Makalah Imunologi
Makalah Imunologi
Penyusun:
Cahya Monica
1848201110025
Semester vi
A18
Dosen pembimbing:
2021
KATA PENGANTAR
mengucapkan terima kasih kepada apt. Rizka Mulya Miranti, M.Si sebagai
membagikan ilmu.
wawasan yang lebih luas kepada pembaca dan dapat bermanfaat bagi kita semua.
Halaman judul……………………………………………………………. i
Kata pengantar……………………………………………………….….. ii
Bab I Pendahuluan……………………………………………………… 1
1. Latar belakang…………………………………………………. 1
2. Rumusan masalah……………………………………………… 2
3. Tujuan……………………………………………………….…. 2
C. Patogen.......................................................................................
D. Antibodi.....................................................................................
A. Kesimpulan..............................................................................
B. Saran.............................................................................................
Daftar Pustaka...........................................................................................
Bab 1
Pendahuluan
Tinjauan pustaka
Respon imun tubuh kita terbagi menjadi 2 golongan, yaitu respon imun
non spesifik/innate (innate immune response) dan respon imun spesifik/adaptif
(adaptive immune response). Kedua-duanya memiliki komponen sendiri-sendiri.
Meskipun terlihat terbagi menjadi 2 kelompok besar, namun keduanya tidak
saling terpisah dalam menjalankan fungsinya, aling berkerja sama.
a. Pertahanan Tubuh Non Spesifik
Kulit merupakan rintangan yang pertama dihadapi oleh pathogen. Kulit diibaratkan sebagai
benteng pertama pertahanan tubuh. Fungsi perlindungan utama dari kulit diwujudkan lewat
lapisan sel mati yang merupakan bagian terluar kulit. Setiap sel baru yang dihasilkan dari
pembelahan sel bergerak dari bagiand alam kulit menuju ke permukaan kulit. Selain itu kulit
menghasilkan protein yang sangat kuat, yaitu keratin. Senyawa keratin mempunyai struktur
yang sangat kuat dan keras sehingga sulit didekomposisi oleh mikroorganisme pathogen.
Kulit dan membrane mukosa juga menghasilkan kelenjar minyak dan keringat yang
memberikan pH kulit berkisar antara 3- 5 yang cukup asam untuk mencegah kolonisasi oleh
mikroba. Kolonisasi mikroba juga dapat dihambat oleh kelenjar saliva, air mata, dan sekresi
mukosa yang terus menerus membahasahi permukaan yang terpapar. Sekresi tersebut juga
mengandung lisozim, yaitu enzim yang mampu merusak dinding sel bakteri yang berusaha
masuk melalui sistem respirasi dan pembukaan disekitar mata. Mucus merupakan cairan
kental yang disekresikan oleh sel-sel membrane mukosa. Di trakea, sel epithelium bersilia
menyapu keluar mucus dengan mikroba yang terjerat di dalamnya, sehingga mencegah
mikroba memasuki paru-paru. Mikroba yang masuk melalui makanan akan menghadapi HCl
yang sangat asam yang dapat membunuh bakteri (Campbell, 2004).
b. Pertahanan Tubuh Nonspesifik Internal
Mikroba yang mampu menembus sistem pertahanan tubuh, akan menghadapi garis pertahanan
kedua. Mekanisme utama sistem pertahanan non spesifik internal bergantung pada fagositosis,
yaitu proses penelanan mikroorganisme yang menyerang tubuh oleh sel darah putih tertentu.
Selain itu, mekanisme pertahanan tubuh nonspesifik internal juga dilakukan oleh sel natural
killer (NK), respon peradangan dan senyawa antimikroba.
C. Patogen
Patogen merupakan agen yang dapat menyebabkan penyakit. Patogen adalah
agen yang dapat menyebabkan penyakit apabila masuk ke dalam tubuh.
kemampuan dalam menyebabkan penyakit disebut patogenesis. Secara garis
besar patogen bisa dibedakan menjadi virus, bakteri, jamur, protozoa dan cacing.
Untuk virus, bakteri dan jamur akan banyak dipelajari salam mikrobiologi,
sedangkan protozoa dan cacing banyak dipelajari pada parasitologi. Jalur
penularan penyakit dari satu individu ke individu juga bermacam-macam, bisa
melalui udara, kontak langsung dengan penderita, hubungan seksual dan gigitan
serangga. Letak infeksi juga bisa bermacam-macam, bisa di luar sel (ekstrasel),
di permukaan sel epitel, di sitoplasma, maupun di pembuluh darah. Oleh karena
itu, tubuh memerlukan respon imun yang dapat melawan patogen ini.
Selain pada bakteri, variasi antigen juga bisa didapatkan pada virus, contohnya
pada virus influenza. Pada virus ini mekanisme variasi antigen memalui antigenic
shift dan antigenic drift. Antigenic shift adalah mutasi titik pada gen yang
mengkode protein hemaglutinin dan neuraminidase. Hal ini hanya menyebabkan
perubahan yang kecil pada virus baru, tidak terlalu berbeda dengan virus lama.
Proses mutasi ini juga sering terjadi pada virus sehingga berperan dalam kejadian
influenza pada daerah tertentu. Sedangkan antigenic drift adalah rekombinasi
RNA hemaglutinin dan neuraminidase antara virus influenza yang menyerang
manusia dengan virus yang menyerang hewan. Hal ini menyebabkan perubahan
besar pada virus, dimana virus yang baru bisa memiliki protein hemaglutinin dan
neuraminidase yasng jauh berbeda dengan virus lama. Oleh karena itu, antigenic
drift sering dihubungkan dengan kejadian influenza secara global (epidemic),
contohnya pada kasus luar biasa influenza H1N1 pada tahun 2009 di seluruh
dunia.
Contoh infeksi laten adalah pada infeksi Virus Herpes Simplex (HSV). Virus ini
diketahui dapat menyebabkan luka pada daerah mulut (cold sores) dan juga
daerah genital (genital herpes). Infeksi ini dapat di tularkan melalui kontak
langsung dengan penderita maupun dengan hubungan seksual dengan penderita.
Infeksi ini bersifat tahunan dan terdapat periode kekambuhan apabila terdapat
faktor pencetus. Virus HSV pada awalnya menyerang daerah sekitar mulut
kemudian virus akan “bersembunyi” di dalam sel saraf dan tidak dikenali oleh
respon imun. Pada saat inilah terjadi infeksi laten. Kemudian jika terdapat faktor
pencetus, virus ini akan keluar dari sel saraf kembali menginfeksi sel-sel di
sekitar mulut.
Mekanisme lain yang dilakukan patogen untuk menghindari respon imun adalah
dengan melakukan suatu tindakan yang menyebabkannya resisten terhadap
respon imun. Misalnya pada bakteri Mycobacterium tuberculosis yang
melakukan tindakan pencegahan fusi antara fagosom atau lisosom pada
makrofag. Sehingga tidak terjadi perusakan bakteri di dalam makrofag. Sehingga
tidak terjadi perusakan bakteri didalam makrofag. Bahkan bakteri ini
menggunakan makrofag sebagai tempat memperbanyak diri.
Mekanisme resistensi terhadap respon imun juga dilakukan oleh virus, contohnya
pada virus CMW (Cytomegelovirus). Virus ini merupakan penyebab kelainan
kongenital yang diderita anak-anak. Penyakit ini ditularkan dari ibu yang
terinfeksi kepada anaknya pada proses kehamilan. Virus CMV menghindari
respon imun dengan cara menghasilkan protein UL18. Protein ini mirip dengan
molekul MHC kelas I pada sel. Protein UL18 akan berikatan dengan reseptor di
permukaan sel NK yang mengakibatkan respon imun non spesifik terhambat.
Selain itu, virus CMV juga akan memproduksi suatu protein yang menghambat
proses peradangan merupakan salah satu mekanisme eliminasi patogen dari
tubuh.
Antibodi yang diproduksi pertama kali adalah IgM (Imunoglobulin M). Antibodi
IgM berperan sebagai respon awal terhadap masuknya antigen ke dalam tubuh
(Schroeder dan Cavacini, 2010). Kadar antibodi IgM akan lebih meningkat pada
sensitasi antigen yang kedua, hal ini disebabkan sel B yang memproduksi
antibodi membentuk sel memori sehingga mengenal langsung antigen tersebut
(Baratawidjaja dan Rengganis, 2014).
Salah satu contoh peristiwa yang melibatkan antibodi adalah ketika kulit kita
terkena infeksi karena luka maka akan timbul nanah. Nanah itu merupakan
limfosit atau sel-sel B yang mati setelah berperang melawan antigen. Antibodi
dapat ditemukan pada aliran darah dan cairan nonseluler. Antibodi memiliki
struktur molekul yang bersesuaian dengan antigen secara sempurna, seperti anak
kunci dengan lubangnya. Tiap jenis antibodi spesifik terhadap antigen jenis
tertentu.
a. Jenis-jenis Antibodi
Antibodi disebut juga immunoglobulin (Ig) atau serum protein globulin, karena
berfungsi untuk melindungi tubuh lewat proses kekebalan (immune). Ada lima
macam immunoglobulin, yaitu IgG, IgM, IgA, IgE, dan IgD.
1) Immunoglobulin G (IgG)
IgG terbentuk 2-3 bulan setelah infeksi, kemudian kadarnya meninggi dalam
satu bulan, menurun perlahan-lahan, dan terdapat selama bertahun-tahun dengan
kadar yang rendah. IgG beredar dalam tubuh dan banyak terdapat pada darah,
sistem getah bening, dan usus. Senyawa ini akan terbawa aliran darah langsung
menuju tempat antigen berada dan menghambatnya begitu terdeteksi. Senyawa
ini memiliki efek kuat antibakteri maupun virus, serta menetralkan racun. IgG
juga mampu menyelinap diantara sel-sel dan menyingkirkan mikroorganisme
yang masuk ke dalam sel-sel dan kulit. Karena kemampuan serta ukurannya yang
kecil, IgG merupakan satu-satunya antibodi yang dapat dipindahkan melalui
plasenta dari ibu hamil ke janin dalam kandungannya untuk melindungi janin dari
kemungkinannya infeksi yang menyebabkan kematian bayi sebelum lahir.
Selanjutnya immunoglobulin dalam kolostrum (air susu ibu atau ASI yang
pertama kali keluar), memberikan perlindungan kepada bayi terhadap infeksi
sampai sistem kekebalan bayi dapat menghasilkan antibodi sendiri.
2) Immunoglobulin A (IgA)
3) Immunoglobulin M (IgM)
Antibodi ini terdapat pada darah, getah bening, dan pada permukaan sel-sel B.
Pada saat antigen masuk ke dalam tubuh, Immunoglobulin M (IgM) merupakan
antibodi pertama yang dihasilkan tubuh untuk melawan antigen tersebut. IgM
terbentuk segera setelah terjadi infeksi dan menetap selama 1-3 bulan, kemudian
menghilang. Janin dalam rahim mampu memproduksi IgM pada umur kehamilan
enam bulan. Jika janin terinfeksi kuman penyakit, produksi IgM janin akan
meningkat. IgM banyak terdapat di dalam darah, tetapi dalam keadaan normal
tidak ditemukan dalam organ maupun jaringan. Untuk mengetahui apakah janin
telah terinfeksi atau tidak, dapat diketahui dari kadar IgM dalam darah.
4) Immunoglobulin D (IgD)
Immunoglobulin D atau IgD juga terdapat dalam darah, getah bening, dan pada
permukaan sel-sel B, tetapi dalam jumlah yang sangat sedikit. IgD ini bertindak
dengan menempelkan dirinya pada permukaan selsel T, mereka membantu sel-sel
T menangkap antigen.
5) Immunoglobulin E (IgE)
Immunglobulin E atau IgE merupakan antibodi yang beredar dalam aliran darah.
Antibodi ini kadang juga menimbulkan reaksi alergi akut pada tubuh. Oleh
karena itu, tubuh seorang yang sedang mengalami alergi memiliki kadar IgE yang
tinggi. IgE penting melawan infeksi parasit, misalnya skistosomiasis, yang
banayk ditemukan di negara-negara berkembang (Pujiyanto, 2012).
1) Kekebalan Humoral
Kekebalan humoral melibatkan aktivitas sel B dan antibodi yang beredar dalam
cairan darah dan limfe. Antibodi yang beredar sebagai respon humoral bekerja
melawan bakteri bebas, racun, virus dan mikroorganisme lainnya yang berada
dalam cairan tubuh. Serangkaian respon terhadap pathogen ini disebut dengan
respon kekebalan primer antara lain :
2) Kekebalan Seluler
Kekebalan Aktif
Kekebalan Pasif
Bab III
A. Kesimpulan
Sistem pertahanan tubuh (imunitas) adalah sistem mekanisme pada organisme
yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan
mengidentifikasi dan membunuh patogen.
Sistem kekebalan tubuh dapat diklasifikasikan berdasarkan :
a. Cara mempertahankan diri dari penyakit
- Sistem pertahanan tubuh noin spesifik
Tidak membedakan mikrobia patogen yang satu dengan yang lainnya
- Sistem pertahanan tubuh spesifik
Pertahanan tubuh terhadap patogen tertentu yang masuk dalam tubuh
b. Cara memperoleh
- Kekebalan aktif
Kekebalan yang dihasilkan oleh tubuh itu sendiri
- Kekebalan pasif
Kekebalan yang diperoleh setelah menerima antibodi dari luar tubuh
B. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, saya sangat mengaharapkan kritik dan saran dari
dosen dan mahasiswa untuk perbaikan makalah ini. Dan semoga makalah ini
bermanfaat untuk mengetahui daln menambah wawasan yang lebih luas untuk
ke arah yang lebih baik.
Daftar Pustaka
Henny Saraswati, 2017. Modul imunologi (IBL341). Universitas Esa Unggul. Jakarta