Anda di halaman 1dari 32

RESUME JURNAL

TOKSIKOLOGI KLINIK

“DASAR-DASAR TOKSIKOLOGI KLINIK”

DISUSUN OLEH:

YULIYANTI

213410011

PROGRAM STUDI DIII ANALIS KESEHATAN

STIKES BORNEO CENDEKIA MEDIKA

PANGKALAN BUN

2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pengantar Toksikologi


Toksikologi merupakan ilmu pengetahuan yang ada sejak lama, yang merupakan
perpaduan antara ilmu biologi dan ilmu kimia dan dapat digunakan untuk
memahami konsep aksi dan keberadaan zat toksik. Secara tradisional toksikologi
merupakan pengetahuan dasar mengenai aksi dan perilaku racun (Yulianto &
Amaloyah., 2017). Toksikologi berkaitan dengan deteksi, identifikasi dan
pengukuran obat-obatan dan senyawa asing lainnya serta metabolitnya pada
spesimen biologis. Toksikologi dapat membantu dalam diagnosis, manajemen dan
dalam beberapa kasus pencegahan keracunan (Rahayu & Solihat., 2018).
Toksikologi merupakan salah satu bidang ilmu yang mempelajari efek berbahaya
suatu bahan kimia yang penggunaannya tidak dapat dipisahkan dari kehidupan.
Dalam bidang kedokteran, toksikologi memiliki tujuan untuk membantu
diagnostik, pencegahan, dan terapeutik. Hasil analisis toksikologi klinik dapat
memastikan diagnosis klinis, dimana diagnosis ini dapat dijadikan dasar
perencanaan terapi yang tepat dan terarah sehingga dapat menghindarkan ancaman
kegagalan pengobatan (kematian). Analisis toksikologi klinik dapat berupa analisis
kualitatif maupun kuantitatif (Yulianto & Amaloyah., 2017).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Toksikologi Klinik?
2. Bagaimana klasifikasi bahan toksik?
3. Apa yang dimaksud toksisitas?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Toksikologi Klinik.
2. Untuk mengetahui klasifikasi bahan toksik.
3. Untuk menngetahui definisi toksisitas.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Istilah dalam Toksikologi Klinik

Toksikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai kerja senyawa kimia yang


merugikan organisme hidup (Yulianto & Amaloyah., 2017). Dalam ruang lingkup
toksikologi klinik seringkali menggunakan beberapa istilah seperti racun, toksin,
toksikan yang memiliki arti masing-masing.

1. Racun
Adalah setiap bahan atau zat yang dalam jumlah tertentu apabila masuk ke
dalam tubuh akan menimbulkan reaksi kimia yang akan menyebabkan penyakit
hingga kematian.
2. Toksin
Adalah racun yang diproduksi oleh organisme hidup. Toksin merupakan bagian
dari racun, namun tidak semua racun adalah toksin.
3. Toksikan
Toksin adalah produk alami yang biasa ditemukan pada jamur beracun atau
racun ular sedangkan Toksikan adalah produk buatan manusia yang dapat
menjadi racun bagi makhluk hidup seperti pestisida.
4. Toksoid
Adalah toksin yang tidak aktif atau dilemahkan. Toksoid tidak lagi beracun
tetapi masih sebagai imunogenik sebagai toksin dari mana itu berasal.
5. Xenobiotik
Adalah zat asing yang secara alami tidak terdapat dalam tubuh manusia.
Contohnya obat-obatan, insektisida, ataupun zat kimia (Rahayu & Solihat.,
2018).
2.2 Toksisitas

Toksisitas adalah sifat relatif dari suatu zat kimia dalam kemampuannya
menimbulkan efek berbahaya atau penyimpangan mekanisme biologis pada suatu
organisme (Rahayu & Solihat., 2018). Toksisitas merupakan istilah relatif untuk
membandingkan suatu zat kimia dengan lainnya (Yulianto & Amaloyah., 2017).
Toksisitas adalah pernyataan kemampuan racun menyebabkan timbulnya gejala
keracunan. Toksisitas ditetapkan di laboratorium, umumnya menggunakan hewa
coba dengan cara ingesti, pemaparan pada kulit, inhalasi, gavage, atau meletakkan
bahan dalam air, atau udara pada lingkungan hewan percobaan (Rahayu &
Solihat., 2018).

Indeks yang paling banyak digunakan dalam toksisitas yakni LD50. Dosis umunya
dinyatakan sebagai berat dari kimia per kilogram berat badan. Dengan melakukan
studi LD50 untuk berbagai zat (massa racun per unit berat badan) maka dapat
ditetapkan peringkat toksisitasnya (Yulianto & Amaloyah., 2017).

Toksisitas juga dapat dinyatakan berdasarkan waktu hingga timbulnya gejala


keracunan (onset) yaitu:

a. Toksisitas Akut, jika efek timbul segera atau paparan durasi pendek dalam
hitungan jam sampai hari setelah terpapar. Efek akut dapat reversibel atau dapat
dipulihkan.
b. Toksisitas Sub-akut, jika gejala keracunan timbul dalam jangka waktu sedang
(minggu hingga bulanan) setelah terpapar bahan toksik dalam dosisi tunggal.
c. Toksisitas Kronis, jika akibat keracunan baru timbul setelah terpapar bahan
toksik secara berulang-ulang dalam jangka waktu yang panjang (hitungan tahun
hingga dekade). Efek kronis terjadi setelah terpapar dalam waktulama (tahun
hingga dekade) dan bertahan setelah paparan telah berhenti (Rahayu & Solihat.,
2018).
2.3 Klasifikasi Bahan Toksik
Racun dapat diklasifikasikan berdasarkan atas berbagai hal seperti LD50 dan LC50,
wujud fisik, sumbernya, senyawanya, penggunaannya, efek terhadap kesehatan,
organ target, dan sifat biotis-abiotisnya.

2.3.1 Klasifikasi bahan toksik menurut LD50 dan LC50

Klasifikasi bahan toksik menurut LD50 dan LC50 dapat dilihat pada tabel berikut
ini:

Toxicity LD (Mg/Kg) Single LC (ppm) 4 hours


Descriptive Term
Rating oral dose (RAT) inhalation (RAT)
1 Extremely toxic <1 <10
2 Highly toxic 1-50 10-100
3 Moderately toxic 50-100 100-1.000
4 Slightly toxic 500-5.000 1.000-10.000
5 Practically non-toxic 5.000-15.000 10.000-100.000
6 Relatively harmless >15.000 >100.000
Tabel 1. Klasifikasi Toksisitas (Kemendikbud, 2020).

2.3.2 Klasifikasi bahan toksik berdasarkan wujud fisik

Berdasarkan wujud fisiknya, bahan toksik dibedakan menjadi bahan toksik


yang berwujud gas, padat, dan cair. Racun bentuk gas umumnya masuk ke
dalam tubuh melalui inhalasi. Racun berbentuk padat dapat masuk terutama
melalui saluran pencernaan. Racun berbentuk cair dapat masuk ke dalam tubuh
melalui saluran pencernaan dan juga kulit, dimungkinkan juga masuk melalui
inhalasi apabila bahan cair tersebut mudah menguap (Kemendikbud, 2020).
2.3.3 Klasifikasi bahan toksik berdasarkan sumbernya

a. Toksin tanaman
b. Toksin hewan
c. Toksin lingkungan (air, tanah, udara) (Rahayu & Solihat., 2018).

2.3.4 Klasifikasi bahan toksik berdasarkan senyawanya

a. Logam berat
b. Senyawa organik
c. Racun gas (Rahayu & Solihat., 2018).

2.3.5 Klasifikasi bahan toksik berdasarkan penggunaannya

a. Obat-obatan
b. Pestisida
c. Pelarut organik
d. Logam berat (Rahayu & Solihat., 2018).

2.3.6 Klasifikasi bahan toksik berdasarkan efek terhadap kesehatan

a. Fibrosis: terbentuknya jaringan ikat secara berlebihan;


b. Granuloma: didapatnya jaringan radang kronis;
c. Demam: suhu tubuh melebihi suhu normal;
d. Asfiksia: keadaan kekurangan oksigen;
e. Alergi: oversensitifitas;
f. Kanker: tumor ganas;
g. Mutan: perubahan pada gen;
h. Teratogenik: cacat bawaan;
i. Keracunan sistemik: keracunan yang menyerang seluruh tubuh (Yulianto &
Amaloyah., 2017).
2.3.7 Klasifikasi bahan toksik berdasarkan kerusakan organ target

a. Hepatotoksik
b. Nefrotoksik
c. Neurotoksik
d. Hematotoksik
e. Pneumotoksik (Yulianto & Amaloyah., 2017).

2.3.8 Klasifikasi bahan toksik berdasarkan sifat biotis-abiotisnya

a. Racun biotis contohnya racun yang dihasilkan oleh mikroba Clostridium


botulinum
b. Racun abiotis contohnya racun logam seperti tembaga, besi, nikel,
cadmium, dll (Kemendikbud, 2020).
BAB III

KESIMPULAN

1. Toksikologi merupakan salah satu bidang ilmu yang mempelajari efek


berbahaya suatu bahan kimia terhadap mahkluk hidup dalam ruang lingkup
laboratorium ataupun klinik.
2. Bahan toksik diklasifikasikan menurut LD50 dan LC50, wujud fisik, sumbernya,
senyawanya, penggunaannya, efek terhadap kesehatan, organ target, dan sifat
biotis-abiotisnya.
3. Toksisitas adalah sifat relatif dari suatu zat kimia dalam kemampuannya
menimbulkan efek berbahaya atau penyimpangan mekanisme biologis pada
suatu organisme.
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2020). LMS SPADA: Klasifikasi Bahan


Toksik. Indonesia: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Rahayu, M & Solihat, M.F. (2018). Bahan Ajar Teknologi Laboratorium Medik (TLM):
Toksikologi Klinik. Indonesia: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Yulianto & Amaloyah, N. (2017). Bahan Ajar Kesehatan Lingkungan: Toksikologi


Lingkungan. Indonesia: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
LAMPIRAN
KLASIFIKASI BAHAN TOKSIK

Klasifikasi Bahan Beracun Berdasarkan Toksisitas


a. Klasifikasi toksisitas menurut LD50 dan LC50
Klasifikasi toksisitas menurut LD50 dan LC50 dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini:

Tabel 1. Toxicity Classes


LD50 (Mg/Kg)
Toxicity LC50 (ppm) 4 hours
Descriptive Term Single oral dose
Rating inhalation (RAT)
(RAT)

1 Extremely toxic <1 <10

2 Highly toxic 1-50 10-100

3 Moderately toxic 50-100 100-1.000

4 Slightly toxic 500-5.000 1.000-10.000

5 Practically non-toxic 5.000-15.000 10.000-100.000

6 Relatively harmless 15.000 or more >100.000

b. Klasifikasi toksisitas menurut perubahan jaringan


Toksisitas suatu zat menurut perubahan jaringan yang terjadi, dapat diklasifikasikan menjadi
tiga golongan, yaitu:
 Toksisitas rendah
Zat-zat dengan toksisitas rendah yaitu zat-zat yang dapat menyebabkan perubahan biologik
pada jaringan yang sifatnya reversible, baik dengan maupun tanpa pengobatan.
 Toksisitas sedang
Zat-zat dengan toksisitas sedang yaitu zat-zat yang dapat menyebabkan perubahan biologik
pada jaringan yang sifatnya reversible maupun irreversible, dan perubahan jaringan
tersebut biasanya tidak mengancam jiwa seseorang namun dapat meninggalkan cacat fisik
yang serius.
 Toksisitas tinggi
Zat-zat dengan toksisitas tinggi yaitu zat-zat yang pada kadar rendah dan pada pemaparan
yang berulang dan terus-menerus dapat menyebabkan kematian ataupun cacat fisik yang
serius.

2. Klasifikasi Bahan Beracun Berdasarkan Wujud Fisik


Klasifikasi berdasarkan wujud fisiknya, sangat bermanfaat dalam memahami efek yang
mungkin akan terjadi serta pengendaliannya. Berdasarkan wujud fisiknya, bahan beracun dibedakan
menjadi bahan beracun yang berwujud gas, padat, dan cair.
Racun dengan bentuk khas dapat berdifusi sehingga menyebar lebih cepat daripada racun
dengan wujud cair dan padat. Racun bentuk gas umumnya masuk ke dalam tubuh melalui inhalasi.
Racun berbentuk padat dapat masuk terutama melalui saluran pencernaan. Racun berwujud padat
akan lebih mudah menyebar apabila ukurannya sangat halus yang sehingga menjadi sangat
aerodinamis dan dapat menyebar bersama aliran udara serta dapat masuk ke dalam tubuh melalui
inhalasi. Racun berbentuk cair dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan juga
kulit. Dimungkinkan pula masuk melalui inhalasi apabila bahan cair tersebut mudah menguap.
Racun bentuk cair akan lebih cepat menyebar apabila terdapat pada sumber air bersih dan sumber
air minum atau mudah menguap sehingga mudah terbawa oleh aliran udara.

3. Klasifikasi Bahan Beracun Berdasarkan Sifat Biotis-Abiotisnya


Klasifikasi berdasarkan biotis dan abiotis dibuat karena bahaya yang terjadi akan berbeda. Zat
yang hidup dapat berkembang biak apabila lingkungannya mendukung, sedangkan abiotis dapat
berubah menajdi berbagai senyawa. Dengan demikian, pengendaliannya pun akan berbeda.
Yang termasuk racun biotis diantaranya:
 Racun yang dihasilkan oleh mikroba, seperti racun dari Clostridium botulinum, racun dari Vibrio
cholerae, racun dari Pseudomonas cocovenans, dll.
 Racun yang berupa metabolit organisme, seperti ammonia, nitrat, nitrit, CO, CO 2, derifatif sulfur,
dll.
Sedangkan yang digolongkan sebagai racun abiotis adalah racun yang terbentuk secara
antropogenik diantaranya:
 Racun logam, seperti berilium, cadmium, kromium, cobalt, tembaga, besi, timah hitam, nikel,
selenium, titanium, seng, asbes, dan lain lain.
 Racun non-logam, seperti : CO, ester, sianida (CN), klorofenol, DDT, herbisida, polisiklik
hidrokarbon (PAH), dan lain-lain
Bab 1
PENGANTAR TOKSIKOLOGI KLINIK

Muji Rahayu, S.Si., Apt.,M.Sc.

Pendahuluan

T
oksikologi adalah salah satu mata kuliah terapan yang membutuhkan dukungan mata
kuliah yang lain. Dalam bidang Toksikologi, kita menggunakan istilah-istilah khusus
yang akan sering dijumpai pada bab-bab kerikutnya. Oleh karena itu, seorang teknisi
laboratorium medik perlu mengenal beberapa istilah yang berkaitan dengan toksikologi
sehingga memudahkan dalam mempelajari materi. Peristilahan bidang toksikologi ini akan
dipaparkan dalam topik 1. Selain itu Saudara juga akan mempelajari tentang perundang-
undangan yang berhubungan dengan NAPZA yaitu Undang-undang Narkotika dan
Psikotropika, terutama kaitannya dengan penggolongan kedua zat tersebut yang akan
dipaparkan dalam topik 2. Selain itu, Saudara juga perlu mengenal tentang precursor yang
berkaitan dengan produksi narkotika dan psikotropika.
Tujuan mempelajari bab ini agar Saudara dapat mengenal peristilahan dalam bidang
toksikologi dan perundang-undangan yang terkait dengan narkotika dan psikotropika,
khususnya penggolongan narkotika dan psikotropika.
Sesuai dengan bidang pekerjaan seorang teknisi laboratorium medik, dan seringkali
bidang toksikologi sering berkaitan dengan kasus hukum, terutama terkait penyalahgunaan
obat, maka materi perundang-undangan bidang narkotika dan psikotropika dalam bab ini
tidak membahas tentang sisi pidananya, tetapi hanya dipaparkan mengenai klasifikasi atau
penggolongan narkotika dan psikotropika. Jenis-jenis narkotika maupun psikotropika yang
dimaksud dalam perundang-undangan terkait tidak dicantumkan keseluruhannya dalam
bagian dari bab ini, akan tetapi Anda bisa membaca secara keseluruhan dalam lampiran bab
ini.

 Toksikologi Klinik 1
Topik 1
Peristilahan dalam Toksikologi
A. SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU
Toksikologi analitis berkaitan dengan deteksi, identifikasi dan pengukuran obat-obatan
dan senyawa asing lainnya (xenobiotik) dan metabolitnya pada spesimen biologis dan yang
terkait. Metode analisis tersedia untuk berbagai senyawa yang sangat beragam: dapat berupa
bahan kimia, pestisida, obat-obatan, penyalahgunaan obat-obatan (drugs abuse) dan racun
alami.
Toksikologi analitik dapat membantu dalam diagnosis, manajemen dan dalam beberapa
kasus pencegahan keracunan. Selain itu, laboratorium toksikologi analitik dapat dilibatkan
dalam berbagai kegiatan lain seperti penilaian paparan setelah kejadian kimia, pemantauan
obat terapeutik, analisis forensik, dan pemantauan penyalahgunaan obat-obatan. Mereka
mungkin juga terlibat dalam penelitian, misalnya dalam menentukan sifat farmakokinetik dan
toksinokinetik zat atau keefektifan rejimen pengobatan baru.
Sehubungan dengan hal itu, pengetahuan dasar tentang toksikologi klinis dan forensik
sangat penting. Terlebih seorang analis laboratorium harus bisa berkomunikasi secara efektif
dengan klinisi, ahli patologi, petugas pemadam kebakaran, polisi dan, mungkin juga orang lain.
Selain itu, pemahaman yang baik tentang kimia klinis, farmakologi dan farmakokinetik sangat
diharapkan.
Toksikologi modern merupakan bidang yang didasari oleh multi disiplin ilmu, ia dengan
dapat dengan bebas meminjam bebarapa ilmu dasar, guna mempelajari interaksi antara
tokson dan mekanisme biologi yang ditimbulkan (lihat gambar 1.1). Ilmu toksikologi ditunjang
oleh berbagai ilmu dasar, seperti kimia, biologi, fisika, matematika. Kimia analisis dibutuhkan
untuk mengetahui jumlah tokson yang melakukan ikatan dengan reseptor sehingga dapat
memberikan efek toksik. Bidang ilmu biokimia diperlukan guna mengetahui informasi
penyimpangan reaksi kimia pada organisme yang diakibatkan oleh xenobiotika. Perubahan
biologis yang diakibatkan oleh xenobiotika dapat diungkap melalui bantuan ilmu patologi,
immunologi, dan fisiologi. Untuk mengetahui efek berbahaya dari suatu zat kimia pada suatu
sel, jaringan atau organisme memerlukan dukungan ilmu patologi, yaitu dalam menunjukan
perubahan wujud atau perubahan makroskopi, mikroskopi, atau submikroskopi dari
normalnya. Perubahan biologi akibat paparan toksin dapat termanisfestasi dalam bentuk
perubahan sistem kekebalan (immun) tubuh, untuk itu diperlukan bidang ilmu immunologi
guna lebih dalam mengungkap efek toksik pada sistem kekebalan organisme.

2 Toksikologi Klinik 
Gambar 1.1 Kedudukan Ilmu Toksikologi
(Sumber: Wirasuta, 2004)

Analisis toksikologi meliputi: (1) toksikologi darurat dan rumah sakit umum, termasuk
pemeriksaan “bisa” dan (2) kategori khusus: toksikologi forensik, skrining untuk
penyalahgunaan obat (drugs abuse), pemantauan obat terapeutik (therapeutic drugs
monitoring=TDM) dan toksikologi lingkungan serta yang terkait dengan pekerjaan
(occupational toxicology), meskipun ada banyak tumpang tindih antara semua area ini.
Metode analisis yang digunakan dalam melakukan analisis toksikologi pada sampel
biologis terkait dari studi toksikologi itu sendiri, terutama toksikologi klinis dan forensik.
Laboratorium tidak dapat melakukan apapun untuk membantu proses diagnostik kecuali
seseorang, baik itu klinisi, ahli patologi, atau orang lain, mencurigai penyebab keracunan dan
memastikan spesimen dikumpulkan dan dikirim untuk dianalisis. Namun, pengumpulan dan
penanganan sampel yang tepat tidak selalu mudah dan memang merupakan subjek tersendiri.

B. PERISTILAHAN DALAM BIDANG TOKSIKOLOGI


Dalam lingkup toksikologi sering digunakan beberapa istilah yang mirip yaitu, racun,
toksin, toksikan yang memiliki arti yang mirip tetapi berbeda. Berikut beberapa definisi yang
perlu dipahami.
1. Racun
Menurut Taylor, “Racun adalah setiap bahan atau zat yang dalam jumlah tertentu bila
masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan reaksi kimiawi yang akan menyebabkan
penyakit dan kematian”.
Menurut Dorland Dictionary: Racun adalah setiap zat yang bila dalam jumlah sedikit
ditelan atau dihirup atau diserap atau dioleskan atau disuntikkan ke dalam tubuh atau

 Toksikologi Klinik 3
dihasilkan dalam tubuh, memiliki aksi kimiawi dan menyebabkan kerusakan pada
struktur atau gangguan fungsi yang menimbulkan gejala, penyakit atau kematian.
2. Toksin
Racun (poison) adalah zat yang memiliki efek berbahaya pada organisme hidup.
Sedangkan toksin adalah racun yang diproduksi oleh organisme hidup. “Bisa”(venom)
adalah racun yang disuntikkan dari organisme hidup ke makhluk lain. “Bisa” (venom)
adalah toksin dan toksin adalah racun, tidak semua racun adalah toksin, tidak semua
toksin adalah venom.
3. Venom atau “bisa”
Racun dan “bisa” (venom) adalah toksin, karena toksin didiskripsikan secara sederhana
sebagai bahan kimia yang diproduksi secara biologis yang mengubah fungsi normal
organisme lain.
4. Toksikan
Apa perbedaan toksin dan toxicant? Toksin adalah produk alami seperti yang ditemukan
pada jamur beracun, atau racun ular. Toksikan adalah produk buatan manusia, produk
buatan yang dipaparkan ke lingkungan karena aktivitas manusia; Contohnya adalah
produk limbah industri dan pestisida.
5. Toksoid
Toksoid adalah toksin yang tidak aktif atau dilemahkan. Toksin adalah racun yang dibuat
oleh organisme lain yang bisa membuat kita sakit atau membunuh kita. Dengan kata lain,
toksin beracun. Toksoid tidak lagi beracun tetapi masih sebagai imunogenik sebagai
toksin dari mana ia berasal.
6. Xenobiotik
Xenobiotik berasal dari bahasa Yunani: Xenos yang artinya asing. Xenobiotik adalah zat
asing yang secara alami tidak terdapat dalam tubuh manusia. Contoh: obat obatan,
insektisida, zat kimia.
C. Klasifikasi Bahan Toksik
1. Berdasarkan sumbernya, bahan toksik dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Toksin tanaman
b. Toksin hewan
c. Toksin lingkungan (air, tanah, udara)
2. Berdasarkan senyawanya:
a. Logam berat
b. Senyawa organik
c. Racun gas
3. Berdasarkan penggunaannya:
a. Obat-obatan

4 Toksikologi Klinik 
b. Pestisida
c. Pelarut organik
d. Logam berat
D. Toksisitas
Dalam bidang toksikologi sudah dikenal adanya Postulat Paracelcus: “All
substances are poisons; there is none which is not a poison. The right dose differentiates
a poison from a remedy”, "Semua zat adalah racun, tidak ada yang bukan racun. Dosis
yang tepat yang membedakan racun dari obat."
Apabila zat kimia dikatakan berracun (toksik), maka kebanyakan diartikan sebagai
zat yang berpotensi memberikan efek berbahaya terhadap mekanisme biologi tertentu
pada suatu organisme. Sifat toksik dari suatu senyawa ditentukan oleh: dosis,
konsentrasi racun di reseptor “tempat kerja”, sifat zat tersebut, kondisi bioorganisme
atau sistem bioorganisme, paparan terhadap organisme dan bentuk efek yang
ditimbulkan. Sehingga apabila menggunakan istilah toksik atau toksisitas, maka perlu
untuk mengidentifikasi mekanisme biologi di mana efek berbahaya itu timbul. Sedangkan
toksisitas merupakan sifat relatif dari suatu zat kimia, dalam kemampuannya
menimbulkan efek berbahaya atau penyimpangan mekanisme biologi pada suatu
organisme.
Toksisitas merupakan istilah relatif yang biasa dipergunakan dalam
memperbandingkan satu zat kimia dengan lainnya. Adalah biasa untuk mengatakan
bahwa satu zat kimia lebih toksik daripada zat kimia lain. Perbandingan sangat kurang
informatif, kecuali jika pernyataan tersebut melibatkan informasi tentang mekanisme
biologi yang sedang dipermasalahkan dan juga dalam kondisi bagaimana zat kimia
tersebut berbahaya. Oleh sebab itu, pendekatan toksikologi seharusnya dari sudut telaah
tentang berbagai efek zat kimia atas berbagai sistem biologi, dengan penekanan pada
mekanisme efek berbahaya zat kimia itu dan berbagai kondisi di mana efek berbahaya
itu terjadi.
Pada umumnya efek berbahaya atau efek farmakologik timbul apabila terjadi
interaksi antara zat kimia (tokson atau zat aktif biologis) dengan reseptor. Terdapat dua
aspek yang harus diperhatikan dalam mempelajari interakasi antara zat kimia dengan
organisme hidup, yaitu kerja farmakon pada suatu organisme (aspek farmakodinamik
atau toksodinamik) dan pengaruh organisme terhadap zat aktif (aspek farmakokinetik
atau toksokinetik) aspek ini akan lebih detail dibahas pada sub bahasan kerja toksik.
Telah dipostulatkan oleh Paracelcus, bahwa sifat toksik suatu tokson sangat
ditentukan oleh dosis (konsentrasi tokson pada reseptornya). Artinya kehadiran suatu
zat yang berpotensial toksik di dalam suatu organisme belum tentu menghasilkan juga
keracunan. Misal insektisida rumah tangga (DDT) dalam dosis tertentu tidak akan

 Toksikologi Klinik 5
menimbulkan efek yang berbahaya bagi manusia, namun pada dosis tersebut
memberikan efek yang mematikan bagi serangga. Hal ini disebabkan karena konsentrasi
tersebut berada jauh dibawah konsentrasi minimal efek pada manusia. Namun
sebaliknya apabila kita terpejan oleh DDT dalam waktu yang relatif lama, dimana telah
diketahui bahwa sifat DDT yang sangat sukar terurai dilingkungan dan sangat lipofil,
akan terjadi penyerapan DDT dari lingkungan ke dalam tubuh dalam waktu relatif lama.
Karena sifat fisiko kimia dari DDT, mengakibatkan DDT akan terakumulasi (tertimbun)
dalam waktu yang lama di jaringan lemak. Sehingga apabila batas konsentrasi toksiknya
terlampaui, barulah akan muncul efek toksik. Efek atau kerja toksik seperti ini lebih
dikenal dengan efek toksik yang bersifat kronis.
Toksin Clostridium botulinum, adalah salah satu contoh tokson, dimana dalam
konsentrasi yang sangat rendah (10-9 mg/kg berat badan), sudah dapat mengakibatkan
efek kematian. Berbeda dengan metanol, baru bekerja toksik pada dosis yang melebihi
10 g. Pengobatan parasetamol yang direkomendasikan dalam satu periode 24 jam adalah
4 g untuk orang dewasa dan 90 mg/kg untuk anak-anak. Namun pada penggunaan lebih
dari 7 g pada orang dewasa dan 150 mg/kg pada anak-anak akan menimbulkan efek
toksik. Dengan demikian, resiko keracunan tidak hanya tergantung pada sifat zatnya
sendiri, tetapi juga pada kemungkinan untuk berkontak dengannya dan pada jumlah
yang masuk dan diabsorpsi. Dengan lain kata tergantung dengan cara kerja, frekuensi
kerja dan waktu kerja. Antara kerja (atau mekanisme kerja) sesuatu obat dan sesuatu
tokson tidak terdapat perbedaan yang prinsipil, ia hanya relatif. Semua kerja dari suatu
obat yang tidak mempunyai sangkut paut dengan indikasi obat yang sebenarnya, dapat
dinyatakan sebagai kerja toksik.
Kerja medriatik (pelebaran pupil), dari sudut pandangan ahli mata merupakan
efek terapi yang dinginkan, namun kerja hambatan sekresi, dilihat sebagai kerja samping
yang tidak diinginkan. Bila seorang ahli penyakit dalam menggunakan zat yang sama
untuk terapi, lazimnya keadaan ini manjadi terbalik. Pada seorang anak yang tanpa
menyadarinya telah memakan buah Atropa belladonna, maka mediaris maupun mulut
kering harus dilihat sebagai gejala keracuanan. Oleh sebab itu ungkapan kerja terapi
maupun kerja toksik tidak pernah dinilai secara mutlak. Hanya tujuan penggunaan suatu
zat yang mempunyai kerja farmakologi dan dengan demikian sekaligus berpotensial
toksik, memungkinkan untuk membedakan apakah kerjanya sebagai obat atau sebagai
zat racun.
Tidak jarang dari hasil penelitian toksikologi, justru diperoleh senyawa obat baru.
Seperti penelitian racun (glikosida digitalis) dari tanaman Digitalis purpurea dan lanata,
yaitu diperoleh antikuagulan yang bekerja tidak langsung, yang diturunkan dari zat racun
yang terdapat di dalam semanggi yang busuk. Inhibitor asetilkolinesterase jenis ester

6 Toksikologi Klinik 
fosfat, pada mulanya dikembangkan sebagai zat kimia untuk perang, kemudian
digunakan sebagai insektisida dan kini juga dipakai untuk menangani glaukoma.
Toksisitas adalah pernyataan kemampuan racun menyebabkan timbulnya gejala
keracunan. Toksisitas ditetapkan di laboratorium, umumnya menggunakan hewan coba
dengan cara ingesti, pemaparan pada kulit, inhalasi, gavage, atau meletakkan bahan
dalam air, atau udara pada lingkungan hewan coba
Toksisitas dapat dinyatakan dengan ukuran sebagai berikut:
a. LD50 yaitu jumlah (dosis) efektif senyawa kimia yang mampu menyebabkan kematian
50% populasi hewan coba yang terpapar dengan berbagai cara, dinyatakan dengan
satuan mg/kg berat badan. Semakin tinggi LD50, semakin rendah adalah toksisitas.

Tabel 1.1 Toksisitas menurut kategori LD50


Kategori LD50
Supertoksik < 5 mg/kg
Amat sangat toksik 5 – 50 mg/kg
Sangat toksik 50 – 500 mg/kg
Toksik sedang 0,5 – 5 g/kg
Toksik ringan 5 – 15 g/kg
Praktis tidak toksik > 15 g /kg

LC50 yaitu konsentrasi senyawa kimia dalam lingkungan (air dan udara) yang
menyebabkan kematian 50% populasi hewan coba dalam jangka waktu tertentu.
Dinyatakan dengan satuan mg/L (part per million=ppm)
b. ED50 (dosis efektif) adalah dosis yang menyebabkan efek spesifik selain mematikan
pada 50% hewan.
c. Ambang dosis adalah tingkat dosis rendah ini dimana tidak ada efek yang dapat
diamati. Ambang batas diperkirakan ada untuk efek tertentu, seperti efek toksik akut;
tapi tidak untuk yang lain, seperti efek karsinogenik.
Toksisitas dapat dinyatakan dengan peristilahan sebagai berikut:
a. Karsinogen
Zat karsinogenik dikaitkan dengan penyebab atau peningkatan kanker pada manusia
dan hewan. Contoh: benzena, vinil klorida, formaldehid, dioksan, dan akrilamida.

b. Mutagen
Mutagen adalah zat yang mengubah informasi genetik suatu organisme, biasanya
dengan mengubah DNA. Mutagen biasanya juga karsinogen karena mutasi sering

 Toksikologi Klinik 7
menyebabkan kanker. Contoh mutagen termasuk etidium bromida, formaldehid,
dioksan, dan nikotin.
c. Teratogen
Teratogen adalah zat yang menyebabkan kerusakan pada janin atau embrio selama
kehamilan, yang menyebabkan cacat lahir sementara ibu tidak menunjukkan tanda
toksisitas. Teratogen umum meliputi etanol, senyawa merkuri, senyawa timbal, fenol,
karbon disulfida, toluena dan xilena.
Toksisitas juga dapat dinyatakan berdasarkan waktu hingga timbulnya gejala
keracunan (onset), yaitu:
a. Toksisitas akut, jika efek timbul segera atau paparan durasi pendek dalam hitungan
jam sampai hari setelah terpapar bahan toksik. Efek akut dapat reversibel atau tidak
dapat dipulihkan.
b. Toksisitas sub akut, jika gejala keracunan timbul dalam jangka waktu setelah sedang
(minggu sampai bulan) setelah terpapar bahan toksik dalam dosis tunggal
c. Toksisitas kronis, jika akibat keracunan baru timbul setelah terpapar bahan toksik
secara berulang-ulang dalam jangka waktu yang panjang (dalam hitungan tahun)
atau bahkan dekade. Efek kronis terjadi setelah terpapar dalam waktu lama (bulan,
tahun, dekade) dan bertahan setelah paparan telah berhenti.
Selain istilah toksisitas, obat–obat narkotika dan psikotropika, juga senyawa adiktif
dapat mengakibatkan ketagihan. Berkaitan dengan hal ini dikenal istilah toleransi,
habituasi dan adiksi.
Pada orang-orang yang memulai penggunaan obat karena ada gangguan
medis/psikis sebelumnya, penyalahgunaan obat terutama untuk obat-obat psikotropika,
dapat berangkat dari terjadinya toleransi, dan akhirnya ketergantungan. Menurut
konsep neurobiologi, istilah ketergantungan (dependence) lebih mengacu kepada
ketergantungan fisik, sedangkan untuk ketergantungan secara psikis istilahnya adalah
ketagihan (addiction). Pada bagian ini akan dipaparkan secara singkat tentang toleransi
obat.
Toleransi obat sendiri dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu : toleransi
farmakokinetik, toleransi farmakodinamik, dan toleransi yang dipelajari (learned
tolerance).
Toleransi farmakokinetika adalah perubahan distribusi atau metabolisme suatu obat
setelah pemberian berulang, yang membuat dosis obat yang diberikan menghasilkan
kadar dalam darah yang semakin berkurang dibandingkan dengan dosis yang sama pada
pemberian pertama kali. Mekanisme yang paling umum adalah peningkatan kecepatan
metabolisme obat tersebut. Contohnya adalah obat golongan barbiturat. Obat ini
menstimulasi produksi enzim sitokrom P450 yang memetabolisir obat, sehingga

8 Toksikologi Klinik 
Toksiologi Lingkungan

BAB 1
PENGANTAR TOKSIKOLOGI
TOKSIKOLOGI
Yulianto, BE., S.Pd., M.Kes. Nurul Amaliyah, SKM.,M.Sc.

PENDAHULUAN

Toksikologi merupakan ilmu pengetahuan yang ada sejak zaman purbakala, yang
merupakan perpaduan antara ilmu biologi dan ilmu kimia dan dapat digunakan untuk
memahami konsep aksi dan keberadaan zat toksik serta penerapan konsep tersebut dalam
permasalahan lingkungan. Secara tradisional toksikologi merupakan pengetahuan dasar
tentang aksi dan perilaku racun. Sedangkan pengertian racun sendiri adalah bahan yang bila
tertelan atau terabsorpsi akan mampu membuat manusia sakit dan mematikan (Mukono,
2010).
Toksikologi adalah studi mengenai efek-efek yang tidak diinginkan (adverse effects)
dari zat-zat kimia terhadap organisme hidup. Gabungan antara berbagai efek potensial yang
merugikan serta terdapatnya beraneka ragam bahan kimia di lingkungan kita membuat
toksikologi sebagai ilmu yang sangat luas (Kusnoputranto, 1996). Selanjutnya juga
dinyatakan bahwa toksikologi lingkungan umumnya merupakan suatu studi tentang efek dari
polutan terhadap lingkungan hidup serta bagaimana hal ini dapat mempengaruhi ekosistem.
Dengan demikian pembahasan mengenai toksikologi lingkungan merupakan bahasan yang
sangat kompleks.
Semua zat beracun ataupun metabolitnya tentu akan kembali memasuki lingkungan,
sehingga kualitas lingkungan akhirnya bertambah buruk dengan terdapatnya berbagai racun.
Dapat dipahami bahwa, baik racun maupun kontaminan lingkungan dengan zat berbahaya
bukanlah hal yang baru. Sejak beberapa puluh tahun yang lalu, duniapun sudah sepakat
bekerja sama untuk membuat lingkungan menjadi tempat yang tidak berbahaya untuk
dihuni.
Perhatian dunia terhadap toksikologi lingkungan didasarkan atas hasil inventarisasi
ataupun perkiraan jumlah produksi zat kimia yang semakin meningkat. Butler
mengemukakan, pada tahun 1978 saja diperkirakan terdapat 300.000 zat kimia yang
digunakan di seluruh dunia dan jumlah ini diperkirakan bertambah setiap tahun dengan
1.000 – 2.000 jenis (Soemirat, 2009).
Melalui Pengantar Toksikologi ini, diharapkan mempermudah mahasiswa dalam
mengenal :
1. Sejarah dan perkembangan toksikologi,
2. Konsep dasar racun,
3. Sistem pertahanan pada manusia,
4. Toksikologi lingkungan.

1
Toksiologi Lingkungan

Topik 1
Sejarah dan Perkembangan Toksikologi

Saudara mahasiswa, pernahkah Saudara mendengar tentang kasus Minamata?. Untuk


menyegarkan kembali ingatan Saudara tentang kasus Minamata, Saudara dapat melihat di
internet, yaitu tayangan video yang menggambarkan kondisi masyarakat yang terpapar oleh
bahan kimia berbahaya dan beracun. Beberapa judul video yang dapat Saudara saksikan
diantaranya : Merkuri dan Minamata, Minamata disease, Minamata Convention on Mercury
Video, dan banyak lagi video yang terkait dengan keracunan Mercury di Manamata.
Untuk mengetahui bagaimana masyarakat sampai dapat terpapar oleh penggunaan
bahan kimia beracun maka akan dijelaskan pada topik ini terkait perkembangan awal
toksikologi, cakupan dan subdisiplin toksikologi, perkembangan mutahir toksikologi, dan
prospek masa depan. Dengan mempelajari topik ini diharapkan Saudara akan mengetahui
sejarah dan perkembangan toksikologi secara runtut.
Toksikologi merupakan salah satu bidang ilmu yang mempelajari efek berbahaya
suatu bahan kimia yang penggunaannya tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.
Segala aktivitas baik domestik maupun industri selalu terkait dengan penggunaan bahan
kimia berbahaya. Dengan adanya perkembangan bahan-bahan yang bersifat toksik yang
digunakan secara luas dikalangan domestik dan industri pada saat ini, pengetahuan tentang
ilmu toksikologi juga dituntut untuk lebih berkembang, bukan hanya dalam pemanfaatnnya
namun juga mencegah efek bahayanya.

A. PERKEMBANGAN AWAL TOKSIKOLOGI


TOKSIKOLOGI

Sejak perkembangan peradaban manusia dalam mencari makanan, tentu telah


mencoba beragam bahan baik botani, nabati, maupun dari mineral. Melalui pengalamannya
ini ia mengenal makanan, yang aman dan berbaya. Dalam kontek ini kata makanan
dikonotasikan ke dalam bahan yang aman bagi tubuhnya jika disantap, bermanfaat serta
diperlukan oleh tubuh agar dapat hidup atau menjalankan fungsinya. Sedangkan kata racun
merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan dan mengambarkan berbagai bahan
”zat kimia” yang dengan jelas berbahaya bagi badan.
Kata racun ”toxic” adalah bersaral dari bahasa Yunani, yaitu dari akar kata tox, dalam
bahasa Yunani tox berarti panah. Dimana panah pada saat itu digunakan sebagai senjata
dalam peperangan, yang selalu pada anak panahnya terdapat racun. Di dalam ”Papyrus
Ebers (1552B.C.)“ orang Mesir kuno memuat informasi lengkap tentang pengobatan
dan obat. Di Papyrus ini juga memuat ramuan untuk racun, seperti antimon (Sb), tembaga,
timbal, hiosiamus, opium, terpentine, dan verdigris (kerak hijau pada permukaan tembaga).
Sedangkan di India (500 - 600 B.C.) di dalam Charaka Samhita disebutkan, bahwa tembaga,
besi, emas, timbal, perak, seng, bersifat sebagai racun, dan di dalam Susrata Samhita
banyak menulis racun dari makanan, tananaman, hewan, dan penangkal racun gigitan ular
(Ariens, 1985).

2
Toksiologi Lingkungan

Hippocrates (460 - 370 B.C.), dikenal sebagai bapak kedokteran, disamping itu dia
juga dikenal sebagai toksikolog dijamannya. Dia banyak menulis racun bisa ular dan di
dalam bukunya juga menggambarkan, bahwa orang Mesir kuno telah memiliki
pengetahuan penangkal racun yaitu dengan menghambat laju penyerapan racun dari
saluran pencernaan. Disamping banyak lagi nama besar toksikolog pada jaman ini, terdapat
satu nama yang perlu mendapat catatan disini, yaitu nama besar pada jaman Mesir dan
Romawi kuno adalah Pendacious Dioscorides (A.D. 50), dikenal sebagai bapak Materia
Medika, adalah seorang dokter tentara. Di dalam bukunya dia mengelompokkan racun dari
tanaman, hewan, dan mineral (Ling, 2000).
Hal ini membuktikan, bahwa efek berbahaya (toksik) yang ditimbulkan oleh zat racun
(tokson) telah dikenal oleh manusia sejak awal perkembangan beradaban manusia. Oleh
manusia efek toksik ini banyak dimanfaatkan untuk tujuan seperti membunuh atau bunuh
diri. Untuk mencegah keracunan, orang senantiasa berusaha menemukan dan
mengembangkan upaya pencegahan atau menawarkan racun. Usaha ini seiring dengan
perkembangan toksikologi itu sendiri. Namun, evaluasi yang lebih kritis terhadap usaha ini
baru dimulai oleh Maimonides (1135 - 1204) dalam bukunya yang terkenal Racun dan
Andotumnya (Lu, 1995).
Sumbangan yang lebih penting bagi kemajuan toksikologi terjadi dalam abad ke-16 dan
sesudahnya. Paracelcius adalah nama samaran dari Philippus Aureolus Theophratus Bombast
von Hohenheim (1493-1541), toksikolog besar, yang pertama kali meletakkan konsep dasar
dasar dari toksikologi. Dalam postulatnya menyatakan: “Semua zat adalah racun dan tidak
ada zat yang tidak beracun, hanya dosis yang membuatnya menjadi tidak beracun”.
Pernyataan ini menjadi dasar bagi konsep hubungan dosis reseptor dan indeks terapi yang
berkembang dikemudian hari (Ling, L.J., 2000).
Matthieu Joseph Bonaventura Orfila dikenal sebagai bapak toksikologi modern. Ia
adalah orang Spayol yang terlahir di pulau Minorca, yang hidup antara tahun 1787 sampai
tahun 1853. Pada awak karirnya ia mempelajari kimia dan matematika, dan selanjutnya
mempelajari ilmu kedokteran di Paris. Dalam tulisannya (1814-1815) mengembangkan
hubungan sistematik antara suatu informasi kimia dan biologi tentang racun. Dia adalah
orang pertama, yang menjelaskan nilai pentingnya analisis kimia guna membuktikan bahwa
simtomatologi yang ada berkaitan dengan adanya zat kimia tertentu di dalam badan. Orfila
juga merancang berbagai metode untuk mendeteksi racun dan menunjukkan pentingnya
analisis kimia sebagai bukti hukum pada kasus kematian akibat keracunan. Orfila bekerja
sebagai ahli medikolegal di Sorbonne di Paris. Orfila memainkan peranan penting pada
kasus LaFarge (kasus pembunuhan dengan arsen) di Paris, dengan metode analisis arsen, ia
membuktikan kematian diakibatkan oleh keracuanan arsen. M.J.B. Orfila dikenal sebagai
bapak toksikologi modern karena minatnya terpusat pada efek tokson, selain itu karena ia
memperkenalkan metodologi kuantitatif ke dalam studi aksi tokson pada hewan,
pendekatan ini melahirkan suatu bidang toksikologi modern, yaitu toksikologi forensik.
Dalam bukunya Traite des poison, terbit pada tahun 1814, dia membagi racun menjadi

3
Toksiologi Lingkungan

enam kelompok, yaitu: corrosives, astringents, acrids, stupefying or narcotic, narcoticacid,


dan septica atau putreficants (Lu, 1995).

B. CAKUPAN DAN SUBDISIP


SUBDISIPLIN TOKSIKOLO
TOKSIKOLOGI

Toksikologi sangat luas cakupannya, ia menangani studi efek toksik suatu bahan
atau yang disebut dengan “toksisitas” di berbagai bidang. Lu (1995) mengelompokkan
toksikologi ke dalam empat bidang, yaitu:
1. Bidang kedokteran untuk tujuan diagnostik, pencegahan, dan terapeutik.
2. Bidang industri makanan sebagai zat tambahan baik langsung maupun tidak langsung.
3. Bidang pertanian sebagai pestisida zat pengatur pertumbuhan, peyerbuk bantuan,
dan zat tambahan pada makanan hewan.
4. Bidang industri kimia sebagai pelarut, komponen, dan bahan antara bagi plastik
serta banyak jenis bahan kimia lainnya. Di dalam industri kimia juga dipelajari
pengaruh logam (misal dalam pertambangan dan tempat peleburan), produk minyak
bumi, kertas dan pulpa, tumbuhan beracun, dan racun hewan terhadap kesehatan.

Loomis (1979) mengemukakan, berdasarkan aplikasinya toksikologi dikelompokkan


dalam tiga kelompok besar, yakni: toksikologi lingkungan, toksikologi ekonomi dan
toksikologi forensik. Toksikologi lingkungan lebih memfokuskan telaah racun pada
lingkungan, seperti pencemaran lingkungan, dampak negatif dari akumulasi residu senyawa
kimia pada lingkungan, dan kesehatan lingkungan kerja. Toksikologi ekonomi membahas segi
manfaat dan nilai ekonomis dari zat toksik. Tosikologi forensik menekankan diri pada aplikasi
ilmu toksikologi untuk kepentingan peradilan. Kerja utama dari toksikologi forensik
adalah analisis racun baik kualitatif maupun kuantitatif sebagai bukti dalam tindak kriminal
(forensik) di pengadilan. Masih dijumpai subdisiplin toksikologi lainnya selain tiga golongan
besar diatas, seperti toksikologi analisis, toksikologi klinik, toksikologi kerja, toksikologi
hukum, dan toksikologi mekanistik.
Untuk menegakan terapi keracunan yang spesifik dan terarah, diperlukan kerjasama
antara dokter dan toksikolog klinik. Hasil analisis toksikologi dapat memastikan diagnose
klinis, dimana diagnose ini dapat dijadikan dasar dalam melakukan terapi yang cepat dan
tepat, serta lebih terarah, sehingga ancaman kegagalan pengobatan (kematian) dapat
dihindarkan. Analisis toksikologi klinik dapat berupa analisis kualitatif maupun kuantitatif.
Dari hasil analisis kualitatif dapat dipastikan bahwa kasus keracunan adalah memang
benar diakibatkan oleh instoksikasi. Sedangkan dari hasil analisis kuantitatif dapat diperoleh
informasi tingkat toksisitas pasien. Dalam hal ini diperlukan interpretasi konsentrasi tokson,
baik di darah maupun di urin, yang lebih seksama. Untuk mengetahui tepatnya tingkat
toksisitas pasien, biasanya diperlukan analisis tokson yang berulang baik dari darah
maupun urin. Dari perubahan konsentrasi di darah akan diperoleh gambaran apakah
toksisitas pada fase eksposisi atau sudah dalam fase eliminasi.

4
Toksiologi Lingkungan

Keracunan mungkin terjadi akibat pejanan tokson di tempat kerja. Hal ini mungkin
dapat mengkibatkan efek buruk yang akut maupun kronik. Efek toksik yang ditimbulkan oleh
kesehatan dan keselamatan kerja merupakan masalah bidang toksikologi kerja. Toksikologi
kerja merupakan sub bagian dari toksikologi lingkungan.
Toksikologi hukum mencoba melindungi masyarakat umum dari efek berbahaya
tokson dengan membuat undang-undang, peraturan, dan standar yang membatasi atau
melarang penggunaan zat kimia yang sangat beracun, juga dengan menentukan syarat
penggunaan zat kimia lainnya. Gambaran lengkap tentang efek toksik sangat diperlukan
untuk menetapkan peraturan dan standar yang baik. Profil semacam itu hanya dapan
ditentukan lewat berbagai jenis penelitian toksikologi yang relevan, dan ini membentuk
dasar bagi toksikologi hukum.

C. PERKEMB
PERKEMBANGAN TERBARU TOKSIKO
TOKSIKOLOGI

Dalam perkembangan peradaban modern, masyarakat menuntut perbaikan kondisi


kesehatan dan kehidupan, diantaranya makanan bergizi, mutu kesehatan yang tinggi,
pakaian, dan sportasi. Untuk memenuhi tujuan ini, berbagai jenis bahan kimia harus
diproduksi dan digunakan, banyak diantaranya dalam jumlah besar. Diperkirakan berribu-
ribu bahan kimia telah diproduksi secara komersial baik di negara-negara industri
maupun di negara berkembang. Melalui berbagai cara bahan kimia ini kontak dengan
penduduk, dari terlibatnya manusia pada proses produksi, distribusi ke konsumen, hingga
berakhir pada tingkat pemakai.
Meningkatnya jumlah penduduk dunia menuntut, akan berakbat salah satunya
meningkatnya jumlah produksi pangan. Dalam hal ini diperlukan bahan kimia, seperti pupuk,
pestisida, dan herbisida. Tidak jarang pemakaian pestisida yang tidak sesuai dengan aturan,
atau pemakaian pestisida secara berlebih justru memberi beban pencemaran terhadap
lingkungan, perubahan ekosistem, karena pembasmian pada salah satu hama tanaman akan
berefek pada rantai makanan dari organisme tersebut, sehingga dapat juga
mengakibatkan berkurangnya atau bahkan musnahnya serangga predator tersebut.
Pemakaian pestisida, telah ditengarai mengakibatkan mutasi genetika dari hama tanaman
tersebut, sehingga pada akhirnya melahirkan hama tanaman baru yang justru resisten
terhadap pestisida jenis tertentu. Pemakaian pestisida yang tidak benar juga merupakan
salah satu penginduksi toksisitas kronik (menahun). Petani berkeinginan mendapatkan
keuntungan yang tinggi dari hasil pertaniannya, tidak jarang penyemprotan pestisida
berlebih justru dilakukan pada produk pertanian satu-dua hari sebelum panen, dengan
tujuan buah atau daun sayuran tidak termakan hama tanaman sebelum panen, dengan
jalan demikian akan diperoleh buah atau sayuran yang tidak termakan oleh hama tanaman.
Namun tindakan ini justru membahayakan konsumen, karena pestisida kemungkinan dapat
terakumulasi secara perlahan didalam tubuh konsumen, melalui konsumsi buah atau
sayuran yang sebelumnya diberikan pestisida sebelum panen.

5
Toksiologi Lingkungan

Banyaknya kasus keracunan masif akut dan keracunan kronis, yang diakibatkan oleh
pencemaran lingkungan akibat proses produksi seperti pada tahun 1930 di Detroit, Mich
kontaminasi ginger jake oleh Tri-o-kresil, mengakibatkan neurotoksis, telah mengakibatkan
keracunan syaraf pada 16 ribu penduduk.
Di London, pada tahun 1952, terjadi peningkatan jumlah kematian penduduk akibat
penyakit jantung dan paru-paru. Hal ini disebabkan oleh kontaminasi udara oleh belerang
dioksida dan partikel tersuspensi, yang merupakan limbah buangan pabrik di Ingris pada saat
itu.
Penyakit Minamata di Jepang pada tahun 1950-an diakibatkan karena
pembuangan limbah industri yang mengandung metil merkuri ke teluk Minamata, yang
mengakibatkan ikan di teluk tersebut terkontaminasi oleh metil merkuri. Ikan terkontaminasi
ini dikonsumsi oleh penduduk disekitar teluk, mengakibatkan deposisi (pengendapan) metil
merkuri di dalam tubuh. Metil merkuri adalah senyawa toksik yang mengakibatkan
penyakit neurologik berat, salah satunya mengakibatkan kebutaan.
Pada akhir 1950-an sampai awal tahun 1960-an, di Eropa Barat terjadi kasus
keracunan yang dikenal dengan kasus Talidomid. Talidomid adalah senyawa kimia yang
pertama disintesa untuk obat menekan rasa mual dan muntah. Karena efeknya tersebut
pada waktu itu banyak diresepkan pada ibu-ibu hamil, dengan tujuan menekan mual-
mutah yang sering muncul masa trimester pertama pada kehamilan. Efek samping yang
muncul dari pemakaian ini adalah terlahir janin dengan pertumbuhan organ tubuh yang
tidak lengkap, belakangan diketahui bahwa salah satu dari bentuk rasemat Talidomid ini
memberikan efek menghambat pertumbuhan organ tubuh pada janin di masa kandungan.
Salah satu contoh, kasus pencemaran lingkungan di Indonesia akibat proses produksi adalah
kasus teluk Buyat. Sampai saat kasus Talidomid ini masih kontroversial didiskusikan.
Kejadian-kejadian di atas dan peristiwa tragis keracunan masif lainnya telah
menghasilkan program pengujian yang lebih intensif, yang telah mengungkapkan
beragamnya sifat dan sasaran efek toksik. Pada gilirannya ini menuntut lebih banyak
penelitian pada hewan, lebih banyak indikator toksisitas, persyaratan yang lebih ketat
sebelum suatu bahan kimia baru dapat dilepas pemakaiannya ke masyarakat, serta
melakukan evaluasi dan pemantauan efek toksik senyawa kimia yang telah beredar dan
dimanfaatkan oleh masyarakat. Oleh karena itu, ada kebutuhan untuk mempermudah
tugas penilaian toksikologik atas begitu banyak bahan kimia, dimana prosedur pengujian
toksisitasnya menjadi semakin komplek. Untuk memenuhi kebutuhan ini, beberapa kreteria
telah diajukan dan dipakai untuk memilih menurut prioritasnya bahan kimia yang akan
diuji. Disamping itu, ”sistem penilaian berlapis” memungkinkan keputusan dibuat pada
berbagai tahap pengujian toksikologik, sehingga dapat dihindarkan penelitian yang tidak
perlu. Prosedur ini sangat berguna dalam pengujian karsinogenisitas, mutagenisitas, dan
imunotoksisitas karena besarnya biaya yang terlibat dan banyaknya sistem uji yang
tersedia.
Karena banyaknya orang yang terpajan dengan bahan-bahan kimia ini, maka kita harus
berupaya mencari pengendalian yang tepat sebelum terjadi kerusakan yang hebat. Karena

6
Toksiologi Lingkungan

itu, bila mungkin, ahli toksikologi modern harus mencoba mengidentifikasikan berbagai
indikator pajanan dan tanda efeknya terhadap kesehatan yang dini dan reversibel. Hal ini
penting untuk menentukan ketentuan keputusan, pada saat yang tepat untuk melindungi
kesehatan masyarakat baik sebagai individu yang bekerja maupun masyarakat yang terpajan.
Pencapaian di bidang ini telah terbukti dapat membantu para mengambil keputusan
(pemerintah) yang bertanggungjawab dalam menjalankan surveilan medik yang sesuai pada
pekerja atau masyarakat yang terpajan. Contoh yang menonjol adalah penggunaan
penghambat kolinesterase sebagai indikator pejanan pestisida organofosfat dan berbagai
parameter biokimia untuk memantau pajanan timbal. Menggunakan indikator biologi seperti
jenis ikan tertentu untuk memantau tingkat cemaran limbah cair insdustri sebelum
dinyatakan aman untuk dilepaskan ke lingkungan. ”Petanda biologik” semacam itu
dimaksudkan untuk mengukur pajanan terhadap tokson atau efeknya di samping untuk
mendeteksi kelompok masyarakat yang rentan.
Kemajuan yang dicapai dalam bidang biokimia dan toksikokinetik, toksikologi
genetika, imunotoksikologi, morfologik pada tingkat subsel, serta perkembangan ilmu
biologimolekular berperan dalam memberikan pengertian yang lebih baik tentang sifat,
tempat, dan cara kerja berbagai toksin. Misalnya perkembangan bidang ilmu tersebut dapat
memberikan berbagai metode uji toksikologi secara invitro, dimana target uji langsung pada
tingkat sel, seperti uji senyawa yang mengakibatkan kerusakan sel hati ”hepato toksik” dapat
dilakukan langsung pada kultur sel hati secara invitro, atau uji toksin yang mempunyai
sifat sebagai karsinogen juga dapat dilakukan pada kultur sel normal, disini dilihat tingkat
pertumbuhan sel dan perubahan DNA ”asam dioksiribonukleat” yang dialami oleh sel akibat
pejanan toksin uji. Banyak lagi metode uji invitro yang sangat bermanfaat dalam menunjang
perkembangan ilmu toksikologi itu sendiri.
Salah satu wujud perlindungan kesehatan masyarakat, ahli toksikologi akan selalu
terlibat dalam menentukan batas pajanan yang aman atau penilaian resiko dari pajanan.
Batas pajanan yang aman mencangkup ”asupan (intake) harian yang diperbolehkan, dan
”nilai ambang batas” dari toksin yang masih dapat ditolerir, sedangkan penilaian resiko
digunakan dalam hubungan dengan efek bahan yang diketahui tidak berambang batas
atau ambang batasnya tak dapat ditentukan. Penentuan ini merupakan penelitian
menyeluruh tentang sifat toksik, pembuktian dosis yang aman, penentuan hubungan dosis-
efek dan dosis-respon, serta penelitian toksokinetik, dan biotransformasi. Meluasnya bidang
cakupan dan makin banyaknya subdisiplin toksikologi seperti digambarkan di atas
memberikan gambaran tersendiri tentang kemajuan akhir dalam toksikologi

D. PRO
PROSPEK MAS
MASA DEP
DEPAN

Kemajuan di bidang bioteknologi pertanian, telah terbukti memberikan bebagai


kemajuan jika dibandingkan pertanian konvensional. Melalui rekayasa genetika pada
tanaman pertanian telah terbukti diperoleh bibit unggul, yang dibandingkan dengan
pertanian konvensional sangat sedikit membutuhkan tanah, merupakan andalan dalam

7
Toksiologi Lingkungan

meningkatkan pasokan makanan kita. Keamanan makanan semacam ini membutuhkan


evaluasi keamanan yang memadai.
Bersama dengan ilmu-ilmu lain, toksikologi dapat menyediakan bahan kimia alternatif
yang lebih aman untuk pertanian, industri, dan kebutuhan konsumen melalui penentuan
hubungan struktur-toksisitas. Pengurangan sifat toksik mungkin dapat dicapai dengan
mengubah toksisitas sasaran atau dengan mengubah sifat toksokinetiknya. Toksikologi juga
berperan dalam pengembangan obat baru, sudah menjadi prasyarat dalam pengembangan
obat baru harus dibarengi baik uji toksisitas akut maupun toksisitas klinis, dengan
persyaratan uji yang ketat. Penilaian tentang keamanannya merupakan tantangan dan
tunggung jawab toksikologi.
Karena imbauan masyarakat untuk mengurangi penggunaan hewan coba dengan
alasan perikemanusiaan, maka lebih sering digunakan organ terisolasi, jaringan biakan, sel,
dan bentuk- bentuk kehidupan yang lebih rendah. Sistem ini memiliki banyak keuntungan,
seperti pengujian yang lebih cepat dan lebih murah, meningkatkan keragaman penelitian
terutamanya yang berkaitan dengan mekanisme keracunan. Dengan meningkatnya tuntutan
ini akan mendorong perbaikan prosedur pengujian yang lebih sederhana dan handal, seperti
misal pengujian karsinogen “uji kanker”, uji mutagenesis, menggunakan “petanda
biologik” (biomarker) yaitu kultur sel kanker.
Meningkatnya kebutuhan akan uji toksikologik, namun pada kenyataannya terdapat
keterbatasan akan fasilitas dan sumber daya manusia yang memenuhi syarat, oleh sebab itu
maka data toksisitas yang dihasilkan dimana saja sebaiknya dapat diterima secara
international. Agar data-data tersebut dapat diterima secara umum, maka data tersebut
harus memenuhi standar tertentu. Untuk itu lembaga terkemuka dunia mengeluarkan
standar seperti yang dikeluarkan oleh Lembaga pengawas obat dan makanan Amerika (FDA)
mengeluarkan “Good Laboratory Practice” , dimana standar ini dapat diterima secara
international.
Pada akhirnya, ahli toksikologi harus terus memperbaiki prosedur uji untuk
mengurangi hasil positif palsu dan negatif palsu, dan terus melakukan penelitian yang
dirancang untuk meningkatkan pemahaman yang lebih baik akan pentingnya efek toksik
sehingga penilaian keamanan / resiko berbagai toksin dapat dilakukan dengan hasil lebih
memuaskan.

Latihan

Untuk memperdalam pemahaman Saudara mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan


berikut!
1) Buatlah uraian singkat perkembangan ilmu toksikologi sampai menjadi suatu ilmu
modern.
2) Siapa yang pertama kali meletakkan konsep dasar pada bidang toksikologi, dimana
konsep tersebut sampai saat ini masih relevan dan mendasari teori hubungan

8
Toksiologi Lingkungan

toksin dan reseptor, jelaskan hubungan konsep tersebut dangan hubungan dosis,
reseptor dan efek?
3) Sebutkan tantangan masa depan ahli toksikologi!

Petunjuk Jawaban Latihan

1) Perkembangan ilmu toksikologi berawal dari konsep yang sederhana yaitu racun, yang
digunakan ntuk pengobatan. Hippocrates, Pendacious Dioscorides Paracelcius
mengembangkan konsep racun menjadi ilmu tentang racun yang menjadi dasar dari
toksikologi. Matthieu Joseph Bonaventura Orfila dikenal sebagai bapak toksikologi
modern. Ia mengembangkan hubungan sistematik antara suatu informasi kimia dan
biologi tentang racun.
2) Paracelcius (Philippus Aureolus Theophratus Bombast von Hohenheim)
3) Hubungan dosis, reseptor dan efek adalah hubungan linier, jika semakin tinggi dosis
racun yang masuk kedalam reseptor (merupakan tempat berikatnya molekul obat dan
sel tubuh) dan resptor memberikan afinitas (daya tarik kimia) yang tinggi maka efek
toksik semakin besar.
4) 3. Tantangan masa depan ahli toksikologi adalah semakin kompleknya tingkat cemaran
akibat meningkatnya jumlah dan macam indutri sehingga paparan semakin susah
untuk dikenali dan tidak mudah untuk dilakukan pencegahan. Ahli toksikologi harus
mencari ilmu terbarukan tentang bahan kimia khususnya bahan kimia yang beracun
dan dapat mengganggu kesehatan dan keselamatan manusia.

Ringkasan

Perkembangan ilmu toksikologi berawal dari konsep yang sederhana yaitu racun, Kata
racun (toxic berasal dari bahasa Yunani yang berarti panah. Panah digunakan sebagai senjata
pada saat itu dan anak panah diberi racun. Kemudian orang Mesir kuno menggunakan racun
untuk pengobatan. Hippocrates, Pendacious Dioscorides Paracelcius mengembangkan
konsep racun menjadi ilmu tentang racun yang menjadi dasar dari toksikologi. Matthieu
Joseph Bonaventura Orfila dikenal sebagai bapak toksikologi modern. Ia mengembangkan
hubungan sistematik antara suatu informasi kimia dan biologi tentang racun. Dia adalah
orang pertama, yang menjelaskan nilai pentingnya analisis kimia guna membuktikan bahwa
simtomatologi yang ada berkaitan dengan adanya zat kimia tertentu di dalam badan. Orfila
juga merancang berbagai metode untuk mendeteksi racun dan menunjukkan pentingnya
analisis kimia sebagai bukti hukum pada kasus kematian akibat keracunan. M.J.B. Orfila
dikenal sebagai bapak toksikologi modern karena minatnya terpusat pada efek tokson,
selain itu karena ia memperkenalkan metodologi kuantitatif ke dalam studi aksi tokson pada
hewan, pendekatan ini melahirkan suatu bidang toksikologi modern, yaitu toksikologi
forensik.

9
Toksiologi Lingkungan

Hubungan dosis, reseptor dan efek adalah hubungan linier, jika semakin tinggi dosis
racun yang masuk kedalam reseptor (merupakan tempat berikatnya molekul obat dan sel
tubuh) dan reseptor memberikan afinitas (daya tarik kimia) yang tinggi maka efek toksik
semakin besar.
Tantangan masa depan ahli toksikologi adalah semakin kompleknya tingkat cemaran
akibat meningkatnya jumlah dan macam indutri sehingga paparan semakin susah untuk
dikenali dan tidak mudah untuk dilakukan pencegahan. Ahli toksikologi harus mencari ilmu
terbarukan tentang bahan kimia khususnya bahan kimia yang beracun dan dapat
mengganggu kesehatan dan keselamatan manusia.

Tes 1

1) Perancang berbagai metode untuk mendeteksi racun dan menunjukkan pentingnya


analisis kimia sebagai bukti hukum pada kasus kematian akibat keracunan adalah..........
A. Hippocrates
B. Pendacious Dioscorides
C. M.J.B. Orfila
D. Paracelcius

2) Cabang toksikologi yang mencoba melindungi masyarakat umum dari efek berbahaya
tokson adalah.......
A. Toksikologi hukum
B. Toksikologi forensik
C. Toksikologi lingkungan
D. Toksikologi analitik

3) Tantangan masa depan ahli toksikologi berikut kecuali:


A. Semakin kompleknya tingkat cemaran
B. Paparan semakin susah untuk dikenali
C. Semakin banyak bahan beracun terhirup manusia
D. Tidak mudah untuk dilakukan pencegahan

4) Penyakit Minamata di Jepang pada tahun 1950-an diakibatkan karena


pembuangan limbah industri yang mengandung bahan beracun yaitu
A. Metil merkuri
B. Pb
C. Cd
D. Arsen

10
Toksiologi Lingkungan

Topik 2
Konsep Dasar Racun

Setelah Saudara mempelajari perkembangan Toksikologi sebagai ilmu, pada bagian ini
Saudara akan mempelajari Konsep Dasar Racun. Berbicara masalah racun, kita akan
menjumpai racun tersebar dimana-mana baik secara alamiah ataupun akibat dari kegiatan
manusia. Keberadaan racun secara alamiah diantaraya adalah adanya racun yang
terkandung dalam mineral, racun yang dihasilkan oleh tumbuhan dan juga oleh binatang.
Kegiatan manusia yang menimbulkan adanya racun di lingkungan misalnya adalah kegiatan
rumah tangga, kegiatan induatri, kegiatan pertanian, kegiatan transportasi dan sebagainya.

A. PENGERTIAN TOKSIKOLOGI
TOKSIKOLOGI DAN RACUN

Toksikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai kerja senyawa kimia yang merugikan
organisme hidup. Toksikologi merupakan cabang dari farmakologi yang di definisikan sebagai
ilmu pengetahuan tentang interaksi antara senyawa kimia dengan organisme hidup. Sesuai
dengan definisi ini maka farmakologi tidak terbatas pada penyelidikan senyawa aktif yang
memiliki manfaat terapi, tetapi mencakup semua senyawa yang aktif secara biologis seperti,
racun, insektisida, pestisida, kosmetika, dan komponen makanan (misalnya vitamin, asam
amino, zat warna, bahan pengikat dan bahan pengawet), sejauh mereka digunakan dengan
cara atau pada dosis yang tidak fisiologis. Zat yang asing bagi sistem tubuh di sebut dengan
xenobiotika. Apabila zat yang menyebabkan efek yang merugikan pada yang menggunakan
maka zat tersebut di nyatakan sebagai racun.
Toksisitas merupakan suatu sifat relatif dari zat kimia dan sejauh menyangkut diri
manusia secara langsung maupun tidak langsung, mungkin diperlukan maupun tidak di
perlukan. Toksisitas merupakan istilah relatif untuk membandingkan satu zat kimia dengan
lainnya. Toksisitas modern merupakan ilmu multidisipliner karena merupakan ilmu yang
tidak dapat berdiri sendiri dan memerlukan ilmu lain untuk mempelajari aksi dari zat kimia
hingga menyebabkan racun serta interaksi anatara zat kimia dan mekanisme Biologi.
Toksikologi lingkungan merupakan studi tentang efek dari polutan terhadap
lingkungan hidup serta bagaimana hal itu dapat mempengaruhi ekosistem. Toksikologi
lingkungan merupakan cabang toksikologi yang menguraikan pemaparan yang tidak di
sengaja dalam jaringan Biologi. (Mahluk hidup) dengan zat kimia yang pada dasarnya
merupakan bahan dasar industri (makanan, kosmetika, obat, pestisida, dll) dan penyebab
pencemar lingkungan (udara, air, dan tanah). Toksikologi lingkungan terutama menyangkut
efek berbahaya dari zat kimia baik secara kebetulan dialami manusia karena zat kimia
berada di udara, maupun karena kontak melalui media air atau udara. Pencemaran yang
terjadi di dalam udara, air maupun tanah dapat di sebabkan oleh sebab toksik zat kimia yang
masuk ke dalam lingkungan.
Racun kimia adalah zat tertentu yang memiliki efek merugikan pada jaringan manusia,
organ, atau proses biologi. Sedangkan toksisitas merujuk pada sifat-sifat zat kimia yang

11
Toksiologi Lingkungan

menggambarkan efek samping yang mungkin dialami manusia akibat kontak kulit atau
mengkonsumsinya. Efek dari toksik pada manusia dapat diklasifikasikan sebagai efek akut
dan efek kronis. Jika ada respon yang cepat dan serius dengan dosis tinggi tetapi berumur
pendek dari racun kimia maka disebut efek akut. Racun akut akan mengganggu proses
fisiologis, yang menyebabkan berbagai gejala gangguan, dan bahkan menyebabkan kematian
jika gangguan tersebut cukup parah. Efek kronis cenderung menghasilkan racun dengan
dosis rendah selama periode yang relatif lama.
Toksisitas akut relatif mudah untuk mengukur. Efek racun pada toksisitas akut cukup
tinggi pada tingkat fungsi tubuh, bersifat jelas dan cukup konsisten di individu dan spesies.
Untuk bahan kimia yang berbeda, tingkat ini sangat bervariasi. Di beberapa tingkat hampir
semuanya beracun, dan perbedaan antara beracun dan non beracun adalah pada masalah
derajat toksisitasnya.
Indeks yang paling banyak digunakan dalam toksisitas akut yakni LD50, dosis
mematikan untuk 50 persen dari populasi. Dosis umumnya dinyatakan sebagai berat dari
kimia per kilogram berat badan. Nilai LD50 dapat diperoleh dengan memplot jumlah
kematian diantara kelompok percobaan hewan (biasanya tikus) pada berbagai tingkat
paparan bahan kimia dan interpolasi kurva dosis-respons yang dihasilkan untuk dosis di
mana setengah hewan mati. Dengan melakukan studi LD50 untuk berbagai zat (massa racun
per unit berat badan) kita dapat menetapkan peringkat toksisitas zat ini sebagai berikut:

Tabel 1. Tingkat Daya Racun

No Tingkat Daya Racun LD50 (mg/kg)


1. Secara praktis tidak beracun > 15.000
2. Sedikit beracun 5.000 - 15.000
3. Cukup beracun 500 - 5.000
4. Sangat beracun 50 - 500
5. Racun ekstrim 5 - 50
6. Super beracun <5
Sumber: Rury (2006, p......isi dengan hal...) ,

B. KLASIFIKASI TOKSIN/RACU
TOKSIN/RACUN
ACUN

Racun dapat diklasifikasikan berdasarkan atas berbagai hal seperti: sumber, sifat
kimiawi dan fisikanya, bagaimana dan kapan terbentuknya, efek terhadap kesehatan,
kerusakan organ, dan hidup/tidaknya racun tersebut.
1. Klasifikasi berdasar sumber :
a. Sumber alamiah/buatan.
Klasifikasi ini membedakan racun asli yang berasal dari flora dan fauna dan
kontaminasi organisme dengan berbagai racun yang berasal dari bahan baku
industri beracun ataupun buangan beracun dan bahan sintetis beracun.

12

Anda mungkin juga menyukai