Anda di halaman 1dari 16

PRE PLANNING TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK ( TAK )

“TERAPI MUSIK” PADA LANSIA DI UPTD PSPJTW


KHUSNUL KHOTIMAH PEKANBARU 2022

A. Latar Belakang

Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam dan
lingkungan dari luar dirinya baik itu lingkungan keluarga kelompok dan
komunitas.Dalam berhubungan dengan lingkungan, manusia harus mengembangkan
strategi koping yang efektif agar dapat beradaptasi.Hubungan interpersonal yang
dikembangkan dapat menghasilkan perubahan individu diantaranya perubahan nilai
budaya, perubahan sitem kemasyarakatan, pekerjaan serta akibat ketegangan antar
idealism dan realita yang dapat menyebabkan terganggunya kesehatan mental emosional.
Tidak semua orang dapat menyesuaikan diri dari perubahan tersebut, akibatnya akan
menimbulkan ketegangan atau stress yang berkepanjangan sehingga dapat menjadi faktor
pencetus dan penyebab serta juga mengakibatkan suatu penyakit. Faktor yang dapat
mempengaruhi stress adalah pengaruh genetic, pengalaman masa lalu dan kondisi saat ini
( Suliswati, 2005 )

Didalam menjalani kehidupannya, lansia memiliki tugas perkembangan yang


harus dipenuhi yaitu mulai dari mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan,
adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik dan pendapatan,
mempertahankan keakraban, suami istri, dan saling merawat, mempertahankan hubungan
dengan anak dan social masyarakat, melakukan life rivew dan mempertahankan penataan
yang memuaskan merupakan tugas utama keluarga pada tahap ini ( Duvall & Miller
dalam Friedman, 2010 ).

Terapi kelompok adalah metode pengobatan ketika klien ditemui dalam


rancangan waktu tertentu dengan tenaga yang memenuhi persyaratan tertentu. Focus
terapi kelompok adalah membuat sadar diri, peningkatan hubungan interpersonal dan
membuat perubahan.Terapi aktivitas kelompok merupakan terapi akticitas kelompok
dibagi menjadi 4, salah satunya adalah terapi aktivitas kelompok sensori (musik). Terapi
aktivitas kelompok sensori (musik) adalah salah satu bentuk terapi yang berfungsi
sebagai ungkapan perhatian, baik bagi para pendengar yang mendengarkan maupun bagi
pemusik yang mengubahnya.

Berdasarkan hasil pengkaian dan observasi yang dilakukan oleh Ners Muda dapat
disimpulkan bahwa, keadaan lansia yang berada di wisma melur jarang berkumpul dan
bersosialisasi.

Kelompok terapeutik memberi kesempatan untuk merangsang (stimulasi)


pengalaman, seperti membantu individu untuk saling mengenal dengan baik sesama
anggota dan berdiskusi dengan sesama anggota kelompok. Untuk itu dirasa perlu
dilakukan aktivitas kelompok di wisma melur.

B. Topik
Terapi aktivitas kelompok dengan tema terapi sensori (musik).
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Klien dapat menyebutkan jati diri dihadapan klien lain dan berespon terhadap musik
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus TAK dengan stimulasi sensori music antara lain adalah :
a. Klien mampu mengenali music yang didengar
b. Klien mampu member respon terhadap music
c. Klien mampu menceritakan perasaan setelah mendengar musik
D. Hasil
1. Lansia mampu memperkenalkan diri
2. Lansia mampu mengekspresikan perasaan setelah mengikuti kegiatan terapi aktivitas
kelompok terapi sensori (musik).
3. Lansia mampu bekerja sama dalam melakukan aktivitas kelompok terapi sensori
(musik).
4. Lansia mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan terapi aktivitas
kelompok terapi sensori (musik) yang telah dilakukan.
E. Kriteria Peserta
Kriteria peserta dalam terapi aktivitas kelompok terapi snsori (musik) antara lain:
1. Merupakan penghuni wisma dahlia, wisma melur dan wisma kemuning.
2. Lansia yang mau dan mampu mengikuti TAK.
F. Uraian Struktur Kegiatan
1. Tempat pertemuan
Kegiatan dilaksnakan diwisma melur sekitar 4 lansia
2. Hari/tanggal : Jumat, 11 November 2022
Waktu : 02.00 – 03.00 WIB
Tempat : Wisma Melur
3. Setting Tempat
Speaker
L CL

PR

F P
P F F P F
PR
P

OB
Keterangan :
CL : Co Leader F : Fasilitator PR : Preseptor
L : Leader OB : Observer P : Peserta

4. Tim Pelaksana
a. Leader : Shilvia Atma Nengsih
Tugas : - Membuka acara
- Mengontrol TAK
- Memimpin acara selama kegiatan TAK
- Menghidupkan suasana TAK
- Menyampaikan kontrak yang telah dilakukan sebelum kegiatan
TAK
- Menyampaikan tujuan TAK
- Membacakan tata tertib TAK
b. Co Leader : Dewi Khotimatul H
Tugas : - membantu leader mengarahkan dan mengontrol jalannya TAK
- Mwengingatkan leader jika ada yang terlupa atau
terlewatkan.
c. Fasilitator : Anelda Pristika, Elisa Eliana, Maya Anggraeni
Tugas : - Mempersiapkan alat, tempat dan lansia
- Ikut serta dalam kegiatan kelompok untuk mengaktifkan
jalannya TAK,
- Memfasilitasi anggota dalam mendengarkan musik.
d. Observer : Ana Amalia
Tugas : - Memantau dan mengevaluasi hasil selama TAK berlangsung
- Mencatat semua proses yang terjadi
- Membuat laporan jalannya TAK
- Mencatat respon lansia
e. Dokumentasi : Iza
Tugas : Mendokumentasikan setiap kegiatan
5. Alat yang akan digunakan
a. Speaker
b. HP
c. Buku catatan dan pena
d. Name tag panitian dan peserta
e. Tahap pelaksnaan

No Waktu Kegiatan Terapi Kegiatan Peserta


1 10 Menit Perencanaan :
a. Persiapan Materi
b. Persiapan media/alat yang
digunakan
c. Setting tempat terapis dan
peserta
d. Pembagian tugas terapis
2 40 Menit Pelaksnaan :  Mendengarkan dan
a. Orientasi memperhatikan
1. Tahap terapeutik  Mengikuti kegiatan
 Terapis mengucapkan sesuai aturan main
salam  Melaksanakan antisipasi
 Memperkenalkan terapis masalah yang tentukan
atau preceptor terapis (jika ada)
2. Evaluasi validasi
 Menanyakan perasaan
klien saat ini
3. Kontrak
 Menjelaskan tujuan
kegiatan
 Membuat kontrak waktu
kegiatan
 Menjelaskan aturan
kegiatan
b. Kerja  Melakukan cabut undi
1. Membagi lansia menjadi
beberapa kelompok dengan cara
cabut undi
2. Menempatkan lansia sesuai  Duduk berdasarkan

kelompok kelompok

Sesi 1 (Mendengarkan musik)


 Melakukan apa yang
 Leader membunyikan beberapa
dilakukan oleh Leader
musik dan peserta
mendengarkan secara rileks dan
posisi nyaman
Sesi 2 (life review)
 Masing-masing kelompok
menceritakan bagaimana  Masing-masing
perasaan setelah mendengarkan kelompok menceritakan
musik perasaan setelah
mendengar musik
 Reinforencement positif

3 10 Menit c. Terminasi  Mengungkapkan


1. Evaluasi perencanaan tujuan pendapat
 Menayakan perasaan  Menyetujui/memberi
klien setelah mengikuti pendapat tentang
TAK rencana selanjutnya
 Menanyakan perasaan
klien (terkait dengan
aspek tujuan khusus yang
diinginkan)
2. Memberikan rencana tindak
lanjut
3. Kontrak TAK berikutnya (jika
TAK dilanjutkan)

G. Tahap Evaluasi
1. Kriteria Evaluasi
a. Evaluasi struktur
1) 80% lansia menghadiri kegiatan TAK
2) Tempat, media serta alat penyuluhan tersedia sesuai rencana
b. Evaluasi Proses
1) Peran dan tugas mahasiswa sesuai perencanaan
2) Lansia yang hadir mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
3) 80% lansia yang hadir berperan aktif selama kegiatan berlangsung
c. Evaluasi Hasil
1) 75% lansia mampu mendengarkan musik dan dapat mengekspresikan setelah
mendengarkan musik
2) 75% lansia senang setelah mendengarkan musik
3) 75% lansia mampu bekerja sama antar sesama kelompok
H. Jenis Terapi Musik Klasik
Musik klasik dapat menurunkan tingkat stres pada lansia. menyatakan bahwa
musik mampu memberikan rangsangan yang menghasilkan pada efek mental dan
fisik, menyeimbangkan gelombang otak dan dapat mengatur hormon-hormon yang
berkaitan dengan stres. Sukendro (2008) juga menyatakan bahwa pada musik klasik suara
bass drum maupun suara bass gitar sangat minim, jika bass drum dipukul berulang-ulang
dengan keras maka akan mengakibatkan jantung berdenyut lebih keras dan cepat,
sedangkan pada musik klasik bunyi alat musik gesek lebih dominan dengan frekuensi
tengah (220 Hz s/d 2000 Hz) sehingga lebih banyak diterima oleh telinga yang
selanjutnya akan memengaruhi otak, dan seseorang yang mendengarkan musik tersebut
akan menjadi lebih tenang.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Synder dan Lindquist (2002) dalam
Asmaravan (2018) yang menyatakan bahwa pada saat musik didengarkan dan ditangkap
oleh serabut sensori kemudian disampaikan ke korteks serebri sehingga terjadi penurunan
aktivitas lobus frontal yang menyebabkan terjadinya sekresi hormon endorphin dan
penurunan hormon stres (kortisol) yang dapat meningkatkan rasa nyaman, sehingga
menimbulkan sensasi menyenangkan pada seseorang karena lebih memfokuskan
perhatiannya kepada musik daripada pikiran-pikiran yang menegangkan. Djohan (2006)
juga menyatakan bahwa alunan musik klasik dapat merangsang pengeluaran endorphin
dan serotonin, yang dapat membuat tubuh merasa lebih rileks pada seseorang yang
mengalami stres. Djohan (2006) juga menyatakan bahwa pada saat pikiran seseorang
sedang kacau atau jenuh, dengan mendengarkan musik walaupun sejenak, terbukti dapat
menenangkan dan menyegarkan pikiran kembali.
Temuan tersebut bersinergi dengan temuan peneliti lain yaitu Asmaravan (2018)
melaporkan bahwa dari 18 subjek (100,0%) menderita hipertensi ringan, setelah
diberikan terapi musik klasik didapatkan 9 subjek (55,0%) mengalami penurunan tekanan
darah menjadi normal. Temuan tersebut juga diperkuat oleh Setiawan dan Tri (2015)
yang menyatakan bahwa tekanan darah pada subjek menurun dari hipertensi sedang
menjadi hipertensi ringan dengan rerata penurunan tekanan darah sistolik sebesar 19,80
mmHg setelah diberikan terapi musik klasik. Prawesti dan Erwin (2015) juga melaporkan
bahwa terapi musik klasik dapat menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 18,88 mmHg
pada lansia di posyandu lansia sejahtera GBI Setia Bakti Kediri. Aini, dkk. (2017)
melaporkan bahwa sebelum dilakukan terapi musik klasik (mozart), seluruh
responden termasuk dalam hipertensi stadium I. Setelah dilakukan terapi musik klasik
(mozart), hasil tekanan darah pada observasi I sebagian kecil menunjukkan nilai normal,
pada observasi II sebagian kecil menunjukkan nilai normal, dan observasi III hampir
setengahnya menunjukkan nilai normal.
Sari dan Adilatri (2012) menyatakan bahwa pada saat seseorang mendengarkan
suatu rangsangan suara yang sudah dikenali oleh otak, maka otak akan dengan cepat
mengenali rangsangan tersebut, sehingga mampu memberikan respon rileks pada
seseorang. Hal tersebut dapat memicu pembuluh darah berdilatasi sehingga
menyebabkan tekanan darah menurun. Selain itu, saat mendengarkan musik yang disukai
seseorang akan merasa nyaman. Hal tersebut disebabkan karena musik yang didengarkan
berupa musik yang disukai dimana jenis musik tersebut sudah disenangi sejak awal,
sehingga menyebabkan terjadinya kondisi rileks yang diakibatkan oleh pelepasan hormon
endorphin. Seseorang yang merasa rileks akan menyebabkan peregangan pada otot dan
pembuluh darah yang menyebabkan vasodilatasi sehingga terjadi penurunan tekanan
darah. Kustap (2008) menambahkan bahwa musik yang disukai musik juga mampu
mengatur hormon- hormon yang memengaruhi stres seseorang dan memiliki kekuatan
untuk memengaruhi denyut jantung dan tekanan darah sesuai dengan frekuensi, tempo,
dan volumenya. Makin lambat tempo musik, denyut jantung semakin lambat sehingga
mengakibatkan terjadinya penurunan tekanan darah.

I. Durasi Terapi Music


Mendengarkan musik klasik sekitar 10 s.d. 30 menit dengan tempo yang lambat
(60 s.d. 80 bpm) per hari, dapat memberikan banyak manfaat bagi tubuh. Musik klasik
dapat mengubah secara efektif ambang otak yang dalam keadaan stres menjadi lebih
rileks, karena musik secara mudah dapat diterima oleh organ pendengaran dan mudah
ditangkap oleh otak. Musik klasik juga dapat mengaktivasi sistem limbik yang mengatur
emosi seseorang menjadi lebih rileks yang mengakibatkan pembuluh darah berdilatasi
sehingga dapat menurunkan tekanan darah (Nurrahmani, 2012). Pemberian musik dengan
irama lambat akan menurunkan pelepasan katekolamin ke dalam pembuluh darah.
Katekolamin merupakan zat yang konsentrasinya dalam plasma dapat memengaruhi
aktivasi simpatoadrenergik dan juga menyebabkan terjadinya pelepasan hormon-hormon
stres. Menurunnya konsentrasi katekolamin dalam plasma mengakibatkan tubuh
mengalami relaksasi, tekanan darah menurun, dan denyut jantung berkurang. Alunan
musik juga dapat menstimulasi tubuh memproduksi molekul NO (Oksida Nitrit) yang
dapat merangsang pembuluh darah untuk mengurangi tekanan darah (Ismarina, dkk.
2015).
Hal serupa juga diungkapkan oleh Saing (2007) yang menyatakan bahwa musik
klasik memiliki peran dalam regulasi sistem tubuh. Stimulasi musik klasik memiliki efek
positif terhadap sistem kardiovaskular, yang dapat membuat pembuluh darah menjadi
vasodilatasi karena menurunkan aktivitas sistem saraf simpatis yang secara fisiologis
sistem saraf simpatis merangsang atau mengkondisikan tubuh dalam posisi siaga yang
dapat mempercepat denyut jantung, dan pembuluh darah menjadi vasokontriksi sehingga
dengan diturunkannya aktivitas sistem saraf simpatis tubuh akan dalam keadaan rileks.
Musik klasik juga dapat membantu otak menginduksi gelombang alfa yang berperan
dalam penangkapan berbagai informasi yang ada dan juga dapat menurunkan tekanan
darah. Temuan tersebut diperkuat oleh pendapat Campbell (2002) yang menyatakan
bahwa musik dengan tempo lambat bisa memperlambat gelombang otak menuju
gelombang otak α (alpha) yang menandakan ketenangan, menstabilkan pernafasan,
denyut jantung, denyut nadi dan tekanan darah.
Prawitasari (2012) menyatakanbahwa mendengarkan musik dapat dilakukan
pada saat beristirahat dan beraktivitas. Mendengarkan musik dapat dilakukan pada saat
beraktivitas, asalkan tidak mengganggu proses dalam beraktivitas. Musik yang memiliki
tempo lambat dapat memberikan ketenangan dan kedamaian pada seseorang. Musik
dengan tempo lambat tersebut dapat ditemukan dalam semua genre, salah satunya adalah
musik klasik. Hal ini sesuai penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sloboda (2001)
dalam Djohan (2010) mengungkapkan bahwa musik memiliki fungsi untuk
meningkatkan dan mengubah emosi, sekaligus menemukan bahwa musik juga berkaitan
erat dengan perubahan suasana hati dan dapat menimbulkan ketenangan. Setyaningsih
dan Muis (2002) juga menambahkan bahwa musik mampu membantu meregangkan
otot-otot atau saraf-saraf otak yang tegang menjadi lebih tenang, hal tersebut berkaitan
dengan pendapat Campbell (2002) yang menyatakan bahwa musik mampu
memberikan rangsangan yang menghasilkan pada efek mental dan fisik,
menyeimbangkan gelombang otak dan dapat mengatur hormon-hormon yang berkaitan
dengan stres. Sukendro (2008) juga menyatakan bahwa pada musik klasik suara bass
drum maupun suara bass gitar sangat minim, jika bass drum dipukul berulang-ulang
dengan keras maka akan mengakibatkan jantung berdenyut lebih keras dan cepat,
sedangkan pada musik klasik bunyi alat musik gesek lebih dominan dengan frekuensi
tengah (220 Hz s/d 2000 Hz) sehingga lebih banyak diterima oleh telinga yang
selanjutnya akan memengaruhi otak, dan seseorang yang mendengarkan musik tersebut
akan menjadi lebih tenang.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Synder dan Lindquist (2002) dalam
Asmaravan (2018) yang menyatakan bahwa pada saat musik didengarkan dan ditangkap
oleh serabut sensori kemudian disampaikan ke korteks serebri sehingga terjadi penurunan
aktivitas lobus frontal yang menyebabkan terjadinya sekresi hormon endorphin dan
penurunan hormon stres (kortisol) yang dapat meningkatkan rasa nyaman, sehingga
menimbulkan sensasi menyenangkan pada seseorang karena lebih memfokuskan
perhatiannya kepada musik daripada pikiran-pikiran yang menegangkan. Djohan (2006)
juga menyatakan bahwa alunan musik klasik dapat merangsang pengeluaran endorphin
dan serotonin, yang dapat membuat tubuh merasa lebih rileks pada seseorang yang
mengalami stres. Djohan (2006) juga menyatakan bahwa pada saat pikiran seseorang
sedang kacau atau jenuh, dengan mendengarkan musik walaupun sejenak, terbukti dapat
menenangkan dan menyegarkan pikiran kembali.

MATERI TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK ( TAK )


A. Defenisi
Terapi Aktifitas Kelompok ( TAK ) dilakukan oleh 7-10 orang. Sebelum
melakukan terapi aktifitas kelompok terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan antara
lain : lingkungan yang kondusif, rasa aman, dan nyaman klien dengan menjaga
privasinya, serta dilakukan pada waktu yang tepat ( Direza, 2011 )
Terapi Aktifitas Kelompok stimulasi sensori terfokus kepada klien dengan
gangguan sensori. Stimulasi sensori bertujuan untuk menstimulasi sensori dan diobsevasi
dengan melihat ekspresi perasaan klien non verbal seperti ekspresi wajah dan gerakan
tubuh ( Keliat, 2005).

B. Tujuan
Tujuan terapeutik dari terapi aktiiftas kelompok menurut Keliet, 2004
1. Menggunakan kegiatan untuk memfasilitasi interaksi
2. Mendorong sosialisasi dengan lingkungan ( hubungan dengan luar diri klien )
3. Meningkatkan stimulus kualitas respon individu
4. Memotivasi dan mendorong fungsi koognitif dan afektif
5. Meningkatkan rasa yang dimiliki
6. Meningkatkan rasa percaya diri
7. Belajar cara baru dalam menyelesaikan masalah
C. Manfaat TAK bagi Lansia
Manfaat TAK bagi lansia adalah :
1. Agar anggota kelompok merasa dimiliki, diakui dan dihargai eksistensinya oleh
anggota kelompok yang lain.
2. Membantu anggota kelompok berhubungan dengan yang lain serta merubah perilaku
yang destruktif dan maladaptive.
3. Sebagai tempat untuk berbagi pengalaman dan saling membantu satu sama lain untuk
menemukan cara menyelesaikan masalah

D. Jenis-jenis terapi aktivitas kelompok pada lansia


Jenis-jenis dari terapi aktivitas kelompok pada lansia terdiri dari :
1. Stimulasi Sensori (Musik)
Musik dapat berfungsi sebagai ungkpan perhatian, baik bagi pendengar yang
mendengarkan maupun bagi pemusik yang mengubahnya kualitas dari musik yang
memiliki andil terhadap fungsi-fungsi dalam pengungkapan, perhatian terletak pada
struktur dan urutan otomatis yang dimiliki, yang mampu menuju pada ketidak beresan
dalam kehidupan seseorang.Peran sertanya Nampak dalam suatu pengalaman
musikal, seperti menyanyi dapat menghasilkan integritas pribadi yang
mempersatukan tubuh pikiran dan roh.
2. Stimulasi persepsi
Klien dilatih mempersiapkan stimulus yang disediakan atau stimulus yang pernah
dialami.Kemampuan persepsi klien dievaluasi dan ditingkatkan pada setiap sesi.
Dengan proses ini maka diharapkan respon klien terhadap berbagai stimulus dalam
kehidupan menjadi adaktif. Aktifitas berupah stimulus dan persepsi. Stimulus yang
disediakan : seperti baca majalah, menonton acara televisi stimulus dari pengalaman
masa lalu yang menghasilkan proses persepsi klien yang mal adktif dan destruktif
misalnya kemarahan dan kebencian.
3. Orientasi realitas
Klien diorientasikan pada kenyataan yang ada disekitar klien, yaitu diri sendiri,
orang lain, yang ada disekeliling klien atau orang yang dekat dengan klien dan
lingkungan yang pernah mempunyai hubungan dengan klien.Demikian pula dengan
orientasi waktu saat ini, waktu yang lalu dan rencana kedepan. Aktifitas dapat
berupah : orientasi orang, waktu, tempat dan benda yang ada disekitar dan semua
kondisi nyata.
4. Sosialisasi
Klien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang ada disekitar
klien.Sosialisasi dapat pula dlakukan secara bertahap dari interpersonal, kelompok
dan masa.Aktifitas dapat berupah latihan sosialisasi dalam kelompok.

E. Tahapan dalam terapi aktifitas kelompok


1. Orientasi
Anggota mulai mengembangkan system social masing-masing, dan leader mulai
menunjukkan rencana terapi dan mengambil kontrak dengan anggota.
2. Fase kerja
Pada tahap ini kelompok sudah menjadi team. Perasaan positif dan negative
dikoreksi dengan hubungan saling percaya yang telah dibina, bekerja sama untuk
mencapai tujuan yang telah disepakati, kecemasan menurun, kelompok lebih stabil
dan realistis, mengeksporasi lebih jauh sesuai denegna tujuan dan tugas kelompok,
dan penyelesain masalah yang kreatif.
3. Fase terminasi
Ada dua jenis terminasi ( akhir dan sementara ). Anggota kelompok mungkin
mengalami terminasi premature tidak sukses atau sukses.
F. Tahapan pelaksanaan TAK
1. Sesi 1 : Mendengarkan musik
Tujuan :
a. Lansia dapat meningkatkan kemampuan komunikasi verbal
b. Lansia dapat meningkatkan daya ingat
c. Lansia dapat berlatih mematuhi peraturan
d. Lansia dapat meningkatkan partisipasi dalam kelompok
e. Lansia dapat saling berinteraksi

Langkah kerja
A. Mengumpulkan lansia yang berada diwisma dahlia dan kemuning kewisma melur
B. Mengatur tempat duduk peserta bersama fasilitator
C. Menyampaikan tata tertib pelaksnaan kegiatan
D. Menyampaikan maksud dan tujuan dilaksanakan TAK
2. Sesi 2 (life review)
Tujuan :
a. Lansia mampu melaksanakan kegiatan TAK dengan baik dan nampak bergairah
setelah dilakukan TAK
b. Lansia dapat meningkatkan komunikasi verbal dengan lansia yang lainnya

Langkah Kerja :

a. Menilai aktivitas lansia sebelum dilakukannya kegiatan TAK


b. Melakukan TAK
c. Menilai proses lansia saat mengikuti kegiatan TAK
d. Manilai hasil dari proses kegiatan TAK
G. Peran perawat dalam terapi aktivitas kelompok
1. Mempersiapkan program terapi aktifitas kelompok
2. Sebagai leader dan co leader
a. Leader
Tugasnya :
 Menyusun rencana pembuatan proposal
 Memimpin jalannya terapi aktifitas kelompok
 Merencanakan dan mengontrol terapi aktifitas kelompok
 Membuka aktifitas kelompok
 Memimpin diskusi dan aktifitas kelompok
 Leader memperkenalkan diri dan mempersilahkan anggota diskusi lainnya
untuk memperkenalkan diri
 Membacakan tujuan terapi aktifitas kelompok
 Membacakan tata tertib
b. Co leader
Tugasnya :
 Membantu leader mengorganisasi anggota
 Apabila terapi aktifitas pasif diambil oleh co leader
 Menggerakkan anggota kelompok
 Membacakan aturan main
c. Fasilitator
Tugasnya :
 Ikut serta dalam kegiatan kelompok untuk aktif jalannya permainan
 Memfasilitasi anggota dalam diskusi kelompok
d. Observer
Tugasnya :
 Mengobservasi jalannya terapi aktifitas kelompok mulai dari persiapan, proses
dan penutup
 Mencari serta mengarahkan respon klien
 Mencatat proses yang semua terjadi
 Memberi umpan balik pada kelompok
 Melakukan evaluasi pada terapi aktifitas kelompok
 Membuat laporan jalannya terapi aktifitas kelompok
 Membacakan kontrak waktu
 Mengatasi masalah yang timbul pada saat pelaksanaan
H. Referensi

Direza, 2011.Materi Kuliah Terapi Aktifitas Kelompok. Bandung. Salemba Medica

Duvall & Miller dalam Friedman, 2010.Buku Saku Keperawatan. Jakarta. EGC

Keliat B.A, 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.Edisi 2. Jakarta. EGC

Suliswati, 2005.Faktor yang dapat mempengaruhi stress.Jakarta. EGC

Anda mungkin juga menyukai