Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS MODERAT HI

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal
Bedah

Disusun Oleh :

Nama :

NIM :

PRODI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA

2022/2023
A. Definisi
Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala merupakan
jumlah deformitas jaringan dikepala yang diakibatkan oleh suatu kekuatan
mekanis.
Trauma kepala adalah trauma yang disebabkan oleh kekuatan fisik
eksternal yang dapat menimbulkan atau merubah tingkat kesadaran. Hal
tersebut dapat berupa kerusakan atau gangguan kegiatan sehari-hari
(Carpenito, 2000).
Cedera kepala sedang (Moderat Head Injury) Suatu keadaan cedera
kepala dengan nilai tingkat kesadaran (GCS) yaitu 9-12, tingkat kesadaran
lethargi, obturned atau stupor. Gejala lain berupa muntah, amnesia pasca
trauma, konkusio, rabun, hemotimpanum, otorea atau rinorea cairan
cerebrospinal dan biasanya terdapat kejang.
B. Etiologi
Kebanyakan cedera kepala merupakan akibat salah satu dari kedua
mekanisme dasar yaitu:
1. Kontak bentur, terjadi bila kepala membentur atau menabrak sesuatu
obyek atau sebaliknya.
2. Guncangan lanjut, merupakan akibat peristiwa guncangan kepala yang
hebat, baik yang disebabkan oleh pukulan maupun yang bukan karena
pukulan
C. Patofisiologi
Pada trauma kepala dimana kepala mengalami benturan yang kuat dan
cepat akan menimbulkan pergerakan dan penekanan pada otak dan jaringan
sekitarnya secara mendadak serta pengembangan gaya kompresi yang
destruktif. Peristiwa ini dikenal dengan sebutan cedera akselerasi-deselerasi.
Dipandang dari aspek mekanis, akselerasi dan deselerasi merupakan kejadian
yang serupa, hanya berbeda arahnya saja. Efek akselerasi kepala pada bidang
sagital dari posterior ke anterior adalah serupa dengan deselerasi kepala
anterior-posterior.
Cedera yang terjadi pada waktu benturan dapat menimbulkan lesi, robekan
atau memar pada permukaan otak, dengan adanya lesi, robekan, memar
tersebut akan mengakibatkan gejala defisit neurologis yang tanda-tandanya
adalah penurunan kesadaran yang progresif, reflek Babinski yang positif,
kelumpuhan dan bila kesadaran pulih kembali biasanya menunjukkan adanya
sindrom otak organik.
Pada trauma kepala dapat juga menimbulkan edema otak, dimana hal ini
terjadi karena pada dinding kapiler mengalami kerusakan, ataupun
peregangan pada sel-sel endotelnya. Sehingga cairan akan keluar dari
pembuluh darah dan masuk ke jaringan otak karena adanya perbedaan
tekanan antara tekanan intravaskuler dengan tekanan interstisial.
Akibat cedera kepala, otak akan relatif bergeser terhadap tulang tengkorak
dan duramater, kemudian terjadi cedera pada permukaannya, terutama pada
vena-vena “gantung” (bridging veins). Robeknya vena yang menyilang dari
kortex ke sinus-sinus venosus dapat menyebabkan subdural hematoma,
karena terjadi pengisian cairan pada ruang subdural akibat dari vena yang
pecah. Selanjutnya pergeseran otak juga menimbulkan daerah-daerah yang
bertekanan rendah (cedera regangan) dan bila hebat sekali dapat
menimbulkan kontusi kontra-kup. Akibat dari adanya edema, maka
pembuluh darah otak akan mengalami penekanan yang berakibat aliran darah
ke otak berkurang, sehingga akan hipoksia dan menimbulkan iskemia yang
akhirnya gangguan pernapasan asidosis respiratorik (Penurunan PH dan
peningkatan PCO2 ).
Akibat lain dari adanya perdarahan otak dan edema serebri yang paling
berbahaya adalah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial yang timbul
karena adanya proses desak ruang sebagai akibat dari banyaknya cairan yang
bertumpuk di dalam otak. Peningkatan intra kranial yang terus berlanjut
hingga terjadi kematian sel dan edema yang bertambah secara progresif, akan
menyebabkan koma dengan TTIK yang terjadi karena kedua hemisfer otak
atau batang otak sudah tidak berfungsi
D. Manifestasi klinis
Menurut Mansjoer, 2000 :
1. Pingsan tidak lebih dari sepuluh menit
2. Setelah sadar timbul nyeri
3. Pusing
4. Muntah
5. GCS : 13-15
6. Tidak terdapat kelainan neurologis
7. Pernafasan secara progresif menjadi abnormal
8. Respon pupil lenyap atau progresif menurun
9. Nyeri kepala dapat timbul segera atau bertahap
E. WOC TIK : 1. Oedema
2. Hematoma
Trauma kepala

Respon Biologis Hipoxemia


Trauma Otak
Kelainan
Trauma Sekuender Metabolisme
Kontusio

Kerusakan Sel Otak


Laserasi

Ganguaan autoregulasi Rangsang simpatis Stres


meningkat

Aliran darah ke otak


menurun Peningkatan tenakan Katekoalamin
Vesikuler dan tekana sekresi asam
darah lambung
O2 menurun
Mual dan Muntah
Tekanan Hidrostatik
Ganguaan Metabolisme
Mk. Defisit
Kebocoran Cairan Nutrisi
Asam Lakta meningkat Kapiler sehingga
Oedema Paru

Oedema Otak
Disfusi O2
terhambat
Mk. Resiko Perfusi
Jaringan Serebral
Mk. Bersihan
Jalan Napas
tidak efektif
F. Klasifikasi
Klasifikasi cedera kepala berdasarkan tingkat keparahan adalah sebagai
berikut:
1. Cedera kepala ringan (mild HI)
Suatu keadaan dimana kepala mendapat trauma ringan dengan hasil
penilaian tingkat kesadaran (GCS) yaitu 13-15, klien sadar penuh, atentif
dan orientatif. Klien tidak mengalami kehilangan kesadaran, bila hilang
kesadaran misalnya konkusio, tidak ada intoksikasi alkohol atau obat
terlarang. Klien biasanya mengeluh nyeri kepala dan pusing. Pasien dapat
menderita abrasi, laserasi atau hematoma kulit kepala
2. Cedera kepala sedang (moderat HI)
Suatu keadaan cedera kepala dengan nilai tingkat kesadaran (GCS)
yaitu 9-12, tingkat kesadaran lethargi, obturded atau stupon. Gejala lain
berupa muntah, amnesia pasca trauma, konkusio, rabun, hemotimpanum,
otorea atau rinorea cairan cerebrospinal dan biasanya terdapat kejang.
3. Cedera kepala berat (severe HI)
Cedera kepala dengan nilai tingkat kesadaran (GCS) yaitu 3-8,
tingkat kesadaran koma. Terjadi penurunan derajat kesadaran secara
progresif. Tanda neurologis fokal, cedera kepala penetrasi atau teraba
fraktur depresi kranium. Mengalami amnesia > 24 jam, juga meliputi
kontusio cerebral, laserasi atau hematoma intra kranial.
G. Farmakoterapi
1. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral,
dosis sesuai dengan berat ringannya trauma
2. Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu mannitol 20
% atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %
3. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau
untuk infeksi anaerob diberikan metronidasol
4. Pembedahan bila ada indikasi (hematom epidural besar, hematom sub
dural, cedera kepala terbuka, fraktur impresi >1 diplo)
5. Lakukan pemeriksaan angiografi serebral, lumbal fungsi, CT Scan
dan MRI (Satynagara, 2010)
H. Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan
Mengidentifikasi hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran
jaringan otak
2. MRI
Sama dengan CT Scan dengan/ tanpa menggunakan kontras
3. Angiografi serebral
Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak
akibat oedema, perdarahan, trauma
4. EEG
Untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang
patologis
5. Sinar X
Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran
struktur garis tengah (karena perdarahan, oedema), adanya fragmen tulang
6. f. BAER (Brain Auditory Evoked Respons) Menentukan fungsi kortexs
dan batang otak
7. g. PET (Position Emission Tomography) Menunjukkan perubahan aktifitas
metabolisme pada otak
I. Penatalaksanaan Medis
1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
Makanan atau cairan, pada trauma ringan bila muntah-muntah, hanya
cairan infus dextrose 5%, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari
terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi
4. Pada anak diistirahatkan atau tirah baring
J. Komplikasi
Kompilkasi yang dapat terjadi sebagai berikut
1. Kebocoran cairan serebrospinal dapat disebabkan oleh rusaknya
leptomeningen dan terjadi pada 2-6% pasien dengan cedera kepala
tertutup. Hal ini beresiko terjadinya meningitis (biasanya pneumokok).
2. Fistel karotis-kavernosus ditandai oleh trias gejala: eksolftalmos, kemosis
dan bruit orbita, dapat timbul segera atau beberapa hari setelah cedera.
Angiografi diperlukan untuk konfirmasi diagnosis dan terapi dengan
oklusi balon endovaskular merupakan cara yang paling efektif dan dapat
mencegah hilangnya penglihatan yang permanen.
3. Diabetes insipidus dapat disebabkan oleh kerusakan traumatik pada
tangkai hipofisis, menyebabkan penghentian sekresi hormon antidiuretik.
Pasien mengekskresikan sejumlah besar volume urin encer, menimbulkan
hipernatremia dan deplesi volum.
4. Kejang pascatrauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam pertama), dini
(minggu pertama) atau lanjut (setelah satu minggu). Kejang segera tidak
merupakan predisposisi untuk kejang lanjut; kejang dini menunjukkan
resiko yang meningkat untuk kejang lanjut, dan pasien ini harus
dipertahankan dengan antikonvulsan. Insidens keseluruhan epilepsi
pascatrauma lanjut (berulang, tanpa provokasi) setelah cedera kepala
tertutup adalah 5%; resiko mendekati 20% pada pasien dengan perdarahan
intrakranial atau fraktur depresi.
K. Diet / Nutrisi
Penanganan nutrisi juga memengang peranan penting dan disarankan dini
diberikan pada pasien dengan cedera kepala. Hal ini bertujuan agar dapat
memenuhi kebutuhan nutrisi ketika stabilitas hemodinamik dicapai.
Nutrisi dapat menentukan outcome bagi pasien demi kelangsungan hidup
dan kecacatan, lebih lanjut lagi bila nutrisi diberikan awal secara agresif
dapat meningkatkan fungsi imun dengan meningkatkan sel CD4, rasio
CD4-CD8 dan kepekaan limfosit T. Jalur pemberian nurisi disesuaikan
dengan kondisi klinis pasien, formula enteral lebih dipilih karena lebih
fisiologis, tidak mahal dan resiko lebih kecil daripada nutrisi parenteral
total, namun perlu pengawasan metabolisme yang baik untuk mencegah
efek samping seperti hiperglikemia, ketoasidosis, intoleransi gaster, diare
yang menimbulkan dehidrasi dan hipovolemia relatif yang mengganggu
stabilitas hemodinamik.

L. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian
Data-data dalam pengkajian ini meliputi:
a. Identitas
1) Identitas klien
Identitas klien meliputi nama klien, umur klien biasanya pada usia
produktif atau pada lansia, jenis kelamin mayoritas pria, agama,
pendidikan, pekerjaan klien biasanya berhubungan dengan sarana
transportasi, status marital, suku bangsa, tanggal masuk rumah
sakit, tanggal pengkajian, golongan darah, no.medrek, diagnosa
medis dan alamat.
2) Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab meliputi nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
b. Riwayat kesehatan
1) Alasan masuk Rumah Sakit
Biasanya penyebab trauma kepala karena kecelakaan lalu lintas,
namun tidak menutup kemungkinan faktor lain. Oleh karena itu
pada Alasan klien masuk Rumah Sakit perlu dikaji mengenai
kapan, dimana, penyebab, bagaimana proses terjadinya, apakah
klien pingsan, muntah atau perdarahan dari hidung atau telinga.
2) Keluhan utama saat dikaji
Pada umumnya pasien dengan trauma kepala sedang datang ke
rumah sakit dengan penurunan tingkat kesadaran (GCS = 9-12),
sedangkan apabila klien sudah sadar penuh biasanya akan merasa
bingung, mengeluh muntah, dispnea, tachipnea, sakit kepala, wajah
tidak simetris, lemah, paralise, hemiparese, luka di kepala,
akumulasi sputum pada saluran nafas, adanya liquor dari hidung
dan telinga dan adanya kejang yang disebabkan karena proses
benturan akselerasi-deselerasi pada setiap daerah lobus otak yang
dapat menyebabkan konkusio atau kontusio serebri yang
mengakibatkan penurunan kesadaran kurang atau bisa lebih dari 24
jam.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Perlu dikaji apakah klien pernah mengalami trauma kepala atau
penyakit sistem syaraf serta penyakit sistemik. Perlu dikaji juga
apakah klien memiliki kebiasaan kebut-kebutan di jalan raya,
memakai Helm dalam mengendarai kendaraan, meminum
minuman beralkohol atau obat-obatan terlarang.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Kaji mengenai adanya penyakit keturunan, penyakit menular,
kebiasaan buruk dalam keluarga seperti merokok atau keadaan
kesehatan anggota keluarga.
c. Pemeriksaan fisik
1) Sistem pernafasan
Didapatkan adanya perubahan pola nafas baik irama, kedalaman
maupun frekuensi yaitu cepat dan dangkal, irama tidak teratur
(cheyne stokes,ataxia breathing), bunyi nafas ronchi atau stridor,
adanya sekret pada trakheo bronkhiolus, adanya retraksi dinding
dada.
2) Sistem kardiovaskuler
Dalam pemeriksaan didapatkan perubahan tekanan darah menurun
kecuali apabila terjadi peningkatan tekanan intra kranial maka
tekanan darah meningkat, denyut nadi tachikardi, kemudian
bradikardi atau iramanya tidak teratur sebagai kompresi kerja
jantung untuk membantu mengurangi tekanan intra kranial.
3) Sistem pencernaan
Pada klien post craniotomy biasanya didapatkan bising usus yang
normal atau bisa juga menurun apabila masih ada pengaruh
anestesi, perut kembung, bibir dan mukosa mulut tampak kering,
klien dapat mual dan muntah. kadang-kadang konstipasi karena
klien tidak boleh mengedan atau inkontinensia karena klien tidak
sadar. Pada perkusi abdomen terdengar timpani, nyeri tekan pada
daerah epigastrium, penurunan berat badan.
4) Sistem perkemihan
Pada pengkajian akan didapatkan retensi urine pada klien sadar,
sedangkan pada klien tidak sadar akan didapatkan inkontinensia
urine dan fekal, jumlah urine output biasanya berkurang. Terdapat
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, dimana terdapat
hiponatremia atau hipokalemia.
5) Sistem muskuloskeletal
Pada klien post craniotomy biasanya ditemukan gerakan-gerakan
involunter, kejang, gelisah, ataksia, paralisis dan kontraktur,
kekuatan otot mungkin menurun atau normal.
6) Sistem integumen
Pada klien post craniotomy tampak luka pada daerah kepala, suhu
tubuh mungkin di atas normal, banyak keringat. Pada hari ketiga
dari operasi biasanya luka belum sembuh karena masih agak basah/
belum kering. biasanya masih terdapat hematoma pada klien
dengan perdarahan dimeningen. Data fisik yang lain adalah
mungkin didapatkan luka lecet dan perdarahan pada bagian tubuh
lainnya. Bentuk muka mungkin asimetris.
7) Sistem persyarafan
Test fungsi serebral
2. Masalah Keperawatan
a. Analisis Data
Data Interpretasi Data Masalah
Keperawatan
Gejala dan tanda TIK (Oedema,Hematim), Resiko Perfusi
Mayor Hipoxemia, Kelainan Jaringan
DS : Metabolisme, Trauma Kepala
DO :
Gejala dan tanda
Minor Taruma Otak Primer/Sekunder
DS:
DO:
Kerusakan sel Otak meningkat

Gangguan Autoregulasi

Aliran Darah ke Otak Menurun


O2 menurun

Gangguan Metabolisme

Asam Laktat meningkat

Oedema otak

Masalah Keperawatan Resiko


Perfusi Jaringan Serebral
Gejala dan Tanda TIK (Oedema,Hematim), Bersihan Jalan
Hipoxemia, Kelainan Napas Tidak
Mayor
Metabolisme, Trauma Kepala Efektif
a) Subjektif
-
Taruma Otak Primer/Sekunder
b) Objektif
- Batuk tidak efektif
Kerusakan sel Otak meningkat
- Tidak mampu batuk
Rangsangan simpatis meningkat
- Sputum berlebih
- Mengi, wheezing Tahanan Vesikuler sistematik
tekanan darah meningkat
dan/atau ronkhi
kering Tekanan Hidrostatstik
- Meconium di jalan
Kebocoran cairan kapiler
napas (pada
Oedema Paru
neonates)
Disfusi O2 terhambat

Gejala dan Tanda


Masalah Keperawatan Bersihan
Minor Jalan Napas tidak efektif
a) Subjektif
- Dispnea
- Sulit bicara
- Ortopnea
b) Objektif
- Gelisah
- Bunyi napas
menurun
- Frekuensi napas
berubah
- Pola napas berubah

Gejala dan Tanda TIK (Oedema,Hematim), Defisit Nutrisi


Hipoxemia, Kelainan
Mayor :
Metabolisme, Trauma Kepala
Subjektif : -
Objektif : Berat badan
Taruma Otak Primer/Sekunder
menurun minimal 10%
dibawah rentang ideal
Kerusakan sel Otak meningkat
Gejala dan Tanda
Stres
Minor :
Subjektif : Cepat Katekoalamin sekresi asam
lambung
kenyang setelah
makan, kram / nyeri Mual dan Muntah
abdomen, nafsu
Masalah Keperawatan Defisit
makan menurun Nutrisi
Objektif : Bising usus
hiperaktif, otot
pengunyah lemah, otot
menelan lemah,
membrane mukosa
pucat, sariawan, serum
albumin turun

3. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko perfusi jaringan serebral b.d cedera kepala
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d jalan nafas buatan d.d gelisah
c. Defisit nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metabolisme d.d Parkinson
4. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa keperawatan SLKI SIKI
1. Resiko perfusi jaringan Setelah dilakukan intervensi keperawatan Menejemen Peningkatan Tekanan Intrakranial (I.
serebral 06198)
selama 1x24 jam maka resiko perfusi jaringan
Observasi
serebral meningkat dengan  Identifikasi penyebab peningkatan TIK
(mis. Lesi, gangguan metabolisme, edema
kriteria hasil :
serebral)
- Tingkat kesadaran meningkat (5)  Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis.
Tekanan darah meningkat, tekanan nadi
- Tekanan Intra kranial menurun (5)
melebar, bradikardia, pola napas ireguler,
- Sakit Kepala menurun (5) kesadaran menurun)
 Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)
- Gelisah menurun (5)
 Monitor CVP (Central Venous Pressure),
- Kecemasan menurun (5) jika perlu
 Monitor PAWP, jika perlu
- Demam menurun (5)
 Monitor PAP, jika perlu
- Tekanan darah sistolik membaik (5)  Monitor ICP (Intra Cranial Pressure), jika
tersedia
- Tekanan darah distolik membaik (5)
 Monitor CPP (Cerebral Perfusion Pressure)
 Monitor gelombang ICP
 Monitor status pernapasan
 Monitor intake dan output cairan
 Monitor cairan serebro-spinalis (mis.
Warna, konsistensi)
Terapeutik
 Minimalkan stimulus dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
 Berikan posisi semi fowler
 Hindari maneuver Valsava
 Cegah terjadinya kejang
 Hindari penggunaan PEEP
 Hindari pemberian cairan IV hipotonik
 Atur ventilator agar PaCO2 optimal
 Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian sedasi dan
antikonvulsan, jika perlu
 Kolaborasi pemberian diuretic osmosis, jika
perlu
 Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika
perlu

 Pemantauan Tekanan Intrakranial (I.06198)


Observasi

 Observasi penyebab peningkatan TIK (mis.


Lesi menempati ruang, gangguan
metabolism, edema sereblal, peningkatan
tekanan vena, obstruksi aliran cairan
serebrospinal, hipertensi intracranial
idiopatik)
 Monitor peningkatan TD
 Monitor pelebaran tekanan nadi (selish TDS
dan TDD)
 Monitor penurunan frekuensi jantung
 Monitor ireguleritas irama jantung
 Monitor penurunan tingkat kesadaran
 Monitor perlambatan atau ketidaksimetrisan
respon pupil
 Monitor kadar CO2 dan pertahankan dalm
rentang yang diindikasikan
 Monitor tekanan perfusi serebral
 Monitor jumlah, kecepatan, dan
karakteristik drainase cairan serebrospinal
 Monitor efek stimulus lingkungan terhadap
TIK
Terapeutik
 Ambil sampel drainase cairan serebrospinal
 Kalibrasi transduser
 Pertahankan sterilitas system pemantauan
 Pertahankan posisi kepala dan leher netral
 Bilas sitem pemantauan, jika perlu
 Atur interval pemantauan sesuai kondisi
pasien
 Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika
PERLU

2. Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen Jalan Napas
tidak efektif
selama 1x24 jam maka Bersihan jalan napas Observasi
meningkat dengan - Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha
Kriteria Hasil: napas)
- Batuk efektif meningkat - Monitor bunyi nafas tambahan (mis, gurgling,
- Produksi sputum menurun mengi, wheezing, ronkhi kering)
- Mengi menurun - Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
- Wheezing menurun Teraupeutik
- Dispnea menurun - Pertahankan kapatenan jalan napas dengan head-
- Sianosis menurun tilt dan chin- lift (jaw-thrust jika curiga trauma
- Gelisah menurun Servikal)
Frekuensi napas membaik - Posisikan semi-fowler atau fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
- Berikan oksigen , jika perlu

Edukasi
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari,jika tidak
kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkodilator

Latihan Batuk Efektif


Observasi
- Identifikasi kemampuan batuk
- Monitor adanya retensi sputum
- Monitor tanda dan gejala infeksi saluran nafas
- Monitor input dan output cairan (mis. Jumlah dan
karakteristik)
Terapeutik
- Atur posisi semi fowler atau fowler
- Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
- Buang sekret pada tempat sputum
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
- Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung
selama 4 detik ,ditahan selama 2 detik, kemudian
keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu
(dibulatkan) 8 detik.
- Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3
kali.
- Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah
tarik napas dalam yang ke-3
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran,
jika perlu
3. Defisit nutrisi Setelah dilakukan intervensi keperawatan ManajemenNutrisi (I.03120)
selama …… maka Keseimbangan elektrolit a. Observasi:
(L.03021) meningkat dengan kriteria hasil:  Identifikasi status nutrisi
 Berat badan membaik (5)  Identifikasi alergi danintoleransi makanan
 IMT membaik (5)  Identifikasi perlunya penggunaan
 Nafsu makan mebaik (5) selangnasogastric
 Membran mukosa membaik (5)  Monitor asupan makanan
Pengetahuan tentang makanan yang  Monitor berat badan
sehatmeningkat (5)
b. Terapeutik:
 Lakukan kebersihan mulut sebelum makan
Jika perlu
 Sajikan makanan secaramenarik dan suhu
yang sesuai
 Hentikan pemberian makanan melalui selang
nasogastric jika asupan oral dapat ditoleransi
c. Edukasi:
 Anjurkan posisi duduk, jika mampu
 Ajarkan diet yang diprogramkan
d. Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukanjumlah kalori danjenis nutrisi yang
dibutuhkan
Promosi Berat Badan (I.03136)
a. Observasi:
 Identifikasi kemungkinan penyebab BBkurang
 Monitor adanya mual dan muntah
b. Terapeutik:
 Sediakan makanan yangtepat sesuai kondisi
pasien
 Berikan pujian kepada pasienuntuk peningkatan
yang dicapai
c. Edukasi:
 Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi,
namun terjangkau
Jelaskan peningkatan asupan kalori yang dibutuhkan
5. Jurnal keperawatan untuk perawatan kasus (1 jurnal keperawatan)

Efektifitas Elevasi Kepala 300 Dalam Meningkatkan Perfusi Serebral


Pada Pasien Post
Trepanasi di Rumah Sakit Mitra Surabaya
Populasi 15 Pasien dengan post-op trauma kepala
Intervensi Intervensi dalam penelitian ini yaitu elevasi kepala 300
Comparation Tidak ada perbandingan dalam jurnal ini
Outcome Hasil Menunjukkan bahwa MAP rata-rata adalah 100
mmHg dan rata- rata GCS adalah 12,4. Berdasarkan t-
tes tes dipasangkan dengan tingkat signifikansi α =
0,005 Diperoleh P = 0,000 berarti ada peningkatan
perfusi serebral secara efektivitas dengan elevasi kepala
300
Time Perfusi pada pasien dengan pasca-op trepanasi setelah 8
jam.
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds). (2014). NANDA international


Nursing Diagnoses: Definitions & classification, 2015-2017. Oxford : Wiley
Blackwell.

Huda, Nuh. 2017.Efektifitas Elevasi Kepala 300 Dalam Meningkatkan


Perfusi Serebral Pada Pasien Post Trepanasi Di Rumah Sakit Mitra. Jurnal
Ilmiah Keperawatan, vol. 12, No.1, Hal. 1070-1144. Diakses pada tanggal 29
September 2022, dari:
http://journal.stikeshangtuahsby.ac.id/index.php/JIKSHT/article/view/43

Lewis, SL., Dirksen, SR., Heitkemper, MM, and Bucher, L.(2014).Medical


surgical Nursing. Mosby: ELSIVER

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia (SDKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia


(SLKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan


Indonesia (SIKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai