Fiqh Ekologi Infrastruktur
Fiqh Ekologi Infrastruktur
Secara teknik infrastruktur dijelaskan sebagai aset fisik yang dirancang dalam sistem
sehingga memberikan pelayanan publik yang penting. Oleh karena itu, infrastruktur
merupakan bagian-bagian berupa sarana dan prasarana (jaringan) yang tidak terpisahkan
satu sama lain yang didefinisikan dalam suatu sistem.
Sehingga Green Infrastructur adalah jaringan infrastruktur yang saling berhubungan antara
ruang terbuka dengan daerah alam, seperti lahan basah, taman, dengan mempertahankan
hutan dan vegetasi tanaman asli yang secara alami mengelola strowm water, mengurangi
resiko banjir dan kualitas air. Karena infrastruktur ramah lingkungan tidak mengganggu
siklus alami lingkungan mulai dari tahap parancangan, pembangunan, pengoperasian,
hingga tahap pemeliharaan karena memperhatikan aspek-aspek dalam melindungi,
menghemat, mengurangi penggunaan sumber daya alam.
1
Putri Monica Sari, Studi Mengenai Hambatan Dan Kesulitan Penerapan Konsep Green Infrastructur, (Yogyakarta
: UAJY, 2015), Hlm.2
2. Jenis-Jenis Infrastruktur
a) Infrastruktur keras, jenis ini biasanya kita lihat dari segi fisiknya yang berupa
bentuk secara nyata. Biasanya jenis infrastruktur in mencakup jalan raya, pelabuhan
bandara, saluran irigasi, dan jenis fasilitas umum lainnya.
b) Infrastruktur Keras Non-Fisik, hal ini menckup berbagai upaya yang dilalakukan
untuk mendukung sarana dan prasarana secara umum yang berguna untuk
mendukung berbagai kegiatan sosial serta ekonomi masyarakat umum. Misalnya
terkait pengadaan air bersih, jaringan telekomunikasi, dan penyediaan pasokan
listrik, serta upaya yang berhubungan dengan pangadaan sumber pasokan energi.
c) Infrastruktur Lunak, merupakan hal yang berperan sebagai penunjang dalam
kelancaran berbagai kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat luas. Dimana hal itu
tidak terlihat dalam bentuk fisik dan wujudnya secara kasat mata, umumnya , hal
tersebut bergerak di dalam suatu aturan, sistem, dan juga norma yang disediakan
oleh pihak pemerintah maupun pihak lain. Contohnya layanan publik, peraturan
pemerintah yang mencakup UU perdagangan.
2
http://ciptakarya.pu.go.id/green-inrastruktur
4. Fungsi Infrastruktur Ramah dan Ideal
a) Mengurangi limpasan air hujan
Contoh mengurangi limpasan air hujan dengan sistem green roof, downspouts rain
barrels and cisterns.
Green roof adalah lapisan vegetasi hidup yang dipasang di atas bangunan, mulai
dari garasi kecil hingga bangunan industri besar. Sistem ini mampu mengelola
banjir dan berkontrabusi dalam peningkatan kualitas air dengan mempertahankan
dan menyaring air hujan melalui tanah tanaman dan zona pengambilan akar.
Kemudian dalam metode downspouts rain barrels and cisterns ini meski tidak akan
secara substansial mengurangi banjir, namun dapat menurangi limpasan langsung
dari banjir yang lebih kecil dan mengalihkan air dari sistem saluran pembuangan
gabungan. 3
3
Siti Sarifa Kartika dan Tetty Harapah, Aplikasi Perencanaan Infrastruktur Pemukiman Ramah Lingkungan : Dari
Satu Rumah Menuju Satu Kota (Palembang :Universitas Indo Galobal Mandiri, 2017), Hlm. 275-276.
4
https://sda.pu.go.id/balai/bwssumatera1/article/perilaku-hemat-energi-dan-air, diunggah pada tanggal 29 Oktober
2022.
c) Menyaring dan menyerap polutan dalam air.
Dengan memanfaatkan teknologi LID (Low Impact Development) adalah suatu
konep pengelolaan air hujan secara lokal dan ramah lingkungan. LID dirancang
untuk mengontrol polusi air limpasan permukaan, mengurang volume,
memperpanjang waktu pengaliran, dan menyelesaikan masalah-masalah yang
berkaitan dengan ekologi. Dengan kata lain, LID adalah salah satu upaya untuk
mengkonservasi air.
Contohnya dengan sistem Bioinfiltration : Rain Gardens. Sistem bionfiltrasi
dangkal, terutama lansekap digunakan untuk meningkatkan penyerapan dan
infiltrasi limpasan air hujan. Praktek pengelolan ini sanggat efektik dalam
menghilangkan polutan dan mengurangi volume limpasan, tertama saat digunakan
pada lokasi parkir air. Banjir mengalir ke daerah bioinfiltrasi, kolam di pemukiman,
dan secara bertahap meresap kedalam dasar tanah5
5
Nova Annisa, Rony Riduan, Model Rain Garden Untuk Penanggulangan Limpasan Air Huajn Wilayah Perkotaan,
(Banjarbaru : Unlam, 2016), Hlm. 81
6
Hardianti Fitri Rahmasari, Penentuan Potensi Penerapan Infrastruktur Hijau Dalam Mengurangi Genangan Di
Daerah Aliran Sungai Keduru, (Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh Nopember, 2017), hlm. 28-29.
e) Pengisian kembali air tanah.
Pengisian kembali air tanah secara buatan dimaksudkan untuk menambah kuantitas
air tanah, meningkatkan infiltrasi di lereng pegunugan dan perbukitan, mencegah
terjadinya banjir, mengurangi dan mencegah intrusi air laut ke daratan dengan
beberapa metode seperti metode penyebaran air di permukaan yaitu penyebaran air
tanah di atas permukaan tanah, sehingga terjadi penambahan jumlah peresapan air
permukaan kedalam tanah / batuan dan penambahan perlokasian dalam muka air
tanah.7
f) Penghematan energi.
Contoh penghematan energi seperti energi listrik diganti dengan panel surya dan
waduk. Karena dengan adanya efek pemanasan mengakibatkan kenaikan
pemakaian listrik di perkantoran dan perumahan. Kenaikan pemakaian listrik ini
mengakibatkan pembagkit listrik melakukan pembakaran bahan bakar fosil lebih
banyak sehingga menghasilkan Green House Gases dalam jumlah yang banyak.
Pengubahan energi listriknya diawali dengna modup fotovoltaik untuk mengubah
energi matahari menjadi energi listrik. 8
7
Helfia Edial, Pengisian Air Tanah Buatan Dalam Rangka Mengatasi Bencana Banjir Longsor Dan Ketersediaan
Air Tanah Di Kota Padang, (Padang : UNP, 2015), Hlm.11-12.
8
Dr.Ir.Jaka Windarta,M.T., Penerapan Teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Surya Sebagai Sekolah Hemat Energi
Dan Ramah Lingkungan, (Semarang :UNDIP, 2019), Hlm.216-217
(1) mengurangi pemakaian energi lisrik sebesar 25% yang disebabkan oleh
penggunaan AC dalam ruangan guna mengatasi efek pemanasan.
(2) mengurangi biaya yang digubakan ubtuk peremejaan atap dengan menambah
umur atap sekitar 20-40 tahun.
(3) dengan adanya sistem drainase dan irigasi, mengurangi ptensi banjir sebesa 11-
15%.
(4) Membantu menyeimbangkan kelembapan udara di kota indonesia dan
pinggiran kota dengan perbedaan 3%-7% sehingga cuaca di kota Indoensia
teratur.9
9
Andrew V.Limas, Pembahasan Mengenai Urban Heat Islan Dan Solusi Altrnati, (Jakarta :Binus University, 2014),
Hlm. 32
5. Contoh Infrastruktur Ramah Lingkungan dan Ideal Kawasan Perkotaan.
Infrastruktur yang aman dan ideal untuk wilayah bagian pinggir kota mencakup bagian
perumahan, jalur pedestrian, taman dan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Konsep infrastruktur
hijau sangat penting untuk diterapkan dalam pembangunan di kota karena dapat
meningkatkan beberapa hal seperti kualitas udara, menyaring polutan air, meningkatkan
estetika, meningkatkan kesehatan pengguna, dan menciptakan habitat baru bagi spesies
lokal maupun spesies yang berimigrasi.
Konsep Perumahan.
Jalur perkotaan yang salah satunya dijadikan agenda komplek perumahan dapat
dijadikan infrastruktur ramah dan ideal dengan cara penambahan vegetasi, menanam
pohon di pinggiran jalan perumahan atau atap perumahan dan fitur alam lain yang
dapat meningkatkan kualitas udara. Bioswale Untuk mengatasi banjir karena bentuk
rekayasa bioswale memungkinkan aliran air di arahkan ke suatu tempat
penampungan.. Green Roof dan Green Walls yang dapat mengurangi panas. Rain
Barrels yang dapat digunakan untuk menyimpan air hujan sebagai sumber air
tambahan untuk bercocok tanam dan mencuci mobil. Serta permeable pavements
untuk meningkatkan penyerapan air ke dalam tanah. Kemudian dibuatnya IPAL
untuk buangan cuci pakaian, air mandi, air cuci piring. IPAL ini menggunakan
pengolahan secara kimia, fisika dan biologis. 10
10
Ibid, Hlm.278
Konsep Kesempatan Rekreasi dan Transportasi
Dalam Infrastuktur perkotaan yang ramah dan ideal membutuhkan Konsep Ruang
Terbuka Hijau (open green space). Adanya ruang terbuka hijau menyediakan ruang
sosialisasi masyarakat, mewadahi kegiatan masyarakat dari berbagai tingkatan usia
baik kegiatan pasif maupun aktif, sarana pemberi informasi bagi masyarakat,
memperindah lingkungan serta meningkatkan fungsi ekologis lainnya seperti
penghasil O2, pencipta iklim mikro, membentu penyerapan air tanah, dan rute hijau
untuk mendorong masyarakat sekitar berjalan kaki dan bersepeda daripada
berpergian menggunakan kendaraan bermotor sehingga emisi karbon dari
transportasi dapat berkurang.
Selain itu dengan berjalan kaki dan bersepeda juga dapat meminimalisasi berbagai
ancaman kesehatan yang mungkin terjadi. Sebuah penelitian oleh Yayasan Kesehatan
Mental di Inggris (WHO) menemukan bahwa ruang terbuka hijau sangat berpengaruh
terhadap kondisi kesehatan masyarakat seperti obesitas, kesehatan mental, sistem
peredaran darah, dan asma.
Fitur alami dan rekayasa di dalam Ruang Terbuka Hijau termasuk pepohoan dan
constructed wetland menyediakan wadah untuk aktivitas outdoor dan habitat bagi
satwa liar. Ruang Terbuka Hijau juga dapat menjaga keseimbangan alam dan
berkontribusi dalam mengatasi perubahan iklim. Metode-metode yang dapat
diterapkan sangat bervariasi, mulai dari Rain Gardens dapat menampung hujan,
menangkap aliranan permukaan dan menahannya untuk sementara waktu agar air
dapat lebih banyak meyerap ke dalam tanah, serta mengurangi dampak polusi yang
terbawa oleh air hujan. green wall yang berfungsi menyerap polusi udara dan
berfungsi sebagai penghalau suara, green street, green roof, ataupun green drainage
yang berfungsi sebagai upaya mengelola air kelebihan dengan cara sebesar-besarnya
diserapkan kedalam tanah secara alamiah atau mengalirkan ke sungai dengan tanpa
melampaui kapasitas sungai sebelumnya.11
11
Qurrotu Aini Besila, Astrid Widiasari Kusumadewi, Penerapan Konsep Ekologis Untuk Pendidikan Lingkungan
Pada “Taman Pintar” di Kelurahan Kayu Putih, Jakarta Timur (Jakarta : Universitas Trisakti, 2018), Hlm. 776-780
Konsep Pedestrian.
Dalam penerapan Infrastruktur perkotaan yang aman dan ideal juga membutuhkan
konsep pedestrian yang dimana untuk memenuhi hak masyarakat saat berjalan kaki.
Yang dimana jalur pedestrian juga harus dibuat bagian yang timbul khusus
penyandang disabilitas agar berlajan di luar pun masyarakat tetap aman.
Selain itu keberadaan pepohonan, taman, dan infrastruktur hijau lainnya juga dapat
mengurangi polusi yang dapat mengganggu kesehatan masyarakat sekitar. Salah satu
konsep yang bisa diterapkan yaitu green street atau penanaman pohon di sisi kiri dan
kanan dari infrastruktur jalan ataupun di pembatas / median jalan. Aplikasi tersebut
dapat menekan emisi karbon dari kendaraan bermotor yang ada di kawasan
perkotaan. Selain green street (jalan bervegetasi), terdapat juga green roof (atap
bervegetasi).
Green roof bukan berarti atap yang dicat dengan warna hijau, melainkan dengan
meletakkan tanaman pada permukaan atap. Konsep tersebut sebenarnya sangat cocok
diterapkan di wilayah perkotaan mengingat keterbatasan lahan kosong untuk
menanam tanaman. Penelitian menunjukkan bahwa 19,8 ha green roof di Chicago
dapat menghilangkan polutan udara sebesar 1675 kg per tahun dengan 27% O3, 27%
NO2, 14% PM10, dan 7% SO2. Selain itu, green roof juga menambah nilai estetika
dari suatu bangunan.
Memanajemen Air Hujan
Manajemen air hujan merupakan usaha mengurangi limpasan permukaan (run off)
dengan menginfiltrasi air hujan ke dalam tanah sebagai usaha pencegahan banjir.
Dalam memanajemen air, infrastruktur hijau menggunakan pendekatan non-struktural
dengan biaya yang sangat rendah dibanding penggunaan infrastruktur abu-abu,
contohnya bendungan.
Sebagian besar lahan di kota sudah tertutup dengan beton dan aspal sehingga apabila
hujan turun, limpasan yang dihasilkan akan sangat besar dan akan mengakibatkan
banjir. Salah satu contoh penerapan konsep infrastruktur hijau dalam mencegah
terjadinya banjir yaitu dengan retensi (panen) air hujan. Prinsipnya adalah menangkap
dan menyimpan air hujan untuk digunakan di kemudian hari, dan di samping itu juga
dapat mengurangi limpasan hujan yang terjadi serta peluapan manakala terjadi banjir
akibat hujan dengan intensitas yang tinggi.
Sistem infiltrasi dan pemanenan air hujan dapat menjaga ketersediaan pasokan air
untuk keperluan sehari-hari sehingga dapat mengurangi penggunaan air perkotaan
secara signifikan. Selain itu, terdapat juga penerapan lainnya, seperti pembuatan taman
hujan (rain garden), jalan bervegetasi (green street), dan atap bervegetasi (green roof)
yang sangat cocok diterapkan di daerah perkotaan yang terbatas lahannya.
Rain garden dan green street berfungsi untuk menginfiltrasi limpasan dari jalan raya,
trotoar, dan tempat parkir sehingga dapat mencegah rusaknya lapisan aspal mengingat
aspal tidak tahan terhadap genangan air serta meminimalisasi kemungkinan terjadinya
banjir di jalan. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Sheffield
di Inggris menemukan bahwa selain meminimalisasi terjadinya banjir, penanaman
pohon di kota juga dapat meningkatkan kualitas air di perkotaan secara signifikan.
Sementara itu, fungsi green roof selain yang disebutkan sebelumnya adalah
menciptakan kondisi penyimpanan air buatan sekaligus mengurangi limpasan yang
terjadi. Dari penelitian yang dilakukan oleh departemen pengelolaan lahan, hutan dan
alam Belgium, ditemukan bahwa hanya dengan penerapan green roof sebesar 10% dari
keseluruhan wilayah Brussel dapat mengurangi limpasan tahunan sebesar 2,7%. Hal
tersebut membuktikan bahwa green roof berkontribusi besar dalam pengelolaan air di
perkotaan.12
Begitu banyak manfaat yang dihasilkan dengan penerapan konsep infrastruktur hijau,
menunjukkan betapa pentingnya penerapan konsep tersebut di kawasan perkotaan
mengingat situasi pemanasan global yang terjadi semakin parah. Oleh sebab itu, sangat
disarankan bahwa konsep infrastruktur hijau dapat diterapkan di kota-kota besar di
Indonesia khususnya di pulau Jawa mengingat di situlah pusat perekonomian dan
pemerintahan Indonesia. Selain itu, jumlah penduduk yang sangat padat telah
menyebabkan sebagian besar lahan alami yang ada dikonversi menjadi kawasan
pemukiman ataupun komersial sehingga diperlukan sebuah konsep pembangunan yang
ramah lingkungan untuk meminimalisasi dampak negatif yang ditimbulkan.
12
Naga Wijaya, Infrastruktur Hijau Untuk Pembangunan Kota (https://news.detik.com/kolom/d-
5133224/infrastruktur-hijau-untuk-pembangunan-kota, diunggah pada tanggal 14 Agustus 2020)
6. Infrastruktur Yang Menyebabkan Perubahan Iklim.
Pembangunan infrastruktur yang dilakukan terus-menerus berdampak negatif pada
lingkungan. Salah satu dampak negatifnya adalah pemanasan global akibat hutan yang
digunduli dan diganti dengan beton, besi, ataupun kaca.
Perubahan iklim global yang merupakan implikasi dari pemanasan global telah
mengakibatkan ketidakstabilan di lapisan bawah atmosfer, terutama yang dekat dengan
permukaan bumi. Disebut-sebut penyebab dari perubahan iklim ini yang sering terjadi
adalah lahan pertanian dan kehutanan digunduli dan dijadikan lahan perumahan terutama
rumah kaca di perkotaan sehingga adanya kenaikan gas-gas rumah kaca terutama uap air
(H2O), karbondioksida (C02) dan mentana (CH4), ozon (O3), nitrous oksida (N2O), CFC
(chloro fluoro carbon), dan HFC (hidro fluoro carbon). yang merupakan hasil kegiatan
manusia di bumi ini, yang mengakibatkan dua hal utama terjadi di lapisan atmosfer paling
bawah tersebut, yaitu fluktuasi curah hujan yang tinggi dan kenaikan muka air laut.
Fluktuasi curah hujan yang tinggi dan kenaikan muka air laut inilah yang merupakan
bagian dari fenomena perubahan iklim. 13
Studi tentang suhu udara yang diukur di Bandara Midway yang terletak dekat dengan pusat
kota dan Laboratorium Nasional Argonne (U.S Department of Energy) di pedesaan
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan suhu yang signifikan sebesar 54°F atau 3°C antara
kota dan daerah pedesaan. Tidak dapat dipungkiri hal tersebut merupakan dampak dari
infrastruktur abu-abu (gray infrastructure) di area perkotaan. Oleh sebab itu diperlukan
infrastruktur hijau yang memiliki peran untuk mengurangi efek pemanasan akibat
perubahan iklim dan penyerapan radiasi matahari secara langsung oleh bangunan
(khususnya bangunan berkaca).
13
Dr, Agus Hermawanto, M.H.I., Fikih Ekologi, (Malang : CV. Literasi Nusantara Abadi, 2022), hlm 121
Sebuah penelitian yang dilakukan di Greater Manchester menemukan bahwa dengan
meningkatkan kawasan infrastruktur hijau sebesar 10% dapat menurunkan temperatur
panas hingga 2,5°C. Konsep yang dapat diterapkan dapat berupa green roof ataupun green
street. Kedua konsep ini sangat cocok diterapkan di kawasan perkotaan lantaran tidak
memakan ruang yang luas. Di samping dua konsep ini, kita juga bisa menanam pohon di
sekitar rumah. Menanam pohon di sekitar rumah juga bermanfaat sebagai pemecah angin
ataupun memperkecil kekuatan angin apabila terjadi angin kuat.
Daftar Pustaka
Putri Monica Sari, Studi Mengenai Hambatan Dan Kesulitan Penerapan Konsep Green
Infrastructur, (Yogyakarta : UAJY, 2015)
http://ciptakarya.pu.go.id/green-inrastruktur
Siti Sarifa Kartika dan Tetty Harapah, Aplikasi Perencanaan Infrastruktur Pemukiman Ramah
Lingkungan : Dari Satu Rumah Menuju Satu Kota (Palembang :Universitas Indo Galobal Mandiri,
2017)
Nova Annisa, Rony Riduan, Model Rain Garden Untuk Penanggulangan Limpasan Air Huajn Wilayah
Perkotaan, (Banjarbaru : Unlam, 2016)
Hardianti Fitri Rahmasari, Penentuan Potensi Penerapan Infrastruktur Hijau Dalam Mengurangi
Genangan Di Daerah Aliran Sungai Keduru, (Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh Nopember,
2017)
Helfia Edial, Pengisian Air Tanah Buatan Dalam Rangka Mengatasi Bencana Banjir Longsor Dan
Ketersediaan Air Tanah Di Kota Padang, (Padang : UNP, 2015)
Andrew V.Limas, Pembahasan Mengenai Urban Heat Islan Dan Solusi Altrnati, (Jakarta :Binus
University, 2014)
Qurrotu Aini Besila, Astrid Widiasari Kusumadewi, Penerapan Konsep Ekologis Untuk Pendidikan
Lingkungan Pada “Taman Pintar” di Kelurahan Kayu Putih, Jakarta Timur (Jakarta : Universitas Trisakti,
2018)
Dr, Agus Hermawanto, M.H.I., Fikih Ekologi, (Malang : CV. Literasi Nusantara Abadi, 2022)