Dokumen
Dokumen
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan pada
penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat
Makalah pedoman dalam keluarga sejahera ini disusun guna memenuhi tugas dosen pada mata
kuliah agama. Selain itu penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi
pembaca
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak selaku dosen agama Tugas
yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni
penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
KATA PENGANTAR.............................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN
B. RUMUSAN MASALAH............................................................................................... 4
C. TUJUAN........................................................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN
A. KESIMPULAN.............................................................................................................. 8
B. SARAN.......................................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................... 9
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam berbagai wacana pembangunan, acapkali wacana mengenai keluarga bahagia dan
sejahtera dimunculkan. Kata bahagia selalu dikaitkan dengan aspek psikologis dan ukuranukuran
perasaan yang paling dalam, sementara kata sejahtera dikaitkan dengan ukuran
pemenuhan kebutuhan hidup, seperti sandang, pangan, dan papan atau materi. Kata bahagia dan
sejahtera selalu dikaitkan dalam satu pengertian tunggal, yang menggambarkan adanya situasi
seimbang antara suasana batin dan suasana lahir. Pendek kata, sebuah keluarga tidak pernah
disebut bahagia jika hanya berkecukupan harta, tetapi tidak menikmati suasana batin yang baik.
Keluarga bahagia dan sejahtera kemudian menjadi tujuan sekaligus harapan ideal sebuah
keluarga Indonesia. Keluarga sejahtera diidentikkan dengan keluarga yang cukup sandang,
pangan, dan papan. Keadaan cukup tentu bersifat relatif, tetapi di dalamnya terkandung makna
mampu memenuhi kebutuhan minimal, sehingga keadaan seperti itu mampu menciptakan
suasana kebatinan tenang dalam keluarga tersebut. Perkawinan merupakan masalah yang
esensial bagi kehidupan manusia, karena disamping perkawinan sebagai sarana untuk
membentuk keluarga, perkawinan juga merupakan kodrati manusia untuk memenuhi kebutuhan
seksualnya. Sebenarnya sebuah perkawinan tidak hanya mengandung unsur hubungan manusia
dengan manusia yaitu sebagai hubungan keperdataan tetapi perkawinan juga memuat unsur
sakralitas yaitu hubungan mausia dengan Tuhannya. Hal ini terbukti bahwa semua agama
menurut hukum Islam adalah perkawinan yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan gholidzan
untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Seperti halnya, wiwaha
menurut agama Hindu pranata sosial (social istitution) yaitu kebiasaan yang dimuliakan. Setiap
perkawianan sebagai suatu jalan untuk melepaskan derita orang tuanya di waktu mereka telah
meninggal. Hak pernikahan Kristen mengakui bahwa pernikahan itu lembaga suci yang asalnya
B. Rumusan Masalah
2.Contoh hasil penelitian tentang masa iddah mengenai pembenaran seseorang wanita boleh
C. Tujuan
2. Mengetahui Contoh hasil penelitian tentang masa iddah mengenai pembenaran seseorang
Iddah menurut bahasa berasal dari kata “ al-‘udd ” dan “ al-Ihsha’ ” yang berarti
bilangan atau hitungan, misalnya bilangan harta atau hari jika dihitung satu per satu dan jumlah
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan”. (QS. At-Taubah
(9): 36)
Menurut istilah Fuqaha’ Iddah berarti masa menunggu wanita sehingga halal bagi suami
lain.
Dari pengertian diatas kami dapat pengambil kesimpulan bahwa Iddah ialah masa
menanti atau menunggu yang diwajibkan atas seorang perempuan yang diceraikan
oleh suaminya (cerai hidup atau cerai mati), tujuannya, guna atau untuk mengetahui kandungan
perempuan itu berisi (hamil) atau tidak, serta untuk menunaikan satu perintah dari Allah SWT.
B. Hasil penelitian tentang masa iddah mengenai pembenaran seseorang wanita boleh
Saat perempuan baru saja bercerai atau ditinggal meninggal suaminya dan akan menikah lagi,
dalam hukum Islam menyarankan baginya agar melakukan pernikahan setelah masa 'iddahnya
selesai. Masa „iddah merupakan periode waktu tertentu yang harus dilalui seorang perempuan
yang telah bercerai untuk dapat menikah kembali secara sah. Dalam masa tersebut, perempuan
hendaknya melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan hukum Islam. Dilansir dari
Britannica, ketentuan tersebut sesuai dengan surah Al Baqarah ayat 228 di dalam Al Quran untuk
menghapus ambiguitas tentang ayah apabila kehamilan terjadi sesaat sebelum perpisahan
pasangan atau kematian suami. Periode waktu „iddah bagi perempuan yang sedang menstruasi
adalah tiga periode bulanan sebelum mengalami pernikahan baru. Sementara penundaan yang
diperlukan untuk perempuan yang tidak mengalami menstruasi adalah selama tiga bulan. Dalam
kasus pasangan yang bercerai, konsep 'iddah juga memberikan kesempatan untuk membangun
kembali pernikahan, tetapi tidak ada rujuk yang dapat terjadi sampai periode menunggu
menghilangkan semua keraguan tentang kehamilan yang ada. Dalam buku al-Ghâyah wa alTaqrîb,
Syekh Abu Syuja mengemukakan bahwa perempuan yang beriddah dari talak raj„i (talak
yang bisa dirujuk) wajib diberi tempat tinggal dan nafkah. Sedangkan perempuan yang ditalak
ba‟in wajib diberi tempat tinggal tanpa nafkah kecuali ia sedang hamil. Kemudian perempuan
yang ditinggal wafat suaminya wajib ber-ihdad, dalam arti tidak berdandan dan tidak
menggunakan wewangian. Selain itu, perempuan yang ditinggal wafat suaminya dan putus dari
pernikahan wajib menetap di rumah kecuali karena kebutuhan. Berikut adalah hak dan kewajiban
perempuan ketika sedang dalam masa „iddah dilansir dari laman NU Online:
1. Perempuan yang sedang beriddah dari talak raj„i berhak mendapat tempat tinggal yang layak,
nafkah, pakaian, dan biaya hidup lainnya dari mantan suami, kecuali jika ia nusyuz (durhaka)
sebelum diceraikan atau di tengah-tengah masa iddahnya. Hal itu berdasarkan firman Allah: “Hai
Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada
waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta
bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan