4 8 Jevon Benedicto Umbu Pundi
4 8 Jevon Benedicto Umbu Pundi
FARMAKOTERAPI I
ACARA 4
ANALGETIKA
Disusun oleh:
Nama : Jevon Benedicto Umbu Pundi
NIM : 20/455276/KH/10438
Kelompok :8
Asisten : Vikramanda Ikbar
DEPARTEMEN FARMAKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2022
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai mahasiswa kedokteran hewan, tentu penting untuk mempelajari
topik analgetika karena obat analgetika ini nantinya akan sangat berguna untuk
menangani pasien terkhusus untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri pasien, tanpa
menghilangkan kesadaran. Dengan menguasai topik analgetika, terlebih mengenai
golongan obat analgetika, manfaat, mekanisme kerja setiap obat dan efek setip obat
analgetika akan membantu dokter hewan dalam memberikan penanganan yang
efektif kepada pasien.
B. Tujuan Praktikum
1. Mendemonstrasikan cara membandingkan obat – obat analgetika dengan
metode plat panas.
2. Melihat efek analgetika terhadap mencit yang diletakkan pada plat panas.
B. PENGGOLONGAN ANALGETIKA
● Analgetika Narkotika
1. Pengertian
Analgetika narkotika atau analgetika opioid merupakan obat yang
menimbulkan efek analgesic yang berasal dari opium, senyawa yang
memiliki efek mirip morfin (Indra, 2013). Analgesik narkotik
digunakan untuk meredakan rasa nyeri sedang sampai berat (Kee dan
Hayes, 1994).
2. Mekanisme
Efek analgesic, sedasi, dan euphoria dari golongan analgesic
narkotika terjadi karena adanya interkasi pengikatan zat obat dengan
reseptor opoid di CNS yaitu μ, δ, dan κ (Ford dan Roach, 2014).
3. Contoh obat min. 3 + penjelasan & gambar
a. Methadon
Methadon adalah sintetis opioid yang memiliki efek sama
seperti morfin untuk meredakan rasa nyeri. Methadon
menimbulkan efek analgesic kuat karena berikatan dengan
reseptore μ secara selektif. Waktu kerja methadone pada anjing
3-5 jam (Maddison et al., 2008).
b. Fentanil
Fentanil termasuk salah satu analgetika narkotika yang
memiliki waktu kerja cepat yaitu 30-60 menit. Efek analgesia
dari fentanyl ini sangat kuat karena fentanyl selektif dalam
berikatan dengan reseptor μ dan affinity dengan reseptor μ 50-
100× poten dari morfin. Selain itu, fentanyl terikat dengan
protein dan larut dalam lemak (Maddison et al., 2008).
c. Tramadol
Tramadol sebagai analgetik anarkotika karena berikatan
agonis dengan reseptor μ. Selain itu, tramadol sebagai inhibit
reuptake noradrenalin dan serotonin (Maddison et al., 2008).
Gambar Tramadol dengan merk Tralieve (Dechra, 2015)
c. Ibuprofen
Memiliki efek antiradang, analgesic-antipiretik, dan
antirematik yang dapat digunakan untuk mengurangi
keradangan (Siswandono, 2016).
● Klafisikasi NSAIDs
Kelompok obat NSAID terbagi atas tiga kelas, yaitu analgesik
sederhana, NSAID non selektif, dan inhibitor selektif COX-2. Analgesik
sederhana seperti parasetamol; NSAID non selektif seperti natrium
diklofenak, asam mefenamat, natrium naproksen, meloksikam, dan
ketorolak; dan inhibitor selektif COX-2 seperti celecoxib, etoricoxib, dan
parecoxib (Ramadani, 2016).
Menurut Kee dan Hayes (1994), NSAID dibagi menjadi 7
kelompok, yakni:
- Salisilat yang berkaitan dengan aspirin
- Derivate asam para-klorobenzoat, atau indol
- Derivate pirazolon
- Derivate asam propionate
- Fenamat
- Oksikam
- Asam-asam fenilasetat
Ketoprofen termasuk ke dalam kelompok derivate asam propionate
dan dipyrone termasuk ke dalam kelompok derivate pirazolon (Kee dan
Hayes, 1994).
D. KETOPROFEN
Ketoprofen merupakan obat anti inflamasi non steroid (AINS) turunan asam
fenil alkanoat yang bekerja sebagai antiinflamasi, antipiretik, analgetik, dan
digunakan secara luas sebagai anti reumatik (rheumatoid arthritis) (Hosny, 2013).
Aktivitas antiinflamasi ketoprofen dihasilkan melalui inhibisi non selektif
pada siklooksigenase dan lipoksigenase, Ketoprofen dapat menginhibisi kedua
subtipe enzim siklooksigenase, yaitu COX-1 dan COX-2. (Fadhila, dkk., 2018)
Contoh obat:
1. Ketofen
Ketofen merupakan obat antiinflamasi yang direkomendasi untuk masalah
muskuloskeletal yang terasosaisi dengan rasa sakit pada kuda. Obat ini
nonnarkotik, nonsteroidal (NSAID) dengan properti analfesik dan antipiretik
(Zoetis, 2022).
E. DIPYRONE
Merupakan obat analgesik, antipiretik, dan antiinflamatory yang juga dikenal
sebagai metamizole yang dapat menyebabkan agranulocytosis (Schlattmann,
2009). Juga merupakan derivate metansulfonat aminopirin turunan pirazolon
bersifat analgesik dan antipiretik tetapi antiinflamasinya lemah (Tjay & Raharja,
2007). Metamizole (Dipyrone) yang bertanggungjawab untuk efek analgesic adalah
yang kompleks, dan kemungkinan besar terletak pada penghambatan
cyclooxygenase-3 pusat (Nurfita, 2018).
Contoh obat
1. Novalgin
Novalgin merupakan obat metamizole sodium NSAID yang sering
digunakan sebagai analgesik kuat dan antipyretic. Metamizole lebih efektif
dibandingkan dengan paracetamole dalam mencapai suhu tubuh normal
dimana paracetamol akan mereduksi suhu tubuh jauh lebih besar dan
menetapkan suhu rendah dengan durasi lama (Wollina, 2013).
4. Hot Plate Analgesia Meter Alat uji pengaruh obat perlakuan / respon
nyeri mencit
5. Stopwatch Untuk menghitung waktu saat uji
Mencit dimasukkan dalam beaker glass (15 menit) agar obat terdistribusi.
● Data Waktu Reaksi Mencit (diisikan berdasarkan lembar kerja, data dihighlight
warna kuning sesuai dengan kelompok masing-masing)
8 6 7 24
● Perhitungan Volume Ketoprofen dan Dipyrone
1. Ketoprofen
Diketahui: BB = 44,5 gr = 0,0445 kg
M = 0,1 % = 1 mg/ml
D = 5 mg/kg
Ditanya: volume ketoprofen = ?
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑥 𝐵𝐵
Jawab: V = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖
𝑚𝑔
5 𝑥 0,0445 𝑘𝑔
𝑘𝑔
V= 𝑚𝑔
1
𝑚𝑙
V = 0,2225 ml → 0,23 ml
Jadi volume ketoprofen yang diberikan adalah 0,23 ml
2. Dipyrone
Diketahui: BB = 41 gr = 0,041 kg
M = 2,5 % = 25 mg/ml
D = 250 mg/kg
Ditanya: volume ketoprofen = ?
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑥 𝐵𝐵
Jawab: V = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖
𝑚𝑔
250 𝑥 0,041 𝑘𝑔
𝑘𝑔
V= 𝑚𝑔
25
𝑚𝑙
V = 0,41 ml
Jadi volume dipyrone yang diberikan adalah 0,41 ml
Setelah dilakukan pengolahan data dengan total sampe 12 sampel, didapatkan tabel
hasil Tests of Normality diatas. Karena jumlah sampel adalah 12 (<50), nilai
signifikansi yang digunakan ialah Shapiro-Wilk. Karena semua nilai signifikansi
>0,05 maka data tersebut terdistribusi normal.
Pada uji kali ini, terdapat 3 kelompok dan data berdistribusi normal sehingga uji
selanjutnya adalah uji Anova. Hasil dari uji Anova diatas menunjukkan bahwa
signifikansinya bernilai 0.008 (<0.05) yang berarti ada perbedaan antar perlakuan.
2. drh. Budi ingin menginjeksikan tramadol pada mencit seberat 30 gram dengan
volume 0,2 ml. Jika konsentrasi tramadol 0,15%, maka berapa dosis yang
diperlukan ?
Diketahui: BB = 30 gr = 0,03 kg
M = 0,15 % = 1,5 mg/ml
V = 0,2 ml
Ditanya: dosis tramadol = ?
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑥 𝐵𝐵
Jawab: V = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖
𝐷 𝑥 0,03 𝑘𝑔
0,2 ml = 𝑚𝑔
1,5
𝑚𝑙
𝑚𝑔
0,2 𝑚𝑙 𝑥 1,5
𝑚𝑙
Dosis = 0,03 𝑘𝑔
Dosis = 10 mg/kg
Jadi dosis tramadol yang diperlukan adalah 10 mg/kg
3. Seorang praktikan ingin menginjeksikan tramadol pada kucing dengan berat 5 kg.
Konsentrasi tramadol yang akan diinjeksikan adalah 2% dengan dosis 10 mg/kg
BB. Maka berapakah volume dari tramadol tersebut?
Diketahui: BB = 5 kg
M = 2 % = 20 mg/ml
D = 10 mg/kg
Ditanya: volume tramadol = ?
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑥 𝐵𝐵
Jawab: V=
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖
𝑚𝑔
10 𝑥 5 𝑘𝑔
𝑘𝑔
V= 𝑚𝑔
20
𝑚𝑙
V = 2,5 ml
Jadi volume tramadol yang diperlukan adalah 2,5 ml
5. Tramadol dengan volume 4 ml dan konsentrasi 2,4% serta dosis 30 mg/kg BB akan
diinjeksikan pada seekor kelinci, berapakah berat badan kelinci tersebut?
Diketahui: V = 4 ml
M = 2,4 % = 24 mg/ml
D = 30 mg/kg
Ditanya: berat badan kelinci = ?
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑥 𝐵𝐵
Jawab: V = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖
𝑚𝑔
30 𝑥 𝐵𝐵
𝑘𝑔
4 ml = 𝑚𝑔
24
𝑚𝑙
𝑚𝑔
4 𝑚𝑙 𝑥 24
𝑚𝑙
BB = 𝑚𝑔
30
𝑘𝑔
BB = 3,2 kg
V. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini, tiga mencit tiga diperlakukan perlakuan yang berbeda,
dimana masing-masing mencit ini diinjeksi dengan NaCl fisiologis sebanyak 0,4 ml;
Ketoprofen 0,1% sebanyak 0,23 ml; Dipyrone 2,5% sebanyak 0,41 ml. Setelah itu,
mencit diletakkan dan didiamkan selama 15 menit, setelah itu mencit ditempatkan dan
diamati di hot plate analgesia meter yang bersuhu 55°C, sampai mencit menunjukkan
reaksi nyeri, lalu pengamatan dilakukan pada lama waktu yang dibutuhkan mencit
dalam menunjukkan reaksi nyeri tersebut. Reaksi ditandai dengan mencit yang menjilat
kaki atau melompat. Metode yang digunakan dalam praktikum kali ini sudah sesuai
dengan literatur Wardani dkk. (2021), pengujian dilakukan menggunakan
induksipanas menggunakan hot plate dengan suhu 55ºC. Stopwatch dihidupkan pada
saat mencit menyentuh permukaan hot plate dan diamati sampai mencit menunjukkan
respon nyeri yang ditandai dengan gerakan melompat atau menjilat kakinya. Dicatat
waktu timbulnya respon nyeri pada mencit yaitu ketika pertama kali mencit melompat
atau menjilat kakinya. Perbedaan dengan literatur hanya pada jalur pemberian obat.
Pada praktikum kali ini obat diinjeksikan secara subkutan sedangkan pada literatur
Wardani dkk. (2021), obat diberikan secara peroral. Hal ini menyebabkan waktu
tunggu obat bekerja menjadi beda antara praktikum dengan literatur. Dalam praktikum,
setelah diinjeksi, mencit ditunggu selama 15 menit, sedangkan pada literatur Wardani
dkk. (2021), setelah diberi obat mencit ditunggu selama 60 menit karena pemberian
obat peroral membutuhkan waktu lama untuk munculnya efek obat.
Dari hasil kelompok 8, urutan waktu reaksi mencit pada hot plate analgesia meter
dari yang terlambat sampai tercepat adalah mencit yang diinjeksi dengan obat dipyrone
(24 detik), selanjutnya mencit yang diinjeksi dengan obat golongan ketoprofen (7
detik), dan yang paling cepat bereaksi adalah mencit kontrol (NaCl fisiologis) yaitu 6
detik. Menurut Hanifa et al., (2017), semakin lama waktu yang ditimbulkan untuk
menahan rasa nyeri akibat stimulus panas, semakin tinggi daya analgesik. Dilihat dari
hasil praktikum, dipyrone dan ketoprofen memiliki efek analgesik karena mampu
menahan rasa nyeri lebih lama dari pada kontrol. Luellmann dkk. (2018), menyatakan
bahwa Dipyrone (metamizole) adalah derivate pirazolon. Dipyrone menghasilkan
analgesia yang kuat, bahkan dalam kondisi sakit kolik, dan memiliki tambahan efek
spasmolitik. Memiliki efek antipiretik juga. Dipyrone bekerja dengan cara
menghambat COX-3 yang menghasilkan prostaglandin pemicu reaksi peradangan
tubuh. Sedangkan ketoprofen dapat menginhibisi kedua subtipe enzim siklooksigenase,
yaitu COX-1 dan COX-2 (Fadhila, dkk., 2018).
Setelah dilakukan pengolahan data dengan total sampe 12 sampel, didapatkan tabel
hasil Tests of Normality diatas. Karena jumlah sampel adalah 12 (<50), nilai
signifikansi yang digunakan ialah Shapiro-Wilk. Karena semua nilai signifikansi >0,05
maka data tersebut terdistribusi normal. Pada uji kali ini, terdapat 3 kelompok dan data
berdistribusi normal sehingga uji selanjutnya adalah uji Anova. Hasil dari uji Anova
diatas menunjukkan bahwa signifikansinya bernilai 0.008 (<0.05) yang berarti ada
perbedaan antar perlakuan. Perbedaan yang terlihat adalah mencit dengan injeksi
dipyrone lebih kuat efek analgesinya ketimbang mencit ketoprofen. Menurut Papich
(2021), perbedaan yang ada pada kedua obat ini adalah pada waktu lamanya obat ini
bekerja dalam tubuh. Papich (2021), menyatakan bahwa dipyrone dapat bertahan
sampai 4 jam, sedangkan ketoprofen hanya bertahan 1 jam pada hewan kuda. Mungkin
hal inilah yang menyebabkan analgesi pada mencit dipyrone lebih lama ketimbang
mencit ketoprofen.
VI. KESIMPULAN
1. Efektivitas anti-nyeri analgetika dapat diuji dengan metode hot plate analgesia meter
dengen membandingkan lama waktu mencit berada di atas hot plate sehingga
munculnya reaksi. Efek yang ditimbulkan pada mencit semasa di atas hot plate adalah
melompat dan juga menjilat kaki, di mana waktu mencit menunjukkan efek tersebut
akan dicatat datanya serta diolah dengan SPSS.
2. Reaksi yang dihasilkan oleh mencit yang dimasukkan kepada hot plate analgesia
meter adalah melompat-lompat dan menjilat kaki sebagai tanda rasa sakit atau nyeri.
Lama mencit menunjukkan reaksi bergantung pada jenis senyawa analgetika yang
diberi
Dechra. 2015. Products for Anaesthesia and Analgesia. Diakses pada 15 September
2022, dari https://www.dechra.co.uk/therapy-areas/companion-
animal/anaesthesia/analgesia/products
Ford, S.M., dan Roach, S.S. 2014. Roach’s Introductory Clinical Pharmacology
Edition 10. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilnkins
Halodoc. 2022. Ibuprofen 400 mg 10 tablet. Diakses pada 15 September 2022 dari
https://www.halodoc.com/obat-dan-vitamin/ibuprofen-400-mg-10-tablet
Hanifa, W., Isa, M., R, TR, T. Armansyah. 2017.Potensi Infusa Batang Sernai (Wedelia
biflora) sebagai Analgesik pada Mencit (Mus musculus). JIMVET, 1(4): 729-
735.
Howe, G.L. 1993. Pencabutan Gigi Geligi Edisi II. Jakarta: EGC
Indra, I. 2013. Farmakologi Tramadol. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, 13(1): 50-54.
Kee, J.L., dan Hayes, E.R. 1994. Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan.
Jakarta: EGC
Maddison, J.E., Page, S.W., dan Church, D.B. 2008. Small Animal Clinical
Pharmacology Second Edition. Philadelphia: Saunders Elsevier
Mita, S.R., dan Husni, P. 2017. Pemberian Pemahaman Mengenai Penggunaan Obat
Analgesik secara Rasional pada Masyarakat di Arjasari Kabupaten Bandung.
Jurnal Aplikasi Ipteks untuk Masyarakat, 6(3): 193-195.
Nutri-Vet. 2021. Aspirin Chewable Tablets for Small Dogs. Diakses pada 15
September 2022, dari https://www.nutri-vet.com/dog-health/pain-relief-for-
dogs/aspirin-for-small-dogs
Patel, P.K., Sahu, J., dan Chandel, S.S. 2016. A Detailed Review on Nociceptive
Models for the Screening of analfesic Activity in Experimental Animals.
International Journal of Neurologic Physical Therapy, 2(6): 44-50.
Tjay, T.H., dan Rahardja, K. 2007. Obat – Obat Penting: Kasiat, Penggunaan, dan
Efek – Efek Sampingnya Edisi Keenam. Jakarta: Elex Media Komputindo