Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH FILSAFAT

HUBUNGAN ANTARA FILSAFAT, SAINS DAN


AGAMA

Disusun Oleh:
NIRWANA
200111501024
PENDIDIKAN IPA REGULER B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
Hubungan antara filsafat, sains, dan agama ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari
penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat pada
Program studi Pendidikan IPA Universitas Negeri Makassar. Penyusunan makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Hubungan antara filsafat, sains, dan
agama bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami sangat berterima kasih kepada Bapak/Ibu dosen yang telah memberikan
sebagian ilmunya sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan kami guna
menyelesaikan makalah ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu secara langsung maupun secara tidak langsung sehingga kami
dapat menyusun makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah yang kami susun masih
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun demi kesempurnaan makalah ini kedepannya.

Makassar, 07 Juni 2022

Nirwana

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................... ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .......................................................................................1

B. Rumusan Masalah ..................................................................................2

C. Tujuan .....................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN

A. Hakikat Sains ..........................................................................................5

B. Hakikat Filsafat ......................................................................................6

C. Hakikat Agama .......................................................................................8

D. Hubungan antara sains, filsafat dan agama ........................................10

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ...........................................................................................14

B. Saran ......................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anshari (1987: 12) menyimpulkan beberapa perbedaan mendasar
antara manusia dengan hewan yang telah dipaparkan oleh para ahli seperti
Julien Offroy De Lamettrie, Charles Robert Darwin, Haeckel, Ibn Khaldun,
Prof. Dr. N. Driyankara S.J dan lain-lain. Perbedaan mendasar tersebut antara
lain: Pertama: manusia adalah “sejenis” hewan juga. Kedua: manusia
mempunyai perbedaan “tertentu” dibandingkan dengan hewan. Ketiga:
ditinjau dari segi “jasmaniah”, perbedaan antara manusia dengan hewan
adalah “gradual, tidak asasi”. Keempat: ditinjau dari segi “ruhaniah”, maka
keistimewaan manusia dibandingkan dengan hewan terlihat dalam kenyataan
bahwa: manusia adalah “seseorang”, suatu “pribadi” ... makhluk yang berakal
sehat, sadar diri, berbicara berdasarkan akal fikirannya, pandai
membandingkan dan menafsirkan, tukang bertanya dan mempertanyakan
segala sesuatu, punya kehendak dan kemauan bebas, mengenal norma, dapat
merasa malu, berpolitik, berkreasi, berproduksi ... tegasnya: manusia itu
makhluk yang berkebudayaan.
Dibandingkan dengan makhluk lain, melalui daya-daya psikis yang
dimiliki manusia memiliki kelebihan, yaitu mampu menghadapi setiap
persoalan kehidupannya. Dengan potensi akal pikiran yang dimiliki oleh
manusia, manusia mampu mengatasi persoalan kehidupannya secara
matematis menurut asas-asas penalaran (logic) deduktif dan induktif. Dengan
potensi rasa, manusia mampu mengatasi persoalan kehidupannya dengan
pendekatan estetik menurut asas perimbangan. sedangkan dengan potensi
karsa yang dimiliki, manusia mampu mengatasi persoalan kehidupannya
melalui pendekatan perilaku menurut asas-asas etika. Melalui tiga cara inilah
manusia menemukan nilai-nilai kebenaran, keindahan dan kebaikan
(Suhartono, 2005: 31).

1
Setiap manusia berfikir dan mempunyai hasrat untuk memperoleh
pengetahuan yang sempurna, yang dapat dijangkau dengan pengamatan yang
cermat, pemeriksaan yang teliti, penalaran yang luas, dengan berfikir yang
sedalam-dalamnya, tentang kenyataan yang sebenar-benarnya (Ihsan,
2010:141). Menurut Paryana Suryadipura (1958) bahwa kenyataan yang
sebenarnya itu disebut hakikat. Kegiatan hasrat memperoleh hakikat, ialah
berfikir dengan landasan yang benar. Berfikir dengan landasan dasar yang
benar membutuhkan tarekat, dengan demikian mencari hakekat ialah bukan
memikirkan sesuatu tentang kenyataan yang dapat disaksikan dengan
kemampuan panca indera saja, melainkan berpikir mengenai hubungan antara
kenyataan yang ada dengan keseluruhannya, terhadap semesta alam dan
dengan pusat asasnya (sang pencipta). Hubungan yang seperti itu dinamakan
ma’rifat.
Jalan manusia untuk memperoleh kebenaran dapat dicari melalui ilmu,
filsafat dan agama. Ketiga jalan tersebut mempunyai ciri-ciri tersendiri dalam
mencari, menghampiri dan menemukan kebenaran. Ketiganya mempunyai
titik persamaan, titik perbedaan dan titik singgung antara satu dengan yang
lainnya. Ilmu merupakan dasar berpijak bagi seseorang untuk berbuat, lebih
dari itu ilmu digunakan untuk mengembangkan diri manusia sehingga kadar
kualitas manusia dan pengembangan kepribadian manusia akan tergantung
pada kadar keilmuan yang dimiliki oleh manusia.
Ilmu dapat dipandang sebagai produk, sebagai proses dan sebagai
paradigma etnika yang pada kenyataannya amat rumit untuk diuraikan dan
pada dasarnya bersifat misterius dengan taraf pemahaman terhadap kebenaran
ilmu itu sendiri yang provisional. Artinya, ilmu mempunyai kemampuan
untuk memprediksi suatu dasar penemuan berlandaskan pengembangan
logika, sehingga senantiasa terbuka untuk diuji dan dibatalkan oleh penemuan
formulasi dengan klasifikasi yang sahih. Kemampuan meramal yang dimiliki
oleh ilmu berperan sebagai sarana pencapaian ideologi dengan segala
kunsekuensi yang didapat.
Sedangkan filsafat akan lahir dan berkembang pada diri setiap orang

2
pada saat orang mulai memikirkan dirinya, asal mula, keberadaan dan tujuan
hidup dan kehidupannya, maka pada saat itu filsafat mulai tumbuh dan
berkembang. Adapun perkembangan filsafat pada tiap orang jelas tidak sama.
Hal ini tergantung taraf kecenderungan batin sejauh mana keingintahuan itu
berbatas dan sejauh mana taraf pemikiran (kemampuan berfikir) seseorang itu
dapat dikembangkan (Suhartono, 2007: 34).
Berfilsafat merupakan salah satu kegiatan manusia yang memiliki
peran penting dalam menentukan dan menemukan eksistensinya. Dalam
kegiatan ini manusia akan berusahan untuk mencari kearifan dan kebajikan.
Kearifan merupakan buah yang dihasilkan filsafat dari usaha mencapai
hubungan-hubungan antara berbagai pengetahuan, dan menentukan
implikasinya baik yang tersurat maupun yang tersirat dalam kehidupan
(Sadullah, 2011: 18). Filsafat dibutuhkan manusia dalam upaya menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam berbagai lapangan kehidupan
manusia. jawaban itu merupakan hasil pemikiran yang sistematis, integral,
menyeluruh dan mendasar.
Sedangkan agama dapat menjadi petunjuk, pegangan serta pedoman
hidup bagi manusia dalam menempuh hidupnya dengan penuh harapan
tentang keamanan, kedamaian, kesejahteraan. Manakala manusia menghadapi
masalah yang rumit dan berat maka timbullah kesadaran bahwa manusia
merupakan makhluk yang tidak berdaya untuk mengatasinya, maka dari itu
timbullah kepercayaan dan keyakinan.
Mengenai self evident dan kebenaran yang pasti dari pemikiran
manusia serta tuntutan keadilan sosial, akal harus diimbangi oleh ego yang
berkembang dalam kesadaran menganai tanda-tanda (kekuasaan) Tuhan itu.
hal ini menurutnya perlu agar akal murni tidak mudah digoyahkan oleh
vested interest, distorsi sosial dan kemauan penguasa (Zainuddin, 2006: 57).
Kebenaran dari ilmu adalah sepanjang pengalaman, kebenaran dari
filsafat adalah sepanjang pemikiran dan kebenaran dari agama adalah bersifat
mutlak.

3
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan di atas maka rumusan masalahnya adalah
sebagai berikut:
Apakah hakekat dari sains ?
Apakah hakekat dari filsafat?
Apakah hakekat dari agama?
Bagaimanakah hubungan antara ilmu, agama dan filsafat?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut:
Mengetahui hakekat dari sains
Mengetahui hakekat dari filsafat
Mengetahui hakekat dari agama
Mengatahui hubungan antara ilmu, filsafat dan agama

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakikat Sains
Kata ilmu berasal dari bahasa arab (alima) yang artinya pengetahuan.
Pemakaian kata itu dalam bahasa Indonesia ekuivalen dengan istilah science.
Science berasal dari bahasa latin: scio, scire yang juga berarti pengetahuan.
Ilmu sebagai aktivitas ilmiah dapat berwujud penelaahan (study),
penyelidikan (inquiry), usaha menemukan (attempt to find) atau pencarian
(search). Berikut ini akan dipaparkan definisi ilmu menurut para ahli:
The Liang Gie (1987) mendefinisikan ilmu sebagai rangkaian aktivitas
penelaahan yang mencari penjelasan suatu metode untuk memperoleh
pemahaman secara rasional empiris mengenai dunia ini dalam berbagai
seginya, dan keseluruhan pengetahuan sistemetis yang menjelaskan
berbagai gejala yang ingin dimengerti manusia (Surajiyo, 2009: 56).
Mohamad Hatta dalam Sakwati (2011), mendefinisikan ilmu sebagai
pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu
golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut kedudukannya
yang tampak dari luar, maupun menurut bangunannya dari dalam.
Karl Pearson, mengatakan ilmu adalah lukisan atau keterangan yang
komprehensif dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah
yang sederhana (Sakwati: 2011).
Ashley Montagu, menyimpulkan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang
disusun dalam satu sistem yang berasal dari pengamatan, studi dan
percobaan untuk menentukan hakikat prinsip tentang hal yang sedang
dikaji (Sakwati: 2011).
Harsojo, guru besar Antropologi Unviersitas Padjajaran menerangkan bahwa
ilmu merupakan akumulasi pengetahuan yang disistemasikan dan suatu
pendekatan atau metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris yaitu
dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang pada
prinsipnya dapat diamati oleh panca indera manusia (Sakwati: 2011).
J. Arthur Thompson dalam bukunya “An Introduction to Science”

5
menuliskan bahwa ilmu adalah deskripsi total dan konsisten dari fakta-
fakta empirik yang dirumuskan secara bertanggung jawab dalam istilah-
istilah yang sederhana mungkin (Yudhim: 2008)
S. Hornby mengartikan ilmu sebagai: Science is organized knowledge
obtained by observation and testing of fact (ilmu adalah susunan atau
kumpulan pengetahuan yang diperoleh melalui penelitian dan percobaan
dari fakta-fakta (Yudhim: 2008).
Menurut Ihsan (2010: 58) ilmu adalah pengetahuan. Tetapi ada berbagai
pengetahuan. Ilmu mengandung tiga kategori isi: hipotesis, teori dan dalil
hukum. Ilmu merupakan perkembangan lanjut dan mendalam dari
pengetahuan indera. Ilmu haruslah sistematis dan berdasarkan
metodologi dan berusaha mencapai generalisasi.

B. Hakikat Filsafat
Sejarah kefilsafatan di kalangan filsuf menjelaskan tentang tiga hal
yang mendorong manusia untuk berfilsafat, yaitu kekaguman atau keheranan,
keraguan atau kegengsian dan kesadaran akan keterbatasan.
Filsafat secara etimologi
Poedjawijatna (1974: 1) menyatakan bahwa filsafat berasal dari
kata Arab yang berhubungan dengan kata Yunani, bahkan asalnya
memang dari kata Yunani. Kata Yunaninya adalah philosophia. Dalam
bahasa Yunani kata philosophia merupakan kata majemuk yang terdiri
atas philo dan sophia; philo artinya cinta dalam arti yang luas, yaitu ingin
dan karena itu lalu berusaha mencapai apa yang diinginkan tersebut
sedangkan sophia artinya kebijaksanaan yang artinya pandai, pengertian
yang mendalam (Tafsir, 2012: 9).
Filsafat secara terminologi
Secara terminologi adalah arti yang dikandung oleh filsafat.
Dikarenakan batasan dari filsafat itu banyak maka sebagai gambaran perlu
diperkenalkan beberapa batasan-batasan, yaitu:
Harold Titus dalam (Jalaluddin dan Said, 1994: 9) mengemukakan

6
pengertian filsafat adalah sebagai berikut:
Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap
kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara kritis.
Filsafat ialah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan
dan sikap yang sangat kita junjung tinggi.
Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan.
Filsafat ialah analisis logis dari bahasan dan penjelasan tentang arti
konsep.
Filsafat ialah sekumpulan problema-problema yang langsung
mendapat perhatian manusia dan dicarikan jawabannya oleh ahli
filsafat.
Nasution (1973: 24) dalam Jalaluddin & Idi (2007: 16), filsafat adalah
berfikir menurut tata tertib (logika), bebas (tidak terikat pada tradisi,
dogma, serta agama) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai
ke dasar-dasar persoalan.
Louis O. Kattsoff: mengumpulkan pengetahuan sebanyak mungkin,
mengajukan kritik dan menilai pengetahuan ini, menemukan
hakikatnya, menertibkan dan mengetur semuanya itu dalam bentuk
yang sistematik. Filsafat membawa kita pada pemahaman dan
pemahaman membawa kita kepada tindakan yang lebih layak
(Suhartono, 2007: 49).
Plato (427 SM – 347 SM) seorang filsuf Yunani mendefinisikan arti
filsafat yaitu pengetahuan tentang segala yang ada (ilmu pengetahuan
yang berminat mencapai kebenaran asli) (Ihsan, 2010: 9).
Menurut Aristoteles (384 SM – 322 SM) filsafat adalah ilmu
pengetahuan yang meliputi kebenaran, yang di dalamnya terkandung
ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan
estetika (filsafat menyelidiki sebab dan asas segala benda) (Ihsan,
2010: 10)
Filsafat menurut Marcus Tullius Cicero (106 SM – 43 SM) seorang
politikus dan ahli pidato Romawi adalah pengetahuan tentang sesuatu

7
yang maha agung dan usaha-usaha untuk mencapainya.
Al faraby (wafat 950 M), filsuf muslim terbesar sebelum Ibnu Sina dalam
Ihsan (2010: 10), mengatakan: filsafat adalah ilmu pengetahuan
tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakekat yang
sebenarnya.
Prof. Dr. Fuad Hasan seorang guru besar Psikologi UI dalam Ihsan
(2010: 10) menyimpulkan filsafat adalah suatu ikhtisar untuk berfikir
radikal artinya mulai dari radiksnya suatu gejala, dari akarnya suatu
hal yang hendak dimasalahkan.
Menurut Sutan Takdir Alisjahbana filsafat adalah berfikir dengan insaf,
maksudnya berfikir dengan teliti menurut suatu aturan yang pasti
(Bakhtiar, 2009: 8).
Filsafat menurut Fung Yu Lan, filsuf dari dunia timur adalah pikiran
yang sistematis dan refleksi tentang hidup (Bakhtiar, 2009: 9).
Ali Mudhofir (1996) dalam Surajiyo (2009: 3) memberikan arti filsafat
sangat beragam yaitu:
Filsafat sebagai suatu sikap
Filsafat sebagai suatu metode
Filsafat sebagai kelompok persoalan
Filsafat sebagai kelompok teori atau sistem pemikiran
Filsafat sebagai analisis logis tentang bahasa dan penjelsan makna
istilah
Filsafat merupakan usaha untuk memperoleh pandangan yang
menyeluruh

C. Hakikat Agama
Agama atau religion (bahasa Inggris) maupun religie (bahasa Belanda),
keduanya berasal dari bahasa induk yaitu bahasa Latin: relegere, to treat
carefully – menggarap secara seksama; (Cicero, De Nat. Deorum ii, 28);
religare, to bind together – menyatukan (Lactantius, Instif. Div. Iv, 28) atau
religere, to recover – bebas sembuh (Agustine, De Cevitate Dei. X. 3)”

8
(Anshari, 1979: 10). Terdapat dua macam agama menurut Anshari (1979: 3)
yaitu, pertama: agama wahyu, agama langit, agama samawi, agama profetis
dan kedua: agama ra’yu, agama bumi, agama thabi’i, agama budaya, agama
filsafat. Berikut ini pengertian agama yang dikemukakan oleh para ahli:
Definisi agama menurut Tafsir (2012: 9) dapat dibedakan menjadi dua
kelompok, pertama: definisi agama yang menekankan segi rasa iman
atau kepercayaan. Kedua: menekankan segi agama sebagai peraturan
tentang cara hidup. Agama adalah sistem kepercayaan dan praktek yang
sesuai dengan kepercayaan tersebut, atau bisa juga diartikan agama
adalah peraturan tentang cara hidup, lahir batin.
Pandangan Marx terhadap agama diambil dari Feurbach yang menyatakan
bahwa agama merupakan aliensi berdasarkan proyeksi. (Praja, 2010:
166).
Dalam Everymen’s Encyclopedia rumusan tentang religion diartikan sebagai
berikut: “religion ... may broadly be defined as acceptance of obligations
toward powers higher than man himself” atau agama dalam arti luas
dapat didefinisikan sebagai penerimaan atas tata aturan dari pada
kekuatan-kekuatan yang lebih tinggi dari pada manusia itu sendiri
(Anshari, 1979: 11).
Fergilius Ferm, seorang ahli ilmu pengetahuan keagamaan dan perbandingan
agama mendefinisikan agama sebagai berikut: “a religion is a set of
meanings and behaviours having reference to the individuals who are or
were or could be religious” atau agama adalah seperangkat makna dan
kelakuan yang berasal dari individu-individu yang religius (Anshari,
1979: 12).
Dalam Ensiklopedia Indonesia (Anshari, 1979: 15) pengertian agama adalah:
Agama (umum), manusia mengakui dalam agama adanya Yang Suci:
manusia itu insaf, bahwa ada suatu kekuasaan yang memungkinkan dan
melebihi segala yang ada. Kekuasaan inilah yang dianggap sebagai asal
atau Khalik segala yang ada. Tentang kekuasaan ini bermacam-macam
bayangan yang terdapat pada manusia, demikian pula cara

9
membayangkannya. Demikianlah Tuhan diaggap oleh manusia sebagai
tenaga gaib diseluruh dunia dan dalam unsur-unsurnya atau sebagai
Khalik rohani. Tenaga gaib ini dapat menjelma a.l dalam alam
(animisme), dalam buku suci (Torat) atau dalam manusia (Kristen).
W.J.S Poerdarminta dalam “kamus”nya mendefinisikan agama sebagai
segenap kepercayaan (kepada Tuhan, Dewa, dsb) serta dengan ajaran,
kebaktian dan kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu
(Anshari, 1979: 15).
Menurut E. B Tylor dalam Bakhtiar (2009: 11) agama adalah kepercayaan
terhap wujud yang spiritual (the believe in spiritual beings).
J. G. Frazer dalam Bakhtiar (2009: 12) mendefinisikan agama sebagai
penyembahan kepada kekuatan yang lebih agung dari manusia, yang
dianggap mengatur dan menguasai jalannya alam semesta.
Durkheim dalam Bakhtiar (2009: 12) berpendapat bahwa agama adalah alam
gaib yang tidak dapat diketahui dan tidak dapat dipikirkan oleh akal
manusia sendiri
Prof. Mustafa Abd Raziq dalam Bakhtiar (2009: 13) mendefinisikan agama
adalah terjemahan dari kata dîn yang berarti peraturan-peraturan yang
terdiri atas kepercayaan-kepercayaan yang berhubungan dengan keadaan-
keadaan yang suci.
Pengertian agama menurut Al-Syahrastani dalam Abdullah (2004:5) adalah
kekuatan dan kepatuhan yang terkadang bisa diartikan sebagai
pembalasan dan perhitungan (amal perbuatan di akhirat).
Definisi agama menurut Prof. Dr. Bouquet dalam Ahmadi (1984:14) ialah
hubungan yang tetap antara diri manusia dengan yang bukan manusia
yang bersifat suci dan sipernatur, yang bersifat berbeda dengan
sendirinya dan yang mempunyai kekuasaan absolut yang disebut Tuhan.

D. Hubungan Antara Sains, Filsafat dan Agama


Berdasarkan pengetahuannya, terdapat beberapa jenis manusia dalam

10
kehidupan ini, sebagaimana di pantunkan seorang filsuf:
Ada orang yang tahu di tahunya
Ada orang yang tahu di tidak tahunya
Ada orang yang tidak tahu di tahunya
Ada orang yang tidak tahu di tidak tahunya
Untuk mendapatkan pengetahuan yang benar, maka ketahuilah apa
yang kau tahu dan ketahuilah pula apa yang kau tidak tahu. Pengetahuan di
mulai dari rasa ingin tahu. Kepastian dimulai dari rasa ragu-ragu. Filsafat
dimulai dari rasa ingin tahu dan keragu-raguan. Berfilsafat didorong untuk
mengetahui apa yang telah diketahui dan apa yang belum diketahui
(Soetriono & Hanafie, 2007: 19). Jika ditinjau lebih mendalam lagi filsafat
bukan lagi hanya sekedar ilmu logika yang lebih mengedepankan rasionalitas,
karena filsafat merupakan pondasi awal dari segala macam disiplin keilmuan
yang ada. Sedangkan ilmu merupakan suatu cabang pengetahuan yang
berkembang dengan sangat pesat dari waktu ke waktu. Hampir seluruh aspek
kehidupan manusia menggunakan ilmu seperti agama, ekonomi, sosial,
budaya, teknologi, dan lain sebagainya.
Manusia adalah makhluk Tuhan yang otonom, pribadi yang tersusun
atas kesatuan harmonik jiwa raga dan eksis sebagai individu yang
memasyarakat. Pikirannya mempunyai kecenderungan terhadap nilai
“kebenaran”; perasaannya berkecenderungan terhadap adanya nilai
“keindahan”; dan kemauannya selalu tertuju kepada nilai “kebaikan”. Nilai
kebenaran memberikan pedoman dalam hal ketetapan tingkah laku, sehingga
setiap perbuatan selalu diawali dengan perhitungan-perhitungan logis.
Sedangkan nilai keindahan memberikan suasana ketenangan dalam
perbuatan, sehingga setiap perbuatan selalu memiliki daya tarik tertentu.
adapaun nilai kebaikan memberikan pedoman untuk mengukur apakah suatu
tindakan itu berguna atau tidak (Suhartono, 2007: 32).
Ilmu membekali filsafat dengan bahan-bahan deskriptif dan faktual
yang sangat penting untuk membangun filsafat. Sementara itu ilmu
pengetahuan melakukan pengecekan terhadap filsafat, dengan menghilangkan

11
ide-ide yang tidak sesuai dengan pengetahuan ilmiah. Filsafat mengambil
pengetahuan yang terpotong-potong dari berbagai ilmu, kemudian
mengaturnya dalam pandangan hidup yang lebih sempurna dan terpadu
(Praja, 2010: 13).
Filsafat lebih mementingkan hubungan-hubungan antara fakta-fakta
khusus dengan bagian yang lebih besar. Ilmu menggunakan pengamatan,
eksperimen, dan pengalaman inderawi,sedangkan filsafat berusaha
menghubungkan penemuan-penemuan ilmu dengan maksud menemukan
hakikat kebenarannya (Praja, 2010: 14).
Alasan filsafat untuk menerima kebenaran bukanlah kepercayaan,
melainkan penyelidikan sendiri hasil pikiran belaka. Filsafat tidak
mengingkari atau mengurangi wahyu, tetapi ia tidak mendasarkan
penyelidikannya atas wahyu. Dalam filsafat untuk mendapatkan kebenaran
yang hakiki, manusia harus mencarinya sendiri dengan mempergunakan alat
yang dimilikinya berupa segala potensi lahir dan batin. Sedangkan dalam
agama, untuk mendapatkan kebenaran hakiki manusia tidak hanya
mencarinya sendiri, melainkan harus menerima hal-hal yang diwahyukan
Tuhan atau percaya atau iman (Praja, 2010: 16).
Agama beralatkan kepercayaan sedangkan filsafat berdasarkan
penelitian yang menggunakan potensi manusiawi, dan meyakininya sebagai
satu-satunya alat ukur kebenaran, yaitu akal manusia.
Menurut Prof. Nasroen, S.H dalam Pamungkas (2011) filsafat yang
sebenarnya haruslah berdasar pada agama karena filsafat terkandung dalam
agama. Bila filsafat tidak terkandung dalam agama maka filsafat itu memuat
kebenaran yang sifatnya objektif, hal ini disebabkan segala sesuatu yang
bersumber dari filsafat lahir dari akal pikiran manusia. Sedangkan
kemampuan akal yang dimiliki oleh manusia terbatas, ada kalanya pikiran
manusia tidak mampu menjangkau hal-hal tertentu yang dimiliki oleh agama.
Sementara itu menurut Anshari (2005) baik ilmu, filsafat dan agama
mempunyai tujuan yang sama yaitu kebenaran. Ilmu pengetahuan dengan
metode yang dimiliki berusaha mencari kebenaran tentang alam dan

12
manusia. Filsafat dengan ciri khasnya sendiri berusaha mencari kebenaran,
baik tentang alam, manusia dan Tuhan. Demikian pula agama, dengan
karakteristiknya memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang
dipertanyakan manusia tentang alam, manusia dan Tuhan. Baik ilmu maupun
filsafat, keduanya hasil dari sumber yang sama, yaitu ra’yu manusia (akal,
budi, rasio, reason, nous, rede, vertand, vernunft). Sedangkan agama
bersumberkan wahyu dari Allah.
Terdapat hubungan yang sangat erat antara ilmu, filsafat dan agama
karena ketiganya adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari diri
manusia karena berhubungan dengan akal, rasa dan keyakinan manusia. Ilmu
mendasar pada akal, filsafat mendasar pada otoritas akal murni secara radikal
pada kenyataan sedangkan agama berasal dari wahyu Tuhan.
Wilayah agama, wilayah ilmu pengetahuan, dan wilayah filsafat
memang berbeda. Agama mengenai soal kepercayaan dan ilmu mengenai soal
pengetahuan. Pelita agama ada di hati pelita ilmu ada di otak. Meski areanya
berbeda sebagaimana dijelaskan di atas, ketiganya saling berkait dan
berhubungan timbal balik. Agama menetapkan tujuan, tapi ia tidak dapat
mencapainya tanpa bantuan ilmu pengetahuan dan filsafat. Ilmu yang kuat
dapat memperkuat keyakinan keagamaan. Agama senantiasa memotifasi
pengembangan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan akan membahayakan
umat manusia jika tidak dikekang dengan agama. Dari sini dapat diambil
konklusi bahwa ilmu tanpa agama buta dan agama tanpa ilmu lumpuh.

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Ilmu merupakan hasil usaha pemahaman manusia yang disusun dalam
satu sistem mengenai kenyataan, struktur, pembagian, bagian-bagian dan
hukum-hukum tentang hal-ikhwal yang diselidikinya (alam, manusia dan
agama) sejauh yang dapat dijangkau daya pemikiran manusia yang dibantu
pengindraannya, yang kebenarannya diuji secara empiris, riset dan
eksperimental.
Filsafat adalah ilmu istimewa yang mencoba menjawab masalah-
masalah yang tidak dapat dijawab oleh ilmu, karena masalah-masalah
tersebut diluar atau di atas jangkauan dari ilmu. Filsafat adalah hasil daya
upaya manusia dengan akal budinya untuk memahami (mendalami dan
menyelami) secara radikal dan integral hakikat sarwa yang ada tentang
hakikat Tuhan, hakikat alam semesta dan hakikat manusia serta sikap
manusia termaksud sebagai kunsekuensi dari pada faham tersebut.
Agama merupakan sistem kredo (tata keimanan atau tata keyakinan)
atas adanya sesuatu yang mutlak di luar manusia, satu sistema ritus (tata
peribadatan) manusia kepada yang dianggapnya mutlak itu, satu sistem norma
(tata kaidah) yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dan alam
lainnya, sesuai dan sejalan dengan tata keimanan dan tata peribadatan.
Ditinjau dari sumbernya, agama dibagi menjadi dua bagian yaitu agama
samawi (agama langit, agama wahyu, agama profetis, revealed religion, din
as samawi) dan agama budaya (agama bumi, agama filsafat, agama ra’yu,
non-revealed religion, natural religion, din at-thabi’i, din al ardhi).
Terdapat hubungan yang sangat erat antara ilmu, filsafat dan agama
karena ketiganya adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari diri
manusia karena berhubungan dengan akal, rasa dan keyakinan manusia. Ilmu
mendasar pada akal, filsafat mendasar pada otoritas akal murni secara radikal
pada kenyataan sedangkan agama berasal dari wahyu Tuhan.

14
Wilayah agama, wilayah ilmu pengetahuan, dan wilayah filsafat
memang berbeda. Agama mengenai soal kepercayaan dan ilmu mengenai soal
pengetahuan. Pelita agama ada di hati pelita ilmu ada di otak. Meski areanya
berbeda sebagaimana dijelaskan di atas, ketiganya saling berkait dan
berhubungan timbal balik. Agama menetapkan tujuan, tapi ia tidak dapat
mencapainya tanpa bantuan ilmu pengetahuan dan filsafat. Ilmu yang kuat
dapat memperkuat keyakinan keagamaan. Agama senantiasa memotifasi
pengembangan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan akan membahayakan
umat manusia jika tidak dikekang dengan agama. Dari sini dapat diambil
konklusi bahwa ilmu tanpa agama buta dan agama tanpa ilmu lumpuh.

B. Saran
Dengan akal pikiran yang kita miliki hendaknya kita mampu
memecahkan masalah yang kita miliki dengan cara perenungan lewat ilmu
pengetahuan yang telah kita miliki secara bijak.

15
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Yatimin. 2004. Studi Islam Kontemporer. Jakarta: Amzah.

Ahmadi, Abu. 1984. Sejarah Agama. Solo: CV. Ramadhani.

Anshari, Endang Saifuddin. 1979. Agama dan Kebudayaan. Surabaya: Bina Ilmu
Surabaya.

Anshari, Endang Saifuddin. 1987. Ilmu, Filsafat dan Agama. Surabaya: Bina
Ilmu.

Bakhtiar, Amsal. 2009. Filsafat Agama: Wisata Pemikiran dan Kepercayaan


Manusia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Durkheim, Emile. 2011. The Elementary Forms of The Religious Life: Sejarah
Bentuk-bentuk Agama yang Paling Dasar. Jogjakarta: IRCiSod.

Ihsan, Fuad. 2010. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rineka Cipta.

Jalaluddin & Idi, Abdullah. 2007. Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat, dan
Pendidikan. Jogjakarta: Ar Ruzz Media.

Paryana, Suryadipura. 1958. Manusia dengan Atomnya di dalam Keadaan Sehat


dan Sakit (Antropology Berdasarkan Atoomphysical). Semarang: Usaha
Mahasiswa.

Praja, Juhaya S. 2010. Aliran-aliran Filsafat dan Etika. Jakarta: Kencana.

Soetriono & Hanafie, Rita. 2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian.
Yogyakarta: Andi.

Suhartono, Suparlan. 2005. Filsafat Ilmu Pengetahuan: Persoalan Eksistensi dan


Hakikat Ilmu Pengetahuan. Jogjakarta: Ar Ruzz Media.

Suhartono, Suparlan. 2007. Dasar-dasar Filsafat. Jogjakarta: Ar Ruzz Media.

Surajiyo. 2009. Filsafat Ilmu & Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi


Aksara.

Surajiyo. 2009. Ilmu Filsafat: Suatu Pengantar. Jakarta: Bumi Aksara.

Tafsir, Ahmad. 2012. Filsafat Umum: Akan dan Hati Sejak Thales Sampai Capra.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

16
Uyoh, Sadullah. 2011. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfa Beta.

Zainuddin, M. 2006. Filsafat Ilmu: Perspektif Pemikiran Islam. Jakarta: Prestasi


Pustaka.

Pamungkas, Bubung N. (2011). Ilmu, Filsafat, Agama (Makalah). [Online].


Tersedia:http://gubugtp.blogspot.com/2011/04/ilmu-filsafat-agama-
makalah.html [3 desember 2012]

Sakwati, Monalia. 2011. Definisi Ilmu Pengetahuan. [Online]. Tersedia


http://monaliasakwati.blogspot.com/2011/03/definisi-ilmu-
pengetahuan.html [3 desember 2012]

Yudhim. 2008. Hubungan Ilmu Pengetahuan, Filsafat dan Agama. [Online].


Tersedia http://yudhim.blogspot.com/2008/01/hubungan-ilmu-
pengetahuan-filsafat-dan.html [3 desember 2012]

17

Anda mungkin juga menyukai