Anda di halaman 1dari 12

Laporan Praktikum ke-12 Hari/Tanggal : Selasa/15 November 2022

MK. Biokimia Nutrisi Tempat Praktikum: Laboratorium Biokimia,


Fisiologi dan
Mikrobiologi Nutrisi
Asisten Praktikum: 1. Siti Nur Istiqomah
2. Dhea Sapta Latifah D.

PENGUKURAN AKTIVITAS ENZIM AMILASE


ASAL KECAMBAH KACANG HIJAU

Abdurrahman Shiddiq
D2401211140
Kelompok 1/P1

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2022
I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Secara umum enzim menghasilkan kecepatan, spesifikasi, dan kedali
pengaturan terhadap reaksi dalam tubuh. Enzim berfungsi sebagai katalisator, yaitu
senyawa yang meningkatkan kecepatan reaksi kimia. Enzim juga dapat
menurunkan atau memperkecil energi aktivasi suatu reaksi kimia (Supriyatna et al.
2015). Aktivitas enzim dapat dipengaruhi oleh suhu. Energi kinetik substrat dan
enzim meningkat dengan naiknya suhu, yang berdampak pada laju reaksi. Ikatan
yang menyusun struktur tiga dimensi enzim akan putus ketika suhu naik melebihi
suhu optimal enzim karena adanya peningkatan energi. Oleh karena itu enzim tidak
aktif dan terdenaturasi. Selain itu, kenaikan suhu berpotensi mengubah sifat dan
menonaktifkan substrat. Aktivitas enzim dapat diperlambat oleh suhu rendah
(Phieter et al. 2020). Selain itu waktu juga mempengaruhi kerja enzim. Menurut
Ardiansyah et al. (2018), Salah satu elemen yang mempengaruhi seberapa baik
kinerja enzim selama proses hidrolisis pasien adalah waktu respons. Efisiensi kerja
enzim akan meningkat seiring dengan lamanya waktu reaksi. Namun, kerja enzim
akan berkurang setelah mencapai tingkat ideal.
Enzim amilase merupakan enzim yang memiliki aktivitas memecah ikatan-
ikatan pada amilum hingga terbentuk maltosa. Substrat yang umumnya digunakan
pada pengamatan enzim α-amilase adalah pati (Syahrir et al. 2020). Pati atau
amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, berwujud bubuk
putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh
tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam
jangka panjang. Hewan dan manusia juga menjadikan pati sebagai sumber energi
yang penting. Pati merupakan zat tepung dari karbohidrat dengan suatu polimer
senyawa glukosa yang terdiri dari dua komponen utama, yaitu amilosa dan
amilopektin (Rosmawati 2013). Larutan amilosa atau lebih dikenal dengan larutan
pati merupakan larutan yang dihasilkan dari pelarutan pati menggunakan aquadest
atau pelarut lainnya. Pati merupakan polimer tidak larut dari residu glukosa yang
dihasilkan oleh sebagian besar jenis tumbuhan tingkat tinggi sebagai cadangan
makanan bagi jenis tumbuhan (Bunga et al. 2017).
Dalam bidang industri perternakan, enzim memiliki peranan yang sangat
penting diantaranya sebagai salah satu bahan alternatif yang dapat digunakan untuk
memperbaiki kualitas pakan ternak yang aman untuk ternak. Manfaat penggunaan
enzim lainnya adalah enzim dapat mempertahankan aktivitasnya karena sudah
diproteksi dan berisi multienzim untuk mencerna selulosa kompleks serta untuk
mengurangi biaya formulasi ransum dan mengambil keuntungan dengan jalan
meningkatkan kandungan energi bahan makanan dan meningkatkan efisiensinya.

2.1 Tujuan
Praktikum ini bertujuan mengukur aktivitas enzim amilase asal kecambah
kacang hijau dengan sumber pati dari ekstrak kentang dan ekstrak singkong.
II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Enzim Amilase


Enzim berasal dari bahasa Yunani “enzyme” yang memiliki arti “di dalam”,
enzim adalah suatu senyawa protein dalam suatu sistem biologis yang dpat
mengkatalis seluruh reaksi kimia. Kinerja enzim adalah dengan cara menempel
pada permukaan molekul zat-zat yang bereaksi sehingga proses reaksi berjalan
lebih cepat. (Daniel et al. 2010). Enzim amilase merupakan enzim yang mampu
mengkatalis proses hidrolisa pati untuk menghasilkan molekul lebih sederhana
seperti glukosa, maltosa, dan dekstrin. Proses hidrolisa pati tersebut dilakukan
melalui tiga tahapan yaitu gelatinisasi, likuifikasi, dan sakarifikasi (Nangin dan
Sutrisno 2015). Enzim ini bertugas memecah zat pati atau karbohidrat menjadi gula
(glukosa) sehingga dapat digunakan oleh tubuh. Saat makanan yang mengandung
karbohidrat dikunyah, kelenjar liur di dalam mulut akan menghasilkan amilase.
Setelah tertelan, makanan tersebut akan dicerna lebih lanjut di usus halus oleh
enzim amilase yang dihasilkan oleh pankreas (Ariandi 2016). Enzim amilase
banyak digunakan dalam industri. Hal ini digunakan dalamindustri pembuatan dan
fermentasi bir untuk konversi pati menjadi gula terfermentasi. Pada industri tekstil,
amilase digunakan untuk merancang tekstil, kemudian pada industri deterjen,
amilase tercampur dengan enzim protease dan lipase sebagai pencuci noda pakaian
dan dalam industri makanan digunakan untuk pembuatan sirup manis, untuk
meningkatkan konten diastase tepung, untuk modifikasi makanan bayi, dan
menghilangkan pati dalam produksi jelly. Amilase bisa berasal dari hewan, jamur,
dan sumber tanaman. Pancreatin dan pancrelipase mengandung amilase yang
berasal dari pankreas hewan, pankreas biasanya babi. Amilase juga berasal dari
malt barley dan jamur Aspergillus oryzae (Ariandi 2016).
2.2 Buffer Asetat
Buffer merupakan larutan yang memiliki kemampuan untuk
mempertahankan pH-nya. Larutan penyangga asetat adalah larutan yang dibuat
dengan cara mencampurkan asam asetat (CH3COOH) ke dalam larutan garamnya
(CH3COONa). Buffer asetat berfungsi sebagai larutan penyangga untuk
mempertahankan pH pada saat terjadinya reaksi enzimatis. Contoh dari asam asetat
adalah cuka yang diperoleh melalui proses fermentasi (Arini 2013). Penambahan
buffer asetat adalah karena buffer ini memiliki pH efektif dari 3,6 – 5,6. Diketahui
bahwa kompleks ini stabil pada pH asam, maka digunakan pH 3,6 (Syarif et al.
2015). Larutan buffer asetat dengan pH 4,5 juga digunakan sebagai pengatur
keasaman lingkungan serta etilen diamintetra asetat atau yang biasa disebut sebagai
EDTA juga disertakan sebagai agen penopeng agar ion logam berat lain yang ada
di dalam sampel tidak mengganggu pengukuran (Harisman dan Sugiarso 2014).
2.3 Larutan Glukosa
Glukosa merupakan salah satu bentuk hasil metabolisme karbohidrat yang
berfungsi sebagai sumber energi utama yang dikontrol oleh insulin. Kelebihan
glukosa diubah menjadi glikogen yang akan disimpan di dalam hati dan otot untuk
cadangan jika diperlukan (Auliya et al. 2016) Glukosa merupakan sumber tenaga
yang terdapat di mana-mana dalam biologi. Larutan glukosa dapat dibentuk dari
formaldehida pada keadaan abiotik, sehingga akan mudah tersedia bagi sistem
biokimia primitif. Hal yang lebih penting bagi organisme tingkat atas adalah
kecenderungan glukosa, dibandingkan dengan gula heksosa lainnya, yang tidak
mudah bereaksi secara nonspesifik dengan gugus aminosuatu protein. Reaksi ini
(glikosilasi) mereduksi atau bahkan merusak fungsi berbagai enzim. Rendahnya
laju glikosilasi ini dikarenakan glukosa yang kebanyakan berada dalamisomer
siklik yang kurang reaktif. Meski begitu, komplikasi akut seperti diabetes,
kebutaan, gagal ginjal, dan kerusakan saraf periferal (peripheral neuropathy),
kemungkinan disebabkan oleh glikosilasi protein (Oktavia 2013).
2.4 Larutan DNS
Larutan DNS merupakan reagen yang dapat digunakan untuk melakukan uji
kuantitatif glukosa. Reagen ini berfungsi untuk memberikan warna pada larutan,
sehingga dapat terbaca oleh spektrofotometer vis yang membaca dari warna larutan
tersebut (Carolinna dan Fida 2015). Pereaksi asam dinitro salsilat atau 3,5-
dinitrosalicylic acid memiliki senyawa aromatis yang akan bereaksi dengan gula
reduksi untuk membentuk 3-amino-5-nitrosalicylic acid. Senyawa DNS dapat
menyerap dengan kuat radiasi gelombang elektromagnetik pada 540 nm. Semakin
banyak komponen pereduksi yang terdapat pada sampel, maka molekul 3-amino-5-
nitrosalicylic acid semakin banyak terbentuk sehingga serapan semakin tinggi
(Kolo dan Eduradus 2018).
2.5 Kentang
Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu spesies umbi-
umbian yang banyak digunakan sebagai sumber karbohidrat atau makanan pokok
bagi masyarakat dunia setelah gandum, beras dan jagung. Sebagai umbi-umbian,
kentang cukup menonjol dalam kandungan zat gizinya (Saputro et al. 2019).
Kentang memiliki kadar air yang cukup tinggi yaitu sekitar 80% dan akan cepat
rusak apabila tidak ditangani dengan baik. Selain itu, kadar karbohidrat yang tinggi
pada kentang yaitu sekitar 70% menyebabkan kentang dapat diolah menjadi tepung.
Tingginya kandungan karbohidrat ini menyebabkan kentang dikenal sebagai bahan
pangan yang dapat menggantikan sumber karbohidrat lain yang berasal dari beras,
jagung, dan gandum (Anova et al. 2014).
2.6 Singkong
Singkong (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu sumber
karbohidrat lokal Indonesia yang menduduki urutan ketiga terbesar setelah padi dan
jagung. Pada awalnya singkong ditanam untuk diambil umbinya dan dimanfaatkan
untuk sebagai bahan pangan, namun seiring berjalannya waktu singkong
dimanfaatkan sebagai bahan pakan dan industri (Purnomo et al. 2015). Singkong
banyak mengandung pati dengan kadar tinggi yaitu sebesar 85%. Singkong
memiliki proporsi amilosa 17%. Namun secara umum rasio antara amilosa dan
amilopektim berbeda antar pati. Pati normal terdiri dari 25% amilosa dan 75%
amilopektin. Penggunaan pati singkong dalam industri pangan digunakan untuk
bahan pengental dan sebagai penstabil makanan sedangkan industri non pangan
digunakan untuk pembuatan kertas, tekstil, kimia, dan farmasi (Akbar dan Febriani
2019).
III MATERI DAN METODE

3. 1 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah mortar, pastel, tabung
reaksi, timbangan analitik, jar, waterbath, pipet, spektrofotometer. Bahan yang
digunakan pada praktikum yaitu kecambah kacang hijau, buffer asetat, larutan
glukosa, larutan DNS, ekstrak kentang, ekstrak singkong, aquadest.

3.2 Metode
Langkah pertama yaitu membuat 7 larutan standar dengan konsentrasi yang
berbeda. Mula-mula 7 tabung reaksi disiapkan, larutan glukosa dipipet dan
dimasukkan ke tabung masing-masing 0, 0,5, 1, 2, 3, 4, 5 ml yang kemudian
dilarutkan dengan aquadest sampai 10 ml. Tabung di didihkan selama 15 menit lalu
tabung tersebut dimasukkan ke dalam air yang berisi es batu, diamkan selama 20
menit. Selanjutnya tabung baru disiapkan, dari hasil pelarutan tadi diambil 1 ml
larutan 0 ppm, ditambah 1 ml aquadest dan 3 ml larutan DNS. Langkah tersebut
dilakukan untuk setiap tabungnya. Setelah itu, diukur absorbansinya pada
spektrofotometer dengan panjang gelombang 540 nm.
Langkah selanjutnya yaitu preparasi sampel, Kecambah dihaluskan dengan
mortar dan ditimbang dalam sebanyak 15 gram, lalu 30 ml buffer asetat 0,2 M pH
5 ditambahkan. Kemudian campuran tersebut disaring dan filtrat yang di hasilkan
di tampung. Tabung reaksi yang baru disiapkan lalu ditambahkan 5 ml larutan
enzim kemudian di inkubasi selama 5 menit di suhu ruang. Selanjutnya tabung
reaksi lainnya disiapkan untuk ditambahkan 2 ml ekstrak singkong, larutan tersebut
diinkubasi selama 2 menit pada suhu 38°C pada waterbath. Tabung rekasi yang
berisi ekstrak singkong ditambahkan 2 ml enzim dan dihomogenkan kemudian
diinkubasi kembali selama 10 menit. Dari tabung reaksi yang telah diinkubasi
selama 10 menit kemudian diambil 1 ml dan ditransfer ke tabung reaksi baru serta
ditambahkan 9 ml larutan aquadest. Tabung reaksi baru disiapkan, dari larutan
sampel tadi diambil 1 ml sampel kemudian ditambahkan 1 ml aquadest dan 3 ml
larutan DNS lalu dihomogenkan. Selanjutnya tabung reaksi tersebut dididihkan
selama 15 menit. Setelah dididihkan, dimasukkan kedalam air es dan didiamkan
selama 20 menit. Sampel tersebut diukur absorbansinya pada spektrofotometer
dengan panjang gelombang 540 nm dan aktivitas enzimnya dihitung.
IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Nilai absorbansi larutan standar glukosa dengan beberapa konsentrasi
terdapat pada tabel 1. Konsentrasi yang diuji pada larutan standar adalah 0 ppm, 50
ppm, 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm, 400 ppm, dan 500 ppm. Hasil ini didapatkan
setelah larutan standar diencerkan dan dibaca serapannya menggunakan
spektrofotometer.
Tabel 1 Nilai absorbansi larutan standar glukosa
Konsentrasi Serapan
0 ppm 0,000 A
100 ppm 0,112 A
200 ppm 0,547 A
300 ppm 0,766 A
400 ppm 1,178 A
500 ppm 1,800 A

2 y = 0,0035x - 0,1531
1,75 R² = 0,9597

1,5
1,25
Nilai Serapan (A)

1
0,75
0,5
0,25
0
0 100 200 300 400 500
-0,25
-0,5
Konsentrasi Glukosa (ppm)

Grafik 1 Kurva hubungan nilai serapan dengan kadar larutan standar

Nilai absobansi larutan enzim pati singkong terdapat pada tabel 2. Hasil ini
didapatkan setelah larutan enzim pati singkong dimasukkan ke dalam
spektrofotmeter. Nilai aktivitas enzim pada pati singkong didapatkan dari
perhitungan yang terdapat pada lampiran.
Tabel 2 Hasil penentuan kadar larutan sampel
Larutan Sampel Serapan Aktivitas Enzim
Pati Singkong 0,869 A 1,082 U/ml
4.2 Pembahasan
α-amilase merupakan kelompok enzim endoamilase. Enzim ini bekerja pada
bagian dalam dari amilosa maupun amilopektin dengan memutuskan ikatan α 1,4
glikosidik (Daud 2019). Enzim amilase adalah enzim yang dibutuhkan untuk
merombak atau menghidrolisis zat tepung (amilum) menjadi gula. Enzim ini
dihasilkan oleh organ-organ pencernaan untuk membantu mengkatalisis
pemecahan senyawa makanan secara kimiawi (Setiarto 2015). Mekanisme kerja
enzim αamilase terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pertama degadasi amilosa
menjadi maltosa dan maltotriosa yang terjadi secara acak. Degadasi ini terjadi
sangat cepat dan diikuti dengan menurunnya viskositas dengan cepat. Tahap kedua
terjadi pembentukan glukosa dan maltosa sebagai hasil akhir dan tidak acak.
Keduanya merupakan kerja enzim α-amilase pada molekul amilosa. Pada molekul
amilopektin kerja α-amilase akan menghasilkan glukosa, maltosa dan satu seri α-
limit dekstrin, serta oligosakarida yang terdiri dari empat atau lebih glukosa yang
mengandung ikatan α-1,6-glikosidik (Ariandi 2016). Enzim amilase dibagi menjadi
tiga jenis yaitu Alpha-amilase, Beta-amilase, dan glukoamilase. Ada dua yang
utama yaitu alpha dan beta. Alpha-amilase ditemukan dalam air liur manusia, di
mana ia memulai proses kimia dalam pencernaan dengan hidrolisis pati. Alpha-
amilase juga ditemukan dalam pankreas. Beta-amilase ditemukan dalam biji
beberapa tanaman, serta bakteri, ragi, dan jamur. Amilase juga ditemukan pada
hewan lain yang menggunakannya untuk membantu proses pencernaan (Depamede
et al. 2014). Sumber enzim amilase diantaranya adalah mikroorganisme, tumbuhan
dan manusia. Enzim amilase dalam industry makanan, minuman, tekstil, detergen,
kertas, farmasi dan lainnya digunakan untuk mendegradasi pati yang digunakan (
Sriwahyuni et al. 2014).
Aktivitas enzim amilase dibagi menjadi beberapa bagian yaitu alpha-beta
dan mekanisme kerja alpha-beta amilase berbeda. Mekanisme kerja enzim α-
amilase terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pertama degradasi amilosa menjadi
maltosa dan maltotriosa yang terjadi secara acak. Degradasi ini terjadi sangat cepat
dan diikuti dengan menurunnya viskositas dengan cepat. Tahap kedua terjadi
pembentukan glukosa dan maltosa sebagai hasil akhir dan tidak acak. Keduanya
merupakan kerja enzim α-amilase pada molekul amilosa. Pada molekul amilopektin
kerja α-amilase akan menghasilkan glukosa, maltosa dan satu seri αlimit dekstrin,
serta oligosakarida yang terdiri dari empat atau lebih glukosa yang mengandung
ikatan α-1,6-glikosidik (Ariandi 2016). Sementara pada beta-amilase, beta-amilase
akan memotong ikatan glikosidik pada gugus amilosa, amilopektin, dan glikogen.
Amilosa merupakan struktur rantai lurus dari pati, sedangkan amilopektin
merupakan struktur percabangan dari pati. Hasil pemotongan oleh enzim ini akan
didominasi oleh molekul maltosa dan beta-limit dekstrin (Poliana dan MacCabe
2007). Aktivitas enzim dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti konsentrasi
enzim, konsentrasi substrat, perubahan suhu, pH, dan efek penghambatan. Faktor-
faktor inin memiliki pengaruh yang besar terhadap kerja enzim. Kecepatan reaksi
enzim juga dipengaruhi oleh inhibitor, pengaruh aktivator, koenzim, dan
konsentrasi elektrolit. Enzim bekerja pada substrat tertentu dan membutuhkan suhu
serta keasaman (pH) tertentu pula. Sifat inilah yang menyebabkan suatu enzim tidak
dapat bekerja pada substrat lain. Enzim dapat bekerja pada pH tertentu, suhu yang
terlalu rendah atau tinggi dapat menyebabkan molekul enzim rusak. Enzim juga
hanya dapat bekerja pada keadaan yang asam, maka enzim tersebut tidak dapat
bekerja pada suasana yang basa, begitu pula sebaliknya (Damira et al. 2021).
Berdasarkan hasil praktikum yang disajikan pada tabel 1 di atas diketahui
konsentrasi larutan glukosa dan nilai serapannya. Pada konsentrasi 0, 100, 200, 300,
400, 500 ppm menghasilkan serapan secara berurutan sebesar 0A; 0,112A; 0,547A;
0,766A; 1,178A; 1,800A. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara nilas
absorbansi dengan konsentrasi lautan yaitu berbanding lurus. Hal ini sesuai dengan
pernyataan yang dinyatakan oleh Gusnedi (2013) yaitu nilai absosbansi akan
berbanding lurus dan signifikan dengan peningkatan konsentrasinya. Pada grafik
dapat terlihat juga garis yang dihasilkan naik ke atas kanan, dan pada persamaan
regresi yang dapat dilihat pada grafik, persamaan matematisnya yaitu x = (y +
0,1531)/0,0035 dimana x adalah konsentrasi glukosa dan y merupakan nilai
absorbansi dari glukosa pada panjang gelombang 540 nm. Dari hal tersebut
diketahui bahwa terdapat korelasi yang linier antara data absorbansi dengan
konsentrasi yang sesuai dengan pernyataan gusnaedi (2013) diatas.
Hasil percobaan terhadap sampel pati singkong menghasilkan nilai
absorbansi sebesar 0,896 A dengan panjang gelombang 540 nm dan nilai aktivitas
yang dihasilkan sebesar 1,082 U/ml yang didapatkan dari nilai absorbansi larutan
sampel pati singkong dimasukan dalam persamaan regresi linier pada gambar 1
yaitu y = 0,0035x - 0,1531. Kemudian dihasilkan kadar larutan sampel yang
dikalikan dengan faktor pengencer dan berat molekul glukosa untuk mendapatkan
nilai aktivitas enzim. Nilai aktivitas enzim yang dihasilkan memiliki perbedaan
dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Prihatiningsih dan Djatmiko (2016)
yang menunjukkan bahwa nilai aktivitas enzim yang dihasilkan yaitu 2,884 U/ml
dengan nilai absorbansi yang dihasilkan sebesar 0,719 A dan persamaan regresi
sebesar y = -0,1015 + 0,2845x serta panjang gelombang yang digunakan yaitu 660
nm. Perbedaan nilai aktivitas yang dihasilkan sangat bergantung terhadap panjang
gelombang dan persamaan regresi yang dihasilkan. Aktivitas enzim dipengaruhi
pula oleh pH dan berkaitan dengan keberadaan ion hidrogen. Konsentrasi ion
hidrogen sangat mempengaruhi aktivitas enzim, hal ini dikarenakan enzim aktif
berada dalam keadaan ionisasi yang tepat. Hasil yang didapatkan juga berbeda
dengan penelitian Devi et al. (2022) yang mana data aktivitas enzim amilase yang
didapatkan yaitu sebesar 0,0092 U/ml untuk pati singkong. Perbedaaan ini
disebabkan konsentrasi substrat yang digunakan harus memiliki kadar pati yang
tinggi. Aktivitas enzim dapat ditentukan dengan menggunakan substrat yang
spesifik, kemudian aktivitas enzim amilase dapat diukur dengan memantau jumlah
glukosa pereduksi yang dihasilkan (Istia’nah et al. 2020). Faktor lainnya yang
menyebabkan perbedaan nilai aktivitas enzim tersebut diduga karena perbedaan
sumber pati; sumber kecambah kacang hijau; waktu inkubasi; dan suhu inkubasi
yang digunakan. Peningkatan aktivitas enzim α-amilase berhubungan dengan
jumlah karbohidrat yang terdapat pada kecambah Kandungan senyawa karbohidrat
pada kecambah lebih tinggi dibandingkan pada biji (Gumelar dan Fariyanto 2020).
V SIMPULAN

Aktivitas enzim amilase pada kecambah kacang hijau dapat diukur dengan
metode DNS dan sumber pati dari singkong. Aktivitas enzim yang didapatkan
sebesar 1,082 U/ml. Nilai tersebut berbeda dengan literatur yang ada. Perbedaan
nilai aktivitas enzim diduga dikarenakan perbedaan sumber pati, perbedaan sumber
kecambah kacang hijau, perbedaan waktu inkubasi, perbedaan suhu inkubasi,
perbedaan panjang gelombang, dan perbedaan konsentrasi dari substrat yang
dipakai.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar AK, Febriani AK. 2019. Uji kompresibilitas granul pati singkong dengan
metode granulasi basah. Jurnal Ilmiah JOPHUS: Journal Of Pharmacy
UMUS. 1(1): 7-11. Doi: https://doi.org/10.46772/jophus.v1i01.46.
Anova IT, Hermianti W, Silfia. 2014. Substitusi tepung terigu dengan tepung
kentang (Solanum Sp) pada pembuatan cookies kentang. Jurnal Litbang
Industri. 4(2): 123-131. Doi:http://dx.doi.org/10.24960/jli.v4i2.645.123-131.
Ardiansyah A, Nurlansi N, Musta R. 2018. Waktu optimum hidrolisis pati limbah
hasil olahan ubi kayu (Manihot esculenta crantz var. lahumbu) menjadi gula
cair menggunakan enzim α-amilase dan glukoamilase. Indonesian Journal of
Chemical Research. 5(2): 86-95. Doi: https://doi.org/10.30598//ijcr.2018.5-
ard.
Ariandi. 2016. Pengenalan enzim amilase (Alpha-amilase) dan reaksi enzimatisnya
menghidrolisis amilosa pati menjadi glukosa. Jurnala Dinamika. 7(1): 74-82.
Arini NM, Marzuki A, Mohtar Y.2013. Desain sensor serat optik sederhana untuk
mengukur konsentrasi larutan gula dan garam berbasis pemantulan dengan
menggunakan konfigurasi jarak cermin fiber optic tetap. Indonesian Journal
Of Applied Physics. 3(2): 163-168
Auliya P, Oenzil F, Rofinda ZD. 2016. Gambaran kadar gula darah pada mahasiswa
kedokteran Universitas Andalas yang memiliki berat badan berlebih dan
obesitas. Jurnal Kesehatan Andalas. 5(3): 528-532. Doi:
https://doi.org/10.25077/jka.v5i3.571.
Bunga SM, Jacoeb AM, Nurhayati T. 2017. Karakteristik pati dari buah lundur dan
aplikasinya sebagai ediblefilm. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan
Indonesia. 20(3): 446-455.
Carolinna A, Fida M. 2015. Isolasi, pemurnian dan karakterisasi beta amilase dari
ubi jalar. Jurnal Agroindustri. 12(3).
Damira, Firdha N, Farma SA, Atifah Y, Batungale S. 2021. Aktivitas enzim amilase
pada saliva dan enzim protease pada sekret pankreas Rana esculenta.
SEMNAS BIO. 1(1): 111-121.
Daniel RM, Danson MJ. 2010. A new understanding of how temperature affects the
catalytic activity of encymes. Biochemical Sciences. 35(10): 584-591. Doi:
https://doi.org/10.1016/j.tibs.2010.05.001.
Daud MAK, Juliani J, Sugito S, Abrar M. 2019. α-amylase and α-glucyosidase
inhibitors from plant extracts. Jurnal Medika Veterinaria. 13(2): 151-158.
DOI: https://doi.org/10.21157/j.med.vet..v13i2.13819.
Depamade SN, Rosyidi A, Sriasih M. 2014. Potensi air liur sebagai perantara dalam
pemeriksaan noninvasive pada hewan peliaraan. Jurnal Veteriner. 15 (4):
564-569.
Devi S, Saryono S, Itnawita I, Mukhlis M. 2022. A potential analysis of 10 types of
carbon sources for amylase production from Aspergillus sp LBKURCC304.
Photon: Jurnal Sain dan Kesehatan. 12(2): 50-58. Doi:
https://doi.org/10.37859/jp.v12i2.3370.
Doi: https://doi.org/10.24036/prosemnasbio/vol1/19.
Gumelar G, Fariyanto DE. 2020. Pengaruh waktu perkecambahan biji kacang hijau
(Phaseolus Radiatus L.) terhadap produksi enzim α-amilase. Cermin J
Penelit. 4(1): 68. Doi: https://doi.org/10.36841/cermin_unars.v4i1.519.
Gusnedi R. 2013. Analisis nilai absorbansi dalam penentuan kadar flavonoid untuk
berbagai jenis daun tanaman obat. Pillar of Physics. 2(1): 76–83.
Harisman FR, Sugiarso D. 2014. Pengaruh waktu penggilingan terhadap kadar zat
besi dalam ampas sari kedelai menggunakan spektrofotometer uv-vis. Jurnal
Sains dan Seni Pomits. 3(2): 2337-3520. Doi:
https://doi.org/10.12962/j23373520.v3i2.6737.
Kolo SMD, Eduradus E. 2018. Hidrolisis ampas biji sorgum dengan microwave
untuk produksi gula pereduksi sebagai bahan baku bioethanol. Jurnal Saintek
Lahan Kering. 1(2): 22-23. Doi: https://doi.org/10.32938/slk.v1i2.596.
Nangin D, Sutrisno A. 2015. Enzim amilase pemecah pati mentah dari mikroba.
Jurnal Pangan Dan Agroindustri. 3(3): 1032-1039
Oktavia AD, Idiawati N, Destiarti L.2013. Studi awal pemisahan amilosa dan
amilopektin pati ubi jalar dengan variasi konsentrasi n-butanol. Jurnal Kimia
Khatulistiwa. 2(3): 153-156.
Phieter AC, Chrisnasari R, Pantjajani T. 2020. Karakterisasi enzim pemecah pati
dari malt serelia. KELUWIH: Jurnal Sains dan Teknologi, 1(1): 38-48. DOI:
https://doi.org/10.24123/saintek.v1i1.2773.
Poliana J, MacCabe AP. 2007. Industrial enzymes. Structure, function, and
applications. Berlin (DE): Springer Science + Business Media
Prihatiningsih N, Djatmiko HA. Enzim amilase sebagai komponen antagonis
Bacillus subtilis B315 terhadap Ralstonia solanacearum kentang. Jurnal HPT
Tropika. 16(1): 10-16. Doi: https://doi.org/10.23960/j.hptt.11610-16.
Purnomo BH, Suhayri A, Kuswardhani N. 2015. Model sistem dinamik
ketersediaan singkong bagi industri tape di Kabupaten Jember. Jurnal
Agroteknologi. 9(2): 162-173.
Rosmawati R. 2013. Isolasi kapang pendegradasi amilum pada ampas sagu
(Metroxylon sagoo) secara in vitro. Biosel Biol Sci Educ. 2(1): 20. Doi:
https://doi.org/10.33477/bs.v2i1.142.
Saputro AW, Rianto H, Suprapto A. 2019. Hasil tanaman kentang (Solanum
tuberosum L) var. granola l (Gi) pada berbagai konsentrasi Trichoderma sp.
dan media tanah. Jurnal Ilmu Pertanian Tropika dan Subtropika. 4(1): 1-4.
Doi: http://dx.doi.org/10.31002/vigor.v4i1.1305.
Setiarto RHB, Jenie BSL, Faridah DN, Saskiawan I. 2015. Seleksi bakteri asam
laktat penghsail amilase dan pululunase dan aplikasinya pada fermentasi
talas. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 26 (1): 80-89. Doi:
https://doi.org/10.6066/jtip.2015.26.1.80.
Sriwahyuni L, Rosahdi TD, Supriadi A. 2014. Isolasi dan karakteristik amilasi dari
biji durian (Durio sp). Al kimiya. 2(1): 18-25.
Supriyatna A, Amalia D, Jauhari AA, Holydaziah D. 2015. Aktivitas enzim
amilase, lipase, dan protease dari larva Hermetia illucens yang diberi pakan
jerami padi. Jurnal UINSGD. 9(2): 18-32.
Syahrir M, Kantun W, Cahyono I. 2020. Kinerja enzim pencernaan ikan nila salin
(Oreochromis niloticus) berdasarkan lingkungan budaya. Gorontalo
Fisheries Journal. 3(1):42-55.
Syarif S, Kosman R, Inayah N. 2015. Uji aktivitas antioksidan terong belanda
(Solanum betaceum Cav.) dengan metode frap. As-syifaa. 7(1): 26-33. Doi:
https://doi.org/10.33096/jifa.v7i1.18.
LAMPIRAN

• Diketahui • ppm Sampel


Berat Sampel = 15 gram = [sampel] x FP
Absorbansi Sampel = 0,869 A berat sampel
Berat Molekul = 180 = 292,03 x 300
Faktor Pengecer = 300 15
= 5840,6 ppm
• Persamaan Regresi
y = 0,0035x - 0,1531 • Aktivitas Enzim
0,869 = 0,0035 - 0,1531 = ppm sampel .

0,0035x = 0,869 + 0,1531 BM Glukosa x 2 x 15


x = 1,0221 = 5840,6 .

0,0035 180 x 2 x 15
x = 292,03 ppm = 1,082 U/ml

Gambar 1 Laporan hasil sementara praktikum

Anda mungkin juga menyukai