Anda di halaman 1dari 21

PKNI4301

Strategi Pembelajaran PKn


Suwarma Al Muchtar, dkk.
4 sks / modul 1-12: ill.; 21 cm
ISBN : 9796899191
DDC : 370.114
Copyright (BMP) © Jakarta: Universitas Terbuka, 2007
Tinjauan Mata Kuliah
Matakuliah Strategi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) bertujuan untuk membekali
Anda dalam memilih, mengadaptasi dan menerapkan Strategi Pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan dengan berbagai model secara kontekstual, kreatif, inovatif dan menyenangkan.
Mata kuliah ini mengajak Anda untuk mendalami Strategi Pembelajaran PKn di sekolah menengah,
dengan maksud agar Anda yang nota bene adalah guru, baik yang mengajar pada tingkat Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama maupun Sekolah Menengah Atas akan senantiasa siap dan penuh percaya
diri sebagai seorang guru PKn yang profesional.
Secara umum, melalui pembahasan materi mata kuliah tersebut diharapkan Anda memiliki
kemampuan profesional yang baik.
Setelah Anda mempelajari materi mata kuliah ini, Anda diharapkan dapat:
1 Menjelaskan hakikat dan jenis-jenis strategi pembelajaran.
2 Menjelaskan prosedur umum pembelajaran dan pembelajaran yang efektif.
3 Menjelaskan tentang keterampilan dasar mengajar.
4 Menjelaskan metode mengajar.
5 Menjelaskan media pembelajaran.
6 Menjelaskan model-model belajar dan rumpun model mengajar.
7 Menjelaskan hakikat dan karakteristik Model Teoritik Pembelajaran PKN di Sekolah
Menengah.
8 Menjelaskan model pembelajaran PKn yang berorientasi pendidikan nilai dan moral
Pancasila (Value & moral development).
9 Menjelaskan model pembelajaran PKn yang berorientasi pengembangan keterampilan
pemecahan masalah yang terkait pada peran warga negara dalam proses kebijakan publik (civic
skills).
10 Menjelaskan model-model pembelajaran PKn yang berorientasi pengembangan wawasan
kewarganegaraan ( Civic knowledge).
11 Menjelaskan model-model pembelajaran PKn yang berorientasi pengembangan
keterampilan partisipasi kewarganegaraan (civic participation).
12 Menjelaskan model-model pembelajaran PKn yang berorientasi pada pengembangan
tanggungjawab kewarganegaraan (civic responsibility).
Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, mata kuliah ini diorganisasikan menjadi 12 modul, yaitu:
13 Modul 1 membahas tentang hakikat dan jenis-jenis strategi pembelajaran.
14 Modul 2 membahas tentang prosedur umum pembelajaran dan pembelajaran yang efektif.
15 Modul 3 membahas tentang keterampilan dasar mengajar.
16 Modul 4 membahas tentang metode mengajar.
17 Modul 5 membahas tentang media pembelajaran.
18 Modul 6 membahas tentang model-model belajar dan rumpun model mengajar.
19 Modul 7 membahas tentang hakikat dan karakteristik Model Teoritik Pembelajaran PKN di
Sekolah Menengah.
20 Modul 8 membahas tentang model pembelajaran PKn yang ber-orientasi pendidikan nilai
dan moral Pancasila (Value & moral development).
21 Modul 9 membahas tentang model pembelajaran PKn yang berorientasi pengembangan
keterampilan pemecahan masalah yang terkait pada peran warga negara dalam proses kebijakan
publik (civic skills).
22 Modul 10 membahas tentang model-model pembelajaran PKn yang berorientasi
pengembangan wawasan kewarganegaraan (Civic knowledge).
23 Modul 11 membahas tentang model-model pembelajaran PKn yang berorientasi
pengembangan keterampilan partisipasi kewarga-negaraan (civic participation).
24 Modul 12 membahas tentang model-model pembelajaran PKn yang berorientasi pada
pengembangan tanggungjawab kewarga-negaraan (civic responsibility).
Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan dari mempelajari mata kuliah ini, maka ikutilah
petunjuk belajar di bawah ini
25 Bacalah dengan cermat dan seksama bagian pendahuluan setiap modul sampai Anda
memahami betul tentang apa, mengapa dan bagaimana mempelajari modul tersebut.
26 Mantapkan pemahaman Anda terhadap materi yang disajikan pada setiap modul melalui
diskusi, baik dalam belajar kelompok maupun dalam kegiatan tutorial.
27 Kerjakan setiap tugas dan latihan serta tes formatif yang disajikan pada setiap kegiatan
belajar dengan disiplin.

MODUL 1: Strategi Pembelajaran


Kegiatan Belajar 1: Hakikat Strategi Pembelajaran
Rangkuman
Strategi pembelajaran adalah cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan materi pelajaran dalam
lingkungan pengajaran tertentu yang meliputi sifat, lingkup, dan urutan kegiatan yang dapat
memberi pengalaman belajar kepada siswa. Strategi pembelajaran terdiri dari teknik (prosedur) dan
metode yang akan membawa siswa pada pencapaian tujuan. Jadi, strategi lebih luas daripada
metode dan teknik. Ada dua kutub pendekatan yang bertolak belakang, yaitu ekspositori dan
discovery. Kedua pendekatan tersebut bermuara dari teori Ausubel yang menggunakan penalaran
deduktif (ekspositori) dan teori Bruner yang menggunakan penalaran induktif (discovery). Kedua
pendekatan tersebut merupakan suatu kontinum. Dari titik-titik yang terdapat sepanjang garis
kontinum itu, terdapat metode-metode pembelajaran dari metode yang berpusat pada guru
(ekspositori), seperti ceramah, tanya jawab, demonstrasi, sampai dengan metode yang berpusat pada
siswa (discovery/inquiry), seperti eksperimen.
Kegiatan Belajar 2: Berbagai Jenis Strategi Pembelajaran
Rangkuman
Strategi deduktif dimulai dari penampilan prinsip-prinsip yang diketahui ke prinsip-prinsip yang
belum diketahui. Sebaliknya, dengan strategi induktif, pembelajaran dimulai dari prinsip-prinsip
yang belum diketahui. Strategi ekspositori langsung merupakan strategi yang berpusat pada guru.
Guru menyampaikan informasi terstruktur dan memonitor pemahaman belajar, serta memberikan
balikan.
Strategi belajar tuntas merupakan suatu strategi yang memberi kesempatan belajar secara individual
sampai pembelajar menuntaskan pelajaran sesuai irama belajar masing-masing. Ceramah dan
demonstrasi merupakan dua strategi yang pada hakikatnya sama, yaitu guru menyampaikan fakta
dan prinsip-prinsip, namun pada demonstrasi sering kali guru menunjukkan (mendemonstrasikan)
suatu proses.
Antara pertanyaan dan resitasi terdapat kesamaan yaitu, resitasi juga dapat berupa pertanyaan secara
lisan. Praktek merupakan implementasi materi yang telah dipelajari, sedangkan drill dilakukan
untuk mengulangi informasi sehingga pembelajar benar-benar memahami materi yang dipelajari.
Reviu dilakukan untuk membantu guru menentukan penguasaan materi para pembelajar, baik
materi untuk prasyarat maupun materi yang telah diajarkan. Bagi pembelajar, reviu berguna sebagai
kesempatan untuk melihat kembali topik tertentu pada waktu lain.
Daftar Pustaka
 _______. (1984). Strategi Belajar Mengajar. Suatu Pengantar. Jakarta: PPLPTK.
 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1982). Konsep CBSA dan Berbagai Strategi
Belajar Mengajar. Program Akta VB modul 11. Jakarta: Ditjen Pendidikan Tinggi
 Frelberg, H.J. and Driscoll, A. (1992). Universal Teaching Strategies. Boston: Allyn &
Bacon.
 Gerlach, V.S. & Ely, D.P. (1980). Teaching and Media A Systematic Approach. New Jersey:
Prentice Hall.
 Raka Joni, T. (1993). Cara Belajar Siswa Aktif, Implikasinya terhadap Sistem
Penyampaian. Jakarta: PPLPTK.
 Semiawan, C., dkk. (1988). Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta: Gramedia.
 Una Kartawisata dan kawan-kawan. (1980). Penemuan sebagai Metode Belajar Mengajar.
Jakarta: P3G- PPLPTK.
 Winarno Surakhmad. (1986). Pengantar Interaksi Belajar Mengajar. Dasar dan Teknik
Metodologi Pengajaran. Bandung: Tarsito
 Zubair Amin and Khoo Horn Eng. (2003). Basic in Medical Education. Singapore: World
Scientific.

MODUL 2: Prosedur Umum Pembelajaran dan Pembelajaran yang Efektif


Kegiatan Belajar 1: Prosedur Umum Pelaksanaan Pembelajaran
Rangkuman
Prosedur umum pelaksanaan pembelajaran menurut Dick & Carey ada 5 tahap, yaitu kegiatan pra-
pembelajaran, penyajian informasi, partisipasi siswa, evaluasi, dan tindak lanjut. Secara garis besar
kelima prosedur tersebut dapat disingkat menjadi 3, yaitu persiapan, penyajian, dan evaluasi dan
tindak lanjut. Kegiatan persiapan atau pra-pembelajaran terbagi menjadi 2, yaitu (1) persiapan
sebelum pembelajaran yang terdiri dari persiapan tertulis, persiapan media dan alat pelajaran, serta
persiapan diri, dan (2) pembukaan pelajaran yang berisi kegiatan memotivasi siswa, menunjukkan
tujuan, dan menginformasikan keterampilan prasyarat.
Penyajian informasi dan contoh, serta partisipasi siswa merupakan kegiatan inti pembelajaran,
sedangkan kegiatan terakhir adalah penilaian, yang secara umum terdiri dari pretest dan postest,
serta penilaian formatif yang dilakukan sepanjang proses pembelajaran. Hasil penilaian ini akan
diikuti dengan kegiatan-kegiatan tindak lanjut. Kegiatan ini dapat berupa remediasi bagi siswa yang
belum mencapai tingkat keberhasilan yang diharapkan dan kegiatan pengayaan bagi siswa yang
sukses. Akhir tahap ini, dapat dilakukan reviu strategi untuk mempertimbangkan perlunya
memorisasi dan transfer.
Kegiatan Belajar 2: Pembelajaran yang Efektif
Rangkuman
Efektivitas pembelajaran dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor guru maupun pembelajar itu
sendiri. Faktor guru yang terutama, yaitu perencanaan guru, yang berkaitan dengan isu-isu, seperti
materi yang dipilih, strategi pembelajaran, media pembelajaran, pengelolaan kelas, iklim kelas, dan
evaluasi pembelajaran. Faktor-faktor yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran, yaitu isi
pelajaran, bahan, strategi, perilaku guru, susunan pelajaran, lingkungan belajar, pembelajar, durasi
dan alokasi pembelajaran. Demikian pula karakteristik guru juga mempengaruhi efektivitas
pembelajaran.
Karakteristik guru, meliputi pengalaman mengajar, filosofi belajar dan mengajar, pengetahuan
tentang isi pelajaran, pengorganisasian, penataan kelas, dan rasa aman. Guru yang efektif
melakukan reviu harian, menyiapkan materi baru, melakukan praktek terbimbing, menyediakan
balikan dan koreksi, melaksanakan praktek mandiri, reviu mingguan dan bulanan. Pendekatan
pembelajaran yang efektif, yaitu pendekatan pembelajaran yang berpusat pada pembelajar, seperti
belajar mandiri, pembelajaran terpadu, dan pembelajaran berdasarkan masalah.
Daftar Pustaka
 Anderson, L.W. (1987). The Effective Teacher. New York: McGraw Hill Book Company.
 Burdon, P.R. & Byrd, D.M. (1999). Methods for Effective Teaching. Boston: Allyn &
Bacon.
 Cannon, R. & Newble, D. (2000). A Handbook for Teachers in University & Colleges. A
Guide to Improving Teaching Method. London: Kogan Page.
MODUL 3: Keterampilan Dasar Mengajar
Kegiatan Belajar 1: Keterampilan Bertanya dan Keterampilan Memberikan Penguatan
Rangkuman
Dalam setiap kegiatan pembelajaran, guru tidak dapat lepas dari penggunaan teknik bertanya. Oleh
karena itu, fungsi pertanyaan guru adalah sebagai alat mengajar. Pertanyaan yang diajukan oleh
guru mempunyai tujuan bermacam-macam. Satu pertanyaan yang diajukan dapat sekaligus
mencapai beberapa tujuan. Dalam menggunakan pertanyaan, guru harus menunjukkan kehangatan
serta sikap antusias sehingga dapat mendorong siswa untuk lebih bergairah dan sungguh-sungguh
menjawab pertanyaan. Selain itu, masih ada beberapa kebiasaan yang perlu dihindari adalah:
1. mengulangi pertanyaan sendiri,
2. mengulangi jawaban siswa,
3. menjawab pertanyaan sendiri,
4. mengajukan pertanyaan yang memancing jawaban serentak,
5. mengajukan pertanyaan ganda, dan
6. menunjuk siswa tertentu sebelum bertanya.
Keterampilan bertanya dibagi menjadi dua, yaitu keterampilan bertanya dasar dan keterampilan
bertanya lanjut. Masing-masing keterampilan itu mempunyai beberapa komponen. Perlu
diperhatikan bahwa komponen bertanya dasar juga masih dipakai dalam menerapkan keterampilan
bertanya lanjut.
Komponen keterampilan bertanya lanjut:
1. pengajuan pertanyaan secara jelas dan singkat,
2. pemberian acuan,
3. pemusatan,
4. pemindahan giliran,
5. penyebaran,
6. pemberian waktu berpikir,
7. sambutan yang hangat,
8. pemberian tuntunan
Komponen keterampilan bertanya lanjut:
1. pengubahan tuntutan tingkat kognitif,
2. pengaturan urutan pertanyaan,
3. penggunaan pertanyaan pelacak,
4. peningkatan terjadinya interaksi.
Dalam menggunakan keterampilan bertanya tersebut, perlu diingat bahwa ada tingkatan pertanyaan
dari pertanyaan tingkat yang paling rendah sampai pada tingkatan yang tertinggi.
Dalam kegiatan pembelajaran, siswa perlu mendapat penghargaan apabila telah melakukan tugas
dengan baik. Penghargaan tersebut akan merupakan penguatan bagi siswa sehingga berusaha untuk
mengulangi penampilan yang sama. Dalam menggunakan penguatan, guru harus memperhatikan
prinsip penggunaan, yaitu kehangatan dan keantusiasan, kebermaknaan, serta menghindari respons
yang negatif. Penguatan dapat diberikan kepada siswa secara individu (kepada pribadi tertentu),
kepada kelompok, dan penguatan tersebut harus diberikan dengan segera. Agar tidak
membosankan, penguatan hendaknya bervariasi, sebab penguatan yang serupa bila diberikan secara
terus-menerus akan menjadi kurang efektif. Komponen keterampilan memberi penguatan dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu penguatan verbal dan nonverbal. Penguatan verbal dapat berwujud
kata-kata, seperti bagus, baik, betul, sedangkan penguatan nonverbal dapat berupa mimik dan
gerakan badan, penguatan dengan cara mendekat, penguatan dengan kegiatan yang menyenangkan,
penguatan dengan sentuhan, penguatan berupa simbol atau benda, dan penguatan tidak penuh
Kegiatan Belajar 2: Keterampilan Mengadakan Variasi dan Keterampilan Menjelaskan
Rangkuman
Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang tidak terbebas dari kejenuhan apabila melihat serta
mendengarkan hal yang sama. Demikian pula dalam bidang pembelajaran. Siswa akan menjadi
bosan apabila setiap hari hanya menjumpai hal-hal yang rutin, seperti mendengarkan uraian guru
semata. Untuk mengatasi kebosanan tersebut, guru dapat memberikan variasi dalam kegiatan
pembelajaran. Variasi yang dapat dilakukan guru mencakup.
1. Variasi suara, meliputi:
a. pemusatan perhatian,
b. kesenyapan,
c. kontak pandang,
d. gerakan dan mimik, dan
e. pergantian posisi.
2. Variasi penggunaan media dan alat pembelajaran, mencakup:
a. variasi media dan alat yang dapat dilihat,
b. variasi media dan alat yang dapat didengar, dan
c. variasi media atau alat yang diraba atau dimanipulasi.
3. Variasi pola interaksi dan kegiatan siswa
Pola ini sangat beragam, dari pola yang didominasi oleh guru sampai dengan pola yang memberi
kesempatan siswa untuk bekerja sendiri sepenuhnya.
Suatu penjelasan merupakan penyajian informasi lisan yang diorganisasikan secara sistematis untuk
menunjukkan penyajian suatu hubungan, seperti sebab akibat dalil dan contoh, antara sesuatu yang
telah diketahui dengan sesuatu yang belum diketahui. Dalam tugas sehari-hari, guru tidak pernah
lepas dari tugas menjelaskan sesuatu kepada siswa. Oleh karena itu, keterampilan ini perlu
ditingkatkan efektivitasnya. Untuk dapat lebih mengefektifkan keterampilan menjelaskan, guru
perlu memahami komponen-komponennya secara garis besar. Keterampilan menjelaskan
dikelompokkan menjadi dua komponen, yaitu keterampilan merencanakan dan menyajikan
penjelasan.
Komponen-komponen merencanakan penjelasan, mencakup:
1. hal-hal yang berhubungan dengan isi pesan, dan
2. hal-hal yang berhubungan dengan siswa sebagai penerima pesan.
Kegiatan Belajar 3: Keterampilan Membuka dan Menutup Pelajaran serta Keterampilan
Membimbing Diskusi Kelompok Kecil
Rangkuman
Guru terlebih dahulu harus membuka pelajaran dengan maksud menciptakan suasana siap mental
para siswa untuk menerima pelajaran. Pembukaan pelajaran itu tidak saja dilakukan pada awal
pelajaran, tetapi juga dilakukan pada setiap penggal pelajaran. Demikian pula dengan kegiatan
menutup pelajaran. Kegiatan menutup pelajaran tidak hanya dilakukan guru pada akhir pelajaran,
melainkan juga dilakukan pada setiap akhir penggal kegiatan. Kegiatan menutup pelajaran
dilakukan dengan maksud memperoleh gambaran tentang materi yang dipelajari. Komponen-
komponen keterampilan membuka pelajaran adalah sebagai berikut.
1. Menarik perhatian siswa
a. Gaya mengajar
b. Penggunaan berbagai media
c. Perubahan pola interaksi guru-siswa
2. Menimbulkan motivasi
a. Kehangatan dan penerimaan guru
b. Menimbulkan rasa ingin tahu
c. Mengemukakan konsep yang bertentangan
d. Memperhatikan minat siswa
3. Memberi acuan
a. Memberikan komentar pada awal pelajaran
b. Menetapkan tujuan untuk tugas tertentu
c. Menyarankan langkah-langkah yang akan dilakukan
d. Mengajukan pertanyaan
4. Membuat kaitan:
a. Menghubungkan antaraspek yang relevan
b. Membandingkan/mempertentangkan
c. Mengajukan konsep
Komponen-komponen menutup pelajaran adalah sebagai berikut.
1. Meninjau kembali
a. Merangkum
b. Meringkas
2. Mengevaluasi
a. Mendemonstrasikan keterampilan
b. Mengaplikasikan ide baru
c. Mengekspresikan pendapat
d. Memberikan soal
Diskusi merupakan pembicaraan dua orang atau lebih untuk saling mengemukakan pendapat.
Diskusi kelompok merupakan suatu pembicaraan yang melibatkan kelompok dan merupakan suatu
cara langsung untuk saling bertukar pengalaman atau pendapat dalam rangka memecahkan masalah.
Kegiatan ini harus dilatihkan kepada para siswa untuk menanamkan sikap demokratis dalam
pemecahan masalah. Agar siswa dapat berlatih dengan baik maka guru juga harus terlatih dengan
baik. Oleh karena itu, guru harus menguasai keterampilan ini, agar dapat menjadi contoh bagi
siswa. Pemimpin diskusi tidak harus guru sendiri, melainkan secara bertahap harus dialihkan
kepada siswa agar mereka belajar menjadi pemimpin. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai
berikut.
1. Memilih topik atau masalah.
2. Menyiapkan berbagai informasi yang dapat menunjang diskusi.
3. Menetapkan jumlah anggota dan tempat duduk.
Komponen-komponen keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil adalah sebagai berikut.
1. Pemusatan perhatian.
2. Penjelasan masalah.
3. Menganalisis pandangan siswa.
4. Meningkatkan kontribusi siswa.
5. Mendistribusikan partisipasi siswa.
6. Menutup siswa.
Kegiatan Belajar 4: Keterampilan Mengelola Kelas serta Keterampilan Mengajar Kelompok
Kecil dan Perorangan
Rangkuman
Mengelola kelas merupakan suatu keterampilan guru untuk menciptakan suasana pembelajaran
yang serasi tanpa gangguan. Guru harus memelihara kondisi belajar yang menyenangkan dan
berusaha mengembalikan, apabila terdapat hal-hal yang dapat mengganggu kelancaran belajar.
Penggunaan keterampilan ini dalam pembelajaran hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip
adanya sikap yang hangat dari guru serta antusias dalam mengelola kelas, serta memberikan bahan,
tindakan atau kata-kata yang memberikan tantangan kepada siswa untuk belajar. Dalam mengelola
kelas sebaiknya guru bertitik tolak dari hal-hal yang positif walaupun dituntut adanya kedisiplinan
yang tinggi, namun tidak berarti disiplin yang kaku, melainkan luwes.
Adapun komponen-komponen keterampilan mengelola kelas dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
keterampilan yang bersifat preventif (penciptaan dan pemeliharaan kondisi yang optimal), dan
keterampilan yang bersifat represif (pengembalian kondisi belajar yang mengganggu.
Keterampilan yang bersifat preventif mencakup berikut ini.
1. Menunjukkan sikap tanggap terhadap perhatian dan keterlibatan siswa yang dapat dilakukan
melalui pandangan mata, gerakan/posisi guru, pernyataan guru, dan reaksi guru.
2. Membagi perhatian dengan cara kesiapsiagaan dan menuntut pertanggungjawaban siswa.
Keterampilan yang bersifat represif mencakup berikut ini.
1. Perilaku yang mengganggu, melalui penguatan atau hukuman.
2. Memodifikasi pengelolaan kelompok.
3. Menemukan dan memecahkan tingkah laku yang menimbulkan masalah.
Pembelajaran kelompok kecil, biasanya diikuti oleh 3-5 orang atau maksimal 8 orang. Pembelajaran
perorangan (individual) merupakan suatu pembelajaran yang memperhatikan perbedaan individual
sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan tujuan, materi, prosedur serta waktu yang
diperlukan untuk melaksanakan kegiatan belajar tertentu. Dalam mengajar kelompok kecil dan
perorangan terjadi hubungan interpersonal yang akrab antara guru-siswa maupun antarsiswa. Siswa
belajar sesuai dengan kecepatan, cara, kemampuan, dan minat masing-masing. Komponen
keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan mencakup berikut ini.
1. Keterampilan mengadakan hubungan antar pribadi, yang ditunjuk-kan dengan:
a. kehangatan dan kepekaan,
b. mendengarkan dan memberikan respons kepada siswa,
c. rasa saling percaya,
d. memberi bantuan, dan
e. menerima perasaan siswa mengendalikan emosi siswa.
2. Keterampilan mengorganisasikan kegiatan, yang mencakup keterampilan melakukan:
a. orientasi,
b. variasi kegiatan,
c. pengaturan kelompok,
d. koordinasi,
e. pembagian perhatian, dan
f. kegiatan mengakhiri kegiatan.
3. Keterampilan membimbing dan memberikan fasilitas belajar, yang mencakup keterampilan:
a. memberikan penguatan,
b. mengembangkan supervisi proses awal
c. mengembangkan supervisi proses lanjut, dan
d. mengadakan supervisi pemaduan
4. Keterampilan merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembe-lajaran, yang mencakup:
a. membantu siswa menetapkan tujuan belajar,
b. merencanakan kegiatan pembelajaran bersama siswa,
c. berperan sebagai penasihat siswa, serta
d. membantu menilai siswa.
Daftar Pustaka
 Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. (1984/1985). Pengajaran Mikro. Program Akta
Mengajar V B. Modul 17. Jakarta: Proyek Pengembangan Institusi Pendidikan Tinggi.
 Sri Anitah, W. (1987). Microteaching dan Supervisi Klinis. Surakarta: FKIP UNS.
 Turney, C. et.al. (1975). Sydney Micro Skills. Handbook. Sydney: Sydney University
Press.

MODUL 4: Metode Mengajar


Kegiatan Belajar 1: Jenis-jenis Metode Mengajar
Rangkuman
1. Metode ceramah merupakan penuturan secara lisan oleh guru terhadap kelas.
2. Metode tanya jawab merupakan metode mengajar di mana guru menanyakan hal-hal yang
sifatnya faktual.
3. Metode diskusi, guru memberikan pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya menggunakan
informasi yang telah dipelajari untuk memecahkan suatu masalah.
4. Metode kerja kelompok, dengan metode ini siswa dalam suatu kelas dipandang sebagai suatu
kelompok atau dibagi atas kelompok-kelompok kecil untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
5. Metode demonstrasi dan eksperimen, dengan demonstrasi guru atau narasumber atau siswa
mengadakan suatu percobaan.
6. Metode sosiodrama dan bermain peran merupakan metode mengajar dengan cara
mendramatisasikan masalah-masalah hubungan sosial.
7. Metode pemberian tugas belajar dan resitasi, dengan metode ini guru memberikan tugas, siswa
mempelajari kemudian melaporkan hasilnya.
8. Metode karyawisata, merupakan suatu metode mengajar di mana guru mengajak siswa ke suatu
objek tertentu dalam kaitannya dengan mata pelajaran di sekolah.
9. Dril atau pemberian latihan merupakan cara mengajar dengan memberikan latihan-latihan
terhadap apa yang dipelajari.
10. Metode pemecahan masalah merupakan suatu metode mengajar yang mendorong siswa mencari
dan memecahkan persoalan.
Kegiatan Belajar 2: Metode-metode Mengajar secara Kelompok
Rangkuman
Selain metode mengajar yang biasa dilakukan guru di dalam kelas, guru juga perlu mengenal
metode-metode mengajar secara kelompok. Metode tersebut, antara lain berikut ini.
1. Seminar merupakan suatu pembahasan yang bersifat ilmiah walaupun yang dibahas adalah
masalah kehidupan sehari-hari. Pembahasan bertitik tolak dari suatu kertas kerja (makalah), dan
akhirnya diambil suatu kesimpulan.
2. Simposium merupakan serangkaian pidato pendek di depan pengunjung. Di bawah seorang
pimpinan, simposium menampilkan beberapa orang pembicara yang mengemukakan pandangan
dari segi yang berbeda tentang suatu topik yang sama. Biasanya pembicara terdiri dan pembahas
utama dan penyanggah, yang hasilnya disebarluaskan.
3. Forum merupakan suatu gelanggang terbuka, yang memberi kesempatan berbicara kepada
khalayak yang ditekankan pada pengungkapan pikiran dan perasaan. Pada akhirnya pimpinan forum
mengemukakan ikhtisar pembicaraan.
4. Panel merupakan diskusi yang terdiri dari para ahli yang dianggap sebagai regu guru. Panelis
terdiri dari 3 - 6 orang di bawah seorang moderator. Pada diskusi panel, tidak diambil suatu
kesimpulan.
5. Musyawarah kerja merupakan pertemuan antara sekelompok massa tertentu yang berkecimpung
dalam bidang kerja sejenis. Raker ini bermaksud untuk tukar pengalaman, mengevaluasi program
yang telah dilaksanakan atau untuk mengembangkan sesuatu yang baru.
6. Simulasi merupakan suatu metode mengajar yang bertujuan memberikan pengalaman kepada
pembelajar mempelajari suatu keterampilan tertentu, dalam situasi yang sengaja diciptakan sesuai
keadaan riil.
Dengan membaca rangkuman tersebut, Anda dapat memeriksa kembali sejauh mana penguasaan
Anda terhadap materi tentang metode-metode mengajar kelompok. Apabila ada hal-hal yang belum
Anda kuasai, cobalah baca sekali lagi bagian-bagian yang dimaksud.
Daftar Pustaka
 Borich, G.D. (1988). Effective Teaching Methods. Colombus: Merril Publishing Co.
 Dick, W., & Carey, L. (1985). The Systematic Design of Instruction. 2nd Ed. Glenview,
Illinois: Scott, Foresmen and company.
 Hamalik, O. Pendekatan Baru Strategi Belajar Mengajar Berdasarkan CBSA. Bandung:
Sinar Baru.
 Harmin, M. (1994). Inspiring Active Learning: A. Handbook for Teachers. Alexandria:
ASCD.
 Iskandar, S.M. (1996). Kecenderungan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Makalah. Jakarta:
Ditjen Dikti.
 Maier, H.W. (1978). Three Theories of Child Development. New York: Harper & Row.
Publishing.
 Merril, M. David, and Tenyson, Robert D., (1987). Teaching Concepts: An Instruction
Design Guide. New Jersey: Educational Tecnology Publication.
 Richmond, P.G. (1970). An Introduction to Piaget. London: Rontledge & Kegan Paul.
 Winataputra, U.S, Wardani, IGAK, Suciati, Irawan, P, dan Situmorang, R. (1997). Model-
model Pembelajaran Interaktif. Jakarta: STIA-LAN.

MODUL 5: Media Pembelajaran


Kegiatan Belajar 1: Media Pembelajaran
Rangkuman
Antara alat peraga dan media tidak berbeda dari segi substansi (bendanya), namun hanya berbeda
dari segi fungsinya. Bahwa alat peraga hanya sekadar alat bantu, sedangkan media merupakan
bagian integral dalam PBM, yang di dalamnya ada pembagian tanggung jawab antara guru dengan
media. Agar Anda dapat menggunakan berbagai media secara bervariasi maka Anda perlu mengenal
jenis-jenis media yang dimaksud. Berbagai jenis media visual yang dapat dipelajari adalah Media
visual yang tidak diproyeksikan, terdiri dari gambar mati, ilustrasi, karikatur, poster, bagan,
diagram, grafik, peta, realia, berbagai jenis papan, sketsa. Media visual yang diproyeksikan, antara
lain OHP, slide, filmstrip, opaque projector.
Kegiatan Belajar 2: Karakteristik dan Jenis Media Audio
Rangkuman
Sebagian besar dari pelajaran, diterima siswa melalui pendengaran. Guru dapat mengajarkan
program ini di kelas dengan menggunakan tape recorder (pita perekam), radio, dan piringan hitam.
Program audio membawakan pesan yang memadukan elemen-elemen suara, bunyi, dan musik
beberapa jenis program audio, antara lain berikut ini.
1. Program wicara; berisi suatu pembicaraan yang bersahabat.
2. Wawancara; pembicaraan yang berpangkal pada pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh
pewawancara.
3. Diskusi; pembicaraan yang berisi pertukaran ide antara dua orang atau lebih.
4. Buletin; merupakan suatu siaran kilat.
5. Warta berita; suatu siaran yang berisi berbagai berita tentang sejumlah kesaksian mata, laporan
suatu kejadian, pidato, komentar, pembicaraan pendek, dan wawancara.
6. Program dokumenter; program mengenai peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi.
7. Program feature dan majalah udara; program feature terbatas pada satu tema dalam seluruh acara,
sedangkan majalah udara mempunyai dua tema atau lebih dalam satu acara.
8. Drama audio; suatu sandiwara yang mengandung masalah atau konflik kejiwaan.
Kegiatan Belajar 3: Karakteristik dan Jenis Media Audio
Rangkuman
Media audiovisual adalah media yang menunjukkan suara dan pendengaran, jadi dapat dipandang
maupun didengar suaranya. Ada dua jenis media audiovisual yang dapat digunakan oleh guru pada
saat ini. Namun, tidak berarti bahwa media lain yang ditunjukkan dengan berbagai jenis proyektor
tidak termasuk dalam klasifikasi ini. Media lain, seperti film 8 mm maupun 16 mm, misalnya selain
sukar didapat dan mahal, juga sulit didapatkan perangkat lunaknya kalau tidak membuat sendiri.
Jenis pertama yang dapat dirangkum di sini adalah slide suara yang merupakan sejumlah slide yang
dipadukan dalam suatu cerita atau suatu pengetahuan yang diproyeksikan pada layar dengan iringan
suara. Beberapa jenis slide, yaitu slide untuk promosi, berupa anjuran, untuk penerangan dan
penyuluhan, ilmu pengetahuan khusus, pengetahuan populer, dokumenter.
Kegiatan Belajar 4: Faktor-faktor Pemilihan Media Pembelajaran Rangkuman
Rangkuman
Dalam memilih media untuk keperluan pembelajaran, guru perlu mempertimbangkan beberapa
faktor, yaitu variabel tugas, variabel siswa, lingkungan belajar, lingkungan pengembangan, ekonomi
dan budaya, serta faktor-faktor praktis. Pertimbangan yang lebih singkat dalam pemilihan media
adalah tujuan pembelajaran, siswa/mahasiswa, ketersediaan, ketepatgunaan, biaya, dan mutu teknis.
Untuk mengembangkan media grafis, sebaiknya memperhatikan prinsip-prinsip umum, yaitu
kesederhanaan, kesatuan, penekanan, dan keseimbangan formal maupun informal. Alat-alat visual
yang dapat membantu keberhasilan penggunaan prinsip-prinsip tersebut adalah garis, bentuk, ruang,
tekstur, dan warna. Apabila Anda memiliki beberapa gambar, bentuk-bentuk, kata-kata atau simbol-
simbol lain yang akan dipajang dalam suatu papan, misalnya Anda perlu menyusunnya terlebih
dahulu dalam suatu layout (tata letak) agar susunan yang Anda ciptakan tampak harmonis.
Agar penggunaan media dalam pembelajaran berhasil dengan baik, diperlukan langkah umum,
seperti persiapan, pelaksanaan, evaluasi, dan tindak lanjut. Molenda, dkk., mengemukakan suatu
model penggunaan media yang dinamakan model ASSURE, yang merupakan akronim dari kata-
kata dalam bahasa Inggris yang, artinya analisis karakteristik siswa, menentukan tujuan, memilih
materi, memanfaatkan materi, menuntut respons siswa, dan mengevaluasi hasil belajar.
Daftar Pustaka
 AECT. (1977). The Definition of Educational Technology. Washington: AECT
 Briggs,L. (1967). Instructional Media. Pittsburg: AIR.
 Dale, E. (1963). Audio-Visual Methods in Teaching. New York: The Dryden Press.
 Gerlach, V.S. and Ely, D.P. (1980). Teaching and Media. New York: Prentice Hall, Inc.
 Heinich, R., Molenda, M., and Russel, J.D. (1994). Instructional Media. New York: John
Wiley and Sons
 Kemp, J.E. (1980). Planning & Producing Audiovisual Materials. New York: Harper &
Row, Publishers.

MODUL 6: Model-model Belajar dan Rumpun Model Mengajar


Kegiatan Belajar 1: Model-model Belajar
Rangkuman
Belajar kolaboratif adalah suatu cara belajar antara 2 orang atau lebih dengan tujuan yang sama dan
adanya ketergantungan satu sama lain. Dalam belajar kolaboratif pebelajar dapat mengembangkan
pengetahuan bersama maupun pengetahuan individu. Belajar kooperatif juga merupakan suatu cara
belajar bekerja sama, namun para anggota belum tentu mempunyai tujuan yang sama.
Antarpebelajar yang saling bantu hanya sebatas apa yang dibutuhkan oleh temannya.
Belajar kuantum merupakan suatu kegiatan belajar dengan suasana yang menyenangkan karena
guru menggubah (mengorkestrasi) segala sesuatu yang ada di sekelilingnya sehingga pebelajar
bergairah belajar.
Belajar tematik pada hakikatnya merupakan suatu jenis pembelajaran yang memadukan beberapa
bidang studi berdasarkan suatu tema sebagai payung (kerangka isi). Dengan demikian, pebelajar
diharapkan memahami hubungan antarbidang studi (mata pelajaran) secara terpadu.
Kegiatan Belajar 2: Rumpun Model Mengajar
Rangkuman
Dalam Kegiatan Belajar 2 ini Anda mempelajari 4 rumpun model mengajar, yaitu model sosial,
pemrosesan informasi, model personal, dan model sistem perilaku. Rumpun model sosial dirancang
untuk menilai keberhasilan dan tujuan akademik, termasuk studi tentang nilai-nilai sosial, kebijakan
publik, memecahkan konflik. Model mengajar sosial diciptakan untuk membentuk masyarakat
belajar.
Model pemrosesan informasi menekankan pada cara meningkatkan pembawaan seseorang
memahami dunia dengan memperoleh dan mengorganisasikan data, memahami masalah dan
mencari pemecahan-nya, serta mengembangkan konsep-konsep dan bahasa untuk
menyampaikannya.
Model belajar personal dimulai dari pandangan tentang harga diri individu. Seseorang berusaha
memahami diri sendiri dengan lebih baik, bertanggung jawab atas pendidikannya sendiri, dan
belajar mencapai pengembangan yang baru dengan lebih kuat, lebih sensitif, dan lebih kreatif dalam
meraih kehidupan yang berkualitas tinggi.
Model sistem perilaku sering disebut teori belajar sosial, modifikasi perilaku, terapi perilaku, dan
cybernetic. Manusia memiliki sistem komunikasi koreksi diri yang memodifikasi perilaku dalam
merespon informasi tentang seberapa jauh keberhasilan tugas-tugas yang dikehendaki. Secara
bertahap, perilaku disesuaikan dengan balikan sampai ada kemajuan dalam meniti anak tangga
dengan aman.
Daftar Pustaka
 Boud, D. & Feletti, G.I. (Ed.). (1997). The Callenge of Problem-Based Learning. Boston:
Allyn & Bacon.
 Bouhuiys, A.A.J., Schmidt, H.G., Berkel, H.J.M. (Eds.). (1993). Problem-Based Learning
on Educational Strategy. Netherlands: Network Publishers.
 Elaine, B. (2002). Contextual Teaching & Learning. California: Corwin Press, Inc.
 Frazee, B.M. & Rudnitski, R.A. (1995). Integrated Teaching Methods. Washington: Delamr
Publishers.
 Hill, S. & Hill, T. (1996). The Collaborative Classroom. Australia: Leanor Curtain
Publishing.
 Slavin, R.E. (1995). Cooperative Learning. Theory, Research and Practice. Boston: Allyn
& Bacon.
 Yoice, B. & Marsha, W. (2000). Models of Teaching. Boston: Allyn & Bacon.

MODUL 7: Hakikat dan Karakteristik Model Teoretik Pembelajaran PKn


Kegiatan Belajar 1: Hakikat dan Model Teoritik Pembelajaran PKn
Rangkuman
Pelajari rangkuman berikut ini, untuk memperkuat pemahaman dan penguasaan materi pelajaran
yang telah Anda miliki.
Metode yang dianjurkan untuk dijadikan rujukan untuk mengembangkan pendekatan kontekstual
itu dalam PKN adalah antara lain dengan metode:
1. kooperatif
2. penemuan
3. inkuiri
4. interaktif
5. eksploratif
6. berpikir kritis, dan
7. pemecahan masalah.
Pendekatan kontekstual dapat dikembangkan dengan menggunakan metode pembelajaran bervariasi
di dalam atau di luar kelas dengan memperhatikan ketersediaan sumber-sumber belajar. Siswa dapat
belajar di luar kelas dengan menemui tokoh masyarakat dan pejabat setempat, atau mereka
diundang ke sekolah untuk memberikan informasi dan penjelasan berkaitan dengan materi pelajaran
yang disajikan.
Praktek belajar kewarganegaraan adalah portofolio (portofolio) hasil belajar yang berupa rencana
dan tindakan nyata yang ditayangkan oleh setiap individu atau kelompok dan dinilai secara periodik
melalui suatu kompetisi interaktif argumentatif pada tingkat kelas, sekolah daerah setempat dan
nasional.
Kegiatan Belajar 2: Karakteristik Model Pembelajaran PKn
Rangkuman
Berpikir dapat dibedakan antara berpikir kritis, berpikir imajinatif dan berpikir bebas sedangkan
Model pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan dapat di
adaptasi dalam model pembelajaran PKn adalah model reflektif inquiri berkaitan dengan
pengembangan kemampuan berpikir untuk mengambil keputusan. Model Berpikir Induktif, yang
mendorong para pelajar untuk menemukan dan mengorganisasikan informasi dalam menciptakan
nama suatu konsep dan menjajaki berbagai cara untuk lebih terampil mengorganisasikan informasi
pengetesan hipotesis dan hubungan antara data. Model Latihan Penelitian inquiry training untuk
mengembangkan kemampuan penalaran sebab akibat. Model penelitian sosial social science inquiry
untuk mendapatkan kemampuan proses sosial prudensial yang sangat tepat untuk dikembangkan
dan di adaptasi dalam model pembelajaran PKn khususnya dalam pembelajaran konsep hukum dan
politik
Kegiatan Belajar 3: Kegiatan Belajar 3 Prosedur Umum Pemilihan Strategi Pembelajaran
PKn
Rangkuman
Langkah kesatu merumuskan tujuan instruksional atau kompetensi yang ingin dicapai setelah
pembelajaran materi PKN, Langkah kedua merumuskan PKn, Langkah ketiga merumuskan tahapan
pembelajaran PKn. Langkah keempat Mengembangkan alat evaluasi yang tidak hanya menekankan
kepada hasil belajar akan tetapi mengembangkan alat evaluasi terhadap proses pembelajaran
Langkah Kelima adalah pengembangan media pembelajaran sesuai dengan karakteristik materi
pembelajaran antara lain dapat dikembangkan dalam model kasus hukum, atau pelaksanaan
demokrasi, lembaga pemilu. Pembelajaran hendaknya dilakukan secara kelompok dengan
menekankan kepada diskusi terutama untuk mempelajari bahan pelajaran yang berbentuk masalah
politik hukum dan kenegaraan dalam PKN.
Pembelajaran materi Kewarganegaraan merupakan proses dan upaya dengan menggunakan
pendekatan belajar kontekstual untuk mengembangkan dan meningkatkan kecerdasan,
keterampilan, dan karakter warga negara Indonesia, khususnya dalam menaati hukum, dan politik
bernegara.
Metode simulasi dapat dilakukan misalnya pada saat dihadapkan pada pembelajaran yang memuat
pengembangan aspek sikap dan keterampilan seperti bagaimana membuat surat gugatan perkara
Hukum.
Praktek Belajar Kewarganegaraan (PBK) adalah suatu inovasi pembelajaran yang dirancang untuk
membantu peserta didik memahami teori kewarga-negaraan melalui pengalaman belajar praktek-
empirik. Dengan adanya praktek, siswa diberikan latihan untuk belajar secara kontekstual.
Penilaian terhadap pembelajaran materi PKN dalam mata pelajaran Kewarganegaraan diarahkan
untuk mengukur pencapaian indikator hasil belajar. Penilaian dapat menggunakan model penilaian
berdasarkan perbuatan (performance-based assessment) atau juga dikenal dengan penilaian otentik
(authentic assessment)
Daftar Pustaka
 Achmad Kosasih Djahiri.(1988). Strategi Pembelajaran IPS/PKN. Bandung: IKIP Bandung
 Departemen Pendidikan Nasional. (2004). Kurikulum 2004, Standar Kompetensi Mata
Pelajaran Kewarganegaraan, Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah Suwarma Al
Muchtar
 ___________. (2000). Pengembangan Kemampuan Berpikir dan Nilai dalam Pendidik-an
IPS. Bandung: Gelar Pustaka Mandiri.
 ___________ . (2001). Epistemologi Pendidikan IPS. Bandung: Gelar Pustaka Mandiri.
 Udin S, Winataputra. (2001). Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Sistemik
Pendidikan Demokrasi, Disertasi. Jakarta: Program Pasca Sarjana Universitas Pendidikan
Indonesia

MODUL 8: Model Pembelajaran PKn Berorientasi Pendidikan Nilai dan Moral Pancasila
Kegiatan Belajar 1: Model Pembelajaran Bidang Studi PKn yang Berorientasi pada
Pendidikan Nilai
Rangkuman
1. Bahwa pendidikan nilai menyentuh bagian yang paling dalam (internal side) dari manusia
sehingga memerlukan penanganan khusus dalam proses pendidikannya
2. Pendidikan nilai dalam PKn sangat diperlukan untuk memperkokoh sistem nilai seorang atau
kelompok masyarakat, agar warga Negara akan berbuat dan bertindak berdasarkan pertimbangan
nilai yang kokoh sehingga dapat menjadi warga Negara yang baik.
3. Nilai dan moral tidak cukup hanya dihafal atau diajarkan akan tetapi perlu dikembangkan dalam
program pendidikan sehingga secara efektif dapat menyentuh pengembangan afektif
4. Pendidikan kognitif ternyata tidak dengan sendirinya dapat mengembangkan aspek nilai dan
moral termasuk dalam PKn
Kegiatan Belajar 2: Model Pembelajaran Bidang Studi PKn yang Berorientasi pada
Pendidikan Moral Pancasila
Rangkuman
Moral tumbuh dan berkembang pada lingkungan seseorang yaitu dalam pergaulan hidup
bermasyarakat, bernegara dan berbangsa, yang bersifat memaksa seseorang untuk menaatinya
dalam melaksanakan dalam kehidupan sehari-hari
Pendidikan moral diperlukan untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan kemampuan
dan potensinya untuk memiliki moral sebagai bagian dari kepribadian, memelihara dan
melaksanakan sehingga dapat menampilkan prilaku akhlak mulia.
Moral Pancasila adalah keseluruhan moral yang bersumber dari nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila sebagai dasar Negara dan falsafah negara
Model pembelajaran PKn yang berdasarkan pada Pendidikan Moral Pancasila memungkinkan siswa
aktif untuk mengembangkan kemampuan kritisnya terhadap sesuatu dalam pembelajaran moral
sehingga dapat menerima kebenaran moralitas tersebut sebagai bagian dari pribadinya
memungkinkan siswa tersentuh kesadarannya untuk memiliki moralitas karena teruji manfaatnya
bagi kepentingan dirinya dan lingkungan masyarakatnya.
Memungkinkan siswa ingin memiliki dan membina kekokohan dan melaksanakannya untuk
kebaikan dan keselamatan serta ketertiban dalam pergaulan masyarakat. Menghindari dari praktek
pembelajaran indroktinasi yang hanya melahirkan sistem pemilikan moral yang lemah,
keterpaksaan, ketakutan yang tidak memiliki kekuatan untuk berbuat baik dalam kehidupan sebagai
warga Negara, masyarakat. Memperkokoh ketangguhan mortalitas peserta didik dengan lebih
menekankan pembelajaran yang berbasis prinsip siswa aktif mengkaji masalah-masalah
pelanggaran moralitas dalam kehidupan aktual dan mengembangkan prinsip pendidikan nilai PKn
berbasis nilai dan berwawasan moral dan menghindari prinsip bebas nilai dan moral dan PKn
adalah berbasis moral Pancasila,
Menggunakan berbagai metode dan teknik yang menarik minat siswa dapat memperkuat daya pikir
kritis dan nilai dalam PKn, dengan menggunakan berbagai media dan sumber pembelajaran sesuai
dengan kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi. Menggunakan
evaluasi yang lebih menekankan pada proses pembelajar-an dengan mengobservasi keterlibatan
dalam pembelajaran
Kegiatan Belajar 3: Teknik Merancang Pembelajaran PKn yang Berorientasi pada
Pendidikan Nilai dan Pendidikan Moral Pancasila
Rangkuman
Teknik Mengklarifikasi Nilai (Value Claification Technique) suatu model pembelajaran dengan
teknik mengali untuk mengklarifikasi nilai, dengan tujuan memberikan kesempatan pada siswa
untuk melakukan kajian bagi pencerahan suatu nilai dan moral untuk memperjelas sehingga siswa
memahami merasakan kebenaran dan manfaat dari suatu nilai sehingga nilai-nilai tersebut menjadi
mempribadi terintegrasi dalam sistem nilai pribadinya.
Teknik Klarifikasi Nilai (value clarification technique) adalah suatu pendekatan dalam
pembelajaran nilai dan moral, yang dikembangkan secara khusus dalam pendidikan nilai dan moral.
Beragam jenis dan bentuk pembelajaran dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik
dan tujuan pendidikan tersebut. Antara lain dilengkapi beragam teknik dan permainan antara lain
memuat kajian dilema moral sebagai media stimulus pembelajarannya.
Tujuan model pembelajaran ini sebagai media internalisasi dan personalisasi suatu nilai dan moral.
VCT itu sendiri sebenarnya salah satu pendekatan dalam pendidikan nilai yang memberikan
bantuan dalam proses pemahaman dan penyadaran pemilikan nilai serta kemampuan untuk
menggunakannya dalam memecahkan masalah-masalah yang kehidupan yang berhubungan dengan
sistem nilai. Hal ini ditujukan membantu untuk memilih perbuatan yang terbaik yang mendukung
penampilan prilaku akhlak mulia sebagai warga Negara,
Proses penyadaran dengan klarifikasi nilai dipandang efektif dengan tujuan memperkokoh nilai dan
moral pada peserta didik. Dengan demikian VCT mengutamakan keterlibatan intelektual emosional
dan kompetensi sosial dari peserta didik. Tujuan akhir bagaimana moral itu menjadi nilai yang
mempribadi pada peserta didik.
VCT dikembangkan atas prinsip tidak bebas nilai, akan tetapi sebaliknya dalam kehidupan tersebut
penuh dengan ragam nilai. Sementara itu manusia tidak dapat bebas dari nilai tersebut,
Pada pokoknya VCT meliputi proses memperkuat pengalaman belajar nilai melalui kesempatan
untuk berpikir nilai, merasakan kegunaan dan manfaat nilai dan pengalaman mengomunikasikan
nilai yang dimilikinya serta melaksanakannya dalam kehidupan bersama.
VCT tidak mengembangkan nilai-nilai yang bersifat mutlak seperti yang bersumber dari agama
karena itu sudah seharusnya mutlak untuk ditaati oleh para penganutnya. Akan tetapi VCT dapat
mengembangkan nilai-nilai yang relatif dengan menggunakan nilai-nilai yang bersumber dari
agama sebagai dasar pertimbangannya.
Khususnya dalam moral Pancasila karena Sila pertama Ketuhanan yang maha Esa. Tuntutan ini
sekaligus merupakan ciri khusus PKn yang dikembangkan dengan berorientasi pada pendidikan
nilai dan moral Pancasila. VCT berangkat dari anggapan bahwa nilai tidak dapat dipaksakan akan
tetapi dipilih, tidak cukup dicontohkan akan tetapi harus dirasakan, dengan demikian lebih
menekankan kepada proses pembelajaran. Dengan demikian menekankan kepada pengalaman,
pembelajaran adalah proses pengalaman belajar.
Dengan pengalaman akan membentuk kemampuan kejelasan, dan kemampuan untuk
menggunakannya sebagai dasar memilih dalam berprilaku. Pengalaman pembelajaran ini mencakup
kegiatan pemilihan (choosing), merasakan (Prizing) dan melakukan (acting). VCT dipandang
unggul sebagai SBM sehubungan warga Negara senantiasa dihadapkan kepada perubahan
masyarakat yang sangat cepat yang juga menyangkut perubahan sistem nilainya. Selanjutnya untuk
memahami jenis teknik.
Daftar Pustaka
 Achmad Kosasih Djahiri. (1988). Strategi Pembelajaran IPS/PKN. Bandung: IKIP
Bandung
 Departemen Pendidikan Nasional. (2004). Kurikulum 2004, Standar Kompetensi Mata
Pelajaran Kewarganegaraan, Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah Suwarma Al
Muchtar.
 Suwarma Al Muchtar. (2000). Pengembangan Kemampuan Berpikir dan Nilai dalam
Pendidikan IPS. Bandung: Gelar Pusataka Mandiri.
 ____________ . (2001). Epistemologi Pendidikan IPS. Bandung: Gelar Pusataka Mandiri,
 Udin S, Winataputra. (2001). Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Sistemik
Pendidikan Demokrasi. Disertasi. Bandung: Program Pasca Sarjana Univrsitas Pendidikan
Indonesia

MODUL 9: Model Pembelajaran PKn Berorientasi Pengembangan Keterampilan


Kewarganegaraan
Kegiatan Belajar 1: Model Pembelajaran PKn Berorientasi pada Pengembangan
Keterampilan Kewarganegaraan
Rangkuman
1)Langkah kesatu merumuskan tujuan instruksional atau kompetensi yang ingin dicapai setelah
pembelajaran materi hukum dan pengembangan keterampilan kewarganegaraan. Langkah kedua
merumuskan materi Hukum. Langkah ketiga merumuskan tahapan pembelajaran materi hukum
pengembangan keterampilan kewarganegaraan. Langkah keempat mengembangkan alat evaluasi
yang tidak hanya menekankan kepada hasil belajar akan tetapi mengembangkan alat evaluasi
terhadap proses pembelajaran. Langkah Kelima adalah pengembangan media pembelajaran sesuai
dengan karakteristik materi pembelajaran antara lain dapat dikembangkan dalam model kasus
hukum.
2) Mutu pendidikan PKn akan lebih berkembang, jika ada peluang bagi guru berani bertindak
sebagai pengembang program, untuk memasukan bahan-bahan yang bersumber dari kehidupan
sosial budaya lingkungan siswa. Hal ini dapat dilakukan, apabila mengharmoniskan nilai orientasi
pada tujuan dengan nilai orientasi pada proses belajar. Untuk itu mestinya, budaya akademis lebih
diutamakan dari pada birokratis dalam pembinaan profesionalisme guru.
3) Peningkatan mutu pendidikan akan lebih produktif, jika dilakukan bersamaan dengan
peningkatan kesejahteraan guru. Peningkatan mutu akademis guru akan berhasil, jika dilakukan
bersamaan dengan penyediaan sarana pendidikan. Administrasi pendidikan hendaknya lebih
memberikan kemudahan bagi guru, untuk mengembangkan kreativitasnya dalam melakukan inovasi
pendidikan. Untuk itu, perlu diciptakan iklim kerja produktif, dengan memerankan dan menghargai
guru sebagai sumber daya manusia pendidikan, memperkuat kembali posisi dan peran guru dengan
dikembalikan pada fungsi utama sebagai pendidik. Implikasinya menuntut penataan kembali
terhadap intervensi administratif, yang ternyata banyak menyita guru untuk meningkatkan kualitas
kerjanya.
4) Sistem evaluasi dalam pendidikan PKn pada pendidikan dasar akan lebih fungsional apabila
lebih menekankan pada aspek proses pendidikan dari pada tujuan. Hal ini berkaitan dengan
pendidikan PKn, yang harus lebih menekankan pada kemampuan belajar siswa disertai kemampuan
untuk menghayati dan mengamalkan hasil pendidikannya itu, bagi kesejahteraan lingkungannya.
5) Mutu pendidikan PKn pada pendidikan dasar, dipengaruhi oleh banyak faktor yang lebih relevan
dengan hakikat pendidikan dasar, apabila penilaian didasarkan pada peningkatan kualitas
kemampuan, untuk mengaktualkan hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari dari pada dengan
ukuran atas tuntutan lapangan kerja. Muatan lokal sangat mendesak untuk segera dikembangkan
secara terintegrasi, untuk memberikan nilai tambah bagi fungsionalisasi materi pendidikan PKn.
6) Peningkatan mutu pendidikan dasar, khususnya kualitas serta produktivitas pendidikan PKn,
mencakup pemikiran konseptual, peningkatan kualitas guru, penataan proses belajar dan peran
siswa dalam belajar, sumber daya dan sarana pendidikan, evaluasi dan rekonstruksi program mesti
diarahkan pada pengembangan kualitas kemampuan belajar siswa.
7) Orientasi pada pengembangan kemampuan berpikir dan penghayat-an nilai-nilai kemampuan
dasar untuk mengembangkan dalam proses belajar yang berkesinambungan, sehingga mampu
menjadi pelaku sosial yang baik.
8) Peningkatan mutu dan keterpaduan pendidikan dasar yang dipandang strategis melihat peta
permasalahan dewasa ini, antara lain melalui peningkatan mutu buku, baik buku pedoman guru
maupun buku pegangan siswa. Untuk itu, perlu tim pengkajian terhadap mutu guru dan kebebasan
guru, untuk memilih buku yang terbaik dan sesuai dengan kondisi siswa dan lingkungannya, serta
memperkaya buku tersebut dengan sumber-sumber sesuai dengan tujuan kelembagaan sekolah,
misalnya nilai-nilai keagamaan bagi PKn.
9) Pembelajaran hendaknya dilakukan secara kelompok dengan menekankan kepada diskusi
terutama untuk mempelajari bahan pelajaran yang berbentuk masalah hukum dan keterampilan
warga negara. Pembelajaran materi Pengembangan keterampilan warga negara dalam mata
pelajaran Kewarganegaraan merupakan proses dan upaya dengan menggunakan pendekatan belajar
kontekstual untuk mengembangkan dan meningkatkan kecerdasan, keterampil-an,dan karakter
warga negara Indonesia, khususnya dalam menaati aturan. Pendekatan belajar metode simulasi
dapat dilakukan misalnya pada saat dihadapkan pada pembelajaran yang memuat pengembangan
aspek keterampilan kewarganegaraan, seperti kemampuan membangun saling pengertian antar
suku, agama, ras, dan golongan guna memelihara keutuhan dan semangat kekeluargaan.
10) Praktek Belajar Kewarganegaraan (PBK) adalah suatu inovasi pembelajaran yang dirancang
untuk membantu peserta didik memahami teori kewarganegaraan melalui pengalaman belajar
praktek-empirik. Dengan adanya praktek, siswa diberikan latihan untuk belajar secara kontekstual.
Model ini sangat tepat bagi pengembangan kurikulum yang memiliki dukungan terhadap
pengembangan keterampilan. Penilaian terhadap pembelajaran materi keterampilan
kewarganegaraan dalam mata pelajaran Kewarganegaraan diarahkan untuk mengukur pencapaian
indikator hasil belajar. Penilaian dapat menggunakan model penilaian berdasarkan perbuatan
(performance-based assessment) atau juga dikenal dengan penilaian otentik (authentic assessment)
Kegiatan Belajar 2: Teknik Merancang Model Pembelajaran PKn Berorientasi
Pengembangan Keterampilan Pemecahan Masalah yang Berhubungan dengan Keterampilan
Warga Negara (Civic Skills)
Rangkuman
1. Dalam pembelajaran PKn tentang materi pengembangan keterampilan kewarganegaraan antara
lain bertujuan untuk meningkatkan kemampuan melaksanakan hak dan kewajiban sebagai warga
negara yang baik
2. Salah satu fungsi dari pengembangan keterampilan kewarga-negaraan adalah supaya warga
negara turut serta dalam berbagai kegiatan kehidupan bernegara.
3. Keterampilan kewarganegaraan perlu dimiliki oleh setiap warga negara, sehingga mereka
memiliki kemampuan untuk turut dalam kehidupan bernegara dan berbangsa sesuai dengan
konstitusi.
4. Pengembangan konsep keterampilan kewargnegaraan dapat dilakukan dalam berbagai kegiatan
baik di dalam kelas maupun di luar kelas, dengan menggunakan metode yang beragam. Akan tetapi
dipilih yang tepat untuk meningkatkan keterlibatan siswa dalam belajar dan berlatih keterampilan
kewarganegaraannya
Daftar Pustaka
 Achmad Kosasih Djahiri. (1988). Strategi Pembelajaran IPS/PKN. Bandung: IKIP
Bandung
 Departemen Pendidikan Nasional. (2004). Kurikulum 2004, Standar Kompetensi Mata
Pelajaran Kewarganegaraan, Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
 Suwarma Al Muchtar. (2000). Pengembangan Kemampuan Berpikir dan Nilai dalam
Pendidikan IPS. Bandung: Gelar Pustaka Mandiri Bandung.
 _________. (2001) Epistemologi Pendidikan IPS. Bandung: Gelar Pustaka Mandiri
Bandung.
 Udin S, Winataputra. (2001). Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Sistemik
Pendidikan Demokrasi, Disertasi. Bandung: Program Pasca Sarjana Universitas Pendidikan
Indonesia

MODUL 10: Model Pembelajaran PKn Berorientasi Pengembangan Wawasan


Kewarganegaraan
Kegiatan Belajar 1: Model Pembelajaran PKn Berorientasi Pengembangan Wawasan
Kewarganegaraan
Rangkuman
1. Dalam pembelajaran Pkn tentang materi keterampilan kewarga-negaraan antara meliputi
partisipasi dalam pengambilan keputusan untuk menilai kebijakan publik dalam kerangka
mengembangkan partisipasi siswa dalam sistem politik.
2. Salah satu fungsi dari PKn adalah mengembankan keterampilan kewarganegara yang berkenaan
dengan memecahkan masalah yang terkait dengan peran warga negara dalam kebijakan publik
(civic skills)
3. bahwa revitalisasi wawasan kewarganegaraan perlu dilakukan untuk memperkuat demokrasi dan
nilai implementasi konstitusi, sedangkan untuk memperkuat implementasinya, perlu diintegrasikan
dengan reposisi pendidikan kewarganegaraan sebagai wawasan kewarganegaraan. Wawasan
kewarganegaraan hendaknya dikembangkan bukan hanya sebagai menyentuh pengetahuan dan
pemahaman tentang demokrasi, akan tetapi harus mengembangkan keterampilan berdemokrasi.
Dengan demikian, demokrasi yang dikembangkan adalah sebagaimana yang berkembang pada
tradisi masyarakat madani, yang dipandang tepat bagi kondisi masyarakat Indonesia yang religius.
Demokrasi yang tidak diperkuat dengan wawasan kewarga-negaraan, akan mempercepat
kemerosotan demokrasi menjadi tirani, memungkinkan demokrasi kehilangan kekuatan nilai sosial
budaya dan kekuatan religiusitasnya.
4. Tampak keterkaitan antara wawasan kewarganegaraan, kualitas kehidupan berdemokrasi dan
kualitas berkonstitusi, Persoalannya bagaimana sebuah konstitusi itu dapat memiliki nilai
implementasi yang tinggi, memerlukan adanya budaya berkonstitusi yang didukung seluruh warga
negara, untuk memperkuat kesadaran berkonstitusi, dengan tujuan untuk meningkatkan kepekaan
sebagai warga negara akan hak dan kewajibannya yang dijamin secara konstitusional. Antara lain,
mampu partisipasi politik dalam melaksanakan sistem kehidupan bernegara berdasarkan pada UUD
1945. Kemudian semangat penyelenggara negara/pemimpin pemerintah merupakan kunci bagi
keberhasilan pelaksanaan UUD 1945, seperti dikemukakan dalam penjelasannya bahwa bagai-
manapun lengkapnya sebuah undang-undang dasar, pelaksanaannya akan ditentukan oleh semangat
penyelenggaraannya. Semangat ini tidak lain adalah komitmen yang kuat terhadap nilai-nilai dasar
negara dan hukum dasar (konstitusi).
Kegiatan Belajar 2: Teknik Merancang Model Pembelajaran PKn Berorientasi
Pengembangan Wawasan Kewarganegaraan (Civic Knowledge)
Rangkuman
1. Langkah kesatu merumuskan tujuan instruksional atau kompetensi yang ingin dicapai setelah
pembelajaran materi keterampilan kewarganegaraan, Langkah kedua merumuskan materi
keterampilan kewarganegaraan, Langkah ketiga merumuskan tahapan pembelajaran materi
keterampilan kewarganegaraan Langkah keempat Mengembangkan alat evaluasi yang tidak hanya
menekankan kepada hasil belajar akan tetapi mengembangkan alat evaluasi terhadap proses
pembelajaran Langkah Kelima adalah pengembangan media pembelajaran sesuai dengan
karakteristik materi pembelajaran antara lain dapat dikembangkan dalam model kasus keterampilan
kewarganegaraan
2. Pembelajaran wawasan kewarganegaraan hendaknya dilakukan secara kelompok dengan
menekankan kepada diskusi terutama untuk mempelajari bahan pelajaran yang berbentuk masalah
wawasan kewarganegaraan. Pembelajaran materi wawasan kewarganegaraan dalam mata PKn
merupakan proses dan upaya dengan menggunakan pendekatan belajar kontekstual untuk
mengembangkan dan meningkatkan kecerdasan, keterampilan, dan karakter warga negara
Indonesia, khususnya dalam keterampilan kewarganegaraan.
3. Pendekatan belajar Metode pemecahan masalah dapat dilakukan misalnya pada saat dihadapkan
pada pembelajaran yang memuat pengembangan wawasan kewarganegaraan seperti tentang partai
politik bagaimana melakukan memperkuat wawasan pengetahuan fungsi kabinet sebagai sarana
demokrasi yang berperan membantu presiden sebagai mandataris MPR melaksanakan
ketetapan/keputusan MPR dan peraturan perundangan lainnya secara profesional, jujur, dan penuh
tanggung jawab
4. Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan merupakan sarana demokrasi yang
berperan sebagai pemimpin bangsa dan negara, dan manajer pemerintahan yang cerdas, demokratis,
dan religius
5. Praktek Belajar Kewarganegaraan (PBK) adalah suatu inovasi pembelajaran yang dirancang
untuk membantu peserta didik memahami keterampilan kewarganegaraan melalui pengalaman
belajar praktek-empirik. Dengan adanya praktek, siswa diberikan latihan untuk belajar secara
kontekstual.
6. Penilaian terhadap pembelajaran materi keterampilan kewarga-negaraan dalam mata pelajaran
Kewarganegaraan diarahkan untuk mengukur pencapaian indikator hasil belajar. Penilaian dapat
menggunakan model penilaian berdasarkan perbuatan (performance-based assessment) atau juga
dikenal dengan penilaian otentik (authentic assessment)
Daftar Pustaka
 Achmad Kosasih Djahiri. (1988). Strategi Pembelajaran IPS/PKN. Bandung: IKIP
Bandung
 Departemen Pendidikan Nasional. (2004). Kurikulum 2004, Standar Kompetensi Mata
Pelajaran Kewarganegaraan. Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional
 Suwarma Al Muchtar. (2000). Pengembangan Kemampuan Berpikir dan Nilai dalam
Pendidikan IPS. Bandung: Gelar Pustaka Mandiri Bandung.
 _________ . (2001). Epistemologi Pendidikan IPS. Bandung: Gelar Pustaka Mandiri,
Bandung
 Udin S, Winataputra. (2001). Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Sistemik
Pendidikan Demokrasi, Disertasi. Bandung: Program Pasca Sarjana Universitas Pendidikan
Indonesia

MODUL 11: Model Pembelajaran PKn Berorientasi Pengembangan Keterampilan Partisipasi


Kewarganegaraan
Kegiatan Belajar 1:Model Pembelajaran PKn Berorientasi pada Pengembangan Partisipasi
Warga Negara (Civic Participation)
Rangkuman
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik beberapa simpulan hipotetis, untuk dijadikan bahan kajian
lebih mendalam dalam memperkuat posisi dan peran pendidikan partisipasi warga negara Indonesia.
1. Pkn merupakan program dari pendidikan yang dikembangkan dari kajian ilmu politik, sosial
politik, dan ilmu pendidikan sasarannya adalah semua warga negara untuk meningkatkan kualitas
partisipasi warga negara dalam kehidupan politik, dengan menggunakan pendekatan sosial budaya
dan kependidikan.
2. Pengembangan kemampuan partisipasi kewarganegaraan adalah visi dan misi serta pendekatan
dari pendidikan kewarganegaraan, yang sasarannya seluruh warga negara, dan dapat dilakukan pada
lembaga pendidikan persekolahan. Yang dilaksanakan baik di kelas maupun di luar kelas, bertujuan
dalam kerangka pembentukan warga negara yang partisipatif (socio civic behaviours).
3. Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan bertujuan memperkuat partisipasi warga negara,
yang dikembangkan dalam kurikulum sekolah, yang dilihat dari sasarannya lebih khusus warga
negara dalam usia sekolah. Oleh karena itu, secara keilmuan bersumber pada konsep dasar
partisipasi warga negara dalam ilmu politik dengan menggunakan pendekatan psikologis untuk
kepentingan pendidikan. Disajikan dalam bentuk PKN sebagai modal pendidikan, yang
mengembangkan nilai partisipasi warga negara politik warga negara, dan Tata Negara
4. Pendidikan partisipasi warga negara pada generasi muda, dikembangkan pada jalur luar sekolah
dengan sasaran para pemuda dengan tujuan untuk melestarikan Pancasila dan UUD 1945, dengan
menggunakan pendekatan edukatif dan persuasif, ke arah pengembangan sikap melek politik untuk
memperkuat kualitas partisipasi politik, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
5. PKN sebagai citizenship education, akan memiliki daya dukung terhadap pembangunan madani,
apabila epistemologisnya diperkuat sebagai pendidikan partisipasi warga negara dalam memperkuat
konsepsi negara hukum.
6. Dilihat dari sumber orientasi pengembangan materi pembelajar-annya PKn terdapat PKn yang
berorientasi pada pengembangan mutu partisipasi kewarganegaraan, memiliki kecenderungan
duplikasi dengan pendidikan politik, yang dapat menetralisir hanya sasaran atau peserta didik, yang
akan menetapkan karakter tujuan instruksionalnya apabila diorientasikan pada pendidikan
partisipasi warga negara sebagai prasyarat membangun masyarakat sipil.
7. Karakteristik PKN sebagai yang berorientasi pengembangan partisipasi warga negara memiliki
dua tujuan yang menyangkut kemampuan persoalan sebagai warga negara dan kemampuan
profesional sebagai pengembang dan pelaksana partisipasi warga negara, baik dalam kurikulum
sekolah maupun lembaga pendidikan lainnya.
8. Pendidikan kewarganegaraan merupakan modal dari pendidikan politik untuk mencapai tujuan
pendidikan pada level tertentu, dengan orientasi pada pembentukan dan pengembangan atribut
warga negara, baik pragmatik dan metodologisnya dikembangkan dalam kerangka pendidikan
partisipasi warga negara.
9. Pendidikan kewarganegaraan akan berfungsi sebagai program pendidikan partisipasi warga
negara yang tumbuh dan berkembang dalam latar sosial budaya bangsa Indonesia, apabila
dikembangkan dalam kerangka memperkuat nilai-nilai partisipasi warga negara, dengan
menekankan pada tujuan dan proses pembelajaran dalam pembentukan warga negara yang
demokratis.
10. Pengembangan pendidikan partisipasi warga negara dalam arti yang luas, dapat dilakukan oleh
berbagai pihak, baik oleh para pendidik maupun lembaga-lembaga sosial politik. Namun demikian,
dalam kurikulum pendidikan persekolahan hendaknya dilakukan oleh para ahli dalam bidang
pendidikan tersebut.
11. Jenis materi partisipasi kewarganegaran dalam kurikulum persekolahan, potensial untuk
dikembangkan dalam PPKn, pada lembaga pendidikan tinggi antara lain pendidikan Pancasila dan
kewiraan nasional. Dan sejumlah program yang dilakukan oleh lembaga-lembaga politik yang
jumlah dan jenisnya berkembang, sesuai dengan kebutuhan semuanya akan memiliki daya dukung
terhadap pembangunan masyarakat sipil, apabila baik materi maupun metodologinya diorientasikan
pada pengembangan nilai-nilai partisipasi warga negara, dalam kerangka pelaksanaan konsep
negara hukum dan masyarakat madani.
12. Pendekatan PKn perlu ditransformasikan kepada pendidikan partisipasi kewarganegaraan yang
memiliki misi pembentukan warga negara yang demokratis, sebagai mata kuliah pada rumpun
politik kenegaraan. Jurusan PMPKN perlu memuat konsep-konsep partisipasi warga negara dari
ilmu politik sosial politik sebagai acuan utama, dengan pendekatan interdisiplin kependidikan, yang
bertujuan untuk pengembangan kemampuan mahasiswa sebagai pengembang pembelajaran
partisipasi warga negara.
13. Pendidikan kewarganegaraan (PKn) sebagai pendidikan partisipasi warga negara, antara lain
terletak pada materi subyeknya dan orientasi pembelajarannya dalam pembentukan "atribut
demokratik", dengan demikian LPTK harus membekali mahasiswa kemampuan personal dan
profesional kependidikan sebagai pengembang dan pelaksana pendidikan partisipasi warga negara.
Perbedaannya dengan pendidikan politik terletak dalam muatan materi dan arah pengembangan
metodologisnya, PKN akan lebih menekankan pada muatan konsep-konsep partisipasi warga negara
dan kemasyarakatan yang bersumber dari partisipasi warga negara politik yang dikembangkan
dalam ilmu politik dan tidak terbatas pada ideologi politik, sedangkan pembelajarannya lebih
menekankan kepada pengembangan bernalar dan bersikap serta bertindak demokratis melalui
pengembangan kemampuan pengambilan keputusan (decision making process) melalui proses
pembelajaran.
14. Diperlukan adanya revitalisasi pendidikan kewarganegaraan, antara lain memperkuat kajian
tentang konstitusi rule of law, dan hak asasi manusia serta partisipasi warga negara, sedangkan
pembelajarannya lebih diutamakan terhadap peningkatan kemampuan, untuk mengenal dan
memecahkan masalah yang dihadapi oleh warga negara, sehingga mampu bertindak sebagai warga
negara yang baik.
15. Dalam pembelajaran Pkn tentang materi keterampilan kewarganegaraan antara meliputi
partisipasi dalam pengambilan keputusan untuk menilai kebijakan publik dalam kerangka
mengembangkan partisipasi siswa dalam sistem politik.
16. Salah satu fungsi dari PKn adalah mengembankan keterampilan kewarganegaraan yang
berkenaan dengan memecahkan masalah yang terkait dengan peran warga negara dalam kebijakan
publik (civic skills)
Kegiatan Belajar 2: Teknik Merancang Model Pembelajaran PKn Berorientasi
Pengembangan Keterampilan Partisipasi Kewarganegaraan (Civic Participation)
Rangkuman
1. Langkah kesatu merumuskan tujuan instruksional atau kompetensi yang ingin dicapai setelah
pembelajaran materi keterampilan kewarganegaraan, Langkah kedua merumuskan materi
keterampilan kewarganegaraan, Langkah ketiga merumuskan tahapan pembe-lajaran materi
keterampilan kewarganegaraan Langkah keempat, mengembangkan alat evaluasi yang tidak hanya
menekankan kepada hasil belajar akan tetapi mengembangkan alat evaluasi terhadap proses
pembelajaran Langkah Kelima adalah pengem-bangan media pembelajaran sesuai dengan
karakteristik materi pembelajaran antara lain dapat dikembangkan dalam model kasus keterampilan
kewarganegaraan
2. Pembelajaran hendaknya dilakukan secara kelompok dengan menekankan kepada diskusi
terutama untuk mempelajari bahan pelajaran yang berbentuk masalah keterampilan
kewarganegaraan. Pembelajaran materi keterampilan kewarganegaraan dalam mata pelajaran
Kewarganegaraan merupakan proses dan upaya dengan menggunakan pendekatan belajar
kontekstual untuk mengem-bangkan dan meningkatkan kecerdasan, keterampilan, dan karakter
warga negara Indonesia, khususnya dalam keterampilan kewarganegaraan.
3. Pendekatan belajar Metode pemecahan masalah dapat dilakukan misalnya pada saat dihadapkan
pada pembelajaran yang memuat pengembangan aspek sikap dan keterampilan seperti bagaimana
melakukan pengambilan keputusan dengan lebih mementingkan kepentingan umum dari pada
kelompok atau pribadinya
4. Praktek Belajar Kewarganegaraan (PBK) adalah suatu inovasi pembelajaran yang dirancang
untuk membantu peserta didik memahami keterampilan kewarganegaraan melalui pengalaman
belajar praktek-empirik. Dengan adanya praktek, siswa diberikan latihan untuk belajar secara
kontekstual.
5. Penilaian terhadap pembelajaran materi keterampilan kewarga-negaraan dalam mata pelajaran
Kewarganegaraan diarahkan untuk mengukur pencapaian indikator hasil belajar. Penilaian dapat
menggunakan model penilaian berdasarkan perbuatan (performance-based assessment) atau juga
dikenal dengan penilaian otentik (authentic assessment)
Daftar Pustaka
 Achmad Kosasih Djahiri. (1988). Strategi Pembelajaran IPS/PKN. Bandung: IKIP
Bandung
 Departemen Pendidikan Nasional. (2004). Kurikulum 2004, Standar Kompetensi Mata
Pelajaran Kewarganegaraan, Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
 Suwarma Al Muchtar. (2000). Pengembangan Kemampuan Berpikir dan Nilai dalam
Pendidikan IPS. Bandung: Gelar Pustaka Mandiri Bandung.
 ________ . (2001). Epistemologi Pendidikan IPS. Bandung: Gelar Pustaka Mandiri,
Bandung
 Udin S, Winataputra. (2001). Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Sistemik
Pendidikan Demokrasi, Disertasi. Bandung: Program Pasca Sarjana Universitas Pendidikan
Indonesia

MODUL 12: Model Pembelajaran PKn Berorientasi Pengembangan Tanggung Jawab


Kewarganegaraan
Kegiatan Belajar 1: Model Pembelajaran PKn Berorientasi pada Pengembangan Tanggung
Jawab Kewarganegaraan
Rangkuman
1) Dalam pembelajaran PKn tentang materi Tanggung Jawab Kewarganegaraan dalam kerangka
mengembangkan partisipasi siswa dalam sistem politik.
2) Salah satu fungsi dari PKn adalah mengembangkan Tanggung Jawab Kewarganegaraan
3) Persoalan yang mengedepan adalah bagaimana pendidikan pengembangan tanggung jawab
kewarganegaraan ini dapat diintegrasikan pada mata pelajaran, PKn sehingga tidak menambah
jumlah mata pelajaran dalam kurikulum sekolah. Hal ini diperlukan, terutama dalam memberikan
nilai kegunaan dan manfaat bagi peserta didik, dalam kapasitasnya sebagai warga masyarakat dan
warga negara yang baik. Perlu adanya upaya yang strategis, yang untuk memperkuat nilai
implementasinya diperlukan pendekatan yang lebih menekankan pada pendidikan nilai. Hal ini
sangat penting, agar program PKn ini tidak terperangkap untuk dijadikan bahan untuk dihafal dan
diujikan. Untuk itu diperlukan dialog kreatif dalam dan kajian akademik sangat diperlukan untuk
memperkuat posisi dan peran dari pendidikan ini.
4) Metode partisipasi sosial, klarifikasi nilai suatu metode yang dipandang tepat dalam
membelajarkan konsep materi tanggung jawab kewarganegaraan sebagai salah satu materi PKn.
tanggung jawab untuk bersikap dan menjaga toleransi terhadap perbedaan personal, sosial,
ekonomi, kultural, dan spiritual. Konsep ini dapat dikembangkan dengan mengangkat isu-isu yang
sedang berkembang seperti masalah pengangguran, krisis ekonomi, transformasi kelangkaan BBM,
harmonisasi kehidupan beragama dan lain-lain.
Kegiatan Belajar 2: Teknik Merancang Model Pembelajaran PKn Berorientasi
Pengembangan Tanggung Jawab (Civics Responsbility)
Rangkuman
1. Langkah kesatu merumuskan tujuan instruksional atau kompetensi yang ingin dicapai setelah
pembelajaran materi tanggung jawab kewarganegaraan, Langkah kedua merumuskan materi
tanggung jawab kewarganegaraan, Langkah ketiga merumuskan tahapan pembelajaran materi
tanggung jawab kewarganegaraan, Langkah keempat Mengembangkan alat evaluasi yang tidak
hanya menekankan kepada hasil belajar akan tetapi mengembangkan alat evaluasi terhadap proses
pembelajaran Langkah Kelima adalah pengembangan media pembelajaran sesuai dengan
karakteristik materi pembelajaran antara lain dapat dikembangkan dalam model kasus tanggung
jawab kewarga-negaraan
2. Pembelajaran hendaknya dilakukan secara kelompok dengan menekankan kepada diskusi
terutama untuk mempelajari bahan pelajaran yang berbentuk masalah tanggung jawab kewarga-
negaraan. Pembelajaran materi tanggung jawab kewarganegaraan dalam mata pelajaran
kewarganegaraan merupakan proses dan upaya dengan menggunakan pendekatan belajar
kontekstual untuk mengembangkan dan meningkatkan kecerdasan, tanggung jawab, dan karakter
warga negara Indonesia, khususnya dalam tanggung jawab kewarganegaraan.
3. Pendekatan belajar metode pemecahan masalah dapat dilakukan misalnya pada saat dihadapkan
pada pembelajaran yang memuat pengembangan aspek sikap dan tanggung jawab seperti
bagaimana melakukan pengambilan keputusan dengan lebih mementingkan kepentingan umum dari
pada kelompok atau pribadinya
4. Praktek Belajar Kewarganegaraan (PBK) adalah suatu inovasi pembelajaran yang dirancang
untuk membantu peserta didik memahami tanggung jawab kewarganegaraan melalui pengalaman
belajar praktek-empirik. Dengan adanya praktek, siswa diberikan latihan untuk belajar secara
kontekstual.
5. Penilaian terhadap pembelajaran materi tanggung jawab kewarga-negaraan dalam mata pelajaran
kewarganegaraan diarahkan untuk mengukur pencapaian indikator hasil belajar. Penilaian dapat
menggunakan model penilaian berdasarkan perbuatan (performance-based assessment) atau juga
dikenal dengan penilaian otentik (authentic assessment)
Daftar Pustaka
 Achmad Kosasih Djahiri. (1988). Strategi Pembelajaran IPS/PKN. Bandung: IKIP
Bandung
 Departemen Pendidikan Nasional. (2004). Kurikulum 2004, Standar Kompetensi Mata
Pelajaran Kewarganegaraan, Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliah. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.
 Suwarma Al Muchtar. (2000). Pengembangan Kemampuan Berpikir dan Nilai dalam
Pendidikan IPS. Bandung: Gelar Pustaka Mandiri Bandung.
 ______ . (2001). Epistemologi Pendidikan IPS. Bandung: Gelar Pustaka Mandiri, Bandung
 Udin S, Winataputra. (2001). Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Sistemik
Pendidikan Demokrasi, Disertasi. Bandung: Program Pasca Sarjana Universitas Pendidikan
Indonesia

Anda mungkin juga menyukai