Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

“KONSEP PENYAKIT GAGAL GINJAL dan KONSEP ASUHAN


KEPERAWATAN GAGAL GINJAL”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok

Mata Kuliah : Keperawatan Medikal Bedah

Dosen Pengampu : Sahrir Ramadhan, M.kep

Disusun Oleh Kelompok 5 :

1. Arrin Hanisyah (NIM:P07120121004)


2. Desti Olyfia (NIM:P07120121009)
3. Hasim Muzadi (NIM:P07120121015)
4. I Gusti Ayu Sathya Sanjivany (NIM:P07120121018)
5. Indra Susilawati (NIM:P07120121019)
6. Nani Fazila (NIM:P07120121028)
7. Uliya Wardanis (NIM:P07120121036)
8. Via Aulia Rahman (NIM:P07120121037)

TINGKAT 2 KELAS A

PRODI D-III KEPERAWATAN

JURUSAN KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES MATARAM

2022
KATA PENGATAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat
limpahan taufik dan hidayah Nya, sehingga kami anggota kelompok 5 dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “KONSEP PENYAKIT GAGAL GINJAL
dan KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL” dengan tepat waktu.
Sehingga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun
pedoman bagi pembaca.

Harapan kami semoga makalah ini bermanfaat dan dapat menambah


pengetahuan bagi pembaca. Kami akui makalah ini mungkin masih jauh dari kata
sempurna, sehingga kami mohon maaf apabila ada kesalahan baik dalam kata-kata
maupun dalam penulisan makalah ini. Untuk itu diharapkan bagi pembaca untuk
memberi masukan yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah yang baik
dan benar.

Mataram, 13 September 2022

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................

DAFTAR ISI......................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1..... Latar Belakang Masalah.........................................................................................


1
1.2................Rumusan Masalah.........................................................................................
2
1.3...................Tujuan Masalah.........................................................................................
2

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Konsep Anatomi Fisiologi Ginjal......................................................................3-10


2.2. Konsep Penyakit Gagal Ginjal
a. Pengertian ...................................................................................................
b. Etiologi .......................................................................................................
c. Patofisiologi............................................................................................12-13
d. Manifestasi Klinik. .................................................................................13-14
e. Penatalaksanaan......................................................................................14-20
2.3. Konsep Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal
a. Pengkajian...................................................................................................
b. Diagnosa......................................................................................................
c. Intervensi dan Implementasi...................................................................22-28
d. Evaluasi..................................................................................................28-29

BAB III PENUTUP

iii
3.1......................... Kesimpulan.........................................................................................
30
3.2.................................. Saran .........................................................................................
30

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................

BAB I

PENDAHULUAN

1.1............................................. Latar Belakang Masalah


Gagal ginjal adalah kemunduran fungsi ginjal yang menyebabkan
ketidakmampuan mempertahankan substansi tubuh di bawah kondisi normal
(Raharjo, 2006). Gagal ginjal kronik (GGK) atau Chronik Kiddney Disease
(CKD) adalah suatu penurunan fungsi ginjal yang cukup berat dan terjadi secara
perlahan dalam waktu yang lama (menahun) yang disebabkan oleh berbagai
penyakit ginjal, bersifat progresif dan umumnya tidak dapat pulih (Smeltzer,
2009).
Pada pasien gagal ginjal membutuhkan teraoi pengganti ginjal yaitu
hemodialisa. Pasien harus menjalani terapi hemodialisa sepanjang hidupnya,
biasanya 3 kali seminggu selama paling sedikit 3 jam atau 4 jam per kali terapi
(Smeltzer, 2002).
Menurut World Health Organization (WHO), secara global lebih dari
500 juta orang mengalami penyakit gagal ginjal kronik. Sekitar 1,5 juta orang
harus menjalani hidup bergantung pada cuci darah (hemodialisis). Di Indonesia,
berdasarkan pusat data dan informasi perhimpunan rumah sakit seluruh
Indonesia, jumlah pasien gagal ginjal kronik diperkirakan sekitar 50 orang per
satu juta penduduk, 60% nya adalah usia dewasa dan usia lanjut.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis membuat makalah “Konsep Penyakit
Gagal Ginjal dan Konsep Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal”.

iv
1.2............................................. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep anatomi fisiologi ginjal ?
2. Bagaimana konsep penyakit gagal ginjal yang mencakup, pengertian,
etiologi, patofisiologi, mainifestasi klinik dan penatalaksanaannya ?
3. Bagaimana konsep asuhan keperawatan gagal ginjal yang mencakup,
pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi.

1.3............................................. Tujuan penulisan


1. Memahami dan mengetahui konsep anatomi fisiologi ginjal.
2. Memahami dan mengatahui konsep penyakit gagal ginjal.
3. Memahami dan mengetahui konsep asuhan gagal ginjal.

v
BAB II

PEMBAHASAN

2.1............................................. Konsep Anatomi Fisiologi Ginjal


Ginjal merupakan organ terpenting dalam mepertahankan hemeostasis
cairan tubuh secara baik. Bebagai fungsi ginjal untuk mempetahankan
hemeostatik dengan mengatur volume cairan, keseimbangan osmotik, asam
basa, ekskresi sisa metabolisme, system pengaturan hormonal dan metabolisme.
Ginjal terletak dalam rongga abdomen, retropenitonial primer kiri dan kanan
kolumna vetebralis, dikelilingi oleh lemak dan jaringan ikat di belakang
peritoneum (Syaifuddin, 2012).
Batas atas ginjal kiri setinggi iga ke-11, ginjal kanan setinggi iga ke-
12, batas bawah ginjal kri setinggi vertebrata lumbalis ke-3. Tiap-tiap ginjal
mempunyai Panjang 11,25 cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,5 cm. Ginjal kiri lebih
panjang dari ginjal kanan, berat ginjal kanan pada laki-laki dewasa 150-170
gram, wanita dewasa 115-155 gram. Bentuk ginjal seperti kacang, sisi dalam
menghadap ke vertebra torakalis, sisi luarnya cembung dan di atas setiap ginjal
terdapat sebuah kelenjar suprarenal (Syaifuddin, 2012).

Struktur Ginjal
1. Bagian dalam (internal) medulla. Subtansi medularis terdiri dari pyramid
renalis jumlahnya antara 8-16 buah yang mempunyai basis sepanjang
ginjal, sedangkan apeksnya menghadap ke sinus renalis.

vi
2. Bagian luar (eksternal) korteks. Substansi berwarna cokelat merah,
konsistensi lunak dan bergranula. Substansia ini tepat di bawah tunika
fibrosa, melengkung sepanjang basis pyramid yang berdekatan dengan
sinus renalis, bagian dalam diantara piramid dinamakan kolumna renalis.

Pembungkus Ginjal

Ginjal dibungkus oleh suatu massa jaringan lemak yang disebut kapsula
adiposa. Bagian yang paling tebal terdapat pada tepi ginjal yang memanjang
melalui hilus renalis. Ginjal dan kapsula adiposa tertutup oleh suatu lamina
khusus dari fasia subserosa yang disebut fasia renalis yang terdapat diantara
lapisan dalam fasia profunda dan stratum fasia subserosa internus. Fasia subserosa
terpecah menjadi dua bagian yaitu lamella anterior (fasia prerenalis) dan lamella
posterior (fasia retrorenalis) (Syaifuddin, 2012).

Struktur Mikroskopis Ginjal

Satuan fungsional ginjal disebut nefron. Ginjal mempunyai kurang lebih


1,3 juta nefron yang selama 24 jam dapat meyaring 170 liter darah dari arteri
renalis. Lubang-lubang yang terdapat pada piramid renal masing-masing
membentuk simpul atau badn malfigi yan disebut glomelurus (Syaifuddin, 2012).

Nefron adalah massa tubulus mikroskopis ginjal yang merupakan satuan


fungsional ginjal. Nefron menyaring darah dan mengontrol komposisinya. Setiap
nefron berawal dari berkas kapiler yang terdiri dari :

1. Glomerulus, merupakan gulungan atau anyaman kapiler yang terletak


didalam kapsula Bowman (ujung buntu tubulus ginjal yang bentuknya
seperti kapsula cekung menutupi glomerulus yang saling melilitkan diri).
Glomerulus menerima darah dari arteriola eferen. Natrium secara bebas
difiltrasi dalam glomerulus sesuai dengan konsentrasi dalam plasma.

vii
Kalium juga difiltrasi secara bebas. Diperkirakan 10-20% kalium plasma
terikat oleh protein dan tidak bebas diflitrasi sehingga kalium dalam
keadaan normal.
2. Tubulus proksimal konvulta, tubulus ginjal yang langsung berhubungan
dengan kapsula Bowman dengan panjang 15 mm dan diameter 55 mm.
bentuknya berkelok-kelok menjalar dari korteks ke bagian medula dan
Kembali ke korteks. Sekitar 2/3 dari natrium yang difiltrasi diabsorprsi
secara isotonik bersama klorida dan melibatkan transportasi aktif natrium.
Peningkatan reabsorpsi nastrium akan mengurangi pengeluaran air dan
natrium. Hal ini dapat mengganggu pengenceran dan pemekatan urine
yang normal. Kalium diresorpsi lebih dari 70%, kemungkinan dengan
mekanisme transportasi aktif akan terpisah dari resorpsi natrium.
3. Ansa Henle, bentuknya lurus dan tebal, diteruskan ke segmen tipis
selanjutkan ke segmen tebal, panjangnya 12 mm, total panjang Ansa Henle
2-14 mm. Klorida secara aktif diserap kembali pada cabang asedens ansa
henle dan natrium bergerak secara pasif untuk mempertahankan kenetralan
listrik. Sekitar 25% natrium yang difiltrasi diserap kembali karena nefron
bersifat tidak bermeabel terhadap air. Resorpsi klorida karna nutrium di
pars asendens penting untuk pemekatan urine karena membantu
mempertahankan integritas gradiens konsentrasi medula. Kalium terflirasi
sekitar 20-25% diabsorpsi pada pars asendens lengkung henle proses pasti
terjadi karena gradien elektokimia yang timbul sebagai akibat dari
reabsorpsi aktif klorida pada segmen nefron ini.
4. Tubulus distal konvulta, bagian ubulus ginjal yang berkelok-kelok dan
jauh letaknya dari kapsula Bowman, panjangnya 5mm. Tubulus distal dari
masing-masing nefron bermuara ke duktus koligens yang panjangnya
20mm. Masing-masing duktus koligens berjalan melalui korteks dan
medula ginjal, bersatu membentuk suatu duktus yang berjalan lurus dan
bermuara ke dalam duktus belini seterusnya menuju kaliks minor ke kaliks
mayor. Akhirnya mengosongkan isinya ke dalam pelvis renalis pada aspek
masing-masing piramid medula ginjal.

viii
Panjang nefron keseluruhan ditambah dengan duktus koligens 45-65mm.
Nefron yang berasal dari glomerulus korteks (korteks nefron), mempunyai
ansa Henle yang memanjang ke dalam piramid medula. Dalam keadaan
normal sekitar 5-10% natrium terfiltrasi mencapai daerah reabsorpsi di
bagian distal. Mekanisme pasti reabsorpsi natrium pada daerah ini ditukar
dengan ion hidrogen atau kalium di bawah pengruh aldosteron.
Sekresi kalium terjadi secara murni. Suatu proses pasif yang terjadi karena
gradien elektrokimia yang ditimbulkan oleh perbedaan besar potensial
pada segmen nefron ini. Gradien dipertahankan oleh pertukaran aktif
natrium dan kalium pada membran basolateral sel tubulus. Mekanisme ini
dikendalikan oleh aldosterone yang mengendalikan tubulus distal terhadap
sekresi kalium.
5. Duktus koligen medula, bukan merupakan saluran metabolik tidak aktif,
tetapi pengaturan secara halus ekskrsi natrium urine terjadi di sini dengan
aldosteron yang paling berperan terhadap reabsorpsi natrium. Peningkatan
aldesteron dihubungkan dengan peningkatan reabsorpsi natrium. Duktus
ini memiliki kemampuan mereabsorpsi dan menyekresi kalium. Ekskresi
aktif kalium diperlihatkan pada duktus koligen kortikal dan dikendalikan
oleh aldosterone. Reabsorpsi aktif kalium murni terjadi dalam duktus
koligen medula.

Apratus juksta glomerulus

Arteriol eferen dan ujung akhir ansa hanle asendens tebal, nefron yang sama
bersentuhan untuk jarak yang pendek. Pada titik persentuhan sel tubulus (ansa
Henle) asendens menjadi tinggi dinamakan macula densa, dinding arteriola
yang bersentuhan dengan ansa Henle menjadi tebal karena sel-selnya
mengandung butir-butir sekresi renin yang besar yang disebut sel juksta
glomerulus. Makula densa dan sel juksta glomerulus erat sekali kaitannya
dengan pengaturan volume cairan ekstrasel dan tekanan darah (Syaifuddin,
2012).

Elektromikroskopis glomerulus

ix
Glomerulus berdiameter 200µm, dibentuk oleh invaginasi suatu anyaman
kapiler yang menempati kapula Bowman, mempunyai dua lapisan seluler yang
memisahkan darah dari dalam kapiler glomerulus dan filtrat dalam kapsula
Bowman yaitu lapisan endotel kapiler dan lapisan epitel khusus yang terletak
di atas kapiler glomerulus.

Kedua lapisan ini dibatasi oleh lamina basalis, disamping itu terdapat
sel-sel stelata yang disebut sel mangasial. Sel ini mirip dengan sel-sel parasite
yang terdapat pada dinding kapiler seluruh tubuh. Zat-zat ini bermuatan netral,
diameter 4 nm, dapat melalui membran glomerulus dan zat yang lebih dari 8
nm hamper semuanya terhambat. Di samping diameter bermuatan molekul,
juga memengaruhi daya tembus glomerulus sehingga tidak dapat melewati
glomerulus (Syaifuddin, 2012).

Peredaran Darah Ginjal

Ginjal mendapat darah dari arteri renalis merupakan cabang dari aorta
abdominalis, sebelum masuk ke dalam massa ginjal. Arteri renalis mempunyai
cabang yang besar yaitu arteri renalis anterior dan yang kecil arteri renalis
posterior. Cabang arterior memberikan darah untuk ginjal arterior dan ventral.
Cabang posterior memberikan darah untuk ginjal posterior dan bagian dorsal.
Di antara kedua ini terdapat suatu garis (Brudels line) yang terdapat di
sepanjang margo lateral dari ginjal. Pada garis ini tidak terdapat pembuluh
darah sehingga, kedua cabang ini akan menyebar sampai ke bagian anterior
dan posterior dari kolisis sampai ke medula ginjal, terletak diantara piramid
dan disebut arteri interlobularis (Syaifuddin, 2012).

Setelah sampai di daerah medula membelok 90° melalui basis piramid yang
disebut arteri Arquarta. Pembuluh ini akan bercabang menjadi arteri
interlobularis ynang berjalan tegak ke dalam korteks berakhir sebagai:

1. Vasa aferen glomerulus untuk 1-2 glomerulus

x
2. Pleksus kapiler sepanjang tubulus melingkra dalam korteks tanpa
berhubungan dengan glomelaris.
3. Pembuluh darah menembus kapsua Bowman.

Dari golmelurus keluar pembuluh darah eferen, selanjutnya terdapat


suatau anyaman yang mengelilingi tubuli kontorti. Di samping itu ada cabang
yang lurus menuju ke pelvis renalis memberikan draha untuk ansa Henle dan
dukus koligen yang dinamakan arteri rektal (A. spuriae).

xi
Dari pembuluh rambut ini darah kemudian berkumpul dalam pembluh kapiler
vena, bentuknya seperti bintang disebut vena stellata berjalan ke vena
interlumbalis.

Pembuluh limfe mengikuti perjalanan A. renalis menuju ke nodi limfa


tikus aorta lateral yang terdapat disekitar pangkal A. renalis, dibentuk olh
pleksus yang berasala dari masa ginjal, kapsula fibrosa dan bermuara di nodus
lateral aortika.

Persarafan Ginjal

Saraf ginjal lebih kurang 15 ganglion. Ganglion ini membentuk pleksus renalis
yang berasal dari cabang yang terbawah dan diluar ganglion pleksus seliaka,
pleksus aukustikus, dan bagian bawah splenikus. Plekus renalis bergabung
dengan plekus spermatikus dengan cara memberikan beberapa serabut yang
dapat menimbulkan nyeri pada testis pada kelainan ginjal.

Fungsi Ginjal

Pembentukan urine adalah untuk mempertahankan homeostasis dengan


mengatur volume dan komposisi darah. Proses ini meliputi pengeluaran
larutan sampah organik produk metabolisme. Produk sampah yang perlu
mendapat perhatian adalah urea, kretinin dan asam urat. Produk sampah ini
larut dalam aliran darah, dan hanya dapat dibuang dengan dilarutkannya urine.
pembuangan bahan-bahan sampah ini disertai degan kehilangan air yang tidak
dapat dihindarkan.

Ginjal dapat menjamin bahwa cairan yang hilang tidak mengandung


substrat organik yang sangat bermanfaat yang terdapat dalam plasma darah,
seperti gula dan asam amino. Bahan bernilai ini harus diserap Kembali untuk
digunakan oleh jaringan lain.

Fungsi Ginjal:

xii
1. Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh. Kelebihan air dalam tubuh
akan diseskresikan oleh ginjal sebagai urine (kemih) yang encer dalam
jumlah besar. Kekurangan air (kelebihan keringat) menyebabkan urine
yang diekskresi berkurang dan konsentrasinya lebih pekat, sehingga
sususnan dan volume cairan tubuh dapat dipertahankan rekatif normal.
2. Mengatur keseimbanga osmotic dan mempertahankan keseimbangan ion
yang optimal dalam plasma (keseimbangan elektrolit). Jika terjadi
pemasukan/pengeluaran yang abnormal ion-ion akibat pemasukan garam
yang berlebihan/penyakit pendarahan (diare dan muntah) ginjal akan
meningkatkan ekskresi ion-ion yang penting (mis., Na, K, CI, Ca dan
fosfat).
3. Mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh, bergantung pada apa
yang dimakan. Campuran makanan menghasilkan urine yang bersifat agak
asam, pH kurang dari 6, ini disebabkan hasil akhir metabolisme protein.
Apabila banyak makn sayur-sayuran, urine akan bersifat basa. pH urine
bervariasi anatar 4,8-8,2. Ginjal menyekresi urine sesuai dengan
perubahan pH darah.
4. Ekskresi sisa-sisa hasil metabolisme (ureum, asam urat, kreatinin) zat-zat
toksik, obat-obatan, hasil metabolisme hemoglobin dan bahan kimia asing
(pestisida).
5. Fungsi hormonal dan metabolise. Ginjal menyekresi hormon renin yang
mempunyai peranan penting mengatur tekanan darah (system renin
angiotensin aldosterone); membentuk eritropoiesis; mempunyai peranan
penting memroses pembentukan sel darah merah (eritropoiesis). Di
samping itu ginjal juga membentuk hormon dihidroksikolekalsiferol
(vitamin D aktif) yang diperlukan untuk absorpsi ion kalsium di usus.

xiii
2.2............................................. Konsep Penyakit Gagal Ginjal
a. Pengertian
Gagal ginjal merupakan penyakit ginjal tahap akhir, Progresif
dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi
uremia (Kartika Sari W, 2013).

b. Etiologi
1) Diabetes mellitus
2) Glumeluronefritis kronis

xiv
3) Pielonefritis
4) Hipertensi tak terkontrol
5) Obstruksi saluran kemih
6) Penyakit ginjal polikistik
7) Gangguan vaskuler
8) Lesi herediter
9) Agen toksik (timah, cadmium, dan merkuri).

c. Patofisiologi
1) Penurunan GFR
Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam
untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Akibat dari penurunan GFR,
maka klirens kreatinin akan menurun, kreatinin akan meningkat,
dan nitrogen urea darah (BUN) juga akan meningkat.
2) Gangguan kliren renal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari
penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan
penurunan klirens (substansi darah yang seharusnya dibersihkan
oleh ginjal).
3) Retensi cairan dan natrium
Ginjal kehilangan kemampuan untuk mengkonsentrasikan atau
mengencerkan urin secara normal. Terjadi penahanan cairan dan
natrium, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung
kongestif dan hipertensi.
4) Anemia
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritopoetin yang
tidak adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi
nutrisi, dan kecendrungan untuk terjadi pendarahan akibat status
uremic pasien, terutama dari saluran GI.

xv
5) Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat
Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan yang
saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, yang lain akan
turun. Dengan menurunnya GFR, maka terjadi peningkatan kadar
fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar kalsium. Penurunan
kadar kalsium ini akan memicu sekresi paratormon, namun dalam
kondisi gagal ginjal, tubuh tidak merespon terhadap peningkatan
sekresi parathormon, akibatnya di tulang menurun menyebabkan
perubahan pada tulang dan penyakit tulang.

6) Penyakit tulang uremic (osteodistrofi)


Terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan
keseimbangan parathormon.

d. Manifestasi Klinik
1) Kardiovaskuler
 Hipertensi

xvi
 Pitting edema
 Edema periorbital
 Pembesaran vena leher
 Friction rub pericardial.
2) Pulmoner
 Krekel
 Nafas dangkal
 Kusmaul
 Sputum kental dan liat.

3) Gastrointestinal
 Anoreksia, mual danmuntah
 Perdarahan saluran GI
 Ulserasi dan perdarahan pada mulut
 Konstipasi/diare
 Nafas berbau ammonia
4) Musculoskeletal
 Kram otot
 Kehilangan kekuatan otot
 Fraktur tulang
 Foot drop.
5) Integument
 Warna kulit abu-abu mengkilat
 Kulit kering, bersisik
 Pruritus
 Okimosis
 Kuku tipis dan rapuh
 Rambut titips dan kasar.
6) Reproduksi

xvii
 Amoneore
 Atrofi testis.

e. Penatalaksanaan Gagal Ginjal


Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi
ginjal dan homeostasis selama mungkin. Seluruh faktor yang berperan
pada gagal ginjal tahap-akhir dan faktor yang dapat dipulihkan (mis.,
obstruksi) diidentifikasi dan ditangani (Barbara E, 2015).

Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronis


Konsep penatalaksanaan pada penyakit ginjal kronis adalah
menunda atau menghentikan proses perburukan penyakit, diagnosis dan
tata laksana manifestasi serta penyebab penyakit ginjal kronis, serta
merencanakan terapi pengganti ginjal (hemodialisis) untuk jangka
panjang.
1) Menunda atau Menghentikan Proses Perburukan Penyakit
Aspek utama untuk menunda atau menghentikan proses
perburukan penyakit adalah dengan melakukan kontrol tekanan
darah sesuai usia. Menurut kidney disease: improving global
outcomes (KDIGO), aturan kontrol tekanan darah untuk penyakit
ginjal kronis adalah:
 Bila ekskresi albumin urin < 30 mg/24 jam (atau
ekuivalen) dengan tekanan darah > 140/90 mmHg, target
tekanan darah dengan obat anti-hipertensi yaitu ≤ 140
mmHg pada sistolik dan ≤ 90 mmHg pada diastolik
 Bila ekskresi albumin urin ≥ 30 mg/24 jam (atau
ekuivalen) dengan tekanan darah > 130/80 mmHg, target
tekanan darah dengan obat anti-hipertensi yaitu ≤ 130
mmHg pada sistolik dan ≤ 80 mmHg pada diastolik

xviii
 Angiotensin Receptor Blocker (ARB) atau Angiotensin
Converting Enzyme Inhibitor  (ACEI) direkomendasikan
digunakan untuk pasien penyakit ginjal kronis dengan
diabetes dan ekskresi albumin urin 30 – 300 mg/24 jam
(atau ekuivalen)
 ARB atau ACEI direkomendasikan pada pasien penyakit
ginjal kronis dengan atau tanpa diabetes dengan ekskresi
albumin urin > 300 mg/24 jam (atau ekuivalen)
 Pada pasien anak-anak dengan penyakit ginjal kronis,
obat antihipertensi diberikan bila tekanan darah secara
konsisten berada di atas persentil 90 sesuai usia, jenis
kelamin dan tinggi badan dan disarankan untuk
menggunakan ARB dan ACEI untuk mencapai persentil
50, kecuali timbul tanda dan gejala hipotensi
 Perlu diperhatikan hipotensi postural pada pasien penyakit
ginjal kronis dengan obat antihipertensi

Pasien juga harus dibatasi asupan proteinnya sebanyak


< 0.8 gr/kg/hari pada LFG < 30 ml/min/1.73 m2. Pasien yang
dibatasi asupan proteinnya harus mendapat pengawasan status
nutrisi secara teratur untuk mencegah terjadinya malnutrisi.
Pengaturan gizi pada pasien hendaknya berkonsultasi dengan ahli
gizi atau dokter spesialis gizi.

2) Diagnosis dan Tata Laksana Manifestasi serta Penyebab


Penyakit Gagal Ginjal Kronis
Dokter menentukan dan menangani penyebab penyakit
ginjal kronis, misalnya batu ginjal, untuk mencegah perburukan
penyakit ginjal kronis pasien. Pada penyebab yang tidak jelas,
biopsi ginjal dapat dipertimbangkan. Pada penyakit ginjal kronis

xix
dengan diabetes, metformin lebih disarankan dibandingkan
sulfonilurea.
Selain itu, dokter juga harus menangani manifestasi yang
disebabkan oleh penyakit ginjal kronis, yaitu anemia, gangguan
mineral tulang, edema/asites, asidosis metabolik, manifestasi
uremia, komplikasi kardiovaskular, serta pada anak-anak dapat
terjadi gangguan pertumbuhan.

3) Persiapan Rujukan ke Spesialis


Penyakit ginjal kronis yang ditangani oleh dokter umum harus
dirujuk ke spesialis bila ditemukan salah satu kondisi berikut:
 Gagal ginjal akut atau penurunan laju filtrasi glomerulus
(LFG) secara drastis
 LFG < 30 mL/menit/1.73 m2
 Ditemukan albuminuria terus menerus (albumin to
creatinine ratio / ACR ≥ 30 mg/g [≥ 30 mg/mmol]
atau albumin excretion rate / AER ≥ 300 mg/24 jam)
 Perburukan kondisi
 Terdapat tanda perdarahan dari saluran kemih (sel darah
merah > 20 pada lapang pandang besar, dengan penyebab
lain telah disingkirkan)
 Penyakit ginjal kronis dan hipertensi yang tidak membaik
dengan 4 atau lebih obat-obatan antihipertensi
 Kelainan kalium darah yang terus menerus
 Batu saluran kemih yang berulang atau besar
 Gangguan ginjal bawaan

Penatalaksanaan Gagal Ginjal Akut


Penatalaksanaan gagal ginjal akut (acute kidney injury) bersifat
suportif, yaitu perbaikan cairan, tekanan darah, elektrolit dan terapi

xx
pengganti ginjal. Prinsip pengobatan dari gagal ginjal akut dapat
dilakukan menurut rekomendasi dari Kidney disease: improving global
outcomes (KDIGO) berdasarkan stadium penyakitnya. terdapat gradasi
peningkatan prioritas seiring peningkatan stadium gagal ginjal akut.
Dalam pengobatan gagal ginjal akut, penyebab harus dicari dan
dilakukan tata laksana terhadap penyebab tersebut. Pengobatan bersifat
suportif dan sampai sejauh ini belum ditemukan pengobatan terapeutik.
Beberapa modalitas pengobatan gagal ginjal akut tanpa terapi pengganti
ginjal adalah hidrasi, perbaikan tekanan darah, perbaikan kadar elektrolit,
diet dan kontrol gula darah.

1) Perbaikan Status Cairan


Bila terdapat kekurangan cairan pada pasien dengan risiko
atau sudah mengalami gagal ginjal akut, sebaiknya resusitasi
dilakukan dengan cairan kristaloid isotonik seperti cairan salin
normal dan ringer laktat. Pengobatan dengan diuretik tidak
disarankan untuk mencegah gagal ginjal akut, kecuali bila
terbukti adanya kelebihan cairan tubuh. Furosemid digunakan
untuk mengeluarkan cairan pada saat ginjal masih berespon
dengan obat ini. Respon ginjal terhadap furosemid dapat
dikatakan sebagai tanda prognosis yang baik.

2) Perbaikan Tekanan Darah


Perbaikan tekanan darah dilakukan dengan target mean
arterial pressure minimal 65 mmHg. Penggunaan dopamine
dalam dosis rendah (≤ 5 mcg/kgBB/menit) tidak dianjurkan
karena hanya memberikan efek sementara perbaikan fisiologis
ginjal dan tidak memberikan keuntungan klinis berikutnya.

3) Perbaikan Kadar Elektrolit dan Keseimbangan Asam Basa

xxi
Hiperkalemia berat (≥ 6.5 mmol/L) atau dengan perubahan
EKG (contoh: gelombang T tinggi) dapat diberikan 5-10 unit
insulin dengan dextrose agar terjadi pergerakan kalium ke
intrasel. Kalsium glukonas (10 mL pada konsentrasi 10%)
diberikan dalam 5 menit secara intravena, digunakan untuk
stabilisasi membran sel dan menurunkan risiko aritmia.
Hiperkalemia juga dapat diatasi dengan penggunaan sodium
polystyrene sulfonate atau furosemide.
Gagal ginjal akut juga dapat menyebabkan asidosis yang perlu
dikoreksi dengan menggunakan bikarbonat.

4) Diet dan Kontrol Gula Darah


Pasien harus merestriksi asupan kalori dan protein. Total
energi yang disarankan untuk diberikan adalah 20 – 30
kkal/kgBB/hari. Total protein yang disarankan untuk diberikan:
 0.8 – 1.0 gr/kgBB/hari pada gagal ginjal akut tanpa
dialisis
 – 1.5 gr/kgBB/hari pada gagal ginjal akut dengan atau
memerlukan dialisis
 Maksimum 1.7 gr/kgBB/hari pada gagal ginjal akut
dengan continous renal replacement therapy (CRRT)

Pasien juga harus membatasi asupan garam dan cairan.
Pada pasien yang mengalami hiperkalemia, pasien juga harus
menjalani diet rendah kalium.

5) Hemodialisis
Terapi pengganti ginjal seperti cuci darah pada gagal
ginjal akut dilakukan secara segera (cito) apabila terdapat kondisi

xxii
gagal ginjal akut yang mengancam nyawa, seperti:
 Kelebihan cairan yang tidak dapat ditangani dengan obat-
obatan
 Asidosis yang tidak dapat ditangani dengan obat-obatan
 Perikarditis atau pleuritis uremikum
 Keracunan dan intoksikasi, seperti keracunan lithium dan
intoksikasi alkohol

Gagal ginjal akut umumnya reversibel sehingga


hemodialisis dapat dihentikan bila sudah tidak diperlukan lagi.

6) Pencegahan Gagal Ginjal Akut


Pada pasien neonatus dengan asfiksia perinatal yang berat
dan risiko tinggi menjadi gagal ginjal akut, direkomendasikan
digunakan teofilin dosis tunggal.
Pasien dengan risiko tinggi gagal ginjal akut, terutama pasien
dengan riwayat gagal ginjal akut sebelumnya, perlu menghindari
obat-obat nefrotoksik, misalnya:
 Aminoglikosida
 Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS)
 Obat-obatan kemoterapi untuk kanker
 Radiokontras

Gagal ginjal akut akibat kontras dapat dicegah


menggunakan statin. 1 dari 28 pasien yang diberikan profilaksis
dengan statin akan terhindar dari gagal ginjal akut saat mendapat
kontras.

xxiii
2.3. Konsep Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal
a. Pengkajian
1) Data subyektif

Faktor resiko berupa riwayat minum diuretik, minum obat.

 Riwayat radang ginjal atau obstruksi saluran kencing


 Adanya anoreksia, mual dan riwayat muntah
 Kelemahan otot, lemah dan lesu
 Sakit kepala, pandangan kabur
 Riwayat penyakit keluarga (policystic,nefritis dan batu)

2) Data objektif
 Hipertensi, disritmia,nadi lemah, edema peri orbita, pucat
 Frekuensi eliminasi urine meningkat, poliuri (banyak
kencing) yang merupakan tanda awal atau penurunan
frekuensi tanda lanjut
 Perubahan warna urine (kuning tua, kemerahan, keruh)
 Perubahan turgor kulit
 BB meningkat (edema)
 BB menurun (dehidrasi)
 Perhatian kurang, konsentrasi kurang,memori kurang
 Tingkat kesadaran menurun (azotemia, keseimbangan cairan
terganggu )
 Napas pendek dan mungkin bau amonial
 Banyak batuk (sputum berwarna pink)

b. Diagnosa keperawatan

xxiv
Masalah keperawatan yang dapat terjadi pada pasien GGA adalah:

1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme regulatori


(gagal ginjal) dengan retensi air
2) Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan kelebihan
cairan dan efek uremik pada otot jantung
3) Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan anoreksia dan perubahan metabolisme
sekunder dari gagal ginjal
4) Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi
metabolik/pembatasan diet, enemia.
5) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan denhan depresi
pertahanan imunologi sekunder, uremia, prosedur invasive dan
kurangnya nutrisi seluler
6) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan ketidaktahuan tentang proses
penyakit

c. Intervensi dan Implementasi

Diagnosa 1 : kelebihan cairan berhubungan dengan mekanisme


regulatori (gagal ginjal) dengan retensi air

Tujuan : mengeluarkan urine tepat dengan berat jenis

Kriteria hasil : hasil laboraturium mendekati normal, berat badan stabil,


tanda vital dalam batas normal, tidak ada edema

Perencanaan dan implemenasi Rasional


1. Awasi denyut jantung,TD dan central Takikardi dan hipertesi terjadi karena
venis pressure (CVP) kegagalan ginjal mengeluarkan urine
2. Catat pemasukan dan pengeluaran Perlu untuk menentukan fungsi ginjal,
cairan secara akurat kebutuhan penggantian cairan dan
penurunan kelebihan cairan

xxv
3. Awasi berat jenis urine Mengukur kemampuan ginjal
mengkonsentrasikan urine
4. Rencanakan penggantian vairan dalam Membantu menghindari periode tanpa
pembatasan multiple. Berikan minuman cairan; menurunkan rasa kekurangan atau
yang disukai haus
5. Timbang badan tiap hari dengan alat Cara pengawasan terbaik status cairan.
dan pakaian yang sama Kenaikan>0,5/hr ada retensi cairan
6. Auskultasi bunyi paru dan jantung Kelebihan cairan menimbulkan edem
paru dan gagal jantung
7. Kaji tingkat kesadaran dan perubahan Dapat menunjukan perpindahan cairan,
mental asidosis, ketidakseimbangan elektrolit
dan hipoksia
8. Pantau hasil pemeriksaan laboraturium Mengkaji adanya disfungsi ginjal,
seperti BUN, kreatinin, elektrolit, Hb/Ht hipo/hipermatremia dan adanya enemia
9. Kolaborasi pemberian obat diuretik Untuk melebarkan lumen tubular dari
(furosenid/lasix) debris, menurunkan hiperkalemia dan
meningkatkan pengeluaran urine
10. Kolaborasi pemberian obat anti Diberikan untuk mengatasi hipertensi
hipertensi (catapres, metildopa, akibat dari kelebihan cairan
prazosin)

Diagnosa 2 : risiko terhadap penurunan curah jantung berhunbungan dengan


kelebihan cairan dan efek uremik pada otot jantung

Tujuan : curah jantung dapat dipertahankan

Kriteria hasil : tensi darah, denyut jantung dan irama dalam batas normal pasien, nadi
perifer kuat, sama dengan waktu pengisian kapiler.

Perencanaan dan implemenasi Rasional


1. Awasi TD dan frekuensi jantung Kelebihan volume cairan, efek uremia
meingkatkan kerja jantung dan dapat

xxvi
menimnulkan gagal jantung
2. Observasi EKG dan perubahan irama Perubahan elektromekanis merupakan
jantung bukti berkelanjutannya gagal ginjal dan
ketidakseimbangan elektrolit
3. Auskultasi bunyi jantung Terbentuknya S3/S4 menunjukan
kegagalan
4. Kaji warna kulit, membran mukosa, Pucat dan menunjukkan vasoknstriksi
dasar kuku dan waktu pengisian kapiler atau anemia, cyanosis berhubungan
dengan kogesti paru dan gagal jantung
5. Perhatikan terjadinya nadi Penggunaan magnesium (obat antasida)
lambat,hipotensi, kemerahan, mengakibatkan hipermagnesemia
mual/muntah dan penurunan tingkat sehingga beresiko henti nafas/jantung
kesadaran
6. Pertahankan tirah baring atau dorong Menurunkan konsumsi/kerja jantung
istirahat secara adekuat
7. Pantau hasil pemeriksaan laboratorium Mengkaji adanya efek negatif terhadap
seperti kalium,kalsium dan magnesium jantung dan susunan saraf pusat

8. Berikan tambahan oksigen sesuai Memaksimalkan sedian oksigen untuk


indikasi kebutuhan miokardial untuk menurunkan
kerja jantung dan hipoksia seluler
9. Berikan obat sesuai idikasi (digoksin) Untuk memperbaiki curah jantung dan
dan natrium bikarbonat memperbaiki asidosis atau hiperkalemia

Diagnosa 3 : gangguan pemenuhan kebutuhan nutrsi: kurang dari kebutuhan tubuh


berhungan dengan anoreksia dan perubahan metabolisme sekunder dari gagal ginjal

Tujuan : mempertahankan atau meningkatkan berat badan

Kriteria hasil : berat badan meningkat sesuai situasi individu, bebas edema

Perencanaan dan implementasi Rasional

xxvii
1. Kaji/catat pemasukan diet Membantu dalam mengidentifikasi
desiensi dan kebutuhan diet
2. Berikan makanan sedikit dan sering Meminimalkan anoreksia dan mual
sehubungan dengan status
uremik/menurunnnya peristaltik
3. Informasi makanan yang diizinkan dan Mengontrol dalam pembatasan diet.
libatkan klien/keluarga dalam pemilihan Makanan rumah dapat meningkatkan
menu nafsu makan
4. Tawarkan perawatan mulu berkala Menyegarkan rasa mulut uang sering
dengan cairan asam asetat (25%) dan tidak nyaman pada uremia dan
berikan permen penyegar mulut diantara membatasi pemasukan oral. Pencucian
makanan dengan asam asetat membantu
menetralkan amonia
5. Timbang berat badan tiap hari Perubahan 0,5 kg BB dapat menunjukkan
perpindahan keseimbangan cairan

6. Awasi pemeriksaan laboratorium Indikator kebuthan nutrisi, pembatasan,


speerti BUN, albumin dan kebutuhan/efektivitas terapi
serum,transferin, natrium dan kalium
7. Konsul dengan ahli gizi dan atau Menentukan kalori individu yang sesuai
berikan kalori tinggi dan renda protein dan mencegah kerusakan ginjal lebih
serta pertimbangkan pembatasan lanjut
kalium ,natrium dan pemasukan fosfat
8. Berikan obat sesuai indikasi seperti Mencegah anemia, memperbaiki kadar
sediaan beasi, kalsium, vitamin D dan normal serum, mempermudah absorbsi
B kompleks serta anti emetik kalsium serta menghilangkan mual
muntah untuk mengningkatkan
pemasukan lewat oral

xxviii
Diagnosa 4 : kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi
metabolik/pembatasan diet, anemia

Tujuan : pasien melaporkan berenergi

Kriteria hasil : dapat berpartisipasi pada aktivitas yang diingikan

Perencanaan dan Implementasi Rasional


1. Evalusi laporan kelelahan, kesulitan Menentukan derajat ketidakmampuan
menyelesaikan tugas dan perhatikan
kemampuan tidur atau istirahat
dengan tepat.
2. Kaji kemampuan untuk berpartisipasi Mengidentifikasi kebutuhan individual
pada aktivitas yang dan membantu pemilihan intervensi
diinginkan/dibutuhkan.
3. Idetifintasi faktor stress atau Mungkin dapat dikurangi dan
psikologis yang dapat memperberat memberikan efek akumulatif yang positif
4. Rencana periode istirahat adekuat Mencegah kelelahan berlebihan dan
menyimpan energi untuk penyembuhan,
regenerasi jaringan
5. Berikan bantuan dalam aktivitas Mengubah energi,memungkinkan
sehari-hari dan ambulasi berlanjutnya aktivitas yang normal dan
memberikan keamanan bagi pasien
6. Tingkatkan tingkat partisipasi sesuai Meningkatkan rasa membaik atau
toleransi pasien meningkatkan kesehatan dan membatasi
frustasi
7. Awasi kadar elektrolit seperti Ketidakseimbangan dapat menggangu
kalsium, magnesium dan kalium fungsi neuromoscular yang memerlukan
peningkatan penggunaan energi

xxix
Diangnosa 5 : resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan depresi
pertahanan imunologi sekunder uremia, prosedur invasive dan kurangnya nutrisi seluler

Tujuan : tidak mengalami tanda dan gejala infeksi

Kriteria hasil : tanda vital dalam batas normal, nilai leukosit dalam batas normal

Perencanaan dan implementasi Rasional


1. Tingkatkan cuci tangan yang baik Menurunkan risiko kontaminasi silang
pada pasien dan staff
2. Hindari prosedur invasive, instrumen Membatasi masuknya bakteri ke dalam
dan manipulasi kateter tidak menetap. tubuh dan mendeteksi dini atau
Gunakan teknik aseptik bila merawat pengobatan terjadinya infeksi dapat
area invasive mencegah sepsis
3. Berikan perawatan kateter. Dan Menurunkan kolonisasi bakteri dan
tingkatkan perawatan perianal. resiko ISK
Pertahankan sistem drainase urine
tertutup
4. Orong nafas dalam, batuk dan Mencegah atelektasis dan memobilisasi
pengubahan posisi sering. Mencegah sekret untuk menurunkan resiko infeksi
atelektasis dan memobilisasi sekret paru
untuk menurunkan resiko infeksi paru
5. Kaji integritas kulit Ekskoriasi akibat gesekan daoat menjadi
infeksi sekunder
6. Awasi tanda vital Demam dengan peningkatan nadi dan
pernapasan adalah tanda peningkatan
laju dan metabolik dari proses inflamasi,
meskipun sepsis dapat menjadi tanpa
respon demam
7. Awasi pemeriksaan laboraturium Peningkatan SDP dapat meningkatkan

xxx
contoh sel darah (SDP) dengan infeksi umum
diferensial
8. Ambil spesimen untuk kultur dan Memastikan infeksi identifikasi
sentivitas dan berikan antibiotik tepat organisme khusus, membantu pemilihan
sesuai indikasi pengobatan infeksi paling efektif

Diagnosa 6 : kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan


pengobatan berhubungan dengan ketidaktahuan tentang proses penyakit

Tujuan : menyatakan pemahaman tentang kondisi,proses penyakit, prognosis


dan pengobatan.

Kriteria evaluasi : mengidentifikasi tanda dan gejala proses penyakit dan faktor
penyebab dan berpartisipasi dalam pengobatan.

Perencanaan dan implementasi Rasional


1. Kaji ualng proses penyakit, prognosis Memberikan dasar pengetahuan bagi
dan faktor pencetus bila diketahui pasien untuk menentukan informasi yang
dibutuhkan
2. Diskusikan tentang proses Meningkatkan pengetahuan pasien
penyakit,prognosis dan pemeriksaan serta tentang penyakitnya,prognosisi dan
pengobatan yang akan diberikan program pengobatan

d. Evaluasi keperawatan
1) Haluaran urine tepat dengan berat jenis (hasil pemeriksaan
laboratorium) mendekati normal,berat stabil,tanda vital dalam bats
normal, tidak ada edema
2) Curah jantung normal ditunjukkan dengan irama jantung
normal,nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler

xxxi
serta toleran terhadap aktivitas
3) Kebutuhan nutrisi tubuh terpenuhi yang ditunjukkan dengan berat
badan meningkat atau stabil dan tidak ada edema
4) Tidak terjadi kelelahan yang ditunjukkan dengan berpartisipasi pada
aktivitas yang diinginkan
5) Infeksi tidak terjadi ditunjukkan dengan tanda vital normal dan
jumlah sel darah putih dalam batas normal
6) Pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
memadai ditunjukkan dengan pemahaman tentang proses penyakit

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Ginjal merupakan organ terpenting dalam mepertahankan hemeostasis
cairan tubuh secara baik. Bebagai fungsi ginjal untuk mempetahankan
hemeostatik dengan mengatur volume cairan, keseimbangan osmotik, asam
basa, ekskresi sisa metabolisme, system pengaturan hormonal dan metabolisme.
Ginjal terletak dalam rongga abdomen, retropenitonial primer kiri dan kanan
kolumna vetebralis, dikelilingi oleh lemak dan jaringan ikat di belakang
peritoneum (Syaifuddin, 2012).
Gagal ginjal merupakan penyakit ginjal tahap akhir, Progresif dan
irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia
(Kartika Sari W, 2013).
Etiologi gagal ginjal meliputi diabetes mellitus, glumeluronefritis
kronis, pielonefritis, hipertensi tak terkontrol, obstruksi saluran kemih, penyakit

xxxii
ginjal polikistik, gangguan vaskuler, lesi herediter, agen toksik (timah,
cadmium, dan merkuri). Patofisiologi gagal ginjal meliputi penurunan GFR,
gangguan kliren renal, retensi cairan dan natrium, anemia, ketidakseimbangan
kalsium fosfat, dan penyakit tulang uremic (osteodistrofi) (Kartika Sari W,
2013).

3.2............................................. Saran
Bila pembaca menemukan kesalahan dalam makalah ini, harap
memberikan saran dan kritik kepada kami agar kami bisa menyempurnakan
pembuatan makalah yang lainnya. Semoga informasi yang ada di makalah ini
bisa bermanfaat dan menambah wawasan pembaca. TERIMA KASIH.

DAFTAR PUSTAKA

Drs. H. Syaifuddin, AMK , 2012. Anatomi Fisiologi : Kurikulum Berbasis Kompetensi

Untuk Keperawatan & Kebidanan, Ed.4. Penerbit Buku Kedokteran


EGC : Jakarta.

Kartika Sari Wijayaningsih, S.Kep., Ners , 2013. Standar Asuhan Keperawatan. CV.

Trans Info Media : Jakarta Timur.

Swearingen, 2001. Keperawatan Medikal-Bedah, Ed.2. penerbit Buku Kedokteran EGC

: Jakarta.

Barbara Engram, 2015. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah Vol.1 . Penerbit

xxxiii
Buku Kedokteran EGC : Jakarta.

Toto Suharyanto & Abdul Madjid, 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan
gangguan system perkemihan. CV. Trans Info Media : Jakarta.

xxxiv

Anda mungkin juga menyukai