Naufal Karim Adnanta-Seminar Proposal
Naufal Karim Adnanta-Seminar Proposal
SKRIPSI
1906301993
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM SARJANA
DEPOK
2022
i
UNIVERSITAS INDONESIA
SKRIPSI
1906301993
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM SARJANA
DEPOK
2022
Universitas Indonesia
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
THESIS
1906301993
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM SARJANA
DEPOK
2022
Universitas Indonesia
vii
KATA PENGANTAR
Saya ucapkan rasa puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT karena kasih
sayang dan rahmatnya saya dikaruniakan kemampuan untuk dapat menyelesaikan
skripsi yang “Studi Properti Mekanis Beton dengan Modified Expanded Polystyrene
(MEPS) sebagai Pengganti Sebagian Agregat Halus dengan Digital Image”. Sebagai
syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik (S.T), Penelitian dan penulisan skripsi
ini saya lakukan untuk memenuhi syarat dengan baik dan tepat pada waktunya untuk
lulus dari Jurusan Teknik Sipil, Universitas Indonesia.
Dalam penelitian dan penulisan skripsi ini penulis mendapat bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Dipl.-Ing. Nuraziz Handika S.T., M.T., M.Sc. dan Dr. Jessica Sjah,
S.T., M.T., M.Sc. selaku pembimbing skripsi saya yang telah memberikan
bimbingan, arahan, masukan, dan saran yang tak ternilai selama proses
penelitian dan penulisan skripsi ini.
2. Bapak Dr. Bastian Okto Bangkit Sentosa, S.T., M.Rech., M.T. dan Ibu Dr. Ir.
Elly Tjahjono, DEA. Selaku penguji yang telah meluangkan waktunya dan
memberikan masukan untuk perbaikan skripsi ini.
3. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan FTUI
yang telah memberikan ilmu dan pengalamannya selama penelitian skripsi dan
menempuh pendidikan di kampus ini.
4. Kedua orang tua dan Syiffa yang memberikan dukungan baik moral dan material
serta doa yang tak terputus.
5. Yanuar yang telah banyak membantu selama proses penelitian dan penulisan
skripsi serta memberi dukungan moral kepada penulis secara terus menurus
tanpa mengenal waktu.
6. Bowo dan Carin sebagai teman seperjuangan di laboratorium material yang
saling tolong-menolong dalam proses pengerjaan skripsi di laboratorium.
7. Teman-teman DTS UI 2019 dan SILIT sebagai tempat bertukar pikiran dan
melepas tawa selama penulisan skripsi dan perkuliahan.
8. Laboran di Laboratorium Material DTS UI yang membantu saya dalam
pengerjaan penelitian di laboratorium.
Universitas Indonesia
viii
9. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah
membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini.
Dalam pembuatannya, Skripsi ini masih luput dari kesalahan dan kekurangan.
Penulis berharap bagi seluruh pembaca dapat memberikan saran dan kritik sehingga
dapat melengkapi segala kekurangan dari dari karya tulis ini. Doa dan harapan bagi saya
dengan dibuatnya Karya tulis ini dapat memberikan manfaat bagi kemajuan ilmu
pengetahuna Teknik sipil.
Depok,
Penulis
Universitas Indonesia
ix
Sebagai sivitas akademika Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah
ini:
Studi Sifat Mekanis Beton dengan Substitusi Parsial Expanded Polystyrene Daur
Ulang Menggunakan Digital Image Correlation Analysis
bersama dengan perangkat lainnya. Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini,
Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmediakan, mengelola dalam bentuk
pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya, selama
tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak
Cipta.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal :
Yang menyatakan,
Universitas Indonesia
xii
DAFTAR ISI
Universitas Indonesia
xiii
Universitas Indonesia
xiv
DAFTAR GAMBAR
Universitas Indonesia
xv
Universitas Indonesia
xvi
DAFTAR TABEL
Universitas Indonesia
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Memasuki abad ke 20, teknologi konstruksi semakin berkembang pesat, yang
dapat dilihat dari banyaknya alternatif dari jenis material, metode konstruksi, serta
peralatan modern. Dari keseluruhan aspek yang diperhatikan dalam dunia kontruksi,
beton menjadi salah satu aspek yang memiliki perhatian khusus dalam perkembangan
kontruksi dari tahun ke tahunnya. Perkembangan infrastruktur sangat bergantung pada
beton, seperti pada pembangunan struktur bangunan, jembatan, dan jalan. Beriringan
dengan betapa pentingnya beton sebagai bahan utama dalam dunia konstruksi, maka
diperlukan inovasi baru yang dapat memaksimalkan efektivitas beton tanpa mengurangi
nilai dan fungsi utama dari beton. Penelitian ini berfokus pada inovasi dalam campuran
beton ringan.
Komposisi beton ringan menjadi fokusan dalam improfisasi inovasi, dimana
struktur beton terdiri dari agregat halus, agregat kasar, semen atau bahan hidrolis dan
dengan atau tidak penggunaan bahan additive atau admixture. Penggunaan agregat halus
dan agregat kasar di lapangan menggunakan material alami. Beriringan dengan
banyaknya inovasi dalam pembuatan beton ringan, pembahasan mengenai penggantian
Sebagian agregat halus dengan material Expanded Polystyrene (EPS) sedang marak
diteliti yang bertujuan untuk menurunkan berat jenis dari beton ringan. Penggunaan
Expanded Polystyrene (EPS) sebagai agregat pada beton ringan dapat dipertimbangkan
dikarenakan berat jenisnya yang rendah. Penerapan dari beton ringan dengan Sebagian
agregat halus diganti dengan material EPS ini dapat digunakan sebagai bearing wall.
Penggunaan material Expanded Polystyrene (EPS) pada kehidupan sehari-hari
memberikan dampak pada meningkatnya sampah EPS. Pada dasarnya limbah EPS
sangatlah sulit terurai dan menjadi masalah utama dalam pengolahan limbah. Dapat
dilihat betapa buruknya dampak penggunaan EPS dengan adanya larangan penggunaan
EPS di New York dan Oxford. Sebagai bentuk kepedulian lingkungan, Beton dengan
campuran Sebagian agregat halus dengan EPS dapat menjadi solusi yang dapat
diperhitungkan.
Universitas Indonesia
2
Penelitian ini mencoba inovasi baru dengan meneliti kekuatan tekan dari beton
dengan campuran Sebagian agregat halus dengan Modified Expanded Polystyrene
(MEPS). MEPS merupakan bentuk baru yang dihasilkan dengan melakukan perlakuan
awal kepada Expanded Polystyrene (EPS). Perlakuan awal yang diberikan adalah
memasukan material EPS kedalam oven dengan lama dan suhu yang telah ditentukan.
Berdasarkan Journal of Materials Processing Technology 209 (2009), menunjukan
bahwa berat jenis dari MEPS akan meningkat dan Volume MEPS akan menurun.
Dengan penggantian sebagian agregat halus dengan MEPS dapat memenuhi
standar dari pembuatan beton ringan, maka permasalahan terkait limbah EPS dapat
perlahan teratasi beriringan dengan penerapan beton MEPS, sehingga penulis
mengambil keputusan untuk memulai penelitian yang berjudul “Studi Properti Mekanis
Beton dengan Modified Expanded Polystyrene (MEPS) Sebagai Pengganti Sebagian
Agregat Halus dengan Digital Image Correlation “
Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini rumusan masalah yang ada tertulis sebagai berikut.
1) Bagaimana perilaku mekanik dari mortar dengan Modified EPS?
2) Bagaimana pembuatan Modified EPS sebagai bahan penggantu agregat Halus
alami?
3) Bagaimana komposisi campuran beton dengan Modified EPS sebagai pengganti
agregat halus dalam menghasilkan beton ringan non-struktural?
4) Bagaimana metode pencampuran yang baik dan tepat dalam pembuatan beton
ringan dengan Modified EPS sebagai pengganti agregat halus?
5) Bagaimana karakteristik deformasi dan perilaku mekanik dari beton ringan engan
menggunakan Modified EPS pada sampel kubus dan silinder menggunakan metode
Digital Image Correlation Analysis?
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Memberikan informasi terkait perilaku mekanik dari mortar dengan Modified EPS.
Universitas Indonesia
3
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat bagi penulis maupun
pembaca. Bertambahnya wawasan serta meningkatnya pemahaman pembaca maupun
penulis menjadi fokus utama dalam penelitian ini. Pembahasan terkait sifat mekanis
beton ringan dengan MEPS sebagai sebagian agregat halus dan di analisis melalui
digital image correlation diharapkan dapat menjadi acuan serta referensi untuk
melakukan inovasi atau penelitian baru.
Batasan Penelitian
Terdapat Batasan dalam penelitian yang tertulis sebagai berikut.
1) Penelitian tidak mempertimbangkan aspek ekomis dari mix design beton.
2) Kuat tekan rencana beton ringan fc’ memenuhi kriteria beton ringan non
struktural dengan kuat tekan antara 6,89-17,24 MPa dan berat isi berkisar pada
800-1440 kg/m3.
3) MEPS yang digunakan sebagai substitusi parsial dari agregat halus normal.
4) EPS yang digunakan berasal dari limbah yang diolah kembali menjadi butir-butir
kecil dengan cara diparut.
5) Penelitian ini menggunakan semen yang umum digunakan untuk pekerjaan
konstruksi di Indonesia yaitu Portland Composite Cement.
6) Pasir yang digunakan berupa pasir yang umum digunakan untuk pekerjaan
konstruksi kecil yaitu pasir bangka dengan fineness modulus 2,175.
7) Air yang digunakan berasal dari air PDAM Tirta Asasta Kota Depok.
Universitas Indonesia
4
8) Pada penelitian ini, standar yang digunakan adalah SNI, ACI, ASTM, dan acuan
penelitian yang dilakukan oleh peneliti lain.
9) Metode perawatan benda uji beton (curing) dilakukan dengan cara pelapisan
menggunakan handuk basah sedangkan perawatan benda uji mortar dilakukan
dengan merendam di bak air di lingkungan Laboratorium Struktur dan Material
DTSL FTUI.
10) Pengujian yang dilakukan pada benda uji beton adalah kuat tekan pada hari ke 7,
14, dan 28. Pengujian menggunakan Digital Image Correlation pada hari ke-28.
Sedangkan, pengujian pada benda uji mortar adalah menguji kuat tekan pada hari
ke 1, 3, 7, 28.
Metode Penelitian
Metode atau tahapan dalam pengerjaan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Studi Literatur
Hal yang dilakukan penulis adalah membaca dan memahami lebih dalam
dari literatur dan penelitian yang sudah ada mengenai penggunaaan EPS sebagai
substitusi sebagian agregat halus serta penelitian terkait sifat propertis dari
MEPS.
2) Eksperimental
Hal yang dilakukan penulis pada tahap ini adalah memulai percobaan
atau eksperimen. Berdasarkan hasil dari studi literatur, percobaan dilakukan
dengan membuat trial mix. Dari hasil trial mix yang telah dibuat, data yang telah
di dapatkan di analisis lebih lanjut.
3) Analisis
Tahap pertama dari analisis adalah mengolah data yang di dapat dari
hasil percobaan atau eksperimen. Hasil dari pengolahan data di analisis dan
disimpulkan untuk menjadi hasil akhir dari penelitian.
4) Kesimpulan
Dari keseluruhan tahapan, pada tahap ini ditarik inti dari semua analisis dari
pengolahan data yang telah dilakukan. Kesimpulan menjadi penjelasan yang
merangkum keseleruhan penelitian sehingga mudah dimengerti.
Universitas Indonesia
5
Hipotesa Awal
Dari tinjauan Pustaka yang dilakukan, terdapat korelasi yang dapat dijadikan
hipotesa dasar dalam penelitian ini. Penggunaan MEPS sebagai bahan substitusi
sebagian agregat halus akan mengurangi nilai kuat tekan beton seiring dengan
meningkatnya persentase MEPS yang digunakan. Selain itu, penambahan MEPS akan
semakin mereduksi berat isi beton. Hal tersebut dikarenakan MEPS yang bersifat sangat
ringan serta tingkat kepadatan material yang rendah. Penelitian ini diharapakan akan
menghasilkan beton yang memenuhi spesifikasi sebagai beton ringan non-struktural.
Sistematika Penulisan
Penulisan pada penelitian ini mencakup 5 bab pokok bahasan sebagai berikut.
1) Bab 1 Pendahuluan
Pada bagian ini berisi pembahasan mengenai latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian, metode
penelitian, dan sistematika penulisan.
2) Bab 2 Dasar Teori
Pada bagian ini berisi pemaparan terkait dasar-dasar teori yang
digunakan dalam penelitian. Teori yang digunakan dapat bersumber dari buku,
penelitian terdahulu, jurnal, standar dan peraturan, serta sumber lainnya yang
relevan dan kredibel.
3) Bab 3 Metode Penelitian
Pada bagian ini berisi pembahasan yang mencakup sistematika
penelitian, material yang digunakan, perhitungan campuran dan trial mix,
prosedur pembuatan dan pengujian benda uji pada penelitian.
4) Bab 4 Hasil dan Analisis
Pada bagian ini berisi mengenai analisis dan pembahasan dari peneltian
yang dilakukan.
5) Bab 5 Kesimpulan dan Saran
Pada bagian ini akan dipaparkan kesimpulan yang didpatkan dari
penelitian yang dilakukan serta saran-saran yang diberikan untuk penelitian lebih
lanjut.
Universitas Indonesia
6
BAB 2
DASAR TEORI
Beton
Beton adalah salah satu komponen di dunia konstruksi yang bersifat struktural
maupun non struktural yang dapat dibentuk sesuai dengan dimensi tertentu dengan
material pembentuknya berupa campuran semen, agregat halus, agregat kasar, dan atau
tanpa bahan tambahan lain. Pada penelitian ini, beton yang menjadi fokusan adalah
beton ringan. Menurut SNI 03-3449-1994 beton ringan struktural adalah beton yang
memakai agregat ringan atau campuran agregat kasar ringan dan pasir alam sebagai
pengganti agregat halus ringan dengan ketentuan tidak boleh melampaui berat isi
maksimum beton sebesar 1850 kg/m3 dan harus memenuhi ketentuan kuat tekan dan
kuat Tarik belah beton ringan untuk tujuan struktural. Menurut (Winter dan Nilon,
1993), beton ringan dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu :
• Beton dengan berat jenis rendah (berat isi < 800 kg/m3)
• Beton dengan berkekuatan menengah (berat isi 960 – 1360 kg/m3) (kuat tekan
6.89 – 17.23 MPa)
• Beton struktur (berat isi 1440 – 1920 kg/m3) (kuat tekan > 17.23 MPa, sama
seperti beton normal 15 – 40 MPa)
Berdasarkan klasifikasi di atas, untuk membuat beton ringan, maka salah satu
cara yang dapat dilakukan adalah menurunkan volume atau berat jenis dari beton.
Menurut Tjokrodimuljo (1996), untuk mengurangi volume beton terdapat beberapa
metode yang dapat digunakan seperti berikut.
• Membuat gelembung udara atau gas dalam adukan semen sehingga terjadi
banyak pori – pori udara dalam beton.
• Pemilihan agregat dengan menggunakan bahan ringan seperti Expanded
Polystyrene (EPS).
• Pada pembuatan beton, agregat halus tidak masuk kedalam komposisi beton
yang dibuat, biasa disebut dengan beton non pasir.
Universitas Indonesia
7
Universitas Indonesia
8
Universitas Indonesia
9
Universitas Indonesia
10
Universitas Indonesia
11
2.2.2 Agregat
Menurut SNI 2847:2013, agregat adalah bahan berbutir seperti pasir, kerikil,
batu pecah, dan slag yang digunakan dengan mediaperekat untuk menghasilkan beton
atau mortar semen hidrolis. Dalam perencanaan beton, penentuan komposisi agregat
menjadi salah satu aspek yang wajib di rencanakan. Agregat yang akan digunakan harus
di Analisa besarannya menggunakan sieve analysis sehingga dapat terklasifikasi antara
agregat kasar dan agregat halus. Selain itu perlu juga diperhatikan mengenai bobot isi
dari jenis agregat yang akan digunakan. setelah menentukan dimensi dari agregat serta
bobot isinya, perlu direncanakan juga mengenai komposisi jumlah agregat terhadap
massa keseluruhan dari beton yang akan dibuat. Komposisi dari agregat sangat
berpengaruh terkait seberapa kuat beton dan seberapa mudah beton dapat dikerjakan.
Jika berpacu pada dunia konstruksi di kesehariannya, komposisi dari volume agregat
pada beton berkisar pada 60-80% dari volume total beton. Menurut Kardiyono
Tjokodimuljo (1996), fungsi dari agregat yang merupakan campuran atau material dari
pendiri beton adalah sebagai berikut.
1. Sebagai bentuk minimalisir biaya dikarenakan jumlah volumenya yang dapat
mengurangi volume dari semen.
2. Dengan pemilihan dan perencanaan material agregat yang matang, maka beton
akan menjadi kuat dan padat.
3. Dengan pemilihan dan perencanaan material agregat yang matang, maka sifat
workability beton dapat direkayasa sesuai dengan keinginan perencana.
Universitas Indonesia
12
Ukuran dan gradasi dari agregat kasar ataupun halus diatur oleh banyak regulasi,
salah satunya diatur pada ASTM C33 – 03 yang mengatur mengenai grading
requirements untuk agregat kasar dan halus. Grading requirements yang diatur tertuang
pada tabel dibawah ini.
Universitas Indonesia
13
Berdasarkan Tabel 2.4 diketahui bahwa untuk uji lolos agregat halus,
diharuskan untuk agregat halus dapat lolos 95 – 100% pada bukaan 4.75 mm
sehingga untuk ukuran agregat dapat dipisahkan dengan membagi agregat yang
lolos dan tertahan pada saringan 4.75 mm disebut sebagai agregat halus dan agregat
yang tidak lolos dari saringan sebelum 4.75 mm disebut sebagai agregat kasar. Pada
Universitas Indonesia
14
ASTM C33-03 juga disebutkan mengenai syarat dari gradasi untuk agregat halus
yang tertulis sebagai berikut.
1. Agregat halus harus tidak melebihi 45% lolos dari semua saringan dan tertahan
pada saringan berikutnya secara berturut-turut seperti pada Tabel 2.4.
2. Nilai dari fineness modulus harus lebih besar dari 2,3 dan lebih kecil dari 3,1.
3. Beton dengan agregat halus minimal lolos antara saringan No.50 dan No.100
terkadang memiliki kesulitan dengan workability, pumping, atau excessive
bleeding. Untuk meringankan kesulitan tersebut, dapat ditambahkan kadar dari
udara, semen, dan mineral admixture dapat digunakan untuk menggantikan
komposisi agregat halus.
Berdasarkan Tabel 2.3 diketahui mengenai kriteria gradasi dari agregat kasar
yang diatur pada ASTM C33. Perlu diketahui bahwa seiringan dengan semakin
baiknya gradasi suatu agregat maka semakin sedikit pula rongga yang tercipta pada
beton. Dalam pemilihan agregat kasar perlu diperhatikan mengenai ukuran
maksimum yang digunakan dikarenakan selain berpengaruh pada rongga udara,
beton yang dihasilkan akan terpengaruh dari segi luas permukaan dan ekonominya.
Biasanya, dengan bertambahnya ukuran maksimum agregat kasar yang bergradasi
baik, jumlah pasta yang dibutuhkan untuk menghasilkan beton akan berkurang.
Universitas Indonesia
15
2) Jenuh ; agregat yang memiliki pori – pori terisi dengan air namun permukaan
partikelnya tidak terisi dengan air.
3) Air dry ; agregat yang memiliki pori – pori terisi dengan sedikit air namun
permukaan partikelnya tidak terisi dengan air.
4) Oven dry ; agregat yang tidak mengandung air baik di pori – pori maupun
permukaan partikelnya.
2.2.3 Air
Pada dasarnya air adalah bahan pembentuk beton. Terdapat reaksi kimia yang
mengakibatkan air bercampur dengan semen sehingga membentuk pasta semen.
Pembentukan pasta menjadi dasar kekuatan dalam pembuatan beton. Pemilihan air
menjadi hal yang penting dikarenakan ketidakmurnian dalam air akan mempengaruhi
dan menghambat proses kimia dari pencampuran semen dengan air. Sehingga berikut
merupakan syata dalam pemilihan air menurut Ferdinand Fasa.
1) Pada dasarnya kualitas air dari semen disyaratkan sebagai air yang dapat
diminum.
2) Kualitas air pencampur juga tidak boleh mengandung kadar sodium dan
potassium yang tinggi dikarenakan berbahaya dan akan memunculkan reaksi
kimia dimana alkali bertemu dengan agregat.
3) Setiap air dengan pH antara 6.0 dan 8.0 yang rasanya tidak payau dapat
digunakan sebagai air campuran beton.
4) Air laut dengan kandungan garam lebih kecil dari sama dengan 35.000 ppm
dapat digunakan sebagai air pencampur untuk beton tanpa tulangan
5) Air yang mengandung jamur tidak boleh digunakan karena dapat
meningkatkan jumlah udara dalam campuran sehingga dapat menimbulkan
efek negative terhadap kekuatan beton.
Universitas Indonesia
16
6) Air tidak boleh mengandung minyak dalam jumlah besar dikarenakan dapat
menghambat waktu seting dan mengurangi kekuatan beton.
Berdasarkan syarat di atas, dapat diketahui syarat yang wajib dipenuhi dalam
pemilihan air sebagai campuran dari beton. Sehingga air dapat dengan maksimal
menerapkan fungsinya dalam campuran beton. Fungsi dari air dalam campuran beton
adalah sebagai komponen yang diperlukan untuk menghasilkan reaksi kimia dengan
semen sehingga dapat menyebabkan sifat ikat dan dapat berlangsungnya perkerasan
beton. Selain itu, air juga berfungsi sebagai komponen yang menjadikan campuran dari
agregat dan pasir mudah untuk dikerjakan ataupun dicetak. Tujuan dari pemakaian air
adalah untuk melancarkan proses hidrasi antara air dan semen. Selain itu, tujuan semen
adalah untuk menjamin proses pengerasan yang sempurna dengan air sebagai komponen
dalam proses curing untuk beton yang telah dicor. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi jumlah air yang diperlukan pada campuran beton. Faktor yang
mempengaruhinya adalah sebagai berikut.
1) Ukuran agregat maksimum ; semakin besar suatu diameter agregat maka
volume air akan semakin menurun, semakin sedikit juga jumlah mortar yang
dibutuhkan.
2) Bentuk butir agregat ; bentuk agregat yang semakin bulat akan menyebabkan
kebutuhkan air menurun.
3) Gradasi agregat ; gradasi yang baik akan menyebabkan kebutuhan air
menurun untuk mendapatkan workability yang sama.
4) Kotoran dalam agregat ; makin banyak tanah liat dan lumpur makan
kebutuhan air akan meningkat.
5) Jumlah agregat halus ; semakin banyak agregat halus maka kebutuhkan air
akan menurun.
Dalam pembuatan beton, kebutuhan air juga dibedakan berdasarkan jenis dari
beton. Jenis beton terbagi menjadi beton bertulang, beton pratekan, dan beton tidak
bertulang. Syarat umum jumlah air berdasarkan jenis beton dijelaskan dalam tabel
berikut.
Universitas Indonesia
17
Pada Tabel 2.5 tertulis mengenai kondisi lingkungan yang terbagi tiga menjadi
kondisi ringan, sedang, dan berat. Kondisi ringan yang dimaksud adalah kondisi beton
yang terlingdung sepenuhnya dari cuaca atau kondisi agresif, kecuali sesaat pada waktu
konstruksi terbuka terhadap cuaca normal. Kondisi sedang adalah beton terlindung dari
hujan deras, beton yang tertanam, dan beton yang selamanya terendam air. Kondisi
berat adalah beton yang terbuka terhadap air lait, air payau, hujan yang lebat dan keras,
pergantian antara basah dan kering, dan beton yang mengalami kondensasi yang berat
atau uap yang korosif.
Syarat air juga ditentukan menurut British Standard (BS.3148 – 80). Regulasi
tersebut berisikan syarat penggunaan air untuk campuran beton yang dijelaskan sebagai
berikut.
Universitas Indonesia
18
Universitas Indonesia
19
Sumber : ASTM
Universitas Indonesia
20
Universitas Indonesia
21
Universitas Indonesia
22
Chemical admixtures adalah bahan admixture yang berbahan dasar dari kimia
buatan yang bertujuan untuk merekayasa hasil dari beton sehingga didapatkan hasil
beton sesuai dengan desain yang telah di rancang. Contoh dari Chemical admixtures
yang sering digunakan di lapangan adalah sebagai berikut.
1) Concrete curing compound ; bahan ini digunakan untuk memperlambat
penguapan selama proses setting. Di lapangan bahan ini sering digunakan
untuk melepaskan material beton dari bekisting.
2) Polymer bonding agent ; bahan ini biasa dipakai sebagai perantara dalam
penghubung dari beton lama dengan beton baru. Pada dasarnya bahan ini
memunculkan proses adhesi untuk menghubungkan beton baru dengan beton
lama.
3) Polymer modified mortar ; bahan ini digunakan untuk memperbaiki beton
yang rusak dengan melakukan penambalan dengan material ini.
4) Installation aid ; bahan ini digunakan untuk memperbaiki beton yang
berlubang.
5) Floor hardener and dust proofer ; bahan ini digunakan untuk merekayasa
kondisi beton sehingga dapat terbebas dari debu.
Universitas Indonesia
23
2.3.1 Workability
Workability adalah sifat dari campuran beton segar yang menunjukan seberapa
mudah pengerjaannya di lapangan. Menurut Newman, istilah dari workability tidak
mudah untuk didefinisikan secara tepat. Sehingga untuk menanggulangi sulitnya
pendefinisian, workability dibagi menjadi 3 sifat menurut L.J Murdock dan K.M Brook
(1991) sebagai berikut.
1. Kompaktibilitas ; kemudahan dari beton segar untuk dapat dipadatkan dan
rongga udaranya diambil.
2. Mobilitas ; kemudahan dari beton segar dapat mengalir kedalam cetakan atau
bekisting.
Universitas Indonesia
24
Universitas Indonesia
25
Pengukuran kelacakan juga dapat di lihat pada mortar beton. Pengujian dari
mortar beton dilakukan dengan pemeriksaan meja getar sesuai dengan ASTM C124-39.
Hasil dari pengujian mortar beton ini berguna untuk melihat konsistensi mortar dengan
mengukur tingkat penyebaran campuran Ketika menerima sentakan selaha 15 kali setiap
15 detik.
2.3.2 Segregasi
Segregasi menjadi salah satu sifat beton yang tidak diinginkan dan dihindari.
Segregasi menjadikan beton segar yang telah di desain memiliki sifat yang tidak
homogen sehingga agregat pada campuran beton tidak menyatu. Hal umum yang
menjadi penyebab dari terjadinya segregasi adalah kandungan dari air yang melebihi
perencanaan. Pada saat pengadukan material campuran jika dilakukan tidak dengan
benar juga akan menyebabkan terjadinya segregasi. Hal yang menyebabkan terjadinya
segregasi salah satunya adalah perbedaan specific gravity pada semen dan agregat.
Specific gravity dari semen diantara 3,1 hingga 3,6 sedangkan agregat berada pada
kisaran 2,6 hingga 2,7 perbedaan itulah yang menjadi penyebab terjadinya segregasi.
Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya segregasi adalah jarak dari mobilisasi
campuran beton segar yang jauh dengan lokasi tujuan pemakaian beton segar. Selain itu
kadar dari komposisi material campuran yang tidak saling mengisi / menahan juga
menjadi penyebab dari terjadinya segregasi. Dalam pelaksanaan di lapangan, jika jarak
penuangan beton segar lebih tinggi dari 1 meter juga dapat menyebabkan campuran
material beton segar menjadi segregasi. Penyebab terakhir dari segregasi adalah
penggunaan vibra yang terlalu lama yang justru menyebabkan material pembentuk
campuran beton menjadi tidak homogen. Pada umumnya, beton segregasi terbagi
menjadi 3 tipe sebagai berikut.
1. Pada campuran material beton, agregat kasar terpisah dari material lain.
2. Pada campuran material beton, pasta semen terpisah dari material lain.
3. Pada campuran material beton, air terpisah dari material lain. Untuk
pemisahan air dengan campuran lainnya biasanya disebut sebagai bleeding.
Segregasi pada beton dapat berakibat fatal jika dilanjutkan menjadi komponen
struktural yang harus menumpu beban yang berat. Sebagai bentuk pencegahan, berikut
merupakan cara untuk meminimalisir terjadinya segregasi pada beton.
Universitas Indonesia
26
2.3.3 Bleeding
Seperti yang telah disebutkan pada bagian segregasi, bleeding adalah suatu
kondisi pemisahan antara air dengan material campuran beton lainnya. Air yang terpisah
dari campuran beton segar lainnya akan naik ke permukaan sehingga material partikel
agregat akan turun kebawah. Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi terjadinya
bleeding pada campuran beton sebagai berikut.
1) Susunan dari butir agregat dengan komposisi yang sesuai masih
berkemungkinan untuk terjadinya bleeding kecil.
2) Jika komposisi air terlampau banyak, maka kemungkinan terjadinya
bleeding akan semakin besar.
3) Semakin lambat proses hidrasi, maka semakin lama beton untuk mengeras,
sehingga kemungkinan terjadinya bleeding akan semakin besar.
4) Proses pemadatan juga mempengaruhi terjadinya bleeding, semakin banyak
pemadatan yang dilakukan, maka kemungkinan terjadinya bleeding juga
akan semakin besar.
5) Slump yang tidak sesuai dengan perencanaan desain juga berpengaruh
terhadap terjadi atau tidaknya bleeding pada beton.
6) Pemakaian trowel yang berlebihan akan mendorong keseluruhan agregat ke
dasar sehingga besar kemungkinan bleeding akan terjadi.
7) Komposisi dari agregat halus yang semakin sedikit juga berpeluang besar
meningkatkan terjadinya bleeding.
Terjadinya bleeding menjadi salah satu hal yang sangat dihindari dalam
pekerjaan konstruksi di lapangan. Sehingga diperlukan cara untuk menurunkan
kemungkinan terjadinya bleeding. Berikut merupakan cara untuk menurunkan
kemungkinan terjadinya bleeding pada campuran beton.
1) Meningkatkan jumlah semen,
Universitas Indonesia
27
2) Menambahkan pozzolan,
3) Memadatkan beton dengan baik dan benar,
4) Mengurangi jumlah air yang berlebihan,
5) Menggunakan admixture sebagai bahan tambahan.
Universitas Indonesia
28
Kelima macam pola retak di atas dapat terjadi di dalam satu campuran dan
campuran ini biasanya disebabkan oleh campuran beton yang tidak homogen. Tidak
bercampurnya agregat kasar dengan komponen lainnya menyebabkan kekuatan yang
ditanggung oleh beton tidak terbagi secara merata sehingga retakan akan terbentuk
berdasarkan oleh bagian terlemah dari beton yang tidak terikat. Selain itu, penyebab dari
keretakan beton diakibatkan oleh adanya segregasi yang menjadikan material dengan
massa yang lebih tinggi tertumpuk di dasar dan material ringan terangkat ke atas.
Dengan terjadinya segregasi mengakibatkan komponen material tidak terdistribusi
dengan rata dan menyebabkan kekuatan dari beton tidak merata.
Universitas Indonesia
29
Universitas Indonesia
30
2.3.5 Elastisitas
Menurut Murdokc & Brook (1991), elastisitas pada beton diartikan sebagai
perbandingan dari tekanan yang diberikan dengan perubahan bentuk per satuan Panjang.
Pada dasarnya beton tidak memiliki nilai modulus elastisitas secara tetap. Hal yang
menentukan nilai dari elastisitas beton adalah kekuatan beton, umur beton, jenis
pembebanan, dan karakteristik serta perbandingan antara semen dan agregat
(McCormac, 2003). Perhitungan terkait modulus elastisitas tercantum pada ASTM
C469-02 persamaan (2.2) dan SNI 2847-2013 persamaan (2.1).
Ec = wc1,5 x 0,043 fc’(0,5) (2.1)
Dimana :
Ec = modulus elastisitas statis (MPa)
wc = berat is (kg/m3)
fc′ = Kuat tekan silinder umur 28 hari (MPa)
(𝑆2−𝑆1)
E = (𝐸2−0,00005) (2.2)
Dimana :
E = Modulus elastisitas (kg/cm2)
S2 = tegangan pada 40% tegangan runtuh (kg/cm2)
S1 = tegangan pada saat nilai kurva regangan E1 = 0,00005 (kg/cm2)
E2 = nilai kurva regangan yang terjadi pada saat S2
Universitas Indonesia
31
Dalam penentuan nilai modulus elastisitas, terdapat beberapa cara yang dapat
digunakan. Berdasarkan gambar 2.9, terdapat tiga cara yang digunakan untuk
menentukan nilai modulus elastisitas yang dipaparkan sebagai berikut.
1) Tangen young’s modulus, perbandingan antara tegangan aksial dengan
regangan aksial yang dihitung pada persentase tetap dari nilai kuat tekan.
Umumnya diambil 50% dari nilai kuat tekan uniaksial.
2) Average young’s modulus, perbandingan antara tegangan aksial dengan
regangan aksial yang dihitung pada bagia linier dari kurva tegangan –
regangan.
3) Secant young’s modulus, perbandingan antara tegangan aksial dengan
regangan aksial yang dihitung dengan membuat garis lurus daru tegangan
nol ke suatu titik pada kurva regangan – tegangan pada persentase yang
tetap dari nilai kuat tekan. Umumnya diambil 50% dari nilai kuat tekan
uniaksial.
2.3.6 Susut
Menurut buku “pedoman pekerjaan beton” (2005), susut adalah berkurangnya
volume beton jika terjadi kehilangan kandungan uap air akibat penguapan yang
dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut.
1) Agregat yang berperan sebagai penahan susut dari pasta semen.
2) Faktor air semen (w/c) yang semakin besar makan kemungkinan terjadinya
susut semakin besar.
3) Ukuran dari beton. Semakin besar volume beton semakin kecil kemungkinan
terjadinya susut pada beton.
Penyusutan pada beton akan berakibat terjadi keretakan pada beton yang masih
plastis, dan terjadinya retak ini tentu akan mengakibatkan berkurangnya mutu beton
yang dihasilkan. Susut merupakan proses yang tidak reversible. Jika beton yang sudah
benar – benar susut kemudian dijenuhkan dengan air, maka tidak akan tercapai volume
asalnya (Nawy, 1997).
Universitas Indonesia
32
Dimana :
𝜀𝑠ℎ(𝑡, 𝑡𝑐) = regangan susut pada saat (t-tc)
𝜀𝑠ℎ𝑢 = regangan ultimit susut
t = umur beton (hari)
tc = waktu beton mulai mengering / awal perawatan (hari)
f = konstanta (hari)
α = konstanta
ACI Committee 209 menunjukkan bahwa umumnya rata-rata dari regangan
ultimate dapat digunakan sebesar (εSH)u = 780 x 10-6 , sedangkan rata – rata nilai yang
disarankan untuk α adalah 1,0 dan nilai f dapat dicari dengan persamaan (2.4).
f = 26e{1,42x10^(-2)x(V/LP)} (2.4)
Dimana :
V/LP = rasio volume-luas permukaan
Susut dapat terklasifikasi menjadi 2 jenis yaitu susut plastis dan susut
pengeringan. Berikut merupakan penjelasannya.
1) Susut plastis, merupakan susut yang terjadi beberapa jam setelah beton segar
dicor ke dalam acuan. Pada saat semen berada pada kondisi plastis, terjadi
Universitas Indonesia
33
2.3.7 Rangkak
Rangkak pada beton adalah nilai tambahan yang terdapat pada beton yang
mengalami tegangan kosntan, terukur dari terjadinya tegangan elastis sampai regangan
yang terjadi pada waktu tertentu. Dalam praktiknya, regangan akan bertambah besar
apabila koefisien rangkak beton bertambah, namun pertambahan regangan akan
berkurang seiring waktu. Nilai rangkak didapatkan dari beberapa faktor berbeda. Variasi
yang mempengaruhi deformasi rangka antara lain sebagai berikut.
1) Pilihan dari bahan dasar seperti semen dan agregat.
2) Kadar air.
3) Kelembaban relative.
4) Suhu beton saat pengeringan.
5) Dimensi struktur dengan tebal dan perbandingan volume terhadap
permukaan.
6) Umur pada waktu pembebanan
7) nilai slump.
Universitas Indonesia
34
Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk menghitung nilai dari
rangkak pada suatu beton. Metode yang digunakan terdapat pada ACI209.2R-08 , CEB-
FIB MC90 , dan EN-1992-1-1-2004.
Beton Ringan
Beton ringan memiliki berat jenis lebih kecil dari 1900 km/m3 dan berfungsi
sebagai elemen non struktural (Pedoman Beton : 2016). Dengan berat jenisnya yang hanya
sebesar itu, beton ringan menjadi beton yang memiliki berat jenis yang lebih ringan
daripada beton pada umumnya. Beton ringan dapat dibagi lagi dalam tiga golongan
berdasarkan tingkat kepadatan dan kekuatan beton yang dihasilkan dan berdasarkan jenis
agregat ringan yang dipakai (Prawito, 2010). Klasifikasi beton ringan adalah sebagai
berikut.
1) Beton insulasi (Insulating Concrete)
a. Berat jenis = 300 kg/m3 – 800 kg/m3
b. Kuat tekan = 0,69 MPa – 6,89 MPa
c. Fungsi = keperluan insulasi dan peredam suara
2) Beton ringan dengan kekuatan sedang (Moderate Strength Concrete)
a. Berat jenis = 800 kg/m3 – 1440 kg/m3
b. Kuat tekan = 6,89 MPa – 17,24 MPa
c. Fungsi = beton struktur ringan / pengisi
3) Beton struktural (Structural Concrete)
a. Berat jenis = 1440 kg/m3 – 1850 kg/m3
b. Kuat tekan = lebih besar dari 17,24 MPa
c. Fungsi = beton struktural
Pada proses pembuatan beton ringan, proses pembuatan mempengaruhi ada atau
tidaknya rongga udara dalam beton. Sehingga dapat untuk membuat beton ringan dapat
dilakukan 3 cara sebagai berikut.
1) Beton ringan dengan berat jenis rendah
a. Berat jenis = 1400 kg/m3 - 2000 kg/m3
2) Beton ringan tanpa pasir
a. Berat jenis = 880 kg/m3 – 1200 kg/m3
b. Kuat tekan = 7 MPa – 14 MPa
3) Beton ringan yang diperoleh dengan memasukkan udara dalam adukan atau
mortar
Universitas Indonesia
35
Universitas Indonesia
36
persentasi yang lebih besar dari massa material yang tertahan pada ukuran saringan
yang lebih halis karena berat jenis meningkat dengan menurunnya partikel. Jadi, untuk
mendapatkan volume partikel yang lebih memadai, presentase massa partikel harus
ditingkatkan. Dimana persyaratan perataan untuk agregat ringan diberikan dalam ASTM
C330.
Agregat ringan karena memiliki struktur seluler, dapat menyerap lebih banyak
air daripada agregat normal. Dalam uji penyerapan 24 jam, pada umumnya dapat
menyerap 5% hingga 20% massa agregat kering, tergantung pada struktur pori agregat.
Biasanya, kadar air total tidak melebihi 2/3 dari nilai total awal. Sehingga dapat
diartikan bahwa agregat ringan biasanya menyerap air Ketika ditempatkan dalam
campuran beton, dan tingkat penyerapan yang dihasilkan penting dalam proporsi beton
ringan.
Kuat tekan maksimum yang dapat dicapat pada beton yang dibuat dengan
agregat ringan tertentu dapat bergantung pada agregat itu sendiri. Suatu campuran
mendekati batas kekuatannya jika campuran sejenis yang mengandung agregat yang
sama dan dengan kandungan semen yang lebih tinggi hanya memiliki kekuatan yang
sedikit lebih tinggi.
Universitas Indonesia
37
Universitas Indonesia
38
Universitas Indonesia
39
Universitas Indonesia
40
Universitas Indonesia
41
Gambar 2. 17 Tahap Pra-Ekspansi dari (a) ke (d) dan Hasil Akhir Setelah Ekspansi (e)
(Sumber : Polystyrene Synthesis, Characteristics, and Apllications, 2014)
Universitas Indonesia
42
mengembang lebih jauh dan meleleh bersama untk mengisi cetakan sepenuhnya
seperti yang disajikan pada gambar 2.12. Tekanan pentana dan udara dikurangi
sementara tekanan uap dipertahankan. Setelah proses pembusaan selesai,
penginginan sistem yang terkontrol sangat penting karena ini menentukan
kinerja akhir dari busa dan kapasitas produksi.
Gambar 2. 18 Tahap Ekspansi Akhir ke dalam Cetakan dengan Uap (a) dan Tahap
Pencetakan dari (b) ke (d)
(Sumber : Polystyrene Synthesis, Characteristics, and Apllications, 2014)
Universitas Indonesia
43
dan suhu optimal masing-masing adalah 15 menit dan 130oC. Setelah waktu selesai,
material EPS telah berubah menjadi MEPS dengan seluruh sifat baru yang dimilikinya.
Universitas Indonesia
44
dengan pangsa permintaan 53,4%. Dengan pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang cepat,
dominasi AsiaPasifik dalam pasar global polystyrene dan EPS diperkirakan akan
meningkat lebih jauh, mencapai 62,8% dari pangsa permintaan global pada tahun 2020.
Selama periode perkiraan 2010-2020, permintaan EPS diharapkan meningkat
pada CAGR 7,3%, dibandingkan dengan CAGR yang diharapkan dari polystyrene
sebesar 2,8% selama periode yang sama. Pengemasan adalah sektor penggunaan akhir
yang dominan untuk polystyrene dan EPS secara global. Industri pengemasan
mengonsumsi 41,5% permintaan polystyrene global dan 47,9% dari permintaan
polystyrene global yang dapat diperluas pada tahun 2010. Setelah pengemasan, industri
konstruksi adalah industri konsumen polystyrene terbesar kedua, yang menyumbang
47,8% dari EPS dan 7,7% dari konsumsi polystyrene di tingkat global, bersama dengan
industri furnitur dan bangunan.
Universitas Indonesia
45
himpunan bagian kecil. Posisi koordinat ini sebelum dan sesudah deformasi
memungkinkan terjadinya korelasi dan untuk menghitung regangan dari proses
pengambilan gambar.
Dalam mempersiapkan DIC, perlu disiapkan terlebih dahulu terkait alat yang akan
digunakan antara lainnya.
1) Persiapan objek
Saat mengoperasikan DIC, penting untuk menggunakan kamera beresolusi
tinggi untuk melacak pola bintik unik pada permukaan yang diteliti seperti pada
gambar 2.20.
2) Pengambilan gambar
Digital image akan terekam pada beban dan regangan yang berbeda pada
batasan yang akan tertangkap oleh DIC. Akurasi regangan dan resolusi spasial
dapat ditingkatkan dengan meningkatkan resolusi gambar atau dengan
menggunakan lensa perbesaran tinggi untuk memperbesar area objek yang akan
dianalisis.
Universitas Indonesia
46
Universitas Indonesia
47
Gambar 2.14 menunjukkan proses korelasi gambar dimana subset referensi dari
gambar referensi dibandingkan dengan subset yang berdeformasi pada gambar setelah
deformasi. Gambar tersebut berisi distribusi koefisien korelasi yang diperoleh dari
kriteria korelasi yang digunakan di sekitar titk pusat subset referensi. Posisi puncak
distribusi koefisien korelasi yang diperoleh dari kriteria korelasi menghasilkan posisi
baru dari subset yang berdeformasi. Sebagai ilustrasi, gambar tersebut menunjukkan
posisi puncak dalam distribusi korelasi yang terjadi pada u=5 dan v=10 piksel, dengan u
dan v adalah nilai koordinat x dan y. Ini berarti bahwa subset yang cacat telah
diterjemahkan 5 piksel ke arah horizontal dan 10 piksel ke arah vertikal sehubungan
dengan subset referensi.
Universitas Indonesia
48
Universitas Indonesia
49
diperhatikan seperti goyang akibat angin, getaran kaki dan hal lainnya. Lampu untuk
penerangan juga jangan bergerak agar pada hasil foto tidak terdapat perbedaan karena
perbedaan pencahayaan. Perlu diperhatikan dalam menentukan letak kamera untuk
pengambilan foto agar memiliki posisi yang tegak lurus terhadap posisi benda uji kubus.
Agar pengolahan DIC nantinya mendapatkan hasil yang akurat. (Rahman, F. F., 2019)
2.7.2 Penelitian Berjudul “Studi Sifat Mekanis Beton Dengan Substitusi Parsial
Expanded Polystyrene Daur Ulang Menggunakan Digital Image Correlation
Analysis” oleh M. Rizki Anugrah (2021)
Pengujian dengan metode digital image correlation dilakukan pada benda uji beton
silinder dan kubus yang berumur 28 hari. Pengujian dengan metode ini dilakukan
bersamaan dengan pengujian kuat tekan beton dimana gambar diambil Ketika benda uji
sedang diberikan beban. Sebelum dilakukan pengujian, perlu dilakukan persiapan benda
uji dan peralatan yang akan digunakan. Pada permukaan bendau uji diperlukan speckle
pattern dikarenakan proses analisis oleh aplikasi dengan mengidentifikasi tiap pixel yang
ditangkap. Oleh karena itu, speckle patten akan menghasilkan pola acak pada tiap pixel
yang terbentuk.
Universitas Indonesia
50
Pada jurnal ini membahas terkait Teknik baru untuk mengolah sampah expanded
polystyrene sebagai agregat. Tujuan utama dalam jurnal ini adalah untuk mempelajari
sifat baru dari EPS yang di masukkan ke dalam oven dengan berbagai macam variable
waktu dan suhu dengan harapan dapat mengetahui kecocokan dari MEPS sebagai
material baru untuk digunakan sebagai agregat pada beton.
Gambar 2. 22 a) Busa EPS limbah yang terkumpul, b) agregat MEPS, dan c) sampel
MEPS tiap suhunya
Spesifikasi rata rata limbah EPS memiliki kepadatan 10 kg/m3 dan kekuatan
tekan sebesar 0,12 MPa. Sedangkan spesifikasi rata rata MEPS memiliki kepadatan 217
Universitas Indonesia
51
kg/m3, memiliki kuat tekan sebesar 8,29 MPa, peningkatan kepadatan sebesar 2070%,
peningkatan kuat tekan sebesar 6900%.
Pada gambar 2.23 ditunjukkan bahwa MEPS yang telah di oven selama 15 menit
pada tiap perubahan suhunya mengalami kenaikan densitas. Kenaikan dimulai pada
suhu 100 derajat Celsius dan titik maksimum densitas berada pada suhu 140 derajat
Celsius. Pada gambar 2.24 ditunjukkan bahwa MEPS yang telah di oven selama 15
menit pada tiap perubahan suhunya mengalami penurunan volume. Penurunan volume
dimulai pada suhu 100 derajat Celsius dan volume terkecil berada pada suhu 140 derajat
Celsius. Sehingga dapat terlihat adanya ketertaikan antara volume dengan densitas. Pada
dasarnya untuk mencari nilai densitas ialah membagi berat benda dengan volume benda.
Oleh karena itu, nilai densitas akan semakin besar beriringan dengan semakin kecilnya
Universitas Indonesia
52
nilai volume. Menurut jurnal ini, MEPS yang dijadikan sebagai pengganti agregat pada
beton ringan dapat digunakan sebagai non-bearing wall atau beton ringan non
struktural.
Universitas Indonesia
53
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Sistematika Penelitian
Penelitian dilakukan dengan menggunakan Laboratorium Struktur dan Material
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Regulasi, Standar, metode, dan prosedur yang digunakan dalam penelitian ini mengaci
pada Standar Nasional Indonesia (SNI), American Society for Testing and Materials
(ASTM), dan American Concrete Institute (ACI) serta mengutip dan bersumber juga
dari Jurnal referensi yang telah dipelajari secara mendalam sehingga penelitian ini
sesuai dengan standar dan spesifikasi yang telah ditentukan.
Penelitian memiliki alur dan tahapan pengerjaan yang menjadikan pada setiap
tahapnya dapat terlaksanan dan berjalan secara teratur dan menjadi acuan kerja.
Tahapan dimulai dari tahap persiapan yang terdiri dari studi literatur, pengadaan
material seperti semen, air, limbah EPS, serta agregat halus maupun kasar yang diikuti
dengan pengadaan alat dan material. Kemudian, tahap dilanjut dengan melakukan
pengujian material agregat, analisis hasil pengujian material agregat, pengujian EPS
dengan oven, analisis hasil pengujian EPS, pembuatan mix design mortar, pembuatan
mortar, pengujian tekan mortar, analisis hasil uji tekan mortar, pembuatan mix design
beton, pembuatan beton, pengujian tekan dan DIC beton, analisis hasil uji tekan dan
DIC beton, ditutup dengan membuat kesimpulan dan saran dari penelitian.
Universitas Indonesia
54
Universitas Indonesia
55
a. Persiapan
Persiapan dilakukan dengan memahami keseluruhan teori terkait beton, beton
ringan, material pembentuk beton, EPS, MEPS, dan Metode analisis dengan
Digital Image Correlation (DIC). Hal yang juga harus dipelajari adalah
bagaimana sifat dari MEPS serta kemungkinan apa yang akan terjadi jika
memasukkan MEPS sebagai pengganti sebagian agregat. Selain itu, diperlukan
juga penelitian terlebih dahulu mengenai rancang campuran dari beton ringan
dengan menggunakan EPS sebagai bahan substitusi agregat yang mana dapat
menjadi referensi dalam penelitian ini.
c. Pengujian material
Pada pengujian material, pengujian yang digunakan dilakukan sesuai dengan
standar yang berlaku sesuai dengan uji properti material yang akan di uji. Hasil
dari pengujian material akan digunakan dalam perhitungan campuran beton.
Pengujian dilakukan pada agregat halus dan agregat kasar dengan pengujian
sebagai berikut.
- Analisa specific gravity dan absorbsi agregat halus dan kasar
- Pemeriksaan berat isi dan rongga udara agregat halus dan kasar
- Analisa saringan agregat halus
- Pemeriksaan kadar lumpur agregat halus
- Pemeriksaan kotoran organik agregat halus
Selain agregat halus dan agregat kasar, MEPS juga di Analisa terkait sifat dasar
material seperti berat jenis dan volume yang dibandingkan dengan nilai EPS
yang belum dimasukkan ke dalam oven.
Universitas Indonesia
56
h. Analisis hasil
Universitas Indonesia
57
Benda uji yang telah dilakukan pengujian dan didapatkan data-data untuk
dilakukan analisa untuk mendapatkan interpretasi dari penelitian.
Pengadaan Material
Berikut ini merupakan material yang digunakan dalam campuran beton dalam
penelitan ini.
• Semen
- Jenis : Portland Composite Cement
- Sumber : Semen Tiga Roda
• Air
- Jenis : Air PDAM
- Sumber : Laboratorium Struktur dan Material Departemen Teknik
Sipil Fakultas Teknik Universitas Indonesia
• Agregat kasar
- Jenis : Batu Split
- Sumber : Toko Material
• Agregat halus
- Jenis : Pasir Bangka
- Sumber : Toko Material
Universitas Indonesia
58
oven selama 15 menit dengan suhu awal 15 derajat. Setelah itu, hasil dari
pengovenan disebut sebagai MEPS.
Pengujian Material
Pengujian material dilakukan untuk mendapatkan data properti dari agregat
halus, agregat kasar. Untuk material semen, air, dan chemical admixture data properti
material menggunakan informasi dari pabrikan atau data secara umum. Standar
pengujian untuk mendapatkan properti material akan mengacu pada standar SNI dan
ASTM. Dari hasil pengujian, akan dilakukan pengolahan oleh penulis sehingga
didapatkan data properti material yang digunakan dalam penelitian ini.
• Perhitungan :
Universitas Indonesia
59
500
o Berat jenis jenuh kering permukaan (SSD)
= 𝐵+500−𝐶
𝐴
o Berat jenic semu (apparent specific gravity)
= 𝐵+𝐴−𝐶
o Penyerapan
= 500−𝐴
𝐴
𝑋 100%
Keterangan :
A = Berat (gram) dari benda uji oven dry
B = Berat (gram dari piknometer berisi air
C = Berat (gram) dari piknometer dengan benda ujii dan air sesuai kapasitas
kalibrasi
3.3.1.2 Pemeriksaan Berat Isi dan Rongga Udara dalam Agregat Halus
Pemeriksaan berat isi dan rongga udara dari agregat halus menggunakan
standar SNI 4804:1998 dan ASTM C29 / C29M - 17a. Untuk mendapatkan berat isi
agregat halus, terdapat tiga cara pemeriksaan yaitu berat isi lepas, cara penusukan, dan
cara penggoyangan.
• Prosedur
o Wadah khusus sesuai standar ditimbang.
o Untuk berat isi lepas, benda uji dimasukkan hingga ketinggian maksimum
dari wadah. Untuk berat isi dengan cara penusukan, benda uji dimasukkan
sepertiga bagian lalu dipadatkan dengan tongkat 25 kali dan diulangi hingga
lapis ketiga. Untuk berat isi dengan cara penggoyang, benda uji dimasukkan
sepertiga bagian lalu wadah digoyang-goyangkan dan diulangi hingga lapis
ketiga.
o Ratakan permukaan benda uji dengan menggunakan mistar perata.
• Perhitungan
𝑊3
o Berat isi agregat =B= 𝑉
kg/dm3
(𝐴𝑥𝑊)−𝐵
o Rongga udara = (𝐴𝑥𝑊)
𝑥 100%
Keterangan :
Universitas Indonesia
60
w3 = w2 − w1 (kg/dm3)
Universitas Indonesia
61
Keterangan :
w1 = Berat benda uji semula (gram)
w2 = Berat benda uji tertahan saringan no.200 (gram)
Universitas Indonesia
62
• Perhitungan :
𝐴
o Berat jenis curah (bulk specific gravity) = 𝐵−𝐶
𝐵
o Berat jenis jenuh kering permukaan (SSD) =
𝐵−𝐶
𝐵−𝐴
o Berat jenis semu (apparent specific gravity) = 𝐴
𝑥 100%
Keterangan :
A = Berat (gram) dari benda uji oven dry
B = Berat (gram) dari benda uji pada kondisi SSD
C = Berat (gram) dari benda uji pada kondisi jenuh
3.3.2.2 Pemeriksaan Berat Isi dan Rongga Udara dalam Agregat Kasar
Pemeriksaan berat isi dan rongga udara dari agregat kasar menggunakan
standar SNI 4804:1998 dan ASTM C29 / C29M - 17a. Untuk mendapatkan berat isi
agregat kasar, terdapat tiga cara pemeriksaan yaitu berat isi lepas, cara penusukan, dan
cara penggoyangan.
• Prosedur
o Wadah khusus sesuai standar ditimbang.
o Untuk berat isi lepas, benda uji dimasukkan hingga ketinggian maksimum
dari wadah. Untuk berat isi dengan cara penusukan, benda uji dimasukkan
sepertiga bagian lalu dipadatkan dengan tongkat 25 kali dan diulangi hingga
lapis ketiga. Untuk berat isi dengan cara penggoyang, benda uji dimasukkan
sepertiga bagian lalu wadah digoyang-goyangkan dan diulangi hingga lapis
ketiga.
Universitas Indonesia
63
• Perhitungan
𝑊3
o Berat isi agregat =B= 𝑉
kg/dm3
(𝐴𝑋𝑊)−𝐵
o Rongga udara = (𝐴𝑋𝑊)
𝑋 100%
Keterangan :
w1 = Berat wadah (kg/dm3)
w3 = w2 − w1 (kg/dm3)
Universitas Indonesia
64
Pemeriksaan keausan agregat dengan mesin los angeles atau pemeriksaan kadar
abrasi agregat kasar menggunakan standar SNI 2417:2008 dan ASTM C131/C131M-
20.
• Prosedur
o Benda uji (2500 gram tertahan saringan 1/4” dan 2500 gram tertahaan
saringan 3/8” oven dry) dan bola bola baja (11 buah) dimasukkan kedalam
mesin Los Angeles.
o Putar mesin dengan kecepatan 30 sampai 33 rmp, 500 putaran untuk gradasi
B atau sekitar 15 menit.
o Setelah selesai, keluarkan benda uji dari mesin kemudian saring dengan
saringan no.12. Butiran yang tertahan dicuci bersih, selanjutnya dikeringkan
dalam oven sampai berat tetap.
• Perhitungan
o Keausan = 𝑎−𝑏
𝑎
𝑥 100%
Keterangan :
a = Berat benda uji semula (gram)
b = Berat benda uji tertahan saringan no.12 (gram)
Universitas Indonesia
65
3.4.1.2 Hasil pemeriksaan Berat Isi dan Rongga Udara dalam Agregat Halus
V = (3,0 kg – 1,030 kg) / 0,997 kg/dm3) = 1.976 dm3
Bulk SG = 2,539
Berat isi air = 0,997 kg/dm3
Universitas Indonesia
66
Ukurang
Berat
Saringan Kumulatif Berat Kumulatif Kumulatif
tertaha tertahan tertahan tertahan
(mm) tertahan tertahan tertahan tertahan
n (%) (%) %
(%) (gram) (%) (%)
(gram)
9,5 - - - - - - - -
4,75 0 0 0 0 0 0 0 0
2,36 32 6.4 6.4 30 6 6 6.2 6.2
1,18 59 11.8 18.2 59 11.8 17.8 11.8 18
0,6 121 24.2 42.4 119 23.8 41.6 24 42
0,3 100 20 62.4 98 19.6 61.2 19.8 61.8
0,15 138 27.6 90 140 28 89.2 27.8 89.6
0,074 - - - - - - - -
Pan 50 10 100 54 10.8 100 10.4 100
JUMLAH 500 500
FM 2,176
120
100
Persentase lolos
80
60 Data Pasir
Batas Atas
40
Batas Bawah
20
0
0 1 2 3 4 5
Ukuran saringan (mm)
Universitas Indonesia
67
W1 = 500 gr
W4 = 450 gr
Jumlah bahan lewat saringan no.200 = 10%
Data awal EPS sebelum dimasukkan ke dalam oven terpapar seperti pada Tabel
3.4 dimana pada tiap menitnya di uji hingga tiga sampel dengan dimensi sampel dibuat
seragam dengan dimensi awal 5x5x1 cm sehingga volume awal adalah 25 cm3. Berat
jenis awal rata rata adalah 18,7185 kg/m3 dengan berat awal rata-ratanya adalah 0,468
gram. Metode yang dilakukan adalah memasukkan satu persatu sampel EPS dengan
Universitas Indonesia
68
perlakuan yang telah disebutkan diatas. Berikut merupakan kondisi salah satu EPS yang
akan dimasukkan kedalam oven.
Universitas Indonesia
69
450
400
BERAT JENIS (KG/M3)
350
300
250
200
150
100
50
0
0 5 10 15 20 25 30 35
WAKTU (MENIT)
Dari data yang telah didapatkan, dapat diketahui bahwa nilai volume akhir rata-
rata adalah sebesar 1,5 cm3, berat akhir rata-rata adalah 0,47 gram, berat jenis akhir rata-
rata adalah 314 kg/m3, dan persentase kenaikan dari berat jenis rata-rata adalah 1576,74
%. Pada data yang telah diperoleh, kenaikan maksimum pada berat jenis sebesar
2185,22 % pada pemasan oven selama 15 menit menjadi hal unik yang dapat
memperdalam analisis, maka dilakukan Kembali pengujian oven terhadap 10 sampel
EPS yang di oven selama 15 menit. Pengujian yang dilakukan masih menggunakan EPS
dengan dimensi 5x5x1 cm. berikut merupakan data awal sebelum dilakukannya
pengujian.
Tabel 3. 6 Data Awal Pengujian EPS Selama 15 Menit
t Dimensi awal Volume awal Berat awal Berat Jenis awal
Sampel
(minutes) (cm) (cm3) (gram) (kg/m3)
1 5x5x1 25 0,398 15,92
2 5x5x1 25 0,397 15,88
3 5x5x1 25 0,456 18,24
15 4 5x5x1 25 0,422 16,88
5 5x5x1 25 0,442 17,68
6 5x5x1 25 0,404 16,16
7 5x5x1 25 0,384 15,37333333
Universitas Indonesia
70
Universitas Indonesia
71
Dari data yang telah didapatkan dari pemanasan EPS selama 15 menit,
didapatkan data bahwa volume akhir rata-rata dari EPS yang telah di oven selama 15
menit adalah 1,7 cm3, berat akhir rata-rata adalah 0,41 gram, berat jenis akhir rata-rata
adalah 244,08 kg/m3, dan persentase kenaikan berat jenis rata-rata adalah 1367,99 %.
Sehingga berdasarkan pengujian EPS dengan oven ini dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut.
1) Pemanasan EPS dengan oven selama 15 menit meningkatkan berat jenis
secara umum sebesar 1267,99 %.
2) Pemanasan EPS dengan oven selama 15 menit tidak menurunkan berat EPS
secara signifikan.
3) Pemanasan EPS dengan oven selama 15 menit menurunkan volume EPS
secara umum sebesar 93,2 %.
300
250 Data
200
Rata rata
150
SAMPEL 15 Menit
100
50
0
0 10 20 30 40
Waktu (Menit)
Gambar 3. 6 Grafik Perbandingan Waktu (Menit) dengan Berat Jenis (kg/m3)
(Sumber : Pengolahan Penulis, 2022)
Perhitungan Mortar
Dalam melakukan perhitungan dan perencanaan mortar, standar yang
digunakan adalah SNI 2049-7:2022 mengenai cara membuat mortar. Pada SNI tersebut
diberikan tabel rencana yang dapat langsung digunakan berdasarkan jumlah mortar yang
akan dibuat dan berikut merupakan tabel tersebut.
Universitas Indonesia
72
Universitas Indonesia
73
c. Mortar normal
• Semen = 500 gram
• Air = 242 ml
• Agregat halus = 1375 gram
Pengujian tekan digunakan 5 sampel per campuran dan umur beton bervariasi
yang bertujuan untuk mendapatkan data yang valid. Sampel mortar 5x5x5 dilakukan uji
tekan pada umur 1, 3, 7, dan 28 hari dimana pada tiap pengujiannya akan menguji
mortar sebanyak 15 buah. variasi mortar terbagi menjadi tiga yakni mortar normal,
Universitas Indonesia
74
mortar yang mengandung 50% EPS dari agregat halusnya, dan mortar yang
mengandung 50% MEPS dari agregat halusnya. Untuk tiap variasi terdapat 5 sampel,
sehingga total rencana jumlah pembuatan mortar adalah 60 buah
Universitas Indonesia
75
• Benda uji disusun pada tempat yang terlindung dari hujan dan panas matahari
langsung.
• Kemudian, siapkan ember berisi air bersih untuk merendam mortar.
• Suhu air di jaga hingga waktu pengujian tiba.
Universitas Indonesia
76
12
10
8 6.556 7.126 6.983 Beton Normal
6.413 6.271
6 MEPS 50%
3.563 3.278 3.420 2.993 3.278
4
EPS 50%
2
0
1 2 3 4 5
Sampel
Universitas Indonesia
77
Waktu Penelitian
Tabel 3. 11 Rencana Waktu Penelitian Laboratorium (1)
Universitas Indonesia
78
Universitas Indonesia
79
DAFTAR PUSTAKA
Universitas Indonesia