatif sendiri

Kerja Sama Tim dan Keamanan


Dengan penuh kesadaran membagi tugas untuk diselesaikan bersama dalam kelompok
Dengan penuh kesadaran mengambil giliran dalam menangani alat dan mengambil data
Mampu menjelaskan tentang aspek-aspek keamanan selama eksperimen ketika diminta oleh instruktur
Mengikuti petunjuk keamanan dengan baik
Menjaga kebersihan area kerja dan merapikan area kerja setelah melakukan eksperimen
223

Mahasiswa yang mendapatkan predikat “poor” adalah mahasiswa yang:


Preparasi dan Manajemen Waktu
Baru membaca manual lab sesaat sebelum praktikum
Datang terlambat saat eksperimen sudah dimulai, mengobrol atau tidak cekatan memulai pekerjaa
Tidak tau atau hanya memiliki gambaran yang mengambang tentang apa yang sedang dikerjakan

Kualitas Kerja
Tidak mengikuti instruksi dengan benar, baik secara lisan maupun tertulis
Tidak meminta penjelasan dari instruksi yang tidak dimengerti
Menggunakan peralatan tidak sesuai peruntukannya/tidak tepat teknik penggunaannya maupun saat menggunakan
beresiko merusakkan peralatan atau membahayakan orang sekitarnya
Tidak menyelesaikan tugas yang diberikan, atau dikerjakan dengan sembarangan atau tidak didokumentasikan dengan
jelas

Pemahaman Materi dan Pemecahan Masalah


Pengamatan dilakukan dengan tidak akurat atau dilaporkan dengan tidak akurat (misal tidak ada satuan atau
menggunakan satuan yang salah)
Memberikan data yang salah, menyajikan data di dalam tabel tetapi tidak rapi dan sulit diinterpretasikan
Menunjukkan sedikit ketertarikan dalam berpikir diluar dari tugas yang diberikan
Membutuhkan bantuan berulang dari instruktur untuk dapat mengerti atau menyelesaikan tugasnya

Kerja Sama Tim dan Keamanan


Hanya menyaksikan temannya menyelesaikan tugas-tugas dalam eksperimen
Melakukan semua tugas-tugas eksperimen sendiri sedangkan teman kelompoknya hanya melihat
Tidak mampu menjelaskan aspek-aspek keamanan dalam praktikum
Melakukan tindakan yang berbahaya/tidak aman atau menyalahi aturan keselamatan laboratorium
Membiarkan area kerja kotor dan tidak merapikan area kerja seusai eksperimen
224

RUBRIK LAPORAN

Bobot
Kategori Kriteria Excellent Good Fair Poor
(2.0) (1.25) (0.5) (0.0)
Pre-requisite Terisi dengan lengkap dengan data-
data data diperlukan, menggunakan
pustaka yang relevan
Tabel Terisi dengan rapi dan mudah dibaca,
Pengamatan data yang diisikan benar dan lengkap
dan Grafik
Perhitungan Tersusun secara sistematis, lengkap
dan jelas, menggunakan persamaan
yang benar serta hasil perhitungan
benar
Pembahasan Pembahasan yang mendalam terkait
hasil praktikum, data
diinterpretasikan dengan benar,
semua trend/nilai penting dibahas
dengan baik, disajikan dengan bahasa
yang dimengerti, disajikan dengan
dukungan pustaka yang relevan
Kesimpulan Semua kesimpulan yang penting telah
diambil, kesimpulan menunjukkan
pemahaman akan kegiatan praktikum
yang dilakukan
Bobot Total (BT)
Nilai (BT x 10)

Laporan yang mendapat predikat “excellent” adalah laporan yang:


Pre-requisite data
Diisi dengan lengkap dengan data yang relevan
Data dikutip dari pustaka yang relevan

Tabel Pengamatan dan Grafik


Diisi dengan lengkap
Diisi dengan tulisan yang mudah dibaca
Grafik disajikan sehingga perbedaan antara trend data dapat terlihat dengan baik
Data yang diisikan adalah data yang benar

Perhitungan
Perhitungan disajikan secara sistematis dan mudah diikuti
Perhitungan lengkap (tidak melewatkan tahapan yang penting)
Hasil perhitungan disajikan dengan satuan yang benar
Menggunakan persamaan yang benar dan hasil perhitungan juga benar

Pembahasan
Data diinterpretasikan secara tepat
Semua trend data atau poin data yang penting dibahas dengan lengkap
Pembahasan mendalam dan mempertimbangkan faktor kesalahan
Disajikan dengan tulisan dan bahasa yang mudah dimengerti
Pembahasan didukung dan diperkaya oleh literatur

Kesimpulan
Kesimpulan yang diambil telah menjawab tujuan praktikum
Kesimpulan yang diambil menunjukkan hubungan dengan pembahasan
Kesimpulan yang diambil menunjukkan pemahaman atas hasil praktikum
225

Laporan yang mendapat predikat “poor” adalah laporan yang:


Pre-requisite data
Tidak diisi atau diisi dengan data yang tidak tepat
Tidak dilengkapi dengan referensi

Tabel Pengamatan dan Grafik


Tidak diisi atau diisi dengan data yang salah
Tulisan tidak dapat terbaca
Grafik dibuat dengan asal-asalan atau hanya menjiplak

Perhitungan
Tidak menyajikan perhitungan atau disajikan dengan tidak sistematis
Banyak melewatkan tahap perhitungan yang penting
Tidak mencantumkan satuan atau mencantumkan satuan yang salah
Menggunakan persamaan yang salah atau hasil perhitungan salah

Pembahasan
Misinterpretasi data
Tidak membahas trend data atau data poin yang penting
Pembahasan hanya menyangkut hal-hal permukaan dan tidak mempertimbangkan faktor kesalahan
Bahasa dan tulisan tidak mudah dimengerti
Tidak menggunakan referensi dalam pembahasannya

Kesimpulan
Kesimpulan tidak menjawab tujuan praktikum
Kesimpulan tidak menunjukkan hubungan dengan pembahasan
Kesimpulan tidak menunjukkan pemahaman atas hasil praktikum
226

RUBRIK DISKUSI

Bobot
Kategori Kriteria Excellent Good Fair Poor
(5.0) (3.5) (2.0) (1.0)
Pemahaman Mampu menjawab pertanyaan
Materi dengan benar, mampu mengajukan
pertanyaan dengan benar, berperan
aktif dalam jalannya diskusi, mampu
mengelaborasi hasil eksperimen
dengan teori dari literatur
Sikap Proaktif, menunjukkan ketertarikan
atas jalannya diskusi, antusias
Bobot Total (BT)
Nilai (BT x 10)

Mahasiswa yang mendapat predikat “excellent” adalah mahasiswa yang:


Pemahaman Materi
Menjawab lebih dari 80% dari materi yang ditanyakan
Mampu mengajukan pertanyaan yang relevan dan berbobot terkait topik eksperimen
Memberikan sumbangsih pada jalannya diskusi (mengajukan topik, menambahkan jawaban teman, mengeksplorasi
topik, mengkritisi proses/hasil eksperimen)
Mampu mengelaborasi hasil eksperimen dengan teori

Sikap
Menunjukkan ketertarikan atas jalannya diskusi
Antusias menjawab pertanyaan
Proaktif dalam menjawab dan mengajukan pertanyaan

Mahasiswa yang mendapat predikat “poor” adalah mahasiswa yang:


Pemahaman Materi
Menjawab kurang dari 40% dari materi yang ditanyakan
Tidak mampu mengajukan pertanyaan atau mengajukan pertanyaan dengan asal-asalan tanpa memperhatikan esensi
dari praktikum
Tidak ada sumbangsih terhadap jalannya diskusi
Tidak mampu menarik benang merah antara hasil eksperimen dengan teori

Sikap
Tidak tertarik melakukan diskusi
Tidak antusias menjawab pertanyaan/bertanya
Pasif selama jalannya diskusi
227

LEMBAR KENDALI AKTIVITAS LABORATORIUM


PRAKTIKUM FARMASI FISIKA

Nama : Pas Foto


NIM : 2x3
Kelompok :
Golongan :

Screening Praktikum Laporan Diskusi


Eksp. Tanggal
Tgl Paraf Tgl Paraf Paraf Tgl Paraf
Revisi 1 Revisi 2 ACC

10

Anda mungkin juga menyukai